Adobe Gunakan AI untuk Memisahkan Subjek Foto dari Latarnya dengan Satu Klik Saja

Menjelang bulan terakhir tahun 2017 ini, kita sudah melihat bagaimana istilah machine learning atau artificial intelligence (AI) diasosiasikan dengan banyak hal, seakan-akan semuanya bisa jadi lebih baik dengan keterlibatan AI. Pada kenyataannya, penerapan AI memang bisa membawa dampak yang signifikan, seperti yang Adobe buktikan berikut ini.

Mereka baru saja mengumumkan fitur baru bernama “Select Subject” yang bakal meluncur ke Photoshop CC. Fitur ini pada dasarnya memanfaatkan kapabilitas AI Adobe Sensei untuk memisahkan subjek foto dari latarnya hanya dengan satu klik saja.

Adobe Photoshop CC Select Subject

Selama ini, cara yang pengguna pakai biasanya melibatkan tool Quick Selection, Magic Wand, Pen atau Lasso. Semuanya terbukti cukup efektif, hanya saja ketika dihadapkan dengan detail-detail kompleks pada subjek seperti rambut atau bayangan, pengguna jadi harus melakukan langkah editing ekstra.

Select Subject bermaksud untuk menyederhanakan proses editing secara keseluruhan, di mana dengan satu klik pengguna sudah bisa menyeleksi subjek secara maksimal, dan kalau pun diperlukan langkah ekstra, tetap tidak sebanyak dan serumit menggunakan tool lainnya.

Adobe Photoshop CC Select Subject

Adobe mengklaim bahwa detail-detail kompleks di sekitar subjek bukanlah masalah besar berkat kemampuan Sensei mengenali masing-masing subjek dalam foto. Fitur ini sejatinya bisa menjadikan hampir semua kalangan sebagai ahli dalam urusan cropping subjek dari latarnya.

Meski Adobe menjanjikan kehadiran fitur ini di Photoshop CC, sejauh ini masih belum ada jadwal rilis pasti yang mereka berikan terkecuali “dalam update yang akan datang”.

Sumber: PetaPixel.

Genjot Kinerja Bixby, Samsung Akuisisi Startup AI Bernama Fluenty

Bersamaan dengan Galaxy S8 yang dirilis pada awal tahun ini, Samsung turut memperkenalkan asisten virtual bernama Bixby. Bixby pada dasarnya merupakan pengganti S Voice yang ada pada smartphone sebelum-sebelumnya, sekaligus yang bisa dikatakan sebagai produk gagal.

Samsung punya visi besar untuk Bixby, salah satunya adalah mengintegrasikannya ke lini perangkat smart home. Perjalanan mereka tentu saja masih cukup panjang, apalagi mengingat masih banyak yang berpendapat bahwa Bixby belum sesempurna Google Assistant atau Siri. Namun perlu kita ingat, Google Assistant maupun Siri juga payah di awal-awal debutnya.

Bixby sendiri dibangun di atas sejumlah teknologi yang bukan berasal dari Samsung, melainkan dari akuisisi sejumlah startup. Salah satunya adalah Viv, yang didirikan oleh Dag Kittlaus, yang tidak lain merupakan sosok di balik lahirnya Siri, sebelum akhirnya dipinang oleh Apple.

Fluenty / Fluenty
Fluenty / Fluenty

Samsung tentunya belum mau berhenti. Baru-baru ini, mereka mengakuisisi startup asal Korea Selatan bernama Fluenty. Fluenty yang didirikan oleh beberapa eks-developer Naver dan Daum ini memiliki spesialisasi di bidang percakapan berbasis artificial intelligence (AI).

Teknologi yang mereka kembangkan pada dasarnya memungkinkan AI untuk berkomunikasi secara lebih natural. Mereka memiliki API untuk sejumlah aplikasi pesan instan seperti KakaoTalk, Line, Telegram dan Facebook Messenger, di mana AI dapat menganalisa percakapan dan menyuguhkan rekomendasi balasan yang ideal.

Kemampuan untuk berinteraksi secara lebih alami ini memang merupakan salah satu hal yang dibutuhkan Bixby untuk bisa bersaing, terutama dengan Google Assistant. Entah akuisisi ini bersifat acqui-hire atau tidak, kemungkinan besar tujuannya adalah untuk menyempurnakan kinerja Bixby.

Sumber: ZDNet.

Berkat Sistem Berbasis AI, Google Translate Kini Bisa Terjemahkan Lagu Secara Sempurna

Setahun yang lalu, Google Translate resmi mengganti sistem terjemahannya yang berbasis frasa menjadi yang melibatkan artificial intelligence. Singkat cerita, sejak saat itu Google Translate tak lagi menerjemahkan kata demi kata, melainkan satu kalimat utuh dengan memperhatikan faktor seperti konteks dan tata bahasa.

Tujuan akhir yang ingin dicapai sederhana saja, yakni supaya hasil terjemahannya lebih sempurna dan jadi lebih bisa diandalkan. Meski sistem baru bertajuk Neural Machine Translation ini belum tersedia untuk semua bahasa, setidaknya Google sudah cukup percaya diri dengan peningkatan yang dicapai.

Sepercaya diri apa? Well, Google tampaknya cukup yakin bahwa Translate mampu mendapat tempat di bidang musik. Mereka pun memperkenalkan Translate Tour, yang sederhananya merupakan serangkaian konser yang melibatkan musisi yang menggunakan Google Translate untuk membawakan lagu gubahannya dalam bahasa lokal tempat konser diadakan.

Translate Tour with Vita Bergen

Musisi pertama yang ditunjuk adalah Vita Bergen asal Swedia. Mulai 1 Desember mendatang, sang band indie pop bakal bertandang ke London, Paris dan Madrid untuk membawakan single terbarunya “Tänd Ljusen” dalam bahasa Inggris, Perancis dan Spanyol, tentunya dengan bantuan dari Google Translate.

Google menegaskan bahwa sistem berbasis AI ini bakal menghasilkan terjemahan bahasa dari lagu yang dibawakan dengan tingkat akurasi mendekati sempurna. Anda bisa menikmati lagunya dalam empat bahasa melalui video-video berikut.

Sumber: Google.

Zalora Rilis Fitur Pencarian Visual dalam Aplikasi

Situs e-commerce fesyen Zalora mengumumkan peluncuran pencarian visual dalam aplikasi, seiring upaya perusahaan dalam meningkatkan konversi penjualan.

Terhitung hari ini (20/11), para pengguna aplikasi Zalora, baik di Android maupun iOS, dapat men-click tombol pencarian. Lalu ambil gambar pakaian, sepatu, atau aksesoris favorit mereka, dan dapat melihat produk serupa di Zalora.

Saat ini aplikasi Zalora telah diunduh oleh lebih dari 20 juta pelanggan. Lebih dari setengah pesanan Zalora datang dari perangkat mobile. Kehadiran fitur ini menjadi penting untuk menarik pengguna bertransaksi.

Perusahaan bekerja sama dengan ViSense, perusahaan AI yang mendorong perdagangan online melalui visual untuk para konsumen fesyen Zalora. Teknologi AI yang dihadirkan adalah solusi pendeteksi gambar pintar untuk mempersingkat proses saat konsumen mencari visual di situs.

ViSense memiliki kantor di Amerika Serikat, Inggris, India, Cina, dan Singapura. Beberapa mitra ViSense yang sudah menggunakan teknologi ini adalah Rakuten dan ASOS.

CTO Zalora Karthik Subramanian mengatakan fitur ini dihadirkan perusahaan dalam mengatasi kesulitan pelanggan dalam mendeskripsikan pakaian atau sepatu ke dalam pencarian teks. Peluncuran fitur ini juga bertepatan dalam merayakan musim belanja akhir tahun.

“Kami ingin memberikan pelanggan kami sebuah kegembiraan dalam berbelanja, hanya dengan mengambil gambar barang fesyen apapun yang menarik perhatian mereka,” terang Karthik dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

CEO ViSense Oliver Tan menambahkan Zalora adalah salah satu rekan lama perusahaan. Dengan teknologi AI atau deep learning yang dihadirkan ViSense, diharapkan dapat meningkatkan konversi penjualan dengan kemudahan perdagangan visual.

Application Information Will Show Up Here

Bekerja Sama dengan Teenage Engineering, Baidu Luncurkan Smart Speaker Berdesain Unik

Tidak mengejutkan bagi perusahaan seperti Baidu – yang memang serius mengembangkan teknologi AI – untuk terjun ke persaingan pasar smart speaker. Di Tiongkok sendiri, Alibaba sebelumnya sudah mengawali persaingan di kategori ini lewat Tmall Genie, yang dari bentuknya saja sudah kelihatan bahwa perangkat tersebut mengambil Amazon Echo dkk sebagai sumber inspirasinya.

Namun Baidu memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Dalam mendesain smart speaker-nya, mereka menggandeng Teenage Engineering, pabrikan asal Swedia yang dikenal lewat produk-produk eksentriknya, macam synthesizer Pocket Operator. Hasilnya adalah Raven H, yang sepintas lebih cocok dijadikan dekorasi ruangan dengan penampilan warna-warninya.

Baidu Raven H

Raven H melupakan gaya desain silindris atau membulat yang selama ini diadopsi hampir semua smart speaker lain. Panel teratasnya yang berlubang-lubang sebenarnya merupakan panel LED interaktif sekaligus panel kontrol berbasis sentuh, yang dapat dilepas dan dijadikan remote control jika perlu.

Di bawahnya, sederet speaker, mikrofon dan baterai menegaskan perannya sebagai perangkat audio portable. Perangkat ini menjalankan sistem DuerOS besutan Baidu sendiri, dan fungsi yang ditawarkan kurang lebih sama seperti smart speaker lain di pasaran. Nama Raven sendiri berasal dari startup AI bernama Raven Tech yang sebelumnya sudah diakuisisi oleh Baidu.

Raven R / Teenage Engineering
Raven R / Teenage Engineering

Sayangnya, seperti yang sudah bisa kita duga, Raven H hanya akan dipasarkan di Tiongkok saja, dengan banderol harga 1.699 yuan, atau sekitar 3,5 juta rupiah. Di saat yang sama, Baidu juga memperkenalkan smart speaker lain bernama Raven R, yang juga didesain bersama Teenage Engineering.

Raven R turut mengemas panel sentuh dan panel LED interaktif, tapi yang membedakannya dari Raven H adalah sebuah lengan robotik yang bisa berdansa mengikuti irama musik jika perlu, dan untuk sekarang ia masih berwujud prototipe ketimbang produk final.

Sumber: The Verge.

Memahami Teknologi di Balik Chatbot

Percakapan dengan robot seolah menjadi tren belakangan ini. Atas nama pengalaman pengguna yang lebih baik banyak perusahaan atau bisnis mulai mengembangkan chatbot untuk berbagai macam keperluannya. Mulai dari pelayanan pengguna hingga memberikan pelayanan mandiri lainnya.

Chatbot menjelma menjadi inovasi paling banyak diminati. Chatbot juga menyimpan banyak potensi dengan berbagai macam teknologi mutakhir di belakangnya, mulai dari AI (Artificial Intelligence), Machine Learning, Deep Learning, dan NLP (Natural Language Processing).

Chatbot bekerja untuk menggantikan peranan manusia dalam melayani pembicaraan melalui aplikasi pesan. Ia menjawab kalimat demi kalimat yang dituliskan orang yang berada di ujung satunya. Tentu jika orang diujung lainnya merasa dirinya dilayani manusia, itu artinya kesuksesan bagi chatbot.

Chatbot memungkinkan komputer atau mesin menggantikan peran manusia dalam membalas percakapan di sisi satunya. Chatbot memahami, belajar, dan berinteraksi layaknya manusia. Semua itu berkat kemampuannya berevolusi dan berkembang.

Fondasi teknologi chatbot

AI atau dikenal juga sebagai kecerdasan buatan merupakan cabang ilmu komputer yang diciptakan sekitar tahun 1960an. Cabang ilmu ini berkaitan dengan pemecahan masalah-masalah seperti layaknya manusia. Seperti berbicara, kreatif, mengenali benda, dan menerjemahkan sesuatu.

Kecerdasan buatan kini tak lagi teori seperti waktu pertama kali dicetuskan. Terus berkembang dan berkembang bahkan hingga saat ini. AI berkembang seperti layaknya manusia belajar. Mengenali, membangun, tumbuh, menemukan cacat, memperbaiki dan begitu seterusnya.

Sementara itu teknologi NLP (Natural Language Processing) yang paling banyak digunakan di dalam chatbot fungsinya memahami percakapan yang dilakukan. NLP secara sederhana memahami setiap kalimat yang dikirimkan oleh pengguna, kemudian mengenalinya sebagai sebuah perintah dengan mengambil makna dari kalimat tersebut. Kemudian melalui teknologi NLP juga chatbot bisa mengirimkan kalimat yang bisa dipahami manusia, layaknya bercakap-cakap dengan manusia.

Teknologi selanjutnya adalah Machine Learning. Sebuah teknologi yang memungkinkan mesin belajar dan memecahkan sendiri permasalahan yang ditemui. Semua dilakukan berkat mempelajari data-data yang ada. Teknologi dengan sengaja memprogram mesin untuk belajar dan memberikan respons. Sedangkan Deep Learning adalah bagian lebih dalam dari Machine Learning. Dengan algoritma yang lebih kompleks sistem bisa lebih dalam mempelajari dan berinovasi lebih jauh lagi sehingga mendekati layaknya manusia.

Bagaimana chatbot menjadi lebih pintar

Dengan kemajuan dalam kecerdasan buatan dan pesatnya pertumbuhan aplikasi pesan instan, pertumbuhan chatbot menjadi semakin penting di banyak industri. Sebenarnya teknologi bot sendiri sudah ada sejak beberapa dekade, namun dengan kecerdasan buatan yang semakin berkembang bot tumbuh lebih dramatis.

Hadirnya pemahaman bahasa manusia di dalam chatbot membuat komunikasi menjadi lebih intim. Kemudian di dalam sistem terdapat analisis prediktif yang menggunakan statistik, permodelan, data mining dan lainnya untuk menghasilkan informasi yang lebih proaktif.

AI adalah fondasi dari berkembangnya chatbot. Dengan pemahaman bahasa yang terus membaik melalui NLP, chatbot bisa menjadi lebih baik memahami kebutuhan manusia. Machine learning dan Deep Learning adalah modal selanjutnya untuk perkembangan chatbot.

Dua teknologi yang serupa tersebut mampu menjadikan chatbot pembelajar yang baik melalui data. Ia membantu chatbot memperkaya respons atau tanggapan, dengan demikian kedinamisan percakapan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah percakapan yang diperoleh.

Selanjutnya, analisis sentimen menggunakan analisis bahasa untuk menentukan sikap atau keadaan emosional orang-orang di ujung satunya. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi chatbot. Oleh karena itu pengembang menciptakan chatbot yang mengotomatisasi proses yang lebih luas dengan cara yang manusiawi, terus belajar dan berkembang dari waktu ke waktu.

Situs Ini Manfaatkan AI untuk Memperbesar dan Mempertajam Gambar Seperti di Film-Film

Anda yang gemar menonton film action atau yang menampilkan lakon seorang mata-mata maupun agen rahasia pastinya ingat dengan adegan dimana seorang karakter sedang menunjuk ke gambar tangkapan kamera pengawas, lalu menyeletukkan kata enhance. Setelahnya, adegan biasanya akan berlanjut menampilkan versi beresolusi lebih tinggi dari gambar tersebut.

Pertanyaan kita sebagai penonton umumnya, “apakah hal seperti itu masuk akal di dunia nyata?” Gambar yang tadinya tampak kabur atau pixelated, seketika juga menjadi sangat tajam sampai-sampai wajah seseorang yang tengah diincar sang lakon bisa langsung dikenali.

Kalau Anda pernah mencoba memperbesar ukuran gambar, pastinya Anda tahu bahwa hal semacam ini hanya bisa terjadi di film. Akan tetapi perkembangan pesat teknologi artificial intelligence alias AI berkata sebaliknya, seperti yang dibuktikan oleh situs bernama Let’s Enhance berikut ini.

Tampilan minimalis situs Let's Enhance / Let's Enhance
Tampilan minimalis situs Let’s Enhance / Let’s Enhance

Let’s Enhance dirancang untuk memperbesar suatu gambar tanpa berakibat pada pixelation pada hasilnya. Dengan mengadopsi teknologi neural network dan machine learning, sistem sanggup mengolah gambar, memperbesar ukurannya hingga empat kali lipat, lalu menghasilkan gambar baru yang kelihatan tajam, kurang lebih seperti yang kita dapati di film-film itu tadi.

Pengembangnya mengklaim teknologi yang mereka ciptakan sanggup “menghalusinasikan” detail dan tekstur yang absen pada gambar aslinya. Tentu saja hasilnya tidak akan setajam gambar yang dijepret menggunakan kamera beresolusi tinggi, akan tetapi masih jauh lebih baik ketimbang hasil perbesaran menggunakan Photoshop maupun software sejenis lainnya.

Contoh yang disuguhkan PetaPixel berikut mampu menggambarkan dengan jelas kapabilitas Let’s Enhance, dan ini barulah menggunakan generasi pertama dari sistem yang dibuat. Gambar pertama adalah gambar asli, gambar kedua adalah hasil perbesaran menggunakan Photoshop, sedangkan gambar ketiga adalah hasil Let’s Enhance.

Situsnya sengaja dibuat dengan tampilan yang seminimal mungkin. Tanpa harus membayar biaya apa-apa, siapapun bisa mengunggah gambar untuk diperbesar menggunakan sistem Let’s Enhance. Setelah mengunggah, Anda akan diminta untuk membuat akun gratisan untuk bisa mengunduh hasil pemrosesannya.

Silakan Anda coba sendiri dengan mengunjungi situs Let’s Enhance kalau penasaran. Setiap foto yang diunggah akan diproses menjadi tiga file yang berbeda: Anti-JPEG untuk menghapuskan artifact hasil kompresi format JPEG, Boring untuk memperbesar selagi mempertahankan detail yang ada, sedangkan Magic untuk menghalusinasikan detail yang sebelumnya tidak ada itu tadi.

Sumber: PetaPixel via Mashable.

Ilmuwan Ciptakan AI untuk Mengubah Hasil Foto Smartphone Jadi Sekelas DSLR

Hampir semua review Google Pixel 2 yang beredar memuji kualitas kameranya. Yang lebih mengesankan lagi, pencapaian tersebut diraih tanpa mengandalkan konfigurasi kamera ganda seperti kebanyakan smartphone kelas flagship lainnya.

Hardware memang memegang peranan terbesar dalam menentukan kualitas gambar yang bisa dihasilkan kamera smartphone, akan tetapi bagi Google software dan AI (artificial intelligence) juga tidak kalah penting. Pixel 2 membuktikan bahwa anggapan mereka ini benar, dan kini sejumlah cendekiawan asal Swiss mencoba membuktikan anggapan tersebut lebih lanjut.

Ilmuwan asal universitas ETH Zurich ini menciptakan sistem berbasis AI yang digadang-gadang dapat menyulap hasil jepretan kamera smartphone menjadi sekelas DSLR. Istilah “sekelas DSLR” memang terkesan sangat ambigu, tapi yang pasti tujuannya adalah menyempurnakan kualitas foto yang dihasilkan kamera smartphone.

Fokusnya di sini bukanlah memperkuat efek bokeh, melainkan memperbaiki exposure secara keseluruhan. Area shadow yang sebelumnya hanya tampak hitam tanpa ada detail dibuat jadi lebih cerah selagi masih mempertahankan area highlight agar tidak terlampau terang.

Perbandingan hasil foto sesudah (kiri) dan sebelum (kanan) diproses AI / ETH Zurich
Perbandingan hasil foto sesudah (kiri) dan sebelum (kanan) diproses AI / ETH Zurich

Rahasianya terletak pada sistem deep learning yang pada awalnya diajari dengan cara mengamati dua foto yang sama yang diambil menggunakan smartphone dan DSLR. Dari situ versi lebih barunya telah disempurnakan supaya dapat melihat dua foto dari kamera yang berbeda, lalu menerapkan peningkatan kualitas dari yang satu ke lainnya.

Tentu saja sistem ini masih memiliki sejumlah kekurangan. Yang paling utama, sistem tak akan bisa menambahkan detail pada foto yang diambil, sebab ini sama saja dengan menambahkan informasi yang sebelumnya tidak ada. Dalam beberapa kasus, meski foto yang telah diproses tampak lebih terang dan lebih akurat warnanya, terkadang detailnya malah bisa berkurang.

Ke depannya, para pengembangnya berharap bisa menyempurnakan sistemnya agar dapat digunakan untuk mengubah kondisi foto ketimbang kualitasnya. Jadi semisal foto diambil dalam posisi hujan lebat, sistem ini nantinya bisa mengubahnya jadi terlihat cerah.

Kalau Anda tertarik mencoba dan penasaran dengan efektivitasnya, silakan langsung kunjungi situs resminya di phancer.com.

Sumber: Engadget dan DPReview.

AiChat Berencana Membawa Platform “Chatbot-as-a-Services” ke Indonesia

Produk berbasis Artificial Intelligence (AI) akhir-akhir ini cukup ramai digulirkan, khususnya untuk produk berbasis chatbot. Sejumlah korporasi sudah mulai mengutilisasinya, terutama untuk kemudahan otomasi. Di Indonesia pun perkembangannya juga cukup pesat, beberapa waktu lalu pemain industri seperti perbankan dan telekomunikasi mulai memperkenalkan mesin chatbot mereka yang ditujukan untuk pelayanan pelanggan yang reliable.

Melihat peluang tersebut, salah satu pengembang layanan chatbot asal Singapura bernama AiChat berencana memperluas basis bisnis mereka ke Indonesia. AiChat menyediakan platform yang mereka sebut dengan chatbot-as-a-services. Memungkinkan perusahaan mengelola chatbot pada kanal messaging apps populer. Saat ini fungsionalitas AiChat meliputi chatbot untuk layanan pelanggan, sistem e-commerce, pemasaran, CRM, dan analisis data.

Untuk berekspansi ke Indonesia, disadari betul bahwa akan ada dua tantangan yang sangat mendasar. Pertama chatbot sendiri masih dalam tahap pengenalan awal di Indonesia. Yang kedua ialah seputar persaingan. Di Indonesia sudah ada beberapa startup pengembang layanan chatbot untuk kebutuhan korporasi.

“Ya, kami sadar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi secara regional, jumlah pemain AI telah meningkat. Seperti semua teknologi baru, kami yakin adopsi hadir dengan kepercayaan dan kejelasan. Strategi kami sederhana, yakni terus menghadirkan dampak pada bisnis dengan chatbots yang efektif untuk mampu dioptimalkan dalam menghadirkan konversi dan memaksimalkan ROI klien kami,” ujar Co-Founder AiChat Matthew Low.

Matthew mengungkapkan langkah ekspansi ini diprakarsai melalui kemitraan strategis yang sebelumnya sudah dijalin dengan beberapa perusahaan di Indonesia. Selain di Indonesia, ekspansi ini juga akan ditargetkan ke kawasan regional. Saat ini pihak AiChat sedang melakukan perekrutan khusus untuk memulai operasi di Indonesia.

Beberapa job yang tengah diupayakan AiChat untuk memulai operasional di Indonesia / e27
Beberapa posisi yang tengah diupayakan AiChat untuk memulai operasional di Indonesia / e27

Pendekatan yang diambil

AI membuat layanan yang digarapnya menjadi lebih pintar. Seperti layanan chatbot pada umumnya, AiChat mendesain sistemnya untuk mampu memahami percakapan kontekstual dan mengingat pertanyaan yang diajukan oleh pengguna. Ini memungkinkan pengalaman perpesanan yang dipersonalisasi dipetakan berdasarkan interaksi pengguna sebelumnya dengan bot.

Secara lebih mendetail Matthew masih enggan mengungkapkan rencana pasti peresmian ekspansi di Indonesia, termasuk strategi bisnis seperti apa yang akan dilakukan di sini.

“Jika Anda melihat dari penggerak pertama, tidak ada satu vertikal atau industri yang mendominasi adopsi chatbot. Meskipun demikian, kekuatan kunci AiChat ada pada layanan pelanggan, bots dan layanan yang berorientasi pada pemasaran. Sedangkan untuk e-commerce menggabungkan beberapa fungsionalitas untuk menghadirkan agen yang cerdas,” ungkap Matthew.

Bukalapak Siapkan Teknologi “Artificial Intelligence” untuk Bantu Mencegah Penipuan

Tren berbelanja online mulai meningkat di masyarakat. Banyak yang mulai merasakan kemudahan dan kenyamanan, mulai dari pemesanan, pembayaran hingga pengiriman. Hanya saja kegiatan transaksi online tidak luput dari tindak penipuan. Bahkan modusnya pun semakin banyak. Sasarannya masyarakat yang kurang begitu peduli bahkan sampai mereka yang kurang waspada. Banyak penyedia layanan e-commerce berlomba meminimalisir hal tersebut. Salah satunya menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence / AI), seperti yang dilakukan Bukalapak.

Teknologi kecerdasan buatan adalah teknologi yang mampu diterapkan pada sebuah sistem yang belajar. Mempelajari data. Dengan data tersebut, sistem nantinya bisa mengenali pola dan memprediksi sebuah hal. Hal tersebut yang sekiranya juga diterapkan untuk sistem pencegahan penipuan.

DailySocial berbincang dengan Vice President of Engineering Bukalapak Ibrahim Arief mengenai penggunaan AI di Bukalapak. Ia bercerita saat ini Bukalapak sudah mulai menerapkan AI untuk beberapa keperluan internal dan pengguna, salah satunya ada pada pencegahan penipuan.

Mengenal teknologi Anti-Fraud Bukalapak

Bukalapak saat ini memiliki divisi Trust & Safety yang memiliki tugas pokok mengelola dan meminimalisir risiko penipuan yang mungkin dihadapi pengguna Bukalapak. Tim Anti-Fraud berada di bawah divisi Trust & Safety sebagai bagian dari upaya meminimalkan tindakan penipuan.

Tim Anti-Fraud secara khusus bertugas melakukan penegahan, monitoring, analisa dan pemecahan kasus penipuan yang dialami pengguna Bukalapak dengan tujuan untuk menjamin kepercayaan dan menjaga keamaan pengguna saat bertransaksi di Bukalapak. Termasuk penerapan teknologi AI untuk membantu kerja tim Anti-Fraud mencegah penipuan yang terjadi. Di sisi lain Anti-Fraud berusaha juga mendorong security awareness bagi pengguna Bukalapak.

“Tren fraud transaksi yang lazim terjadi belakangan ini, yaitu social engineering (phishing atau scamming) di platform online selain Bukalapak, menjadikan edukasi user Bukalapak agar terhindar dari tindakan serupa di luar sistem Bukalapak sebagai salah satu perhatian khusus dari tim Anti-Fraud. Edukasi user ini dilakukan baik melalui pengembangan fitur maupun komunikasi dengan pengguna Bukalapak,” terang Ibrahim.

Disampaikan Ibrahim, AI menjadi salah satu bagian penting dalam dapur Bukalapak. Sudah ada beberapa teknologi AI yang berjalan di dapur Bukalapak yang membantu kegiatan operasional dan salah satunya adalah untuk pencegahan penipuan.

Di Bukalapak, sistem AI mempelajari data transaksi yang diklaim jumlahnya mencapai ukuran petabyte. Sebuah data yang sangat besar. Sistem dikembangkan mempertimbangkan dan mengolah banyak data dan konteks mengenai sebuah transaksi untuk menentukan risiko penipuan dari sebuah transaksi. Ia mengenali pola yang sudah dipelajari sebelumnya.

“Kami telah mengembangkan sistem AI untuk rekomendasi belanja pengguna yang lebih baik serta menangani sistem keamanan untuk mencegah penipuan. Jadi, AI ini bisa menerima dan mempertimbangkan banyak sekali sinyal atau data dari sebuah transaksi agar kemudian diketahui jenis transaksi tersebut palsu atau tidak. Lewat pengembangan AI ini, pengguna bisa merasakan pengalaman belanja yang aman dan nyaman,” cerita Ibrahim.

Application Information Will Show Up Here