Apple Akuisisi Startup AI Spectral Edge untuk Tingkatkan Kualitas Kamera iPhone

Perkembangan kualitas kamera smartphone dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa software tidak kalah penting dari hardware. Dua ponsel dengan merek yang berbeda boleh mengemas sensor bikinan Sony yang sama persis beserta spesifikasi lensa yang identik, akan tetapi hasil foto Portrait Mode-nya bisa berbeda drastis, dan ini banyak dipengaruhi oleh kinerja software masing-masing perangkat.

Singkat cerita, investasi ekstra di bidang software kamera atau fotografi merupakan salah satu cara bijak untuk meningkatkan kualitas kamera smartphone, dan perusahaan sekelas Apple pun tidak luput dari tren ini. Dilaporkan oleh Bloomberg, Apple kabarnya telah mengakuisisi startup asal Inggris bernama Spectral Edge.

Produk yang digarap Spectral Edge adalah teknologi machine learning yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hasil jepretan kamera smartphone, baik dari sisi ketajaman gambar ataupun akurasi warnanya. Caranya adalah dengan menggabungkan foto inframerah dengan foto standar.

Foto yang diambil menggunakan gelombang inframerah memiliki tingkat kontras yang amat tinggi. Detail-detail yang sebelumnya tidak kelihatan pada foto standar jadi bisa terlihat menggunakan filter inframerah. Contoh yang paling gampang adalah bagaimana foto inframerah dapat menunjukkan detail di balik kacamata hitam.

Sejauh ini belum ada yang tahu rencana spesifik Apple terkait teknologi bikinan Spectral Edge, tapi besar kemungkinan Apple akan memanfaatkannya untuk meningkatkan kualitas jepretan iPhone di kondisi low-light. Akuisisinya pun juga mereka lakukan secara diam-diam, tanpa ada kabar mengenai mahar yang dibayarkan. Sekadar informasi, Spectral Edge sendiri tahun lalu berhasil memperoleh pendanaan senilai lebih dari $5 juta.

Sumber: Bloomberg.

Human Resource as The Biggest Challenge Towards The Industrial Revolution 4.0

Some of the experts consider Indonesia requires to improve its human resource skills in the manufacturing field towards adapting to the era of Industry 4.0.

In the panel discussion at ConnectTechAsia titled “Digital Innovation in the Manufacturing Sector in Indonesia”, a number of technology observers and players leaked some biggest challenges towards the automation era.

Chairman of the National Association of Information and Communication Technology Entrepreneurs (Aptiknas) Fanky Christian said we still have low skilled talents in the manufacturing field. It happens not only in Indonesia but also in the Asia-Pacific region.

In order to adapt towards Industry 4.0, Christian highlighted the urgent need to improve talent’s skillset. He said the challenges will make different impacts on the more tech-friendly environment sectors, such as telecommunication.

“Entering the Industry 4.0, digitize and digitization become two main elements towards efficiency. Before we get there, manufacturing companies should use two approaches, it’s upskilling and reskilling, in order to stay adaptive,” he said, Wed (12/5).

In the same occasion, the Chairman of Indonesia’s Big Data & AI Association, Rudi Rusdiah saw a different obstruction in terms of technology, it’s the lack of implementation of tech-solution, such as big data and Artificial Intelligence (AI). It shows that many companies didn’t consider technology adoption as important for the business.

In fact, Industry 4.0 is the data exchange and automation trend where the implementation will be very related to the sophisticated technology adoption, such as Internet of Things (IoT), cloud, big data, and AI.

“The number of experts in the big data or AI sector isn’t large. It’s hard to find a good data scientist in Indonesia. The development cost [big data and AI] also extravagant,” he added.

Before even discussed the kinds of sophisticated technologies as mentioned, cloud adoption as the basic tech-solution is in fact low. Quoted from Gartner, the shifting from data to cloud is estimated to increase to 28% by 2022.

“In ours [service], there aren’t many implementations for manufacturing sector. They are mostly from banking institutions. Whereas, the cloud has been very useful in terms of asset revitalization, agile innovation, and digital economy growth,” Telkom Telstra’s VP Product Management Cloud & UC, Arief Rakhmatsyah said.

Another highlight is from Deputy General Manager Mitsubishi Electric, Ivan Chandra on the importance of ideation to solution and innovation that is scalable. Thus, the industry can calculate the costs incurred to be in accordance with the desired results.

Indonesia is currently in the preparation stage. The Ministry of Industry even has made a roadmap of Making Industry 4.0 stated that this revolution will be a big step for the manufacturing sector to amplify Indonesia’s economy.

The research recently published by Informa Tech has revealed some of the challenges in the manufacturing sector. In terms of technology, the main challenges are (1) the cybersecurity and backup data (57%), (2) upskilling human resources (43%), and (3) looking for a reliable tech-supplier (36%).

In terms of business, the biggest challenges are (1) skillset for competition (53%), (2) looking for new customers (47%), and (3) following or adapting through new technology (34%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana Memanfaatkan Statistik Esports Demi Kemenangan?

Di era digital, semakin banyak perusahaan yang menggunakan data untuk menekan biaya operasional atau untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Di dunia olahraga, atlet atau tim profesional biasanya memiliki analis yang berfungsi untuk menganalisa data pemain atau tim untuk meningkatkan performa mereka. Tugas lain analis adalah menganalisa data atlet atau tim musuh untuk mengantisipasi mereka. General Manager Oakland Atletics, Billy Beane dipercaya sebagai orang pertama yang memprioritaskan penggunaan data dan statistik dalam sebuah tim olahraga. Di tennis, data biasanya digunakan untuk mengetahui kebiasaan arah serve seorang pemain. Sementara dalam basket, data bisa digunakan untuk mengetahui ketangguhan pertahanan sebuah tim.

Pada awalnya, data tidak digunakan di statistik esports. Namun, ketika muncul game-game yang kaya data seperti StarCraft 2 dan Dota 2, organisasi esports juga mulai mempekerjakan staf analisis. Semakin besarnya industri esports berarti, perusahaan-perusahaan teknologi besar — seperti IBM, Microsoft, dan SAP — menjadi tertarik untuk bekerja sama dengan organisasi esports. Perusahaan teknologi tersebut biasanya menawarkan untuk membuat software analisa bagi organisasi esports. Tak hanya itu, mereka ini juga menyediakan software analisa untuk kebutuhan broadcast.

Untuk menganalisa data para atlet olahraga tradisional, data yang dikumpulkan harus didigitalkan terlebih dulu sebelum diolah. Proses digitalisasi biasanya memakan waktu yang cukup lama. Untungnya, data dalam esports sudah ada dalam bentuk digital, sehingga data ini tak perlu didigitalisasi lagi. Hanya saja, data yang bisa Anda dapatkan dari game esports bisa sangat banyak. Masalah lain dalam menggunakan data di esports adalah akses ke data sebuah game biasanya tergantung pada kemurahan hati publisher.

Sumber: Esports One via The Esports Observer
Sumber: Esports One via The Esports Observer

Game publisher dan API (application programming interface) yang publisher sediakan akan selalu menjadi sumber data utama,” kata Matthew Gunnin, CEO Esports One, perusahaan pembuat software untuk membuat statistik menggunakan computer vision dan machine learning. Data tersebut akan akan digunakan dalam siaran langsung. Pada awal perusahaan didirikan, dia mengatakan, Esports One mengumpulkan data secara manual dan menggantungkan diri pada API dari sebuah game. “Sekarang, kita sangat memanfaatkan computer vision untuk mengumpulkan data, tapi setiap game berbeda-beda, tergantung pada game dan support yang ada.”

Data apa yang dikumpulkan dan bagaimana data digunakan?

Dalam statistik esports, data yang bisa didapatkan dari setiap game berbeda-beda. Penggunaannya juga tak selalu sama. Dalam game shooter, cara pemain memosisikan diri adalah salah satu bagian penting yang harus diperhatikan, karena posisi memengaruhi jarak pemain ke musuh dan waktu reaksi yang mereka butuhkan untuk bereaksi. Ini mendorong Tobi dan SteelSeries untuk menyediakan solusi yang memungkinkan pemain yang masih ingin mengasah kemampuan mereka untuk membandingkan gerakan mata mereka dengan gerakan mata para profesional.

Selain itu, data juga bisa digunakan untuk memperkirakan kombinasi yang akan digunakan oleh musuh. Misalnya, esports scene Dota 2 tidak memiliki liga. Sebagai gantinya, ada beberapa turnamen besar yang diadakan setiap tahunnya. Karena itu, biasanya, para tim profesional Dota 2 lebih ingin tahu tentang kebiasaan tim lawan. Untungnya, Valve, publisher Dota 2 biasanya cukup terbuka untuk berbagi data untuk proyek open source. Mereka bahkan membiarkan pihak ketiga mengakses data dari video replay pertandingan.

Sumber: Steam Community
Sumber: Steam Community

“Sekarang, kami memiliki data dari sekitar 65 ribu pertandingan dari pertandingan yang telah berlalu,” kata Melvin S. Metzger, Esports Developer, SAP HANA, menurut lapora The Esports Observer. Dia mengatakan SAP HANA dapat menganalisa pertandingan profesional dari Dota 2. Mereka akan membandingkan data dari pertandingan lama dengan data dari pertandingan yang tengah berlangsung atau yang akan datang. Ketika membandingkan data pemain dengan pemain lain, data yang digunakan tergantung pada permintaan.

Ketersediaan data di esports memungkinkan perusahaan untuk membuat AI yang dapat membantu pelaku esports untuk berlatih. Selain itu, AI juga bisa digunakan untuk beberapa hal lain. telah ada sejumlah perusahaan yang menawarkan AI untuk mengasah kemampuan pemain, seperti OpenAI. Meskipun begitu, penggunaan AI untuk membantu pemain berlatih adalah hal yang masih sangat baru. Tingkat efisiensinya pun belum diketahui. Meskipun begitu, perusahaan teknologi tetap mau menjalin kerja sama dengan organisasi esports. Biasanya, alasan perusahaan teknologi mau bekerja sama dengan organisasi esports adalah untuk mendekatkan diri dengan fans esports. Misalnya, Microsoft bekerja sama dengan Cloud9. Terlepas dari apakah kolaborasi keduanya sukses atau tidak, fans esports akan mengingat Microsoft sebagai perusahaan yang menjadi rekan dari Cloud9.

Gunnin menjelaskan, “Dari perspektif kami, bagaimana data akan digunakan di masa depan adalah tentang bagaimana kami akan mengaitkan status para pemain dengan apa yang terjadi saat game berlangsung. Kami tahu bagaimana cara para pemain pro bermain, dan saat melihat gameplay Anda, kami akan menyimpan dan menandai kejadian dalam game sebagai perbandingan.”

Seberapa penting analisa untuk tim esports?

Di Indonesia, BOOM Esports merupakan salah satu organisasi yang memiliki tim Dota 2 terkuat. Ketika berkunjung ke kantor Hybrid, CEO dan pendiri BOOM Esports, Gary Ongko menjelaskan alasannya mengapa mereka berkeras untuk bertahan di esports PC walau mobile esports tengah booming di Indonesia. Selain itu, dia juga menjelaskan pentingnya keberadaan psikolog dan analis bagi sebuah tim esports. Gary mengatakan, peran analis cukup penting dalam esports. Tim-tim papan atas biasanya memiliki taktik yang mereka gunakan. Namun, para pemainnya juga biasanya memiliki kebiasaan buruk yang bisa dieksploitasi.

“Misalnya, pada detik ke sekian, pemain selalu melihat ke kanan, memeriksa keadaan di belakang. Kita bisa mengeksplotasi hal ini,” ujar Gary. Menurutnya, detail kecil seperti inilah yang akan menentukan kemenangan jika dua tim yang sama-sama jago bertemu. Dan kebiasaan seperti ini bisa diketahui dengan statistik. Saat ini, BOOM masih melakukan analisa secara manual. Itu artinya, analis memasukkan data ke spreadsheet dan mengolahnya sendiri. Meskipun begitu, dia sadar bahwa telah ada perusahaan yang menawarkan software analisa yang bisa melakukan tugas analis secara otomatis. Menurutnya, analis esports tak harus pernah menjadi pemain profesional. Begitu juga dengan para pelatih. “Selama ide mereka memang bagus, kenapa nggak?”

Sumber: Dokumentasi Hybrid
CEO dan pendiri BOOM Esports, Gary Ongko. | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Gary memiliki kesempatan untuk mengambil kuliah S2 hingga Amerika Serikat. Sambil tertawa, dia mengaku bahwa tidak banyak ilmu dari perkuliahan yang dia masih gunakan sampai sekarang. Namun, menurutnya, kuliah tetap penting karena itu akan mengajarkan Anda untuk disiplin dan berpikir kritis. Satu ilmu yang masih digunakan sampai sekarang adalah statistik, yang masih melibatkan pengolahan data. Dia bercerita, statistik tidak hanya digunakan untuk analisa permainan tim, tapi juga aspek lain dalam mengatur organisasi esports. Misalnya untuk melihat perkembangan performa pemain atau bahkan pertumbuhan media sosial tim atau pemain profesional. Ketika BOOM mencoba hal baru, dengan bantuan data, mereka bisa mengetahui apakah hal itu efektif atau tidak. “Kalau di Dota 2, statistik bisa digunakan untuk melihat persentase hero yang di-pick dari musuh. Sementara kalau PUBG Mobile dan Free Fire, kita bisa melihat lokasi pemain turun, timing rotasi,” ungkapnya.

Sayangnya, sepertinya, analisa data di Indonesia mungkin belum akan jadi mainstream dalam beberapa tahun ke depan. Muasalnya, game esports yang laris di Indonesia adalah game mobile yang punya keterbatasan soal API — dibandingkan game PC. Game-game yang laris di Indonesia juga rilisan publisher ataupun besutan developer Tiongkok yang mungkin lebih tertutup soal transparansi data. Ditambah lagi, masih banyak pelaku industri esports di Indonesia yang belum menyadari pentingnya digitalisasi data di esports.

Studi kasus: Liquid dan SAP HANA

Pada April 2018, SAP mengumumkan kerja samanya dengan Team Liquid, khususnya divisi Dota 2 mereka. Melalui kerja sama ini, SAP akan mengembangkan tool untuk menganalisa data yang dikumpulkan dari game untuk meningkatkan performa para pemain dan mencari talenta baru. Namun, data ini dikumpulkan dari roster Team Liquid yang lama, yang telah keluar dari organisasi tersebut dan membentuk tim baru bernama Nigma.

Setelah satu tahun, SAP akhirnya berhasil menciptakan tool yang memang bisa digunakan oleh para profesional. Software ini dibuat oleh dua ahli full-stack development yang juga memiliki pemahaman tentang data science. Salah satu fungsi dari software ini adalah untuk membantu Team Liquid dalam fase drafting, yaitu proses pemilihan hero ketika mereka juga bisa melarang sejumlah karakter untuk digunakan oleh musuh. Di sini, tim profesional berusaha untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin dan mempertimbangkan sinergi antar karakter.

Proses drafting. | Sumber: ESL via The Esports Observer
Proses drafting. | Sumber: ESL via The Esports Observer

“Salah satu tantangan yang kami hadapi adalah tidak ada data komprehensif yang bisa kami dapatkan melalui data yang bisa diakses semua orang,” kata Milan Cerny, Properti Owner and Innovation Lead for Esports, SAP. “Tentu saja, kami juga mempertimbangkan aspek dalam game. Seperti heat mapping untuk segala kejadian dalam game, baik pergerakan hero maupun penggunaan ward.” Tak hanya bekerja sama dengan organisasi esports profesional, SAP juga menggandeng sejumlah penyelenggara turnamen, seperti EPICENTER, DreamHack, dan ESL. Kepada para penyelenggara turnamen, SAP menawarkan data tentang pemilihan hero, persentase kemenangan, dan data lainnya di layar penonton. Mereka juga memberikan insight pada para caster dan analis produksi.

Kesimpulan

Penggunaan data dan AI di ranah esports masih sangat baru. Belum ada bukti definitif apakah penggunaan data akan bisa membantu tim esports untuk menang. Namun, menggunakan data untuk menganalisa performa tim dan memprediksi lawan terbukti bermanfaat di olahraga tradisional. Tidak tertutup kemungkinan, pengumpulan dan pengolahan data akan menjadi senjata bagi organisasi esports papan atas di masa depan.

Kesiapan SDM Jadi Tantangan Utama Menuju Revolusi Industri 4.0

Sejumlah pengamat menilai Indonesia perlu meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor manufaktur dalam rangka mempersiapkan diri untuk beradaptasi di era Industri 4.0.

Pada sesi diskusi panel ConnecTechAsia bertajuk “Digital Innovation in the Manufacturing Sector in Indonesia”, sejumlah pengamat dan pemain teknologi mengungkap sejumlah tantangan besar yang akan dihadapi di era otomasi tersebut.

Chairman Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Fanky Christian menilai, kemampuan SDM di sektor manufaktur masih rendah. Ini terjadi tak hanya di Indonesia, tetapi juga SDM di kawasan Asia Pasifik.

Untuk beradaptasi menuju Industri 4.0, Fanky menggarisbawahi pentingnya peningkatan kemampuan SDM. Menurutnya, tantangan tersebut tentu akan sedikit berbeda dirasakan pada sektor industri yang lebih ramah dengan perkembangan teknologi terkini, misalnya sektor telekomunikasi.

“Untuk menuju Industri 4.0, digitasi dan digitalisasi menjadi dua elemen penting dalam mencapai efisiensi. Sebelum ke sana, perusahaan manufaktur perlu melakukan dua approach, yakni upskilling dan reskilling agar terus belajar beradaptasi,” ujar Fanky, Rabu (5/12).

Pada kesempatan sama, Chairman Asosiasi Big Data & AI Indonesia Rudi Rusdiah melihat tantangan lain dari sisi teknologi, yaitu masih rendahnya implementasi solusi teknologi, seperti big data dan Artificial Intelligence (AI). Ini menandakan belum banyak perusahaan melihat pentingnya adopsi teknologi terhadap bisnis.

Padahal Industri 4.0 merupakan tren otomasi dan pertukaran data di mana pelaksanaannya akan sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi canggih, seperti Internet of Things (IoT), cloud, big data, dan AI.

“Jumlah tenaga yang kompeten di ranah big data maupun AI tidak banyak. Sulit mencari data scientist di Indonesia. Biaya pengembangan [big data dan AI] juga tidak sedikit,” ungkap Rudi.

Jangankan bicara teknologi canggih seperti contoh di atas. Adopsi cloud sebagai solusi teknologi mendasar juga belum tinggi. Mengutip data Gartner, perpindahan data ke cloud diestimasi naik menjadi 28 persen pada 2022.

“Di [layanan] kami, belum banyak sektor manufaktur yang pakai. Kebanyakan masih dari perbankan. Padahal, cloud itu memberikan manfaat pada pembaruan aset, inovasi yang lebih lincah, dan peningkatan ekonomi digital,” papar VP Product Management Cloud & UC TelkomTelstra Arief Rakhmatsyah.

Tak kalah penting, Deputy General Manager Mitsubishi Electric Ivan Chandra juga menyoroti pentingnya penciptaan solusi atau inovasi bagi industri yang seharusnya dapat terukur. Dengan demikian, industri dapat mengetahui apakah biaya yang dikeluarkan dapat sesuai hasil yang diinginkan.

Indonesia saat ini tengah berada di posisi untuk mempersiapkan hal ini. Bahkan Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peta jalan (roadmap) Making Industri 4.0 yang menyebutkan bahwa revolusi ini akan menjadi lompatan besar bagi sektor manufaktur untuk mendongkrak perekonomian di Indonesia.

Riset yang dirilis Informa Tech menyebutkan sejumlah tantangan yang dihadapi sektor manufaktur Indonesia. Dari sisi teknologi, tantangan utamanya antara lain (1) keamanan siber dan cadangan data (57%), (2) peningkatan kemampuan teknologi karyawan (43%), dan (3) mencari supplier teknologi andal (36%)

Sementara dari sisi bisnis, tantangan terbesarnya adalah (1) kemampuan menghadapi kompetisi (53%), (2) mencari customer baru (47%), dan (3) mengikuti atau beradaptasi dengan perkembangan teknologi baru (34%).

Australia Gunakan Kamera Berbasis AI untuk Mendeteksi Penggunaan Ponsel oleh Pengemudi

Di banyak negara, menggunakan smartphone selagi mengemudi dikategorikan sebagai tindakan yang ilegal. Saya yakin semua orang tahu apa alasannya, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak yang nekat melanggar. Kesulitan memantau yang dialami pihak berwajib juga semakin mendorong kebiasaan buruk ini terus berlanjut.

Menugaskan seseorang untuk berpatroli di jalanan jelas bukan solusi yang ideal, apalagi kalau cuacanya sedang tidak mendukung. Solusi yang lebih efektif, kalau menurut dinas perhubungan negara bagian New South Wales di Australia, adalah kamera canggih berbasis AI. AI adalah kata kuncinya, jadi jangan samakan kamera ini dengan yang biasa dipakai untuk menangkap basah para pelanggar lampu merah.

Sistem berbasis AI ini akan terus memantau sekaligus mendeteksi ketika ada pengemudi yang tengah menggunakan ponselnya selagi menyetir. Kendati demikian, tenaga manusia masih dibutuhkan di sini; gambar bukti pelanggar yang dideteksi secara otomatis oleh AI akan diverifikasi lebih lanjut oleh seorang operator.

Transport for NSW mengklaim kamera ini dapat beroperasi di cuaca apapun, bahkan saat jalanan sedang berkabut sekalipun. Di samping itu, AI-nya juga cukup terlatih untuk menangkap basah pelanggar secara akurat meski mobilnya sedang melaju dalam kecepatan tinggi.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan selama sekitar enam bulan, sistem ini disebut berhasil memonitor sekitar 8,5 juta kendaraan yang lewat, sekaligus mendeteksi lebih dari 100.000 pelanggar. Kalau diestimasikan, sistem ini diyakini mampu mencegah sekitar 100 kecelakaan lalu lintas dalam tempo lima tahun.

Deretan kamera pendeteksi penggunaan ponsel di salah satu ruas jalan kota Sydney / Transport for NSW
Deretan kamera pendeteksi penggunaan ponsel di salah satu ruas jalan kota Sydney / Transport for NSW

Jaringan kamera canggih ini sudah dioperasikan secara resmi di sejumlah kota yang merupakan bagian dari provinsi New South Wales per 1 Desember kemarin. Pemerintah setempat sengaja tidak menyebutkan lokasi-lokasi yang dimonitor oleh kamera ini dengan alasan supaya para pengemudi sadar bahwa mereka bisa tertangkap basah di mana saja dan kapan saja.

Selama tiga bulan pertama sejak sistemnya diimplementasikan, para pelanggar hanya akan dikirimi surat peringatan. Setelahnya, barulah akan diterapkan sanksi berupa denda dan pengurangan poin mengemudi (demerit points). Dibuat kapok, demikian intinya.

Sumber: 1, 2, 3.

Remaja Ini Buat AI untuk Temukan Pemain Curang di CS:GO

Pemain curang merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi di industri esports. Sebagai salah satu developer Counter-Strike: Global Offensive, salah satu game esports paling populer, Valve memiliki fitur Anti-Cheat, yang dapat mendeteksi pemain curang secara real-time. Namun, CS:GO juga memiliki tool yang disebut Overwatch, yang memungkinkan pemain untuk meninjau video rekaman dari sebuah permainan yang dilaporkan terjadi kecurangan. Memanfaatkan Overwatch, seorang remaja dengan panggilan “2eggs” membuat AI yang dapat mendeteksi pemain curang. AI ini dinamai HestiaNet, yang didasarkan pada nama dewi perapian dan rumah tangga dari Yunani.

Kepada The Loadout, 2eggs berkata, dia tahu CS:GO dipenuhi dengan orang-orang yang bermain curang. Karena itu, dia ingin agar HestiaNet menangkap pemain curang sebanyak mungkin untuk ‘memulihkan’ komunitas CS:GO. “Bagi banyak anggota komunitas, CS:GO adalah rumah, dan Hestia juga merupakan pelindung rumah,” katanya, menurut laporan VP Esports.

2eggs adalah satu-satunya orang yang mengembangkan HestiaNet. Dia melatih AI buatannya menggunakan belasan ribu kasus Overwatch. HestiaNet akan menganalisa setiap kasus Overwatch dan menentukan apakah kecurangan terjadi dalam sebuah rekaman permainan. Dari 17.659 kasus yang HestiaNet teliti, ia menetapkan kecurangan terjadi pada 15.356 kasus. Sementara Valve menetapkan ada 15.104 kasus dimana kecurangan memang terjadi. Itu artinya, HestiaNet memiliki tingkat akurasi 98 persen.

Sumber: Steam
Sumber: Steam

“Saya harus membuat keputusan yang mungkin akan menyebabkan seseorang diblokir, dan memiliki kekuasaan itu mengharuskan Anda untuk harus benar-benar yakin akan pilihan yang Anda ambil,” kata 2eggs. “Saya harus adil — saya harus tetap netral, bahkan ketika saya mengolah data dari game yang saya mainkan sendiri.”

Meskipun baru berumur 19 tahun, 2eggs pernah membuat FACEIT ban logs dan Minerva ban logs untuk FACEIT, lapor Talk Esport. Tidak hanya itu, dia juga pernah mendapatkan US$11.450 karena menemukan dan melaporkan bug di CS:GO dan platform Steam itu sendiri pada Valve. 2eggs mengatakan, dia belajar tentang komputer dan programming secara otodidak. Dia mulai mengutak-atik komputer ketika dia masih berumur 10 tahun.

Tidak diketahui apakah Valve akan tertarik untuk memanfaatkan AI buatan 2eggs. Satu hal yang pasti, semakin banyak AI yang dapat mendeteksi pemain curang adalah kabar baik untuk industri esports. Di tengah perkembangan esports yang pesat, pemain curang bisa membuat masyarakat meragukan validitas esports.

Prixa Hadirkan Platform Pengelolaan Kesehatan Terpadu Berbasis “Artificial Intelligence”

Masih rendahnya penerapan teknologi di dalam sektor kesehatan menjadi salah satu alasan mengapa Prixa didirikan. Resmi meluncur tahun ini, perusahaan mencoba menerapkan teknologi, seperti artificial intelligence (AI) dan natural language processing (NLP), untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat umum berbentuk platform pengelolaan kesehatan terpadu berbasis AI.

Kepada DailySocial, CEO James Roring menyebutkan, bidang kesehatan belum banyak mengalami disrupsi teknologi, sementara inovasi teknologi bisa memberikan dampak positif dalam penyediaan manajemen kesehatan terpadu. Berangkat dari alasan itu, James bersama salah satu kelompok rumah sakit terkemuka di Indonesia dan perusahaan teknologi terkemuka di bidang NLP berkolaborasi membentuk Prixa.

“Sistem ini kami bangun untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan yang merata. Kami menata ulang proses berpikir dokter dalam menganalisis penyakit ke dalam sebuah sistem yang memanfaatkan teknologi AI dan NLP untuk mengenali keluhan pasien dalam Bahasa Indonesia.”

Tidak berbeda jauh dengan konsultasi langsung dengan dokter umum, usai semua data diri dikumpulkan dan keluhan penyakit disampaikan, platform akan melakukan diagnosis untuk menentukan penyakit yang diderita. Prixa mengklaim semua berada dalam pengawasan dokter langsung, bukan robot percakapan atau chatbot.

“Di Prixa kami percaya bahwa teknologi tidak akan pernah menggantikan dokter, secanggih apapun itu, karena akan selalu ada kebutuhan atas interaksi tatap muka langsung antara dokter dan pasien,” kata James.

Membuka kemitraan dan strategi monetisasi

CEO Prixa James Roring saat penandatanganan kerja sama dengan Alfamart dan DAV
CEO Prixa James Roring saat penandatanganan kerja sama dengan Alfamart dan DAV

Untuk memperluas layanan dan teknologi yang dimiliki, Prixa meresmikan kolaborasi strategis melalui penandatanganan nota perjanjian bersama Alfamart dan Digital Avatar (DAV), perusahaan media placement luar ruang yang menawarkan media placement multifungsi dua arah.

Kolaborasi ketiga perusahaan ini berupa akses pelayanan kesehatan melalui sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI, yang merupakan salah satu pilar platform manajemen kesehatan terpadu Prixa, di perangkat interaktif pintar DAV yang tersebar di berbagai gerai Alfamart di Indonesia. Tahun depan Prixa berharap sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI-nya dapat tersedia di 10.000 gerai Alfamart di seluruh Indonesia.

“Prixa senang dapat bermitra dengan Alfamart dan DAV dan langkah ini diyakini merupakan bagian signifikan dalam membantu menutup kesenjangan dengan menyediakan akses pelayanan kesehatan yang merata melalui sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI Prixa. Sistem kami menata ulang berbagai keahlian dan pengalaman tim dokter dari berbagai disiplin ilmu kedokteran dan menyusun segenap keahlian yang berharga itu menjadi sebuah sistem yang terpadu dan terukur,” kata James.

Saat ini Prixa telah memiliki sekitar 2000 orang yang mengakses sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI. Disinggung seperti apa strategi monetisasi yang dilancarkan, James menegaskan untuk saat ini fokus Prixa masih di penyediaan akses pelayanan kesehatan yang merata. Perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana dalam waktu dekat.

“Fokus pada pengembangan fitur sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI Prixa, sejalan dengan tujuan kami untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan yang merata. Saat ini kami hanya bisa diakses melalui situs, namun tidak menutup kemungkinan sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI Prixa akan dapat diakses di aplikasi ke depannya,” tutup James.

Kata.ai Introduces New Features, to Facilitate Developers Creating AI Based Services

Kata.ai secures its position as an integrated artificial intelligence (AI) platform in the INTERACT 2019. It’s followed by the launching of some new features.

They have ten AI based features and NLP (Natural Language Processing) to launch. There are Kata Flow (a platform to create corporate-rate virtual assistant), Kata NL (a platform to create Natural Language model and )manage insights from conversations), Kata CMS (a platform to create a dashboard to manage and organize chatbot content).

In addition, there are Kata Generator (a platform to create and train Natural Language dataset), Kata Boost (a platform to create and manage marketing campaign in chatbot), Kata Voice (a voice-based virtual assistant), Kata Omnichat (a dashboard to manage customer service), Kata Assist (a feature to support fast-response from customer service), Kata WhatsApp Dashboard (dashboard to manage and automate WhatsApp chats), and Katalog (a feature to find and utilize the developer’s result on Kata Platform).

“Some feature is done [deploy]. Those are Kata Flow, Kata NL, next week we have Omnichat, and Kata Voice for next year,” Kata.ai’s Co-Founder & CEO, Irzan Raditya said.

Some features were made to facilitate engineers and developers to build their own products. In his speech on INTERACT, Raditya said the company is to contribute more as an enabler to accelerate new AI-based solutions in Indonesia.

“As our future vision, we want to be an integrated all-in-one AI platform to answer all problems in Indonesia and Southeast Asia. In fact, our focus is still to develop the best AI conversation in Indonesia,” he added.

One of the features he shows off to the media is Kata Voice. To put it simply, Kata Voice is an AI Bot that capable to answer customer’s questions through the phone. This feature is projected to reduce the load of call center service in a company.

Kata.ai mentioned four sectors that will benefit from their features. Those are social commerce, financial services, health services, and education.

Some of Kata.ai new features are free to access in a limited section. Some are using the subscription system.

In addition to the new features, Kata.ai also announced its first hackathon result named KataHack. They also plan to make this event annual to help developers create AI-based solutions.

“Furthermore, the app is to be available in the Katalog. It’s like App Store or Play Store for the app to be used or for trial by all Indonesians. Whether there will be collaborations or other plans are not scheduled, but we want to develop an ecosystem for Indonesian developers,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kata.ai Luncurkan Sejumlah Fitur Baru, Mudahkan Pengembang Kreasikan Layanan Berbasis AI

Kata.ai mempertegas posisinya sebagai platform kecerdasan buatan terintegrasi dalam ajang INTERACT 2019. Penegasan itu diiringi dengan peluncuran sejumlah fitur baru.

Total ada sepuluh fitur berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Natural Language Processing (NLP) yang diperkenalkan. Di antaranya ada Kata Flow (platform pengembangan asisten virtual dengan kualitas korporasi), Kata NL (platform pengembangan model Natural Language dan mengolah insight dari data percakapan), Kata CMS (platform pengembangan dasbor untuk mengelola dan mengorganisasi konten chatbot).

Selain itu ada juga Kata Generator (platform untuk membuat dan melatih dataset Natural Language), Kata Boost (platform mengelola kampanye pemasaran dalam chatbot), Kata Voice (platform asisten virtual berbasis suara), Kata Omnichat (dasbor untuk mengelola proses layanan pelanggan), Kata Assist (fitur untuk membantu agen layanan pelanggan menjawab lebih cepat), Kata WhatsApp Dashboard (dasbor untuk mengelola dan mengotomatisasi percakapan dalam WhatsApp), dan Katalog (fitur untuk mencari dan memanfaatkan hasil pengembangan developer dalam Kata Platform).

“Sebagian sudah [deploy]. Yang sudah itu Kata Flow, Kata NL, minggu depan ada Omnichat, Kata Voice di tahun depan,” ujar Co-Founder & CEO Kata.ai Irzan Raditya.

Sejumlah fitur tersebut dibuat untuk memudahkan para engineer dan developer membangun produknya sendiri. Dalam sambutannya di INTERACT, Irzan mengatakan pihaknya ingin berperan lebih sebagai enabler untuk mendorong solusi baru berbasis AI di Indonesia.

“Kalau visi ke depannya kita ingin menjadi integrated all in one AI platform yang menjawab permasalahan di Indonesia dan Asia Tenggara. Tapi fokus kami di sini masih mengembangkan conversation AI yang paling kuat di Indonesia,” ucap Irzan.

Salah satu fitur yang dipamerkan Irzan kepada pewarta adalah Kata Voice. Sederhananya, Kata Voice ini adalah AI Bot yang dapat menjawab pertanyaan pengguna via telepon. Fitur ini diproyeksikan dapat mengurangi beban layanan call center suatu perusahaan.

Ada empat sektor industri yang menurut Kata.ai akan semakin terbantu dengan fitur-fitur mereka. Keempatnya adalah social commerce, layanan finansial, layanan kesehatan, dan edukasi.

Beberapa fitur baru Kata.ai itu dapat diakses secara gratis secara terbatas. Beberapa lainnya memakai sistem berlangganan.

Di samping pengenalan fitur baru, Kata.ai juga mengumumkan hasil perlombaan hackathon pertama bernama KataHack mereka. Kata.ai berencana menjadikan KataHack ini sebagai agenda rutin setiap tahun untuk membantu developer menciptakan solusi berbasis AI.

“Ke depan aplikasi mereka ini bisa diakses di dalam Katalog. Itu seperti App Store atau Play Store agar aplikasi itu bisa dipakai atau dicoba oleh seluruh masyarakat Indonesia. Apakah nanti akan ada kolaborasi atau hal lain kita belum tentukan tapi kita ingin mengembangkan ekosistem developer di Indonesia,” pungkas Irzan.

AlphaStar, AI Buatan DeepMind Dapatkan Gelar Grandmaster di StarCraft II

Seiring dengan semakin canggihnya teknologi artificial intelligence, semakin banyak juga cara untuk mengaplikasikan AI dalam bisnis, seperti penggunaan chatbot sebagai bagian dari customer service. Di industri game dan esports, AI juga memiliki berbagai kegunaan, misalnya untuk membuat strategi dan melatih para pemain. Tak berhenti sampai di situ, AI kini juga dapat bertanding di level yang sama dengan gamer profesional. DeepMind baru saja mengumumkan bahwa AI buatan mereka, AlphaStar, berhasil mencapai ranking Grandmaster dalam StarCraft II. Itu artinya, AI ini dapat mengalahkan 99,8 persen pemain game buatan Blizzard tersebut.

Ada tiga ras yang bisa Anda mainkan di StarCraft II, yaitu Terran, Protoss, dan Zerg. Karena itu, DeepMind melatih tiga jaringan syaraf yang berbeda untuk menguasai permainan tiga ras tersebut. Untuk melatih AlphaStar, DeepMind menggunakan database yang disediakan oleh Blizzard. Dari sini, sang AI belajar untuk mengambil keputusan dari para pemain terbaik. Setelah itu, DeepMind membuat AI tiruan dan mengadunya dengan satu sama lain. DeepMind juga membuat “exploiter agent” yang berfungsi untuk menemukan celah dalam strategi yang digunakan oleh AlphaStar.  Pada Januari 2019, DeepMind mengumumkan, AlphaStar dapat mengalahkan pemain-pemain profesional terbaik dalam 10 pertandingan. Ketika itu, AI buatan DeepMind itu hanya kalah dari Grzegorz “MaNa” Komincz dalam pertandingan terakhir.

Sumber: DeepMind
AlphaStar versus Grzegorz “MaNa” Komincz. | Sumber: DeepMind

Satu hal yang menarik, DeepMind membatasi AlphaStar sehingga ia hanya bisa melihat bagian dari game yang memang bisa dilihat oleh gamer manusia. Tak hanya itu, AI ini juga dibatasi sehingga ia hanya dapat melakukan 22 action dalam lima detik, sama seperti yang dapat dilakukan manusia. AlphaStar adalah AI pertama yang bisa mencapai level Grandmaster, level tertinggi di StarCraft II. Sebelum ini, DeepMind — yang ada di bawah naungan Alphabet, perusahaan induk Google — juga membuat AI untuk bermain go. AI yang dinamai AlphaGo itu berhasil mengalahkan pemain Go profesional. Namun, StarCraft II memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dari board game seperti go. Dalam StarCraft II, yang menggunakan sistem real-time dan bukannya turn-based, seorang pemain harus mengumpulkan mineral untuk membangun markas, membuat unit pekerja, dan melakukan upgrade. Setiap saat, pemain memiliki 100 triliun triliun (10^26) keputusan yang bisa mereka ambil. Dampak dari keputusan yang mereka ambil juga tidak langsung terlihat, yang membuat game ini menjadi semakin rumit.

“Sepanjang sejarah, pencapaian pengembangan AI selalu ditandai dengan pencapaian dalam game. Sejak komputer bisa memahami go, catur, dan poker, StarCraft dianggap sebagai tantangan berikutnya,” kata David Silver, DeepMind Principle Research Scientist, seperti disebutkan oleh The Verge. “Game ini jauh lebih kompleks daripada catur, karena pemain mengendalikan ratusan unit sekaligus; lebih rumit dari go, karena ada 10^26 opsi dalam setiap gerakan; dan pemain memiliki informasi yang lebih sedikit daripada ketika bermain poker.”

Silver mengatakan, mereka mengembangkan AlphaStar bukan untuk menggantikan pemain esports profesional, tapi untuk membuat AI belajar untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata. “Satu hal penting yang membuat kami tertarik dengan StarCraft adalah karena game ini memiliki masalah yang merepresentasikan masalah di dunia nyata,” kata Silver, dikutip dari BBC. “Kami melihat StarCraft sebagai benchmark untuk memahami cara kerja AI dan membuat AI yang lebih baik.” Dia mengatakan, teknologi yang mereka dapatkan dari pengembangan AlphaStar dapat digunakan dalam teknologi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari asisten virtual, robot, sampai mobil otonom, karena ketiga kegiatan ini memaksa AI untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tak lengkap.

Apa pendapat pemain profesional?

Menurut Raza “RazerBlader” Sekha, salah satu pemain StarCraft II terbaik di Inggris Raya, mengakui bahwa performa AlphaStar memang mengagumkan. Namun, dia melihat AI itu masih memiliki beberapa kelemahan. Opininya terbentuk setelah dia bertanding melawan AlphaStar sebagai Terran dan melihat permainan antara sang AI dengan pemain lain. “Ada satu game ketika seorang pemain menggunakan komposisi pasukan yang aneh, dia hanya menggunakan pasukan udara — dan AlphaStar tidak tahu cara mengatasi hal ini,” kata Sekha, dikutip dari BBC. “Sang AI gagal beradaptasi dan akhirnya harus menyerah kalah. Ini menarik karena pemain yang baik biasanya memiliki gaya bermain standar, sementara pemain yang lebih lemah justru memiliki gaya permainan yang tidak biasa.”

Sementara Joshua “RiSky” Hayward, pemain terbaik di Inggris Raya, tidak mendapatkan kesempatan untuk melawan AlphaStar. Namun, dia memerhatikan pertandingan sang AI sebagai Zerg. Dia mengatakan, AlphaStar memiliki gaya bertarung yang unik sebagai seorang Grandmaster. “Ia tak membuat keputusan yang paling efisien,” ujarnya. “Tapi, ia dapat mengeksekusi strateginya dan melakukan beberapa hal dalam satu waktu, sehingga ia bisa mendapatkan ranking cukup tinggi.”