Layanan “Mangan” Hubungkan Restoran dengan Korporasi

Rasanya sudah tak terhitung startup yang mencoba peruntungannya dengan menjamah dunia kuliner. Berbagai startup dengan pendekatan dan model bisnis yang beragam telah bermunculan di Indonesia. Paling anyar adalah Mangan yang ingin mencicipi lezatnya cuan dari dunia kuliner.

PT Teknologi Makan Dimana Saja atau Mangan ini didirikan oleh Hardi Halim dan Hutomo Halim sejak awal 2019. Hardi yang menduduki peran CEO di perusahaan menjelaskan ide bisnis Mangan muncul pertama kali untuk mengatasi kejenuhan karyawan di suatu perusahaan yang bosan dengan menu makan yang itu-itu saja.

Inspirasi itu dipetik oleh Hardi ketika bekerja di sebuah perusahaan logistik di Amerika Serikat. Saban hari di kantin di tempat kerjanya, ia hanya bisa memakan roti lapis dan kopi. Itu pun tersaji di mesin jual otomatis (vending machine). Hardi juga mengetahui ada sejumlah kendala ketika perusahaan ingin memakai jasa katering dari restoran, terutama dalam hal pembayaran. Pengalaman itu mendorong Hardi dan Hutomo membuat platform yang dapat membantu perusahaan menyediakan pilihan makanan yang baik untuk pekerjanya.

“Maka dari itu kami kombinasikan masalah-masalah di perkantoran, komunitas, dan F&B. Maka terbentuklah Mangan yang menghubungkan restoran dan korporasi,” ujar Hardi.

Sebagai platform SaaS

Secara sederhana, Mangan adalah software as a service (SaaS) yang melayani pelanggan secara B2B dengan fokus bidang kuliner. Hardi mengibaratkan platform Mangan tak jauh berbeda seperti AirBnB untuk dunia kuliner. Hardi menegaskan bahwa Mangan tidak memasak atau mengantarkan makanan itu sendiri.

Berdasarkan data yang mereka himpun, Mangan memperkirakan potensi bisnis dari jasa kuliner ini begitu besar. Untuk tahun lalu saja nilainya diperkirakan mencapai US$160 miliar (sekitar Rp2.356 triliun dengan kurs saat ini) untuk seluruh Asia Tenggara. Angka itu diprediksi naik menjadi US$200 miliar atau hampir Rp3.000 triliun pada 2025.

Melalui platform ini orang-orang bisa menemukan beragam jasa katering dan pop up restaurant mulai dari yang kelasnya rumahan hingga restoran bereputasi besar. Faktor kualitas pelayanan dan kebersihan jadi syarat utama Mangan untuk menjaring mitra. Jadi jika suatu saat ada perusahaan atau komunitas yang ingin memakai jasa penyedia katering dan pop up restaurant cukup mencarinya di situs web mereka.

Karena hanya melayani pelanggan B2B inilah yang menurut Hardi membuat Mangan berbeda dan tidak punya kompetitor langsung di Tanah Air. “Kami masuknya B2B SaaS. Kami menyediakan platform yang mempermudah proses bisnis process antara institusi dan restoran. Aplikasi-aplikasi lain itu kebanyakan B2C, kalau kami ke perusahaannya,” imbuh Hardi.

Kendati demikian baru-baru ini Mangan juga mulai merambah B2C. Hardi mengungkapkan belum lama ini pihaknya meluncurkan B2C marketplace. Namun Hardi menegaskan bahwa B2B masih menjadi fokus utama Mangan.

Pendanaan dan target

Secara finansial, Hardi mengakui Mangan saat ini sedang menggalang putaran pendanaan awal. Salah satu investor yang sudah bergabung adalah angel investor dari salah satu petinggi US Foods, perusahaan distributor dan layanan kuliner asal AS. Mangan masih akan terus menggelar babak pendanaan ini hingga akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Saat ini Mangan sudah menggandeng lebih dari 200 restoran. Lewat pendanaan yang sedang mereka galang, Mangan berencana memperluas dan memperbesar layanan mereka. Salah satunya adalah dengan ekspansi ke lebih banyak wilayah di pulau Jawa. Sejauh ini Mangan sudah memiliki 80 lokasi pelayanan. Mereka juga menargetkan bisa dipakai tak hanya perkantoran tapi juga institusi umum seperti rumah sakit, sekolah, dan lainnya.

“Visi kami untuk bisa mempermudah F&B restoran di Indonesia untuk bisa menerima pesanan besar dari institusi tanpa mengikuti proses bisnis yang kompleks,” pungkas Hardi.

Sampai hari ini semua layanan Mangan masih hanya bisa diakses melalui portal web mereka. Namun Mangan berencana meluncurkan aplikasi mobile untuk pelanggan B2C mereka pada awal tahun depan.

Platform Insurtech “Aman” Bantu Bisnis Kelola Tunjangan Kesehatan Karyawan

Salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan positif dalam tiga tahun terakhir adalah insurtech. Salah satunya dibuktikan melalui statistik pertumbuhan adopsi produknya, sepanjang tahun 2019 premi yang berhasil dibukukan sudah mencapai 185,3 triliun Rupiah untuk asuransi jiwa dan 80,1 triliun Rupiah untuk asuransi kesehatan.

Ada beberapa alasan mendasar mengapa insurtech diproyeksikan berkembang baik di sini. Mengutip hasil studi Munich Re Economic Research, Indonesia akan memimpin pertumbuhan premi asuransi kesehatan dan jiwa dari tahun 2019-2030, dengan CAGR sebesar 9,1%.

Melihat peluang tersebut Steven Tannason kemudian mendirikan platform insurtech bernama Aman. Pengalamannya selama bekerja di ByteDance dan Google, kemudian mencetuskan ide untuk mendirikan startup asuransi berbasis teknologi.

“Semuanya berawal awal tahun ini. ketika saya sebagai orang Indonesia yang sudah sepuluh tahun tinggal di luar negeri memutuskan untuk pulang kampung membantu membangun bangsa. Saya terhubung melalui seorang teman dengan co-founder Le Khanh An, seorang warga negara Vietnam yang telah menyebut Jakarta sebagai rumahnya selama lima tahun terakhir,” kata Steven

Fokus bisnis Aman

Menyasar semen B2B, target pengguna Aman adalah perusahaan yang memanfaatkan tunjangan karyawan sebagai strategi menarik dan mempertahankan talenta. Strategi monetisasi yang diterapkan adalah, dengan membantu mitra asuransi untuk melayani perusahaan dan karyawan mereka di platform web dan seluler.

“Kami fokus pada ruang tunjangan kesehatan karyawan (employee health benefits). Mungkin Anda akan berasumsi bahwa pasar tersebut telah dilengkapi dengan teknologi. Namun, sebenarnya bukan seperti itu situasinya, kebanyakan pengalaman mencari, membeli, dan mengelola asuransi kesehatan karyawan masih dilakukan dalam proses manual berbasis kertas,” kata Steven.

Kondisi pandemi seperti saat ini menjadi pembuktian tersendiri bagi platform insurtech seperti Aman untuk memvalidasi dan mengembangkan bisnis. Steven melihat, banyak orang Indonesia yang jauh lebih sadar akan pentingnya kesehatan dan jaring pengaman.

“Berkali-kali kami mendengar dari karyawan yang tidak keberatan mengambil pekerjaan baru dengan gaji lebih rendah tetapi tunjangan kesehatan yang lebih baik. Namun, seperti yang telah kita saksikan selama beberapa bulan terakhir, kita telah dipaksa untuk mengubah cara kita melakukan berbagai hal dan ini pasti berlaku untuk proses lama, manual, berbasis kertas,” kata Steven.

Singkatnya, platform digital Aman membantu perusahaan untuk dengan mudah mencari, membeli, dan mengelola asuransi kesehatan untuk karyawan mereka, yang mencakup pendaftaran tunjangan, pemantauan klaim, serta pelaporan dan analitik.

Di Indonesia sendiri, lanskap insurtech mulai menjadi perhatian banyak pihak. Laporan DSResearch bertajuk “Insurtech Strategic Innovation” telah memetakan beberapa startup lokal yang sudah beroperasi di lanskap tersebut.

Insurtech in Indonesia

Program akselerator SYNRGY

BCA Virtual Demo Day SYNRGY Batch 3
BCA Virtual Demo Day SYNRGY Batch 3

Aman merupakan salah satu startup yang mengikuti program akselerator SYNRGY Batch 3 yang diinisiasi BCA. Disinggung seperti apa pengalaman dan benefit yang didapatkan Aman selama mengikuti program, Steven mengungkapkan program tersebut memberikan inspirasi bagi perusahaan.

“Kami terkesan dengan kaliber dari rekan-rekan startup yang berpartisipasi dalam program ini, termasuk founders yang berani memecahkan masalah besar di ruang seperti AR/VR dan blockchain. Inilah yang dibutuhkan bangsa kita saat ini, lebih dari sebelumnya – pendiri yang cukup berani untuk memecahkan masalah besar,” kata Steven.

Meskipun baru beberapa bulan saja diluncurkan, namun saat ini Aman mengklaim telah mendapat sambutan positif dari pelanggan dan mitra. Saat ini mereka berupaya untuk bisa “on track” melayani beberapa ribu karyawan di platform. Sebagai bisnis yang duduk di persimpangan tiga bidang, yaitu sumber daya manusia, asuransi dan kesehatan; Aman memiliki target yang ingin dicapai tahun ini, yaitu fokus kepada pelanggan.

“Pelanggan kami adalah pusat dari semua yang kami lakukan, oleh karena itu rencana kami adalah memastikan bahwa kami memberikan pengalaman tunjangan karyawan dan kesehatan finansial terbaik untuk mereka. Saat kita fokus pada pelanggan kita, nilainya akan teratasi dengan sendirinya,” kata Steven.

Startup Edutech B2B Codemi Terima Pendanaan Tahap Awal dari Init-6

Startup edutech B2B Codemi mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Init-6. Codemi menjadi portofolio startup edutech kedua setelah Eduka yang dibidik oleh perusahaan investasi yang didirikan oleh Co-Founder Bukalapak Achmad Zaky tersebut.

“Kami selalu antusias dengan bidang edukasi dan pengembangan SDM. Pasca Covid-19, setiap perusahaan harus memikirkan ulang dan mengubah paradigma pengembangan SDM mereka agar bisa survive dan berkembang,” kata Zaky dalam keterangan resmi, Rabu (7/10).

Ia tertarik pada Codemi karena mereka mengerti kebutuhan perusahaan dan mampu memberikan solusi yang sangat membantu pengembangan SDM perusahaan, terutama di era pandemi.

Dalam pengumuman pendanaan ini sekaligus disampaikan Zaky telah ditunjuk menjadi komisaris di Codemi.

Fokuskan pengembangan produk

Founder & CEO Codemi Zaki Falimbany mengatakan, dana segar ini akan dimanfaatkan untuk berinovasi mengembangkan produk baru dan meningkatkan struktur keamanan. Ia ingin produk Codemi lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar, terutama pada masa di mana training dan pengembangan SDM sulit dilaksanakan secara konvensional.

“Layanan Codemi yang berbasis cloud memungkinkan perusahaan untuk tetap mengadakan training secara online di tengah PSBB, selain lebih memudahkan karena bisa diakses secara berulang dan memungkinkan penghematan anggaran pelatihan,” tutur Zaki.

Pada saat yang bersamaan, Codemi mengumumkan tiga fitur baru untuk korporasi, yakni instructor led learning, collaborative learning, dan on the job learning. Instructor led learning adalah fitur yang memungkinkan karyawan atau mitra didampingi oleh instruktur dalam penyampaian materi, baik online maupun tatap muka secara langsung.

Sementara, collaborative learning memungkinkan karyawan mendapat kesempatan untuk bisa belajar, sehingga timbul diskusi antar pegawai dan menciptakan sesi coaching, mentoring, atau konseling. Terakhir, on the job training akan memberikan pengalaman baru buat karyawan untuk mempraktikkan materi training yang didapat secara langsung.

Zaki menuturkan ketiga fitur di dalam learning management system ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas korporasi dan menambahkan produk pelatihan pengembangan SDM dari Codemi yang lain. Sejumlah mitra korporasi Codemi datang dari berbagai sektor, di antaranya Frisian Flag, Manulife, Ranch Market, dan OK Bank.

“Tidak hanya kemudahan aksesibilitas, layanan training Codemi juga disertai dengan fitur gamifikasi agar para peserta training lebih termotivasi dalam mengikuti pelatihan dan terdapat sistem untuk memonitor perkembangan dari masing-masing karyawan yang mengikuti pelatihan sehingga perusahaan dapat mengukur efektivitas pelatihan,” tandasnya.

Pemain edtech lama

Codemi sudah didirikan sejak tahun 2013, awalnya mereka mengusung konsep “online open course”. Kemudian di tahun 2015 mengubah haluan bisnis menjadi LMS untuk membantu bisnis adakan pelatihan untuk karyawannya. Mereka juga sempat rilis beberapa layanan sekunder, salah satunya Pitakonan, fasilitasi masyarakat dengan fitur tanya-jawab seputar kewirausahaan.

Tahun 2018, bisnis Codemi makin moncer. Kala itu Zaki mengatakan startupnya capai profitabilitas. Tidak berhenti di sana, Codemi juga lakukan penggalangan dana untuk matangkan rencana ekspansi regional.

Gojek Introduces GoToko, to Help Small Shops Maintain Stock

In using a network of partners and merchants in the ecosystem, Gojek officially launched GoToko for shop owners or grocery stores to fulfill goods and product inventory. In accordance with the campaign launched, namely #MelajuBersamaGojek, it is hoped that GoToko can become a relevant platform for shop owners.

As prioritizing end-to-end services, Gojek strives to optimize the supply demand of goods by shop owners and grocery stores. Currently, GoToko is only available in South Tangerang. In the future, Gojek plans to gradually expand to other areas.

“The launch of GoToko strengthens Gojek’s mission to provide solutions faced by users and at the same time creates a social and economic impact for more stakeholders. In order to grow, these SMEs need to receive adequate service support, even though the location of the stalls is difficult to reach and small business-coverage,” GoToko’s CEO Gurnoor Singh Dhillon said.

GoToko is also equipped with features such as monitoring order history, tracking the delivery of ordered goods, inventory management, access to sales and financial data, and product recommendations according to market demands. Access to promotional and loyalty programs from product brands is increasingly open through the GoToko platform.

The concept that targets the B2B segment is not much different from that of Mitra Tokopedia and Mitra Bukalapak, which previously offered by the marketplace platform. Meanwhile, platforms such as IDmarco and Warung Pintar also offer similar services for shop owners and grocery stores in Indonesia.

Expand partnerships and optimize logistics

In addition to SME empowerment, GoToko is also open collaborations for consumer goods producers to jointly expand product reach, therefore the visibility of relevant products for grocery store consumers can increase. Next, those who join will get real-time market analysis access to the shop level that covers all product brands.

“GoToko’s services will support producers in increasing the effectiveness and efficiency of sales and marketing of newly launched products, opening up opportunities to utilize marketing channels and digital campaigns, becoming new market research channels; promotion and marketing in accordance with targets, and reduce costs and increase efficiency in the operation of the general trade channel. This end-to-end relationship is expected to increase industrial progress,” Gurnoor said.

GoToko offers various product categories, ranging from food, beverages, household needs, toiletries, beauty, and health, as well as baby needs from various manufacturers. With only a cellphone and minimum specifications as Android 6, grocery store entrepreneurs can access the GoToko application.

“Gojek’s reliable logistics services are here to ensure timely delivery. Through middle mile, warehousing, and last-mile solutions, the product will arrive at the grocery store a maximum of the next day with next day and same-day delivery services,” Gojek Group’s Head of Logistics Junaidi said .

Supported by the cash on delivery payment system from Gojek, shop owners can optimize operational costs. Not only saving costs, time, and complexity issues previously faced when shopping manually can be resolved through the GoToko platform.

Furthermore, GoToko will also enhance technological innovation to be able to increase the opportunities for additional income for shop owners and grocery stores by utilizing products, services, and other Gojek members.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek Luncurkan Aplikasi GoToko, Bantu Warung Penuhi Kebutuhan Barang Dagangan

Memanfaatkan jaringan mitra dan merchant dalam ekosistem, Gojek secara resmi meluncurkan GoToko yang bisa dimanfaatkan oleh pemilik warung atau toko kelontong untuk memenuhi barang dan produk penjualan. Sesuai dengan kampanye yang dilancarkan yaitu #MelajuBersamaGojek, diharapkan GoToko bisa menjadi platform yang relevan untuk pemilik warung.

Dengan mengedepankan layanan hulu ke hilir, Gojek berupaya untuk memaksimalkan persediaan barang yang dibutuhkan oleh pemilik warung dan toko kelontong. Saat ini GoToko baru tersedia di kawasan Tangerang Selatan saja. Ke depannya Gojek berencana untuk memperluas daerah lainnya secara bertahap.

“Peluncuran GoToko memperkuat misi Gojek untuk memberikan solusi atas masalah yang dihadapi pengguna dan di saat yang sama menciptakan dampak sosial dan ekonomi bagi lebih banyak pemangku kepentingan. Agar dapat berkembang, para pelaku UKM ini perlu mendapat dukungan layanan yang memadai, meskipun lokasi warung sulit dijangkau dan cakupan usaha kecil,” kata CEO GoToko Gurnoor Singh Dhillon.

GoToko juga dilengkapi dengan fitur-fitur seperti pemantauan riwayat pesanan, pelacakan pengiriman barang pesanan, inventory management, akses data penjualan dan keuangan, serta rekomendasi produk yang sesuai dengan permintaan pasar. Akses ke program promosi dan loyalty dari merek produk pun semakin terbuka melalui platform GoToko.

Konsep yang menyasar segmen B2B tidak jauh berbeda dengan Mitra Tokopedia dan Mitra Bukalapak, yang sebelumnya sudah ditawarkan oleh platform marketplace tersebut. Sementara platform seperti IDmarco dan Warung Pintar juga menawarkan layanan serupa untuk pemilik warung dan toko kelontong di tanah air.

Perluasan kemitraan dan maksimalkan logistik

Selain mendukung pertumbuhan pelaku UKM, GoToko juga bakal membuka kolaborasi para produsen barang konsumsi untuk bersama-sama memperluas jangkauan produk agar visibilitas produk yang relevan bagi konsumen warung kelontong dapat semakin meningkat. Nantinya produsen yang bergabung akan memperoleh akses analis pasar secara real time hingga ke tingkat warung yang mencakup seluruh merek produk.

“Layanan GoToko akan mendukung para produsen dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi penjualan dan pemasaran produk yang baru diluncurkan, membuka peluang dalam memanfaatkan saluran pemasaran dan kampanye digital, menjadi saluran riset pasar baru; promosi dan pemasaran yang sesuai dengan sasaran, dan mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian saluran general trade. Hubungan hulu ke hilir ini diharapkan dapat meningkatkan kemajuan industri,” kata Gurnoor.

GoToko menawarkan berbagai macam kategori produk, mulai dari makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, perlengkapan mandi, kecantikan dan kesehatan, serta kebutuhan bayi dari berbagai produsen. Hanya menggunakan ponsel dengan spesifikasi minimum seperti Android 6, pelaku usaha warung kelontong dapat mengakses aplikasi GoToko.

“Layanan logistik Gojek yang andal hadir untuk memastikan pengiriman secara tepat waktu. Melalui solusi middle mile, pergudangan, dan last mile, produk akan sampai di warung kelontong maksimal satu hari berikutnya dengan layanan pengiriman next day dan same day,” kata Head of Logistics Gojek Group Junaidi.

Didukung oleh sistem pembayaran cash on delivery dari Gojek, pelaku usaha warung dapat mengoptimalkan biaya operasional. Bukan hanya menghemat biaya, persoalan waktu dan kerumitan yang sebelumnya dihadapi saat berbelanja secara manual bisa teratasi melalui platform GoToko.

Ke depannya, GoToko juga akan menyempurnakan inovasi teknologi untuk dapat meningkatkan peluang pendapatan tambahan pemilik warung dan toko kelontong dengan memanfaatkan produk, layanan, dan anggota Gojek lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Chilibeli Introduces Chilimart, to Start Exploring B2B Model

Chilibeli introduces a special B2B platform called Chilimart targeting micro-entrepreneurs. Chilibeli was previously known as a community-based social commerce platform.

Chilibeli’s B2B Sales Manager Novel Leonardo explained that Chilimart has actually been operating since December last year. Chilimart was first designed to reach SMEs.

“The point is, we want to help MSMEs with Chilimart in terms of supply chain process and availability,” Novel said in a virtual press conference (26/8).

Based on the data collected by Chilibeli , there are nearly 65 million SMEs existed in Indonesia. Of this number, 63 million of those are called micro-enterprises. In other words, this micro-business has a central role in the domestic economy.

Entering the B2B segment

Through Chilimart, they are targeting micro-businesses such as vegetable shops, food stalls, grocery stores as their markets. They claim the products sold on the platform are very affordable because they go through a more efficient process including getting first hand supplies.

“Chilimart can directly take from the first hand, with the farmers or the main supplier so that we can get cheaper prices,” added Novel.

Chilibeli’s entrance into the B2B platform means to stir up the fierce battle in the online grocery vertical. Several other players have already implemented this model, including TaniHub and Kedai Sayur.

Novel explained the differentiation of Chilimart from its competitors is that its products are multi-segmented. That means Chilimart does not only provide food such as vegetables and meat but also fruits, instant food and drinks, spices, staples, to health and hygiene products.

In addition, Novel guarantees that their platform can deliver early in the morning as long as confirmation of orders can be made before three in the afternoon. “We invest in our logistics team, therefore, we can run at such hours,” he explained.

Side to side operation

Chilibeli claims Chilimart currently has 10,000 users from all of their operational areas, from Jabodetabek, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, and Bandung. Especially in Jabodetabek, users are claimed to be around 6,000 users.

Nevertheless, Novel highlighted the fact that Chilimart complements the Chilibeli ecosystem. It means, they still maintain the concept of community-based social commerce.

“We are still social commerce after all. You could say we are still going both ways. There is a special team dedicated to the two businesses,” concluded Novel.

In addition, Chilibeli also collaborates with Lazada. It has been ongoing since last June. Through this collaboration, Chilibeli can distribute their food ingredients on the Lazada platform. The available food ingredients include vegetables, fruits, meat, eggs, and salted fish.

“Chilibeli is collaborating with Lazada to provide easier access for our customers. Since joining Lazada, Chilibeli has served hundreds of new customers with an increase of more than 1,500 orders in the last 3 months,” Chilibeli’s B2C Commercial Manager, Fintia said in a written statement.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perkenalkan Chilimart, Chilibeli Kini Selami Model B2B [UPDATED]

Chilibeli memperkenalkan platform khusus B2B bernama Chilimart. Chilimart ini memilih pengusaha mikro sebagai target pasar mereka. Chilibeli sebelumnya lebih dulu dikenal sebagai platform social commerce berbasis komunitas.

Sales Manager B2B Chilibeli Novel Leonardo menjelaskan bahwa Chilimart sejatinya sudah mulai digulirkan sejak Desember tahun lalu. Chilimart didesain dari awal untuk menjangkau UKM.

“Intinya dengan Chilimart ini kita ingin membantu UMKM dalam segi supply chain process dan ketersediaannya,” ucap Novel dalam konferensi pers virtual (26/8).

Berdasarkan data yang Chilibeli kumpulkan, UKM di Indonesia berjumlah hampir 65 juta unit. Dari angka tersebut, 63 juta di antaranya mereka sebut merupakan usaha mikro. Dengan kata lain usaha mikro ini punya peran sentral terhadap perputaran ekonomi di dalam negeri.

Merambah B2B

Melalui Chilimart, mereka mengincar usaha mikro seperti toko sayur, warung makan, toko kelontong sebagai pasar mereka. Mereka mengklaim produk yang dijual di platform lebih terjangkau karena melalui proses yang lebih efisien termasuk memperoleh pasokan dari tangan pertama.

“Chilimart bisa langsung mengambil dari tangan pertama yakni petani atau supplier utama sehingga kita bisa mendapatkan harga lebih murah,” imbuh Novel.

Masuknya Chilibeli ke platform B2B berarti menambah sengit pertarungan di vertikal online grocery. Beberapa pemain lain yang sudah lebih dulu bermain dengan model ini di antaranya adalah TaniHub dan Kedai Sayur.

Novel menjelaskan yang membedakan Chilimart dengan kompetitor adalah produk mereka multi-segmen. Itu artinya Chilimart tidak hanya sekadar menyediakan pangan seperti sayur mayur dan daging, tapi juga buah-buahan, makanan dan minuman instan, bumbu, bahan pokok, hingga produk kesehatan dan kebersihan.

Di samping itu Novel menjamin bahwa platform mereka dapat melakukan pengantaran pada pagi dini hari asal konfirmasi pesanan dapat dibuat sebelum pukul tiga sore. “Kami investasi di tim logistik kami agar bisa masuk di jam-jam seperti itu,” terangnya.

Berjalan beriringan

Chilibeli mengklaim Chilimart saat ini sudah memiliki 10 ribu pengguna dari semua wilayah operasional mereka yakni Jabodetabek, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Bandung. Khusus di Jabodetabek, penggunanya diklaim sekitar 6.000 pengguna.

Kendati demikian, Novel menekankan bahwa Chilimart ini melengkapi ekosistem Chilibeli. Itu artinya, mereka tetap mempertahankan konsep social commerce berdasarkan komunitas.

“Kita tetap social commerce. Bisa dibilang kita tetap jalan dua-duanya. Ada tim khusus yang didedikasikan ke dua bisnis tersebut,” pungkas Novel.

Di samping memperkenalkan platform Chilimart, Chilibeli juga menjalin kerja sama dengan Lazada. Kerja sama keduanya sudah terwujud sejak Juni kemarin. Melalui kolaborasi ini, Chilibeli dapat menyalurkan bahan pangan mereka di platform Lazada. Adapun bahan pangan yang tersedia meliputi sayur-mayur, buah-buahan, daging, telur, hingga ikan asin.

“Chilibeli bergabung dengan Lazada untuk memberikan akses lebih mudah bagi pelanggan kami. Sejak bergabung dengan Lazada, Chilibeli telah melayani ratusan konsumen baru dengan peningkatan hingga lebih dari 1,500 order dalam 3 bulan terakhir,” ucap Commercial Manager B2C Chilibeli Fintia lewat pernyataan tertulis.

 

*Update: Kami menambahkan informasi kerja sama Chilibeli dengan Lazada.

Application Information Will Show Up Here

Mbiz Revisi Target Penggalangan Dana Baru dan Kinerja Bisnis

Platform e-procurement untuk B2B, Mbiz, merevisi penggalangan dana baru seri B yang semula ditarget sebesar $20 juta menjadi $10 juta. Perusahaan memperkirakan sudah dapat mengantongi pendanaan baru tersebut pada akhir tahun ini.

CEO Mbiz Rizal Paramarta mengungkap, revisi penggalangan dana baru ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 sejak lima bulan terakhir. Kebijakan pembatasan sosial melimitasi upaya perusahaan untuk mencari investor baru.

“Kami terpaksa hold dulu karena tidak realistis jika melihat situasinya. Jadi, rencana kami adalah menutup pendanaan–semacam mini seri B–dengan menurunkan ticket size tahun ini. Tapi, dananya di-split masing-masing $10 juta untuk 2020 dan 2021,” ungkapnya dihubungi DailySocial.

Terakhir, Mbiz memperoleh investasi seri A dari Tokyo Century Corporation di 2017. “Untuk saat ini, kami sudah ada bridge financing, jadi masih bisa jalan sampai tahun depan,” tambahnya.

Jika melihat situasi sekarang, ujar Rizal, kemungkinan besar hanya investor lokal saja yang akan berpartisipasi pada pendanaan baru ini. Namun, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk mencari investor asing selama memiliki presence di pasar Indonesia.

Concern kami adalah investor yang tidak punya presence di sini karena bakal kesulitan due dilligence-nya. Kecuali, mereka (investor) mau ikut saja, misal satu anchor dari lokal, sisanya ikut,” paparnya.

Lebih lanjut, pendanaan ini rencananya digunakan sebagai operational expenditure (OPEX). Beberapa di antaranya adalah untuk kebutuhan ekspansi SDM, ekspansi di luar Jakarta dan segmen pasar baru di bawah large corporate, dan pengembangan platform.

B2B turun, mulai prioritas ke segmen B2G

Selain penggalangan dana, Mbiz juga merevisi target pertumbuhan bisnisnya pada tahun ini. “Kami harus merevisi target pertumbuhan untuk core business kami menjadi dua kali lipat,” kata Rizal.

Di awal, Mbiz membidik pertumbuhan empat kali lipat yang utamanya didorong oleh bisnis e-procurement B2B. Akibat pandemi, banyak korporasi di Indonesia harus menahan dan memotong budget mereka. Alhasil, Mbiz mengalami penurunan volume transaksi pada dua bulan pertama saat pemberlakuan social distancing. 

Namun, Rizal mengungkap bisnis pengadaan Mbiz mulai meningkat kembali sejak Juni karena tertolong oleh pengadaan di segmen Business-to-Goverment (B2G). Menurutnya, peningkatan ini didorong oleh akselerasi digital di sejumlah pemerintah provinsi (pemprov).

Fenomena tersebut juga didorong oleh Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, pemerintah harus melakukan pengadaan barang dan jasa melalui digital.

“Tahun lalu, kami sudah sign dengan Pemprov Jawa Barat. Berikutnya, kami sudah sign dengan Pemprov Bali. Dalam waktu dekat, kami akan sign dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah. [Deal] ini cukup besar buat kami dan membantu topline kami secara keseluruhan. Apalagi, ini di-drive regulasi sehingga dampak positifnya cepat ke bisnis kami,” jelasnya.

Meski pertumbuhan kinerja B2B saat ini masih dalam fase pemulihan, Rizal memperkirakan bisnis e-procurement di segmen ini akan meroket kembali di kuartal empat. Menurutnya, korporasi biasa menghabiskan budget pada periode tersebut.

Secara jangka panjang, ia juga memprediksi pandemi Covid-19 bakal membawa tren positif terhadap akselerasi transformasi digital di Indonesia, baik di segmen korporasi maupun pemerintahan. Apalagi, Presiden Joko Widodo baru saja menganggarkan Rp700 triliun untuk pemulihan ekonomi Indonesia.

Tipping point sudah terjadi di pemerintah. Ini akan mengarah ke core market kami di B2B. Jika adopsi digital sudah terjadi di pemerintahan, akan semakin mudah convince-nya. Kami harap situasi ini bisa dorong tipping point di sektor swasta untuk menggunakan platform kami,” ucapnya.

Ia juga melihat situasi ini sebagai peluang untuk mendorong akuisisi pengguna baru dan ekspansi ekosistem dari vendor-vendor yang banyak digunakan pemerintah.

Dengan melihat situasi dan peluang saat ini, Rizal memastikan bahwa Mbiz bakal memprioritaskan pertumbuhan segmen B2G tahun depan, terutama untuk pasar Jawa dan Bali.

Perjalanan Bhinneka Pertajam Bisnis B2B2B

Bhinneka terus memperkuat posisinya sebagai pemimpin pasar e-commerce B2B di Indonesia lewat transformasinya sebagai business super ecosystem (b2b2b). Kontribusi bisnis yang didapatkan perusahaan dari segmen ini disebutkan tembus 90%, ketimbang B2C pada tahun lalu.

Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin menjelaskan, transformasi ini sebenarnya sudah diumumkan sejak akhir tahun lalu lewat sejumlah rangkaian persiapan. Di antaranya, meluncurkan Bhinneka Smart Procurement, mengembangkan omnichannel O2O, dan memiliki selected merchant.

“Dan tahun ini titik untuk bertransformasi menjadi business super ecosystem. Kami ingin mengokohkan leadership kami di segmen B2B karena di situlah expertise kami, dari soal produk/jasa/solusi yang dibutuhkan untuk bisnis tetap berjalan secara efektif, hingga proses bisnis yang transparan,” jelasnya kepada DailySocial.

Posisi yang kini ditempati Vensia adalah nomenklatur baru untuk mempersiapkan model bisnis Bhinneka tersebut. Sebelum Februari 2020, ia menjabat sebagai Chief of Platform & Omnichannel.

Business super ecosystem ini secara konsep adalah ekosistem yang menghubungkan para pelaku bisnis enabler mulai dari para penghasil barang, penyedia jasa, fintech, logistik, dengan para pelanggan yang terdiri dari usaha mikro, UKM, dan enterprise.

Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin / Bhinneka
Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin / Bhinneka

Perusahaan mengklaim telah memiliki 1,5 juta pelanggan yang datang dari berbagai kelas usaha, termasuk institusi dan pemerintah. Di dalam platform tersebut, perusahaan mempertemukan semua kebutuhan bisnis dan memberi 1,5 juta peluang bisnis semuanya di ranah B2B2B/G.

“Para pelaku usaha dapat bergabung ke dalam Bhinneka, smart procurement yang telah kami luncurkan beberapa waktu lalu, semua ada dalam Bhinneka.com.”

Kategori produk telah ditambah, tidak hanya menjual produk IT; tapi ekstensi ke penyediaan produk MRO, solusi bisnis, dan jasa profesional yang dibutuhkan pelanggan. Beberapa pelaku usaha yang telah bergabung di antaranya adalah Markplus, Omnicom Media Group, SF Consulting, Ideoworks, dan BATS International.

Penyedia jasa lainnya akan ditambah, terutama dari segmen perpajakan, pengelolaan SDM, konsultasi marketing, riset komersial, dan lainnya.

Melalui model ini, pelaku bisnis dari beragam skala usaha dapat terhubung dengan penyedia jasa dan memanfaatkan layanan bisnis yang ditawarkan. Misalnya, melakukan konsultasi dan pelayanan pajak sejak awal bisnis; memperluas branding dan exposure; atau mendapatkan market insight melalui riset pasar yang penting dalam menyusun strategi bisnis.

Bhinneka telah menjalin kerja sama dengan lebih dari 10 ribu merchant, vendor/principal, menawarkan lebih dari 1 juta SKU di platform-nya.

Sejak memproklamirkan model bisnis ini pada akhir tahun lalu, Vensia mengklaim saat ini kontribusi bisnis terbesar buat perusahaan adalah belanja korporasi dan pemerintah tembus 90%. Sisanya datang dari bisnis konsumer (B2C).

Meski kontribusi bisnis konsumer minim, Vensia mengaku bahwa segmen ini tidak akan ditutup. Pihaknya melihat justru menjadi pelengkap posisi perusahaan sebagai pemimpin pasar e-commerce B2B.

“Bhinneka melayani konsumsi perorangan, para entrepreneurs yang belanja untuk startup, termasuk para individual, pebisnis yang ingin berjualan di Bhinneka dapat menggarap segmen konsumer dan korporasi sekaligus.”

Dia melanjutkan, “Jadi peluang-peluang usaha yang bergabung dalam ekosistem platform Bhinneka, membuka peluang untuk scale up bisnis. Apalagi kami sudah 27 tahun melayani korporasi dan institusi pemerintah, jadi compliance dalam berbisnis itu kami transform juga ke pemain UMKM.”

Dampak pandemi Covid-19

Vensia menambahkan perusahaan turut berdampak semenjak pemberlakuan PSBB hingga menjelang akhir paruh pertama tahun ini. Pandemi yang berlangsung sejak Maret menyebabkan perlambatan pertumbuhan revenue dibandingkan setahun sebelumnya (yoy). Akan tetapi, disebutkan ada pergeseran kategori produk yang mengimbangi kategori yang sebelumnya populer sebelum pandemi.

“Bhinneka dengan eksistensi produk yang disediakan via platform, kini selain IT, growth tertinggi disumbang dari MRO/perkakas dan alat kesehatan. Sementara itu, di marketplace kami mencatat lonjakan pada produk makanan dan kebutuhan harian. Jadi kami melihat ada balancing process dari kedua segmentasi.”

Perusahaan berupaya mengejar pertumbuhan bisnis dengan gencar menambah variasi pada kategori kesehatan dan perawatan. Sejak awal tahun, kategori ini tumbuh lebih dari 100% berdasarkan variasinya.

Dalam merespons kondisi normal baru, perusahaan mengembangkan produk kesehatan lainnya bersama para vendor. Misalnya, perbanyak mitra layanan kesehatan seperti test Covid-19 untuk perusahaan, menawarkan produk ThermoNex untuk mendeteksi suhu tubuh secara otomatis, terhubung dengan cloud, dan dilengkapi dengan fitur face recognition sebagai data dan terhubung dengan panel absensi.

Bermitra dengan mitra healthtech seperti Triasse dan Prixa untuk menyediakan layanan kesehatan, membuat produk Digital Classroom untuk sekolah yang ingin memaksimalkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tanpa tim IT sendiri, dan produk Crinoid yakni multichannel management untuk bantu mengatur penjualan di beberapa marketplace sekaligus.

“Kecepatan dan agility menjadi kunci dalam menghadapi masa yang penuh uncertainties ini, kami melakukan berbagai aktivitas dan perubahan dengan menangkap peluang-peluang yang dapat segera dilakukan,” tutup Vensia.

Application Information Will Show Up Here

KlikDaily Secures Series A Funding, to Facilitate Small Shops with Supply Chain

KlikDaily launches to offer products directly to consumers. In 2018, this supply chain startup changed its business focus to the B2B segment. This step is done deliberately by strengthening the foundation of the business model and strategy that is claimed to enable the company to compete and consistently maintain its existence in Indonesia.

Through Integrated Supply Chain Management (ISCM), Klikdaily creates an ecosystem that provides solutions for traditional stalls to obtain a variety of products from various brands at competitive prices. This is proven by the company’s growth in 2020 which increased by more than 700% when compared to 2019.

To date, Klikdaily provides services in Greater Jakarta, West Java and Central Java, which serves more than tens of thousands of traditional stalls in 600 distribution areas.

Series A Funding from Global Founders Capital

In accelerating business growth, Klikdaily has booked Series A funding in May 2020. The value is still undisclosed, this funding was led by their previous investor, Global Founders Capital (GFC).

The fresh fund is to be channeled for the development of technology and infrastructure, to accelerate the company’s mission, it is to empower traditional stalls across the country. Klikdaily also plans to replicate its successful business model in order to bring more distribution centers in major cities of Indonesia until the end of 2020.

Previously, in mid-2019, Klikdaily also received Pre-Series A funding from Global Founders Capital, Pegasus Capital, Fundedhere, and Teja Ventures.

Supporting partners amid a pandemic

Although the Covid-19 outbreak in Indonesia has occurred since early March, it is not affecting Klikdaily’s transaction rate. The company recorded an increase in demand not only in food and beverage products but also in basic foods. Furthermore, Klikdaily has added up the supply of the products during this pandemic to meet rising demand.

In order to ensure the availability of sufficient food for Partners and others, Klikdaily will work closely with the government to ensure the availability of food, distribution, the stability of market prices, and minimize shipping costs for everyone to be able to get food at affordable prices.

“In the current crisis, Klikdaily is more dedicated to working together with all elements of society and government, to safeguard and ensure daily basic needs can be met and well distributed to the people in need,” Klikdaily’s CEO, Amos Gunawan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here