Gojek Ungkap Strategi dan Capaian Bisnis Pesan-Antar Makanan “GoFood” di 2022

Gojek mengungkap data teranyar mengenai kinerja layanan pesan-antar makanan GoFood, merespons laporan Momentum Works yang dipaparkan sebelumnya. Gojek menyebut nilai transaksi GoFood Indonesia dan Vietnam berhasil tumbuh lebih dari 2x lipat, lebih tinggi dari rata-rata industri pesan-antar makanan di Asia Tenggara sepanjang 2022.

Sebelumnya disampaikan dalam laporan Momentum Works, transaksi GrabFood di Asia Tenggara hampir empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan GoFood selama 2022. Diterangkan lebih jauh, nilai GMV GrabFood mencapai $8,8 miliar, sementara Gojek menempati posisi ketiga dengan capaian GMV $2,4 miliar. Atas pencapaian tersebut, GrabFood dinobatkan sebagai pemimpin pasar pesan-antar makanan di Asia Tenggara selama tiga tahun berturut-turut.

Kendati Gojek tidak merinci lebih jauh dengan data spesifik, perseroan mengklaim kinerja positif GoFood ini karena pertumbuhan jumlah pelanggan setia (nilai pesanannya di atas nilai transaksi rata-rata pelanggan lainnya) dan meningkatnya rata-rata nilai transaksi per pelanggan di semester II 2022.

Disebutkan selama satu tahun kemarin disokong oleh peningkatan proporsi pelanggan setia di Indonesia dari 38% menjadi 52% dari total jumlah pelanggan GoFood. Tren positif ini juga diikuti oleh capaian bisnis di Vietnam, yang mana nilai transaksi meningkat lebih dari 2x lipat dibanding tahun 2021.

“Kesuksesan ini merupakan wujud keberhasilan strategi GoFood yang berfokus pada pertumbuhan basis pelanggan setia dan berkualitas melalui inovasi produk,” ucap Director/Head of Food and Indonesia Sales GOTO Catherine Hindra Sutjahyo dalam keterangan resmi, kemarin (19/1).

Catherine melanjutkan perusahaan setiap inovasi di GoFood itu selalu berfokus untuk mengembangkan solusi produk agar pelanggan semakin setia, sebab pada dasarnya, pelanggan memiliki keinginan dan perilaku konsumsi makanan yang berbeda-beda.

“Dengan berbekal pengalaman kami selama delapan tahun menjadi ahli di pasar OFD (online food delivery), kami menganalisis dan memanfaatkan data untuk memetakan kebutuhan setiap pelanggan (personalisasi) agar dapat menghadirkan pilihan yang tepat supaya konsumen semakin loyal terhadap layanan kami.”

Dia melanjutkan, “Tidak hanya di sisi pelanggan, kami pun mampu mengembangkan solusi bagi mitra usaha kuliner agar mereka dapat menargetkan segmen pelanggan dengan lebih efektif. Secara bersamaan, kami juga membantu mitra usaha kuliner GoFood meningkatkan keahlian mengelola bisnis secara berkelanjutan. Tujuannya agar basis pelanggan setia di GoFood dapat tumbuh dan mendukung bisnis yang sehat tanpa ketergantungan pada promosi”.

Catherine juga mengungkap strategi GoFood untuk mempercepat profitabilitas, yakni:

  1. Memperkuat brand GoFood sebagai layanan OFD yang memberikan pengalaman kuliner paling menyenangkan dengan rekomendasi tepat berbasis teknologi pencarian. Teknologi ini mampu merekomendasikan menu makanan dan pilihan resto yang sesuai dengan selera, histori, dan budget masing-masing pelanggan.
  2. Mengembangkan teknologi machine learning untuk alokasi promo yang lebih efektif ke calon pelanggan (potential user), pelanggan baru (new user) maupun yang telah menjadi pelanggan GoFood (existing user) yang dapat didorong menjadi pelanggan setia.
  3. Meningkatkan efisiensi dari promo yang dilakukan secara mandiri oleh mitra usaha GoFood (merchant funded promo) untuk membantu meningkatkan pendapatan mitra usaha sekaligus menekan biaya pemasaran mereka.

Pencapaian GoFood

Berikutnya, sejumlah pencapaian dan inovasi GoFood sepanjang tahun lalu juga tak lupa dipaparkan, di antaranya:

  1. Menghadirkan Mode Hemat untuk memberikan opsi biaya ongkir yang lebih terjangkau untuk menjaga daya beli pelanggan.
  2. Meluncurkan menu dengan porsi lebih kecil dengan harga lebih terjangkau.
  3. Paket berlangganan GoFood PLUS yang diklaim memperoleh animo positif dari masyarakat, jumlah paket langganan naik hampir 60% dibandingkan tahun sebelumnya.
  4. Jaringan cloud kitchen “Dapur Bersama GoFood” meningkat 170% menjadi 73 lokasi yang tersebar di 12 kota besar, di tengah ramainya pemain sejenis yang gulung tikar sepanjang tahun lalu.
  5. Jumlah mitra usaha kuliner GoFood Indonesia meningkat 45% sepanjang 2022.

Mengutip dari laporan kinerja GOTO, GTV (Gross Transaction Value) GoFood yang termasuk ke dalam lini bisnis on-demand meliputi mobilitas, pesan-antar makanan dan logistik, mencapai Rp15,7 triliun pada kuartal ketiga 2022, tumbuh 24% year-on-year.

Lini bisnis ini mencatatkan peningkatan signifikan pada margin kontribusi dan EBITDA Grup yang disesuaikan, lebih cepat dari perkiraan. Margin kontribusi mencapai 86% peningkatan quarter-on-quarter atau -0,5% sebagai persentase dari GTV. Dalam panduan resmi manajemen GOTO, pencapaian titik impas kontribusi segmen ini ditargetkan menjadi positif pada kuartal I 2023.

Semakin positif margin kontribusi menjadi salah satu indikator GOTO menuju titik impas kemudian dilanjutkan dengan profitabilitas. Titik impas berarti tidak merugi, tapi juga belum untung.

Application Information Will Show Up Here

Realisasikan Integrasi dengan Rebel Foods, Gojek Operasikan Layanan Cloud Kitchen “Dapur Bersama GoFood”

Juli 2019 lalu, Go-Ventures terlibat dalam pendanaan seri D startup cloud kitchen asal India, Rebel Foods. Mereka memberikan pendanaan mencapai $5 juta. Disampaikan juga, bahwa Gojek akan membawa konsep tersebut ke Indonesia guna melengkapi ekosistem superapps yang dimilikinya.

Di bawah komando Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo, PT Rebel GoFood Indonesia berdiri dengan misi menjadi perusahaan cloud kitchen terbesar di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, platform tersebut diberi nama “Dapur Bersama GoFood”, diperuntukkan bagi mitra UMKM kuliner untuk mengakselerasi bisnisnya.

“Dengan berbasis data, kami menyediakan ragam kuliner sesuai permintaan di suatu wilayah agar pelanggan lebih dekat dengan pilihan kuliner favoritnya. Konsep cloud kitchen telah banyak diusung oleh para pemain layanan pesan-antar makanan terkemuka di dunia dan terbukti telah sukses membawa usaha kecil dan menengah melaju dengan skala bisnis lebih besar,” terang VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina kepada DailySocial.

Turut disampaikan bahwa GoFood bekerja sama dengan Rebel Foods sebagai perusahaan operator restoran cloud kitchen dalam mendirikan layanan Dapur Bersama GoFood.

Model bisnis

Lebih lanjut Rosel bercerita, Dapur Bersama pada dasarnya adalah ruang kerja yang dilengkapi fasilitas pendukung untuk berbagai jenis restoran dan UMKM kuliner, serta terintegrasi dengan sistem teknologi layanan pengantaran Gojek. Layanan ini terbuka untuk semua mitra usaha kuliner yang telah bergabung di GoFood. Saat ini sudah beroperasi di 3 wilayah, yakni Jabodetabek, Bandung, dan Medan; memfasilitasi lebih dari 350 outlet kuliner dengan 80% di antaranya dari kalangan UMKM.

“Kami melihat tren pertumbuhan positif dari jumlah mitra usaha yang bergabung ke fasilitas Dapur Bersama GoFood dan menjadi sebuah indikasi yang positif bahwa fasilitas Dapur Bersama ini adalah salah satu pilihan solusi yang tepat bagi UMKM kuliner untuk beradaptasi dan mengembangkan usahanya, dalam upaya menyesuaikan dengan gaya hidup baru pelanggan yang semakin mengandalkan layanan pesan-antar makanan,” imbuhnya.

Konsep cloud kitchen ini hadir seiring dengan bertumbuhnya minat layanan food delivery, terlebih di tengah pandemi. Menurut riset McKinsey (2020), ada peningkatan 34% untuk penggunaan jasa pesan antar makanan selama masa pandemi. Di sisi pengusaha, adanya cloud kitchen juga dapat menguntungkan untuk meningkatkan efisiensi bisnis. Rosel menyebutkan, terdapat 4 manfaat yang ingin diberikan Dapur Bersama bagi para mitranya.

Pertama, biaya sewa dan beban infrastruktur yang lebih ringan. Di cloud kitchen, pelaku usaha bisa memanfaatkan berbagai utilitas yang dilengkapkan, sehingga tidak perlu lagi menyewa ruangan khusus, membeli alat-alat, dan membayar perawatan rutin secara terpisah. Kedua, meringankan biaya operasional; karena hanya melayani pesan antar saja, sehingga tidak perlu menyewa kedai atau SDM lebih banyak.

Keuntungan berikutnya yang ingin disajikan, diharapkan bisa menjaga arus kas karena tidak perlu bayar sewa di muka. Berbeda dari area komersial pada umumnya, mitra UMKM tidak perlu membayar sewa di muka setiap tahun, sehingga membantu menjaga kelancaran arus kas. Pembayaran dilakukan menggunakan sistem bagi hasil keuntungan sesuai ketentuan yang berlaku. Dan terakhir, membantu pengusaha melakukan ekspansi bisnis dengan modal dan risiko yang lebih minim.

“Lokasi Dapur Bersama ditentukan berdasarkan data yang diolah dari transaksi dan preferensi konsumen GoFood, sehingga telah sesuai dengan permintaan pasar. UMKM bisa melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga menjadi lebih dekat dengan pelanggan dengan risiko dan modal yang relatif lebih rendah,” terang Rosel.

Ia melanjutkan, “Dari sisi pelanggan, mereka dapat memilih opsi ‘Order Sekaligus’ di halaman pemesanan GoFood, di mana pelanggan dapat memesan menu yang berbeda dari beberapa mitra usaha yang berada di lokasi Dapur Bersama GoFood yang sama dengan hanya membayar satu kali biaya pengantaran.”

Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek
Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek

Perkembangan cloud kitchen

Dengan konsep yang unik, di Indonesia sudah ada beberapa layanan cloud kitchen yang beroperasi. Misalnya Hangry, mereka menyajikan layanan untuk brand kuliner yang dikembangkan secara internal. Tujuannya sama, agar pengguna layanan food delivery mendapatkan pilihan berbagai jenis hidangan dalam satu kedai virtual yang dikunjungi sehingga menghemat ongkos kirim. Sebelumnya juga ada YummyKitchen dari Yummy Corp, memfasilitasi UMKM dengan dapur sentral untuk keperluan produksi.

Kompetitor Gojek di Indonesia, Grab, juga mengoperasikan layanan cloud kitchen untuk tujuan yang kurang lebih sama. Banyaknya cloud kitchen berbasis kemitraan yang hadir menjadi angin segar bagi industri F&B, terlebih di tengah terpaan pandemi seperti saat ini, para pebisnis mau tak mau harus beradaptasi dengan tren baru yang terbentuk di tengah konsumen.

Rencana Gojek berikutnya, mereka masih akan tetap fokus melakukan edukasi dan perluasan implementasi layanan cloud kitchen yang dimiliki, sembari terus menjaga ketat standardisasi terkait protokol kesehatan dan keamanan.

“Saat ini yang semakin menjadi fokus kami adalah bagaimana kami berupaya untuk terus memfasilitasi lewat dukungan edukasi dan implementasi agar seluruh ekosistem kami terlindungi dengan menerapkan protokol kesehatan, keamanan, dan kebersihan (J3K), terutama sejalan dengan diberlakukannya PPKM (sebelumnya PSBB) di berbagai kota di Indonesia, sebagai upaya menekan laju penyebaran Covid-19,” kata Rosel.

Menutup wawancara ia mengatakan, “Sejalan dengan komitmen kami untuk mendukung pertumbuhan mitra usaha dan memenuhi permintaan pelanggan, ke depannya kami akan terus mengembangkan inovasi layanan Dapur Bersama GoFood dengan membuka lebih banyak fasilitas dan berekspansi ke lebih banyak kota di masa mendatang.”

Application Information Will Show Up Here

GoFood Aims for Expansion and Profitable Business in 2020

First launched in 2015, GoFood is now one of the services that builds up the Gojek’s “super app” ecosystem and contributes the most for the company. Currently, the food delivery service provides around 12 million menus from 500 merchants in Southeast Asia, 96% are SMEs.

Based on the company’s internal data, as of the end of 2019, GoFood has acquired 75% market share in its operational areas. It is also said GoFood users are 1.5 times exceeding competitors. While the total transactions have reached 50 million per month.

Gojek’s VP Corporate Affairs Food Ecosystem, Rosel Lavina told DailySocial that GoFood’s mission this year is to add some new features backed by the most advanced technology, in order to facilitate easy transaction.

“We stick to Gojek’s pillars of speed, innovation and social impact. Then, we realize that innovation is the key to aligning the user’s demand. Therefore, it is very important for GoFood to continue learning user’s demand that is getting complex in order to create new innovations as solutions to answer all those.”

The public’s high demand for food delivery is a promising opportunity for platforms, such as Gojek, to further develop GoFood as one of its core services in the ecosystem.

Previously, Gojek Group’s Chief Food Officer Catherine Hindra Sutjahyo mentioned, all investors’ support has led GoFood to a business model that is in line with its aims for profitability. GoFood benchmark has developed over time along with its achievements, starts from transaction number to gross transaction value (GTV), and now revenue.

“We are now on the right track, the progress gets along with our plan. That (information) is what I can share, for now,” she said.

GoFood’s rapid growth is actually nothing compared to similar industries in China. The food delivery industry there has reached 13% -15% of total consumption, while in Indonesia it is still far below that. As a result, various innovations implemented in the sleeping giant country often become a reference for food delivery players.

GoFood focus in 2020

(left-right) Gojek's Chief Corporate Affairs Nila Marita, Ban-Ban Co-Owner Wenny Chen, and Gojek Group's Chief Food Officer Catherine Hindra Sutjahyo at GoFood's launching of latest technology
(left-right) Gojek’s Chief Corporate Affairs Nila Marita, Ban-Ban Co-Owner Wenny Chen, and Gojek Group’s Chief Food Officer Catherine Hindra Sutjahyo at GoFood’s launching of latest technology

In order to improve services and increase profits from GoFood, the company has introduced four new innovations earlier this year. Among those are GoFood Pickup, GoFood Turbo, GoFood Plus and collaboration with Google Assistant for users to order food through voice commands.

There are now more than 40 GoFood Kitchen corners and the GoFood Festival as their flagship program, with plans to continue for more locations. In the future, these locations can provide merchant partners with low cost and risk to expand the network of outlets due to the infrastructure that has been provided.

In case GoFood has plans to spin off or being independent outside the Gojek ecosystem is not mentioned. However, GoFood is to focus on developing three things as its long-term business strategy, which is prioritizing customer satisfaction, business expansion, and innovation.

“Through the reliability of GoFood technology, we also offer services to make it easy and fun for culinary lovers and GoFood customers when ordering food. The development of GoFood technology and facilities for driver partners is also expected to benefit the driver partners to provide maximum service to consumers,” Rosel said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Fokus GoFood Perluas Bisnis dan Kantongi Profit di Tahun 2020

Diluncurkan sejak tahun 2015, GoFood kini jadi salah satu layanan yang memperkuat ekosistem “superapp” Gojek dan memberikan kontribusi paling besar untuk perusahaan. Saat ini fitur pesan-antar makanan tersebut menyediakan sekitar 12 juta menu dari 500 ribu merchant di Asia Tenggara, 96% di antaranya dari kalangan UKM.

Berdasarkan data internal perusahaan, per akhir 2019 GoFood telah memiliki market share 75% di wilayah operasionalnya. Disebutkan juga bahwa GoFood telah memiliki jumlah pengguna 1,5 kali lebih banyak dibandingkan kompetitor. Sementara total transaksinya telah sentuh angka 50 juta per bulannya.

Kepada DailySocial VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina menyebutkan, misi GoFood tahun ini adalah menambah beberapa fitur baru didukung dengan teknologi paling advance, bertujuan untuk memudahkan proses transaksi pengguna.

“Kami berpegang teguh pada pilar Gojek yaitu kecepatan, inovasi dan dampak sosial. Berangkat dari hal tersebut, kami menyadari bahwa inovasi menjadi kunci untuk bisa menyelaraskan kebutuhan pengguna. Sehingga sangat penting bagi GoFood untuk terus mempelajari perkembangan kebutuhan pengguna yang semakin kompleks demi menciptakan inovasi baru sebagai solusi yang menjawab segala kebutuhan.”

Besarnya minat masyarakat terhadap layanan pesan-antar makanan dilihat menjadi peluang yang sangat menjanjikan bagi platform seperti Gojek untuk kemudian mengembangkan GoFood menjadi salah satu core service di ekosistem aplikasi.

Sebelumnya, Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo mengungkapkan, seluruh dorongan investor membuahkan GoFood dalam model bisnis yang sesuai dengan arah profitabilitas. Dari waktu ke waktu benchmark pencapaian GoFood berkembang, dari awalnya angka transaksi menjadi gross transaction value (GTV), dan sekarang revenue.

“Sekarang kita ada di track yang benar, progresnya sesuai dengan yang kita rencanakan dari awal. Baru itu (informasi) yang bisa saya bagikan,” katanya.

Pencapaian GoFood yang pesat sebenarnya belum seberapa dibandingkan industri serupa di Tiongkok. Industri food delivery di sana penetrasinya sudah mencapai 13%-15% dari total konsumsi, sedangkan di Indonesia masih jauh di bawah itu. Alhasil, berbagai inovasi yang diterapkan di negeri tirai bambu tersebut seringkali menjadi acuan para pemain food delivery.

Fokus GoFood di tahun 2020

(kiri-kanan) Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita, Co-Owner Ban-Ban Wenny Chen, dan Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo saat acara peluncuran inovasi terbaru GoFood
(kiri-kanan) Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita, Co-Owner Ban-Ban Wenny Chen, dan Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo saat acara peluncuran inovasi terbaru GoFood

Untuk terus meningkatkan layanan dan profit dari GoFood, awal tahun ini perusahaan telah menghadirkan empat inovasi baru. Di antaranya GoFood Pickup, GoFood Turbo, GoFood Plus dan kolaborasi dengan Google Assistant untuk para pengguna memesan makanan lewat perintah suara.

Sekarang sudah ada lebih dari 40 lokasi GoFood Kitchen dan GoFood Festival sebagai program unggulan mereka, dengan rencana untuk terus menambahkan lokasi yang lebih banyak. Lokasi-lokasi ini ke depannya bisa memberikan mitra merchant biaya dan risiko rendah untuk memperluas jejaring outlet karena infrastrukturnya telah disediakan.

Disinggung apakah nantinya GoFood memiliki rencana untuk spin off atau berdiri sendiri diluar ekosistem Gojek, tidak disebutkan lebih lanjut. Namun ke depannya, GoFood akan fokus mengembangkan tiga hal sebagai strategi bisnis jangka panjang, yakni mengutamakan kepuasan pelanggan, ekspansi bisnis dan  inovasi.

“Lewat keandalan teknologi GoFood, kami juga menawarkan pelayanan yang memudahkan dan menyenangkan bagi para pencinta kuliner dan pelanggan GoFood saat memesan makanan. Berkembangnya teknologi GoFood dan fasilitas bagi mitra driver juga diharapkan dapat menguntungkan mitra driver untuk memberikan pelayanan maksimal kepada konsumen,” kata Rosel.

Application Information Will Show Up Here

GoFood and GoPay Optimism for Gojek to be a Profitable Company

GoFood and GoPay are known as Gojek’s two main businesses with the most significant growth of all services. Last year, GoFood is said to gain $2 billion revenue, 50 million transactions per month and grow by 2.5 times. While GoPay contributes for $6.3 billion, not to mention the growth rate.

In one of the sessions by PE-VC Summit 2020 last week (1/15), inviting Gojek’s Chief Food Officer, Catherine Hindra and Gopay’s CEO Aldi Haryopratomo to dig more insights on how the two services play role in Gojek’s business.

Aldi said, 2019 is a good year for business growth, also the beginning of efficiency strategy. How to make the most of every penny from investor’s pocket, engineer’s time management has finally paid off. “This is one of the benefits of being a low capitalized player in this industry,” he said.

The urge of efficiency actually comes from the investors and most are private equity, among those are Northstar and Warburg Pincus. Both are encouraging founders to run Gojek’s business as prudent.

Catherine also said, all the initiatives from investors have directed Gojek to the right business model into profitability. By the time, the benchmark of Gofood’s achievement grows in terms of the transaction number, into gross transaction value (GTV), and now revenue.

We’re now on the right track, the progress is in line with our plan. That’s [the information] it,” he said.

Gofood’s significant growth is actually not in comparison to a similar industry in China. Food delivery in China has reached 13%-15% of the total consumption, while Indonesia is still a long way to go. Therefore, some of China’s innovations often become a role model.

He also highlighted the achievement of Gofood and Gopay is not simply due to its features, but also each other’s bound in one ecosystem.

“we’re not working individual, but as a company that gives the holistic solution. This is what makes us different from others.”

In fact, the company’s DNA has given the whole solution to consumers. Therefore, not only about digital payment and food delivery but the whole daily aspect.

To compare with Grab, Gojek’s funding has a big gap. Since it was founded in 2010, Gojek has secured $3 billion funding in 12 rounds. While Grab reached $9 billion in 12 rounds. Therefore, Gojek has enough cash for a tech company in ASEAN.

In order to build the regional existential, Grab performs expansion in an organic and inorganic way. In a way to make Uber an acquisition in the ASEAN market. While Gojek is just begun the expansion in late 2018.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Keyakinan GoFood dan GoPay Bawa Gojek Jadi Perusahaan “Profitable”

GoFood dan GoPay kini dikenal sebagai dua bisnis utama Gojek yang paling cepat pertumbuhannya ketimbang layanan lain. Pada tahun lalu, disebutkan GoFood mencetak revenue $2 miliar, 50 juta transaksi per bulan dan pertumbuhan naik 2,5 kali lipat. Sementara Gopay berkontribusi $6,3 miliar, meski pertumbuhannya tidak disebutkan.

Dalam salah satu sesi yang diangkat Indonesia PE-VC Summit 2020 pekan lalu (15/1), mengundang Chief Food Officer Gojek Catherine Hindra dan CEO GoPay Aldi Haryopratomo untuk membahas lebih dalam bagaimana kedua layanan ini berperan dalam bisnis Gojek.

Aldi menerangkan, 2019 adalah tahun yang baik dalam hal pertumbuhan bisnis, sekaligus dimulainya strategi efisiensi. Bagaimana memaksimalkan setiap dolar uang investor yang keluar, pembagian waktu engineer, sudah terbayar penuh. “Inilah salah satu keuntungan menjadi pemain berkapitalisasi rendah di industri ini,” ucapnya.

Dorongan efisiensi ini sebenarnya datang tak lain dari para investor yang kebanyakan adalah private equity, di antaranya Northstar dan Warburg Pincus. Keduanya mendorong para founder untuk menjalankan Gojek dengan cara yang prudent.

Catherine menambahkan, seluruh dorongan para investor membuahkan GoFood dalam model bisnis yang sesuai dengan arah profitabilitas. Dari waktu ke waktu, benchmark pencapaian GoFood berkembang dari awalnya angka transaksi, menjadi gross transaction value (GTV), dan sekarang revenue.

“Sekarang kita ada track yang benar, progresnya sesuai dengan yang kita rencanakan dari awal. Baru itu (informasi) yang bisa saya bagikan,” katanya.

Pencapaian GoFood yang pesat, sebenarnya belum seberapa dibandingkan industri serupa di Tiongkok. Industri food delivery di sana penetrasinya sudah mencapai 13%-15% dari total konsumsi, sedangkan di Indonesia masih jauh di bawah itu. Alhasil, berbagai inovasi yang diterapkan di negeri tirai bambu tersebut seringkali menjadi acuan para pemain food delivery.

Dia juga menekankan pencapaian GoFood dan GoPay sebenarnya bukan karena fitur-fitur layanan yang disediakan oleh masing-masing, melainkan keterikatannya satu sama lain di dalam satu ekosistem yang sama.

“Kami tidak bekerja secara individu, tapi sebagai grup perusahaan yang memberikan solusi secara holistik. Mungkin ini yang membedakan kami dengan yang lainnya.”

Pasalnya, DNA yang ditanamkan dalam perusahaan adalah memberikan solusi kepada konsumen secara keseluruhan. Sehingga tidak hanya menyentuh soal pembayaran digital dan food delivery saja, tapi seluruh aspek kehidupan sehari-hari.

Dibandingkan Grab, perolehan dana yang diperoleh Gojek bisa dikatakan cukup terpaut jauh. Sejak didirikan di 2010, Gojek mengantongi pendanaan $3 miliar dalam 12 putaran. Sedangkan Grab mencapai $9 miliar dalam 12 putaran. Meski demikian, nominal yang didapat Gojek tergolong cukup besar untuk perusahaan teknologi yang beroperasi di ASEAN.

Dalam memperkuat eksistensinya di regional, Grab melakukan ekspansi baik secara organik maupun anorganik. Salah satunya melalui akuisisi Uber khusus untuk operasionalnya di ASEAN. Sementara Gojek sendiri baru mulai keluar kandang menjelang akhir 2018.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Claims Performance “Milestone”, Transaction Exceeds 127 Trillion Rupiah in 2018

Gojek’s Founder and CEO, Nadiem Makariem said the gross transaction value (GTV) has increased by 13.5 times up from 2016 to 2018. In terms of nominal, it has exceeded $9 billion (around Rp127 trillion) in 2018 and reached two billion transaction a year in total.

Gojek has now acquired 1.7 million drivers, around 400 merchants, and more than 60 thousand service providers in Southeast Asia. The app has been downloaded over 142 million times.

According to the three researches Makariem has mentioned, the Financial Times Confidential (2018), DailySocial and Jakpat (2018), and YouGov (2019), the entire report stated Go-Pay as the number one payment method in Indonesia.

“9 billion dollar for gross transaction has outperformed the competitor, although we just started expanding abroad. [..] Go-Pay, according to the three research institution, is top of the list. Soory to clarify, what really matter is the impact. A real work rather than show off,” he said yesterday (4/11).

Two of Gojek’s main businesses, Go-Food and Go-Pay performance are also revealed. Go-Food is the largest service in Southeast Asia and at the third position in the world.

Go-Food’s Chief Commercial Expansion, Catherine Hindra Sutjahyo said, Go-Food has win over Go-Ride as transportation service. Go-Food is said to develop four times bigger than GrabFood.

The number of its order has reached 30 million per month in Southeast Asia, increased by 7 times from December 2016 to December 2018. 80% of Go-Food’s orders aren’t coming of big merchants, but SMEs. Delivery time in average is 27 minutes.

“Go-Food Merchants has reached more than 300 thousand, 125 thousand in April last year. It’s countable, the monthly growth,” she said.

Aldi Haryopratomo, Go-Pay’s CEO added, since walking out from Go-Jek’s ecosystem, the rate has gone up 25 times since the first time it was introduced. It encourages Go-Pay as the most popular e-money service in Indonesia according to three different research institutions.

Go-Pay is now partnered up with 28 financial institutions, accepted by more than hundred thousands merchants in 370 cities in Indonesia.Go-Pay infrastructure is supported by various services, including Spots – an online multifuction cashier app.

Spots can receive Go-Food’s orders, Go-Pay’s payment, print the bill, and create daily report of various kinds of payment methods. Midtrans payment gateway also support online merchants to receive payment from many kinds of financial institutions.

Declare an “open war”

Makariem implisitly quipped, and questioned Grab’s claim of many issues. For example, Grab‘s market penetration in Indonesia, and super app.

He claims Gojek as the first super app in the world. Not only one app, there are three apps has been developed. Those are Gojek end user app for transaction, Go-Biz (rebranding from Go-Resto) for SMEs merchants, and Gojek Driver for the drivers.

“We have the first super app in the world consists of big pillars, each to be explored further. Those are human transportation, logistics, payment, and fintech.”

These pillars, he added, are proof that local concept can gain benefit, not only Indonesia, but also for all around Southeast Asia. Whereas, Gojek has just ‘got out of the cage‘.

He also mentioned, the war is started from the time Gojek received US$2 million funding, while Grab has reached US$250 million. Gojek is considered as the main power due to understanding of user’s demand and aware of consumer’s opinion.

“Therefore, being the largest is important, but not the priority. What matter most is Gojek’s real impact to public. Win over Indonesia, in Southeast Asia. [..] We’re glad to accept new challenge [from Grab] that is why we always create new innovations everyday,” he added.

Another advantage is, Gojek started from two-wheeler transportation, which creates efficiency. Drivers can work all day long, picking up people, delivering package and food, also offering Go-Pay top up. He said driver’s income has outrun Grab’s.

Support from investors are essential. He claimed, everytime they did fundraising, it always going well, effective, and successful. The investors are also diversed of various classes.

Regarding decacorn status, Makariem argued that valuation is not for public information due to company’s culture.

“Our culture is not to celebrate ourselves. Let people celebrate. Valuation is important, but not everyting. What matter the most is the numbers, the impact to the country we are proud of, Indonesia,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek Klaim “Milestone” Pencapaian, Transaksi Tembus 127 Triliun Rupiah di 2018

Gojek mengungkap sejumlah data teranyar terkait pencapaiannya sejak delapan tahun beroperasi. Data tersebut sengaja diungkap untuk mementahkan klaim kompetitor terkuatnya, Grab, tentang pencapaian transaksi di Indonesia sepanjang 2018.

Founder dan CEO Gojek Global Nadiem Makariem mengungkapkan, pertumbuhan gross transaction value (GTV) naik 13,5 kali lipat dari 2016 ke 2018. Secara nominal mencapai lebih dari $9 miliar (setara Rp127 triliun) di 2018 dan total volume transaksi setahun mencapai 2 miliar.

Berikutnya jumlah pengguna aktif bulanan diklaim lebih tinggi hingga 1,5 kali dari kompetitor yang mengacu pada laporan “The State of Mobile 2019” dari App Annie yang menyebut Gojek sebagai aplikasi on demand dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia sepanjang 2018.

Gojek kini memiliki 1,7 juta mitra pengemudi, hampir 400 ribu mitra merchants, dan lebih dari 60 ribu penyedia layanan di Asia Tenggara. Aplikasi Gojek sendiri telah diunduh lebih dari 142 juta kali.

Menurut tiga riset yang dikutip Nadiem, yaitu Financial Times Confidential (2018), DailySocial dan JakPat (2018), dan YouGov (2019), semuanya menyebut Go-Pay sebagai alat pembayaran nomor satu di Indonesia.

“9 miliar dollar untuk gross transaction itu di atasnya kompetitor, meski kita baru ke luar negeri. [..] Go-Pay menurut tiga lembaga riset kita jadi terdepan, nomor satu. Mohon maaf harus diklarifikasi, yang terpenting adalah dampaknya. Kerja nyata saja, daripada terus gombar gambir prestasi,” kata Nadiem, kemarin (11/4).

Dua bisnis penggenjot utama Gojek, Go-Food dan Go-Pay juga turut diungkap pencapaiannya. Layanan Go-Food diklaim jadi terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia.

Chief Commercial Expansion Go-Food Catherine Hindra Sutjahyo menyebut, Go-Food bahkan sudah mengalahkan layanan transportasi Go-Ride. Go-Food disebut-sebut sudah tumbuh minimal empat kali lebih besar dari GrabFood.

Jumlah order Go-Food sebesar 30 juta per bulan di Asia Tenggara dengan pertumbuhan tujuh kali lipat dari Desember 2016 ke Desember 2018. Sebanyak 80% pesanan Go-Food justru bukan datang dari merchant besar, melainkan dari merchant UMKM. Durasi pengiriman rata-rata 27 menit.

“Merchant Go-Food sekarang lebih dari 300 ribu, April tahun lalu ada 125 ribu. Itu bisa dihitung penambahan perbulannya seperti apa,” kata Catherine.

CEO Go-Pay Aldi Haryopratomo menambahkan, sejak keluar dari ekosistem Gojek, penggunaan Go-Pay disebutkan telah naik 25 kali lipat sejak pertama kali diperkenalkan. Hal ini mendongkrak pamor Go-Pay sebagai layanan e-money paling banyak dipakai di Indonesia menurut riset tiga lembaga yang berbeda.

Go-Pay kini bermitra dengan 28 institusi keuangan, telah diterima di lebih dari ratusan ribu rekan usaha di 370 kota di Indonesia. Infrastruktur Go-Pay didukung berbagai layanan, termasuk Spots — sebuah aplikasi kasir online multifungsi.

Spots dapat menerima pesanan Go-Food, pembayaran Go-Pay, mencetak resi, hingga menulis laporan harian berbagai macam tipe pembayaran. Payment gateway Midtrans juga mendukung merchant online menerima pembayaran dari berbagai institusi keuangan.

Nyatakan “perang terbuka”

Nadiem secara implisit menyindir, sekaligus mempertanyakan klaim Grab tentang banyak hal. Misalnya penetrasi pasar Grab di Indonesia, dan super app.

Nadiem mengklaim Gojek menjadi super app pertama di dunia. Tidak hanya satu aplikasi, ada tiga super app yang sudah dikembangkan perusahaan. Mereka adalah aplikasi end user Gojek untuk transaksi, Go-Biz (rebranding dari Go-Resto) untuk merchant UMKM, dan Gojek Driver untuk mitra pengemudi.

“Kita punya super app pertama di dunia yang terdiri dari pilar besar, yang tiap pilarnya akan terus kita dalami. Pilar tersebut transportasi manusia, logistik, makanan, payment, dan fintech.”

Pilar-pilar ini, sambungnya, menjadi bukti bahwa konsep yang dibuat orang lokal bisa membawa manfaat, tidak hanya untuk Indonesia tapi juga di seluruh penjuru Asia Tenggara. Padahal, Gojek bisa dikatakan baru keluar kandang.

Nadiem menyebut pertempuran dengan Grab pertama kali dimulai saat Gojek masih mendapat pendanaan sebesar US$2 juta, sementara posisi Grab sudah sampai pendanaan US$250 juta. Gojek dianggap jadi kekuatan utama lantaran kemampuan untuk mengerti kemauan dan mendengar masukan dari konsumen.

“Jadi yang paling besar itu penting, tapi bukan yang paling utama. Yang terpenting adalah dampak nyata Gojek untuk masyarakat luas. Menang di Indonesia, menang di Asia Tenggara. [..] Kami senang dapat tantangan begitu besar [dari Grab] karena itu kami selalu buat hal baru setiap hari,” katanya.

Keunggulan lainnya yang disebut Nadiem adalah Gojek dimulai dari transportasi roda dua, sehingga ada efisiensi. Mitra dapat seharian bekerja, mengantar orang, kurir barang, antar makanan, bahkan berjualan top up Go-Pay. Dia menyebut pendapatan mitra lebih tinggi daripada Grab.

Dukungan dari investor pun juga tak kalah besar. Nadiem mengklaim setiap kali Gojek ingin lakukan pendanaan selalu lancar, berjalan efektif, dan sukses. Jajaran investor di balik Gojek pun terdiversifikasi dari berbagai penjuru.

Saat ditanya mengenai tanggapan status decacorn, Nadiem berdalih valuasi bukanlah hal yang diumumkan ke publik karena bukan budaya perusahaan.

“Kultur kita bukan merayakan diri sendiri. Biar orang lain saja yang merayakan. Valuasi itu hal penting, tapi bukan yang terpenting. Yang terpenting adalah angka-angkanya, dampak kepada Indonesia yang kita banggakan, bukan valuasi,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Go-Food Siapkan Fitur Rating Merchant untuk Dongkrak Transaksi

Go-Food, unit layanan dari Gojek, segera menambah fitur rating merchant sebagai salah satu strategi untuk mendongkrak transaksi. Sekaligus merealisasikan ambisinya sebagai ahli penyedia rekomendasi kuliner terbesar di Asia Tenggara.

Chief Commercial Expansion Gojek Catherine Hindra Sutjahyo menerangkan, rating merchant adalah cara Gojek memberikan kesempatan kepada merchant UKM yang masih baru dan belum memiliki basis pembeli yang kuat. Rating bisa memberikan unsur kepercayaan buat para konsumen tentang kualitas produk yang mau mereka beli.

“Karena 80% merchant di Go-Food itu adalah UKM, sehingga fitur rating ini diperlukan sekali buat mendongkrak transaksi mereka,” terangnya, Senin (7/1).

Bila diperhatikan, fitur rating ini baru tersedia untuk merchant yang sudah besar dan memiliki jaringan. Sedangkan untuk merchant UKM belum tersedia.

Selain itu pihaknya juga akan memanfaatkan analisis big data yang dikumpulkan agar dapat dimanfaatkan para merchant untuk berkreasi mengembangkan menu baru. Big data juga digunakan kepada para konsumen dalam menemukan menu baru yang ada di sekitar mereka.

Rekomendasi ini diambil dengan menggunakan preferensi data yang dikumpulkan Gojek, di antaranya historis transaksi dan pencarian menu. Alhasil, dalam aplikasi Gojek menghasilkan rekomendasi menu makanan yang berbeda tergantung selera masing-masing konsumen.

“Kami mau bantu 300 ribu merchant dengan data science dan intelligence agar usaha mereka bisa lebih mudah ditemukan konsumen. Big data juga kami manfaatkan untuk konsumen dan driver.”

Dari sisi pendaftaran merchant, sambung Catherine, pihaknya tengah berupaya untuk mempercepat proses verifikasi. Saat ini prosesnya bisa memakan waktu sampai 2 minggu. Dia ingin percepat prosesnya paling tidak dalam 1 minggu saja, merchant bisa memanfaatkan Go-Food untuk berjualan online.

Adapun dokumen yang dibutuhkan, merchant perlu menyiapkan identitas diri dan restoran, NPWP, foto makanan, daftar menu, harga, dan sebagainya.

Catherine enggan menjelaskan lebih jauh terkait rencana ekspansi Go-Food ke negara lain di mana Gojek sudah beroperasi. Sejauh ini, Go-Food baru hadir di Vietnam. Sementara Gojek dengan layanan Go-Ride sudah beroperasi Vietnam, Thailand, dan Singapura.

Pencapaian Go-Food

Go-Food kini memiliki 300 ribu merchant tersebar di 167 kota dan kabupaten di Indonesia sejak hadir pada empat tahun lalu. Pertumbuhan merchant mencapai 140% dari awal tahun 2018 sebanyak 125 ribu merchant.

Layanan ini berhasil mengirimkan lebih dari 500 juta makanan dan minuman sepanjang 2018. Tidak disebutkan lebih detail terkait nominal transaksi yang berhasil diproses lewat Go-Food.

Namun menu yang paling banyak dipesan adalah ayam (10 juta pesanan), nasi (3,5 juta), kopi (1,5 juta), mie (1,5 juta), gorengan (1,2 juta), dan martabak (720 ribu). Dari semua daerah operasional Go-Food, lima kota yang mencatatkan transaksi tertinggi adalah Sukabumi, Samarinda, Balikpapan, Padang, dan Cirebon.

Go-Food mengklaim merchant yang bergabung rata-rata memiliki kenaikan transaksi hingga 2,5 kali lipat. Jumlah pengunjung halaman Go-Food naik hampir 3 kali lipat.

Program pemasaran Go-Food Mamimumemo yang diadakan selama satu bulan penuh diklaim sebagai ajang mendongkrak pengguna baru. Tanpa menyebut angka, diklaim program ini berhasil menjaring 50% pengguna baru. Salah satu mitra merchant mencatatkan peningkatan transaksi hingga 1000%.

Application Information Will Show Up Here

Introducing PayLater, Go-Jek’s “Virtual Credit Card” with Zero Interest

Go-Jek introduces PayLater, a new payment feature to facilitate customers with credit under a certain limit. PayLater is a Fintech Lending product from Findaya (PT Mapan Global Rekas), developed by Mapan. Mapan is one of the three fintech startup acquisitions by Go-Jek last year.

Findaya has acquired the license as a lending service provider from OJK. In its business, Findaya has worked for Go-Jek, Go-Food, Go-Clean, Go-Massage, and Mapan with various facilities, such as installment for laptop, smartphones and its accessories, and many more.

Catherine Hindra, Go-Jek’s Chief Commercial Expansion, said, PayLater for now is only available for select Go-Food customers. The select customers are sorted out by Go-Jek and Findaya without any further details.

She illustrated PayLater mechanism similar to postpaid subscription. Customers have credit up to Rp500,000 and will be charged Rp12,500 monthly fee.

“Our focus with Findaya is to give the best experience for Go-Food’s select customers. We’ll learn from this to develop subscription feature in the future,” she said to DailySocial.

Regarding subscription, she said, it’s to be billed every month when using PayLater. If isn’t exercised, this feature will not take any administration fee. Free administration fee promo was given for the first month.

Hindra has no further explanation on when this feature will be available to all Go-Jek customers.

PayLater exploration

As we dig deeper, PayLater allows users to use credit up to Rp500,000. It should be paid before the last day of the month via Go-Pay.

There’s no further information regarding arrears and interest. Go-Jek will continue to provide notifications on the 25th of each month and every due date until payment’s finally made.

DailySocial has an opportunity to try this feature first. The flow is similar to Go-Food delivery, only on the check out page will appear PayLater as a payment option.

When choosing PayLater, the costs will automatically appear just as you’re paying with Go-Pay or cash. Once the order is received, the amount of PayLater credit will be reduced.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian