LG Gram 2019 Hadir dalam Model 17 Inci dan 14 Inci 2-in-1

Event CES 2019 sudah hampir di depan mata. Seperti biasa, LG bakal kembali memanfaatkan ajang tersebut untuk memperkenalkan laptop Gram baru. Yang berbeda kali ini adalah, LG Gram 2019 bakal hadir dalam dua model yang benar-benar baru.

Model yang pertama ialah yang mengemas layar 17 inci beresolusi 2560 x 1600 pixel. Sebagai bagian dari keluarga LG Gram, model ini masih menekankan pada aspek portabilitas. LG bilang bahwa dimensinya setara dengan laptop berlayar 15,6 inci, dan indikasinya bisa kita lihat lewat bezel tipis yang mengitari layarnya.

Bukan cuma itu, bobot perangkat ini hanya berada di kisaran 1,34 kg saja. Bandingkan dengan mayoritas laptop 17 inci lain yang biasanya berbobot 2 kg atau lebih. Namun kalau itu masih terlalu besar buat Anda, ada model Gram lain yang berlayar full-HD 14 inci sekaligus mengadopsi model convertible alias 2-in-1.

LG Gram 2019

Ya, untuk pertama kalinya, LG Gram hadir dalam varian yang layarnya dapat dilipat 360 derajat dan digunakan layaknya sebuah tablet. Bobot varian ini cuma 1,15 kg, dan seperti kakaknya yang lebih besar, bodinya telah memenuhi standar militer AS demi menjamin durabilitasnya.

LG membekali kedua model Gram 2019 dengan prosesor Intel generasi ke-8, namun spesifikasi persisnya belum dirincikan. Konsumen bebas memilih konfigurasi RAM DDR4 8 GB atau 16 GB, serta penyimpanan berbasis SSD 256 GB atau 512 GB.

LG Gram 2019

Keduanya pun sama-sama dilengkapi baterai berkapasitas 72 Wh; sanggup bertahan hingga 19,5 jam untuk model 17 inci, dan 21 jam untuk model 14 inci 2-in-1. Konektivitas yang diusung kedua model cukup mirip, akan tetapi hanya Gram 17 inci yang mengemas port Thunderbolt 3, meski ini sifatnya juga opsional.

Harga dan jadwal pemasaran LG Gram 2019 sejauh ini belum diungkap. Seperti sebelum-sebelumnya, ia bakal menjadi salah satu suguhan utama LG terlebih dulu di ajang Consumer Electronics Show yang rutin dihelat pada bulan Januari setiap tahunnya.

Sumber: LG.

MSI Sabet 12 Penghargaan CES 2019, Produk-Produk Andalannya Akan Dipamerkan di The Venetian Las Vegas

Sebagai acara yang dilangsungkan di kampung halamannya, produsen hardware awal Taiwan seperti MSI biasanya menyingkap produk-produk terbaru di Computex. Namun baru di CES mereka memamerkan perangkat-perangkat tercanggih, dan menjadi kebanggaan tersendiri ketika barang-barang tersebut memperoleh pengakuan dan mendapatkan penghargaan.

Sebelum pameran teknologi terbesar di dunia itu berlangsung, Consumer Technology Association biasanya mengumumkan produk-produk CES Innovation Awards Honoree. Dan ada berita gembira bagi Micro-Star International: perangkat-perangkat racikan mereka yang terdiri dari PC laptop, desktop, komponen dan monitor berhasil merebut tidak kurang dari 12 gelar bergengsi itu.

Beberapa waktu lalu, MSI mengumumkan rencana untuk memamerkan beberapa kreasi mereka tersebut di CES 2019. Seperti di ajang yang sama sebelumnya, produsen memilih hotel The Venetian sebagai lokasi konferensi pers sekaligus tempat buat menampilkan perangkat-perangkat andalannya, dan mempersilakan para tamu untuk menjajal secara langsung. Ada tujuh produk yang di-highlight:

 

Laptop gaming GS65 Stealth Thin

MSI CES 2019 1

Memperoleh gelar di kategori ‘Hardware & Components’, laptop gaming ultra-thin ini menjanjikan keseimbangan terbaik antara performa dan mobilitas. Desainnya premium, lalu ia juga dibekali teknologi audio Hi-Res, serta GPU dan CPU terbaru.

 

Desktop gaming Infinite S

MSI CES 2019 6

Memperoleh gelar di kategori yang sama seperti sepupu laptopnya, Infinite S adalah PC desktop small form padat dengan spesifikasi hardware yang tak kalah dari varian PC mid– atau full-tower. Ukuran dan kemudahan akses port membuatnya ideal untuk mendukung LAN party.

 

Desktop gaming Trident X

MSI CES 2019 23
Trident X merupakan penjelmaan terkini dari keluarga Trident yang MSI siapkan sebagai ‘PC rasa console‘. Modelnya tak jauh berbeda dari Trident A yang disingkap di Computex 2018, tapi model ini sudah mengusung kartu grafis GeForce RTX dan ditunjang PSU SFX.

 

Kartu grafis GeForce RTX 2080 Ti Gaming X Trio

MSI CES 2019 2

Ada tiga aspek yang dibanggakan oleh hardware grafis dengan nama yang panjang ini: performa tinggi, dingin berkat pemanfaatan tiga kipas, dan mampu bekerja dengan hening.

 

Monitor Prestige PS341WU

MSI CES 2019 3

Sejauh ini, lini monitor MSI dipenuhi oleh varian gaming, namun layaknya keluarga laptop Prestige, PS341WU disiapkan sebagai alat penunjang kerja. Monitor ini menyajikan layar 34-inci, resolusi 5120x2160p ultra-wide dengan rasio 21:9 untuk memudahkan penyuntingan gambar serta video 2D atau 3D di 4K.

 

Monitor gaming pintar Optix MPG341CQ

MSI CES 2019 4

Kabarnya, Optix MPG341CQ merupakan monitor gaming berpanel curved dengan kecerdasan buatan pertama di dunia. Anda bisa mengendalikan fungsinya via suara ataupun tombol, memanfaatkan kehadiran webcam pintarnya; selanjutnya, pencahayaan LED RGB di sana dapat menampilkan notifikasi in-game.

 

Monitor gaming Optix MAG271CQR

MSI CES 2019 5

Jika Anda membutuhkan monitor gaming yang lebih konvensional, maka MAG271CQR bisa jadi pertimbangan. Optix MAG271CQR menyuguhkan layar melengkung, resolusi 2560x1440p dan waktu respons 1-milidetik demi memberikan Anda keunggulan dalam permainan.

Sumber: MSI.

AMD Akan Perkenalkan Prosesor 7-Nanometer di CES 2019

Di bawah kepemimpinan Dr. Lisa Su, bisnis AMD belakangan ini berjalan sangat baik. Perusahaan semikonduktor Amerika itu mulai mendominasi pasar PC dan data center, memicu peningkatan harga saham berkali-kali lipat. Kiprah mereka di Indonesia juga terlihat mulus. Setelah di PC desktop, Ryzen dan Radeon Vega mulai tersedia luas di laptop mainstream hingga kelas premium.

Dari informasi yang beredar beberapa bulan silam, AMD diketahui memiliki agenda untuk ‘menyusul’ Intel melalui prosesor berarsitekstur 7-nanometer – tepat ketika sang kompetitor utamanya menghadapi kesulitan dalam memproduksi Cannon Lake 10nm mereka. Dan berdasarkan informasi dari Consumer Technology Association, AMD akan mempresentasikan kecanggihan chip GPU dan CPU 7nm tersebut di panggung CES 2019.

Rencananya, president sekaligus CEO AMD Dr. Lisa Su dan sejumlah narasumber akan memperlihatkan pemanfaatan teknologi prosesor 7-nanometer di ranah berbeda, dari mulai untuk ‘memecahkan masalah paling rumit yang ada saat ini’, gaming, virtual reality, hiburan, serta hal-hal lain yang berpotensi merombak kehidupan modern. Kabarnya, ini merupakan kesempatan pertama bagi AMD untuk membuka CES.

“AMD terus mentransformasi masa depan komputasi dengan cara mengekspansi dunia digital dan merevolusi industri gaming yang saat ini bernilai US$ 35 miliar,” kata CEO CTA Gary Shapiro di rilis pers. “Kami sangat menanti presentasi Dr. Su. Di sana ia akan mengungkap terobosan di ranah komputasi generasi selanjutnya, yang berpeluang mengubah jalannya industri gaming dan hiburan virtual.”

CES 2019 akan dilangsungkan dari tanggal 8 sampai 11 Januari tahun depan di kota Las Vegas. Informasi dari CTA soal chip 7-nanometer AMD tersebut mengonfirmasi laporan sebelumnya. Ada kemungkinan cukup besar kita akan mendengar detail lebih banyak terkait Ryzen generasi ketiga serta GPU Vega terbaru.

Saya tergelitik saat membaca keterangan CTA tentang bagaimana kehadirannya akan ‘melontarkan’ teknologi gaming, komputasi dan visual lebih jauh lagi. Dan walaupun belum dikonfirmasi, dengan beralihnya fokus AMD ke produksi chip 7-nanometer, boleh jadi para gamer akan mendapatkan CPU kelas konsumennya di tahun depan.

Dengan ditundanya distribusi Intel Cannon Lake ke tahun 2019, AMD berkesempatan untuk memperjauh jaraknya dari sang kompetitor, terutama di segmen gaming. Ada sejumlah pertanyaan yang belum terjawab dan rumor yang masih berseliweran terkait prosesor baru kedua perusahaan itu, namun sebagian akan terungkap lebih jelas di bulan Januari 2019 nanti.

Via TechRadar & WCCFTech. Header: MIT.

TCL Roku Smart Soundbar Jadi yang Pertama Mengadopsi Voice Assistant Buatan Roku

Kalau Anda hendak meluncurkan gadget dengan integrasi voice assistant, langkah yang paling rasional saat ini adalah mengadopsi salah satu dari dua yang paling dominan, yakni Alexa dan Google Assistant, kecuali Anda seambisius Roku. Produsen set-top box itu memilih untuk menggarap asistennya sendiri, Roku Entertainment Assistant.

Pemilihan namanya penuh dengan unsur kesengajaan. Yang paling utama, Roku bilang bahwa asisten besutannya benar-benar dirancang untuk navigasi seputar sistem hiburan, bukan untuk mengendalikan perangkat smart home seperti Alexa dan Google Assistant. Fungsi generik seperti membacakan berita atau ramalan cuaca tetap ada, tapi sisanya difokuskan pada kemudahan mengoperasikan TV.

Salah satu produk pertama yang bakal mengemas integrasi Roku Entertainment Assistant datang dari mitra paling dekatnya, TCL. Di CES 2018, produsen TV asal Tiongkok itu memperkenalkan soundbar perdananya, sekaligus memulai lini produk baru khusus audio bernama Alto.

TCL Roku Smart Soundbar

TCL Roku Smart Soundbar, demikian nama produknya, mengusung desain yang tidak jauh berbeda dari soundbar pada umumnya, meski TCL bilang bahwa desain yang tampak pada gambar masih belum final. Ia kompatibel dengan TV apapun, tapi potensinya baru akan terasa maksimal ketika disandingkan dengan lini Roku TV besutan TCL.

Untuk mengoperasikannya, pengguna hanya perlu mengawali dengan mantra “Hey Roku”, diikuti oleh instruksinya. Contoh kegunaannya, pengguna dapat menginstruksikan Soundbar untuk menyalakan TV dan memutar konten pilihannya tanpa memegang remote sama sekali.

TCL Roku Smart Soundbar

TCL Roku Smart Soundbar yang dijadwalkan masuk ke pasaran pada akhir 2018 ini baru satu dari ekosistem produk yang sudah direncanakan oleh Roku. Mereka mengundang produsen hardware untuk mengadopsi Roku OS sekaligus voice assistant-nya pada beragam kategori produk, mulai dari TV, soundbar sampai smart speaker.

Mengingat Roku secara eksplisit menyebut smart speaker, saya berasumsi ke depannya Roku bakal terus mengasah ‘talenta’ Entertainment Assistant hingga mampu berfungsi di luar ranah hiburan, menjadi medium interface baru pada beragam produk lifestyle seperti Alexa dan Google Assistant.

Sumber: Roku.

Skuter Elektrik Ford Ojo Penuh dengan Sentuhan Modern

Skuter elektrik jelas bukan barang baru, apalagi kalau konteksnya masih melibatkan event teknologi akbar seperti CES. Namun ada yang cukup istimewa dari skuter elektrik bernama Ojo berikut ini. Begitu istimewanya, pabrikan sebesar Ford tidak segan meminjamkan namanya kepadanya.

Bentuknya terbilang unik, dengan sasis aluminium yang terlihat menjulang tinggi ke atas. Ini dikarenakan pengembangnya membebaskan pengguna untuk duduk atau berdiri selagi mengendarainya. Di bawah tempat kaki pengguna berpijak tersimpan baterai rechargeable yang bisa menenagai Ojo hingga menempuh jarak sejauh 40 kilometer.

40 km memang tidak terdengar banyak, akan tetapi kekurangan itu bisa ditutupi oleh metode charging yang begitu praktis. Tepat di atas roda depannya, ada panel berisikan kabel charger yang bisa ditancapkan ke colokan listrik manapun dengan tegangan 110 V. Dengan demikian, tidak akan ada lagi skenario kelupaan membawa charger selagi bepergian.

Ford Ojo Commuter Scooter / Ojo

Ojo mengandalkan motor listrik berdaya 500 watt untuk melaju hingga secepat 32 km/jam, sesuai batasan maksimum lajur sepeda yang ditetapkan oleh banyak negara. Ada tiga mode kecepatan yang tersedia, yang bisa dipilih melalui layar sentuh pada bagian speedometer Ojo.

Pertama melihat tampilan layar sentuh tersebut, saya agak kaget dengan icon Bluetooth yang tampak di sisi kiri. Usut punya usut, Ojo rupanya juga dilengkapi sepasang speaker Bluetooth, yang tertanam di sisi kiri dan kanan sasis depannya.

Ford Ojo Commuter Scooter

Ojo sejatinya masih penuh dengan sentuhan modern di samping layar sentuh dan speaker Bluetooth itu tadi. Contoh lainnya adalah port USB untuk mengecas smartphone, kunci wireless yang dapat digunakan untuk melacak lokasi skuter maupun mengaktifkan dan menonaktifkan alarm, serta penggunaan LED sebagai lampu depan dan belakangnya.

Elemen-elemen unik inilah yang pada akhirnya memicu ketertarikan Ford untuk bekerja sama dengan Ojo. Banderol harga Ford Ojo dipatok mulai $2.199, dan pemasarannya akan dimulai dalam waktu dekat di Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa.

Sumber: PR Newswire.

Altec Lansing Perkenalkan Lini Smart Speaker Google Assistant

Satu per satu produsen perangkat audio mulai menjajaki segmen smart speaker seiring bertambah agresifnya penetrasi Alexa dan Google Assistant. Tidak terkecuali Altec Lansing, pemain lama yang nyaris bangkrut di tahun 2012 sebelum akhirnya dibeli dan diselamatkan oleh investor bernama Infinity Group.

Di event CES 2018 kemarin, Altec Lansing memperkenalkan lini smart speaker perdananya yang ditenagai Google Assistant. Tidak tanggung-tanggung, lini tersebut langsung diisi oleh tiga produk sekaligus.

Yang pertama adalah GVA1 Live, yang secara konsep mirip seperti Google Home. Meski fisiknya cukup ringkas, di dalamnya tertanam woofer berdiameter 2 inci dan sepasang radiator pasif yang masing-masing juga berukuran 2 inci. Wi-Fi dan Bluetooth pastinya tersedia, demikian juga dengan kapabilitas multi-room.

GVA4 Live at Home / Altec Lansing
GVA4 Live at Home / Altec Lansing

Speaker yang kedua adalah GVA4 Live at Home yang berdimensi paling besar. Selain pastinya menawarkan performa audio yang lebih superior, speaker ini juga unik karena dilengkapi Qi wireless charger pada permukaan atasnya – meski saya pribadi penasaran apakah ponsel yang diletakkan di atasnya tidak terjatuh akibat getaran speaker yang sedang diputar dalam volume cukup keras.

Speaker yang terakhir adalah GVA3 Live To-Go, yang sesuai namanya, dimaksudkan untuk dibawa bepergian. Selain mengemas handle, speaker ini juga tahan air dengan sertifikasi IP67, serta dapat beroperasi selama 10 jam nonstop sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Evo True Wireless Earbuds – MZX658

Altec Lansing EVO MZX658

Di samping lini smart speaker, Altec Lansing juga memanfaatkan expo teknologi terbesar itu untuk mengungkap true wireless earphone generasi terbarunya, yang dari gambarnya saja sudah kelihatan jauh lebih menarik ketimbang percobaan pertama mereka.

Dukungan voice assistant tentu saja tersedia, demikian pula dengan body tahan air bersertifikasi IPX6. Baterainya dapat bertahan selama empat jam, dan charging case-nya bisa menyuplai hingga empat kali lagi. Yang cukup unik, charging case-nya ini kompatibel dengan Qi wireless charger, sehingga pengguna benar-benar tidak perlu berhadapan dengan kabel sama sekali.

Keempat produk baru ini dijadwalkan hadir tahun ini juga, tapi belum dipastikan kapan. Harganya masing-masing adalah sebagai berikut: $100 untuk EVO MZX658, $130 untuk GVA1 Live, $150 untuk GVA3 Live To-Go dan $200 untuk GVA4 Live at Home.

Sumber: The Verge.

Kodak Scanza Tawarkan Cara Mudah untuk Mengubah Film Kamera Analog Menjadi Gambar Digital

Sebagai salah satu produsen rol film yang paling dominan di masa kejayaaan fotografi analog, sangat masuk akal apabila Kodak juga menjadi pihak yang mencoba melestarikan fotografi analog hingga kini. Inisiatif terbaru mereka dimaksudkan supaya pengguna kamera analog tetap memanfaatkan kamera-kamera kesayangannya, tapi di saat yang sama tidak menghentikan kebiasaan mengunggah foto ke media sosial.

Buah pemikirannya adalah Kodak Scanza, sebuah digitizer berwujud ringkas yang berfungsi untuk mengubah film negatif (klise) menjadi gambar digital berformat JPEG, dengan resolusi 14 atau 22 megapixel. Tinggi dan diameternya tidak lebih dari 13 cm, sehingga membawanya bepergian masih terkesan rasional.

Kodak Scanza

Diperkenalkan di ajang CES 2018, Scanza bisa memindai banyak jenis film atau slide sekaligus (35mm, 126 110, Super 8, 8mm) dengan bantuan sejumlah adapter yang tersedia. Hasil scan-nya bisa langsung disimpan ke SD card, disimpan di komputer (Windows atau macOS) yang tersambung via USB, atau langsung dilihat di monitor atau TV via sambungan HDMI.

Scanza turut dibekali layar 3,5 inci yang bisa dimiringkan, yang dapat digunakan untuk menyesuaikan tingkat kecerahan maupun warna foto sebelum disimpan dalam format JPEG dan akhirnya bermukim di Instagram sembari mendulang like.

Kodak Scanza saat ini sudah dipasarkan seharga $170. Selain Scanza, sebelumnya juga ada digitizer lain yang tidak kalah unik dan praktis. Namanya FilmLab dan ia sebenarnya merupakan aplikasi smartphone, namun sampai sekarang statusnya masih dalam tahap pengembangan setelah menjalani kampanye penggalangan dana di Kickstarter.

Sumber: DPReview.

Yi Horizon VR180 Siap Abadikan Foto atau Video 3D dalam Resolusi 5,7K

Startup kamera binaan Xiaomi, Yi Technology, kembali meluncurkan kamera untuk medium virtual reality setelah tahun lalu menjalani debutnya lewat Yi 360 VR. Penawarannya kali ini sedikit berbeda karena didukung oleh kemitraannya langsung bersama Google.

Dijuluki Yi Horizon VR180, kamera ini dirancang secara spesifik untuk format baru yang Google canangkan. Selain Yi, Lenovo sebelumnya juga sudah mengumumkan produk serupa bernama Mirage Camera, dan keduanya dimaksudkan untuk membantu para kreator menciptakan foto maupun video 180 derajat yang bakal terlihat immersive dinikmati dari VR headset.

Yi Horizon VR180

Dibandingkan kepunyaan Lenovo, Horizon VR180 sedikit lebih unggul di atas kertas. Chipset Ambarella H2V95 memungkinkannya untuk merekam foto atau video 3D dalam resolusi 5,7K 30 fps. Semuanya diolah tanpa memerlukan perangkat tambahan, dan live streaming pun juga bisa dilakukan tanpa kesulitan.

Pengoperasiannya mengandalkan layar sentuh 2,2 inci yang terletak di belakang. Resolusinya memang biasa saja (640 x 360), tapi setidaknya layar dilengkapi engsel sehingga dapat dilipat menghadap ke depan, memudahkan pengambilan selfie maupun wefie.

Yi Horizon VR180

Kualitas audio yang direkam dijamin oleh empat buah mikrofon terintegrasi dengan noise reduction. Charging-nya mengandalkan konektor USB-C, namun sayang tidak ada informasi mengenai estimasi daya tahan baterainya.

Berdasarkan info yang tercantum di situs resminya, Yi Horizon VR180 bakal dipasarkan mulai musim semi mendatang, akan tetapi banderol harganya belum ditetapkan. Lenovo sendiri bakal memasarkan Mirage Camera seharga $300, jadi kemungkinan besar harga yang dipatok Yi tidak akan jauh-jauh dari kisaran tersebut.

Sumber: DPReview.

Drone Autel Evo Siap Tantang DJI Mavic Pro dengan Kamera 4K 60 Fps

Tidak perlu dipungkiri, DJI sudah menjadi kiblat bagi para pesaingnya di industri drone. Hal itu begitu tersirat pada drone terbaru buatan Autel Robotics berikut ini. Dijuluki Evo, dari penampilannya saja sudah kelihatan kalau ia mengambil inspirasi dari DJI Mavic Pro.

Pada kenyataannya, cukup banyak kesamaan antara Evo dan Mavic. Keduanya dapat dilipat agar bisa disimpan dengan mudah, keduanya dapat mendeteksi sekaligus menghindari rintangan dengan sendirinya, dan keduanya pun dapat dioperasikan dari jarak sejauh 7 kilometer.

Evo bahkan bisa mengudara selama 30 menit nonstop, sama persis seperti varian baru Mavic Pro Platinum. Namun Autel tidak mau hanya sekadar meniru, mereka juga ingin Evo bisa jadi alternatif yang lebih unggul ketimbang Mavic. Pertanyaannya, apa yang bisa disempurnakan lagi dari Mavic?

Autel Evo

Yang pertama adalah kamera yang menggantung pada gimbal 3-axis-nya. Evo sanggup merekam video pada resolusi 4K 60 fps. Di saat yang sama, Mavic hanya terbatas pada resolusi 4K 30 fps. Yang kedua, Evo bisa melaju dalam kecepatan 20 meter per detik, juga sedikit di atas kemampuan Mavic.

Ketiga, Evo datang bersama remote control yang dilengkapi layar OLED 3,3 inci (bisa menerima live stream dari drone dalam resolusi 720p), yang berarti smartphone bisa Anda simpan di saku selama mengoperasikan Evo.

Autel Evo rencananya akan dipasarkan seharga $1.000, sama persis seperti Mavic Pro standar yang lebih inferior baterainya. Sayangnya Autel belum bisa memastikan jadwal perilisannya selain mengucapkan kata “segera”.

Sumber: DPReview.

Bang & Olufsen Ramaikan CES 2018 dengan Dua Headphone Bluetooth Baru

Sudah cukup lama sejak Bang & Olufsen terakhir meluncurkan headphone Bluetooth. September lalu, mereka malah ikut meramaikan tren truly wireless earphone. Namun B&O tentunya belum lupa dengan segmen headphone premium berkonektivitas wireless. Pada kenyataannya, mereka merilis dua headphone Bluetooth sekaligus di CES 2018.

Keduanya adalah Beoplay H9i dan Beoplay H8i, masing-masing merupakan suksesor dari Beoplay H9 yang bertipe over-ear dan Beoplay H8 yang bertipe on-ear. Meski sepintas penampilannya tidak berubah, B&O sebenarnya sudah menerapkan sejumlah pembaruan yang pengaruhnya cukup signifikan.

Beoplay H9i

Sama seperti sebelumnya, noise cancelling aktif tetap menjadi sajian utama pada H9i dan H8i, akan tetapi B&O mengklaim bahwa kinerjanya kini bakal lebih efektif dalam memblokir celotehan orang-orang di sekitar pengguna. Saat diperlukan, pengguna bisa langsung menyetop jalannya musik dan mematikan noise cancelling dengan satu gesture saja.

Tidak kalah menarik adalah fitur bernama Proximity Mode. Berkat fitur ini, musik akan otomatis dihentikan ketika pengguna melepas headphone dari kepalanya, demikian pula sebaliknya.

Beoplay H8i / Bang & Olufsen
Beoplay H8i / Bang & Olufsen

Untuk Beoplay H9i, B&O memutuskan untuk sedikit menciutkan ukuran bantalan telinganya, serta menambahkan bass port untuk menyempurnakan kualitas suaranya, terutama di frekuensi rendah. Daya tahan baterainya juga ikut ditingkatkan, kini bisa bertahan selama 18 jam penggunaan.

Beoplay H8i di sisi lain tak lagi mengandalkan pengoperasian berbasis panel sentuh, melainkan deretan tombol fisik pada kedua earcup-nya. Daya tahan baterainya malah lebih dewa lagi, sampai 30 jam meski noise cancelling terus aktif.

Keduanya bakal dipasarkan mulai tanggal 25 Januari mendatang. Beoplay H9i dihargai $499, sedangkan H8i $399. Pilihan warnanya hanya ada dua: hitam atau cokelat muda.

Sumber: Trusted Reviews.