Menyimpulkan Kondisi Bisnis E-Commerce Indonesia di Paruh Pertama 2017

Bisnis e-commerce mulai memuncak di lanskap digital Indonesia setidaknya sejak tahun 2014 lalu. Nama seperti Bhinneka, Lazada, Tokopedia, Blibli, dan Bukalapak makin santer didengar, senada dengan pemasaran masif melalui berbagai saluran, seperti televisi, untuk menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Faktor eksternal, seperti logistik dan regulasi, juga mendukung terciptanya bisnis e-commerce yang lebih kondusif.

Dinamika antar pemain bisnis terjadi tatkala investasi besar mengucur, akuisisi pelanggan gencar dilakukan dengan beragam cara. Sebut saja Shopee, online marketplace besutan Sea (dulu bernama Garena) yang berambisi menjadi C2C marketplace terbesar di Indonesia. Sebelumnya sudah ada SaleStock yang mengusung konsep sejenis. Gencar melakukan akuisisi pelanggan, insentif seperti gratis ongkos kirim dan publikasi besar-besaran dilakukan Shopee yang dinahkodai Chris Feng, berbekal pengalamannya di Zalora dan Lazada.

[Baca juga: GDP Venture Berpartisipasi dalam Pendanaan Baru untuk Induk Shopee Senilai 7 Triliun Rupiah]

Akuisisi Lazada oleh Alibaba turut menghadirkan tremor untuk pemain lokal. Kendati eksistensi Alibaba sebagai raksasa e-commerce belum tampak hadir di Indonesia, namun secara bisnis Lazada di Indonesia tumbuh dengan pesat. Berdasarkan data SimilarWeb, Lazada masih menjadi yang tertinggi dalam kaitannya dengan kunjungan web, yakni mencapai 58,3 juta pada kuartal pertama tahun 2017 ini. Masih di atas Tokopedia sebagai pemain lokal yang digadang-gadang sebagai jawara dalam negeri dengan jumlah kunjungan mencapai 50,6 juta.

Akuisisi pengguna menjadi segalanya, ketika kini setiap platform telah menawarkan berbagai keunggulan layanan dan produk yang nyaris sama.

Penguasa bisnis e-commerce dunia

Memboyong penemunya menjadi jajaran orang terkaya di dunia, meski hanya dalam beberapa saat, tak salah jika Amazon ditempatkan di level puncak pemain e-commerce dunia, kendati lini bisnisnya pada akhirnya berkembang ke berbagai arah. Pola yang sama dilakukan raksasa Tiongkok Alibaba, mengawali debutnya dari IPO dengan layanan e-commerce kini penguasaan bisnis dilakukan di beragam lini bisnis, mulai dari logistik hingga penyediaan layanan komputasi awan. Keduanya bersiap hadir dan menguasai pasar di Asia Tenggara.

JD.com tak tinggal diam, dirumorkan “berebut” dengan Alibaba, akhirnya JD.com dikabarkan berhasil memboyong Tokopedia. Tak lain tujuannya adalah pasar Indonesia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan. Indonesia akan menyumbangkan separuh dari total nilai tersebut, menjadi sebuah kesempatan sekaligus tantangan yang sangat fantastis.

[Baca juga: Tujuh Poin Utama yang Tersusun dalam Roadmap E-Commerce]

Kondisi bisnis e-commerce dalam negeri

Di Indonesia sendiri, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 74/2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap E-Commerce) Tahun 2017-2019. Di dalamnya berisi 26 program yang harus direalisasikan pemerintah terkait dengan bisnis digital, termasuk aturan tentang pendanaan, perpajakan dan lainnya. Indonesia menargetkan sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan nilai US$130 miliar.

Menurut Menkominfo Rudiantara, Perpres tersebut adalah cara baru pemerintah dalam membuat kejelasan arah aturan.

Menurut riset yang dilakukan iPrice tentang perbandingan pemain e-commerce yang ada di Indonesia, Tokopedia selalu berada di posisi jajaran teratas dari berbagai parameter Peta E-Commerce Indonesia, yaitu pengunjung per bulan, instalasi aplikasi, aktivitas Twitter, ativitas Facebook dan juga karyawan.

Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice
Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice

Tren menarik yang ada, pemain e-commerce –khususnya online marketplace—berusaha menghadirkan layanan all-in-one pada layanannya. Model dompet digital juga menjadi salah satu inovasi masif yang banyak dikembangkan. Dapat ditarik sebuah benang merah arah inovasinya, yakni membuat pengguna betah memenuhi seluruh kebutuhan di satu tempat dengan mengakomodasi perputaran uang di platform yang sama.

Pembayaran, logistik dan segmentasi menjadi hal yang coba dioptimalkan penyedia layanan e-commerce di Indonesia untuk menjadi pemenang di negeri sendiri. Konsolidasi dan akuisisi diperkirakan bakal terus santer terdengar hingga akhir tahun. Setelah Alfacart dan Cipika, siapa lagi pemain yang bakal mengibarkan bendera putih tahun ini?

Indosat Ooredoo Pilih Kembali ke Khitah, Divisi Bisnis Digital Dikurangi

Indosat Ooredoo akan fokus ke bisnis utama, seluler, sebagai khitahnya, mengurangi divisi bisnis digital lewat pengumuman penutupan layanan e-commerce Cipika, aplikasi e-book Cipika Bookmate, dan aplikasi e-money Dompetku pada tahun ini. Hal ini diungkapkan langsung President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander (Alex) Rusli di hadapan media, kemarin (12/6).

Alex menilai bisnis digital yang mulai digeluti sejak dirinya terpilih menjadi CEO di Indosat pada lima tahun lalu, tidak membuahkan hasil bagi perusahaan. Menurutnya, berbagai lini digital yang sudah diinvestasikan Indosat memang membuahkan pendapatan, tetapi pertumbuhannya tidak berjalan sustainable.

“Ini enggak ada yang salah, hanya merusak EBITDA. Penggunaan hanya naik ketika dikasih promosi saja. I have to stop when I have to stop, right? If I was outside doing digital outside, maybe I’ll do it. Tapi matriksnya enggak sama dengan telko, yang mana matriksnya ada empat. Yaitu EBITDA, revenue, EBITDA margin, dan profit. I don’t get value at all while growing digital business,” terangnya.

Menurut Alex, lima tahun adalah waktu yang cukup untuk sekadar mencoba layanan baru di luar bisnis seluler. Selama itu juga, pihaknya telah mengucurkan banyak suntikan untuk mendukung bisnis digital. Meskipun demikian, dia enggan membeberkan nilai investasi yang sudah dikucurkan perusahaan.

Everytime i want to make it grow, I have to sacrifice something else. Misalnya, uang yang seharusnya saya bisa pakai untuk marketing, sales, bangun jaringan. Akhinya ini enggak jadi self sustained, enggak bisa hidupin dirinya sendiri.”

Tutupnya berbagai bisnis digital Indosat, sambungnya, secara langsung memang jadi hal yang paling ditakuti perusahaan. Apalagi inovasi digital banyak yang bersifat mengganggu pasar, dikhawatirkan menjadi senjata makan tuan bagi pemain operator telekomunikasi.

Indosat sendiri memiliki kekuatan yang tidak bisa digeser, yakni lisensi sebagai operator. Ada alokasi frekuensi jaringan dari pemerintah yang menjadi kekuatan utama demi eksistensi Indosat di pasar. Hal ini, pada akhirnya, memaksa perusahaan untuk melakukan berbagai efisiensi karena ruang untuk mengeruk keuntungan mengecil.

“Ya takut banget [inovasi disruptive], tapi kami punya lisensi ada alokasi frekuensi dari pemerintah. That’s the one that no one can take away from us. Mau bagaimanapun juga, digital is the future tapi telko sebagai penyedia jaringan will always have a place di dalam ekosistem itu. Mungkin profit margin-nya tidak sebesar dulu, justru makin berat buat kita. Makanya the key is becoming more efficient.”

Dalam laporan keuangan Indosat pada kuartal I/2017, laba perusahaan tertekan hingga 19,9% dibandingkan periode yang sama, senilai Rp173,9 miliar dari sebelumnya Rp217,2 miliar. Adapun total pendapatan perusahaan tumbuh 7% menjadi Rp7,28 triliun, kontribusi dari bisnis seluler sebesar Rp6 triliun dan sisanya dari non seluler (MIDI dan telekomunikasi tetap) sebesar Rp1,23 triliun.

Cari mitra bisnis untuk Artajasa

Sebagai bagian bentuk dukungan untuk anak usaha atau mungkin realisasi dari langkah efisiensi, Indosat sedang mempersiapkan pencarian mitra bisnis untuk PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa), perusahaan pengelola jaringan ATM Bersama, yang berada di bawah naungan PT Aplikasinusa Lintasarta.

Nantinya mitra bisnis tersebut akan masuk lewat penerbitan lembar saham baru dengan maksimal kepemilikan 25%. Indosat tidak berencana untuk berpartisipasi dengan menyuntikkan dana segar demi menambah kepemilikan sahamnya. Otomatis membuat sahamnya jadi terdilusi.

Alexander mengungkapkan ada empat mitra yang sudah mengungkapkan ketertarikannya untuk masuk ke Artajasa. Seluruhnya berasal dari perusahaan institusi keuangan luar negeri. Hanya saja dia enggan membeberkan nama-namanya dan memastikan proses penentuan pemenang masih berlanjut hingga dua bulan ke depan.

“Kami cari partner, tidak pernah ada pembicaraan untuk jual [Artajasa]. Nanti akan issue saham baru dengan maksimal kepemilikan saham 25%. Itu kajiannya sudah matang. Eksekusi masih jalan, ada empat calon. Nanti ditentukan dalam dua bulan ke depan.”

Indosat memiliki 72,36% saham di Lintasarta. Anak usaha ini khusus bermain di sektor komunikasi data dan teknologi informasi.

Secara total, Indosat memiliki enam anak usaha, yakni Indosat Singapore Pte. Ltd., Indosat Mega Media, Interactive Vision Media, Starone Mitra Telekomunikasi, Portal Bursa Digital, dan Lintasarta.

Tiga Pelajaran dari Penutupan Layanan E-Commerce Cipika

Layanan e-commerce besutan Indosat Ooredoo, Cipika, mengumumkan penutupan layanannya 1 Juni mendatang. Ada yang menganggap hal ini sebagai lampu kuning dan menjadi sinyal kehati-hatian, ada yang menganggap hal ini sebagai bagian dinamika kompetisi sehat industri e-commerce di tanah air.

Apapun itu, kami mengidentifikasi tiga pelajaran penting yang bisa kami petik dari penutupan layanan yang hadir sejak tahun 2014 ini. Mereka adalah:

Struktur yang tidak mendukung

Berbeda dengan Blanja dan elevenia, dua anak perusahaan Telkomsel dan XL Axiata yang menyasar sektor yang sama, Cipika bukanlah perusahaan tersendiri. Cipika dibangun sebagai suatu unit bisnis di bawah Indosat Ooredoo Digital.

Struktur seperti ini menyulitkan Cipika untuk bergerak, mengambil keputusan, akuisisi mitra, mengatur budget, dan hal-hal lain yang lebih mudah dilakukan sebagai suatu entitas terpisah. Seorang Kepala Divisi tidak mudah mengatur semuanya sendirian, jika dibandingkan seorang CEO yang memiliki jajaran C-level dan VP di bawahnya.

Indosat Ooredoo melakukan spin off terhadap layanan pembayaran (PayPro) dan layanan mobile advertising (IMX), tapi sudah terlambat untuk Cipika.

Branding yang tidak tepat

Meski sudah hampir 3 tahun berdiri, tidak banyak kalangan masyarakat umum yang mengenal Cipika sebagai sebuah brand layanan e-commerce. Nama Cipika hampir tidak pernah muncul di berbagai survei soal top of mind layanan e-commerce di Indonesia atau peringkatnya selalu jauh di bawah dibanding layanan serupa.

Untuk kalangan early adopter, Cipika memiliki arahan yang terus berubah. Awalnya Cipika ingin menyasar pasar kuliner dan kerajinan tradisional, kemudian beralih ke penjualan produk gadget dan travel, yang terakhir menyasar konten digital, termasuk permainan dan buku digital.

Tahun ini mereka masih berupaya pivot ke arah penjualan grosir, tapi rencana tersebut tidak terlaksana tuntas.

Penting untuk memiliki keunikan, tetapi sebaiknya ciri khas tersebut tidak hilang seiring dengan evolusi layanan.

Untuk bertahan membutuhkan biaya (dan kepercayaan)

Lupakan Lazada, Tokopedia, atau Bukalapak yang sudah beberapa kali mendapatkan pendanaan dari investor. Meskipun sama-sama didukung perusahaan telekomunikasi besar, jika dibandingkan dengan Blanja atau elevenia, Cipika terkesan tidak mendapatkan dukungan dana cukup untuk bersaing dan tetap relevan.

Meskipun kita tidak tahu persis berapa dana yang disuntikkan oleh perusahaan untuk Cipika, Blanja dan elevenia mendapatkan kepercayaan diri ketika mengumumkan perolehan dana ratusan miliar Rupiah dari induk perusahaannya demi memastikan bisnisnya di sektor ini adalah prioritas. Cipika, di sisi lain, sayangnya tidak menyiratkan hal ini.

Sekali lagi ini bukan cuma soal uang, tetapi bukti keyakinan bahwa bisnis bakal tetap bertahan dan menjadi prioritas. Jika investor atau induk perusahaannya kurang percaya diri terhadap kelangsungan bisnisnya, hal ini akan berimbas pada kepercayaan konsumen.

Indosat Ooredoo Tutup Cipika, Divisi E-Commerce Dihapuskan

Indosat Ooredoo memastikan akan menutup layanan e-commerce Cipika 1 Juni mendatang dengan transaksi terakhir adalah 22 Mei lalu. Meskipun demikian, Cipika Play baru diperbarui beberapa bulan lalu tidak ikut ditutup. Penutupan Cipika dan pengalihan lisensi Dompetku menjadi perusahaan tersendiri, Paypro, adalah sinyal perubahan fokus unit bisnis Digital yang selama ini membawahi produk-produk berbasis OTT.

Unit bisnis Indosat Ooredoo Digital dibangun sebagai bagian tren transformasi perusahaan telekomunikasi menjadi perusahaan teknologi yang juga memiliki aset OTT. Layanan e-commerce, layanan pembayaran, layanan mobile advertising, layanan inkubator, dan dana investasi patungan dengan Softbank adalah pilar pendukungnya. Kini fokusnya berubah.

Menurut informasi yang kami terima, mereka sekarang fokus ke pengembangan jaringan dan pengembangan layanan digital melalui kemitraan. Pemisahan operasional, seperti yang terjadi dengan PayPro, disebut sebagai keputusan strategis agar gerakannya lebih gesit dan tidak bergantung pada birokrasi perusahaan besar seperti Indosat Ooredoo.

Kembali ke Cipika, divisi e-commerce disebutkan dihapuskan. Karyawan di divisi ini ada yang di-layoff dan ada yang dialihkan ke unit lain. Sementara pegawai yang sebelumnya menangani Dompetku dialihkan ke PayPro.

Kami juga mendapat konfirmasi jika Carlos Karo Karo dan Randy Pangalila, yang sebelumnya masing-masing memimpin Cipika dan Dompetku, tetap bekerja untuk Indosat Ooredoo.

Penutupan ini, meskipun tidak mengejutkan, bisa jadi imbas tidak berhasilnya pivot untuk mempertahankan layanan ini.

Dalam wawancara DailySocial dengan Group Head Digital Strategy & Investments Indosat Ooredoo Usman Khan Lodhi akhir tahun lalu, ia menyebutkan:

“Kini kami telah berevolusi dengan platform tersebut dan fokus kepada wholesale transaction dan mencoba untuk memanfaatkan customer base. [Cipika akan] sedikit melakukan pivoting dalam hal memberikan penawaran lebih yang menguntungkan dalam hal keuangan.”

Sektor e-commerce di Indonesia saat ini memiliki kompetisi yang ketat. Selain Cipika, dua layanan e-commerce lainnya dibentuk oleh perusahaan telekomunikasi, yaitu Blanja (Telkom Group) dan Elevenia (XL Axiata). Kami perkirakan konsolidasi dan perampingan akan terus terjadi sehingga hanya akan tersisa sejumlah pemain yang bertahan.

Pengumuman penutupan Cipika 1 Juni mendatang
Pengumuman penutupan Cipika 1 Juni mendatang

Ubah Model Bisnis, Cipika Play Bidik 100 Ribu Pengguna Aktif Tiap Bulan

Industri game yang terus berkembang pesat, yang ditandai dengan masuknya game luar ke Indonesia serta menjamurnya pengembang game lokal membuat Cipika Play mulai menyeriusi pasar tersebut dengan mengubah model bisnis di awal tahun ini secara besar-besaran.

Perubahannya meliputi bentuk layanan, penambahan saluran top up voucher, partners deal, dan portal Cipika Play itu sendiri. Perubahan ekosistem ini diyakini dapat menarik para pemain games untuk semakin sering bertransaksi dan nyaman dengan layanan yang sudah disediakan.

Cipika Play adalah platform pembayaran over the top (OTT) milik Indosat Ooredoo yang khusus digunakan untuk membeli token games online. Cipika Play kini sudah memasuki usia dua tahun sejak pertama kali diluncurkan sejak 2015.

“Saat pertama kali dilucurkan, kami masih setengah-setengah menjalankan Cipika Play. Namun kini melihat perkembangan yang baik, kami memutuskan untuk mulai menyeriusi ini dengan memperbaiki layanan,” ujar Head of E-Commerce Indosat Ooredoo Carlos Karo Karo, Senin (27/2).

Untuk lebih detil, berikut penjelasan yang dilakukan Cipika Play:

1. Layanan diperjelas
Di model bisnis sebelumnya, jalur pembelian voucher token bisa menggunakan dua cara, bisa dilakukan dengan metode direct purchase atau menggunakan Cipika Play Points. Cara ini dinilai membingungkan konsumen, sehingga dilakukan perombakan.

Sekarang pembelian menggunakan sistem Points. Bentuk skemanya, pelanggan melakukan top up di Cipika Play, kemudian saldo akan dikonversi ke dalam points. Nanti points tersebut digunakan untuk membeli token games online.

2. Memperbanyak saluran top up
Kini Cipika Play menyediakan empat cara pembelian voucher. Pertama, top up menggunakan potong pulsa Indosat. Kedua, top up menggunakan transfer bank atau voucher Indosat melalui platform play.cipika.co.id.

Ketiga, top up melalui convenience store untuk pengisian lewat aplikasi Dompetku. Terakhir, dengan Mobo channel. Untuk jalur ini, pelanggan dapat mengunjungi agen pulsa Indosat Ooredoo yang sudah bekerja sama dengan Cipika Play, jumlahnya lebih dari 80 ribu jaringan di seluruh Indonesia.

Untuk cara pengisian, pelanggan akan mendapat nomor virtual khusus (awalan 0814) untuk pengisian lewat voucher fisik token game. Nomor tersebut berlaku untuk seluruh pelanggan, meski bukan pemilik nomor Indosat, tapi tidak bisa dipakai untuk pengisian paket data atau telepon seperti biasa.

Dalam waktu dekat, Cipika Play akan menambah saluran untuk voucher elektronik. Rencana ini sejalan dengan target Cipika Play yang ingin memiliki inventory game sendiri dengan cara membeli token game langsung dari publisher.

Bertambahnya saluran top up dinilai akan mengurangi kebingungan konsumen terhadap sistem sebelumnya.

3. Perbaikan portal Cipika Play

Tampilan portal Cipika Play

Sebelumnya, tampilan portal Cipika Play kurang user friendly, sebab pencarian produk yang sulit dan konsumen harus mencari berdasarkan nama produk bukan nama game.

Dengan perombakan portal, kini dalam portal disediakan fitur tab game dan pencarian voucher game berdasarkan nama, bukan nama produk.

“Kami membuat design portal sebagai e-commerce tapi tidak ingin membuang-buang waktu para pemain games karena kesulitan mencari apa yang mereka mau. Dengan tampilan baru, kami perkirakan waktu kunjungan akan jadi lebih singkat sekitar 1-2 menit dari sebelumnya 4-5 menit,” kata Carlos.

4. Partners deal
Sebelumnya game voucher dibeli dari pihak kedua atau ketiga. Hal ini yang menyebabkan harga voucher jadi lebih mahal. Kini lewat model bisnis baru pelanggan bisa membeli voucher dari pihak pertama. Harga yang didapat pun lebih rendah dan harga jual ke konsumen jadi lebih kompetitif.

Target Cipika Play

Dengan mengubah model bisnis, Carlos menargetkan pengguna terdaftar dapat tembus di angka 200 ribu orang dengan jumlah pengguna aktif separuhnya atau sebesar 100 ribu orang tiap bulannya. Dari sisi transaksi bisa naik 2,6 kali jadi 558 ribu dengan menggandeng penambahan mitra jadi 40 perusahaan.

Adapun pencapaian pengguna terdaftar di Cipika Play naik 33% jadi 150 ribu orang di 2016, dibandingkan dengan kenaikan di 2015 sebesar 15%. Akan tetapi, dari segi pengguna aktif hanya tembus sekitar 45 ribu orang per bulan. Sementara itu, dari segi transaksi meningkat 1,4 kali sebesar 155 ribu dengan menggandeng 27 mitra.

Kini Cipika Play sudah menjaring 177 game online, dengan komposisi 150 game PC dan sisanya 27 untuk game mobile. Sekitar 98% game berasal dari luar negeri, sementara 2% sisanya dari lokal.

Untuk target jangka panjang, diharapkan market share Cipika Play di Indonesia bisa menembus angka 5% pada 2020 mendatang. Angka ini diukur berdasarkan perkiraan Kominfo terhadap pendapatan industri game di Indonesia mencapai $700 juta di 2016 dengan pertumbuhan total sekitar 40% dari seluruh lini.

“Kami targetkan Cipika Play bisa grab marketshare sekitar 5% untuk industri game Indonesia di 2020 mendatang. Angka ini sudah tergolong besar. Untuk capai ke sana, yang terpenting kami buat peningkatan dalam ekosistem Cipika Play jadi lebih solid dan nyaman buat pelanggan,” pungkasnya.

Rencana Layanan Digital dan Investasi Indosat Ooredoo Tahun 2017

Tahun 2016 merupakan tahun krusial bagi Indosat Ooredoo untuk membangun platform, mengembangkan sistem, dan menghadirkan layanan digital. Realisasinya mencakup inovasi Dompetku, layanan penjualan produk Cipika hingga startup berkualitas lulusan program akselerator Ideabox.

Tahun 2017 mendatang layanan digital Indosat Ooredoo mulai memasuki tahap scale-up. Kemitraan yang telah dijalin dengan berbagai mitra akan diperluas, baik dalam negeri maupun mancanegara. DailySocial berkesempatan berbincang langsung dengan Group Head Digital Strategy & Investments Indosat Ooredoo Usman Khan Lodhi tentang rencana-rencananya tahun depan.

Bangkitnya model bisnis berbasis “telco and bank agnostic”

Pertengahan tahun 2016 Indosat Ooredoo hanya memberikan layanan dan pembayaran khusus kepada pengguna Indosat Ooredoo. Melihat besarnya peluang yang ada terhadap platform yang dimiliki, sekitar bulan Oktober 2016 model bisnis berbasis telco and bank agnostic kemudian dikembangkan oleh Indosat Ooredoo. Bagi Indosat Ooredoo sendiri, strategi ini sengaja dihadirkan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat Indonesia menikmati layanan digital yang ada di Indosat Ooredoo.

“Strategi ini kami lancarkan sesuai dengan roadmap dari Indosat Ooredoo. Pada akhirnya, Indosat Ooredoo tidak ingin memberikan batasan dengan hanya mengkhususkan pengguna operator Indosat Ooredoo saja yang bisa menikmati layanan digital, tapi juga semua pengguna. Kami yakin telah membangun ekosistem, memberikan layanan yang pada akhirnya akan membuat pengguna lebih happy,” kata Usman.

Model bisnis agnostic yang dimiliki oleh Indosat Ooredoo diklaim menjadi salah satu pioneer dan hingga kini belum diterapkan oleh operator lainnya. Kemudahan cross-operator yang diciptakan oleh Indosat Ooredoo diharapkan bisa memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk kemudian memanfaatkan layanan andalan yang ada di Indosat Ooredoo, seperti Dompetku dan Cipika.

Perkembangan dan rencana Dompetku

Disinggung tentang perkembangan Dompetku di kuartal pertama hingga kuartal ke empat tahun 2016, Usman menegaskan Dompetku mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dompetku telah meluncurkan banyak program mulai dari branchless banking, Dompetku Nusantara, sekaligus melancarkan kemitraan dengan berbagai perusahaan terkait, termasuk bank lokal dan asing.

Tahun 2017 mendatang Dompetku akan memasuki tahap scale up, baik dari sisi platform, proses akuisisi pelanggan, maupun transaksi.

“Dompetku merupakan salah satu layanan e-money yang mengalami volume transaksi cukup besar sepanjang tahun 2016. Kami termasuk yang terdepan dan kami ingin memberikan layanan yang lebih dengan memfokuskan layanan yang relevan kepada pengguna,” kata Usman.

Menurut Usman, pada kuartal pertama tahun 2017 Dompetku akan meluncurkan beberapa inovasi terbaru yang akan memberikan pilihan lebih dan kemudahan kepada pengguna. Di sisi lain Indosat Ooredoo juga ingin mendorong kepada pengguna untuk lebih memanfaatkan penggunaan aplikasi.

Sejak awal Dompetku lebih banyak dimanfaatkan oleh pengguna melalui SMS dan USSD, selanjutnya Indosat Ooredoo ingin mengajak semua orang untuk memanfaatkan aplikasi mobile.

Salah satu cara yang dilakukan adalah menjalin kemitraan lebih banyak lagi dengan berbagai institusi keuangan, bank dan perusahaan terkait lainnya yang memudahkan pengguna untuk melakukan pembayaran, tagihan, pinjaman dan lainnya.

“Saat ini kami telah membentuk ekosistem tersebut dan langkah selanjutnya adalah memperbesar layanan dan mengakuisisi lebih banyak pengguna untuk menggunakan aplikasi,” kata Usman.

Toko online Cipika

Saat ini Toko online Cipika telah menjadi platform penjualan yang fokus pada gadget, elektronik dan berbagai produk Indosat Ooredoo. Di tahun 2017 proses kurasi untuk produk akan dilakukan untuk memastikan Cipika memiliki produk yang spesial.

“Kini kami telah berevolusi dengan platform tersebut dan fokus kepada wholesale transaction dan mencoba untuk memanfaatkan customer base. [Cipika akan] sedikit melakukan pivoting dalam hal memberikan penawaran lebih yang menguntungkan dalam hal keuangan,” kata Usman.

Sebelumnya Indosat Ooredoo mencoba untuk menjual produk makanan dalam Cipika. Ke depannya mereka hanya fokus ke tiga kategori yang dinilai lebih tepat dan tentunya relevan untuk konsumen Cipika.

“Cipika di tahun 2016 merupakan tahun yang sibuk dalam hal membangun platform, integrasi dan lainnya. Kini semua selesai dan tahun 2017 akan kami hadirkan layanan baru,” kata Usman.

Ideabox batch keempat dan Ideabox Ventures

Sejak awal diluncurkan, Indosat Ooredoo ingin menghadirkan kesempatan yang berbeda dari program akselerator lainnya di Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menjalin kerja sama dengan Kejora dan Mountain Partners. Program akselerator yang sudah memasuki batch keempat ini diklaim sebagai salah satu program yang dihadirkan secara khusus untuk startup yang ingin meluncurkan produk, didukung kesempatan lebih dari Indosat Ooredoo.

“Bukan hanya kesempatan mendapatkan funding dan kelas pengajaran yang berkualitas, dengan mengikuti program akselerator Ideabox Alpha para peserta yang beruntung juga bisa mendapatkan kesempatan mempromosikan produk dan memanfaatkan kesempatan untuk mengakuisisi pengguna melalui 85 juta pengguna Indosat Ooredoo di seluruh indonesia,” kata Usman.

Saat ini Ideabox Alpha sudah menjadi salah satu program akselerator pilihan startup dan telah melahirkan beberapa startup yang memiliki potensi untuk berkembang, di antaranya adalah Pawoon dan Karental.

Di tahun 2017 mendatang melalui Ideabox Ventures, nantinya akan dipilih startup terbaik yang berkesempatan mendapatkan funding lanjutan setelah tahap awal. Hal ini dilakukan Ideabox Ventures untuk menjembatani startup yang kesulitan mendapatkan funding pada tahap selanjutnya.

“Kami fokus pada startup yang masuk dalam kategori fintech, cyber security, telekomunikasi, layanan e-commerce dan service economy terkait. Dengan demikian startup yang masuk dalam kategori tersebut berkesempatan untuk mengembangkan produk dengan fokus ke kategori yang ditentukan,” kata Usman.

Disinggung tentang prediksi tren startup teknologi yang menjadi tren di tahun 2017 mendatang, Usman mengungkapkan layanan Financial Technology (Fintech) masih menjadi layanan yang favorit dan memiliki potensi yang cerah. Layanan lain yang juga diprediksi bakal makin banyak dikembangkan adalah layanan logistik, cyber security, dan pengelolaan big data.

Pendekatan Digital Indosat Ooredoo di Era Over The Top

Pasca layanan OTT (Over The Top) menjadi masif di kalangan pengguna perangkat komputasi, perusahaan telekomunikasi sebagai salah satu institusi terdampak harus menggerakkan strategi digital yang lebih inovatif dan agresif. Tak terkecuali bagi Indosat Ooredoo, perusahaan telekomunikasi terbesar kedua berkepemilikan 69,8 juta pengguna. Strategi e-commerce, mobile payment dan startup investment menjadi yang paling dominan terlihat dilakukan oleh Indosat saat ini.

Di e-commerce, platform Cipika dikembangkan sedemikian rupa. Dengan pengalaman pengembangan TokoOn pada tahun 2012, transformasi e-commerce Cipika bergerak gesit menyasar segmentasi yang lebih spesifik, seperti dihadirkannya model pembelian grosir melalui platform digital dihadirkan untuk menarik lebih banyak pengguna. Akses kemudahan dalam transaksi pembayaran juga digencarkan, seperti bekerja sama dengan Indormaret.

Selain e-commerce, tren di kalangan konsumen lain seperti digital wallet juga diikuti. Dengan layanan Dompetku, Indosat mencoba turut membudayakan generasi cashless memaksimalkan fungsionalitas mobile yang akrab di kalangan pengguna. Dari pemaparan Indosat, model bisnis berbasis telco & bank agnostic berhasil membawa pertumbuhan pesat di kalangan penikmat digital payment. Hingga bulan September tahun ini, pengguna aktif sudah mencapai lebih dari 4 juta, total transaksi mencapai Rp 5,5 triliun.

Menyasar consumer users di kategori lain, Cipika Bookmate hadir menyajikan koleksi buku internasional sebanyak lebih dari 500 ribu e-book dan 4000 e-book lokal. Dengan sistem pembayaran carrier billing atau potong pulsa, Indosat mencoba menawarkan kemudahan, kenyamanan dan keuntungan, bukan hanya untuk pengguna namun juga penerbit. Selain itu Cipika Play turut melengkapi portofolio produk digital yang memberikan kemudahan pengguna membeli barang di internet seperti fulltrack, voucher game online, voucher hotspot/internet dan lain-lain

Inovator lokal turut dinilai menjadi komponen penting yang perlu dirangkul, melalui berbagai program independen dan kemitraan, seperti Ideabox, Ideabox Ventures, dan SB-ISAT Fund. Indosat mencoba memberikan wadah kepada startup digital Indonesia untuk bernaung. Dengan potensi yang begitu besar dalam mengembangkan produk dan layanan digital consumer.

E-commerce yang terfragmentasi, dan optimasi potensi dari cashless generation

Bertarung di pangsa pasar e-commerce Indonesia dipastikan harus memiliki energi besar dan pendekatan yang sangat kompleks. Fokus Indosat ke arah utilisasi layanan, untuk memaksimalkan penjualan produk telekomunikasi andalan. Misalnya untuk memberikan promo barang sebagai bentuk penjualan ekslusif atau bonus poin dalam penggunaan layanan telekomunikasi tertentu. Bertarung untuk brand awareness antar layanan e-commerce yang ada akan menjadi PR yang sangat menantang, tapi e-commerce dengan potensinya memang tak boleh ditinggalkan.

Memaknai e-commerce sebagai bagian dari strategi digital dan transformasi Indosat, integrasi layanan dapat menjadi sebuah kunci. Kepemilikan jutaan pengguna perlu dipupuk dengan inovasi, untuk menghadirkan traksi yang meningkatkan kompetisi, baik secara vertikal dengan layanan lain, ataupun horisontal di lintas bisnis. Tahun 2017 Cipika harus terus dioptimalkan dengan cara-cara baru, menyelami tren digital society yang terus berkembang di pelosok negeri.

Untuk mendapatkan nominal yang besar, cashless generation dengan budaya konsumtifnya adalah sebuah peluang. Namun sebenarnya budaya digital wallet pun tampak belum terdefinisikan secara jelas. Apakah penggunaannya sudah sepenuhnya menggantikan transaksi cash, sebagai lifestyle (penggunaan tidak sebagai mode primer) ataupun lainnya.

Lagi-lagi perusahaan harus mematahkan tantangan untuk membangun kultur tersebut. Potensinya masih besar, kendati bersaing dengan layanan lain. Di sini integrasi layanan juga menjadi poin kunci. Bagaimana memperluas kanal pembayaran, memberikan keuntungan promo, dan sebagainya.

Definisi baru produk telekomunikasi: menyatu dengan layanan

Sempat menjadi “musuh” para perusahaan telco, akhirnya OTT bisa bergerak lebih leluasa tanpa distraksi. Tak lain karena telco sudah menemukan ramuan pas untuk tetap mengoptimalkan bisnis telekomunikasi sembari layanan digital “gratis” bermunculan, dengan membangun ekosistem layanan digital di dalamnya. Menyajikan konten khusus bagi penggunanya untuk beragam kebutuhan. Cipika Bookmate misalnya, mencoba hadir bersama tren membaca buku digital, menawarkan buku eksklusif dengan metode pembayaran yang sangat mudah.

Tak hanya produk Cipika, melalui kanal inkubasi dan investasinya untuk startup digital, model aplikasi konsumen seperti itu turut ingin disajikan. Startup digital lokal dinilai lebih mampu memahami kebutuhan pengguna, menyelesaikan permasalahan riil yang ada di masyarakat. OTT bukan menjadi musuh lagi, ketika konten digital dengan arus serupa dapat dikeluarkan dari dalam payung bisnis perusahaan teleco.

Tahun 2017 akan segera membuka berbagai peluang baru di sektor digital. Fintech, e-commerce, on-demand dan tipe layanan digital lain semakin matang di Indonesia. Bagaimana telco berelaborasi dengan tren tersebut akan berdampak pada kekuatan konsumsi di kalangan pengguna. Bersinergi dan memberikan banyak pilihan, atau berdiam lalu ditinggalkan.

Dari apa yang sudah dilakukan Indosat Ooredoo selama tahun 2016, tampaknya penekanan segmen digital untuk layanannya masih akan terus digencarkan.

Telco dan E-commerce, Definisi Baru Telecommerce di Indonesia

Sebagai negara mobile-first dengan jumlah pengguna koneksi mobile lebih banyak dibanding penduduknya, 326 juta pengguna vs. 255 juta penduduk, para penyedia telekomunikasi Indonesia sedang berada di posisi terbaik untuk membentuk masa depan e-commerce dan mobile commerce di Indonesia.

Namun meski sektor telekomunikasi menyumbang 3,14% dari total GDP di Indonesia pada tahun 2014, menempatkan pasar mobile di Indonesia sebagai yang terbesar keempat dan masuk ke dalam 10 besar pasar 3G, bagaimanakah posisi raksasa telekomunikasi  di tengah maraknya belanja online di kawasan ini?

Kondisi masyarakat digital Indonesia 2016
Kondisi masyarakat digital Indonesia 2016

Dari telekomunikasi ke ‘telecommerce’

Secara tradisional, perusahaan telco dulunya adalah satu dari sedikit pihak yang memiliki akses langsung ke pelanggan. Namun seiring dengan booming-nya e-commerce, hal ini perlahan berubah. Sektor telekomunikasi di Indonesia didominasi oleh tiga pemain besar; Telkom, Indosat Ooredoo dan XL Axiata, yang meraup 80% dari total market share di Indonesia.

Tiga perusahaan ini pun tidak melewatkan kesempatan untuk membantu membangun sektor e-commerce di nusantara, baik melalui investasi ataupun strategic partnership. Di bawah ini adalah snapshot landscape perusahaan telco di Indonesia dan partisipasi mereka dalam membangun perusahaan telecommerce.

Telkom x eBay: Blanja.com

Dimiliki negara sebesar 52.6%, Telkom memiliki jaringan dan merupakan penyedia layanan telekomunikasi terbesar di Indonesia. Telkomsel, subsidiary untuk penyedia layanan mobile, memiliki kontrol sebesar 46% dari total market share di Indonesia dengan lebih dari 152 juta pengguna.

Sejak tahun 2009, perusahaan ini telah menjelajah ke ruang e-commerce lokal dengan menginvestasikan $5 juta di sebuah perusahaan e-commerce bernama Plasa.com. Plasa.com kemudian berubah menjadi proyek di bawah MetraPlasa dan merger dengan Blanja.com, sebuah usaha bersama dari Telkom dan eBay yang diluncurkan pada tahun 2012.

Setelah kerjasama terjalin, eBay menyuntikkan dana sebesar $9.2 juta ke marketplace ini, memberikan eBay kepemilikan sebesar 49% dan 51% untuk Telkom. Sebagai tambahan, partnership ini juga mengizinkan merchant di Blanja bisa dengan mudah memasarkan produk mereka dalam skala global dan dengan harga yang lebih murah melalui koneksi eBay.

Sebagai tanda dari komitmen mereka untuk berpartisipasi di industri ini, bulan April lalu Telkom melalui subsidiary-nya, TelkomMetra, dan eBay menginvestasikan dana segar  sebesar $25 juta ke Blanja. Pendanaan ini akan dipimpin oleh Telkom yang akan berkontribusi sebesar 60% atau sekitar $15 juta. Blanja telah mencatatkan nilai transaksi sebesar $35 juta pada tahun 2015 dan saat ini ada di peringkat #198 untuk web traffic di Indonesia berdasarkan data dari SimilarWeb. Blanja saat ini dipimpin oleh CEO Aulio Marinto.

Namun demikian, bahkan dengan segala sumber daya tersebut di jangkauan mereka, pertumbuhan situs marketplace ini masih tertinggal jika dibandingkan dengan kompetitornya seperti Tokopedia dan Lazada. Hal ini diperkirakan juga disebabkan oleh pembatasan yang ditetapkan untuk para vendornya seperti keharusan memiliki izin resmi pemerintah untuk mendaftar di website dan larangan menjual barang second-hand.

Indosat Ooredoo: Cipika Store

Perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia ini memiliki 69.8 juta pengguna dalam database nya. Berdiri sebagai perusahaan milik negara, Indosat diakuisisi oleh perusahaan telekomunikasi asal Qatar, Ooredoo Group, pada tahun 2009 dan kemudian berubah nama menjadi Indosat Ooredoo pada tahun 2015. Saat ini pemerintah hanya memegang 14.29% saham di Indosat. Awal tahun ini, perusahaan ini juga mengumumkan kemitraan dengan IBM untuk mengembangkan dan memberikan solusi pada platform IBM, Bluemix.

Melalui anak perusahaannya, IM2, Indosat pernah meluncurkan sebuah marketplace yang disebut TokoOn pada tahun 2012. Di tahun 2014, marketplace ini kemudian berpindah ke sebuah platform e-commerce dengan nama baru, Cipika Store, yang menjual kuliner dan kerajinan lokal Indonesia. Sejak itu, beberapa kategori baru juga telah ditambahkan di marketplace ini; gaya hidup, gadget, rumah dan hiburan, buku, dan permainan. Platform ini juga memungkinkan orang untuk membeli produk grosir dengan harga lebih murah.

Situs ini berada di peringkat #4166 di Indonesia berdasarkan data SimilarWeb, tertinggal jauh dengan dua perusahaan “telecommerce” lainnya. Meskipun tidak menjual produk yang sama persis, situs ini menghadapi persaingan dari Qlapa dan KedaiKuka dalam kategori produk lokal Indonesia dan pemain seperti Lazada dan Tokopedia dalam kategori lain.

XL Axiata x SK Planet: Elevenia

XL adalah perusahaan swasta pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telepon seluler yang awalnya merupakan sebuah perusahaan perdagangan dan jasa umum. Pada tahun 2009 perusahaan ini dibeli oleh Axiata Group dan sejak saat itu berganti nama dan logo menjadi XL Axiata. Per Maret 2016 XL Axiata memiliki 42.5 juta pengguna, turun 19% dari 52.1 juta pengguna pada Maret 2015.

Pada tahun 2013, Elevenia diluncurkan sebagai perusahaan patungan antara XL Axiata dan SK Planet, operator telekomunikasi Korea. Investasi awal yang dilakukan adalah $18.3 juta, dengan kedua perusahaan berbagi kepemilikan fifty-fifty. Dipimpin oleh James Lee sebagai CEO, total investasi yang telah dikantongi oleh marketplace ini sampai saat ini adalah $110 juta, menempatkannya sebagai salah satu dari lima startups paling didanai di Indonesia.

Sejak awal keberadaannya hampir tiga tahun yang lalu, Elevenia telah berusaha untuk membedakan dirinya dari marketplace yang lain dengan sistem poin dan rewards untuk penjual dan pembelinya. Penjual dapat menggunakan poin yang dikumpulkan untuk meningkatkan penjualan mereka dengan hal-hal seperti penempatan iklan dan memberikan diskon untuk pembeli. Elevenia juga menyediakan fasilitas edukasi untuk penjual di seksi ‘Seller Zone’ mereka.

Dibandingkan dengan perusahaan “telecommerce” yang disebutkan di atas, Elevenia memiliki kinerja terbaik sejauh ini dengan pendapatan sebesar $95 juta (1.3 triliun IDR) di tahun 2015. Situs ini ada di peringkat #21 di Indonesia dan mereka memproyeksikan potensi pertumbuhan penjualan lima kali lipat di tahun 2016.

Statistik perusahaan telecommerce di Indonesia
Statistik perusahaan telecommerce di Indonesia

Membangun ekosistem

Masuk ke ranah e-commerce hanyalah satu cara bagi para perusahaan telekomunikasi ini untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya yang ada di ujung jari mereka. Terbukti bahwa memiliki akses langsung ke pengguna tidak cukup untuk memastikan keberhasilan mereka dalam dunia ritel online.

Telco perlu memanfaatkan jaringan mereka lebih lagi untuk meningkatkan keberhasilan bisnis e-commerce mereka. Kabar terbaru tentang partisipasi MDI, modal ventura milik Telkom, dalam pendanaan terbaru bagi e-commerce-enabler aCommerce adalah salah satu cara membangun ekosistem e-commerce yang berkelanjutan.

Masih banyak perubahan yang perlu dilaksanakan agar peralihan ke  ‘telecommerce’ dapat berhasil. Mengingat pasar yang ditargetkan Cipika Store adalah niche, akan sulit untuk memperbesar bisnis (scale up) tanpa menghabiskan banyak uang untuk mendapatkan lebih banyak pengguna. Pembatasan yang dilakukan karena asosiasinya dengan pihak pemerintah menjadi salah satu alasan pertumbuhan Blanja tidak optimal, meskipun Telkom memiliki lebih dari tiga kali lipat pengguna dibanding XL Axiata. XL Axiata sementara itu memiliki portofolio e-commerce yang paling sukses dari tiga e-commerce di atas, kemungkinan karena nilai unik yang ditawarkan marketplace ini kepada para penjual maupun pelanggannya.

E-commerce di Indonesia masih berada pada tahap awal dari sebuah “lomba marathon” yang panjang, dan meskipun sekarang berposisi di belakang pemain besar seperti Lazada dan Tokopedia, masih banyak putaran selanjutnya bagi perusahaan-perusahaan ini untuk meningkatkan posisi mereka sebelum mencapai garis finish.


Disclosure: Tulisan ini dibuat oleh Rara Kinasih setelah melalui penyuntingan. Artikel aslinya bisa diakses di sini.

Artikel ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan eCommerceIQ.

Rayakan Ulang Tahun Kedua, Cipika Store akan Mulai Fokus di Penjualan Grosir

Bulan ini, tepatnya tanggal 24 Agustus 2016 nanti, layanan marketplace besutan Indosat Ooredoo Cipika Store akan berulang tahun yang kedua. Di usianya yang kedua, telah banyak perubahan dan peningkatan yang terjadi dan Cipika Store juga berencana untuk mulai fokus di penjualan barang grosir. Di sisi lain, CipikaBookmate yang merupakan diversifikasi Cipika Store juga merayakan ulang tahun pertamanya.

Chief of New Business and Innovation Indosat Ooredoo Prashant Gokarn menyampaikan bahwa di usianya yang kedua ini Cipika Store telah melakukan banyak terobosan dan perubahan demi kepuasan pelanggan. Salah satunya adalah dalam hal metode pembayaran.

“Untuk memberikan pilihan dan kemudahan bertransaksi, ada beberapa pengembangan yang kami lakukan di antaranya sistem pembayaran melalui BCA Klikpay dan Indomaret”, ujar Prashant.

[Baca juga: Layanan E-Commerce Indosat Cipika Geser Fokus Pasar ke Segmen Gadget]

Selain pengembangan sistem pembayaran, Cipika Store juga tercatat bekerja sama dengan berbagai perusahaan lintas segmen. Sebut saja Persib, Grab Express, MNC Play Media, IM3 Ooredoo, dan beberapa lainnya. Pihak Cipika pun merasa optimis karena melihat potensi e-commerce di Indonesia yang masih sangat tinggi.

Prashant mengatakan, “Dibandingkan tahun sebelumnya, Cipika mengalami kenaikan Gross Merchandise Value (GMV) hingga 70% sedangkan untuk cost promo mengalami penurunan hingga 50% dan Stock Keeping Value (SKU) di tahun ini didominasi oleh kategori gadget. Meski Cipika masih terhitung marketplace baru, saya yakin Cipika mampu bersaing dengan competitor.”

Selanjutnya, untuk fokus bisnis, Cipika merencanakan untuk mengakomodir kebutuhan pelanggan dengan fokus untuk penjualan barang grosir. Rencana ini dinilai bisa membawa Cipika ke posisi yang lebih baik.

“Pada tahun pertama fokus penjualan kami adalah kuliner nusantara, dalam perjalanannya kami terus melakukan pengembangan dalam program wholesale (grosir) yang berfokus kepada barang – barang outlets, gadget dan elektronik yang saat ini banyak diminati oleh pelanggan kami”, ungkap Prashant.

[Baca juga: CipikaBookmate dari Indosat Tawarkan Buku Digital dengan Sistem Langganan]

Di saat yang bersamaan, CipikaBookmate yang merupakan diversifikasi dari Cipika Store juga merayakan ulang tahunnya yang pertama. Sama halnya seperti Cipika Store, CipikaBookmate juga tengah merencanakan sejumlah inovasi untuk pelanggan-pelanggan mereka.

Beberapa di antaranya yang diungkapkan adalah sistem perpanjangan layanan melalui Direct Carrier (DCB), pembayaran via UMB, peluncuran paket harian, dan peningkatan jumlah konten di perpustakaan mereka yang bekerja sama dengan penerbit-penerbit ternama seperti Bentang Pustaka, Mizan Media, Rosda Karya, Zikrul Hakim Bestari, Trimkom, dan lainnya.

CipikaBookmate sendiri mengklaim telah berhasil mendapatkan pengguna aktif mencapai 80.000 dalam perjalanannya selama satu tahun beroperasi di tanah air. Angka ini ditargetkan bisa meningkat mencapai 300% pelanggan.

Application Information Will Show Up Here

 

Application Information Will Show Up Here

Cipika Hadirkan Pembayaran via Indomaret

Layanan online marketplace bersutan Indosat Ooredoo Cipika baru-baru ini mengumumkan kerja sama dengan Indomaret untuk memperluas mode pembayaran. Skema O2O (Online-to-Offline) seperti ini memang patut diperhitungkan, mengingat segmen konsumtif menengah ke bawah masih dalam tahap transisi menuju layanan jual beli online.

Division Head E-Commerce Indosat Ooredoo Carlos Karo Karo dalam rilis yang kami terima menyampaikan:

“Harapan kami lewat pengembangan layanan e-commerce di Cipika Store, dapat memberikan kemudahan jasa belanja online bagi konsumen dalam melakukan transaksi. Berbelanja menjadi semakin mudah dengan sistem pembayaran langsung, para konsumen bisa memesan barang secara online dan membayar di Indomaret terdekat. Tentunya dengan Cipika Store belanja akan semakin mudah.”

Sama dengan layanan e-commerce lain yang sudah terlebih dulu menggandeng Indomaret, mekanisme pembayaran dilakukan ketika pelanggan telah memesan, kemudian memilih opsi Indomaret sebagai metode pembayaran. Selanjutnya Cipika akan mengirimkan 6 digit kode pembayaran melalui email dan SMS. Menggunakan kode tersebut, pelanggan dapat datang ke Indomaret dan melakukan pembayaran melalui kasir berbekal kode tadi.

Per transaksi yang dapat dilakukan melalui Indomaret maksimal adalah Rp 5.000.000. Verifikasi pembayaran akan dilakukan otomatis melalui sistem Indomaret ke server Cipika.