Resep Amartha dan Kopi Kenangan Jaga Pertumbuhan Bisnis Selama Pandemi

Dalam sesi diskusi di acara #BUMNStartupDay2022, turut dihadirkan Co-Founder & CMO Kopi Kenangan Cynthia Chaerunnisa dan Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Keduanya sepakat bahwa pandemi telah mengakselerasi pertumbuhan bisnis mereka, di sisi lain juga turut menjaga dan meningkatkan produktivitas pegawai.

Untuk bisa terus tumbuh pasca-pandemi, masing-masing pimpinan tersebut juga mengungkapkan strategi dan keunggulan produk yang dimiliki, dan rencana ke depannya agar bisa menghadirkan produk yang relevan dan bermanfaat untuk target pengguna mereka.

Menerapkan konsep hybrid untuk pegawai

Topik yang dibahas dalam sesi tersebut adalah bagaimana perusahaan bisa mengelola produktivitas kerja pegawai  untuk bisa mendapatkan pertumbuhan bisnis yang positif. Salah satu cara yang kemudian diterapkan oleh Amartha  memberlakukan bekerja WFH kepada pegawai saat pandemi. Menurut Taufan, jika diterapkan dengan benar, konsep bekerja di rumah atau bekerja di kantor, bisa menumbuhkan produktivitas pegawai, jika sejak awal sudah ditentukan goals atau target yang ingin dicapai.

Perusahaan juga tidak membatasi kebebasan pegawai bekerja saat pandemi dan saat ini ketika kondisi sudah mulai pulih. Perusahaan sepakat bahwa konsep hybrid masih menjadi relevan dan ternyata terbukti mampu menumbuhkan produktivitas pegawai. Saat ini Amartha telah memiliki sekitar 5 ribu pegawai.

“Saat pandemi kami memberlakukan WFH semua, namun karena sejak awal goals sudah ditetapkan apa yang ingin dicapai dipastikan semua sejalan dengan misi perusahaan. Fokus kami adalah lebih mendorong kepada akuntabilitas dan kolaborasi dengan tim yang lainnya,” kata Taufan.

Hal senada juga diterapkan oleh manajemen dari Kopi Kenangan. Meskipun pegawai mereka terdiri dari para pegawai di outlet dan di kantor, namun untuk menjaga produktivitas bekerja semua, fleksibilitas dan pengawasan yang sesuai dengan SOP perusahaan terus diterapkan oleh perusahaan. Saat ini Kopi Kenangan telah memiliki sekitar 400an pegawai.

Fokus pada inovasi

Sejak awal berdiri tahun 2010 lalu, Amartha masih konsisten dengan misi awal mereka yaitu memberikan akses pembiayaan kepada kalangan yang masih belum mendapatkan akses tersebut. Kini di tahun 2022, perusahaan ingin mendigitalkan lebih banyak kawasan pedesaan, sekaligus membantu lebih banyak pelaku UMKM di pedesaan mendapatkan akses pembiayaan.

“Misi Amartha saat ini adalah bagaimana kita dapat membantu orang-orang yang masih underserved untuk bisa mendapatkan pembiayaan dan meningkatkan kesejahteraan. Di mulai dari tahun 2010 di Bogor, saat ini sudah 12 tahun Amartha berjalan,” kata Taufan.

Jika awalnya mereka belum fokus untuk mengembangkan teknologi, namun sejak tahun 2015 lalu perusahaan mulai fokus menjadi layanan microfinancing yang menghubungkan investor mulai dari kalangan institusi, perbankan, hingga individu sebagai mitra untuk bisa memberikan akses pembiayaan kepada UMKM.

Saat ini perusahaan mengklaim terus mengalami pertumbuhan di kawasan pedesaan, dan telah menjangkau sekitar 35 ribu desa. Ke depannya perusahaan memiliki target untuk bisa terus memberikan investasi ke lebih banyak lagi kawasan pedesaan di seluruh Indonesia, agar akses keuangan dan permodalan menjadi lebih merata.

“Harapannya nanti mereka yang tinggal di pedesaan juga bisa berpartisipasi di ekonomi digital. Sesuai dengan misi kami adalah selain memberikan akses finansial juga mendigitalkan pedesaan dan ekonomi informal,” kata Taufan.

Serupa dengan Amartha, Kopi Kenangan juga memiliki rencana untuk meningkatkan layanan mereka dengan menghadirkan varian produk yang lebih beragam. Bukan cuma fokus kepada minuman saja, namun perusahaan juga ingin menambah varian produk makanan dan produk lainnya. Selain produk minuman saat ini Kopi Kenangan telah memiliki produk makanan seperti Cerita Roti, Chigo dan Kenangan Manis.

“Waktu awal membuka Kopi Kenangan ibaratnya kita hanya sebagai ritel kopi biasa. Kemudian kita juga memiliki misi bagaimana untuk bisa menjadi tech enable company,” kata Cynthia.

Di tahun 2019 perusahaan telah meluncurkan aplikasi Kopi Kenangan. Melalui aplikasi tersebut pengguna bisa mendapatkan penawaran khusus yang hanya bisa dinikmati jika melakukan pemesanan melalui aplikasi. Meskipun masih memanfaatkan marketplace untuk layanan pemesanan dan delivery, namun saat ini perusahaan memiliki rencana untuk mendorong penggunaan aplikasi kepada target pengguna.

“Selain menawarkan promosi memanfaatkan aplikasi kita juga bisa melihat kebiasaan pengguna. Apakah mereka melakukan pembelian di pagi hari atau sore hari. Dari situ kita bisa melakukan targeting,  apa yang bisa di berikan kepada pengguna,” kata Cynthia.

Setelah menyandang status unicorn tahun 2021 lalu, perusahaan masih memiliki rencana untuk menambah beberapa lokasi baru di Indonesia dan juga melakukan ekspansi di luar negeri. Malaysia kemudian menjadi negara yang rencananya akan disasar oleh Kopi Kenangan.

Tahun ini, Kopi Kenangan juga masuk ke sektor FMCG dengan produk pertamanya Kopi Kenangan Hanya Untukmu. Adapun, Kopi Kenangan telah menjual sebanyak 40 juta cangkir di sepanjang 2021. Kini, perusahaan memiliki 672 outlet yang tersebar di 45 kota di Indonesia.

Kopi Kenangan Siap Ekspansi ke Malaysia pada Q4 2022

Usai mencapai tonggak unicorn, Kopi Kenangan akan menambah milestone baru pada tahun ini. Startup coffee chain tersebut siap ekspansi ke Asia Tenggara dengan membuka gerai pertamanya di Malaysia.

Malaysia is the first country untuk ekspansi di Asia Tenggara. Sebetulnya, rencana ekspansi sudah disiapkan sejak 2020, tetapi saat itu kami postpone dikarenakan pandemi Covid-19,” ungkap Co-Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata saat berbincang dengan media di Nexticorn International Summit 2022.

Edward enggan mengelaborasi lebih lanjut terkait kesiapan ekspansi ini. Namun, ia bilang ekspansi tersebut akan dibarengi dengan peluncuran produk atau brand baru, tergantung negara yang akan dituju. “Kata ‘kopi’ itu cuma dipahami di Indonesia dan Malaysia, sedangkan di negara lain tidak. Branding [baru] Kopi Kenangan akan di-announce nanti,” tambahnya.

Di masa awal berdiri, Kopi Kenangan masih memanfaakan konsep zero marketing. Mengingat saat ini awareness konsumen terhadap brand Kopi Kenangan sudah terbangun, pihaknya akan menyiapkan budget, baik untuk peluncuran produk atau pasar di luar negeri.

Menurutnya, ekspansi ini menjadi strategi Kopi kenangan untuk memperkenalkan sekaligus men-define kembali konsep kopi Indonesia di pasar internasional. Ia ingin kopi Indonesia dapat dinikmati bukan sebagai komoditas, melainkan sebagai sebuah brand.

Tahun ini, Kopi Kenangan juga masuk ke sektor FMCG dengan produk pertamanya Kopi Kenangan Hanya Untukmu. Adapun, Kopi Kenangan telah menjual sebanyak 40 juta cangkir di sepanjang 2021. Kini, perusahaan memiliki 672 outlet yang tersebar di 45 kota di Indonesia.

Menurut catatan DailySocial.id, Kopi Kenangan telah mengumpulkan dana dari investor sekitar $240 juta per akhir 2021. Ini sudah termasuk dengan pendanaan terakhir senilai $96 juta atau setara Rp1,3 triliun yang diperoleh tahun lalu.

Menanggapi gejolak ekonomi, termasuk inflasi di Indonesia, Edward mengaku bahwa perusahaan telah memprediksi situasi tersebut. Memang, situasi ini berdampak terhadap kenaikan harga beberapa bahan baku. Namun, situasi tersebut mendorongnya untuk melakukan integrasi dari sisi upstream.

Gross margin kami sudah improve sekitar 7% year-to-date, this year alone. Tentunya karena kami naikin harga, tetapi kami juga banyak melakukan upstream integration,” tambahnya.

Berdasarkan laporan Statista, pendapatan dari bisnis kopi (roast coffee) tahun ini diproyeksikan sebesar $10,6 miliar di 2022 dengan estimasi pertumbuhan CAGR 9,27% pada 2022-2025. Adapun, pendapatan dari bisnis kopi tahun lalu diperkirakan sebesar $9,5 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Haus! Kantongi Pendanaan Seri B1, Mantapkan Langkah Menuju IPO

Diluncurkan tahun 2018 lalu sebagai startup F&B di segmen produk new tea & boba, Haus! saat ini telah memiliki sekitar 200 outlet tersebar di Jabodetabek. Menerapkan model bisnis “cost leadership”, sejak awal perusahaan berupaya untuk konsisten menjaga kualitas produk.

Untuk bisa relevan dengan pangsa pasarnya, outlet turut didesain dengan nuansa gaya hidup dan dibumbui produk dengan harga jual terjangkau.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Haus! Gufron Syarif mengungkapkan, terinspirasi dari Tiongkok, produk new tea & boba yang menyasar kepada kelas menengah ke bawah memiliki potensi yang besar. Ia pun menilai bahwa ada potensi yang sama di Indonesia. Ternyata hipotesis terkait bisnis F&B tersebut tervalidasi baik di pasar. Pun demikian di mata investor.

Belum lama ini, Haus! kembali mengantongi dana segar dalam putaran seri B1 dari beberapa angel investor seperti Rama Notowidigdo mewakili Ubi Capital dan Arya Setiadharma mewakili Prasetia Dwidharma. Sejumlah pemodal ventura juga terlibat, di antaranya Strategic Year Holdings dan Atlas Global Ventures.

Dana segar akan difokuskan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan merealisasikan cita-cita perusahaan untuk segera IPO.

“Kami menyadari jika perusahaan ingin berlari kencang idealnya adalah mendapatkan pendanaan melalui VC. Harapannya dana segar tersebut bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan bisnis dan melangkah lebih cepat menuju IPO. Perusahaan juga memiliki target untuk bisa memiliki sekitar 1000 outlet, sekaligus memosisikan Haus! sebagai brand leader untuk kategori pasar ini,” kata Gufron.

Sebelumnya Haus! juga telah mendapatkan pendanaan seri A senilai 30 miliar Rupiah dari BRI Ventures melalui Dana Sembrani Nusantara. Setelah menerima suntikan dana tersebut tahun 2020 lalu, Haus! mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 54,5% dari $11 juta (156 miliar Rupiah) pada tahun 2020 menjadi $17,53 juta (252 miliar Rupiah) pada tahun 2021.

Meluncurkan aplikasi, targetkan akuisisi 20% transaksi

Sebagai bagian rencana, bulan Juli mendatang Haus! akan meluncurkan aplikasi mobile perdananya. Bermitra dengan logistik pihak ketiga Lalamove, melalui aplikasi tersebut diharapkan bisa memberikan keuntungan lebih, termasuk dengan pengelolaan data yang lebih intensif.

Saat ini perusahaan mencatat sekitar 60% transaksi berasal dari marketplace. Hal tersebut menurut Gufron telah membantu mereka untuk melakukan distribusi, namun akan menjadi ideal jika perusahaan juga memiliki data dan opsi pengantaran sendiri melalui aplikasi.

“Kami menargetkan hingga tahun 2025 mendatang sekitar 20% bisa didapatkan transaksi melalui aplikasi sendiri. Melihat dinamika yang ada saat ini, kemitraan dengan marketpalce memang sangat membantu namun ke depannya kami melihat akan ada perubahan dari sisi kebijakan komisi dan lainnya yang dikenakan oleh marketplace kepada kami,” kata Gufron.

Dengan pendekatan cost leadership, Haus! diibaratkan serupa dengan low cost budget airline, yang layanan dan produknya bisa dinikmati oleh semua kalangan. Meskipun mereka tetap konsisten memberikan kualitas produk terbaik, namun untuk harga diupayakan tetap terjangkau, menyasar segmen menengah ke bawah.

Strategi bisnis lainnya yang juga diklaim telah memberikan dampak positif adalah, sejak awal mereka tidak menjalankan operasional secara franchise atau waralaba. Menurut Gufron, dengan menjalankan operasional secara sendiri, memudahkan mereka untuk menjaga kualitas dan kontrol operasional. Untuk jangka panjang konsep seperti ini juga bisa menjadikan bisnis lebih berkelanjutan.

Pengembangan outlet modern dan minimalis

Untuk bisa menjangkau lebih banyak pelanggan, Haus! sengaja membangun outlet di berbagai lokasi yang berbeda. Mulai dari perumahan, sekolah, hingga lokasi transportasi umum seperti stasiun KRL. Meskipun tidak memiliki lokasi yang luas dan hanya berbentuk outlet sederhana, namun strategi seperti ini mampu menumbuhkan transaksi memanfaatkan pengantaran dari marketplace.

“Berbeda dengan produk serupa lainnya yang kategorinya lebih menengah ke atas, kami tidak menempatkan outlet kita di pusat perbelanjaan premium. Nantinya jika memang Haus! memiliki rencana untuk meluncurkan outlet baru di mall, yang kita pilih adalah tempat berbelanja yang masuk dalam kategori menengah ke bawah,” kata Gufron.

Sudah sangat familiarnya kalangan masyarakat menikmati minuman kekinian , menjadikan bisnis yang diterapkan Haus! dan produk serupa lainnya bisa berjalan lebih lancar. Akselerasi saat pandemi juga telah membantu mereka melakukan ekspansi outlet lebih banyak lagi jumlahnya. Menurut Gufron kategori new tea & boba dan coffee chain ketika digali lebih dalam market size-nya bernilai 10 triliun Rupiah.

“Frekuensi pembeliannya jika dibandingkan di Tiongkok yang lebih rutin, bahkan menjadikan minuman dalam kategori ini sebagai dessert atau makanan penutup. Di Indonesia sudah mulai menuju ke sana, bergeser dari tren menjadi kebiasaan,” kata Gufron.

Flash Coffee Is Listed as Centaur after Closing Series B1 Funding Round

Flash Coffee has recently closed another funding in the Series B1 round. The representative confirms this information as contacted by DailySocial, however, the company is reluctant to mention further details. It is said that the closing of the B2 round will soon follow and it potentially turns the coffee chain startup into a unicorn.

From the data that has been submitted to the regulator, a number of investors were involved in the B1 Flash Coffee round. The funds raised amounted to more than $30 million, catapulting the company’s valuation to $175 million and cementing them in the centaur ranks.

Previously, Flash Coffee has secured Series A funding worth $15 million in 2021. White Star Capital led this funding, followed by a number of other investors, including DX Venture, Global Founders Capital, and Conny & Co.

Flash Coffee’s Founder & CEO, David Brunier revealed at that time that the company would expand to 10 countries in the Asia Pacific by targeting 300 new outlets or three new outlets every week.

Brunier considers that the retail coffee outlet market in Indonesia is very attractive and has great room for growth. In addition to the high population, the upper-middle-class segment with a thirst to try new products, and coffee consumption per capita keep increasing.

Flash Coffee was founded in January 2020 and now has more outlets in Indonesia, Singapore, and Thailand. It is claimed that the majority of Flash Coffee outlets have made a profit while demonstrating the success of their business model

Based on its website, there are currently around 82 outlets spread across the Greater Jakarta area. Flash Coffee remains attractive to coffee lovers even during the pandemic.

The growth of coffee tech

In the last two years, technology-enabled coffee shop platforms have received substantial funding. Starting from Fore Coffee, Janji Jiwa, Jago Coffee, and Kopi Kenangan.

Even though the F&B business has been under a lot of pressure during the pandemic, a technology-based (O2O) approach allows these coffee chain startups to survive and accelerate their business. One of them is the grab & go concept — using the developed application, users can place orders and make payments to be picked up at the nearest outlet. On the other side is taking advantage of the food delivery service.

According to research (MIX, 2020), 40% of young coffee customers in Indonesia are starting to switch to grab & go outlets. This demand is encouraged by the shifting behavior from instant coffee, as consumers want a higher quality drink — as well as pairing it with complimentary snacks. The products sold on average are in the middle price range — below premium coffee, but above instant coffee.

The presence of the application is not solely for transactions but also as a medium to increase user retention through a series of loyalty-based promotional programs and activities. Moreover, app traffic becomes useful data for studying user habits and trends to be later translated into product and service innovations.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Flash Coffee Masuk ke Jajaran Centaur Setelah Tutup Pendanaan Seri B1

Flash Coffee baru-baru ini kembali membukukan pendanaan, kali ini untuk seri B1. Kendati enggan menyebutkan detailnya, ketika dihubungi DailySocial.id, perwakilan perusahaan membenarkan kabar tersebut. Bahkan dikatakan, penutupan putaran B2 juga tidak lama lagi akan menyusul dan berpotensi membawa startup coffee chain tersebut menjadi unicorn.

Dari data yang telah disetorkan ke regulator, sejumlah investor terlibat di putaran B1 Flash Coffee. Adapun dana yang dikumpulkan berkisar lebih dari $30 juta, melambungkan valuasi perusahaan di angka $175 juta dan mengokohkan mereka di jajaran cenatur.

Sebelumnya tahun 2021 lalu, Flash Coffee telah membukukan pendanaan seri A sebesar $15 juta. White Star Capital memimpin pendanaan ini, diikuti oleh sejumlah investor lain yaitu DX Venture, Global Founders Capital, dan Conny & Co.

Founder & CEO Flash Coffee David Brunier kala itu mengungkapkan, perusahaan akan melakukan ekspansi ke-10 negara di Asia Pasifik dengan menargetkan sebanyak 300 gerai baru atau tiga gerai baru setiap minggunya.

Brunier menilai bahwa pasar gerai kopi ritel di Indonesia sangat menarik dan punya ruang pertumbuhan besar. Selain tingginya jumlah populasi jiwa, segmen kelas menengah atas yang haus mencoba produk baru dan konsumsi kopi per kapita terus meningkat.

Flash Coffee berdiri sejak bulan Januari 2020, dan sekarang telah memiliki lebih gerai di Indonesia, Singapura, dan Thailand. Diklaim mayoritas gerai Flash Coffee telah meraih keuntungan, sekaligus memperlihatkan kesuksesan model bisnisnya

Menurut data di situsnya, saat ini ada sekitar 82 gerai yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Flash Coffee tetap mampu menarik minat para pecinta kopi walaupun dalam masa pandemi. .

Pertumbuhan gerai kopi berbasis teknologi

Dalam dua tahun terakhir platform gerai kopi yang didukung oleh teknologi telah mendapatkan pendanaan yang cukup masif. Mulai dari Fore Coffee, Janji Jiwa, Jago Coffee, hingga Kopi Kenangan.

Kendati bisnis F&B banyak mengalami tekanan saat pandemi, pendekatan berbasis teknologi (O2O) memungkinkan para startup coffee chain ini untuk tetap bertahan dan mengakselerasi bisnis. Salah satunya dengan konsep grab & go  — menggunakan aplikasi yang dikembangkan, pengguna bisa melakukan pemesanan dan pembayaran untuk kemudian diambil di outlet terdekat. Atau memanfaatkan layanan food delivery.

Menurut riset (MIX, 2020), 40% pelanggan kopi kalangan muda di Indonesia juga mulai beralih ke gerai grab & go. Permintaan ini didukung oleh pergeseran dari kopi instan, karena konsumen menginginkan minuman yang lebih berkualitas — serta memadukan dengan makanan ringan pelengkap. Produk yang dijajakan rata-rata ada di rentang harga menengah — di bawah kopi premium, namun di atas kopi instan.

Hadirnya aplikasi juga tidak semata-mata hanya dimanfaatkan untuk transaksi. Namun juga sebagai media meningkatkan retensi pengguna melalui serangkaian program promosi dan aktivitas berbasis loyalty. Lebih dari itu, trafik di aplikasi juga menjadi data yang bermanfaat untuk mempelajari kebiasaan dan tren pengguna untuk kemudian diterjemahkan menjadi inovasi produk dan layanan.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri A Startup “Coffee-Tech” Morning

Startup coffee-tech “Morning” mengumumkan pengumpulan pendanaan seri A senilai $5 juta (lebih dari 73,5 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures. Investor sebelumnya, zVentures (modal ventura milik Razer) dan Wee Teng Wen (Grup Lo & Behold), serta investor baru P9 Capital turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Morning akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk mengembangkan dan mendiversifikasi penawaran produk, serta memperluas kehadiran Morning secara global. Sebagai informasi, pengumuman investasi ditandai oleh penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang berlangsung pada acara Indonesia – Singapore Business Forum pada hari ini (14/6) di Hilton Singapore Orchard, Singapura.

Morning adalah perusahaan teknologi kopi dengan visi ingin membuat specialty coffee lebih mudah diakses di lingkungan rumah. Mesin Morning didukung oleh IoT menggunakan fitur presisi penyeduh yang dikombinasikan dengan ekosistem yang digerakkan oleh resep untuk menghasilkan setiap cangkir kopi persis seperti yang diinginkan oleh sang pemanggang.

Pengalaman Mesin Morning dilengkapi dengan Morning Marketplace, sebuah platform yang menampilkan kopi kapsul dari pemanggang kopi terkemuka di dunia. Startup ini didirikan pada pertengahan tahun lalu oleh Leon Foo (CEO) yang memiliki keahlian di bidang kopi.

“Budaya kopi telah berkembang pesat di seluruh dunia dalam dekade terakhir. Ditambah dengan permintaan yang meledak untuk solusi kopi rumahan yang lebih nyaman, didorong oleh pandemi dan tren kerja jarak jauh. Kami percaya bahwa Morning diposisikan secara optimal untuk memanfaatkan tren ini,” ucap Foo dalam keterangan resmi.

Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, “Kami percaya bahwa pengalaman menikmati kopi yang baik adalah kombinasi dari biji kopi terbaik, roaster, dan kemampuan untuk menyajikannya tepat waktu. Investasi ini akan meningkatkan kolaborasi Asia Tenggara dan memamerkan ekosistem SEA ke pasar global dengan mengintegrasikan biji kopi terbaik Indonesia dengan kemudahan teknologi kopi yang dirancang Singapura dan mesin Morning.”

Sejak peluncuran resminya, Morning telah menjual ribuan Mesin Morning berkemampuan IoT yang ikonik di hampir 30 negara. Cakupan bisnisnya tak hanya di Singapura dan Asia Tenggara saja, tapi akan diperluas ke Inggris dalam rangka melanjutkan ekspansi globalnya selama 12 hingga 18 bulan ke depan.

Morning memberikan pengalaman baru berupa ekosistem IoT dengan resep yang memengaruhi parameter minuman tertentu yang dapat digunakan para pelanggan untuk menyeduh kopi berkualitas kafe dengan satu sentuhan di rumah mereka. Meski praktis, perusahaan menjamin soal kualitas yang tetap terjaga. Saat ini, aplikasi Morning memiliki lebih dari 1.000 resep roaster yang dikembangkan oleh komunitas Morning yang terdiri dari 60 roaster kopi terkemuka.

Sebelumnya, dalam portofolio East Ventures juga terdapat startup yang bermain di gerai ritel kopi bernama Fore Coffee. Asal-muasalnya, Fore Coffee adalah proyek inkubasi dari salah satu portofolio East Ventures, yakni Otten milik Robin Boe. Otten sendiri adalah perusahaan yang menjual alat-alat perkopian, seperti penggiling, mesin espresso, dan penyeduh.

Dalam berjalannya waktu, Fore Coffee kini berhasil memiliki 110 gerai per Februari 2022. Lokasinya tersebar di 18 kota metropolitan, seperti Jabodetabek, Denpasar, Palembang, Yogyakarta, Malang, hingga Batam. Diklaim pula, Fore Coffee menyebut telah menjual 5 juta cup kopi di sepanjang 2021. Salah satu produk musimannya, Almond Cocoa Series yang dirilis akhir November 2021, tercatat menjadi menu terlaris dengan penjualan lebih dari 300 ribu gelas.

Kopi Kenangan Bags 1.3 Trillion Rupiah Funding, Becoming Indonesia’s First New Retail Unicorn

Kopi Kenangan has closed its Series C’s first round of $96 million or equivalent to 1.3 trillion Rupiah. Along with the recent investment, the company also announced the “unicorn” status with valuation exceeding $1 billion. Kopi Kenangan is the first unicorn for a new retail business.

This round was led by Tybourne Capital Management, with the participation of previous investors including Horizons Ventures, Kunlun, and B Capital; and new investor Falcon Edge Capital. The fresh fund will be focused on expanding F&B brand to new cities in Indonesia. In addition, the company is also starting to explore the regional market.

“The investor’s suppport becomes a proof and motivation for us to continue focusing on store productivity by leveraging technology to deliver the best experience for every customer […] we are committed to rapidly expanding our reach to thousands of stores in Southeast Asia, while complementing our portfolio We provide products to meet market needs,” Kopi Kenangan’s Co-Founder & CEO, Edward Tirtanata said.

Based on our observation, Kopi Kenangan has raised a total $240 million from investors with the following details:

Date Stage Investor Value
October 2018 Seed Funding Alpha JWC Ventures $8 million
June 2019 Series A Sequoia Capital India, Alpha JWC Ventures $20 million
December 2019 Series A+ Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, Jonathan Neman, Sequoia Capital India $1,5 million
May 2020 Series B Sequoia Capital India, B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, Sofina, Alpha JWC Ventures $109 million
December 2021 Series C Tybourne Capital Management, Horizons Ventures, Kunlun, B Capital $96 million

The journey

Edward co-founded Kopi Kenangan with James Prananto (CBDO) and Cynthia Chaerunnisa (CMO) in 2017. They are targeting the gap in the Indonesian market, between expensive coffee served at international coffee chains and cheap instant coffee sold through stalls (warung).

Kopi Kenangan also utilizes technology to improve user experience, as well as increasing business agility with an online to offline strategy. Customers can easily order coffee through its app, either for home-delivery, or direct pick-up at one of Kopi Kenangan outlets in Indonesia.

Through the business model, Kopi Kenangan has rapidly growing. Over the past 12 months, the brand has served 40 million cups, targeting 5.5 million cups per month in Q1 2022. They currently managed 3,000 staff in more than 600 outlets in 45 cities in Indonesia.

During the Covid-19 pandemic, Kopi Kenangan has proven its adaptability to the changing business climate and challenges. This step was taken by implementing new strategies, such as contactless booking request system that helps increase revenue growth and user base.

Local coffe-chain business

The positive feedback from the community of coffee products with the “grab and go” concept has crowded this industry. Based on DailySocial’s data, as of November 2021, there are over 4,500 coffee-chain distributed throughout Indonesia.

Some of the businesses are now optimizing digital platforms to improve their business and customer experience, including Kopi Kenangan, Fore Coffee, and JIWA Group which recently announced funding.

According to research (MIX, 2020), 40% of coffee customers in Indonesia are starting to switch to grab & go outlets. This is due to shifting from instant coffee, as consumers want a higher quality drink — as well as pairing it with complementary snacks.

The grab & go concept alone is very dependent on the outlets, although some are only used as production sites (without dine-in). For this reason, Kopi Kenangan-like startups are indeed asset-heavy, it requires a large investment in order to significantly accelerate the business.

Applications are designed to connect consumers with outlets, taking them from online to offline – or vice versa. This model is quite efficient, as companies can also take advantage of data obtained from consumer habits recorded in the application, therefore, they can offer products and services in line with its market share. In terms of consumers, the convenience and value added make them willing to use the application.

Rank (Nov 2021) App Download Rating
6 Kopi Kenangan 1 million+ 4,6
13 Boba Ceria 100 thousand+ 4,3
17 Chatime Indonesia 500 thousand+ 4,5
21 JIWA+ 100 thousand+ 4,7
22 ISMAYA 100 thousand+ 4,4
24 Fore Coffee 100 thousand+ 4,6
61 Flash Coffee 50 thousand+ 4,6
92 KULO 10 thousand+ 1,7

In terms of business, based on a report compiled by Statista, revenue from the coffee business (roast coffee) will reach $9.5 billion this year. It is estimated to experience a CAGR growth of 9.76% until 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dapat Pendanaan 1,3 Triliun Rupiah, Kopi Kenangan Jadi “Unicorn New Retail” Pertama di Indonesia

Kopi Kenangan mengumumkan telah menutup putaran pertama untuk pendanaan seri C senilai $96 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah. Dengan tambahan dana investasi ini, perusahaan turut mengumumkan bahwa telah mencapai tonggak “unicorn” atau bervaluasi lebih dari $1 miliar. Kopi Kenangan menjadi unicorn pertama untuk bisnis new retail.

Adapun putaran pendanaan seri C dipimpin oleh Tybourne Capital Management, dengan keterlibatan investor sebelumnya Horizons Ventures, Kunlun, dan B Capital; serta investor baru Falcon Edge Capital. Dana segar ini akan difokuskan untuk perluasan brand F&B baru mereka, dengan membuka kehadiran di berbagai kota baru lainnya di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga tengah merencanakan untuk mulai merambah pasar regional.

“Dukungan dari para investor merupakan bukti sekaligus memotivasi kami untuk terus fokus dalam meningkatkan produktivitas gerai dengan memanfaatkan teknologi demi mewujudkan pengalaman terbaik bagi setiap pelanggan […] kami berkomitmen untuk memperluas jangkauan secara cepat hingga mencapai ribuan gerai di Asia Tenggara, sekaligus melengkapi portofolio kami dengan produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan pasar,” ujar Co-Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata.

Secara keseluruhan, menurut catatan kami, Kopi Kenangan telah mengumpulkan dana dari investor sekitar $240 juta dengan rincian sebagai berikut:

Tanggal Tahapan Pendanaan Investor Nominal
Oktober 2018 Seed Funding Alpha JWC Ventures $8 juta
Juni 2019 Series A Sequoia Capital India, Alpha JWC Ventures $20 juta
Desember 2019 Series A+ Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, Jonathan Neman, Sequoia Capital India $1,5 juta
Mei 2020 Series B Sequoia Capital India, B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, Sofina, Alpha JWC Ventures $109 juta
Desember 2021 Series C Tybourne Capital Management, Horizons Ventures, Kunlun, B Capital $96 juta

Perjalanan Kopi Kenangan

Selain Edward, Kopi Kenangan turut didirikan oleh James Prananto (CBDO) dan Cynthia Chaerunnisa (CMO) pada tahun 2017. Mereka menargetkan celah di pasar Indonesia, antara kopi mahal yang disajikan di coffee-chain internasional dan kopi instan murah yang dijual di banyak warung.

Kopi Kenangan turut memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, serta meningkatkan kelincahan bisnis dengan strategi online to offline. Pelanggan dapat dengan mudah memesan kopi lewat aplikasi, baik untuk dikirim ke rumah, atau mengambil langsung di salah satu dari gerai Kopi Kenangan di Indonesia.

Melalui model bisnis tersebut, Kopi Kenangan telah berhasil tumbuh dengan pesat. Selama 12 bulan terakhir, Kopi Kenangan telah menyajikan 40 juta cangkir dengan target 5,5 juta cangkir per bulan pada Q1 2022. Kini mereka telah memiliki sekitar 3.000 staf di lebih dari 600 gerai di 45 kota di Indonesia.

Selama pandemi Covid-19, Kopi Kenangan juga membuktikan kemampuan beradaptasinya dengan iklim usaha dan tantangan yang terus berubah. Langkah ini ditempuh dengan menjalankan strategi-strategi baru, seperti menerapkan sistem contactless booking request yang membantu meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan basis pengguna.

Bisnis coffee-chain lokal

Penerimaan yang cukup baik dari kalangan masyarakat terhadap produk kopi berkonsep “grab and go” membuat industri ini ramai pemain. Menurut data yang dihimpun DailySocial.id per November 2021, ada lebih dari 4.500 jaringan coffee-chain yang tersebar di seluruh Indonesia.

Beberapa di antaranya kini mengoptimalkan platform digital untuk meningkatkan bisnis dan pengalaman pelanggannya, termasuk Kopi Kenangan, Fore Coffee, hingga JIWA Group yang baru-baru ini turut umumkan pendanaan.

Menurut riset (MIX, 2020), 40% pelanggan kopi di Indonesia mulai beralih ke gerai grab & go. Permintaan ini didukung oleh pergeseran dari kopi instan, karena konsumen menginginkan minuman yang lebih berkualitas — serta memadukan dengan makanan ringan pelengkap.

Konsep grab & go sendiri memang sangat bergantung dengan keberadaan gerai, kendati tidak sedikit yang hanya dijadikan tempat produksi (tanpa memiliki ruang untuk dine-in). Untuk itu, startup seperti Kopi Kenangan memang asset-heavy, dalam melakukan akselerasi bisnis secara signifikan mereka membutuhkan investasi besar

Aplikasi didesain untuk menghubungkan konsumen dengan outlet, membawa dari online menuju offline – atau sebaliknya. Model ini cukup efisien, karena perusahaan pun bisa memanfaatkan data yang didapat dari kebiasaan konsumen yang tercatat di aplikasi, sehingga dapat menyuguhkan produk dan layanan yang lebih sesuai dengan pangsa pasarnya. Dari sisi konsumen, adanya kemudahan dan value added menjadikan mereka mau untuk memanfaatkan aplikasi.

Peringkat (Nov 2021) Aplikasi Unduhan Rating
6 Kopi Kenangan 1 juta+ 4,6
13 Boba Ceria 100 ribu+ 4,3
17 Chatime Indonesia 500 ribu+ 4,5
21 JIWA+ 100 ribu+ 4,7
22 ISMAYA 100 ribu+ 4,4
24 Fore Coffee 100 ribu+ 4,6
61 Flash Coffee 50 ribu+ 4,6
92 KULO 10 ribu+ 1,7

Secara bisnis, didasarkan pada laporan yang dihimpun Statista, revenue dari bisnis kopi (roast coffee) akan mencapai $9,5 miliar di tahun ini. Diperkirakan akan mengalami pertumbuhan CAGR 9,76% sampai periode 2025.

Application Information Will Show Up Here

Jago Coffee Tutup Pendanaan Pra-Awal, Segera Perluas Jangkauan dan Rilis Kategori Baru

Startup coffee chain Jago Coffee mengumumkan penyelesaian pendanaan pra-awal (pre-seed) sebesar $250 ribu atau sekitar 3,5 miliar Rupiah dari BEENEXT, Prasetia Dwidharma, dengan partisipasi dari barista dan pengusaha kopi ternama Hidenori Izaki, serta sejumlah founder dan angel investor di ekosistem digital Indonesia.

Perusahaan akan menggunakan dana segar ini untuk melakukan ekspansi ke lingkungan perumahan di wilayah Jabodetabek dan meluncurkan kategori produk baru, di luar kopi, yang ditenagai oleh software dan hardware milik Jago. Langkah tersebut untuk dorong peralihan dari etalase ritel tradisional ke etalase seluler yang lebih efisien dan rendah karbon.

Dalam keterangan resmi, Partner BEENEXT Faiz Rahman menjelaskan bahwa infrastruktur perkotaan merupakan peluang dan tantangan untuk pengembangan ritel di negara berkembang seperti Indonesia, sehingga membutuhkan operator untuk beradaptasi dengan tahap dan keadaan pembangunan lokal.

Ia menilai Jago mewakili iterasi baru untuk ritel mikro, mengambil bentuk perdagangan tradisional dan menata ulangnya ke dalam konteks modern melalui mobilitas dan teknologi. “Kami senang dapat mendukung Jago dan percaya bahwa format ritel mikro menawarkan potensi tak terbatas untuk model konsumsi baru,” ujar Faiz.

Founder QAHWA (perusahaan konsultan kopi global) dan 2014 World Barista Champion Hidenori Izaki menambahkan, menemukan kopi enak yang nyaman dan terjangkau itu sulit ditemukan. Namun, Jago memberikan kualitas dan kenyamanan tak tertandingi bagi pecinta kopi Indonesia yang mencari lebih dari sekadar cepat seduh dan murah.

“Jago juga mampu sekaligus memberdayakan barista untuk menjalankan toko mereka sendiri. Sebagai barista yang berpengalaman, saya sangat senang dapat bermitra dengan tim Jago untuk membawa format kopi baru dan inovatif ini ke garis depan pasar minuman Indonesia,” kata Izaki.

Jago Coffee memulai operasionalnya sejak Juni 2020 dengan menawarkan layanan mobile retail enabler, yang menggerakkan retail mobile mikro melalui armada mobil troli listrik sepenuhnya milik perusahaan—menemui pelanggan kapan pun mereka mau—di mana pun mereka mau. Dimulai dengan kafe keliling yang sepenuhnya elektrik, Jago Coffee menyediakan minuman kopi berkualitas yang disajikan oleh barista yang dilengkapi dengan semua alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menyiapkan minuman segar di tempat.

Jago Coffee menawarkan pemesanan langsung dan pesan antar, layanan penjemputan dan pengiriman untuk kopi segar tingkat kafe langsung ke konsumen. Dengan model grab-and-go, perusahaan menempatkan gerobak di lokasi strategis seperti lobi gedung perkantoran, stasiun angkutan umum, dan ruang komunitas utama sehingga pelanggan dapat memesan di muka dan langsung mengambil pesanan mereka sebelum berangkat kerja atau saat bepergian.

Pengguna dapat mengunduh aplikasi Jago di iOS dan Android untuk memesan minuman yang baru diseduh untuk pengambilan dan pengiriman, sehingga tidak perlu pergi ke kafe untuk menyegarkan diri.

Membuka peluang usaha

Jago bercita-cita untuk memungkinkan siapa saja yang ingin menjadi wirausahawan untuk memulai bisnis ritel mikro mereka sendiri, memberdayakan wirausahawan mikro dengan kepemilikan yang lebih besar atas karier dan mata pencaharian mereka. Barista Jago memiliki dan mengoperasikan gerobak sendiri, menerima pelatihan profesional dari Jago untuk menyediakan produk dan layanan berkualitas tinggi kepada konsumen.

Mayoritas operator Jago berasal dari latar belakang barista profesional dan mampu memperoleh tingkat kemandirian yang tinggi melalui Jago, yang menghilangkan modal awal yang tinggi terkait dengan pembukaan kafe atau gerai ritel, sekaligus meningkatkan margin dan gaji yang dibawa pulang.

Sebagai model ritel aset-ringan, gerobak Jago mobile: bertemu pelanggan di mana pun mereka berada, memberikan kenyamanan superior; terukur: dengan biaya modal rendah, biaya overhead rendah, dan waktu penerapan yang cepat; dan terlihat: memungkinkan merek yang berbeda kesempatan untuk menyesuaikan dan secara langsung memberikan keramahan dan layanan kepada pelanggan dan meningkatkan visibilitas merek.

Perusahaan saat ini mengoperasikan armada 20 gerobak kopi keliling, dan berencana untuk meluncurkan 280 unit pada tahun depan. Di masa depan, perusahaan berencana untuk memperluas ke bentuk baru pemberdayaan ritel, menyesuaikan gerobak untuk berbagai kasus penggunaan dalam kemitraan dengan merek populer dan pemain ritel.

Merek ritel yang bermitra dapat memanfaatkan jaringan gerobak Jago bersama yang memungkinkan mereka memiliki fleksibilitas untuk mengatur di lokasi lalu lintas tinggi sambil mengurangi biaya sewa overhead, meningkatkan margin bisnis, dan memberikan lebih banyak kenyamanan kepada pelanggan mereka.

“Lanskap perkotaan Indonesia menawarkan peluang tak terbatas untuk beragam format dan pengalaman ritel. Dengan menghadirkan kafe dan kategori ritel lainnya ke tempat di mana konsumen tinggal, bekerja, dan bermain, Jago memenuhi permintaan akan minuman segar berkualitas tinggi dan memberdayakan pengusaha mikro untuk mendapatkan kepemilikan yang lebih besar dalam karier mereka, ”kata Co-founder & CEO Jago Coffee Yoshua Tanu.

Application Information Will Show Up Here

JIWA Group Obtains Funding, Changing the Local Coffee Industry Landscapet with Grab & Go Concept

Coffee chain startup “JIWA Group” or known as one of its products, Kopi Janji Jiwa, announced funding from Openspace and Capsquare Asia Partners. The nominal investment is undisclosed, however, the fresh funds would be focused on increasing business expansion. Moreover, the two investors are considered to have the best practices in the local and regional value-chain markets.

Was founded in 2018, the company has overshadowed 3 product brands. Aside from coffee, it also offers Jiwa Toast and Jiwa Tea. In total, there are around 1000 outlets operated in 100 cities in Indonesia. Throughout 2021, it is said that the company has sold 40 million products, increased by two times compared to the same period the previous year.

“We believe JIWA’s strong brand, unique product offerings, 1000 strong offline locations, equipped with the increasing use of technology across all business elements will continue to solidify its position as a market leader,” Openspace’s Executive Director Jessica Huang Pouleur said.

Technology development and omnichannel strategy

Based on the explanation of JIWA Group’s Founder, Billy Kurniawan, the impressive growth obtained also influenced by the digital channels. Including the use of social media for engagement with customers, and integration with online marketplace and food delivery platforms.

They also launched the JIWA+ application to support the “grab & go” model as a signature of Kopi Janji Jiwa since day one. Users can order menus and pay through the application, they also offer options to pick up at the nearest outlet or have it delivered to the location. In the application, a loyalty system is also created to increase customer retention.

Aside from improving operations by adding outlets, products, warehouses, and logistics, with the investors support, JIWA intends to accelerate the use of technology. They’re focus on several areas, such as improving customer experience, supply chain, and reducing carbon footprint. The founders also have a mission to become the industry leader for the technology-enabled F&B segment, to further enter the Asian market.

“Innovation and customer satisfaction have always been part of Jiwa Group’s DNA, ensuring we remain relevant and sustainable in the dynamic F&B industry,” Billy added.

F&B level up through digital

According to research (MIX, 2020), 40% of Indonesian coffee consumers are switching to grab & go outlets. This is supported by a shifting demand from instant coffee, as consumers want a higher quality drink — pairing it with complementary snacks. According to a report compiled by Statista, revenue from the coffee business (roast coffee) will reach $9.5 billion this year. It is estimated to experience a CAGR growth of 9.76% until 2025.

In maintaining the growth trend, industry players have started to take advantage of digital channels. This strategy was performed along with the increase in several outlets. The grab & go concept alone is very dependent on the outlets, although not a few are only used as production sites (without dine-in).

Apps are designed to connect consumers with outlets, shifting them from online to offline – or vice versa. This model is quite efficient, because companies can use the data obtained from consumer habits recorded in the application, therefore, they can offer products and services in line with the market share. On the consumer side, the convenience and value added make them willing to use the application.

Coffee chain brand owners continue to invest in developing technology. In addition to utilizing the existing platforms, they also create their own applications. Some applications even rank quite significantly. Based on our observations of Google Play statistics as of November 5, 2021, we got this data from the Food and Drink category:

Rank App Download Rating
6 Kopi Kenangan 1 million+ 4,6
13 Boba Ceria 100 thousand+ 4,3
17 Chatime Indonesia 500 thousand+ 4,5
21 JIWA+ 100 thousand+ 4,7
22 ISMAYA 100 thousand+ 4,4
24 Fore Coffee 100 thousand+ 4,6
61 Flash Coffee 50 thousand+ 4,6
92 KULO 10 thousand+ 1,7

Backed by tech startup investors

The technology adoption in the coffee chain business model is a special concern for investors. With the existing roadmap, players are able to provide impressive evidence and business projections – not just the coffee business, but F&B in general. Many food tech-based services are born from innovators. The opportunity to use the technology is comprehensive, starting from the supply chain of raw materials, for operational and transaction efficiency, and distribution.

With their respective hypotheses, several venture capitalists in Indonesia are entering the industry, including:

Venture Capital Portfolios
Alpha JWC Ventures Google, Hangry, Kopi Kenangan, Lemonilo, Mangkokku
East Ventures Fore Coffee, Greenly, Legit Group
AC Ventures Coffee Meets Bagel, Fore Coffee
Vertex Ventures Dailybox
Openspace Ventures JIWA Group
SALT Ventures Hangry, Shiru

However, the coffee business model are developing in Indonesia. In 2020, Jago Cofee introduced the mobile coffee chain. Instead of using outlets, they use partners to distribute products around with carts that have been provided and specially designed. Likewise, Jago uses the application to make it easier for its customers to find partners and place orders.

This industrial landscape is becoming interesting, especially Kopi Kenangan as one of the coffee chain market leaders has the potential to become the first unicorn in the near future. It is known that the company valuation has crossed nearly $900 million. This means that the market share is already that big and the business model adopted can be well received and scaled up even more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here