Startup Fintech Pembiayaan “Danacita” Genjot Ekspansi Lewat Kemitraan dengan Institusi Pendidikan

Platform fintech pembiayaan pendidikan Danacita terus memperluas kerja sama strategis mereka dengan institusi pendidikan formal dan nonformal. Hingga kini tercatat sudah ada sekitar 130 mitra institusi yang sudah bergabung di platformnya.

Kepada DailySocial.id, Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo mengungkapkan, model bisnis mereka masih sama, yakni berbentuk fintech p2p lending. Tercatat sudah ada universitas besar yang bergabung, seperti Universitas Tarumanagara (UNTAR), President University (PU), Institut Teknologi PLN (IT PLN), dan sejumlah lainnya.

Sementara institusi nonformal seperti tempat kursus hingga coding class yang memastikan lulusan mereka langsung bisa bekerja juga sudah bermitra dengan Danacita. Di antaranya adalah Hactiv8, Binar Academy, CourseNet, Co-Learn, dan Purwadhika.

“Untuk jumlah mitra institusi formal dan nonformal jumlahnya bisa dibilang cukup seimbang. Karena profilnya untuk nonformal siswa memang tidak banyak, namun ticket size cukup besar,” kata Alfonsus.

Konsisten dengan core business

Masih konsisten dengan misi mereka yaitu memberikan kemudahan bagi semua orang untuk mendapatkan biaya pendidikan, Danacita masih enggan untuk menambahkan produk dan layanan baru di platform mereka. Meskipun ada beberapa penawaran dari pihak universitas agar bisa memberikan pembiayaan untuk kebutuhan mahasiswa seperti laptop dan lainnya.

Sebelumnya Dana Cita juga menjadi perusahaan fintech yang secara strategis digandeng oleh Gojek untuk mendukung pembiayaan di ekosistemnya bersama dengan Findaya (pendukung Gopay Paylater) dan Aktivaku.

Pandemi ternyata juga tidak menurunkan minat calon mahasiswa untuk melanjutkan jejang pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut terlihat dari makin meningkatnya jumlah borrower yang mengajukan permohonan pembiayaan. Disinggung siapa saja lender atau pemberi pinjaman yang tergabung dengan Danacita, tercatat saat ini sebagian besar adalah dari kalangan institusi.

“Dengan pilihan pembayaran yang kami tawarkan, konsep tersebut pada umumnya lebih menarik bagi kalangan institusi. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform P2P lainnya,” kata Alfonsus.

Tenor pinjaman yang diberikan Danacita berkisar 6 s/d 24 bulan dengan biaya platform antara 0 s/d 1,75% plus biaya persetujuan 3% dari total dana. Konsep bisnis yang diusung Dana Cita adalah “Study Now, Pay Later”, memungkinkan siswa atau orang tua mengajukan pinjaman pembiayaan belajar di institusi formal. Platform akan membayarkan langsung dana pinjaman ke institusi terkait.

Di Indonesia ada beberapa startup pembiayaan untuk pendidikan. Selain Dana Cita, ada DANAdidik, Pintek, KoinWorks, dan EiduPay.

Lancarkan ekspansi

Danacita sendiri merupakan salah satu dari sedikit perusahaan teknologi finansial yang fokus pada pembiayaan pendidikan di Indonesia, yang juga telah berizin dan diawasi oleh OJK. Saat ini Danacita telah menyalurkan pembiayaan ke lebih dari 14.000 pelajar di Indonesia, dengan total pembiayaan lebih dari Rp140 miliar.

ErudiFi, induk perusahaan Danacita telah mengantongi pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 70,5 miliar Rupiah tahun 2021 lalu. Pasca penerimaan dana segar tersebut, Danacita telah melancarkan strategi mereka, yaitu memperbanyak jumlah kemitraan dengan institusi pendidikan.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk menggalang dana ke tahapan lanjutan, untuk saat ini mereka belum memiliki rencana penggalangan dana. Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada investor yang memiliki visi dan misi yang sama dengan perusahaan, penggalangan dana bisa dilakukan.

Selain di Jabodetabek, saat ini Danacita juga sudah melakukan ekspansi ke Yogyakarta dan telah bermitra dengan beberapa kampus di Jawa Tengah. Selain itu mereka juga sudah memperluas kehadiran di Jawa Timur, Bali, hingga Makassar.

“Sejak 2018, Danacita telah dipercaya menjadi bagian dari perjalanan puluhan ribu pelajar dan profesional di Indonesia dalam meraih mimpi masa depan mereka. Kami konsisten terus membangun kolaborasi dengan institusi pendidikan baik itu formal maupun nonformal, dengan mengedepankan pembiayaan terjangkau yang berbasis teknologi,” kata Alfonsus.

Application Information Will Show Up Here

Induk Startup Pembiayaan Pendidikan Dana Cita Dapat Pendanaan Seri A Senilai 70,5 Miliar Rupiah

ErudiFi, induk perusahaan fintech lending khusus pendidikan Dana Cita (Indonesia) dan Bukas (Filipina), hari ini (23/2) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 70,5 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures dan Qualgro.

Dana segar akan difokuskan untuk memperkuat aspek bisnis dan perekrutan di berbagai lini, meliputi produk dan pengembangan, data, pemasaran dan operasional, serta pengembangan bisnis. Perusahaan juga akan meningkatkan cakupan layanan pinjaman pendidikan di area pasarnya, salah satunya dengan menggandeng lebih banyak lembaga pendidikan dan berinvestasi mengembangkan produk baru.

Startup yang tergabung dalam program akselerator Y Combinator (W18) ini sempat membukukan pendanaan awal dari sejumlah investor, termasuk Monk’s Hill Ventures, Intudo Ventures, Y Combinator, Convergence Ventures, Patamar Capital, dan beberapa lainnya. Mereka debut tahun 2017 di Indonesia, baru mulai menjelajah pasar Filipina pada April 2019.

Sebelumnya Dana Cita juga menjadi perusahaan fintech yang secara strategis digandeng oleh Gojek untuk mendukung pembiayaan di ekosistemnya bersama dengan Findaya (pendukung Gopay Paylater) dan Aktivaku.

Dana Cita
Para co-founder Dana Cita: Riche Lim, Susli Lie, dan Naga Tan / Dana Cita

“Saat ini, hampir dua pertiga anak muda di Indonesia dan Filipina tidak dapat mendaftar ke pendidikan tinggi karena kurangnya pembiayaan yang terjangkau. Kami bersemangat untuk melanjutkan tujuan kami dalam memperluas akses pendidikan berkualitas di wilayah ini dan membantu membangun hari esok yang lebih baik,” sambut Co-Founder & CEO ErudiFi Naga Tan.

Dari data yang dirangkum dalam Edtech Report 2020, di Indonesia ada beberapa startup pembiayaan untuk pendidikan. Selain Dana Cita, ada DANAdidik, Pintek, KoinWorks, dan EiduPay. Pintek sendiri awal tahun 2021 baru saja mengumumkan perolehan debt funding senilai $21 juta atau setara 298 miliar Rupiah dari Accial Capital.

Konsep bisnis yang diusung Dana Cita adalah “Study Now, Pay Later”, memungkinkan siswa atau orang tua mengajukan pinjaman pembiayaan belajar di institusi formal. Platform akan membayarkan langsung dana pinjaman ke institusi terkait. Tenor pinjaman yang diberikan berkisar 6 s/d 24 bulan dengan biaya platform antara 0 s/d 1,75% plus biaya persetujuan 3% dari total dana. Saat ini Dana Cita sudah bekerja sama dengan 13 universitas  dan 18 lembaga kursus.

“Akses ke pendidikan tinggi yang terjangkau tetap menjadi masalah besar di Asia Tenggara di mana biayanya hampir dua kali lipat dari rata-rata PDB per kapita. ErudiFi menangani pasar yang kurang terlayani, akibat suku bunga tinggi dari lembaga keuangan tradisional dan jangkauan terbatas dari perusahaan p2p lending [yang lebih umum],” ujar Co-Founder & Managing Partner Monk’s Hill Ventures Peng T. Ong.

Bagi institusi mitra, ErudiFi juga menyediakan produk yang memungkinkan mereka untuk melacak disbursement, serta menyediakan platform analisis untuk perekrutan dan retensi. Menurut data yang disampaikan, di Asia Tenggara tingkat siswa putus sekolah mencapai 10-15% setiap tahunnya, faktor utamanya karena kesulitan keuangan.

Academic Fintech Lending Startup Dana Cita Plans to Expand to the Philippines

Dana Cita as a fintech lending focuses to facilitate academic finance reportedly to finalize its expansion to Philippines. From the flying rumor, Dana Cita will introduce new brand called “Bukas” (In Filipino means “open” or “tomorrow”). Bukas is now accessible through https://bukas.ph/.

Regarding expansion, Dana Cita’s Co-Founder Susli Lie has confirmed to DailySocial with no further detail.

This expansion run after the startup founded by Susli Lie and Naga Tan recorded great traction in Indonesia. Per March 2018, they’ve distributed funding loan up to two billion Rupiah. In terms of the current business, Dana Cita is sponsored by follow-on funding from Patamar Capital investor.

Previously, they’ve received license from OJK. Since then, the Jakarta based startup keep making talent acquisition in various ways, one is through regular socialization to the academic institutions. The loan has quite long tenor up to 72 months with 1-1.75% interest per month.

Previously, Dana Cita has formed strategic partnership with Gojek. It allows Gojek’s ecosystem to access the academic financial services of Dana Cita. Both are targeting Philippines market – although Gojek also facing obstacle post online transportation service licensing moratorium.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Fintech Lending Pendidikan Dana Cita Bersiap Ekspansi ke Filipina

Dana Cita sebagai fintech lending yang fokus memfasilitasi pembiayaan pendidikan dikabarkan tengah mematangkan rencana ekspansinya ke Filipina. Dari kabar yang beredar sebelumnya, Dana Cita akan mengusung brand baru dengan nama “Bukas” (dalam bahasa Filipina berarti “terbuka” atau “besok”). Situs Bukas saat ini sudah bisa diakses melalui https://bukas.ph.

Mengenai ekspansi ini, Co-Founder Dana Cita Susli Lie telah mengonfirmasi kepada DailySocial, kendati masih enggan menceritakan detailnya.

Ekspansi ini dilakukan pasca startup yang didirikan Susli Lie dan Naga Tan ini mendapatkan traksi yang mengesankan di Indonesia. Per Maret 2018, mereka telah menyalurkan dana pinjaman pendidikan senilai dua miliar Rupiah. Secara bisnis saat ini Dana Cita sudah disokong oleh pendanaan lanjutan dengan investor Patamar Capital. Sebelumnya mereka menerima seed round dari Y Combinator.

Sejak tahun 2018, Dana Cita telah mendapatkan izin pengawasan dari OJK. Sejak saat itu juga startup yang bermarkas di Jakarta ini terus melakukan akuisisi pengguna dengan berbagai cara, salah satunya melalui acara sosialisasi rutin ke institusi akademik. Pinjaman yang diberikan memiliki tenor yang relatif panjang sampai 72 bulan, dengan bunga berkisar 1 sampai 1,75% per bulan.

Sebelumnya Dana Cita juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Gojek. Kerja sama tersebut memungkinkan anggota ekosistem Gojek mengakses layanan pembiayaan pendidikan dari Dana Cita. Keduanya kini sama-sama tengah berjuang menjajaki pasar Filipina — kendati Gojek mendapatkan ganjalan pasca moratorium perizinan layanan transportasi online.

Dana Cita Awali 2019 dengan Pendanaan Lanjutan dan Nominasi Penghargaan Global

Secara khusus Dana Cita menyajikan solusi pembiayaan di bidang pendidikan. Sepanjang tahun 2018, startup fintech lending yang sudah mengantongi izin dari OJK ini terus fokus melakukan akuisisi pengguna, salah satunya dengan mengadakan ragam acara bertema akademik.

Baru-baru ini Dana Cita dikabarkan memperoleh pendanaan lanjutan dari Patamar Capital — kami sudah mendapatkan konfirmasi dari pihak terkait, hanya saja sampai tulisan ini diterbitkan belum mendapatkan detail pendanaannya.

Debut di tahun 2017, Dana Cita memberikan pinjaman kepada pelajar untuk memenuhi kebutuhannya. Pinjaman yang diberikan memiliki tenor yang relatif panjang maksimal sampai 72 bulan, dengan bunga berkisar 1-1,5% per bulan. Saat ini Dana Cita juga sudah menjalin kerja sama strategis dengan Gojek untuk menghadirkan program kolaborasi di waktu mendatang.

Sebelumnya Dana Cita sudah mendapatkan putaran pendanaan awal (seed round) dari Y Cobminator, nilainya mencapai 1.6 miliar Rupiah. Dengan pendanaan tersebut, Dana Cita menjalankan operasional dengan cukup baik di tahun 2018. Per Maret 2018, Dana Cita berhasil menyalurkan dana hingga 2 miliar Rupiah.

Prestasi tersebut turut membawa Dana Cita menjadi startup lokal yang masuk ke dalam “50 World-Changing Startup to Watch in 2019” versi Inc.com. Dana Cita dianggap mampu menghadirkan solusi berdampak sosial bagi masyarakat.

Dalam kegiatannya, Dana Cita aktif memberikan acara bertajuk literasi digital dan finansial. Untuk terhubung dengan para pelajar Dana Cita juga miliki program Campus Ambassadors, semacam program mahasiswa binaan untuk membantu teman-temannya terhubung dengan solusi Dana Cita.

GO-JEK Partners with Findaya, Dana Cita, and Aktivaku

GO-JEK (8/31) announced a strategic partnership with three fintech lending companies, Findaya, Dana Cita, and Aktivaku. It aims to add up financial service options in GO-JEK ecosystem for merchants, drivers, and users. In fact, Dana Cita is a p2p lending service focused on academic purposes.

Findaya is a financial product of PT Mapan Global Reksa focused on lending for GO-JEK and GO- LIFE teams. Aktivaku, on the other hand, is a p2p lending platform focused on property products.

“Our enthusiasm in GO-JEK ecosystem is the partnership with financial technology providers for bridging consumers and partners, particularly those having difficulty to access formal financial services. We rely on the solid partnership between financial service providers with technology companies can reach broader public haven’t had an access to banking services,” Andre Soelistyo, GO-JEK’s President said.

Moreover, Susli Lie, Dana Cita’s Co-Founder, explained, “We believe our platform can help GO-JEK ecosystem to access financial services, particularly those related to academic financial. Our vision is to widen academic access for all students by reducing financial constraints.”

Ricky Gandawijaya, Aktivaku’s Co-Founder, through this partnership, optimistic that GO-JEK ecosystem can get a safe and transparent financial service. “We can provide housing financial service options for GO-JEK ecosystem in need. Aktivaku also supports the ecosystem development through an easy capital access for SMEs,” he added.

The official launching is attended by OJK representatives. Hendrikus Passagi, OJK’s Fintech Regulation, Licensing, and Supervision Director, said in his speech that this synergy could increase financial inclusion in Indonesia. He also emphasized that OJK will continue to boost the existence of digital economy ecosystem in Indonesia to improve public welfare.

This is not GO-JEK’s first partnership to advance its financial service. Previously, in late 2017, GO-JEK has made some acquisition over three fintech startups at a time, Midtrans, Kartuku, and Mapan. Nevertheless, it was issued by authority related to the procedure, Bank Indonesia in this case. BTN, BNI, Bank Permata Syariah, Allianz, and BPJS Ketenagakerjaan was previously engaged in a strategic partnership with the first local unicorn.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GO-JEK Jalin Kerja Sama dengan Findaya, Dana Cita, dan Aktivaku

GO-JEK hari ini (31/8) mengumumkan kerja sama strategis dengan tiga perusahaan fintech lending, yakni Findaya, Dana Cita dan Aktivaku. Kerja sama tersebut ditujukan untuk memperkuat pilihan layanan pembiayaan yang ada di ekosistem GO-JEK, baik bagi mitra, merchant, maupun pengguna. Sebagai informasi, Dana Cita merupakan layanan p2p lending yang fokus memberikan pinjaman untuk kebutuhan pendidikan.

Findaya merupakan produk finansial berbasis p2p lending di bawah naungan PT Mapan Global Reksa yang berfokus memberikan pinjaman modal untuk mitra GO-JEK dan GO-LIFE. Saat ini CEO mereka, Aldi Haryopratomo, juga merupakan CEO dari GO-PAY. Sedangkan Aktivaku merupakan platform p2p lending yang memfokuskan pada pendanaan produk properti.

“Semangat kami di ekosistem GO-JEK adalah berkolaborasi dengan penyedia jasa keuangan untuk menjadi jembatan kepada konsumen dan mitra, terutama bagi mereka yang kesulitan mengakses layanan keuangan formal. Kami percaya kolaborasi yang kuat antara penyedia jasa keuangan dengan perusahaan teknologi bisa menjangkau lebih luas masyarakat yang belum mengakses layanan perbankan,” sambut President GO-JEK, Andre Soelistyo.

Sementara itu, Susli Lie, Co-Founder Dana Cita memaparkan, “Kami yakin platform kami dapat memudahkan anggota ekosistem GO-JEK mengakses layanan keuangan terutama yang terkait dengan pembiayaan pendidikan. Visi kami adalah memperluas akses pendidikan bagi semua pelajar dengan menurunkan kendala keuangan.”

Ricky Gandawijaya, Co-Founder Aktivaku yakin melalui kerja sama ini anggota ekosistem GO-JEK bisa mendapatkan layanan pembiayaan yang aman dan transparan. “Kami bisa memberikan pilihan layanan pembiayaan perumahan bagi anggota ekosistem GO-JEK yang membutuhkan. Aktivaku juga mendukung pengembangan anggota ekosistem melalui kemudahan akses permodalan bagi usaha kecil dan menengah,” ujarnya.

Peresmian kerja sama ini juga dihadiri perwakilan dari OJK. Dalam sambutannya Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK mengatakan bahwa sinergi ini dapat meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Ia juga menegaskan bahwa OJK akan terus mendorong lahir dan hadirnya ekosistem ekonomi digital di tanah air supaya bisa membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ini adalah kemitraan kesekian kalinya yang digenjot GO-JEK untuk memperkuat layanan finansial miliknya. Sebelumnya pada akhir 2017 lalu GO-JEK melakukan akuisisi kepada tiga startup fintech sekaligus, yakni Midtrans, Kartuku, dan Mapan. Kendati demikian proses tersebut sempat diisukan oleh otoritas terkait prosedur yang dijalankan, dalam hal ini Bank Indonesia. BTN, BNI, Bank Permata Syariah, Allianz dan BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya juga telah bermitra strategis dengan unicorn lokal pertama tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Lending Dana Cita Bantu Pelajar Tempuh Pendidikan Formal

Masih minimnya tingkat partisipasi kasar perguruan tinggi di Indonesia, yang masih berkisar di angka 28%, menjadi peluang bisnis bagi startup fintech lending Dana Cita. Dengan model bisnis yang berbeda dibanding pemain sejenis, Dana Cita ingin mewujudkan cita-cita setiap pelajar Indonesia melalui pinjaman pendidikan yang terjangkau.

“Kami melihat adanya potensi untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan sehingga Dana Cita berdiri di awal 2017. Supaya setiap anak bangsa yang ingin melanjutkan studi dapat meraih potensi maksimal mereka,” terang Co-Founder Dana Cita Susli Lie kepada DailySocial.

Dalam menjalankan bisnisnya ini, perusahaan menerapkan sistem dua peminjam. Pelajar menggandeng seorang wali dengan penghasilan terverifikasi untuk mengajukan permohonan. Dengan demikian, perusahaan dapat memberikan pinjaman sampai dengan 100% biaya kuliah. Tenornya pun jadi lebih panjang (maksimal 6 tahun) dan cicilan bulanan yang terjangkau, umumnya berkisar antara 1-1,5% (flat) per bulan.

Lewat cara tersebut, Susli berharap Dana Cita dapat mendorong pelajar berprestasi yang tadinya tidak mendaftar kuliah karena masalah pembiayaan untuk berani melanjutkan studi tanpa khawatir.

Pinjaman pendidikan sendiri merupakan suatu bentuk kredit tanpa agunan yang memiliki risiko. Untuk memitigasi risiko tersebut, perusahaan hanya memberikan pinjaman yang hanya ditujukan sebagai biaya pendidikan dan pencairannya dilakukan langsung ke pihak lembaga pendidikan.

“Di luar itu, proses evalusi kredit dan approval kami sesuaikan dengan faktor-faktor yang merujuk ke pelajar dan pendidikan, seperti program studi, lembaga pendidikan, jenis gelar, dan sebagainya.”

Hingga saat ini total pendanaan yang telah disalurkan mencapai kurang lebih Rp1,5 miliar untuk berbagai ragam program studi, seperti D3, S1, S2, bahkan kursus pendek. Pinjaman diberikan ke 28 lembaga pendidikan, meliputi UI, ITB, IPB, BINUS, UMN, PNJ, dan berbagai lembaga pendidikan lain, baik sekolah negeri maupun swasta.

Dalam menyalurkan pembiayaan, Dana Cita menggunakan sumber dana kelembagaan sehingga bukan disebut on balance sheet lending.

“Memang untuk sekarang belum terbuka penggalangan dana dari individu melalui platform online, namun ke depannya kami akan membuka pendekatan tersebut seiring dengan pertumbuhan demand untuk student loan.”

Target Dana Cita

Fintech Lending Dana Cita dan Misinya Bantu Pelajar Tempuh Pendidikan Formal / Dana Cita
Fintech Lending Dana Cita dan Misinya Bantu Pelajar Tempuh Pendidikan Formal / Dana Cita

Tak ingin cepat puas dengan pencapaian saat ini, Susli dan tim berharap bisa menyalurkan dana untuk membantu sebanyak-banyaknya mahasiswa dan calon mahasiswa di Indonesia. Sayangnya dia tidak menyebutkan secara detail target tersebut dalam bentuk angka.

Menurut Susli, perusahaan ingin berpartisipasi dalam peningkatan kualitas SDM, dengan indikator kuantitatif berupa naiknya angka partisipasi kasar perguruan tinggi di Indonesia. Angka tersebut saat ini sangat rendah, di kisaran 28%. Padahal tiap tahunnya ada 1,4 juta lulusan SMA/SMK yang masuk ke perguruan tinggi.

“Kami bermimpi agar Dana Cita menjadi top of mind ketika seseorang memutuskan untuk menempuh pendidikan tinggi. Calon pelajar seharusnya menaruh fokus terbesar mereka tentang bagaimana diterima di perguruan tinggi impiannya, bukan masalah finansial yang mereka hadapi,” pungkas Susli

Tiga Startup Fintech Tunjukkan Komitmen Atasi Masalah Pendidikan

Tiga startup fintech yang bergerak di lending, Dana Cita, Dana Didik, dan KoinWorks, menunjukkan komitmennya untuk terus mengembangkan solusi pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa dengan terus menambah kemitraan dengan institusi pendidikan tinggi. Lewat kemitraan, diharapkan bakal semakin banyak mahasiswa yang terbantu dan bisa merintis karier lebih baik ke depannya.

Komitmen tersebut kian agresif ditunjukkan pasca Presiden Joko Widodo meminta perbankan mendorong penyaluran kredit pendidikan seperti di Amerika Serikat yang dilontarkan pada pertengahan Maret lalu saat rapat terbatas.

Tantangan yang diberikan Presiden tersebut dijawab sejumlah perbankan, seperti BNI dan BRI dengan meluncurkan kredit pendidikan atau student loan. BRI menghadirkan Briguna Flexi Pendidikan ditujukan bagi mahasiswa S2 dan S3 dalam negeri yang sudah memiliki penghasilan tetap.

Sementara BNI memanfaatkan kemitraan dengan ITS untuk program BNI Fleksi-Pendidikan dengan menyasar mahasiswa dan dosen dari S1 hingga S3 di lembaga pendidikan dalam dan luar negeri.

Yang berbeda dengan institusi perbankan tersebut, ketiga fintech ini bermain ke sektor pendidikan yang lebih “berani” karena masuk ke ranah pembiayaan mahasiswa untuk jenjang diploma, sampai ke sarjana S1. Jenjang tersebut notabene penuh risiko karena mahasiswa belum lulus kuliah dan belum memiliki karir yang jelas, sehingga kurang diminati oleh perbankan.

“Total APBN untuk sektor pemerintah adalah 20%, namun keseluruhannya masih menyasar untuk pendidikan dasar dan menengah. Bagaimana dengan pendidikan tingginya? Itu butuh peran dari swasta, maka dari itu fintech hadir untuk bantu menyelesaikan masalah tersebut,” ucap Co-Founder Dana Cita Susli Lie, Selasa (3/4).

Susli menuturkan, Dana Cipta hadir pada awal tahun lalu dengan fokus pinjaman pembiayaan pendidikan untuk pelajar yang masih duduk di bangku perguruan tinggi dan vokasi di Indonesia. Saat ini perusahaan telah memfasilitasi pembiayaan untuk 50 mahasiswa yang berasal dari 27 PTN dan PTS, termasuk di antaranya UI, ITB, IPB, PNJ, dan STMIK.

Dana Cipta memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan hingga 100% dari biaya kuliah, tenornya maksimal enam tahun dan bunga yang bervariasi tergantung profil pemohon dan program studinya.

Mahasiswa dapat mengajukan permohonan melalui situs, apabila disetujui biaya akan dicairkan langsung ke lembaga pendidikan terkait sesuai dengan jadwal pembayaran. Untuk mengatasi kredit macet, perusahaan mewajibkan setiap pemohon mengajukan permohonan bersama dengan orang tua atau saudara yang memenuhi syarat sebagai peminjam pendukung dan penanggung jawab.

“Sebanyak 12% dari total peminjam kami adalah generasi pertama yang ingin meraih gelar sarjana. 33% peminjam memiliki orang tua dengan pekerjaan sebagai wiraswasta, yang punya cashflow tapi tidak menentu. Dari sini terlihat bahwa duduk di bangku perguruan tinggi punya potensi untuk meraih karier pekerjaan yang lebih baik meski belum terukur waktunya itu kapan terwujud,” kata Suslie.

Sedikit mirip dengan Dana Cita, Dana Didik memanfaatkan dana pinjaman dengan sistem crowdfunding. Perusahaan memberikan pinjaman dengan tenor maksimal empat tahun dengan model pembagian pendapatan sehingga tidak membebani siswa. Co-Founder Dana Didik Dipo Satria Ramli mengatakan perusahaan memiliki tiga produk pembiayaan untuk program pendidikan di bidang kesehatan, teknologi, dan pinjaman pendidikan umum.

Untuk pengembalian dana, apabila sebelum masa kelulusan dan/atau belum berpenghasilan mahasiswa sudah mampu mengembalikan pinjaman, mereka dapat keringanan bunga 0%. Sementara untuk yang sudah berpenghasilan menganut skema bagi hasil dengan kisaran antara 10%-30% tergantung besaran pendapatan mahasiswa nantinya.

“Secara personal, banyak investor yang tertarik berinvestasi di sektor pendidikan karena mereka ingin bantu anak-anak yang ingin serius sekolah. Secara bunga memang tinggi, namun mereka ada kepuasan di sana. Dari mahasiswa yang sudah melunasi cicilan di kami, penghasilan mereka tercatat naik 3x lipat dari besaran pinjaman,” ucap Dipo.

Minta insentif

Kendati secara bisnis ketiga startup fintech ini cukup berani untuk terjun ke ranah yang masih enggan dimasuki perbankan, mereka meminta bantuan insentif kepada pemerintah untuk dorong geliat pembiayaan di sektor pendidikan jadi lebih bergairah.

CEO KoinWorks Benedicto Haryono menuturkan insentif tersebut bisa berupa peringanan pajak untuk para investor, bantuan pendanaan agar tenor bisa lebih panjang, dan lain sebagainya.

“Tentunya kalau ada insentif akan lebih menyenangkan buat investor dan perusahaan, kalau ada peringanan PPh tentunya akan lebih senang,” tuturnya.

KoinWorks memiliki dua produk lending yang menyasar target konsumen berbeda, untuk pengusaha UKM dan pendidikan (Koin Pintar). Secara bertahap, perusahaan mengembangkan Koin Pintar dengan sasaran awal pelajar untuk program kursus singkat (non formal), kemudian mengembangkan ke tahap lebih lanjut ke sektor formal perguruan tinggi.

Sejak pertama kali berdiri di 2015, perusahaan telah membiayai pendidikan untuk 100 mahasiswa dengan komposisi 30% di antaranya untuk pendidikan formal dan sisanya untuk pendidikan non formal.

“Kami harapkan komposisinya nanti bisa berimbang 50:50, untuk itu kami akan perbanyak kemitraan dengan perguruan tinggi.”

Dalam memberikan penyaluran ke sektor pendidikan, selama ini KoinWorks mengandalkan sumber dana dari institusi luar negeri, seperti dari Jepang dan Hong Kong, sebagai investor.