Telkomsel Supports Perum Peruri’s Digital Transformation

Telkomsel has signed MoU with Perum Peruri (Money Printing Public Company of the Republic of Indonesia) in GraPARI Telkom Group, Jakarta. Telkomsel is to provide a digital solution for Peruri through this collaboration. Those systems include Telkomsel FleetSight, TCASH digital transaction, and LBA (location-based advertising), and IoT (Internet of Things) solutions.

Primadi K. Putra, Telkomsel’s VP Corporate Account Management, said the company as the first operator to provide IoT service in Indonesia was glad that their solutions have been trusted for business in many sectors.

“Today we’re glad because Perum Peruri has trusted Telkomsel MyBusiness and Telkomsel IoT service as solutions to support the company’s digitization program and its Digital Security business development. We expect the solutions we offered can support Perum Peruri to deliver high-quality products with high-value security as the nation’s pride while supporting company in integrated security printing and system industry,” he added.

Perum Peruri is a BUMN to print bills, coins, and security documents or other non-cash valuable paper, such as excise ribbon, stamps, and passports. Perum Peruri also provides other solutions include Track & Trace, Government Solution, Card provision and Personalization.

The digital solutions provided by Telkomsel for Perum Peruri include IoT for Digital Security Business, Telkomsel FleetSight, TCASH digital transactions and Broadcast Solution / LBA SMS. In the future, Telkomsel IoT Solutions is to be used for supporting Perum Peruri’s system-based Digital Security Business services.

A solution from Perum Peruri that requires IoT service is Track & Trace Peruri. Next, Connectivity Telkomsel service to be implemented for supporting its call for IoT solutions. In addition, Perum Peruri’s Government Solution and Personalization services will be synergized with Telkomsel.

“As an operator having commitment to digitize Indonesia through technology implementation. Telkomsel has prepared the future technology-based business services and solutions to support business readiness realization of Indonesian people. It goes along the government’s roadmap for Making Indonesia 4.0 towards Industrial Revolution 4.0,” Putra said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Telkomsel Dukung Transformasi Digital Perum Peruri

Telkomsel hari ini menandatangani MoU dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Percetakan Republik Indonesia (Perum Peruri) di GraPARI Telkom Group, Jakarta. Dengan kerja sama ini Telkomsel akan menyediakan berbagai solusi digital untuk BUMN penyedia layanan percetakan dan sistem keamanan tersebut. Sistem-sistem tersebut meliputi Telkomsel FleetSight, transaksi digital TCASH dan LBA (location based advertising), dan solusi IoT (Internet of Things) yang dihadirkan untuk mendukung bisnis Digital Security Perum Peruri.

VP Corporate Account Management Telkomsel Primadi K. Putra menyampaikan bahwa Telkomsel sebagai operator yang pertama menghadirkan layanan IoT di Indonesia merasa senang karena solusi mereka telah dipercaya bagi bisnis di berbagai sektor.

“Hari ini kita bergembira Perum Peruri yang telah mempercayakan layanan Telkomsel MyBusiness dan Telkomsel IoT sebagai solusi untuk membantu program digitalisasi perusahaan serta pengembangan bisnis Digital Security mereka. Kami harap solusi yag kami berikan dapat mendukung misi Perum Peruri dalam menghasilkan produk yang semakin berkualitas dan bernilai sekuriti tinggi kebanggaan bangsa sekaligus memperkuat perusahaan di bidang usaha integrated security printing and system,” ujar Permadi.

Perum Peruri sendiri merupakan BUMN yang dipercaya pemerintah untuk mencetak uang kertas dan uang logam Rupiah dan dokumen sekuriti atau kertas berharga non uang lainnya, seperti pita cukai, materai, paspor dan perangko. Solusi-solusi lainnya yang juga disediakan Perum Peruri adalah Track & Trace, Government Solution dan penyediaan Kartu dan Personalisasi.

Solusi digital yang disediakan Telkomsel bagi Perum Peruri di antaranya adalah IoT  untuk Digital Security Business, Telkomsel FleetSight, transaksi digital TCASH dan SMS Broadcast Solution / LBA. Kedepannya Solusi IoT Telkomsel akan digunakan untuk mendukung layanan-layanan Digital Security Business Perum Peruri yang berbasis sistem.

Salah satu solusi dari Perum Peruri yang membutuhkan layanan IoT adalah solusi Track & Trace Peruri. Selanjutnya layanan Connectivity Telkomsel yang akan diterapkan untuk membantu kebutuhan Perum Peruri akan solusi IoT. Selain itu layanan Government Solution dan Personalisasi Perum Peruri juga akan menjadi layanan yang akan disinergikan bersama dengan Telkomsel.

“Sebagai operator yang berkomitmen untuk mendigitalisasi Indonesia melalui penerapan teknologi, Telkomsel telah menyiapkan layanan maupun solusi bisnis berbasis teknologi masa depan sehingga dapat mendukung terwujudnya kesiapan para pelaku bisnis di Indonesia. Hal in sejalan dengan roadmap pemerintah Making Indonesia 4.0 menuju Revolusi Industri 4.0,” pungkas Permadi.

Melihat Besarnya Peluang Kebutuhan Teknisi Data, Skystar Ventures Lahirkan DQLab

Salah satu tren digital yang dibawa revolusi industri 4.0 adalah optimasi data — dalam artian mencoba memanfaatkan data yang ada di bisnis untuk dikonversi menjadi pengetahuan. Tak heran jika saat ini hampir setiap perusahaan membutuhkan tim data, baik dari sisi analis, teknisi, hingga pemrogram. Melihat peluang tersebut, DQLab hadir memberikan wadah berupa kanal pembelajaran soal data. Program-programnya memberikan pengajaran komprehensif tentang pengelolaan data dengan studi kasus industri.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang program DQLab, DailySocial telah berbincang Yovita Surianto selaku Program Director. Ia mendefinisikan DQLab sebagai program pembelajaran data science yang dikemas dengan metode praktik dan aplikatif berbasis proyek. Pendekatan tersebut diambil untuk membawa pengalaman dan kompleksitas riil terkait pengolahan data di perusahaan, khususnya di Indonesia. Program ini diinisiasi Universitas Multimedia Nusantara (dalam hal ini melalui Skystar Ventures) dan PHI-Integration.

“Visi kami menciptakan talenta data yang dapat berkontribusi secara tepat bagi perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan terciptanya banyak talenta data yang dapat memberikan impact, akan menciptakan ekosistem data yang kuat untuk menuju Indonesia yang lebih data-driven,” terang Yovita.

Kebutuhan talenta data masih sangat besar

Mengutip hasil penelitian Microsoft dan IDC yang diterbitkan awal 2018 ini, dari 79% perusahaan di Indonesia yang tengah menjalankan proses transformasi digital, hanya 7% memiliki strategi digital secara menyeluruh. Dalam tulisan sebelumnya, DailySocial juga pernah membahas tentang transformasi digital, dua aspek berkaitan langsung dengan data, yakni data-driven strategy dan data analytics. Industri 4.0 yang mengarah ke digitalisasi dan otomasi, menuntut pelaku industri untuk cepat beradaptasi dengan perubahan.

“Banyaknya program edukasi teknis di Indonesia untuk membangun talenta transformasi digital adalah inisiatif yang tepat. Edukasi di bidang data science yang terstruktur dan tepat dapat membantu mengoptimalkan proses pengolahan dan analisis data. Kami percaya, exposure ke beragam studi kasus dan penanganan data akan membantu pemahaman para praktisi data, bukan hanya dalam penggunaan tools melainkan mengasah problem solving dan analytical skills,” lanjut Yovita.

Kondisinya saat ini perusahaan memiliki banyak sekali data, seiring dengan komputerisasi di berbagai segmen. Sayangnya, menurut Yovita, hingga saat ini masih banyak sekali permasalahan pada data sehingga belum layak untuk diolah menjadi pengetahuan yang berguna dan menyebabkan hasil analisis menjadi kurang terpercaya. Isu-isu seperti struktur hingga redudansi data masih banyak dijumpai. Sementara di tengah kompetisi global, perusahaan perlu menjadi tangkas dan memutuskan sesuatu dengan cepat, tentu tidak hanya berdasarkan asumsi, melainkan analisis yang terukur.

“Pengolahan data yang tepat dapat memunculkan insight menarik untuk membantu pengambilan keputusan bagi bisnis. Contoh studi kasusnya: untuk menentukan paket produk yang tepat dan berdampak pada penjualan, melakukan proses segmentasi konsumen untuk membantu aktivitas pemasaran yang tertarget, menentukan variabel untuk memprediksi credit scoring, dan masih banyak lainnya,” jelas Yovita.

DQLab dengan pendekatan berbasis komunitas

DQLab
Salah satu kegiatan komunitas di DQLab / DQLab

Saat ini sudah banyak program edukasi yang secara khusus mengajarkan tentang data science. Selain DQLab, ada juga Algoritma yang secara khusus menyelenggarakan workshop terpadu tentang data science. Pendekatan berbasis komunitas dinilai relevan oleh DQLab. Dengan pendekatan tersebut, DQLab menghubungkan berbagai pihak, mulai dari industri, praktisi, dan pengajar; untuk saling mengisi satu dengan lainnya. PHI-Integration sebagai mitra strategis DQLab adalah konsultan data di Indonesia. PHI-Integration fokus ke pengembangan konten, dan platform.

“Program DQLab terbuka untuk umum. Saat ini kami bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk memberikan rekomendasi data talents yang memenuhi kriteria. Untuk memberikan pemahaman proses dan teknik pengolahan data secara tepat, secara berkala kami melakukan sesi bedah kasus mengundang pakar data di industri,” tutup Yovita.

Baca juga seri tulisan tentang data science dari DailySocial:

  1. Bagian 1 – Dasar Data Science
  2. Bagian 2 – Big Data
  3. Bagian 3 – Business Intelligence
  4. Bagian 4 – Machine Learning

Bank OCBC NISP Cari Peluang Sinergi Bisnis dengan Lima Vertikal Startup

Bank OCBC NISP kini membuka diri untuk sinergi bisnis dengan lima vertikal startup sebagai bagian dari strategi transformasi digital. Mereka bergerak di bidang fintech, pendidikan, perumahan, kesehatan, dan layanan B2B. Inisiasi ini dibawa ke Indonesia sebagai hasil pembelajaran OCBC Group Singapura untuk program The Open Vault yang sudah dilakukan sejak tiga tahun belakangan

“Kami menganggap digital itu sebagai enabler. Banyak opportunity yang bisa di-leverage untuk memberikan solusi nasabah. Pada akhirnya proses ini memaksa kita untuk jauh lebih sensitif ke konsumen, apa yang mereka butuhkan agar bank tetap relevan dan bisa tetap berkompetisi. Untuk itu butuh partner yang fokus di bidangnya dan bisa dikolaborasikan dengan apa yang kita punya,” ujar Head of Individual Customer Solutions Bank OCBC NISP Ka Jit, Rabu (26/9).

The Open Vault adalah program yang fokus pada business engagement, edukasi, data sandbox (experiment), dan budaya.

Skala startup yang dicari adalah minimal sudah menerima investasi Pra Seri A atau baru mendapat tahap Seri A. Bank OCBC NISP akan lebih tajam dalam memilih startup. Kriterianya berdasarkan produk, tim, dan rencana bisnis mereka.

“Nanti akan tambah vertikal startup yang akan kita sinergikan. Ini masih tahap awal,” tambah Head of New Digital Ventures Bank OCBC NISP Altona Widjaja.

Altona mengungkapkan, saat di Singapura, Bank OCBC hanya membuka kesempatan untuk startup skala global yang bergerak di fintech dan lebih ke arah b2b enablement. Setelah tiga tahun berjalan, pihaknya telah menemui sekitar 1000 startup lalu disaring menjadi 30 startup yang siap melakukan eksperimen. Sekitar 30% dari 30 eksperimen tersebut (sekitar 9 eksperimen), menurut Altona, siap dikomersialkan.

“Jadi kami tidak menargetkan ada berapa startup yang mau kita sinergikan karena tergantung sifat-sifat dari produk mereka. Fokusnya bukan mau berlomba dengan bank lain, tapi hal apa saja yang bisa jadi solusi untuk nasabah dan partner kami.”

Dalam proses memilih startup ini, perusahaan membentuk tim khusus dinamai Digital Transformation Team sejak Juli 2018 yang berisi 30 talenta muda, termasuk diantaranya Ka Jit dan Altona. Selain bertugas di bidang tersebut, tim ini juga akan membantu transformasi digital perbankan, di antaranya aplikasi mobile banking ONe Mobile.

Aplikasi ONe Mobile

Aplikasi ini adalah salah satu inovasi dari transformasi digital yang sudah diluncurkan sejak April 2018. Tak hanya untuk bertransaksi, aplikasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan keuangan dengan membuka deposito secara online, memantau kinerja reksa dana yang mereka beli.

Menurut Ka Jit, adaptasi teknologi dan kenyamanan nasabah mulai terlihat dari peningkatan transaksi di aplikasi sebesar 40% year-on-year dan mendorong pertumbuhan fee sebesar 46% year-on-year. Pembelian deposito berjangka di channel online tumbuh 8 kali lebih cepat atau naik 62,75% dibanding pembukaan di channel konvensional.

Ke depannya aplikasi dapat menampung sekitar 90 persen dari aktivitas perbankan yang biasa dilakukan di kantor cabang.

“Jadi ONe Mobile ini akan kami jadikan untuk business generator, bukan sebagai main transaction bank. Nasabah kami dipermudah untuk mengelola kekayaan mereka.”

Aplikasi ONe Mobile sudah diunduh 218 ribu nasabah terdaftar. Terjadi kenaikan hingga dua kali lipat secara year-on-year untuk penambahan nasabah baru yang mendaftar lewat aplikasi. Aplikasi tersedia di Android dan iOS.

Kendati menargetkan aktivitas perbankan dapat sepenuhnya pindah ke aplikasi, Ka Jit tidak ingin menghapus kehadiran kantor cabang. Menurutnya ada peran kantor cabang yang tidak bisa digantikan oleh aplikasi, terutama dari sisi pendampingan nasabah.

Kantor cabang bakal dialihfungsikan sebagai tempat nasabah berkonsultasi seputar produk keuangan, memberikan rekomendasi untuk produk KPR, mengelola keuangan, dan sebagainya. Oleh karena itu, karyawan cabang akan diberi tambahan kemampuan sebagai konsultan keuangan.

“Bukan full ke digital karena ada fungsi cabang yang tidak bisa dihapus. Di masa depan untuk transaksi yang bersifat langsung itu bisa diakomodasi dengan aplikasi, namun untuk nasabah yang ingin berdiskusi bisa ke kantor cabang.”

Application Information Will Show Up Here

Sudah Saatnya Pemerintah Mendorong Perbaikan Menyeluruh Melalui Transformasi Digital

Hari ini (20/7) saya melakukan perpanjangan SIM di kantor Samsat Polres Purworejo, Jawa Tengah. Setelah menjalani serangkaian proses –dari cek kesehatan, pemberkasan, pengambilan sidik jari dan foto—nama saya dipanggil oleh petugas untuk mengambil hasilnya. Bukan kartu SIM berwarna putih yang saya dapatkan, melainkan secarik kertas berwarna oranye sebagai SIM sementara. Petugas mengatakan bahwa kartu SIM belum bisa diterbitkan lantaran bahan material habis, konon di level nasional.

Saya pun menanyakan, estimasi waktu kartu SIM bisa jadi dan diambil. Petugas hanya menyarankan saya untuk datang dan memeriksa ke kantor Satlantas secara rutin untuk menanyakan – kemungkinan besar akan lebih dari sebulan. Dalam formulir pengajuan perpanjangan SIM, saya mengisikan alamat email dan kontak ponsel.

Hal menarik berikutnya ialah saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) beberapa waktu lalu. Prosesnya menyita perhatian hampir masyarakat seantero nusantara. Pasalnya sistem zonasi (mewajibkan calon siswa SMP dan SMA sederajat bersekolah di wilayah terdekat) kecolongan dengan adanya kecurangan, yang paling memprihatinkan disebabkan karena penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Aturan pemerintah memberikan porsi 20% untuk siswa ber-SKTM di tiap sekolah. Layaknya menjadi sebuah kesempatan emas, banyak peserta didik yang nilainya kurang baik diakali dengan mengajukan SKTM ke Kantor Desa untuk mendongkrak nilai.

Terkait SKTM bodong, beberapa wilayah seperti Jawa Tengah sudah melakukan langlah represif dengan melakukan cross-check dan survei ke rumah untuk peserta didik ber-SKTM. Di Jawa Tengah 78.065 SKTM dibatalkan.

***

Lalu mari kita amati dua kasus di atas untuk menemukan variabel yang dapat ditarik menjadi solusi. Pertama soal ketersediaan material pembuatan kartu SIM yang habis secara massal. Dalam setiap kartu SIM terdapat tanggal kedaluwarsa, berdurasi 5 tahun dan disesuaikan dengan tanggal lahir. Ini menjadi salah satu data yang sebenarnya dapat diolah untuk menghasilkan analisis dan proyeksi soal kebutuhan material kartu SIM dan arus pembuatannya.

Ilustrasi tentang visualisasi data / Pexels
Ilustrasi tentang visualisasi data / Pexels

Melalui teknik pengolahan kualitatif, data dapat digunakan untuk menemukan tren terkait dengan peak time pembuatan atau perpanjangan SIM — sehingga dapat dijadikan rujukan untuk pemesanan bahan-bahan dalam kerangka waktu tersebut. Untuk memudahkan pembacaan data, dapat dibuat juga sebuah visualisasi sederhana yang dibagi per sektor.

Tantangannya mungkin pada infrastruktur data yang harus dibangun, mengingat data tersebut tergolong yang harus ditempatkan di server lokal. Namun jika masalahnya memang pada keterbatasan anggaran untuk itu, saat ini banyak skema penerapan teknologi yang memudahkan implementasi di tahap awal, misalnya menggunakan solusi berbasis hybrid-cloud.

Solusi tersebut bisa menempatkan sebagian data krusial ke dalam server yang dikelola secara on-premise, sisanya memanfaatkan Platform as a Services (PaaS) dan IaaS (Infrastructure as a Services) yang disediakan oleh vendor komputasi awan – khususnya untuk penyebaran dan akses layanan.

Memulai dengan integrasi data

Kemudian soal isu SKTM dalam proses PPDB. Langkah represif yang dilakukan Pemerintah Daerah setempat melakukan check & re-check SKTM dengan data kependudukan setempat. Idealnya pengecekan tersebut menjadi solusi preventif yang dilakukan saat proses pendaftaran. Sehingga tidak terlebih dulu mendapatkan tempat. Ada beberapa solusi berbasis digital yang dapat diterapkan.

Salah satunya dengan mengembangkan aplikasi sederhana yang dapat memvalidasi keabsahan SKTM. Trigger-nya bisa berupa NPWP atau NIK orang tua, sehingga diketahui jenis pekerjaan dan besaran pendapatan yang didapat. Atau jika hendak lebih mendalam, bisa juga menambahkan validasi yang didasarkan data pertanahan, untuk mengetahui aset yang dimiliki orang tua. SKTM sendiri diterbitkan secara manual oleh perangkat di Balai Desa.

Sayangnya langkah tersebut saat ini terlihat sulit terealisasi, pasalnya masing-masing badan di pemerintahan belum punya (setidaknya sejauh pengamatan saya) standardisasi dalam pengelolaan struktur data. Serta adanya model integrasi yang dapat saling dikaitkan, misalnya dalam bentuk Application Programming Interface (API) untuk kebutuhan query data.

Menjadikan transformasi digital sebagai visi

Dasar pemikiran yang harus ditanamkan bahwa transformasi digital tidak sekadar memanfaatkan komputer untuk membantu kegiatan operasional. Lebih dari itu, di dalamnya terdapat serangkaian tindakan yang mengarahkan pada efektivitas proses bisnis. Teknologi hanya satu dari banyak aspek yang harus dipenuhi, didukung aspek lain seperti inovasi berkelanjutan, kolaborasi antar pihak, pengelolaan dan analisis data, hingga mengedepankan kultur data-driven (memastikan setiap tindakan terukur dan didasarkan data).

The building blocks of digital transformation / Ionology
The building blocks of digital transformation / Ionology

Regulasi menjadi penting untuk menyusun ulang atau setidaknya menjadi pedoman restrukturisasi fondasi data antar lembaga. Prosesnya tidak dapat dipusatkan di awal, namun bergerak eksponensial seiring dengan peningkatan platform. Ini adalah investasi besar, namun banyak hal yang nantinya bisa dituai. Termasuk untuk bidang-bidang lain, misalnya dalam mengurangi kesenjangan sosial.

Data Bank Dunia menempatkan “Kesempatan Kerja” menjadi salah satu kesenjangan terbesar di Indonesia, dengan persentase mencapai 62,6 persen. Masyarakat dianggap sulit untuk menemukan lapangan kerja yang sesuai. Namun di lain sisi, industri juga kesulitan untuk menemukan talenta guna memenuhi tenaga kerja di perusahaannya. Mudahnya, lihat situs lowongan seperti LinkedIn, setiap hari ada jutaan kesempatan kerja ditawarkan. Masalahnya, mengapa kesempatan itu tidak berbanding lurus dengan ketersediaan di masyarakat?

Lantas sekarang kita bayangkan jika pemangku kebijakan (dalam hal ini Kemendikbud dan Kemenristekdikti) mulai menyusun strategi berbasis data. Dari kondisi riil yang ada saat ini, mereka dapat memetakan sebaran lulusan beserta kompetensi yang menjadi spesialisasi. Kemudian bekerja sama dengan Kemenaker untuk memetakan data kebutuhan tenaga kerja dari berbagai perusahaan di seluruh penjuru Indonesia.

Dari konsolidasi data tersebut maka akan didapatkan kesimpulan, kompetensi apa yang surplus dan defisit dihasilkan oleh universitas beserta sebarannya. Dibandingkan dengan kesempatan kerja apa yang surplus dan defisit dibutuhkan industri beserta sebarannya.

Disadari betul, tidak mudah melakukan perombakan ketika ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik. Namun justru di tahun politik seperti masa-masa yang akan kita hadapi sebentar lagi menjadi kesempatan untuk me-refresh ulang calon-calon pengisi kursi pemangku kebijakan, didasarkan pada pandangan strategis nan visioner yang ditawarkan. Sulit memang untuk merealisasikan hal-hal di atas, tapi akan lebih sulit lagi saat kita mendapati ketertinggalan negara kita di jaman yang semakin kompetitif.

Bagaimana Perbankan Indonesia Melihat Disrupsi Digital

Lembaga riset PwC merilis laporan survei bertajuk “Digital Banking in Indonesia 2018”. Survei tersebut dilakukan pada 43 institusi perbankan di Indonesia melibatkan 52 responden yang terdiri dari kalangan CEO, Vice CEO, C-Level dan pemegang kendali strategis bank lainnya. Secara garis besar, survei ini ingin menangkap tentang kepedulian perbankan di Indonesia dengan strategi digital guna menangkap peluang konsumen dan mengimbangi disrupsi teknologi yang tengah mengguncang dunia.

Umumnya strategi digital dielaborasikan ke dalam lini strategi lain yang sudah ada sebelumnya. Di perbankan Indonesia, kebanyakan dari responden (66%) menjawab bahwa strategi digital ditempatkan ke dalam bagian strategi korporasi. Respons tersebut dinilai menunjukkan arah baik, yakni penerimaan strategi digital sebagai strategi bisnis, bukan semata-mata inisiatif teknologi informasi.

Penempatan strategi digital di dalam perbankan / PwC
Penempatan strategi digital di dalam perbankan / PwC

Indikasinya, bank-bank besar telah memulai perjalanan transformasi digital terlebih dulu. Namun survei juga masih menemukan tantangan dalam mengembangkan pandangan umum tentang strategi digital. Tim produk, tim pelayanan, tim teknologi, dan tim digital khusus menciptakan strategi digital mereka sendiri-sendiri.

Fokus strategi digital

Sektor konsumen (90%) yang selama ini dipandang sebagai benteng stabilitas perbankan justru mendominasi jawaban terkait fokus strategi digital yang akan digulirkan perbankan. Pun demikian dengan segmentasi yang disasar, kalangan umum menjadi prioritas terbesar (70%). Pada responden menyatakan bahwa ada indikasi area tersebut akan mulai terganggu pemain fintech dalam kurun lima waktu mendatang, sehingga strategi digital yang digulirkan harus memastikan layanan bank akan tetap relevan di masa itu.

Fokus implementasi strategi digital dalam perbankan / PwC
Fokus implementasi strategi digital dalam perbankan / PwC

Dalam praktiknya masih banyak kalangan pelanggan yang lebih memilih interaksi langsung (dengan manusia) dengan proses bisnis yang sudah ada tatkala berurusan dengan finansial, namun pendekatan digital memang menjadi layak diprioritaskan untuk memastikan perbankan mampu bersaing di semua segmen konsumen. Melalui teknologi, fintech memberikan akses 24/7 terhadap layanan yang disediakan. Mereka mencoba untuk menjadi layanan yang konsumen-sentris.

Temuan menarik lainnya dari responden survei, penerapan strategi digital yang sudah banyak diusung saat ini ialah untuk memfasilitasi layanan pelanggan (82%). Saat ini perbankan mulai aktif di media sosial menjawab berbagai keluhan atau pertanyaan dari pelanggan. Di lain sisi mulai ada perbankan yang mulai mengembangkan layanan berbasis chatbot sehingga dapat memberikan otomasi selama 24/7 dalam pelayanan pelanggan.

Bentuk layanan yang disasar dengan strategi digital perbankan / PwC
Bentuk layanan yang disasar dengan strategi digital perbankan / PwC

Akuisisi pelanggan juga menjadi hal yang dianggap penting (68%), mereka memanfaatkan inovasi digital untuk menggiring konsumen baru, menghadirkan pembeda dengan layanan dari institusi lain.

Strategi digital dikontrol CIO/CTO

Sekitar 64% responden percaya lingkungan teknologi informasi yang ada di perusahaan saat ini sudah cukup efektif mendukung strategi digital yang ada. Implikasinya persentase paling besar terkait kepemimpinan strategi digital dipikul CIO/CTO (36%), sebagai kepala unit teknologi di perusahaan. Peran mereka dianggap penting, pasalnya transformasi digital dalam perbankan dianggap akan berhasil jika telah diawali dengan transformasi di lingkungan perusahaan itu sendiri.

Tulang punggung strategi digital dalam perbankan / PwC
Tulang punggung strategi digital dalam perbankan / PwC

Kendati demikian ada beberapa hal yang menjadi tantangan organisasi dalam proses pengembangan perangkat lunak untuk mendukung transformasi digital. Beberapa yang umum dikeluhkan misalnya soal “Time to Market” cenderung lama atau terlambat sehingga menghilangkan beberapa fitur penting. Selain itu “Development Agility” juga menjadi hambatan lain, menjadikan perusahaan tidak bisa secara cepat memenuhi permintaan pasar. Faktor “Usability and Interoperabillity” turut masuk ke dalamnya, padahal ini menjadi salah satu landasan penting dalam mengikuti inovasi teknologi.

Beberapa faktor di atas ternyata juga berkorelasi pada kekhawatiran akan risiko yang terjadi dalam transformasi digital perbankan. Persentase terbesar menghawatirkan jaminan keamanan sistem (48%), sebagian besarnya lagi menghawatirkan ketersediaan talenta untuk menopang kebutuhan strategi digital tersebut (38%), dan dinamika teknologi yang sangat cepat turut menimbulkan kekhawatiran (34%) di tengah persaingan antar bisnis yang makin ketat.

Kekhawatiran perbankan dengan pendekatan digital ke depannya / PwC
Kekhawatiran perbankan dengan pendekatan digital ke depannya / PwC

Mendorong strategi digital

Esensi dari layanan bank tidak pernah berubah, digitalisasi layanan mengarahkan agar prosesnya menjadi lebih efektif memanfaatkan perangkat komputasi yang dimiliki pengguna. Pemain fintech dari menawarkan kemudahan dengan aspek digital tersebut, membuat perbankan tidak mau berdiam diri. Dari survei pun dikemukakan, bahwa inovasi platform digital perbankan menjadi yang paling digencarkan (90%). Kemudian yang kedua justru pada analisis big data (78%).

Aset terbesar bank adalah pada basis data pengguna yang sudah sangat besar. Digitalisasi yang sudah dimulai mengonversi pencatatan data manual ke sistem komputer. Data besar tersebut kini disadari dapat menjadi sebuah investasi dalam penyusunan strategi, sehingga platform berbasis analisis dinilai menjadi urgensi bank untuk dikembangkan. Tujuannya untuk menemukan tren yang dihimpun langsung dari basis nasabah perbankan itu sendiri, dikenal dengan istilah “Know Your Customer”.

Produk digital yang menjadi prioritas pengembangan / PwC
Produk digital yang menjadi prioritas pengembangan / PwC

Yang tak kalah menarik justru keterbukaan perusahaan terhadap teknologi baru. Dalam visualisasi persentase di atas, Artificial Intelligence dan Blockchain memiliki porsi cukup, dua pendekatan teknologi dini digadang-gadang akan banyak merevolusi sektor keuangan dalam beberapa waktu ke depan.

Persaingan dengan pemain fintech

Tidak dimungkiri bahwa fintech mulai mendapatkan porsi konsumen yang besar. Sehingga tidak mengherankan perkembangannya cukup memberikan kekhawatiran kepada bisnis perbankan. Dari hasil survei PwC, kebanyakan responden memberikan jawaban terkait pemain mana yang mulai banyak mempengaruhi sektor keuangan. Jawaban terbesar ialah GO-PAY, disusun Alibaba (AliPay), Grab, hingga Tokopedia. Keunggulan masing-masing platform yang disebutkan tadi selain mereka memiliki fitur finansial digital, mereka juga memiliki komoditas layanan dan produk yang sehari-hari dapat dipakai oleh konsumen.

Pemain fintech yang dianggap mulai mengganggu sektor perbankan / PwC
Pemain fintech yang dianggap mulai mengganggu sektor perbankan / PwC

Indonesia tengah mengalami booming e-commerce dan fintech. Memanfaatkan teknologi, mereka dapat berlari kencang melakukan akuisisi pengguna dan mempelajari tren kebutuhan yang ada. GO-JEK misalnya, dari basis data awal konsumen transportasi on-demand kini mulai berkembang dengan pelayanan lain. Belum lagi sektor lain, termasuk ritel, telekomunikasi, hingga perusahaan teknologi yang mulai melirik potensi pemanfaatan teknologi keuangan.

IMD Rilis Peringkat Kompetisi Digital Global, Indonesia Berada di Urutan Bawah

IMD World Digital Competitiveness Rankings kembali dirilis, mengungkapkan penilaian negara-negara di dunia dari berbagai perspektif, kaitannya dengan adopsi teknologi untuk peningkatan ekonomi dan efisiensi di berbagai bidang. Amerika Serikat, Hong Kong, dan Singapura berada di peringkat teratas. Sayangnya Indonesia justru berada di peringkat 62, termasuk yang paling buruk di kawasan ini. Salah satu tantangan yang dikemukakan ialah pengembangan pekerja berketerampilan tinggi yang belum banyak mencukupi.

Gambar 1

Ketersediaan talenta berkompetensi menjadi faktor penting, karena memberikan pengaruh kapasitas dalam pengembangan dan integrasi teknologi di berbagai sektor. Termasuk untuk kesiapan negara secara umum menghadapi masa depan persaingan bisnis. Peringkat IMD juga menelisik tentang sejauh mana transformasi teknologi dapat beradaptasi dengan lingkungan di suatu negara. Seberapa jauh transformasi tersebut menyediakan efektivitas bagi para pengambil keputusan di sektor publik maupun privat.

Mengamati performa Indonesia

Lebih detail, IMD membagi penilaian ke beberapa hal, pertama soal pengetahuan. Di Indonesia dari tahun ke tahun tercatat selalu berada di atas ranking 40, sub-faktor utama yang paling menghambat ialah pelatihan dan pendidikan. Secara khusus DailySocial pernah melakukan wawancara kepada kalangan pendidik soal kualitas pendidikan dan gap dengan kebutuhan industri. Memang, soal relevansi masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pendidik. Teknologi berkembang dinamis, sementara adopsinya dalam kurikulum memerlukan waktu lebih untuk penyesuaian.

Untuk pendidikan ranking terbaik Indonesia berada di kategori “Employee training”, hal ini menyiratkan tren peningkatan kapabilitas profesional diri yang dilakukan kebanyakan saat sudah bekerja. Misanya dengan mengikuti sertifikasi tertentu berkaitan dengan teknologi yang digunakan dalam pengembangan.

Gambar 2

Faktor teknologi juga memberikan skor yang tidak bagus. Peringkat baik ada di faktor kapital, terkait bagaimana produk teknologi disebarkan ke pasar terkait. Namun demikian dari sisi regulasi dan kerangka kerja teknologinya tidak cukup baik.

Gambar 3

Kesiapan adopsi teknologi untuk masa depan bisnis juga memiliki skor ranking yang tidak cukup memuaskan. Salah satu hal yang cukup signifikan dan disorot ialah implementasi big data dan analyitcs, karena beberapa korporasi di sini sudah mulai mengarah ke sana untuk mendapatkan keuntungan lebih. Divisi data makin diperkuat untuk membantu keputusan bisnis. Namun di luar itu perlu banyak peningkatan. Terlebih relasi kemitraan sektor publik-privat juga tergolong tidak terlalu buruk ranking-nya.

Gambar 4

Tujuan dari riset ini secara umum untuk menilai sejauh mana suatu negara mengadopsi dan mengeksplorasi teknologi digital mengarah ke transformasi dalam praktik regulasi, model bisnis, dan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Selain itu teknologi juga dinilai dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan lokal untuk menemukan peluang yang lebih baik di masa mendatang.

Faktor pengetahuan mengacu pada infrastruktur tidak berwujud yang menjadi fondasi utama transformasi digital melalui penemuan, pemahaman, pembelajaran teknologi baru. Faktor teknologi menilai konteks keseluruhan sejauh mana pengembangan teknologi bergerak. Dan faktor kesiapan masa depan menilai tingkat adopsi oleh berbagai komponen yang menjalankan proses bisnis di suatu negara.

Feedr Academy Ingin Bantu Bisnis Lakukan Transformasi Digital

Transformasi digital telah banyak digulirkan, memaksa setiap bisnis untuk melakukan banyak perubahan. Menurut Forbes, 21 perusahaan ritel  besar di Amerika Serikat menutup 3.591 tokonya pada 2017. Dan Gartner, sebuah lembaga penelitian global, memprediksi bahwa pada tahun 2020, 75 persen bisnis akan bertransformasi menjadi berbasis digital. Sayangnya, hanya 30 persen saja yang akan sukses.

Suka tidak suka, fenomena ini tengah terjadi di Indonesia. Banyak perusahaan ritel lokal yang mulai menutup sebagian tokonya, seperti Ramayana, Matahari, termasuk franchise berbasis internasional seperti Lotus, Debenhams, dan GAP. Dalam kondisi ini, transformasi digital akan menjadi sebuah keharusan yang tidak terelakkan. Sayangnya masih banyak perusahaan yang masih bingung mengenai langkah apa yang harus dilakukan untuk memastikan dirinya bisa bertahan dan bahkan sukses di era transformasi ini.

Menjawab tantangan ini Feedr Academy, sebuah knowledge center di bidang digital dan e-commerce akan mengadakan seminar yang bertajuk “How to Survive and Success in Digital Transformation Era”. Seminar ini akan diadakan di Jakarta pada hari Kamis, 25 Januari 2018 di Hotel Aston Kuningan at The Suites. Seminar ini akan menghadirkan pembicara-pembicara seperti Subiakto Priosoedarsono, seorang Branding Expert (Branding Expert), Hadi Kuncoro (Supply Chain, Retail Management dan Business Model Design Expert). Muliadi W Jeo (Omni-Channel Expert), dan beberapa lainnya.

Seminar dengan para pembicara tingkat nasional dan internasional di bidang digital dan e-commerce ini berharap dapat membantu para pelaku bidang ritel, FMCG, logistik, perbankan dan keuangan, farmasi dan kesehatan, properti,  industri otomotif dan banyak industri lainnya untuk memulai  transformasi digital di perusahaan masing-masing.

Pada seminar kali ini, para pembicara akan berbagi dan akan memandu para peserta  berdasarkan  pengalaman mereka pada lintas industri untuk melihat posisi bisnis saat ini dalam lanskap digital terkini. Peserta juga akan mendapatkan masukan  bagaimana membangun roadmap transformasi digital. Tentunya seminar ini juga akan diperkaya dengan beberapa kisah sukses para pembicara  saat memulai proses transformasi digital pada berbagai industri yang telah mereka lalui.

Semua peserta akan mendapatkan ilmu A hingga Z mengenai permasalahan dan solusi transformasi digital; bagaimana memulai pergeseran pola pikir untuk mendorong inovasi di perusahaan; bagaimana mengimplementasikan transformasi digital; dan bagaimana memilih teknologi yang paling sesuai untuk transformasi perusahaan.

Sesi seminar

Sesi pertama akan membahas transformasi tiga zaman, bagaimana Subiakto Priosoedarsono, sebagai saksi hidup sejarah mengalami transformasi tersebut, sejak media cetak, pindah berjayanya radio dan televisi dan akhirnya kebangkitan digital pada jaman sekarang. Menjadi bagian dari tradisional retail, modern retail dan sekarang e-commerce. Sesi kedua Hadi Kuncoro akan membahas solusi A hingga Z bagaimana mempersiapkan bisnis untuk go digital, apa saja yang harus dipersiapkan membangun roadmap digital transformation, bisnis model baru dan change management. Termasuk juga langkah per langkah yang harus dilakukan untuk  mencapai tujuan.

Sesi ketiga akan membahas mengenai Omni-Channel Technology. Muliadi W Jeo akan membawa para peserta melalui consumer journey, yaitu dari pemesanan secara online, hingga pelanggan menerima pesanan di depan pintu rumahnya masing-masing. Consumer Journey ini tentu akan dilengkapi dengan saran mengenai teknologi mana yang paling pas sesuai kebutuhan konsumen. Acara akan ditutup oleh Panel Discussion yang akan membahas mengenai Change Management dan Inovasi yang merupakan kunci sukses dalam melakukan transformasi digital.

Info lebih lanjut dan pendaftara kunjungi https://feedr.id/event/

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari Feedr Academy

Empat Komponen Pendorong Transformasi Digital Bisnis

Revolusi industri tengah mencapai babak baru, sebagai refleksi dari perkembangan teknologi yang sudah ada saat ini. Internet, IoT, perangkat mobilitas, hingga pemrosesan data yang kian canggih telah terbukti mampu memberikan dampak baik di berbagai bidang, tak terkecuali bisnis. Oleh karenanya jargon “transformasi digital” sangat kuat didengungkan akhir-akhir ini.

Di kesempatan acara Microsoft Industry Summit Indonesia, COO Microsoft Indonesia Linda Dwiyanti turut memaparkan tentang topik transformasi digital. Ia mengungkapkan bahwa proses tersebut sangat penting untuk diikuti bisnis saat ini guna mempertahankan sekaligus mengakselerasi laju bisnis yang sudah ada. Karena orientasi konsumen juga kian tinggi ekspektasinya.

Menurut Linda, transformasi digital sendiri mencakup berbagai aspek. Tujuan utamanya ialah membuka peluang sebesar-besarnya kepada industri untuk semakin inovatif dan kreatif memaksimalkan sumber daya teknologi yang ada. Setidaknya ada empat hal yang ditekankan Linda berkaitan dengan transformasi digital yang dapat dilakukan oleh suatu bisnis. Berikut poin-poinnya:

Dimulai dari internal bisnis, memaksimalkan potensi SDM

Secanggih apa pun teknologi hanya akan berperan sebagai sebuah tools. Keluaran yang dihasilkan bergantung dengan brainware yang mengoperasikan. Oleh karenanya Linda mengatakan bahwa memberdayakan SDM yang ada di lingkungan bisnis menjadi salah satu urgensi utama dan yang paling awal dalam melakukan transformasi digital. Investasi untuk meningkatkan pemahaman SDM terkait teknologi sangat perlu, untuk membangun literasi digital itu sendiri.

Libatkan komponen yang turut berpengaruh dalam bisnis

Salah satu hasil yang dapat dicapai dari transformasi digital yang telah dimulai dari sisi internal bisnis adalah jam kerja yang cenderung lebih fleksibel. Namun hal tersebut tidak akan efektif jika perkembangannya tidak diikuti oleh komponen di sekitarnya, dan yang paling berpengaruh besar bagi bisnis tentu pelanggan. Pendekatan kepada pelanggan juga harus mampu diakomodasi dengan pintar, selain menyuguhkan ragam teknologi yang sesuai, optimasi sistem modern –sebut saja AI atau komputasi awan—dapat menjadi solusi yang efektif untuk turut membawa pelanggan bisnis ke dalam transformasi digital. Tujuannya memberikan pengalaman sekaligus membantu lingkungan internal bisnis untuk membantu pelanggan menyesuaikan.

Optimalkan operasi bisnis melalui teknologi

Studi Microsoft mengemukakan bahwa perjalanan transformasi digital saat ini kebanyakan diawali dari perusahaan retail di kawasan Asia. Mayoritas pebisnis di era digital sangat sadar pentingnya transformasi digital. Misalnya pemanfaatan komputasi awan untuk menyederhanakan infrastruktur bisnis. Secara umum Linda menyebutkan bahwa transformasi digital sangat membuka peluang baru dalam bisnis, dan pebisnis 90% mempercayai itu. Selain memberikan dampak terhadap lebih cepatnya pelayanan bisnis, transformasi dalam operasi bisnis dinilai akan turut menekan berbagai pengeluaran perusahaan, sehingga dapat dioptimalkan untuk mengembangkan bagian lain, misalnya SDM.

Transformasi digital turut mengubah proses bisnis

Transformasi digital tidak sesederhana mengubah pendekatan penulisan dengan kertas menjadi komputer. Lebih dari itu, berbagai proses dalam bisnis perlu disesuaikan, didorong dengan inovasi teknologi. Dicontohkan dalam bisnis ritel, melalui sambungan kanal pemasaran digital mereka dapat menjangkau konsumen yang lebih luas. Implikasinya harus ada penyesuaian produk, misalnya apakah dimungkinkan untuk disampaikan secara digital, atau penyesuaian pengemasan sehingga memberikan efisiensi dalam proses pengiriman. Pada dasarnya transformasi digital adalah proses yang perlu dicapai dari hulu hingga ke hilir.

Telkomsel’s Long-Term Plan on Digital Transformation

Telkomsel is getting serious for digital transformation as a step of business efficiency and service optimization. In 2021, virtual-shaped assistant digital service “Veronika” is targeted to be available  across platforms to get closer to users. The expansion will be in sync with adding functionality.

Some of the platforms Telkomsel tried to be integrated with Veronika are Direct Messages on Twitter, Whatsapp for Business, and MyTelkomsel app. The Twitter plan will be launched early next year. In addition, there are other platforms will be targeted, such as motion devices with voice-based controls like a smartwatch.

Furthermore, Veronika’s function will take over the role of Grapari outlets as customer service (CS), such as handling customer surveys. CS agents will be shifted to do more productive things, such as cross-selling and upselling Telkomsel products.

Launched four months ago, Veronika has been able to serve top-up balance, check the remaining quota, swap Telkomsel POIN, provide information about MyGrapari location, or other information about Telkomsel service. Recently, Veronica has been added with a new service to handle the re-listing of prepaid cards.

Presented by Telkomsel, Veronika is currently have reached 1.5 million users spread across three platforms, namely Line, Telegram, and Facebook Messenger. In developing Veronika, Telkomsel took Kata.ai as the developer and Accenture as project manager.

For Grapari, the plan is to redesign it as the last place to serve customers. Grapari later will be divided into several modes to adjust the target and customer type. There is thematic, which targets are young people or companies. The other one is for regular users.

Veronika’s presence did not merely threaten Grapari’s presence. As Telkomsel goal is to shift the transaction to online.

The current number of active Grapari is 400 outlets spread across Indonesia. It represents Telkomsel area, so it can not be closed.

“Grapari will be divided into several types, the amount is still, but the size will be minimized. It will be more of self service, and a video call with CS agent. The physical agent will not be there, it will directed to other activity. There is nothing to be worried regarding CS agents that will be inefficient,” explained Telkomsel VP Customer Care Management Andri Wibawanto while attending Digital Summit Indonesia 2017 on Wednesday (11/8).

Other than relying on Veronica virtual assistant and Grapari, Telkomsel will also add digital kiosk machines. The machine will serve the purchase of a new SIM card, upgrade to 4G, pay bills, top-up balance and others. One machine consists of two dispensers that can accommodate 500 card slots each. According to Andri, the machines are spread in 80 points throughout Indonesia.

Expected on all digital plans, transactions from digital channels in Telkomsel will reach 70% compared to 30% of  traditional channels in 2021. Nowadays, traditional channels is still dominating at 85% , and the rest is occupied by online channel.

Digital Transformation Impact

According to Andri, the digital application will target three pillars. It includes improving services from Telkomsel to customers, decreasing the cost, and increasing revenue.

He took an example, traditional channels cost more than digital. Telkomsel can reduce loads by 60-70 percent when developing digital channels. With this efficiency, companies can offer better programs to customers.

“Our cross-sell and upsell will get better. It surely getting better for increasing revenue. This is what we can get from the digital transformation,” said Andri.


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian