(Masih Soal) Isu Kepercayaan di Transaksi Online

Pernah membeli barang di sebuah marketplace tapi selesai membayar, diinfokan penjual ternyata produknya kosong? Proses refund memakan waktu sampai 2-3 hari, padahal proses pembayaran yang kita lakukan selesai dalam satu atau dua menit.

Sepengetahuan kami, penjual online disediakan opsi memasukkan jumlah stok yang bisa mereka jual. Ketika sudah atau menjelang habis, penjual mendapatkan informasi atau pemberitahuan untuk restock.

Apapun alasan yang menyebabkan stok tidak diperbarui secara real time, isu ini sebenarnya minor. Ada potensi kesalahan manusia itu sendiri yang salah memasukkan jumlah stok, tapi jika terjadi terus menerus akan membuat pengguna jadi gusar. Hal ini adalah tipe keluhan umum yang sering terjadi.

Pemain e-commerce, apalagi yang bergerak di model C2C, menangkal masalah ini dengan membuat fitur tanya penjual (in app chat) untuk menepis keraguan konsumen dan menyediakan kolom diskusi, untuk tanya jawab langsung dengan penjual. Orang lain bisa melihat seluruh percakapan yang terekam.

Shopee bahkan menyediakan template pertanyaan yang umum dipakai saat menanyakan stok barang. Salah satunya, “Hi, apakah produk ini masih ada?” dan “Terima kasih.”

Kental suasana social commerce

Bila diperhatikan, solusi ini selalu berkaitan dengan berkirim pesan. Penyebabnya hanya satu: orang Indonesia itu senang mengobrol. Makanya selalu disematkan unsur chat untuk berdiskusi langsung dengan penjual.

Alhasil, konsep social commerce begitu laku. Setiap hal selalu ditanya, meski penjual (seharusnya) selalu memperbarui stok di kolom deskripsi barang. Menurut hemat kami, bila informasi barang yang dipajang dan penjelasan sudah jelas, kenapa harus ditanya lagi pertanyaan mendasar seperti ketersediaan barang?

Menurut riset yang dibuat Paxel dan Provetic, 87% responden memanfaatkan platform media sosial untuk berjualan online ketimbang platform e-commerce atau marketplace.

Bila dirinci, WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling banyak dipakai responden untuk berjualan. Sisanya berjualan di Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%). Banyak rujukan riset lainnya yang menunjukkan social commerce ini memang begitu diminati.

Kami pernah menulis terkait alasan social commerce populer di Indonesia. Intinya, ada perbedaan gaya konsumen yang berbelanja lewat platform e-commerce dan media sosial.

Di media sosial, konsumen cenderung chatty karena takut salah beli dan ingin fleksibel untuk pembayaran dan metode pembayaran. Beda halnya dengan platform e-commerce. Konsumen sudah mandiri dan tahu apa yang mau dibeli.

Ada kecenderungan pemain e-commerce mencoba mengakomodasi konsumen yang chatty tersebut agar mereka, dengan kebiasaan yang ada, pindah ke platform yang lebih aman melalui fitur tanya jawab.

Hal ini memperlihatkan masih ada keraguan dari sisi konsumen untuk melakukan berbelanja online. Masih ada ketakutan yang menghantui, misalnya barang palsu, warna yaang berbeda dengan foto, atau ketakutan lainnya.

Sayangnya kabar jelek, misalnya kesalahan pengiriman barang atau bahkan “penipuan”, begitu cepat tersebar dan lebih mudah melekat di mindset orang-orang ketimbang kabar bagus.

Dengan penetrasi belanja e-commerce di Indonesia masih di bawah 10% dari total belanja ritel, isu ini perlu diselesaikan dengan inovasi baru agar tidak semakin bertumpuk dan akhirnya memengaruhi keputusan konsumen untuk beralih ke social commerce atau justru kembali secara offline.

Menyiasati Titik Jenuh Beberapa Sektor Startup Indonesia

Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia kini telah mencapai $40 milliar dan diproyeksikan akan terus bertambah seiring pertumbuhan jumlah pengguna internet. Bisnis e-commerce disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar, namun di balik kesuksesan beberapa nama di sektor ini, tidak sedikit startup yang tumbang meskipun memiliki dukungan sumber daya dan dana yang cukup.

Isu ini menjadi salah satu yang dibahas dalam acara peresmian lokasi kedua co-working space DreamHub yang bertempat di Atrium Mulia, Jakarta Selatan. Indonesia disebut sedang mengalami titik jenuh, di beberapa sektor, terutama e-commerce.

Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari menyampaikan, “Satu hal terpenting, startup yang dapat survive adalah startup yang memberi solusi atas suatu permasalahan dan fokus pada profit.”

Dalam mewujudkan hal ini, pelaku industri harus didukung iklim yang kondusif untuk bisa mewadahi pemikiran-pemikiran kreatif mereka agar tidak terbengkalai di masyarakat.

Kolaborasi untuk mencapai solusi

Saat ini, kehadiran para pemain e-commerce telah memberikan solusi bagi masyarakat dalam efisiensi berbelanja, yaitu secara online. Namun, seiring dengan terciptanya animo masyarakat untuk berbelanja online, muncul permasalahan-permasalahan baru yang mungkin tidak bisa diselesaikan oleh sektor e-commerce sendiri, misalnya sisi pembayaran dan logistik. Hal ini menciptakan peluang bagi pelaku industri untuk melahirkan inovasi baru atau berkolaborasi demi menyelesaikan permasalahan tersebut.

Menurut Gondang Prabowo, Head of Growth The Fit Company Group, semakin banyaknya startup yg hadir sebenarnya bukan malah menimbulkan titik jenuh, melainkan mendorong kompetisi yang semakin ketat. Pihaknya sendiri mengaku sedang menggalakkan kolaborasi demi mencapai solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.

“Kita juga harus kritis dalam melihat produk kita sendiri. Banyak startup yang merasa produknya sudah bisa diterima pasar lalu semata-mata puas dan tidak mencoba kritis,” tambahnya.

Mencari celah di industri

Dari sisi investor, perusahaan modal ventura yang fokus pada pendanaan startup tahap awal, Venturra Discovery, melihat sudah terlalu banyak bisnis e-commerce yang menggarap pasar horizontal. Saat ini, pihaknya mengaku sedang fokus mendukung bisnis e-commerce vertikal tertentu, seperti Sociolla (kosmetik) dan Fabelio (furnitur).

Selain itu, masih ada potensi bisnis yang masih bisa digarap. Hari menyebutkan, beberapa sektor yang masih memiliki banyak ruang untuk diisi, contohnya agrikultur, perikanan, dan edukasi.

“Karena untuk membangun industri, kita butuh skill bukan cuma knowledge. Kita sedang dalam tahap darurat talenta. Sementara tingkat kepercayaan pengguna semakin tinggi, pendanaan mulai masuk, infrastruktur juga sudah terbangun, salah satu yang penting dan belum terpenuhi adalah talenta.” tuturnya.

Aplikasi Jamanow Mudahkan Pengguna Memulai Bisnis Jualan Online

Makin menjamurnya bisnis online yang memanfaatkan berbagai platform untuk berjualan menjadi salah satu inspirasi lahirnya aplikasi Jamanow. Yakni sebuah social commerce yang memfasilitasi pengguna memulai bisnis online secara mandiri.

Platform tersebut menawarkan kemudahan akses untuk menghubungkan brand atau merchant kepada reseller dan pelanggan. Dengan memanfaatkan social network reseller dan influencer, memungkinkan brand bisa menjangkau jaringan yang jauh lebih luas.

“Kami melihat social commerce sukses di India dan Tiongkok. Memberikan peluang usaha kepada semua orang, why not? Di Indonesia masih tinggi angka penganggurannya, kemudian ada yang sudah bekerja tapi gajinya kurang bisa mencukupi kebutuhan mereka, ada juga mahasiswa atau pelajar atau Ibu rumah tangga yang butuh dapat penghasilan tambahan,” kata Co-Founder & CMO Jamanow Cindy Ozzie kepada DailySocial.

Jamanow mencatat, 60% transaksi online terjadi di platform e-commerce formal, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan sebagainya. Sementara 40% transaksi online terjadi di platform informal, seperti WhatsApp, Facebook, Kaskus, dan lainnya. Cara informal kebanyakan transaksinya masih menggunakan cara manual.

Secara demografi, profil Indonesia, India, dan Tiongkok bisa dibilang cukup serupa. Mulai dari penyebaran penduduk, heterogenitas budaya, dan gaya hidupnya. Jadi ada peluang yang besar juga social commerce ini bisa sukses di Indonesia, meskipun masih perlunya edukasi diberikan.

“Hingga kini masih menjadi tantangan bagi kami adalah social commerce yang masih sangat baru di Indonesia. Jadi untuk edukasi market membutuhkan waktu dan strategi yang tepat,” kata Cindy.

Fokus pada akuisisi merchant, reseller, dan pelanggan

Secara khusus platform tersebut menawarkan model bisnis yang serupa dengan drop shipping model. Ketika reseller berhasil menjual barang dari aplikasi, mereka akan dapat komisi hingga 25%. Jamanow juga mengenakan komisi dari setiap transaksi penjualannya. Untuk mengakuisisi lebih banyak merchant, perusahaan memanfaatkan jaringan tim yang telah dimiliki.

Selain mereka yang sudah menjadi reseller sebelumnya, target perusahaan adalah mengajak kalangan ibu rumah tangga, karyawan, dan mahasiswa untuk bergabung.

Untuk melancarkan kegiatan tersebut, perusahaan telah melakukan aktivitas offline dan kampanye di media sosial. Jamanow mengklaim telah memiliki pengguna aktif di luar kawasan Jabodetabek, seperti Padang, Surabaya, Kalimantan hingga Bali. Layanan juga sudah bisa diakses melalui aplikasi maupun website.

“Tahun 2020 mendatang kami memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana pra seri A dan seri A. Sementara target yang ingin kami capai tahun depan di antaranya meningkatkan angka transaksi, angka active user, dan yang pasti impact untuk setiap pengguna aplikasi kami,” kata Cindy.

RateS, TokoTalk, dan Feedr juga merupakan aplikasi serupa yang beroperasi di Indonesia. Tawarkan model social commerce untuk permudah masyarakat berjualan sebagai reseller.

Application Information Will Show Up Here

Zilingo Kembangkan Manufaktur Mini untuk Bantu Pengusaha Fesyen Perempuan

Platform e-commerce Zilingo kini mengembangkan konsep manufaktur untuk kalangan mikro demi perbesar bisnis B2B di bawah brand Zilingo Asia Mall (ZAM). Perusahaan menyasar pengusaha mikro perempuan di tingkat akar rumput untuk turut berpartisipasi di dalamnya.

Co-Founder & CEO Zilingo Ankiti Bose menjelaskan, konsep ini tertuang dalam SheWorkz, program manufaktur terdesentralisasi khusus menyasar pengusaha mikro perempuan. Indonesia menjadi negara pertama diluncurkannya inisiatif tersebut. Pada tahap pertama akan hadir di Jakarta, Cirebon, dan Tasikmalaya.

Ankiti berharap kehadiran pabrik mini tersebut dapat menjaga pasokan fesyen, sekaligus mendorong perempuan untuk mulai berkarier sebagai pengusaha. Pasalnya, perempuan masuk ke dalam kalangan yang kurang terwakili dalam lanskap ekonomi global.

Ia menyebut, di Asia Tenggara dan Selatan, jumlah angkatan kerja perempuan hanya 31% dari keseluruhan tenaga kerja dan menyumbang 24% terhadap PDB. Ini bukan menjadi masalah sosial semata, tapi juga sudah menyentuh masalah ekonomi.

“Ide awal SheWorkz adalah bantu perempuan untuk menjadi pengusaha, dengan bantuan teknologi mereka bisa scaling dan dapat bantuan modal. Mereka juga bisa kerja dari rumah, sehingga fleksibel. Ini ide awalnya,” terang Ankiti beberapa waktu lalu saat peluncuran program SheWorkz.

Dia menjelaskan Indonesia adalah negara terpenting bagi Zilingo karena pertumbuhannya yang tercepat dibandingkan negara lainnya. Diklaim setiap kali Zilingo menetapkan target pencapaian untuk ZAM selalu terlampaui. Sayangnya, Ankiti tidak ikut menyertakan data pendukungnya.

Oleh karenanya, Indonesia jadi negara pertama. Berikutnya akan di gulirkan ke negara lainnya, seperti Thailand, Filipina, Singapura, dan India.

Lebih detail, Zilingo akan mengidentifikasi empat hingga lima perempuan yang berasal dari satu daerah yang sama dan mengelompokkan mereka sesuai dengan tingkat keterampilan. Targetnya perusahaan ingin melatih 300 perempuan pada tahap awal ini.

Mereka akan diberikan pinjaman usaha (KUR) sekitar $5 ribu-$10 ribu (Rp70,9 juta-Rp140 juta) berasal dari mitra perbankan (Bank Mandiri, BNI, BRI). Lalu, akan memproduksi pakaian sesuai permintaan brand dan terhubung dengan platform Zilingo.

Di dalamnya terhubung dengan sistem untuk mencocokkan keterampilan, ketersediaan, dan spesialisasi mereka sesuai permintaan brand. Setidaknya ada 60 ribu brand pakaian global yang memasok kebutuhannya lewat perusahaan.

“Sistem yang sama juga dapat memantau output, kecepatan dan kualitas, serta mengidentifikasi di mana pelatihan lebih lanjut mungkin diperlukan.”

Berambisi jadi pabrik cloud fesyen terbesar

Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution saat peluncuran SheWorkz / Zilingo
Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution saat peluncuran SheWorkz / Zilingo

Ambisi yang ingin dicapai oleh Zilingo lewat program SheWorkz adalah menjadi penyedia pabrik berbasis cloud terbesar di dunia, khususnya fesyen. Visi dan misinya, setiap brand, pengusaha, dan pabrik dari semua skala bisnis bisa menjadi bagian dari perusahaan.

Dia menegaskan Zilingo tidak memiliki pabrik sendiri dalam memfokuskan bisnis B2B-nya tersebut. Perusahaan justru bermitra dengan pabrik yang sudah ada, dengan menyediakan teknologi yang mereka butuhkan. Entah itu teknologi untuk procurement, logistik, invoice, penagihan, sistem pembayaran, dan sebagainya.

“Kita matching kebutuhan brand dan supply dari pabrik secara global. Misalnya, brand Amerika kini bisa manfaatkan resource dari pabrik di Indonesia. Ini bisa dorong sisi ekspor dan hubungan ekspor antar dua negara semakin mudah.”

Terdapat lebih dari 6 ribu pabrik yang telah terhubung dan memanfaatkan teknologi dari Zilingo. Tidak disebutkan ada berapa banyak di antaranya yang berada di Indonesia.

Praktik ekspor dari pabrik Indonesia sudah mulai terjadi melalui perusahaan. Ankiti menerangkan pabrik Indonesia banyak ekspor ke Malaysia untuk produk pakaian muslim. Ada juga yang tembus ke Amerika Serikat.

Secara keseluruhan, tanpa menyebut lebih detail, diklaim pertumbuhan B2B signifikan dan unprecedented selama setahun belakangan. Di B2B, dia mengaku tidak memiliki pesaing. Malah justru menghimpun seluruh penjual fesyen, yang berjualan di kanal online manapun, untuk ikut menjadi pengguna di Zilingo.

Beda halnya di B2C, khususnya di Indonesia, persaingannya sangat ketat dan butuh modal yang besar untuk jadi yang terdepan.

Dari pendanaan seri D yang diperoleh pada tahun ini, dia menegaskan perusahaan akan fokus pengembangan teknologi pada tiga area, yaitu supply chain, pembiayaan, dan data science. “Justru kita enggak terlalu banyak spent investasi ke B2C, justru lebih ke B2B. Tiga area ini paling banyak butuh investasi buat bisnis B2B kita,” pungkas dia.

Bukalapak, Lazada, dan Alibaba Berikan Klarifikasi, Tidak Ada Rencana “Merger”

Minggu lalu beredar rumor, tentang rencana penggabungan bisnis (merger) antara Bukalapak dan Lazada. Dikatakan bahwa investornya, yakni Alibaba, turut mendorong aksi perusahaan tersebut.

Menanggapi kabar tersebut, juru bicara dari Bukalapak menyampaikan bahwa informasi tersebut tidak benar. Bahkan di internal perusahaan sama sekali belum ada pembicaraan yang mengarah ke sana.

Pun demikian dari sisi Lazada dan Alibaba, pihaknya mengatakan bahwa tidak ada rencana penggabungan dan memastikan rumor tersebut tidak benar.

Sebelumnya awal bulan lalu Bukalapak baru saja mengumumkan pendanaan seri F, membawa valuasi perusahaan di angka 35 triliun Rupiah. Shinhan GIB dan Emtek terlibat dalam putaran pendanaan tersebut.

Perusahaan turut menyampaikan, saat ini layanan mereka telah digunakan lebih dari 70 juta pengguna. Di dalamnya ada lebih dari 4 juta pelapak dan 2 juta mitra warung/agen dari berbagai wilayah di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Bangun Ekosistem Khusus Bisnis, Bhinneka Garap Pasar B2B2B

Pionir situs e-commerce Bhinneka mengungkapkan tengah memperdalam fokusnya dengan menggarap segmen baru b2b2b, tujuannya agar terus menjadi pemain e-commerce b2b terdepan di Indonesia. Perubahan fokus ini baru terjadi sejak awal Oktober ini dan ke depannya akan banyak pengembangan situs utama mereka.

GM of Acquisition Bhinneka Shri Prabu Adityawarman menerangkan, tujuan perusahaan mengambil keputusan ini karena ingin membuat ekosistem bisnis yang menyeluruh. Semua orang bisa berbisnis dengan berjualan dan membeli produk dari dan ke Bhinneka.

“Kebanyakan [pemain e-commerce di Indonesia] mainnya di ritel, tapi kita fokusnya di bisnis. Jadi inget mau bisnis, mau penjualan atau pembelian ingatnya Bhinneka,” terangnya kepada DailySocial.

Melalui konsep b2b2b ini, antar merchant bisa saling membeli produk di dalam ekosistem. Misalnya, ada perusahaan yang menjual jasa training di Bhinneka, mereka bisa membeli gadget untuk kebutuhan kantor lewat Bhinneka juga.

Tidak hanya menyediakan produk teknologi informasi, Bhinneka juga merambah kategori baru agar dapat menjangkau seluruh aspek kebutuhan korporat dan UKM, seperti MRO (maintenance, repair, overhaul) dan jasa untuk pelatihan karyawan, konsultasi finansial, riset pasar, interior design, edukasi, dan sebagainya.

“Kita mau semua jenis merchant bisa masuk karena potensi UMKM ini besar kan. Jadi kita coba fokus ke sana juga, enggak main di korporasi besar saja.”

Pada fase berikutnya, setelah banyak merchant dari berbagai kategori masuk, Bhinneka akan membuat produk bundling yang eksklusif tersedia di platform mereka. Nilai tambah lainnya, merchant bisa terhubung dengan rekanan fintech, seperti Home Credit, Kredivo, dan Kredit Plus untuk bantuan modal usaha.

Prabu menyebut saat ini perusahaan memiliki 500 ribu konsumen, sekitar 40 ribu di antaranya adalah konsumen b2b. Mereka datang dari berbagai industri, seperti manufaktur, IT, startup, universitas, farmasi, FMCG, dan masih banyak lagi.

Bhinneka juga memiliki eksistensi yang kuat di B2G, menyediakan pengadaan e-katalog LKPP untuk pemerintahan. Dalam melayani konsumen ini, perusahaan menyediakan dedicated account manager.

Diklaim monthly revenue dari b2b tumbuh signifikan dari Januari 2013 sampai Juni 2018, yang mencapai 369% dengan total SKU yang dimiliki mencapai lebih dari 450 ribu buah.

Saat ini rata-rata pengguna bulanan ke situs Bhinneka mencapai lebih dari 5 juta orang. Sebanyak 3,5 juta orang datang dari aplikasi, sisanya dari desktop. Kompetitor terdekat mereka termasuk Ralali, Bizzy, Mbiz, Indotrading, Monotaro, dan RupaRupa.

Application Information Will Show Up Here

ShopeePay Mulai Debut Sebagai Alternatif Pembayaran di Pedagang “Offline”

ShopeePay, layanan uang elektronik dari Shopee, kini bisa digunakan sebagai alternatif metode pembayaran di merchant offline. Pengumuman ini sekaligus menandakan dimulainya debut Shopee bersaing dengan pemain sejenis lainnya yang sudah kuat di ranah offline, seperti GoPay, Ovo, Dana, dan LinkAja.

Head of Government Relations Shopee Indonesia Radityo Triatmojo menjelaskan, kehadiran ShopeePay di merchant offline diharapkan bisa memberikan solusi O2O. Pelanggan dapat melakukan transaksi online di Shopee dan dapat langsung membawa barang yang dibeli.

“Penggunaan ShopeePay tetap dilakukan di dalam aplikasi Shopee. Bedanya dengan kerja sama lewat merchant offline, pelanggan bisa langsung mendapatkan barang yang dibeli dengan mudah,” katanya kepada DailySocial.

Dia melanjutkan, “Kami percaya ShopeePay hadir sebagai metode pembayaran yang aman dan terpercaya, dan diharapkan dapat mendorong inklusi keuangan ke seluruh Indonesia dan mendorong pertumbuhan e-commerce secara umum.”

Radityo tidak menjelaskan secara spesifik siapa target pengguna ShopeePay. Dari penuturannya, perusahaan menunjukkan komitmennya untuk bisa menghadirkan solusi bagi para pengguna dengan memberikan lebih banyak keuntungan lewat ShopeePay.

Di platform online, pembayaran melalui ShopeePay memiliki keuntungan ongkir gratis lebih banyak, cashback setiap hari, flash sale spesial, dan belanja lebih cepat dan murah. Seluruh keuntungan tersebut menjadi strategi “bakar uang” Shopee dalam menjaring konsumen untuk beralih ke ShopeePay.

“Mengenai pasar pengguna dompet digital, masyarakat Indonesia sendiri sudah mulai menjadikan dompet digital sebagai alat transaksi harian.”

Cara menggunakan ShopeePay tidak sulit. Pengguna cukup membuka laman utama aplikasi Shopee dan memilih menu bertanda scan. Arahkan kamera handphone ke kode QR merchant untuk scan. Lalu mengisi jumlah yang harus di bayar dan klik “Bayar Sekarang.” Terakhir masukkan kode PIN untuk menyelesaikan transaksi.

Apabila ingin menambah saldo, Shopee menyediakan berbagai opsi, termasuk transfer bank dengan akun virtual.

Sesuai aturan dari Bank Indonesia, untuk menjadi pengguna terdaftar dengan layanan penuh, harus melakukan KYC dengan memasukkan identitas diri.

Potensi ShopeePay ke depan

Radityo mengaku saat ini perusahaan masih menguji Shopee Pay di segmen offline agar ke depannya dapat mengembangkan pasarnya lebih jauh. Kolaborasi dengan mitra strategis lewat promo cashback, sponsorship event, dan kegiatan promosi lainnya untuk meningkatkan awareness tentang benefitnya.

Beberapa merchant yang menawarkan promosi bila bertransaksi dengan ShopeePay kebanyakan bergerak di ritel makanan dan fesyen, seperti Bensu Bakso, Geprek Bensu, Martabak Orins, GuluGulu, Mister Baso, Rice Bowl, Kopi Kenangan, Janji Jiwa, Stroberi dan sebagainya. Lokasinya masih terbatas di beberapa gerai.

Dia juga menutup kemungkinan ShopeePay bakal dipisah dari aplikasi Shopee dalam waktu dekat.

“Untuk peluang spin off, kami rasa dalam waktu dekat belum akan ada rencana untuk terpisah dari aplikasi Shopee. Dikarenakan ShopeePay sendiri mulai menjadi pilihan utama pengguna kami untuk proses pembayaran.”

Angka detail mengenai pencapaian ShopeePay masih ditutup rapat-rapat. Radityo beralasan, pihaknya masih dalam tahap pengembangan untuk terus menumbuhkan jumlah pengguna.

Shopee mengantongi lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia sejak akhir 2018. Di dalam aplikasi, ShopeePay bisa digunakan untuk hampir semua jenis transaksi. Menariknya, di merchant offline, kode QR yang dipakai ShopeePay sudah terhubung dengan QRIS — artinya menerima alternatif metode pembayaran non Shopee.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia’s GMV in 2019 Projected to Reach 222 Trillion Rupiah

Tokopedia’s prediction on the GMV (Gross Merchandise Value) this year exceeds Rp222 Trillion or equivalent to 1.5% of Indonesia’s GDP. Last year, Tokopedia’s GMV is at Rp73 trillion (0.5% of GDP). This is bigger than FEB UI’s Economic and Community Inquiry Department (LPEM FIB UI) prediction at Rp170 trillion.

Tokopedia’s Co-Founder & CEO, William Tanuwijaya said, it’ll be fascinating once the projection comes true, the Indonesian economy could be centralized on Tokopedia’s platform. Without producing any goods, the company can make a significant impact through millions of people doing business on its platform.

He also mentioned Tokopedia’s long-term target to contribute up to 5% to the GDP in the next 10 years.

“Entering the second decade, we still have lots of homework due to the beginning of an equal digital economy. In order to increase GDP’s contribution from 1.5% to 5%, we need to evolve by supporting farmers, also fisherman to have equal technology infrastructure,” he said on Thursday (10/10).

Tokopedia, to achieve the target, should change its business focus through penetration to the lowest layer of the population. It is for every part of this country can have equal technology infrastructure from Tokopedia to enhance their business.

There’s a hundred million Indonesian population live in the countryside and have no privilege over internet access to learn and develop a business. They tend to get a higher price for products from the city due to tough distribution.

“In the village, the challenge is low-quality infrastructure, this could be an opportunity on how we encourage them to stay and build a business instead of migrating to the city.”

The statement confirms Tokopedia’s intention not to go global. He said Makassar is more important than Manila, Sukanagara more important than Singapura, the company is to get more relevant and valuable to Indonesia.

Therefore, the company is open to collaboration with various business and industry, either governmental or non-governmental. An initiative was started with West Java Government by launching Desa Digital Powered by Tokopedia.

For a starting point, Desa Digital is to be distributed to 5 thousand villages in West Java as an education space to learn all about the digital industry. In terms of photo-taking, email marketing, etc.

Tanuwijaya guaranteed the distribution to 5 thousand villages is to be achieved in 12 months. West Java will be the first location for trial before Desa Digital goes to other provinces.

“We’ll receive feedback so that when we arrive at other areas, the investment won’t be too much. Any mistake we’ve made in West Java shouldn’t be repeated.”

Another innovation based on the will to build the rural area is a smart warehouse named TokoCabang. It has been launched gradually in Jakarta, Bandung, and Surabaya. “We tried to break the business development risk that often missed with TokoCabang. Thus, business owners don’t have to expand physically, enough with our warehouse.”

Tokopedia, with West Java government, is now connected to public service digitization. An example is Tax for Vehicle (PKB) payment through Tokopedia E-Samsat.

He also mentioned, tax revenue has been increased since the service launched in July 2019, the number even bigger than in 2018. “The result shows Tokopedia as the biggest contributor to tax revenue in West Java.”

Overall, the government has 900 different taxes. When it’s all been digitized, the bookkeeping should be easier for the government. Soon, people can renew their passport through Tokopedia.

Research with LPEM FIB UI

William reveals Tokopedia's target and achievement / Tokopedia
William reveals Tokopedia’s target and achievement / Tokopedia

On the same occasion, LPEM FIB UI also reveals its research titled “Dampak Tokopedia terhadap Perekonomian Indonesia.” There are three methods used, Inter Regional Output (economic relation), Location Quotient (detecting products with most benefit based on region), and survey to 12,683 respondents, consist of 2,677 merchants and 10,006 consumers.

A survey conducted this year using Tokopedia’s internal data last year. “We’ve found various results from the method. The survey was designed in 2019, distribution was made to merchants and consumers according to their systems,” Vice Director of LPEM FIB UI, Kiki Verico said.

There are several findings, such as 6.4 million registered merchants start and develop business through Tokopedia. Last year, the number is at 5 million. 86.55% of merchants are new players and 94% are the ultra micro category (sales with turnover below Rp100 million per year).

About 46,3% were workers and 38.6% of sellers in Tokopedia are producing their own products. They’re using local material (77,4%).

In terms of economic empowerment, Tokopedia is capable to increase sales up to 22%. In fact, some regions outside Java have significant growth. Gorontalo for example, reach up to 55.09%, Jambi at 41.88%, Sumut at 36.67%, Kaltim at 35.71%, and Lampung at 34.27%.

Transactions also occur across the country. Almost 90% of the transaction occurred in Eastern Indonesia come from the West (56%), and East (33%). Meanwhile, transactions in the Middle Region come from West (54%) and East (11%). It shows, sellers in East Indonesia can now reach buyers to the tip of western Indonesia, vice versa.

Another finding shows Tokopedia has given many options for SMEs in the region to buy cheaper materials. Most of them are outside Java, such as Bengkulu (54,5%), Sulawesi Tenggara (53,85%), Gorontalo (46,15%), NTB (46,15%), and Maluku (45,45%).

Noted in this research, 857 thousand new occupations, 309 thousand of those are putting Tokopedia as the main source of income. The number is to increase to 1.13 million occupations this year.

Regarding the economic contribution of Tokopedia to the GDP, there’s a slight difference in the calculation. LPEM FEB UI said the estimation number of Tokopedia’s GMV last year is at Rp170 trillion. Meanwhile, Tokopedia has claimed its contribution (from the GMV) last year is at Rp73 trillion and this year to exceed Rp222 trillion.

“Rp222 trillion is the number from Tokopedia. As calculated by filtering, the number is around Rp170 trillion. Filtering is the real number that represents domestic demand.”

Last year, there are more than 90 million active users per month in Tokopedia’s platform. The employees are now at 5 thousand people in total.

Tokopedia’s closest competitor, Bukalapak, has previously announced the estimated GMV this year exceeding $5 billion (over 70 trillion Rupiah) with more than 2 million transactions per day. The number increased from last year at $3.2 billion (around 48 trillion Rupiah), said Bukalapak’s Founder & President, M. Fajrin Rasyid.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Prediksi GMV Tembus 222 Triliun Rupiah Sepanjang Tahun 2019

Tokopedia memperkirakan nilai transaksi (GMV) pada tahun ini tembus Rp222 triliun atau setara dengan 1,5% dari PDB Indonesia. Tahun lalu, GMV Tokopedia berada di angka Rp73 triliun (kontribusi ke PDB 0,5%). Estimasi ini lebih tinggi dari proyeksi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI yang menyebut Rp170 triliun.

Co-Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan, bila estimasi ini tercapai maka akan sangat menarik karena ekonomi Indonesia bisa terpusat di platform Tokopedia. Perusahaan tidak menjual barang sama sekali, namun ada dampak yang dihasilkan terlihat dari jutaan pebisnis mulai berbisnis di Tokopedia.

Dia juga menargetkan pada jangka panjang Tokopedia dapat meningkatkan kontribusinya terhadap PDB hingga 5% pada 10 tahun mendatang.

“Masuk dekade kedua ini, PR kami masih panjang karena pemerataan ekonomi digital baru dimulai. Untuk mendorong kontribusi PDB dari 1,5% menjadi 5%, maka kami harus berevolusi dengan bantu petani, nelayan agar bisa menikmati infrastruktur teknologi yang selama ini dinikmati produsen,” terangnya, Kamis (10/10).

Untuk capai target itu, Tokopedia mulai mengubah fokus bisnis dengan menajamkan kehadirannya hingga ke lapisan masyarakat terbawah. Harapannya semua elemen masyarakat bisa mulai memanfaatkan infrastruktur dari Tokopedia untuk mengembangkan usaha mereka.

Ada 100 juta masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan yang selama ini kesulitan menjangkau akses internet untuk belajar dan memulai bisnis. Ketika mereka ingin beli barang biasanya harga yang didapat lebih mahal daripada harga di perkotaan karena distribusinya yang susah.

“Di desa tantangannya infrastruktur itu tidak sebagus di kota, tapi ini sekaligus jadi peluang bagaimana kita bisa mendorong mereka untuk tidak perlu pindah ke kota bila ingin mulai usaha.”

Pernyataannya William sekaligus menegaskan bahwa Tokopedia tidak memiliki ketertarikan untuk go global. Menurutnya, Makassar lebih penting daripada Manila, Sukanagara lebih penting dibandingkan Singapura, maka perusahaan akan terus berkomitmen menjadi lebih relevan dan bermanfaat untuk Indonesia.

Maka dari itu, perusahaan membuka peluang kolaborasi dengan banyak pihak dari lintas industri baik itu swasta maupun pemerintah. Salah satu inisiatif yang mulai dilakukan, bersama Pemprov Jawa Barat dengan merilis Desa Digital Powered by Tokopedia.

Pada langkah awal, Desa Digital ini akan dihadirkan ke 5 ribu desa di seluruh Jawa Barat sebagai ruang edukasi masyarakat untuk belajar semua hal tentang digital. Entah itu cara mengambil foto yang baik, membuat email, dan sebagainya.

William memastikan dalam 12 bulan mendatang target menghubungkan 5 ribu desa ini akan tercapai. Jabar akan menjadi kawasan percobaan untuk Desa Digital sebelum akhirnya di bawa ke provinsi lainnya.

“Nanti kita akan mendapatkan feedback, sehingga ketika masuk ke provinsi lain, investasi jadi tidak terlalu besar. Kesalahan yang sudah dilakukan di Jabar tidak perlu diulangi lagi.”

Inovasi lainnya yang didasari semangat membangun desa adalah gudang pintar yang disebut TokoCabang. Ini sudah dirilis secara bertahap di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. “Risiko pengembangan bisnis yang sering missed, kami coba patahkan lewat TokoCabang. Sehingga secara fisik pengusaha tidak perlu buka cabang baru, cukup pakai gudang kami.”

Bersama Pemprov Jabar, kini Tokopedia telah terhubung dengan digitalisasi layanan publik. Salah satunya pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) lewat Tokopedia E-Samsat.

William mengungkapkan sejak layanan diluncurkan terjadi penerimaan pajak yang sangat signifikan di Juli 2019, malah diklaim lebih besar dari penerimaan PKB di Jabar sepanjang tahun 2018. “Hasilnya terlihat bahwa kami menjadi kontributor terbesar untuk pajak motor di Jabar.”

Pemerintah secara keseluruhan memiliki 900 jenis pendapatan negara. Apabila ini semua dapat digitalkan, tentunya negara akan sangat dipermudah dalam mencatatkan pemasukannya. Bisa jadi ke depannya, masyarakat bisa bayar biaya perpanjangan paspor lewat Tokopedia.

Riset bersama LPEM FEB UI

William memaparkan pencapaian dan target Tokopedia / Tokopedia
William memaparkan pencapaian dan target Tokopedia / Tokopedia

Di saat yang sama, LPEM FEB UI memaparkan hasil risetnya bertajuk “Dampak Tokopedia terhadap Perekonomian Indonesia.” Ada tiga metode penelitian yang dilakukan, Inter Regional Input Output (melihat keterikatan ekonomi antar daerah), Location Quotient (mendeteksi produk apa yang paling banyak memberikan keuntungan berdasarkan daerah), dan survei ke 12.683 responden, terdiri dari 2.677 merchant dan 10.006 konsumen.

Survei dilakukan pada tahun ini dengan menggunakan data internal dari Tokopedia pada tahun lalu. “Dari metode tersebut, kita menemukan berbagai hasil. Survei kita design di 2019, lalu Tokopedia distribusi survei ke merchant dan konsumen dengan sistem mereka,” terang Wakil Direktur LPEM FEB UI Kiki Verico.

Temuan yang didapat, di antaranya ada 6,4 juta merchant bergabung yang memulai dan mengembangkan bisnisnya lewat Tokopedia. Tahun lalu, angkanya ada 5 juta merchant. 86,55% merchant merupakan pedagang baru dan 94% termasuk dalam kategori ultra mikro (penjualan dengan omzet di bawah Rp100 juta per tahun).

Lalu 46,3% sebelumnya bekerja sebagai karyawan dan 38,6% penjual di Tokopedia adalah produsen, menghasilkan produk secara mandiri. Produsen ini menggunakan bahan baku lokal (77,4%).

“Dari sisi pemberdayaan ekonomi, Tokopedia mampu meningkatkan penjualannya hingga 22%. Beberapa daerah di luar Jawa bahkan kenaikannya sangat signifikan. Gorontalo misalnya mencapai 55,09%, Jambi 41,88%, Sumut 36,67%, Kaltim 35,71%, Lampung 34,27%,” ucap Kiki.

Transaksi pun terjadi lintas batas wilayah Indonesia. Hampir 90% transaksi terjadi di kawasan Indonesia Timur, berasal dari Barat (56%), dan Tengah (33%). Sedangkan transaksi di Indonesia Tengah, berasal dari Barat (54%) dan Timur (11%). Temuan ini mengartikan, para penjual di Indonesia Timur kini bisa menjangkau pembeli hingga ujung barat Indonesia, begitu pun sebaliknya.

Temuan lain menunjukkan Tokopedia memberikan kesempatan pada merchant UKM di daerah bisa membeli bahan baku produksi dengan harga lebih murah. Sebagian besar mereka berada di luar Pulau Jawa, antara lain Bengkulu (54,5%), Sulawesi Tenggara (53,85%), Gorontalo (46,15%), NTB (46,15%), dan Maluku (45,45%).

Jumlah lapangan pekerjaan yang terekam dalam riset ini, menciptakan 857 ribu lapangan kerja baru. 309 ribu di antaranya menjadikan Tokopedia sebagai sumber penghasilan utama. Diestimasi jumlahnya akan meningkat jadi 1,13 juta pekerjaan pada tahun ini.

Mengenai angka kontribusi ekonomi dari Tokopedia terhadap PDB, memang terjadi perbedaan cara menghitung. Angka estimasi dari LPEM FEB UI, GMV Tokopedia pada tahun lalu sebesar Rp58 triliun dan tahun ini sebesar Rp170 triliun. Sementara, Tokopedia sendiri menyebutkan kontribusinya (dilihat dari GMV) pada tahun lalu sebesar Rp73 triliun dan tahun ini diestimasi tembus Rp222 triliun.

“Rp222 triliun angka langsung dari Tokopedia. Kalau dihitung dengan filtering, hasilnya kurang lebih Rp170 triliun. Filtering itu angka yang benar-benar merepresentasikan domestic demand.”

Terhitung, pada tahun lalu ada lebih dari 90 juta pengguna aktif setiap bulannya mengunjungi Tokopedia. Total karyawan kini tembus di kisaran 5 ribu orang.

Kompetitor terdekat Tokopedia yakni Bukalapak, sebelumnya juga mengumumkan estimasi GMV pada tahun ini tembus angka $5 miliar (lebih dari 70 triliun Rupiah) dengan lebih dari 2 juta transaksi per harinya. Angka ini naik dari pencapaian tahun lalu yang disebutkan Co-Founder & President Bukalapak M. Fajrin Rasyid sebesar $3,2 miliar (sekitar 48 triliun Rupiah).

Application Information Will Show Up Here

William Tanuwijaya Sebut Tokopedia Berencana Gelar Pre-IPO

Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya mulai menyinggung pengumpulan dana terbaru dan rencana go public. Ia mengaku belum bisa memastikan waktunya, namun disebutkan sudah punya rencana untuk pre-IPO.

“Jika semua berjalan seperti yang direncanakan, tahun depan EBITDA kami pasti akan positif. Jadi kami berencana untuk pre-IPO dan go public,” ujar William menanggapi pertanyaan moderator di Tech in Asia Conference 2019 di Jakarta.

Pre-IPO sendiri adalah fase perusahaan melakukan penawaran saham kepada ke sejumlah investor individu sebelum benar-benar melantai di bursa saham. Nilai saham yang ditawarkan dalam pre-IPO lebih rendah ketimbang yang ada di IPO. Fase ini diambil salah satunya karena antusiasme yang tinggi terhadap IPO perusahaan tersebut.

Langkah pre-IPO ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Alibaba pada 2014 silam. Alibaba yang melantai ke bursa pada September tahun itu melakukan pre-IPO beberapa bulan sebelumnya.

Seperti diketahui bersama, semua raksasa digital di Indonesia termasuk Tokopedia belum ada yang melantai ke bursa saham. Meskipun sudah berencana pre-IPO, William tampak tak begitu memikirkan untuk go public.

“Itu tidak begitu perlu. Kami beruntung punya shareholders yang mapan seperti Alibaba, Softbank, Sequoia Capital. Jadi kami tidak memiliki tekanan untuk melakukan exit. Kami akan lakukan apa yang benar untuk perusahaan kami dan untuk pasar,” imbuh William.

William percaya diri dengan kondisi keuangan Tokopedia. Dukungan investor besar ditambah keyakinan segera mendapat EBITDA positif membuat William siap berkompetisi dengan pemain internasional.

“Pada dasarnya kami punya modal yang bisa bertahan selamanya. Lalu untuk apa pendanaan yang kita raih itu? Yakni untuk investasi ke ekosistem. Kalau kita menemukan sesuatu seperti Bridestory atau apa pun yang sejalan dengan visi-misi perusahaan, kami bisa pakai kapital itu,” pungkas William.

Sebelumnya Tokopedia kerap menyatakan 1,5 persen ekonomi Indonesia bergerak lewat Tokopedia. Satu persen itu disebut berasal dari penjualan per bulan yang menembus Rp19 triliun dengan pengguna bulanan lebih dari 90 juta orang. Mereka pun menargetkan transaksi tahun ini mencapai US$15 miliar.

Application Information Will Show Up Here