Ulang Tahun Ke-8, Blibli Berambisi Rekrut Lebih Banyak UKM Jadi Mitra

Blibli berambisi mendongkrak jumlah pesanan di platform mereka 3,5 kali lipat tahun ini. Salah satu metode yang mereka tempuh adalah menggandeng usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebanyak mungkin.

Dalam paparan di acara ulang tahun ke-8 mereka, Blibli memamerkan sejumlah peningkatan kinerja. Beberapa di antaranya adalah kenaikan dua kali lipat di gross merchandise value (GMV) dan jumlah kunjungan pengguna aktif bulanan mereka berkisar 15-20 juta. Mereka juga turut menyebut jumlah pesanannya naik 400 persen.

CEO Blibli, Kusumo Martanto, menyebut fokus perusahaan tahun ini menggenjot jumlah pesanan tersebut.

“Kita targetkan jumlah order-nya naik 3,5 kali lipat dari tahun lalu,” ujar Kusumo.

Untuk mendukung rencana tersebut, mereka akan menggandeng lebih banyak mitra UKM. Pasalnya kontribusi UKM dalam ekonomi Blibli masih sebatas 5 persen saja.

Kecilnya kontribusi UKM disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam segi kualitas dan kuantitas. Kusumo mencontohkan dalam beberapa kasus ada UKM yang tak siap menerima derasnya pesanan. Ada juga perkara sosialisasi yang masih minim dalam mendukung produk lokal.

“Makanya kita bikin pelatihan saja. Kalau enggak begitu, enggak bisa gede-gede,” imbuh Kusumo.

Ada 10 ribu UKM dari total 70 ribu merchant yang dimiliki Blibli. Pelatihan jadi cara mereka agar mempercepat keikutsertaan UKM yang memenuhi kualifikasi. Setidaknya ada 50 lebih pelatihan yang Blibli jalani dan 300 lebih di tahun lalu.

“Kita ekspektasikan bisa sampai ekspor ke luar negeri. Tapi untuk tahun ini paling tidak jadi 10 persen,” pungkas Kusumo.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mendukung penguatan UKM yang dilakukan Blibli. Rudiantara mengaku belum tentu memenuhi undangan e-commerce lain yang terkait dukungan mereka terhadap produk lokal. Ia mengingatkan ekonomi Indonesia saat ini 56 persen di antaranya digerakkan oleh UMKM.

“Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Blibli, saya belum tentu hadir kepada e-commerce atau marketplace yang lain,” cetus Rudiantara.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Coworking Space, JD.ID Luncurkan “Virtual Market”

JD.ID kembali meresmikan virtual market, kali ini menggandeng coworking space vOffice Jakarta. Layaknya minimart, mereka menjual beragam produk, mulai dari makanan, minuman hingga perlengkapan kantor. Saat ini sudah bisa diakses dengan konsep ‘smart office’, manfaatkan IoT dengan dukungan pembayaran cashless (melalui QR code scanning).

Sebelumnya virtual market sudah hadir di 13 stasiun kereta api di Jabodetabek. Ada juga yang dikustomisasi untuk brand kecantikan ‘Lunadorri’, hadir di Pacific Place Jakarta. JD.ID X-Mart yang dilengkapi dengan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) juga sudah hadir sebelumnya di PIK Avenue.

Sebagai salah satu perusahaan ritel besar di Asia, JD.com melalui JD.ID ingin fokus menambah channel di berbagai wilayah dan menjalin kemitraan bukan hanya dengan brand namun juga mitra coworking space, pemerintah dan instansi lainnya.

“Fokus kami tidak hanya ingin memanfaatkan teknologi untuk semua namun juga menambah channel di berbagai bisnis yang bisa membantu brand besar untuk meningkatkan penjualan sekaligus mempelajari demografi pembeli mereka memanfaatkan data analytics dari JD.ID,” kata Head of Marketing and Business Development JD.ID Andrew You.

Masih dalam fase awal, kolaborasi JD.ID dengan vOffice saat ini hanya menyediakan jumlah SKU yang terbatas. Nantinya jika sudah ada traksi yang positif, jumlah SKU akan ditambah dan pilihan Pick up Point juga akan diterapkan di vOffice untuk pelanggan yang mau mengambil barang mereka di vOffice.

Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, Service Level Agreement (SLA) yang diterapkan pada layanan JD.ID Virtual di coworking space vOffice ini dapat dilakukan dalam waktu 24 jam setelah melakukan pembayaran. Pembayaran dapat menggunakan transfer bank, kartu kredit hingga Cash on Delivery (COD).

Salah satu pilihan pembayaran yang saat ini tengah didorong pertumbuhannya oleh JD.ID adalah melalui GoPay. Pasca investasi JD.com dengan Gojek beberapa waktu yang lalu, JD.ID mengklaim mengalami pertumbuhan pembayaran menggunakan GoPay, yang saat ini menjadi pembayaran e-wallet default JD.ID. Pembayaran serupa seperti Ovo dan Dana tidak masuk dalam pilihan pembayaran e-wallet JD.ID Virtual Market.

“Saat ini JD.ID masih memiliki kontrak secara long term dengan vOffice, namun tidak menutup kemungkinan kerja sama strategis lainnya akan dijalin JD.ID dengan coworking space lainnya di Jakarta,” kata Andrew.

Rencana JD.ID tambah virtual market

Virtual market yang sudah hadir di beberapa tempat tersebut juga dimanfaatkan oleh JD.ID sebagai salah satu kanal untuk mengumpulkan data. Nantinya bagi brand yang berminat, bisa mendapatkan demografi pembeli sekaligus melihat produk apa saja yang paling digemari. Teknologi ini dipadukan dengan data yang diperoleh JD.ID melalui aplikasi dan platform.

Dalam waktu ke depan virtual market akan ditambah jumlahnya dalam konsep yang berbeda. Salah satunya adalah rencana JD.ID untuk menempatkan teknologi tersebut di kawasan Alam Sutera. Pengembangan juga akan menargetkan area perkantoran dan pusat perbelanjaan.

Salah satu proyek yang saat ini juga tengah dikembangkan oleh JD.ID adalah menempatkan virtual hub di beberapa bandara di Indonesia. Harapannya teknologi tersebut bisa memudahkan turis lokal untuk membeli produk lokal yang kemudian bisa dikirim langsung ke rumah mereka, semua memanfaatkan logistik dari JD.ID.

Untuk investasi virtual market ini, Andrew menegaskan dana yang digelontorkan masih terus berjalan, sesuai dengan komitmen JD.ID untuk mempercepat pertumbuhan bisnis di Indonesia.

“Dengan hadirnya virtual market ini bisa memberikan keuntungan lebih untuk JD.ID, untuk mitra di virtual hub dan tentunya brand yang ingin mempromosikan produk mereka memanfaatkan teknologi milik JD.ID,” tutup Andrew.

Application Information Will Show Up Here

Bizzy Jadi Perusahaan Holding, Naungi Bisnis Pengadaan, Logistik dan Distribusi

Startup procurement khusus B2b “Bizzy” resmi umumkan menjadi holding, alias grup perusahaan yang menaungi beberapa bisnis. Inisiatif tersebut dibarengi masuknya lini bisnis logistik dan distribusi ke dalam layanannya. Di bawah naungan Bizzy Group, perusahaan berambisi menjadi yang terdepan dalam melayani konsumen B2B, terutama di kancah UKM.

CEO Bizzy Andrew Mawikere akan memimpin holding tersebut. Rencananya pada akhir tahun ini akan merilis situs baru dengan domain Bizzy.co.id, berisi seluruh layanan Bizzy yang sudah terintegrasi secara menyeluruh. Untuk sementara, masih terpisah-pisah namun sudah bisa diakses secara online.

“Bizzy.co.id akan jadi situs utama. Di dalamnya akan berisi semua layanan under Bizzy Group. Nantinya setelah memilih menu klien bakal diarahkan ke laman masing-masing layanan,” ujar Andrew, Selasa (23/7).

Perlu diketahui, bisnis logistik dan distribusi yang bergabung ke Bizzy tak lain adalah perusahaan yang tergabung dalam Sinarmas Group. Yakni PT Bina Sinar Amity (Bizzy Logistics) dan PT Sinarmas Distribusi Nusantara (Bizzy Distribution).

Basis bisnis kedua perusahaan ini awalnya sangat konvensional, namun kuat dari segi aset dan layanan karena sudah berdiri sejak lama. Bizzy sendiri masuk ke dalam afiliasi Sinarmas, pasca mengantongi pendanaan Seri B yang dipimpin SMDV pada tahun lalu.

Andrew mengaku, proses integrasi kedua perusahaan ini memakan waktu yang tergolong cukup singkat hanya setahun. Lantaran, keduanya berawal dari bisnis konvensional sehingga untuk pengujiannya bisa langsung dilakukan tanpa harus lewat pihak ketiga. Tantangan terbesarnya justru terletak di perubahan mindset dan cara kerja.

“Biasanya startup mulai dari digital lalu ke offline. Kalau kita terbalik, aset sudah ada baru di online-kan. Bedanya kalau bangun aplikasinya, kita bisa langsung coba ke aset sendiri enggak perlu pihak ketiga.”

Dia memasang target omzet yang cukup ambisius untuk Bizzy Group pada akhir tahun ini sebesar Rp5 triliun. Angka tersebut naik 30%-40% dibandingkan realisasi perusahaan di tahun sebelumnya sekitar Rp3,8 triliun. Diprediksi, Bizzy Distribution akan jadi penopang utama karena dianggap berkaitan erat dengan segmen pengguna Bizzy Group yakni pengusaha UKM.

Andrew mengaku saat ini pihaknya sedang mempersiapkan putaran pendanaan terbaru untuk dukung seluruh rencananya ke depannya.

Perkenalkan Bizzy Consolidation

Tidak hanya menambah dua lini baru, sambung Andrew, perusahaan juga merilis Bizzy Consolidation untuk bantu klien B2B menekan harga tender saat negosiasi ke vendor. Layanan ini hadir berbentuk vendor yang terdaftar di Bizzy Marketplace.

Model kerjanya, ketika tim menemukan ada lebih dari satu klien yang mau beli barang pengadaan dengan tipe yang sama, tim akan menawarkan untuk menggabungnya jadi satu pesanan sebelum dinegosiasikan ke vendor. Tujuannya untuk menekan harga beli, mengingat semakin banyak kuantitas barang harga dari vendor akan semakin turun.

“Nanti pesanannya klien kita tawarkan untuk digabung buat dinego ke vendor. Kami bisa dapat komisi dari savings mereka.”

Bizzy Marketplace, masih berada di situs Bizzy.co.id, tercatat telah menjaring 2000 pembeli dan 2500 vendor sejak resmi beroperasi pada 2015. Ada 14 kategori produk dengan 5100 sub kategori. Mulai dari elektronik industri, furnitur dan perabotan, MRO, peralatan hotel, restoran dan kafe, dan masih banyak lagi.

Bizzy Logistics dan Distribution

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari kedua perusahaan juga memperkenalkan bisnisnya. CEO Bizzy Logistics Paul Good menerangkan perusahaan bermain ke area logistik untuk pengiriman barang internasional dan bea cukai; rantai pasokan; dan pengangkutan.

Dari data yang Good kutip, market logistik di Asia Tenggara sangat besar ada $1,5 triliun. Indonesia mewakili 5% dari keseluruhannya, 2% di antaranya dikuasai oleh DHL.

“Kami bekerja sama dengan Hakovo dari Singapura untuk mendigitalkan bea cukai agar klien lebih efisien prosesnya saat mengirim barang masuk ke Indonesia,” terang Good.

Secara aset, perusahaan memiliki gudang seluas 38 ribu meter persegi, 384 truk berbagai kapasitas, dan tiap tahunnya melakukan 80 ribu perjalanan. Perusahaan melayani pengiriman ke Malaysia, Singapura, dan Vietnam.

Untuk Bizzy Distribution, memiliki 26 cabang dan 100 sub distributor. Perusahaan mendistribusikan produk barang konsumer dari merek-merek FMCG ke pedagang tradisional dan modern, dengan total 200 ribu titik distribusi tersebar di seluruh Indonesia.

CEO Bizzy Distribution Harsinto Huang menjelaskan, perusahaan memiliki produk turunan yakni TokoSmart.id, untuk bantu pedagang warung dalam hal menyetok persediaan barang lewat aplikasi. Mereka juga dapat menjual produk digital dari aplikasi TokoSmart. Konsep ini mirip dengan Kudo dan Kioson.

Sejak TokoSmart dikenalkan pada Januari 2019, diklaim telah memiliki 18.900 warung yang telah bergabung. Transaksinya mencapai lebih dari 39 ribu dengan nilai GMV Rp76,7 miliar hingga Juli 2019.

“Kami berniat untuk perluas layanan TokoSmart dengan menyediakan mesin POS agar mereka semakin mudah berjualan. Rencananya sampai akhir tahun kami mau gaet 1 juta pedagang warung,” kata Harsinto.

Tokopedia dan Laku6 Resmikan Fitur “Tukar Tambah” Ponsel

Tokopedia dan situs jual beli ponsel bekas Laku6 meresmikan fitur Tukar Tambah setelah diperkenalkan sejak April 2019. Diklaim fitur tersebut telah dikunjungi oleh jutaan views dan tingkat transaksinya tumbuh lebih dari 250% per bulannya sejak pertama kali dirilis.

Head of Content Browse & Content Tokopedia Cynthia Limin menjelaskan, fitur ini hadir karena ada kebutuhan di pasar. Dari hasil survei yang dikutip, rata-rata tiap orang punya dua unit smartphone yang menganggur tidak terpakai. Namun di sisi lain, ada lebih dari 38 juta unit smartphone terjual pada tahun lalu.

Smartphone yang menganggur ini karena berbagai alasan belum dijual, entah belum dapat calon pembeli dengan harga yang cocok atau sebagainya. Belum lagi, proses menjualnya yang repot dan makan waktu, akhirnya membuat banyak orang untuk menumpuk smartphone-nya di rumah.

“Kami berharap dari kemajuan teknologi ini, memungkinkan pengguna untuk menjual smartphone lama dengan nilai tinggi dan mendapatkan smartphone baru sesuai keinginan secara lebih mudah dan cepat,” ujarnya, Kamis (18/7).

Founder Laku6 Alvin Yap mengaku, proses integrasi dengan Tokopedia untuk fitur Tukar Tambah ini sudah jauh dari ekspektasi yang dia bayangkan sejak awal. Dengan mengombinasikan teknologi dari Tokopedia dan Laku6, seperti machine learning dan kecerdasan buatan, memberikan pengalaman tukar tambah jauh lebih baik dan seamless.

“Laku6 berkomitmen penuh untuk bekerja sama dengan Tokopedia untuk menghadirkan layanan tukar tambah secara online yang cepat dan mudah,” kata Alvin.

Menurutnya, sejak dua tahun lalu, tren tukar tambah smartphone secara online di Laku6 terus mengalami peningkatan. Namun, klaimnya kurang dibarengi dengan data pendukung. Dia hanya menyebut traksinya bisa mencapai ribuan tiap bulannya dan tumbuh dua kali lipat untuk keseluruhan bisnisnya dalam setahun. Laku6 sendiri sudah hadir sejak 2015.

Alvin pun enggan memberikan komentarnya terkait rumor pendanaan dari Tokopedia untuk perusahaannya. “Kami berharap kerja sama dengan Tokopedia ini bisa long term dan sustainable untuk kedua belah pihak.”

Segera memperluas cakupan layanan

Category Development Lead Tokopedia Fransiscus Leo Chandra menerangkan, saat ini Tukar Tambah baru melayani transaksi di Jabodetabek saja. Ada 300 merchant terpilih, salah satunya Erajaya yang bergabung dalam fitur ini.

Model bisnis ini menggunakan sistem komisi. Ada komisi yang diterima Tokopedia apabila ada transaksi yang berhasil. Meski dia menolak untuk memberikan kisaran angkanya, namun dia pastikan pembagiannya ini menguntungkan semua pihak.

“Tokopedia melihat Laku6 memberikan solusi terbaik untuk fitur Tukar Tambah, makanya kami pilih mereka sebagai mitranya,” terang Fransiscus.

Dia mengklaim fitur ini telah mencatatkan pertumbuhan transaksi lebih dari 250% setiap bulannya, sejak diperkenalkan April 2019. Dengan semangat tersebut, pihaknya berencana untuk perluas cakupan layanan Tukar Tambah ke seluruh Indonesia.

Terbuka pula kemungkinan untuk menghadirkan fitur ini di gerai offline, agar proses tukar tambah jadi jauh lebih singkat.

“Kita akan coba keluar Jabodetabek agar semua masyarakat Indonesia bisa merasakan fitur ini. Saat itu tiba, tentunya akan perbanyak merchant. Tapi sekarang ini kami selektif dulu untuk merchant-nya, mulai dari yang paling kami percaya.”

VP Digital Marketing Erajaya Swasembada Eric Lee turut mendukung pernyataan Fransiscus. Menurutnya, saat konsumen datang ke gerai banyak yang menanyakan cara untuk tukar tambah, sebelum memutuskan untuk beli smartphone baru.

Apalagi saat launching produk baru, program cashback yang umumnya selalu ditawarkan gerai dianggap kurang memiliki daya tarik lagi. Karena ketika konsumen beli baru, mereka harus cari jalan bagaimana smartphone lamanya bisa terjual.

Ketika konsumen ada di kondisi tersebut, banyak dari mereka yang akhirnya menunda karena harus membandingkan dengan gerai lain untuk mendapatkan harga yang cocok. Alur ini tentunya memakan waktu dan tenaga.

“Jarang banget konsumen bisa merasakan tukar tambah on the spot. Biasanya mereka mau membandingkan harga ke toko lain. Kalau Tukar Tambah ini memungkinkan buat di gerai retailer kami, tentunya akan menguntungkan,” kata Erik.

Alur tukar tambah smartphone di Tokopedia hanya bisa dilakukan lewat aplikasi Tokopedia. Ada dua pengecekan yang harus dilakukan konsumen sebelum menukarkan smartphone lamanya, yakni dilihat dari fungsi perangkat lunak dan kondisi fisik.

Ketika pengecekan selesai, Laku6 akan mengeluarkan harga beli yang ditawarkan. Apabila setuju, pengguna cukup membayarkan harga akhir dengan metode pembayaran yang disediakan Tokopedia. Harga akhir ini adalah harga smartphone baru yang telah dikurangi harga beli smartphone lama.

Lebih lanjut, akan ada kurir yang akan mengantar smartphone baru ke alamat tujuan. Sebelum pengguna menerima smartphone baru, kurir akan mengecek IMEI sebagai SOP-nya. Setelah cocok, transaksi baru terjadi dan selesai.

“Laku6 memiliki big data berisi kumpulan data smartphone yang kami olah untuk menghasilkan harga beli yang terbaik dan transparan untuk konsumen,” tutup Alvin.

Application Information Will Show Up Here

DStour #68: Mengunjungi Kantor Lazada Indonesia

Sejak tahun 2018 lalu, Lazada Indonesia menempati kantor baru di gedung Capital Palace, Jakarta Selatan. Tidak jauh berbeda dengan kantor sebelumnya, kantor ini dilengkapi dengan fasilitas pendukung untuk pegawai, mulai dari lounge, colosseum, balkon, hingga play room.

Dipandu CMO Lazada Indonesia Monika Rudijono, berikut liputan #DStour DailySocial selengkapnya.

Sumber: Tokopedia Memang Terlibat Pendanaan untuk Sayurbox

Mulai berseliweran di media dalam tiga bulan terakhir, kami mendapat konfirmasi dari sumber terpercaya bahwa Tokopedia memang terlibat dalam pendanaan untuk layanan e-commerce produk segar Sayurbox. Kabar ini meningkatkan peta persaingan para unicorn untuk mendominasi pasar. Sebelumnya Tokopedia telah mengonfirmasi akuisisi terhadap Bridestory.

Sayurbox adalah startup agritech yang fokus pada pemberdayaan petani lokal, menjualnya hasil taninya di dalam platform, dan mengantarnya ke lokasi pengiriman. Startup ini mendapat pendanaan tahap awal dari Patamar Capital pada awal 2018.

Saat ini Sayurbox bergabung sebagai peserta dalam program Grab Ventures Velocity angkatan kedua.

Kompetitor terdekatnya, Limakilo, telah diakuisisi Warung Pintar dengan nilai tidak disebutkan pada awal tahun ini. Lewat akuisisi tersebut, mitra Warung Pintar dapat memperluas pasokan produk dengan harga terbaik dari petani Limakilo. Produk yang mereka jual akan semakin bervariasi.

Bermain di segmen grocery memiliki tantangan yang cukup besar, karena menuntut perlakuan barang secara khusus saat pengiriman dan penyimpanan untuk memastikan barang masih segar ketika sampai ke konsumen.

Pasar online grocery sendiri semakin ketat, dengan layanan seperti JD.id dan Blibli menggandeng sejumlah mitra demi fokus ke bisnis ini, sementara HappyFresh bermitra dengan Grab untuk kemudahan logistik.

Sebelumnya William menyebut transaksi bulanan di Tokopedia sudah menembus angka $1 miliar per bulan, bahkan di momen Ramadan bulan Mei lalu mencapai $1,3 miliar. Tahun ini salah satu fokus Tokopedia adalah mengembangkan layanan Infrastructure-as-a-Service untuk mendukung target pertumbuhan ini.

“Kami selalu menargetkan pertumbuhan transaksi minimal dua kali lipat dibandingkan sebelumnya,” terangnya.


Amir Karimuddin berkontribusi untuk penulisan artikel ini

Survei Alvara: Gojek Unggul di Tiga Layanan Digital Menurut Milenial Indonesia

Lembaga riset Alvara Research Center menyebut Gojek, beserta dua layanannya Go-Food dan Go-Pay, sebagai pemimpin untuk tiga layanan digital menurut kalangan milenial Indonesia. Traveloka dan Lazada menjadi aplikasi yang unggul di kategori lain, yakni pemesanan tiket dan hotel, dan belanja online.

Alvara mendefinisikan aplikasi e-commerce sebagai produk dan jasa yang dijual dalam bentuk digital, sehingga layanan on-demand dan OTA dimasukkan dalam survei yang bertajuk dalam judul penelitian “Perilaku dan Preferensi Konsumen Milenial Indonesia terhadap Aplikasi E-Commerce 2019.”

CEO dan Founder Alvara Research Hassanudin Ali menerangkan Gojek memimpin tiga kategori lantaran ekosistemnya mencakup banyak layanan dan saling terintegrasi.

“Kalau pesaingnya [Grab], menggunakan provider lain [untuk layanan pendukung]. Gojek juga diuntungkan karena first mover advantage. Setiap pionir pasti dapat manfaat dari sisi pengguna,” terangnya, Selasa (9/7).

Sebagai aplikasi transportasi, 70,4% responden menyebut Gojek lebih banyak dipakai. Alasannya karena mudah digunakan, lebih cepat, dan termurah. Sementara Grab diasosiasikan dengan aplikasi termurah, promo banyak, dan mudah digunakan.

Gojek juga unggul untuk layanan pesan-antar makanan. Sebanyak 71,7% responden menggunakan Go-Food karena aspek kualitas layanan dan banyak pilihan menu. Sedangkan GrabFood lebih diasosiasikan dengan harga dan promo murah.

Layanan pembayaran Go-Pay paling banyak dipakai oleh milenial sebanyak 67,9% responden. Mereka menggunakan Go-Pay karena masuk dalam ekosistem Gojek, banyak promo, dan aman.

Untuk kategori aplikasi belanja online, Lazada (47,9%) jadi brand yang paling dikenal oleh responden. Disusul Shopee (32,2%), Tokopedia (15,4%), Bukalapak (14,4%), OLX, dan Blibli.

Terakhir, untuk aplikasi pemesanan tiket dan hotel, 79% responden memilih Traveloka karena menawarkan banyak promo, banyak promo, dan mudah digunakan. Disusul, Tiket.com dan KAI Access sebagai layanan yang dipilih responden karena aplikasinya mudah digunakan.

Ketua Bidang Ekonomi Digital dari idEA Bima Laga menuturkan hasil survei ini menggambarkan sebagian masyarakat Indonesia. Namun dari sini bisa terlihat bahwa Indonesia sudah terbentuk segmentasi pasarnya sehingga bisa menjadi parameter dalam menentukan strategi bisnis perusahaan.

Survei ini dilakukan kurang lebih selama 2,5 bulan, dari April sampai pertengahan Juni 2019, melalui survei tatap muka. Metode yang dipakai adalah cluster random sampling, analisa data dan penulisan laporan.

Total responden mencapai 1.204 orang dari Jabodetabek, Bali, Padang, Yogyakarta, dan Manado. Margin of error penelitian berada di kisaran 2,89%.

“Parameter yang kami ukur adalah brand awareness, perilaku dan kebiasaan konsumen, serta tingkat kepuasan pelanggan,” katanya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan dan perilaku konsumen milenial dalam menggunakan aplikasi e-commerce, baik buatan lokal maupun asing.

Agak disayangkan, kesimpulan yang diambil Alvara melalui survei ini dinyatakan terlalu mendikotomi dengan memisahkan layanan digital buatan dalam negeri dan luar negeri. Memang pada kenyataannya, seluruh perusahaan ini lahir di Indonesia, namun dari segi kepemilikan sahamnya tidak berkata demikian.

Survei lainnya

Dari perspektif hasil survei yang lain, misalnya dari iPrice Group, mengungkapkan secara umum Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee menjadi aplikasi e-commerce paling banyak dikunjungi orang Indonesia hingga kuartal pertama 2019. Lazada, Blibli, dan JD.id menyusul secara berurut di posisi berikutnya.

iPrice menyebut Tokopedia dikunjungi oleh 137,2 juta MAU, sementara Bukalapak memiliki 115,25 juta MAU, dan Shopee 74,99 juta MAU. Temuan ini cukup kontras dengan hasil dari Alvara, tapi cukup wajar karena profil responden yang diambil Alvara lebih spesifik ke kalangan milenial.

DailySocial pun juga pernah menerbitkan hasil survei mengenai e-commerce di tahun lalu. Di situ disebutkan, Shopee (33,63%) menjadi aplikasi yang paling banyak digunakan, disusul Tokopedia (28,18%), Lazada (14,3%), dan Bukalapak (17,5%).

Kendati banyak digunakan, tidak bisa diterjemahkan sebagai aplikasi dengan revenue tertinggi. Menurut App Annie, Tokopedia dinobatkan sebagai aplikasi paling banyak dipakai oleh pengguna, sementara Shopee adalah aplikasi yang paling banyak diunduh.

Dari sisi aplikasi pembayaran digital, Go-Pay mendominasi dengan 79,39%. Kemudian disusul Ovo (58,42%), T-Cash (kini LinkAja) 55,52%, dan Dana (34,18%).

Bank Danamon Resmikan Aplikasi Khusus Supply Chain “D-BisMart”

Bank Danamon meresmikan aplikasi D-BisMart untuk membantu pelaku bisnis dan komunitas financial supply chain atau rantai pasok dalam mengelola pemesanan barang. Platform ini memungkinkan pembayaran secara langsung atau tunda, mendapatkan rekonsiliasi seluruh transaksi, dan menjamin perputaran dana untuk kelancaran bisnis.

Transaction Banking Head Bank Danamon Andrew Suhandinata mengatakan, aplikasi ini dirancang untuk mendukung segmen kecil seperti UKM hingga mikro. Mereka pun dapat menekan biaya operasional karena transaksi dalam D-BisMart dapat terjadi tanpa tatap muka.

“Seluruh kebutuhan pemesanan, pembayaran, dan konfirmasi pembelian barang dapat diakses dengan mudah. Kami juga free [of] charge,” terangnya seperti dikutip dari SWA.

Menariknya, aplikasi ini memiliki konsep yang berbeda dengan marketplace karena menggunakan sistem closed group. Artinya, hanya melayani komunitas penjual dan pembeli yang sudah menjadi nasabah Bank Danamon dan terdaftar dalam layanan D-BisMart.

Keduanya juga diharuskan memiliki kerja sama komersil agar bisa saling terkoneksi. Kendati demikian, penjual dan pembeli yang bisa bergabung ini harus memiliki toko fisik, sehingga tidak diperuntukkan buat pedagang online.

Alhasil, konsep inilah yang dipertegas oleh perseroan bahwa ini bukan aplikasi marketplace. Sebab marketplace itu bisa belanja ke supplier mana saja, sedangkan pembeli (retailer) di aplikasi ini hanya bisa mendaftar apabila mendapat rekomendasi dari penjual (anchor).

“Tapi retailer bisa menyebar link-nya ke lebih dari satu penjual asalkan dia bagian dari komunitas anchor-anchor tersebut dan sudah terdaftar,” kata Head of Transaction Banking Product Bank Danamon Elisa Majasari Halim.

Bisa dikatakan aplikasi ini cocok bagi penjual yang belum memiliki platform jual beli barang. Mereka bisa mempromosikan produknya, mendapatkan laporan pemesanan dan pembayaran, dan memudahkan distributor untuk memintakan pembayaran dari pembeli. Di satu sisi, pembeli dapat melihat katalog barang, memesan barang secara online, dan bayar secara cashless.

Elisa menyebut, saat ini ada satu penjual dari industri consumer goods dengan 20 pembeli yang telah memanfaatkan aplikasi. Ada dua penjual tambahan sedang dalam penjajakan untuk bergabung.

Menurut Elisa, sektor yang dinilai potensial untuk bergabung adalah F&B dan toko bahan bangunan. Ditargetkan dalam lima tahun ke depan pengguna D-BisMart meningkat jadi 1.250 pembeli yang berasal dari 50 penjual.

Perseroan belum menetapkan monetisasi dari produk ini karena masih fokus pada penamabahan jumlah penjual dan pembeli untuk bergabung. Perlu diketahui, seluruh transaksi yang ada di D-BisMart adalah transaksi pindah buku antar rekening Bank Danamon.

Rencana Ekspansi “Smart Locker” Paxel Tahun Ini, Targetkan Tersedia di 20 Kota

Direktur Utama Paxel Zaldy Ilham Masita punya mimpi suatu hari nanti setiap orang dapat menikmati biaya pengiriman yang sama di setiap jengkal wilayah Indonesia. Kedengarannya mustahil mengingat geografis Indonesia dipetakan oleh ribuan pulau.

Akan tetapi, Zaldy melalui perusahaan logistik Paxel yang dirintisnya bersama Bryant Christanto, telah memulai langkah tersebut dengan merevolusi model bisnis yang selama ini dianggap konvensional karena menggabungkan bisnis logistik dengan teknologi.

Paxel adalah startup logistik berbasis aplikasi yang mengunggulkan layanan same day delivery dengan tarif flat. Layanannya hadir dalam beberapa model pengiriman, tetapi saat ini baru tersedia pemesanan via aplikasi yang akan diantarkan mitra kurir ke feeder Paxel terdekat.

Perusahaan mengusung sistem pengiriman estafet dengan memanfaatkan big data, algoritma AI, dan loker pintar (smart locker) yang berfungsi sebagai hub untuk sorting barang.

Loker tersebut berbentuk screenless dan dilengkapi akses QR Code bagi mitra kurir yang ingin menaruh barang. Di dalamnya terdapat mini sorting location berbasis AI yang mana akan memproses sorting berdasarkan kota tujuan, misal Bekasi.

Ditemui di Editor Luncheon, Rabu (3/7), Zaldy mengungkap optimismenya dengan model bisnis baru ini. Menurutnya, revolusi bisnis logistik harus dilakukan untuk membangkitkan kembali gairah di industri ini untuk beberapa tahun ke depan.

“E-commerce memang menyelamatkan bisnis logistik tapi tidak bisa sustain jika e-commerce dan logistik terus-terusan subsidi ongkos kirim. Kita perlu terobosan model bisnis baru karena model yang sudah ada tidak dirancang untuk same day delivery. Jangan sampai bisnis logistik dalam negeri tidak dapat menikmati keuntungan dari pesatnya bisnis e-commerce Indonesia,” papar Zaldy.

Kita tahu tantangan terbesar di industri logistik adalah mahalnya biaya logistik. Kemenhub mencatat biaya logistik di Indonesia mencapai 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, e-commerce yang menjadi motor penggerak logistik kebanyakan marketplace yang hub-nya terdesentralisasi.

Ketersediaan lebih banyak smart locker yang tersebar di Indonesia menjadi kunci untuk menjalankan model bisnis baru ini. Menurut Zaldy, smart locker dapat mengurangi biaya logistik tanpa mengorbankan service level.

Targetnya, ia ingin menghadirkan setidaknya satu smart locker untuk setiap kode pos wilayah. Saat ini smart locker baru ada di 150 titik di Jawa dan Bali, dengan 67 buah berada di Jakarta. Saat ini total mitra kurir Paxel telah meningkat menjadi 1.500.

“Sampai tahun ini, kami ingin ekspansi lagi jumlahnya menjadi 500 titik di seluruh Indonesia. Ini sejalan dengan ekspansi layanan kami di delapan kota tambahan di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi sehingga targetnya tahun ini Paxel tersedia di 20 kota,” ungkapnya.

Melalui ekspansi smart locker di sejumlah wilayah Indonesia, ungkapnya, Paxel menargetkan dapat mengomersialisasikan fitur layanan locker-to-locker tahun depan. Dengan fitur ini, pengguna dapat mengirim barang dengan menaruhnya di loker, dan penerima barang dapat mengambilnya sendiri.

Pengembangan algoritma dan produksi lokal

Sebelumnya smart locker Paxel dimanufaktur oleh mitra asal Hong Kong, yakni Pokpobox. Zaldy mengungkap kini smart locker Paxel telah dirakit tiga perusahaan manufaktur lokal. Pokpobox hanya memproduksi motherbroad-nya. Biaya produksi satu smart locker berkisar Rp50 juta.

Terkait kemampuan sorting, ia mengaku pengembangan algoritma smart locker terus ditingkatkan oleh tim Paxel untuk meminimalisasi kesalahan. Jika ini terjadi, kesalahan sorting akan terdeteksi langsung di sistem Paxel.

Smart locker itu berbasis QR Code, begitu scan langsung ketahuan lokasi tujuannya. Tentu kami tune up terus algoritmanya untuk menekan kemungkinan salah sorting. Kurir juga kami edukasi karena di awal baru 10 persen yang bisa pakai ini.” Pungkasnya.

Blibli Perkuat Konsep O2O Melalui Fitur Click&Collect

Blibli meresmikan fitur Click&Collect, memungkinkan konsumen untuk berbelanja online di Blibli tanpa harus menunggu kurir mengantarkan pesanan ke alamat tujuan. Ini adalah fitur kedua dengan konsep O2O yang diperkenalkan setelah Blibli Instore sejak 2,5 tahun lalu.

SVP Trade Partnership Consumer Electronic Group Blibli Wisnu Iskandar menjelaskan, fitur teranyar ini hadir karena didasari berbedanya cara konsumen saat belanja. Konsumen online menggunakan platform karena untuk membandingkan harga, cari promosi, dan fitur. Di sisi lain, konsumen offline berbelanja karena ingin lihat barang, trial, dan memegang barang yang akan dibeli.

Tren e-commerce saat ini disebut sudah masuk ke titik 4.0. Di era ini, terjadi kolaborasi antara peritel online dan offline untuk mengembangkan strategi omnichannel, di dalamnya mencakup cara penjualan O2O. Alhasil, para konsumen yang menggunakan platform online karena ingin juga merasakan pengalaman saat berbelanja offline.

“Blibli menjawab kebutuhan tersebut melalui fitur Click&Collect. Konsumen bisa belanja di situs Blibli, memanfaatkan sistem pembayaran yang kami sediakan beserta ragam penawaran khusus. Kemudian, mereka mengambil belanjaan di toko offline untuk memastikan kecocokan produk,” terangnya, Rabu (26/6).

Secara konsep, Click&Collect ini diharapkan dapat menguntungkan konsumen dan merchant partner. Konsumen dapat memegang langsung barang yang mereka beli, bertanya langsung untuk solusi lainnya. Di satu sisi, peritel punya kesempatan untuk cross dan upselling, yang pada akhirnya meningkatkan omzet bisnis dan memberikan diferensiasi.

Setelah konsumen berbelanja melalui Click&Collect, merchant akan mempersiapkan pesanan dalam kurun waktu dua jam. Maksimal dalam tujuh hari barang harus diambil konsumen. Kkhusus Click&Collect tidak disediakan layanan retur.

“Di dalam email, konsumen akan terima notifikasi status pesanan. Apabila barang sudah siap diambil, konsumen bisa langsung datang. Dua jam itu adalah waktu normal untuk merchant dalam memproses suatu pesanan.”

Dua merchant yang sudah kerja sama strategis untuk fitur ini adalah Alfamart dan Fujishopid. Sistem backend antara kedua perusahaan ini sudah terintegrasi penuh dengan Blibli, sehingga seluruh stok secara real time bisa dilihat lewat aplikasi.

Pada tahap awal, 2.900 gerai Alfamart di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Bali terhubung dari total 14 ribu gerai di seluruh Indonesia.

“Kehadiran offline kami cukup kuat di Indonesia, begitupun Blibli di e-commerce. Artinya, dengan fitur ini kami mendapat pasar baru dari online yang bisa digarap secara offline,” tambah Head of Digital Business Alfamart Viendra Primadia.

Bakal tutup Blibli Instore

Pengalaman yang ditawarkan oleh Click&Collect ini sebenarnya mirip dengan Blibli Instore. Konsumen bisa belanja online dari perangkat yang disediakan Blibli di toko offline dan telah menjadi merchant resmi.

Keuntungan yang konsumen terima dari fitur ini adalah fasilitas dari Blibli, seperti cicilan 0%, metode pembayaran yang fleksibel, program loyalitas, dan customer care 24/7.

Long term [Blibli Instore] akan akan dihilangkan saat Click&Collect sudah meluas jangkauannya. Sebab journey-nya itu hampir mirip. Tapi konsumen punya fleksibilitas lebih tinggi [di Click&Collect], tantangannya bagaimana sistem kami bisa terintegrasi dengan partner,” kata Wisnu.

Dia menerangkan fitur ini sudah diperkenalkan sejak 2,5 tahun lalu dan telah ada lima ribu gerai yang memanfaatkannya. Bila digabungkan dengan Click&Connect, transaksi O2O di Blibli diklaim sudah menyumbang 15% secara keseluruhan.

Untuk Click&Collect saja, sejak Januari hingga Juni 2019 disebutkan telah memproses 250 ribu transaksi. Total merchant ada 31 peritel, dengan total lebih dari tiga ribu gerai. Kategori yang diakomodasi masih terbatas, seperti grocery, elektronik, dan gadget.

Tahun ini perusahaan akan memperluas jangkauan Click&Connect ke seluruh Jawa dan Bali. Ditargetkan pihaknya bisa merangkul 12 ribu gerai dan menghasilkan 1,5 juta transaksi.

“Blibli punya 15 kategori, namun ada kategori yang tidak bisa masuk ke Click&Collect seperti travel. Secara konsep semua barang yang punya bentuk fisik akan kami tambahkan ke fitur ini,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here