Dorong Digitalisasi B2B, Paper.id dan VISA Umumkan Kolaborasi Strategis

Baru-baru ini, VISA Indonesia dan Paper.id menjalin kemitraan strategis melalui penunjukkan Paper.id sebagai salah satu mitra penyedia pembayaran bisnis (Business Payment Solution Provider/BPSP). Sebagai platform yang menawarkan solusi penagihan dan pembayaran online untuk UKM, Paper.id disebut memiliki volume transaksi terbesar di Indonesia.

Kepada DailySocial.id, CEO & Co-Founder Paper.id, Yosia Sugialam mengungkap bahwa kerja sama strategis ini telah terjalin sejak 2021. Namun, baru tahun ini kedua pihak memutuskan untuk mengumumkan secara resmi kolaborasi strategis tersebut. Kerja sama yang dilakukan pertama kali adalah opsi untuk pembayaran, yang mana bentuknya masih prototype pada akhir 2021.

“Harapan perusahaan melalui kerja sama strategis ini adalah dapat mendorong digitalisasi transaksi antar bisnis (B2B) dengan card-based. Saat ini penetrasi penggunaan kartu kredit masih sangat besar gap-nya untuk digitalisasi B2B,” kata Yosia.

Disinggung peluang VISA berinvestasi di Paper.id, Yosia enggan berkomentar. Namun, ia menegaskan Paper.id akan melancarkan kerja sama strategis lainnya, mulai dari institusi keuangan, perbankan dan pihak terkait. Menurutnya, saat ini awareness pengguna yang bertransaksi dengan VISA di dalam platform sudah cukup baik. Selanjutnya, Paper.id dan VISA akan mendorong tingkat awareness/reach lebih tinggi kepada target pengguna.

“Ini adalah bagian dari rangkaian kerja sama yang Paper.id dan VISA lakukan untuk memberikan solusi pembayaran bisnis yang inovatif dan membantu, tidak hanya perusahaan, tetapi juga UMKM. Kerja sama ini akan sangat memudahkan pelaku usaha menggunakan kartu kredit, karena pasti diterima di mana saja. Cashflow jadi anti-macet.” jelasnya.

Sebagai mitra penyedia BPSP, Paper.id membantu proses pembayaran bisnis pelaku usaha kepada supplier menggunakan kartu kredit dalam jaringan VISA. Pembayaran ini bisa dilakukan meskipun supplier/vendor tidak menerima opsi pembayaran kartu kredit ataupun tidak menyediakan mesin EDC. Tambahan tempo hingga 45 hari juga akan didapatkan oleh pelaku usaha, karena tagihan kartu kredit tidak dibayar saat itu juga oleh pemegang kartu, tetapi dibayar sesuai tanggal tagihan kartu kredit.

“Paper.id telah tumbuh menjadi mitra BPSP terbesar VISA berdasarkan transaksi di Indonesia. Pengguna platform Paper.id berpeluang untuk semakin mengefisiensikan pengeluaran perusahaan sekaligus bertransaksi dalam jaringan VISA di seluruh dunia, dengan proses-proses yang sederhana dan memanfaatkan sinergi kami secara maksimal,” kata Presiden Direktur VISA Indonesia Riko Abdurrahman dalam keterangan terpisah.

Investasi VISA di Indonesia

VISA telah bekerja sama dengan mitra lokal untuk mengaktifkan pembayaran digital dan mendorong inklusi keuangan. Mulai dari layanan fintech hingga platform finansial lainnya, VISA cukup memainkan peranan aktif untuk mendukung layanan finansial dan pembayaran di Indonesia.

Sebagai informasi, VISA merupakan perusahaan teknologi pembayaran global yang telah beroperasi di Indonesia selama lebih dari 30 tahun. VISA menyebut telah memainkan peran penting dalam lanskap pembayaran digital negara.

VISA juga telah melakukan investasi strategis pada startup di Indonesia dengan tujuan mendorong inovasi pembayaran digital. Seiring pertumbuhan pesat ekonomi digital di Indonesia, VISA melihat pentingnya keterlibatan startup dalam mendorong industri ini.

Beberapa investasi yang telah dikucurkan VISA di Indonesia di antaranya adalah putaran pendanaan seri F Gojek di 2019. VISA juga memberikan investasi senilai $5 juta kepada startup SaaS perpajakan OnlinePajak di 2021. Kemudian, pada 2020 VISA juga terlibat dalam pendanaan startup asal Singapura bernama Nium, (sebelumnya bernama InstaRem) yang menyediakan layanan remitansi di 90 negara. Nium beroperasi di Indonesia pada akhir 2019.

Di akhir 2022 lalu, startup open finance Brick mengumumkan kerja sama dengan VISA, pemimpin dunia dalam pembayaran digital, untuk memberi akses kepada lembaga pemberi pinjaman ke sumber data alternatif dan skor dari transaksi kartu debit dan kredit dari jaringan VISA. Kerja sama ini bertujuan untuk membantu perluasan akses keuangan di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Paper.id Dikabarkan Mendapat Pendanaan Seri B Dipimpin Go-Ventures

Paper.id dikabarkan telah merampungkan penggalangan dana lanjutan di putaran seri B. Menurut data yang telah disubmisi ke regulator, putaran ini dipimpin oleh Go-Ventures dan didukung sejumlah investor seperti BM Capital, Skystar Capital, PT Kaya Alam Internasional, Living Lab Ventures, dan Redbadge Pacific.

Investasi yang diperoleh diperkirakan sekitar $12 juta atau sekitar 187 miliar Rupiah. Kami sudah mencoba melakukan konfirmasi ke tim terkait untuk meminta pernyataan.

Pertengahan tahun lalu perusahaan sempat memberikan informasi kepada DailySocial.id bahwa mereka tengah melakukan penggalangan dana Seri B. Co-Founder & CEO Paper.id Jeremy Limman menyebutkan, saat itu perusahaan dalam proses finalisasi dan rencananya dana segar tersebut digunakan untuk mendukung perkembangan produk yang sudah terbukti berkembang pesat selama pandemi ini.

Pendanaan terakhir yang diterima oleh Paper.id adalah tahun 2019 lalu untuk tahapan seri A dari perusahaan fintech Modalku dan Golden Gate Ventures. Awal tahun 2018 mereka juga telah mengantongi pendanaan awal dari Golden Gate Ventures.

Perluas layanan dan kemitraan

Sejak awal pandemi Paper.id mengklaim jumlah pengguna telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2x lipat dari periode yang sama di tahun lalu. ​

Saat ini Paper.id memiliki 300 ribu pengguna dan tersebar di lebih dari 300 kota dan kabupaten di Indonesia.

Didirikan pada akhir 2016, Paper.id dapat diintegrasikan dengan sistem ERP perusahaan besar lewat API atau menjadi solusi end-to-end bagi UMKM sehingga menghubungkan dan mendigitalisasikan seluruh proses supply chain.

Paper.id menyediakan berbagai fitur untuk mendukung digitalisasi invoice, pembayaran bisnis dengan berbagai metode salah satunya dengan kartu kredit, penagihan dan pencatatan bisnis dalam satu platform dengan model freemium.

Perusahaan juga telah meluncurkan produk paylater atau Buy Now, Pay Later (BNPL) B2B. Bagi buyer, mereka bisa mendapatkan manfaat berupa perpanjangan tempo. Supplier juga bisa merasakan manfaat lainnya dari produk ini melalui fitur baru bernama “Get Paid Faster”.

Application Information Will Show Up Here

Paper.id to Complete Series B Funding Round, Launching a B2B Paylater Service

The B2B invoicing and payment platform “Paper.id” is currently fundraising for series B round and to be announced in early 2022. Paper.id’s Co-Founder & CEO, Jeremy Limman said to DailySocial that the company is currently in the process of finalizing and plan to use the fresh funds to support product developments that have proven to be growing rapidly during this pandemic.

Paper.id’s latest funding was in 2019 for the series A round from Modalku fintech and Golden Gate Ventures. In early 2018, they also received seed funding from Golden Gate Ventures.

Pandemic elevating business

The number of Paper.id users has grown almost 3 times since the beginning of the pandemic last year. The invoices that have been processed has reached the highest level over Rp9 trillion, this number is claimed to have increased by 2 times from the same period last year. ​Currently, Paper.id has 300 thousand users and is spread across more than 300 cities and regencies in Indonesia.

“In general, the pandemic has negatively impacted the MSMEs, especially the tourism and retail sectors. However, Paper.id users belong to the sector-agnostic segment, therefore, several industries can still survive and continue to grow, such as logistics, FMCG and online sellers,” Jeremy said.

In order to increase financing options for users, Paper.id collaborates with a strategic investor, Buana Sejahtera Group, a group of companies engaged in finance, logistics, and hospitality to expand Paper.id’s capabilities in business funding and penetration into the conventional supply chain.

“Later on, we will ask our strategic investors about what business sector they want. Then Paper.id will recommend businesses that are eligible to get financing from the multifinance,” Jeremy said.

Launching a B2B Paylater

Aiming to help SMEs make their business easier, Paper.id launched its latest product, the B2B Paylater or Buy Now, Pay Later (BNPL). For buyers, they can get benefits in the form of an extension of time. Suppliers can also experience other benefits from this product through a new feature called “Get Paid Faster”.

Prioritizing the aggregator concept, Paper.id will later recommend business owners who want to use BNPL for fintech lending services to banks that have become strategic partners. Currently, there are 10 fintech service and banking partners, including Modalku, Bank Jago, and Pinjam Modal.

“In terms of financing, we cannot provide services for all. Thus, we have good partnerships with P2P, multi-finance and banking services. Everything will be tailored to the needs of the business,” Jeremy added.

In ensuring the business to run good track record, Paper.id conducts a curation process for businesses with intention to use BNPL through data invoicing on Paper.id. Therefore, banking partners and fintech services are guaranteed to get business recommendations with the best quality. Since the launching, Paper.id has validated more than 3000 invoices for BNPL products.

“With our experience that has channeled productive funding of more than Rp. 175 billion for MSMEs, BNPL is a feature that is much requested by our users and is expected to drive the MSME business development and help them manage cash flow better,” Jeremy said.

B2B Paylater in Indonesia

In a report titled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021” published by DSInnovate, the paylater services that focus on business consumers is said to start mushrooming. The scheme is in the form of collaboration, between fintech lending and business service providers.

Indonesia’s B2B Paylater players

In contrast to productive loan products in the style of P2P Lending, B2B paylaters do not provide cash to improve business operations. They finance the expenditure of goods or services that are channeled directly to the provider.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Segera Rampungkan Penggalangan Dana Seri B, Paper.id Luncurkan Layanan Paylater B2B

Platform invoicing dan payment B2B “Paper.id” tengah melakukan penggalangan dana tahapan seri B yang rencananya akan diumumkan awal tahun 2022 mendatang. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Paper.id Jeremy Limman menyebutkan, saat ini perusahaan dalam proses finalisasi dan rencananya dana segar tersebut digunakan untuk mendukung perkembangan produk yang sudah terbukti berkembang pesat selama pandemi ini.

Pendanaan terakhir yang diterima oleh Paper.id adalah tahun 2019 lalu untuk tahapan seri A dari perusahaan fintech Modalku dan Golden Gate Ventures. Awal tahun 2018 mereka juga telah mengantongi pendanaan awal dari Golden Gate Ventures.

Pandemi mendongkrak bisnis

Tercatat sejak awal pandemi tahun lalu jumlah pengguna Paper.id telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2 kali lipat dari periode yang sama di tahun lalu. ​Saat ini Paper.id memiliki 300 ribu pengguna dan tersebar di lebih dari 300 kota dan kabupaten di Indonesia.

“Secara umum, pandemi memberikan dampak buruk yang hebat kepada UMKM, terutama sektor pariwisata dan ritel. Namun, pengguna Paper.id termasuk segmen sector-agnostic, sehingga tetap ada beberapa industri yang bertahan dan tetap bertumbuh seperti logistik, FMCG dan online seller,” kata Jeremy.

Untuk menambah pilihan pembiayaan kepada pengguna, Paper.id menggandeng investor strategis, Buana Sejahtera Group sebuah grup perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, logistik, dan perhotelan guna memperluas kapabilitas Paper.id dalam pendanaan bisnis dan penetrasi ke dalam
supply chain konvensional.

“Nantinya kita akan bertanya kepada investor strategis kita kira-kira sektor usaha apa yang mereka inginkan. Kemudian Paper.id akan merekomendasikan usaha yang layak mendapatkan pembiayaan dari multifinance tersebut,” kata Jeremy.

Luncurkan paylater B2B

Bertujuan untuk membantu UKM  mempermudah usaha, Paper.id meluncurkan produk terbaru paylater atau Buy Now, Pay Later (BNPL) B2B. Bagi buyer, mereka bisa mendapatkan manfaat berupa perpanjangan tempo. Supplier juga bisa merasakan manfaat lainnya dari produk ini melalui fitur baru bernama “Get Paid Faster”.

Mengedepankan konsep agregator, nantinya Paper.id akan merekomendasikan pemilik usaha yang ingin memanfaatkan BNPL kepada layanan fintech lending hingga perbankan yang telah menjadi mitra strategis. Saat ini tercatat sudah ada 10 mitra layanan fintech hingga perbankan, di antaranya adalah Modalku, Bank Jago, dan Pinjam Modal.

“Di financing kita tidak bisa memberikan layanan untuk semua. Dengan demikian kemitraan kami jalin baik dengan layanan P2P, multifinance, hingga perbankan. Semua disesuaikan dengan kebutuhan dari usaha tersebut,” kata Jeremy.

Untuk memastikan usaha tersebut memiliki track record yang baik, Paper.id melakukan proses kurasi bagi usaha yang ingin memanfaatkan BNPL melalui data invoicing melalui Paper.id. Dengan demikian mitra perbankan dan layanan fintech telah dijamin mendapatkan rekomendasi usaha yang memiliki kualitas terbaik. Sejak diluncurkan, Paper.id telah memvalidasi lebih dari 3000 invoice untuk produk BNPL.

“Dengan pengalaman kami yang sudah menyalurkan pendanaan produktif lebih dari Rp 175 miliar bagi UMKM, BNPL ini adalah fitur yang banyak diminta oleh pengguna kami dan diharapkan dapat mendorong roda perkembangan bisnis UMKM serta membantu mereka dalam mengelola arus kas lebih baik,” kata Jeremy.

Paylater B2B di Indonesia

Dalam laporan bertajuk “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021” yang diterbitkan DSInnovate terungkap, layanan paylater yang fokus kepada konsumen bisnis mulai berkembang. Skemanya berbentuk kolaborasi, antara fintech lending dengan penyedia layanan bisnis.

Pemain paylater B2B di Indonesia

Berbeda dengan produk pinjaman produktif ala P2P Lending, paylater B2B tidak memberikan dana tunai untuk meningkatkan operasional bisnis. Mereka membiayai belanja barang atau layanan yang disalurkan langung kepada penyedia.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Aims to Dominate E-Procurement Market through BukaPengadaan

Bukalapak shared an ambition to dominate the e-procurement market through his vertical Open ProcurementD because it has a market share that is not inferior to the consumer business (b2c). Seen from the success of overseas b2b players such as Alibaba Business and Amazon Business, both grew bigger from the b2c platform.

BukaPengadaan’s Director, Hita Supranjaya said the optimism backed by the changing of Indonesian consumers’ behavior in terms of digital. Innovations, such as e-commerce, digital payment, and logistics has shifted b2c behavior significantly.

He thought the change encouraged B2B companies to make adjustments by increasing competitiveness and speed in serving customer needs. On the other side, the challenge for B2B companies in facing global market competition is that it takes a long time to develop technology and costs a lot too.

“Bukalapak through BukaPengadaan seeks opportunities to answer the challenge, backed by the proven experience in developing tech-based e-commerce c2c/b2c for ten years,” Supranjaya told DailySocial.

In order to be the leading e-procurement, BukaPengadaan is quite lucky to be integrated with Bukalapak marketplace and Quasi Retail. It connects the platform with five million sellers offering more than 80 million products.

As a result, BukaPengadaan is capable to fulfill all procurement from corporations, both business and government, quickly and at competitive prices. In terms of ecosystem, it’s comprehensive for companies and vendors, including closed ecosystems for registered users, provision of goods and services, online approval systems, monitoring of goods orders, payment and e-invoicing.

“It gives our customers an advantage in procurement, faster and closest to the sellers, resulting in competitive price. We also help managing lists of vendors and SKUs, therefore, customers can focus on things that are more important than just administrative matters.”

Since it was founded in 2016, BukaPengadaan has acquired more than 1500 users, around 80% are companies, and the rest are SMEs and government institutions. On a monthly average, 150 companies actively transact through BukaPengadaan.

Last year, there are 500 users registered, 5 thousand purchase orders, with an average transaction of Rp150 million. Within seven months, BukaPengadaan has recorded a 30% transaction growth. Also, in the last three months, the average income growth has increased by three times per month.

It is said there are new categories and vendors joined every month. Not only retails and supply chain, but also virtual products managed into a one-stop platform. “It allows us to reach almost the whole categories of small, middle to large-scale b2b company essentials,” he added.

Large business-coverage, b2b players are solving specific issues

Based on McKinsey & Co report, Indonesian e-procurement has potential worth of $125 billion by 2025. It was estimated from global corporate services ($18 billion), b2b marketplace (76 billion), and b2b services ($36 billion).

Meanwhile, Indonesia’s leading players still the b2c marketplace (Lazada, Tokopedia, Shopee, Bukalapak), transportation, travel, and hospitality (Traveloka), and mobility (Gojek and Grab).

The brand awareness rate in this segment might not as tight as the consumer products. However, according to 2018’s DSResearch, some players are familiar to the respondents, including Bhinneka Bisnis, Bizzy, and Mbiz.

bukalapak b2b

In terms of growth, the players are not limited, there is also Ralali, Ekosis, TaniHub, and Zilingo. Each platform has its own market share. Ralali, for example, entering the agency segment to target b2b consumers.

Ekosis has its way with connecting businessmen to get various agribusiness, livestock, and mining products. As for TaniHub, plays role as a supplier for b2b consumers come from supermarket, horeca, F&B, retailers, and startup players.

Zilingo, on the other hand, provides cloud-based fashion manufacture products from all over the world for all brands and businessmen can take benefit from it.

The various kinds of b2b e-commerce have shown potential market share to be further explored in order to solve the issues within the b2b players. Moreover, Indonesian SMEs digital transformation has only reached 8% or 3.92 million of the total 59.2 million existed players.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ambisi Bukalapak Pimpin Pasar E-procurement Lewat BukaPengadaan

Bukalapak mengungkapkan ambisinya untuk menguasai pasar e-procurement melalui vertikalnya BukaPengadaan, sebab punya pangsa pasar yang tidak kalah besar dengan bisnis konsumen (b2c). Terlihat dari kesuksesan pemain b2b luar negeri seperti Alibaba Business dan Amazon Business, keduanya tumbuh lebih tinggi dari platform b2c.

Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya menjelaskan, optimisme ini didukung oleh perubahan perilaku konsumen Indonesia dalam hal digital. Inovasi seperti layanan e-commerce, pembayaran digital dan logistik mengubah pola perilaku b2c secara signifikan.

Menurutnya, perubahan tersebut mendorong perusahaan b2b melakukan penyesuaian dengan meningkatkan daya saing dan meningkatkan kecepatan dalam melayani kebutuhan pelanggan. Namun di satu sisi, tantangan perusahaan b2b di sini dalam menghadapi kompetisi pasar global adalah dibutuhkan pengembangan teknologi yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.

“Bukalapak melalui BukaPengadaan melihat peluang untuk dapat menjawab tantangan tersebut, berbekal pengalaman yang sudah terbukti mengembangkan e-commerce c2c/b2c berbasis teknologi selama 10 tahun,” ucap Hita kepada DailySocial.

Demi menjadi pemain e-procurement terdepan, BukaPengadaan cukup beruntung karena terintegrasi dengan platform marketplace Bukalapak dan Quasi Retail. Kondisi ini membuat platform ini terhubung dengan lima juta pelapak menawarkan lebih dari 80 juta produk.

Alhasil, BukaPengadaan mampu memenuhi seluruh pengadaan dari korporasi, baik pelaku bisnis maupun pemerintah dengan cepat dan harga bersaing. Secara ekosistem pun menyeluruh untuk perusahaan dan vendor, meliputi ekosistem tertutup bagi pengguna yang terdaftar, penyediaan barang dan jasa, sistem persetujuan online, pemantauan pesanan barang, pembayaran dan e-invoicing.

“Keuntungannya bagi pelanggan kami adalah pemenuhan kebutuhan yang lebih cepat dan terdekat dengan adanya jaringan pelapak, sehingga harga kompetitif. Kami juga membantu mengelola daftar vendor dan SKU yang berkembang terus menerus, sehingga pelanggan fokus terhadap hal-hal yang lebih penting daripada hanya hal administratif.”

Sejak BukaPengadaan dirilis pada 2016, kini telah merangkul lebih dari 1500 pengguna, sekitar 80% adalah perusahaan dan sisanya adalah UKM dan instansi pemerintah. Dalam sebulan, rata-rata 150 perusahaan aktif bertransaksi melalui BukaPengadaan.

Pada tahun lalu, tercatat ada 500 pembeli, 5 ribu purchase order, dengan rata-rata nilai per transaksi Rp150 juta. Selama tujuh bulan terakhir, BukaPengadaan mencatat pertumbuhan transaksi 30%. Serta, dalam tiga bulan terakhir, pertumbuhan pendapatan rata-rata tiga kali lipat setiap bulannya.

Diklaim setiap bulannya ada kategori produk dan vendor baru yang bergabung. Tidak hanya produk ritel dan bahan baku saja, tapi sudah menyentuh produk virtual yang dikelola menggunakan satu pintu platform. “Ini memungkinkan kami menjangkau hampir seluruh kategori kebutuhan perusahaan b2b Indonesia skala kecil, menengah hingga besar,” sambungnya.

Cakupan bisnis besar, pemain b2b ramai selesaikan isu spesifik

Menurut laporan dari McKinsey & Co, potensi e-procurement di Indonesia mencapai $125 miliar pada 2025. Estimasi ini gabungan dari global corporate services ($18 miliar), b2b marketplace ($76 miliar), dan b2b services ($36 miliar).

Sementara itu, pemain terdepan di Indonesia masih dikuasai oleh perusahaan yang bergerak di segmen b2c marketplace (Lazada, Tokopedia, Shopee, Bukapalak), transportation, travel, and hospitality (Traveloka), dan mobilitas (Gojek dan Grab).

Tingkat brand awareness pemain di segmen ini, memang tidak sekencang dengan produk konsumer. Kendati begitu, menurut riset DSResearch pada 2018, mengungkapkan beberapa pemain yang sering didengar responden adalah Bhinneka Bisnis, Bizzy dan Mbiz.

Secara perkembangan, pemainnya tidak hanya itu saja, ada Ralali, Ekosis, TaniHub dan Zilingo. Semuanya punya pangsa pasar masing-masing sesuai target pasarnya. Ralali misalnya bermain ke ranah keagenan untuk menyasar konsumen b2b sebagai pembeli.

Ekosis berusaha untuk menghubungkan pebisnis untuk mendapatkan berbagai produk agribisnis, peternakan, hingga pertambangan. Pun juga untuk TaniHub, bertindak sebagai penyuplai untuk konsumen b2b yang datang dari pemain supermarket, horeca, F&B, peritel hingga startup.

Sementara Zilingo, menyediakan pasokan manufaktur fesyen berbasis cloud dari seluruh dunia agar setiap merek, pengusaha, dapat memanfaatkannya.

Beragamnya layanan e-commerce b2b yang disediakan memperlihatkan bahwa ada ceruk bisnis yang bisa gali lebih dalam untuk menyelesaikan masalah di pemain b2b. Terlebih, transformasi digital UKM di Indonesia baru 8% atau 3,92 juta dari total 59,2 juta pelaku yang hadir di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here