Mandiri Capital Pimpin Pendanaan Pra Seri A untuk Crowde

Mandiri Capital Indonesia, CVC kelolaan Bank Mandiri, memimpin pendanaan Pra Seri A untuk startup p2p lending khusus agrikultur, Crowde, sebesar $1 juta (sekitar 14 miliar Rupiah). Di saat yang bersamaan, Bank Mandiri turut berpartisipasi sebagai lender institusi untuk penyaluran kredit melalui Crowde senilai 100 miliar Rupiah.

CEO MCI Eddi Danusaputro menjelaskan, perusahaan memilih Crowde lantaran sesuai dengan kebutuhan yang dicari Bank Mandiri dan sejalan dengan misi awal didirikannya MCI. Saat ini Bank Mandiri sedang berupaya untuk meningkatkan penyaluran kredit produktif di UMKM terutama mikro.

Crowde dianggap sebagai kandidat yang cocok karena bergerak di sektor produktif untuk pertanian, perikanan, dan perdagangan. Dalam waktu dekat, MCI akan segera mengumumkan pendanaan lain yang juga dipimpinnya di bidang manajemen keuangan.

“Biasanya appetite MCI untuk investasi di Seri A, tapi ini kali ini sedikit beda karena Crowde punya kapasitas yang baik untuk memenuhi kebutuhannya Bank Mandiri,” terang Eddi, Kamis (19/9).

CEO Crowde Yohanes Sugihtononugroho menerangkan, MCI adalah investor strategis yang secara langsung bisa membawa hubungan simbiosis mutualisme untuk perkembangan Crowde ke depannya dan Bank Mandiri secara grup.

Dana yang didapat dari putaran ini sepenuhnya akan dipakai untuk bangun teknologi yang bisa digunakan oleh petani di Indonesia. Menurutnya, ada banyak teknologi bertebaran, akan tetapi yang bisa digunakan dengan segmentasi petani Indonesia tidak banyak.

“Fokus kita tidak akan jauh-jauh dari jangkau lebih banyak petani, caranya dengan bangun teknologi yang bisa dipakai oleh petani Indonesia. Ini yang segmented banget sehingga jadi challenging,” kata Yohanes.

Putaran pra Seri A belum ditutup menurut Yohanes. Pihaknya masih mencari investor strategis lainnya untuk masuk. Sayang, dia belum bersedia membeberkan target dana yang dibidik dan kapan putaran akan ditutup.

Investor Crowde sebelumnya adalah Gree Ventures dengan nominal pendanaan yang tidak disebutkan tahun lalu.

Pinjaman kredit dari Bank Mandiri

Bank Mandiri kini menjadi lender institusi skala nasional pertama buat Crowde dengan nilai komitmen penyaluran kredit Rp100 miliar. Dalam kerja sama ini, Crowder akan mereferensikan calon debitur potensial untuk mengikuti proses seleksi berdasarkan kriteria calon debitur perseroan dan menentukan pinjaman untuk tiap calon debitur.

Berdasarkan proses seleksi tersebut, Bank Mandiri akan memroses pengajuan pinjaman tersebut. Plaform maksimal yang bisa diakses setiap pelaku mikro adalah Rp200 juta.

Direktur Retail Banking Bank Mandiri Donsuwan Simatupang menerangkan, skema antara kedua perusahaan ini sangat strategis karena dapat membantu bank menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkan, serta meningkatkan nilai tambah yang bisa diberikan Crowde kepada pelaku usaha tersebut.

“Di samping itu, skema kerja sama ini juga dapat mempercepat proses persetujuan kredit sehingga debitur yang dibiayai dapat memanfaatkan momentum yang ada dalam mengembangkan usaha,” tutur Donsuwan.

Perseroan sendiri akan mendapat akses yang lebih luas terhadap segmen UMKM di sektor agrikultur sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan para petani dan peternak terhadap akses permodalan perbankan.

Hingga Agustus 2019, Bank Mandiri telah menyalurkan pembiayaan kredit mikro produktif sebesar Rp23,51 triliun kepada pelaku usaha mikro di tanah air. Adapun Crowde telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp90 miliar ke 17 ribu petani kecil dan menengah yang berlokasi di Jawa, Sumatera, dan Indonesia bagian Timur.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Siap Pimpin Pendanaan untuk Startup Agritech dan Manajemen Keuangan

Mandiri Capital Indonesia (MCI) segera mengumumkan dua pendanaan terbaru untuk startup yang bergerak di bidang pertanian (agritech) dan manajemen keuangan (financial management). Kepada DailySocial, CEO MCI Eddi Danusaputro menjelaskan pihaknya akan menjadi lead investor untuk dua putaran pendanaan ini.

Eddi belum bisa banyak memberikan banyak informasi terkait hal ini, mengingat masih dalam proses uji tuntas (due dilligence). Diusahakan pengumuman akan dilakukan secara bersamaan pada akhir Agustus atau awal September 2019.

“Kami jadi lead investor di dua-duanya. Pengumuman bersamaan belum tahu [akan dilakukan bersamaan atau tidak], sedang kami usahakan,” ujarnya.

Sebelumnya, Eddi sempat menyebut keinginannya untuk menyasar startup yang bergerak di segmen insurtech, sayangnya belum sesuai dengan kriteria yang dicari.

Secara terpisah mengutip dari Kontan, Eddi menerangkan perusahaan menyiapkan dana sebesar Rp40 miliar untuk berinvestasi tahun ini. Dana tersebut terpisah dengan investasi yang dilakukan MCI untuk LinkAja dan juga pendanaan kembali untuk portofolio yang sudah ada.

MCI melalui mandat dari Bank Mandiri telah berinvestasi untuk LinkAja sebesar Rp300 miliar. Tujuannya agar perseroan bisa menggenggam saham Finarya sebagai pemegang izin dompet digital LinkAja.

Sejak berdiri pada 2016 lalu hingga sekarang, MCI telah berinvestasi sebesar Rp700 miliar di 10 startup fintech. Mereka ialah Jurnal, Cazhlez, Amartha, Yokke, Moka, Privyid, Pten, Investree, DAM, dan Koinworks.

Bidik Empat Startup Baru, Mandiri Capital Lirik InsurTech dan Manajemen Investasi

Mandiri Capital Indonesia (MCI), anak usaha dari Bank Mandiri Group, mengungkapkan akan menambah empat startup baru untuk masuk ke dalam portofolio perusahaan. Secara spesifik, MCI akan membidik startup yang bergerak di ranah insurtech dan manajemen investasi (wealth management).

CEO MCI Eddi Danusaputro menuturkan pihaknya sedang dalam tahap penjajakan dengan dua startup yang bergerak di kedua ranah tersebut sehingga belum bisa dijelaskan secara rinci. Yang pasti, ketika sudah resmi nantinya kedua startup akan membantu Bank Mandiri Group dengan teknologi yang mereka miliki.

“Sekarang masih penjajakan, kami siap masuk ke tahap Seri A. Minimal mereka sudah punya traction,” katanya di sela-sela acara Indonesia PE-VC Summit, kemarin (24/1).

Dia menyebut MCI menyiapkan dana sekitar Rp40 miliar sampai Rp50 miliar untuk berinvestasi pada tahun ini. Pihaknya juga menyiapkan alokasi dana dari kantong sendiri untuk berpartisipasi dalam follow up funding dari portofolio existing sebesar Rp50 miliar-Rp60 miliar.

“Kantong [sumber dana] kita bedakan, mana yang buat startup baru, mana yang buat existing portofolio. Kalau Amartha atau Privy butuh pendanaan, kami sudah siapkan dana dari kantong sendiri.”

Selain menyasar ke dua ranah startup baru, Eddi mengaku ke depannya MCI akan menyasar startup yang bermain di ranah keamanan siber. Ranah ini dianggap paling dibutuhkan oleh semua institusi keuangan, tidak terkecuali bank saja. Terlebih, semakin canggihnya perkembangan teknologi, selaras dengan tingkat ancamannya.

Cyber security itu dibutuhkan karena kebutuhan dasar bagi semua institusi keuangan. Kami belum menemukan startup yang cocok, meski belum jadi prioritas tahun ini tapi kami prediksi ini akan dibutuhkan.”

Saat ini MCI memiliki 10 portofolio yang bergerak di sektor lending, payment, dan enterprise solution. Mereka adalah Jurnal, Cashlez, Amartha, Yokke, Moka, PrivyID, PT Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN), Investree, PT DAM, dan KoinWorks.

Startup Funding Starts Taking Significant Part in Local Venture Capital Industry

The performance of Indonesian venture capital has reached Rp8.13 trillion per October or increased by 18.12% year-on-year. Investment in the conventional sector is still the primadonna, despite the increasing trend which comes from the business support and other sectors in which there’s funding for startups and the creative industry.

Based on economic sector review, investment for restaurant and hotel trading is dominating with Rp3.61 trillion. Followed by other sectors of Rp1.07 trillion, and business support for Rp827 million (around 20 percent of total funding).

Business support has increased rapidly compared to the other services by 50% year-on-year. In fact, in October 2017, this sector contributes only Rp551 billion.

Quoted from Kontan, Eddi Danusaputro, Mandiri Capital’s CEO explained that business support services and other sectors include technology companies, such as fintech, health, education, agriculture, and e-commerce. In addition, there are creative consulting, design, and digital companies. He also predicts the investment in this sector will keep increasing by next year.

“We’re still bullish for next year. We [Mandiri Capital] are still focused on fintech and agritech. In terms of fintech, the one that currently in demand is insurtech, wealth management, and big data,” he said.

Jefri R. Sirait, the Chairman of Indonesian Venture and Startup Capital Association (Amvesiondo) mentioned the investment increase was indeed followed by the tourism sector, such as restaurant and hotel. In addition, infrastructure and lifestyle also affect the growth of other tourism business, such as the creative industry engaged in food, fashion, and handicrafts.

“This condition makes the investment and capital demand of entrepreneurs increasing”, he explained.

Based on OJK’s data, as seen from venture capital performance of business activity types, revenue sharing is dominating with a value of R6.25 trillion and year-on-year growth reaching 26.06%. Followed by share investment of Rp1.38 trillion and convertible bond of Rp484 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan untuk Startup Mulai Ambil Porsi Signifikan Industri Modal Ventura Lokal

Kinerja industri modal ventura Indonesia kini tembus Rp8,13 triliun hingga Oktober 2018 atau tumbuh 18,12% secara year on year. Penyertaan modal sektor konvensional masih menjadi primadona, meski terjadi tren peningkatan dari sektor jasa pendukung bisnis dan sektor lain-lain yang di dalamnya terdapat pendanaan untuk startup dan industri kreatif.

Bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyertaan modal untuk sektor perdagangan restoran, dan hotel mendominasi secara keseluruhan sebesar Rp3,61 triliun. Kemudian diikuti sektor lain-lain Rp1,07 triliun dan jasa pendukung bisnis Rp827 miliar (sekitar 20-an persen dari total kucuran dana).

Jasa pendukung bisnis mengalami kenaikan paling drastis dibandingkan lainnya yakni 50% secara year on year. Padahal pada Oktober 2017, sektor ini baru menyumbang Rp551 miliar.

Dikutip dari Kontan, CEO Mandiri Capital Eddi Danusaputro menjelaskan, sektor jasa pendukung bisnis dan sektor lain-lain meliputi perusahaan teknologi seperti fintech, kesehatan, pendidikan, agrikultur, dan e-commerce. Selain itu, ada perusahaan konsultan, desain, dan digital kreatif. Dia pun memprediksi, penyertaan modal di sektor ini akan terus tumbuh pada tahun depan.

“Kami tetap bullish untuk tahun depan. Kami [Mandiri Capital] masih fokus di fintech dan juga agritech. Untuk fintech, sektor yang diminati sekarang itu adalah insurtech, wealth management, dan big data,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R. Sirait menambahkan, kenaikan penyertaan modal memang diikuti pertumbuhan di sektor pendukung wisata, seperti restoran dan hotel. Di samping itu, kondisi infrastruktur dan perubahan gaya hidup juga memengaruhi tumbuhnya usaha pendukung wisata lainnya, misalnya industri kreatif yang bergerak di bidang makanan, fesyen, dan kerajinan tangna.

“Kondisi ini membuat kebutuhan investasi dan modal kerja para pengusaha jadi lebih besar,” terang Jefri.

Berdasarkan data OJK, bila melihat kinerja modal ventura berdasarkan jenis kegiatan usaha, pembiayaan bagi hasil mendominasi dengan nilai sebesar Rp6,25 triliun dan pertumbuhan secara year on year mencapai 26,06%. Lalu diikuti penyertaan saham sebesar Rp1,38 triliun dan obligasi konversi Rp484 miliar.

Mungkinkah Startup Fintech, Edtech, dan AI Jadi Unicorn Selanjutnya

Setelah GO-JEK, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak, siapa yang akan menjadi startup unicorn selanjutnya? Mungkinkah ada gebrakan dari sektor baru seperti fintech, edutech, bahkan artificial intelligence untuk menempati urutan kelima? Pertanyaan-pertanyaan tersebut saat ini memang baru bisa dijawab dengan beragam asumsi, berdasarkan iklim investasi di tiap lanskap investasi.

Tahun 2017 hingga sekarang banyak yang mengatakan sebagai tahunnya fintech di Indonesia. Memang, hal tersebut dibuktikan langsung dengan lahirnya banyak sekali pemain di industri, termasuk terciptanya regulasi baru yang secara khusus mengatur operasional fintech. Namun riuhnya industri apakah berbanding lurus dengan kepercayaan diri para pemain untuk menjadi unicorn selanjutnya.

Di sela-sela pagelaran Nexticorn 2018 di Bali, DailySocial menemui salah satu local investor yang fokus di fintech, yakni Eddi Danusaputro, Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia (MCI). Kami menanyakan seberapa percaya diri startup fintech di Indonesia untuk menjadi unicorn berikutnya. Eddi mantap memberikan jawaban optimis.

“Sangat optimis (startup fintech) bisa menjadi unicorn selanjutnya. Kita bisa melihat banyak startup fintech di Indonesia yang sudah mencapai Seri B, bahkan beberapa sudah Seri C. Fintech akan terus tumbuh karena secara proses bisnis menjadi enabler untuk banyak sektor, misalnya menjadi payment gateway atau sistem pembayaran,” terang Eddi.

Di tahun 2017 MCI menyiapkan dana mencapai 500 miliar Rupiah untuk diinvestasikan ke startup fintech. Kendati demikian Eddi menyampaikan tidak ada target khusus dari sisi nominal untuk penggelontoran investasi, yang jelas mereka menargetkan tiap tahun akan menginvestasi 3 – 4 startup baru. Tahun ini MCI sudah berinvestasi di Koinworks (Seri A) dan Investree (Seri B).

CEO & Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia
CEO & Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia

Melihat dari sisi regulasi, hampir setiap pemain fintech yang kami temui mengatakan “fintech is extremely regulated“. Di Indonesia, para startup diatur langsung operasionalnya oleh OJK dan Bank Indonesia. Sementara OJK sudah cukup banyak memberikan izin untuk startup berjenis p2p lending beroperasi, BI cukup alot dalam mengeluarkan perizinan startup berjenis e-money/e-wallet.

“Pemerintah cukup konservatif dalam meregulasi fintech, tapi itu sangat bisa dimaklumi. Karena pada akhirnya regulasi itu juga untuk melindungi konsumen dan membangun kepercayaan masyarakat untuk layanan fintech itu sendiri,” ungkap Eddy.

Bagaimana dengan edtech?

Kemenkominfo mengurasi beberapa startup yang dinilai potensial untuk mendapatkan pendanaan lanjut menuju unicorn. Selain fintech, ada kategori lain seperti SaaS, artificial intelligence, healthtech, dan edtech. Edtech menjadi yang menarik, karena tidak banyak startup yang bisa bertahan dan bertumbuh di lanskap ini. Pasalnya pendidikan secara online sendiri belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.

HarukaEdu menjadi salah satu startup edtech yang direkomendasikan dalam Nexticorn. Kami menemui Novistiar Rustandi, Co-Founder & CEO HarukaEdu, untuk menanyakan pendapatnya soal menjadi unicorn selanjutnya. Ia memaparkan bahwa model bisnis akan menjadi kunci untuk melahirkan valuasi tinggi untuk startup edtech. Ia mencontohkan keberhasilan salah satu startup luar bernama 2U.com.

“Di luar negeri ada 2U.com, itu juga menjadi benchmark produk baru kami Pintaria. Platform ini menghadirkan layanan blended-learning, semacam kuliah online. Dulu 2U.com mencapai valuasi $1 miliar saat mereka hanya memiliki 12 ribu pengguna. Per tahun 2018 ini penggunanya sudah mencapai 32 ribu, valuasi pun meningkat senilai $4,8 miliar. Di edtech, akuisisinya sekali, tapi pelanggan akan bayar selama 4 tahun,” jelas Novistiar.

Pintaria menjadi produk terbaru HarukaEdu dengan konsep live long learning portal. Novistiar menceritakan pengembangan produk ini didasarkan pada kebutuhan generasi masa kini untuk terus belajar. Banyak pekerjaan lama yang sudah mulai dikikis dengan otomasi, mengharuskan setiap pekerja harus selalu memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan industri.

Cara kerja Pintaria dimulai dengan memberikan perspektif kompetensi industri yang bisa dipilih sesuai ketertarikan pengguna. Selanjutnya pengguna akan dihubungkan dengan lembaga yang menyediakan pengajaran secara online. Saat ini sudah bekerja sama dengan beberapa kampus, sehingga dipastikan sertifikat yang didapat diakui legal.

Co-Founder & CEO HarukaEdu
Co-Founder & CEO HarukaEdu

“Banyak pekerjaan lama mulai hilang, misalnya penjaga pintu tol atau kasir. Sementara banyak pekerjaan baru muncul, misalnya data scientist atau AI trainer. Revolusi industri 4.0 memang memberikan tantangan sendiri, tapi dengan memiliki prinsip harus selalu belajar, kita bisa terus mengikuti perkembangan zaman. Itu menjadi potensi bisnis yang coba diakomodasi HarukaEdu,” terang Novistiar.

Menutup perbincangan, tahun ini HarukaEdu juga dalam proses penyelesaian proses pendanaan tahap baru untuk akselerasi bisnis.

Artificial intelligence sebagai pendorong revolusi

Digitalisasi besar-besaran yang akan terjadi dalam revolusi industri 4.0 konon akan banyak didorong oleh artificial intelligence (AI) dan internet of things (IoT). Artinya terbuka peluang yang cukup signifikan untuk startup yang bergerak di bidang tersebut untuk menjadi pemimpin bisnis digital ke depannya. Demi mendapatkan perspektif, kami menemui juga Co-Founder & CEO Kata.ai Irzan Raditya.

Disrupsi ekonomi yang melibatkan AI mulai banyak terasa, bahkan nilainya bisa menjadi sangat besar. Irzan mengungkapkan, salah satu penelitian menyebutkan ekonomi yang dihasilkan dari AI di Asia Tenggara saja sudah mencapai $400 miliar. Hal ini disebabkan kebutuhan dari industri itu sendiri, untuk menghadirkan teknologi yang lebih advanced.

Co-Founder & CEO Kata.ai
Co-Founder & CEO Kata.ai

“Ada kebutuhan untuk membuat teknologi semakin personalized dan advanced. Dari sini jelas, masa depan startup AI akan sangat diminati. AI juga dikatakan menghadirkan disrupsi di berbagai jenis pekerjaan, namun juga menghadirkan ekonomi baru dan memberikan efisiensi kepada industri dalam menjalankan proses bisnisnya,” ujar Irzan.

Kata.ai memang dikenal sebagai startup yang menyasar segmentasi B2B. Melalui produk berbasis chatbot, mereka mendampingi banyak perusahaan menghadirkan otomasi, khususnya untuk pelayanan pelanggan. Lalu berkaitan dengan kepercayaan diri startup AI untuk menjadi unicorn, Irzan mengatakan peluangnya sangat besar.

“Untuk fundraising, setiap startup pastinya membutuhkan. Kami sendiri akan banyak update nanti di Desember, termasuk produk-produk baru. Misi kami jelas, mendampingi bisnis memiliki fitur kecerdasan, dengan menghadirkan akses ke AI engine,” sambung Irzan.

KoinWorks Nabbed 230 Billion Rupiah Series A Funding

P2p lending startup KoinWorks receives the Series A funding of IDR 230 billion led by Mandiri Capital Indonesia (MCI). It was also supported by Gunung Sewu and Convergence Venture.

Aside from the equity distribution and additional bonds, this also started the strategic partnership between KoinWorks and Mandiri Group. It’s focused on developing safe and relevant financial facilities for Indonesia’s digital SME market.

Mandiri Group will participate in supervising the development of safe and affordable financial products in KoinWorks. KoinWorks is hoping to strengthen its position as the market leader in p2p lending for SME.

Since officially registered in OJK by 2016, KoinWorks has been supporting digital SMEs development in five main verticals: fashion, electronics, cosmetics, gadget, and food & beverage industries. According to the data, most of the SMEs registered in KoinWorks are under five years operation.

“Most of the SMEs in Indonesia have gone digital, retails are getting decreased. The market potential becomes KoinWorks’ focus. This business goes along with our spirit in improving Indonesia’s financial inclusion,” Benedicto Haryono, KoinWorks’ Co-Founder and CEO, added.

In addition, he also revealed that this funding will be focused on developing technological innovations in each of KoinWorks financial product.

“With the presence of data showing positive prospect from digital SME market, it’s important for them to gain access to an easy and safe financial service. P2p lending concept is very suitable as a leading financial service for their business development,” Eddi Danusaputro, Mandiri Capital Indonesia’s CEO, said.

In terms of funding, Koinworks claims to have controlled most of the p2p retail investor market in Indonesia. Lenders in KoinWorks have access to the filtered investment products, complete with a transparent risk level, loan tenor, and investment interest. All features are there and lenders in Koinworks are expected to be able to make an investment based on data analysis.

“We believe that technology is the key differentiator. Our focus is on technology development and user satisfaction. Along with the increasing number of smartphone users and a combination of affordable investment, it’ll change the behavior. KoinWorks will change the way people invest digitally,” Willy Arifin, KoinWorks’ Co-Founder and Chairman, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

KoinWorks Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 230 Miliar Rupiah

Startup p2p lending KoinWorks hari ini (22/8) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai Rp230 miliar yang dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia (MCI). Pendanaan tersebut turut didukung oleh Gunung Sewu dan Convergence Venture.

Selain dalam bentuk pembagian ekuitas dan penambahan obligasi, prosesi ini turut memulai kerja sama strategis antara KoinWorks dengan Mandiri Group. Kerja sama difokuskan untuk mengembangkan sarana keuangan yang aman dan relevan bagi pasar UKM digital di Indonesia.

Nantinya Mandiri Group akan turut memberikan supervisi dalam pengembangan produk finansial yang terjangkau dan aman di KoinWorks. Sehingga diharapkan KoinWorks mampu menguatkan statusnya sebagai market leader dalam p2p lending di pasar UKM.

Semenjak resmi terdaftar di OJK pada tahun 2016, KoinWorks telah mendukung perkembangan UKM digital yang beroperasi di lima vertikal utama yaitu: industri fashion, elektronik, kosmetik, gadget dan food & beverage. Dari data yang ada terungkap, sebagian besar UKM digital yang terdaftar sebagai peminjam di KoinWorks berusia di bawah 5 tahun operasional.

“Sebagian besar UKM di Indonesia sudah go-digital, kehadiran toko fisik dari brand lokal pun mulai berkurang. Potensi pasar inilah yang menjadi fokus dari KoinWorks. Geliat bisnis ini selaras dengan semangat kami untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia,” sambut Co-Founder & CEO KoinWorks, Benedicto Haryono.

Selain itu Benedicto juga mengungkapkan, pendanaan seri A ini akan difokuskan untuk mengembangkan inovasi teknologi di setiap produk finansial Koinworks.

“Dengan hadirnya data yang menunjukkan prospek positif dari pasar UKM digital, penting bagi mereka untuk mampu meraih akses terhadap jasa finansial yang aman dan mudah. Konsep p2p lending sangat cocok untuk menjadi jasa finansial unggulan bagi pengembangan bisnis mereka,” ujar CEO Mandiri Capital Indonesia, Eddi Danusaputro.

Dari segi pendana, hingga saat ini, KoinWorks mengklaim telah menguasai sebagian besar pasar investor ritel p2p di Indonesia. Pendana di KoinWorks memiliki akses terhadap produk investasi yang telah tersaring, lengkap dengan tingkat risiko yang transparan, tenor pinjaman dan bunga investasi. Seluruh fitur ini hadir dan diharapkan agar pendana di KoinWorks mampu melakukan investasi yang berlandaskan analisis data.

“Kami percaya bahwa teknologi merupakan the key differentiator. Fokus kami terletak di pengembangan teknologi serta kepuasan pengguna. Seiring dengan semakin banyaknya pengguna smartphone serta kombinasi investasi yang terjangkau, akan mengubah behaviour. KoinWorks akan mengubah cara orang berinvestasi secara digital,” ujar Co-Founder & Chairman KoinWorks, Willy Arifin.

Mandiri Capital Indonesia Tahun Ini Siapkan Dana Segar untuk Empat Startup

Mandiri Capital Indonesia (MCI) kembali mencari startup lokal untuk didanai. Kepada DailySocial, Presdir MCI Eddi Danusaputro mengungkapkan,  tahun ini akan dipilih empat startup lokal yang akan mendapatkan pendanaan, khususnya yang berkecimpung di industri pembayaran dan p2p lending (pembiayaan).

Tahun 2017 lalu, MCI berinvestasi ke delapan startup lokal, termasuk di dalamnya PrivyID, Moka, Amartha, dan Cashlez

“Fokus kami tahun ini masih seputar layanan financial technology, terutama mereka yang menyasar area pembayaran (payment), peer-to-peer lending (P2P) dan juga Enterprise Tech/SME Solutions.”

Eddi enggan menyebutkan berapa nilai investasi yang akan digelontorkan kepada masing-masing startup, tetapi dipastikan startup-startup yang dibidik adalah yang berada di tahapan pendanaan Seri A.

Mendukung startup binaan

Selain memberikan investasi, MCI juga senantiasa memberikan dukungan kepada startup binaannya. Salah satu yang dilakukan adalah sinergi yang akan dilakukan PrivyID dan Bank Mandiri Group dalam dua tahap. Pada tahap pertama, sinergi internal antar divisi grup dan anak usahanya. Kemudian tahap kedua akan masuk ke nasabah untuk keperluan pembukaan rekening baru.

“Tahun ini startup terpilih juga akan dibina ke dalam Mandiri Group, di mana akan dijajaki kolaborasi yang nantinya bisa membantu Mandiri Group sekaligus membantu traksi startup tersebut,” kata Eddi.

Selama tahun 2017, MCI telah menggelontorkan investasi sekitar Rp300 miliar untuk startup fintech. Sebagai perusahaan modal ventura yang berada di bawah naungan Mandiri Group, MCI berperan sebagai jembatan penghubung antara investor dan pelaku startup yang menyasar layanan fintech.

Masih Miliki Dana Sekitar Rp200 Miliar, Mandiri Capital Siap Tambah Empat Startup Baru

Mandiri Capital Indonesia (MCI) mengungkapkan saat ini perusahaan masih memiliki sisa dana kelolaan sekitar Rp200 miliar untuk menambah tiga hingga empat startup baru masuk ke dalam portofolio perusahaan.

Hingga pertengahan tahun ini, MCI telah menggelontorkan dana investasi sekitar Rp300 miliar untuk tujuh startup fintech. Empat di antaranya sudah diumumkan, yaitu Moka, Amartha, PrivyID, dan Cashlez. Sementara sisanya akan diumumkan dalam waktu dekat, dengan rincian dua startup bergerak di sistem pembayaran dan satu startup di enterprise solution.

“Kami masih memiliki sisa dana kelolaan sebesar Rp200 miliar untuk berinvestasi ke tiga sampai empat startup baru. Namun, belum tentu [investasi] akan kami selesaikan sampai akhir tahun ini, bisa jadi tahun depan karena kami masih mencari-cari [startup yang cocok],” ucap Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro, Rabu (12/7).

MCI, sambungnya, hanya memfokuskan diri untuk investasi pada startup fintech yang bergerak di tiga sektor yaitu payment, lending, dan enterprise solution saja. Ketiga sektor tersebut dinilai lebih dapat bersinergi secara langsung dengan Grup Bank Mandiri dan diprediksi bakal menjadi tren ke depannya.

Untuk mencari kriteria startup yang sesuai dengan selera perusahaan, Eddi mengaku selama ini pihaknya mengandalkan relasi dari anggota Aftech Indonesia, berkunjung ke kampus, dan memilih dari peserta inkubasi.

“Kami bukan investor yang pasif, yang hanya menaruh uang saja. Kami itu aktif, sebab setiap startup yang masuk [ke portofolio] satu per satu akan diperkenalkan ke seluruh jaringan Bank Mandiri dan masuk ke ekosistemnya. Lagipula, tim MCI itu kurang dari 10 orang sehingga tidak bisa bergerak cepat.”

Masih andalkan pembiayaan berupa penyertaan saham

Eddi mengungkapkan sejauh ini, mayoritas jenis pembiayaan yang banyak dilakukan MCI adalah penyertaan saham. Dalam Peraturan OJK, regulator memberi keleluasaan pada pemain modal ventura untuk memilih dua jenis pembiayaan lainnya, yaitu pembiayaan bagi hasil dan obligasi konversi.

“Tujuh startup yang tahun ini kami biayai, semuanya berupa penyertaan saham.”

Dia beralasan dari segi bisnis seluruh jenis pembiayaan tersebut masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu, MCI harus memeriksa kondisi dari tiap startup yang kasusnya tidak selalu sama.

Mengacu ke laporan OJK, hingga Mei 2017 industri modal ventura telah menggelontorkan pembiayaan sebesar Rp7,15 triliun. Pembiayaan bagi hasil mendominasi total pembiayaan dengan nilai Rp5,42 triliun, dengan porsi mencapai 75,72%. Kemudian, diikuti penyertaan saham sebesar Rp1,16 triliun dan obligasi konversi Rp570 miliar.