Startup Edtech Pembelajaran Bahasa Mandarin “LingoAce” Bidik 200 Ribu Pengguna di Indonesia

Startup edtech khusus belajar bahasa Mandarin LingoAce meresmikan kehadirannya di Indonesia pada hari ini, Rabu (18/11). Indonesia dan Thailand adalah dua negara yang diincar perusahaan asal Singapura ini, pasca mengantongi pendanaan Seri A+ senilai $6 juta dipimpin Sequoia India.

Dalam konferensi pers secara virtual, Founder & CEO LingoAce Hugh Yao menerangkan Indonesia adalah pasar yang strategis buat perkembangan LingoAce karena populasinya, pertumbuhan penetrasi internet yang menjanjikan, dan digadang-gadang sebagai negara dengan ekonomi digital yang paling potensial di ASEAN.

Ia dan tim juga melakukan riset mendalam sebelum benar-benar terjun ke negara ini. Makanya, perusahaan sangat menjunjung tinggi konsep lokalisasi agar LingoAce dapat diterima dengan baik.

“Kami sangat mengedepankan lokalisasi, dalam lima bulan kami mempersiapkan tim dan membuat situs dalam bahasa Indonesia. Pencapaiannya sangat memuaskan, kami berhasil mendapat 2 ribu pengguna,” terangnya.

Seperti diketahui, bahasa Mandarin adalah termasuk bahasa yang penting karena memiliki jumlah penutur terbanyak di dunia. Dalam suatu riset bahkan disebutkan belajar bahasa Mandarin juga berpengaruh kreativitas otak. Oleh karena itu, LingoAce menyasar pengguna dari kalangan usia 4-15 karena di sanalah masa emas seorang anak, yang mana belajar bahasa akan jauh lebih mudah bisa dicerna.

“Di atas umur 15 tahun, anak punya lebih banyak kegiatan sehingga mudah terdistraksi. Kami ingin mengajarkan bahasa Mandarin dan bisa dikuasai seumur hidup dengan cara yang personalisasi dan interaktif,” tambah Marketing Director LingoAce Indonesia Nirwanto Honsono.

LingoAce menyediakan platform belajar bahasa Mandarin untuk anak usia 4-15 tahun. Pengguna akan diajarkan oleh tutor native speaker yang tersertifikasi dan sudah lolos seleksi dalam mengajarkan bahasa Mandarin untuk anak dan remaja. Tutor ini berasal dari luar negeri, ada yang datang dari Singapura dan Tiongkok.

Tutor tersebut menyesuaikan proses pembelajaran untuk setiap individu, termasuk kecepatan dan gaya belajar setiap murid, dengan memperhatikan latar belakang budayanya. Proses belajar yang personalisasi ini membantu murid untuk belajar lebih cepat dan efektif. Durasi per kelas adalah 55 menit dan jadwal kelas lebih fleksibel.

Secara global, LingoAce telah digunakan oleh 100 ribu pelajar dan 2 ribu tutor yang tersebar di 80 negara, dan telah berhasil menyelesaikan 200 ribu kelas sejak pertama kali berdiri di 2017. Di Indonesia, LingoAce telah digunakan oleh 2 ribu pengguna, yang domisilinya masih terpusat di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan.

Ambisi di Indonesia

Nirwanto melanjutkan, pihaknya akan perbesar tim lokal agar dapat melayani kebutuhan pengguna di Indonesia. Dari pendanaan yang diperoleh perusahaan, banyak dialokasikan untuk merekrut lebih banyak karyawan. Dalam pipeline, pada tahun depan rencananya akan memiliki lebih dari 200 karyawan dari saat ini 25 orang. Tim tersebut akan ditempatkan untuk layanan pelanggan, operasional, dan pemasaran.

“Rencana kami adalah merekrut orang-orang yang punya pengalaman di bidang edukasi karena dalam operasional, kami tidak hanya berjualan saja. Kami ingin memantau perkembangan anak, apakah mereka on track atau tidak karena kami menawarkan pelayanan.”

Pada tahun yang sama, juga ditargetkan perusahaan dapat menggaet 50 ribu pengguna. Target yang lebih ambisius dipasang pada tahun berikutnya, perusahaan akan merekrut 500 karyawan, memiliki 200 ribu pengguna, dan menjadi pilihan utama untuk belajar bahasa Mandarin secara personal.

Di Indonesia, bahasa Inggris lebih populer daripada Mandarin, maka dari itu LingoAce sedang dalam persiapan untuk menghadirkan layanan tersebut. Nirwanto menargetkan pada tahun depan, belajar bahasa Inggris sudah tersedia dan digunakan pelajar.

Saat ini, perusahaan melakukan strategi akses kelas gratis untuk menarik 100 ribu pengguna baru dengan fasilitas keanggotaan selama setahun. Dengan program tersebut, pengguna dapat mengakses kelas-kelas Mandarin online tertentu sepuasnya.

Hugh menjelaskan di negara lain, perusahaan sudah mencatatkan pendapatan yang positif lewat strategi monetisasinya. “Ada tuition fee yang dibayarkan orang tua kepada kami, tapi ada juga kelas gratis yang bisa diakses untuk mendukung orang tua yang ingin mencoba untuk anaknya. Strategi ini imbang untuk memberikan dampak yang positif ke depannya,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Ruangpeduli Diluncurkan, Mengakomodasi Bantuan Sosial untuk Pendidikan

Setelah Mendikbud menyatakan kondisi akibat pandemi belum memungkinkan kegiatan belajar-mengajar berlangsung secara normal, terdapat ratusan ribu sekolah ditutup sementara untuk mencegah penyebaran Covid-19. Puluhan juta siswa kini melakukan kegiatan belajar dari rumah dan kurang lebih empat juta guru melakukan kegiatan mengajar jarak jauh. Sayangnya, berbagai keterbatasan banyak ditemui, sehingga membuat agenda belajar daring tersebut kurang optimal.

Melihat kondisi tersebut, Ruangguru meluncurkan inovasi barunya yang diberi nama Ruangpeduli. Melalui platform ini, mereka ingin menghubungkan seluruh stakeholder dalam dunia pendidikan seperti pelajar, guru, sekolah, dan lainnya dengan berbagai pihak yang memiliki kapasitas untuk membantu. Ruangguru akan memusatkan dan melaksanakan seluruh kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang selama ini sudah berjalan dan yang akan datang, di dalam Ruangpeduli.

Co-Founder & CEO Ruangguru Belva Devara mengungkapkan, “Kondisi pandemi yang kita hadapi saat ini makin memperbesar berbagai tantangan pendidikan. Kami meluncurkan Ruangpeduli karena percaya bahwa gerakan peduli pendidikan bisa dibuat lebih terstruktur dan kolaboratif. Harapannya, lewat Ruangpeduli, akan ada lebih banyak individu dan lembaga yang terpanggil untuk berkontribusi untuk pendidikan Indonesia.”

Dalam platform ini, individu maupun lembaga dapat mengajukan program sosial pendidikan yang membutuhkan bantuan. Beberapa program pendidikan telah berlangsung melalui kerja sama dengan para mitra, seperti beasiswa pelatihan guru, beasiswa pendampingan siswa, pembelajaran intensif untuk siswa putus sekolah, dan akses gratis ke konten pendidikan.

“Adaro Foundation telah menjalin kerja sama dengan Ruangguru beberapa tahun terakhir. Visi dan misi kami beriringan, yakni meningkatkan kualitas pendidikan melalui sumber daya manusia yang mumpuni. Pelatihan guru dan beasiswa bagi pelajar telah kami berikan dan juga turut menyasar daerah 3T di Indonesia,” ujar Ketua Umum Adaro Foundation Okty Dayamanti.

Sebagai platform edtech, Ruangguru memiliki jaringan serta kapasitas dalam lingkup pendidikan Indonesia. Ruangguru juga bermitra dengan Kitabisa dan Benih Baik dalam urusan penggalangan dana. Seluruh proses akan dikelola oleh tim Ruangguru dan mitra terkait, timnya mengaku tidak mengambil komisi atau menerima dana dalam bentuk apapun.

“Kitabisa memiliki semangat yang sama dengan Ruangguru untuk menghubungkan jutaan kebaikan termasuk kebaikan di dunia pendidikan. Kemitraan ini menjadi awal yang baik dalam memudahkan para orang baik menyalurkan bantuan bagi para guru, siswa, dan pihak lain yang membutuhkan
bantuan pendidikan”, ujar Co-Founder & CEO Kitabisa.com Muhammad Alfatih Timur.

Terkait jenis kerja sama yang akan dilakukan bersama para mitra, Firdaus Juli,
Co-founder Benih Baik turut menyampaikan bahwa segala hal yang terkait pendidikan akan dilancarkan, karena hal itu merupakan root atau akar. “Kami menyambut positif kerja sama dengan Ruangguru untuk memperluas akses bantuan di sektor pendidikan. Kita harus menggandeng banyak mitra dalam menjangkau pihak-pihak yang berhak memperoleh bantuan pendidikan, agar dampak yang dihasilkan semakin luas,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Hukumonline Introduces E-Learning for Law Study

The portal for legal information and service provider Hukumonline recently showed its commitment to enter the edtech industry. Still surrounding their expertise, they released “Online Course Hukumonline” as an online legal learning service.

The delivery model is in the form of an online course, in which there is a learning management system that contains learning content on certain topics. Each material has been arranged systematically and contextually, consisting of 5-6 sessions with teaching methods through video-on-demand, practice questions, quizzes, and reading references.

Hukumonline’s Online Course also provides business packages for group purchases. Each paid material, access will be given for one year.

Hukumonline’s COO, Ramos Pandia said that currently there are still few learning platforms with legal subjects that offer competent instructors. This online course aims to strengthen Hukumonline as the most comprehensive technology-based legal learning center in Indonesia.

Hukumonline also collaborates with the Indonesian Law College Jentera in content development. The lecturers from the campus are also a resource in the courses provided. However, it is stated that the content does not refer to the curriculum, but rather to the expertise and experience of each teacher.

“We expect this platform to become an effective learning alternative for fellow practitioners and legal academics in Indonesia, therefore, distance is no longer a problem. With a relatively low cost, our hope is that it can reach all levels of society to become more lawful,” Ramos said.

E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline
E-learning study legal on Hukumonline

On the other hand, law study material looks tough for many stages. However, Ramos is quite sure that along with the education that is being carried out, more and more people are interested in studying law. “Many people do not realize that everything in life almost certainly intersects the law. We are innovating to present the law in a way that is relevant and also easily understood by the public.”

Ramos continued, “We also see amid this pandemic the moment of distance learning becomes important, therefore, we present the materials needed for law students / fresh graduates to prepare themselves for the world of work. Meanwhile, for professionals or society in general, we also try to present important materials such as licensing for business entities, corporate criminal liability, the importance of delivering LKPM which in the future will be followed by other materials. ”

Releasing new products

Last February 2020, Hukumonline announced the Series A funding led by the Emerging Media Opportunity Fund. There was no mention of the nominal amount of funds obtained, but it was said that this additional capital would be focused on developing new products, one of which was boosting the “premium subscription” feature as the main business model.

Hukumonline recently released “Premium Stories”, a premium legal article service that is presented in a comprehensive manner, which can be used as a practical reference for legal professionals. “We present this service to help legal professionals to facilitate legal research, study certain legal issues while working from home,” explained Ramos.

In addition, Justika as a subsidiary in the field of online legal consulting platforms has also released a paid chat product. Not long ago, Justika’s services were also integrated into Bukalapak’s marketplace service in the Tanya Hukum product. Also conveyed, until the end of the year, Justika will focus on developing advanced products from chat, such as document services and negotiation assistance.

Meanwhile, another business unit Easybiz, which is a platform to help establish online businesses, also adds new services. One of them is a postal business license and a property trade intermediary license. “Easybiz will create a system to expand access so that more and more business actors throughout Indonesia receive assistance for processing Micro and Small Business Permits (IUMK). Starting from information gathering to payment, it will be integrated into this system,” concluded Ramos.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Hukumonline Rilis E-learning untuk Belajar Hukum

Portal penyedia informasi dan layanan hukum Hukumonline belum lama ini tunjukkan komitmennya untuk masuki ranah edtech. Masih seputar di seputar keahliannya, mereka merilis “Online Course Hukumonline” sebagai layanan pembelajaran hukum online.

Model penyampaiannya ala kursus online, di dalamnya terdapat learning management system yang berisi konten pembelajaran dengan topik-topik tertentu. Setiap materi telah disusun secara sistematis dan kontekstual, terdiri dari 5-6 sesi dengan metode ajar melalui video on-demand, latihan soal, kuis, dan referensi bacaan.

Online Course Hukumonline turut sediakan paket bisnis untuk pembelian secara berkelompok. Setiap materi yang dibayarkan, aksesnya akan diberikan selama satu tahun.

COO Hukumonline Ramos Pandia mengatakan, saat ini masih sedikit platform pembelajaran yang bertemakan hukum yang menghadirkan pengajar kompeten. Peluncuran online course ini sekaligus berambisi memantapkan Hukumonline sebagai pusat pembelajaran hukum berbasis teknologi paling lengkap di Indonesia.

Hukumonline juga bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dalam pengembangan konten. Pengajar dari kampus tersebut juga turut menjadi narasumber dalam kursus yang disediakan. Kendati demikian disampaikan bahwa konten tidak mengacu pada kurikulum, melainkan pada keahlian dan pengalaman dari masing-masing pengajar.

“Kami berharap, platform ini dapat menjadi satu alternatif belajar yang efektif untuk rekan-rekan praktisi dan akademisi hukum se-Indonesia, sehingga jarak tidak lagi menjadi masalah. Dengan biaya yang relatif murah, harapan kami dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat agar semakin melek hukum,” tutur Ramos.

E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline
E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline

Di lain sisi, materi belajar hukum terlihat berat untuk banyak kalangan. Namun Ramos cukup yakin, bahwa seiring dengan edukasi yang dilakukan, makin banyak kalangan masyarakat yang tertarik untuk belajar hukum. “Masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa setiap hal dalam kehidupan hampir pasti bersinggungan dengan hukum. Kami berinovasi untuk menghadirkan hukum dengan cara yang relevan dan juga mudah dipahami oleh masyarakat.”

Ramos melanjutkan, “Kami juga melihat bahwa di tengah pandemi ini momen pembelajaran jarak jauh menjadi penting, sehingga kami menghadirkan materi yang dibutuhkan untuk mahasiswa/fresh graduate hukum untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja. Sementara itu, untuk profesional ataupun masyarakat pada umumnya kami juga berusaha untuk menyuguhkan materi yang penting seperti perizinan untuk badan usaha, pertanggungjawaban pidana korporasi, pentingnya penyampaian LKPM yang ke depannya akan disusul oleh materi lainnya.”

Terus rilis produk baru

Februari 2020 lalu, Hukumonline baru umumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin Emerging Media Opportunity Fund. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat, tapi disampaikan modal tambahan ini akan difokuskan untuk pengembangan produk baru, salah satunya menggenjot fitur “premium subscription” sebagai model bisnis utama.

Baru-baru ini juga Hukumonline merilis “Premium Stories”, layanan artikel hukum premium yang tersaji secara komprehensif, yang dapat digunakan sebagai referensi praktis bagi para profesional hukum. “Layanan ini kami hadirkan untuk membantu para profesional hukum untuk mempermudah riset hukum, mempelajari isu hukum tertentu selama bekerja dari rumah,” terang Ramos.

Selain itu, Justika sebagai anak usahanya di bidang platform konsultasi hukum online juga merilis produk chat berbayar. Belum lama ini, layanan Justika juga diintegrasikan ke layanan marketplace Bukalapak di produk Tanya Hukum. Turut disampaikan, hingga akhir tahun Justika akan berfokus kepada pengembangan produk lanjutan dari chat seperti misalnya layanan dokumen dan pendampingan negosiasi.

Sementara itu unit bisnis lainnya Easybiz, yakni platform untuk membantu pendirian bisnis secara online, juga menambah layanan baru. Salah satunya izin usaha pos dan izin perantara perdagangan properti. “Easybiz akan membuat sebuah sistem untuk memperluas akses agar makin banyak pelaku usaha di seluruh Indonesia mendapat bantuan pemrosesan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). Mulai dari pengumpulan informasi hingga pembayaran, akan terintegrasi di sistem ini,” tutup Ramos.

Application Information Will Show Up Here

Startup Edutech B2B Codemi Terima Pendanaan Tahap Awal dari Init-6

Startup edutech B2B Codemi mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Init-6. Codemi menjadi portofolio startup edutech kedua setelah Eduka yang dibidik oleh perusahaan investasi yang didirikan oleh Co-Founder Bukalapak Achmad Zaky tersebut.

“Kami selalu antusias dengan bidang edukasi dan pengembangan SDM. Pasca Covid-19, setiap perusahaan harus memikirkan ulang dan mengubah paradigma pengembangan SDM mereka agar bisa survive dan berkembang,” kata Zaky dalam keterangan resmi, Rabu (7/10).

Ia tertarik pada Codemi karena mereka mengerti kebutuhan perusahaan dan mampu memberikan solusi yang sangat membantu pengembangan SDM perusahaan, terutama di era pandemi.

Dalam pengumuman pendanaan ini sekaligus disampaikan Zaky telah ditunjuk menjadi komisaris di Codemi.

Fokuskan pengembangan produk

Founder & CEO Codemi Zaki Falimbany mengatakan, dana segar ini akan dimanfaatkan untuk berinovasi mengembangkan produk baru dan meningkatkan struktur keamanan. Ia ingin produk Codemi lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar, terutama pada masa di mana training dan pengembangan SDM sulit dilaksanakan secara konvensional.

“Layanan Codemi yang berbasis cloud memungkinkan perusahaan untuk tetap mengadakan training secara online di tengah PSBB, selain lebih memudahkan karena bisa diakses secara berulang dan memungkinkan penghematan anggaran pelatihan,” tutur Zaki.

Pada saat yang bersamaan, Codemi mengumumkan tiga fitur baru untuk korporasi, yakni instructor led learning, collaborative learning, dan on the job learning. Instructor led learning adalah fitur yang memungkinkan karyawan atau mitra didampingi oleh instruktur dalam penyampaian materi, baik online maupun tatap muka secara langsung.

Sementara, collaborative learning memungkinkan karyawan mendapat kesempatan untuk bisa belajar, sehingga timbul diskusi antar pegawai dan menciptakan sesi coaching, mentoring, atau konseling. Terakhir, on the job training akan memberikan pengalaman baru buat karyawan untuk mempraktikkan materi training yang didapat secara langsung.

Zaki menuturkan ketiga fitur di dalam learning management system ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas korporasi dan menambahkan produk pelatihan pengembangan SDM dari Codemi yang lain. Sejumlah mitra korporasi Codemi datang dari berbagai sektor, di antaranya Frisian Flag, Manulife, Ranch Market, dan OK Bank.

“Tidak hanya kemudahan aksesibilitas, layanan training Codemi juga disertai dengan fitur gamifikasi agar para peserta training lebih termotivasi dalam mengikuti pelatihan dan terdapat sistem untuk memonitor perkembangan dari masing-masing karyawan yang mengikuti pelatihan sehingga perusahaan dapat mengukur efektivitas pelatihan,” tandasnya.

Pemain edtech lama

Codemi sudah didirikan sejak tahun 2013, awalnya mereka mengusung konsep “online open course”. Kemudian di tahun 2015 mengubah haluan bisnis menjadi LMS untuk membantu bisnis adakan pelatihan untuk karyawannya. Mereka juga sempat rilis beberapa layanan sekunder, salah satunya Pitakonan, fasilitasi masyarakat dengan fitur tanya-jawab seputar kewirausahaan.

Tahun 2018, bisnis Codemi makin moncer. Kala itu Zaki mengatakan startupnya capai profitabilitas. Tidak berhenti di sana, Codemi juga lakukan penggalangan dana untuk matangkan rencana ekspansi regional.

Edtech Startup AyoBlajar is Officially Launched, Offering Online Classes and LMS

Pandemic has created opportunities among the many difficulties. Edtech is one of those opportunities. Ruangguru and Zenius were two that stood out during the Covid-19 hitting Indonesia.

Between the hegemony of the two edtechs, another new player appeared. This startup is called AyoBlajar. Operating since 2018, AyoBlajar was only registered as a company in July 2019. In fact, their application was only officially published on Friday, September 4, 2020.

In the launch event, AyoBlajar Fariz Isnaini Co-Founder & CEO said, AyoBlajar is an edtech platform that focuses on junior high and high school education levels. He reasoned that the two of them were chosen because at that level student interest began to appear.

AyoBlajar platform can be accessed on Android devices and websites. Like other edtech platforms, it relies on videos as a learning resource, test material and quizzes to hone student understanding. But beyond that, there are several things that differentiate AyoBlajar from other edtechs.

First is the Live Classes feature. This feature allows user students to attend certain classes in real time. There is also one-on-one mentoring that makes it easier for students to have further discussions about the subject matter. The AyoBlajar platform also provides a progress chart feature that allows parents to map students’ learning abilities.

However, what distinguishes AyoBlajar from other platforms is their feature called the Learning Management System (LMS). This feature is made to make it easier for schools to design teaching and learning activities online. COO & Co-Founder Audy Laksmana said, with this feature the school would not find it difficult to prepare materials or exams for their students.

“That’s why we created this Learning Management System so that schools can move the teaching and learning process from offline to online,” added Audy.

Between B2B and B2C

In terms of business model, AyoBlajar adopts two types, namely B2C and B2B. LMS aimed at schools is their B2B product. AyoBlajar set various prices for these products. According to Fariz, this was done due to the different abilities of schools. “But now we don’t charge fees to most [schools],” explained Fariz.

In fact, AyoBlajar is not the only one that has LMS products in Indonesia. Gredu, for example, has introduced itself as a platform that facilitates school teaching and learning activities online since January 2020. However, Fariz claims that the LMS in AyoBlajar offers flexibility that is not found in other platforms.

“What distinguishes our LMS from others is, our LMS has been integrated with online classes so that teachers can create and manage their own classes.”

While their B2C products are all aimed at students. The model they chose was a subscription fee. The cost is also broken down into more various depending on the features required by the user.

The path taken by AyoBlajar is somewhat different from most edtech in the country. Generally, edtech that has operated previously takes a focus between B2B and B2C. Working closely with all stakeholders in the country’s education ecosystem is the key to AyoBlajar in carrying out the two business models.

“AyoBlajar strengthens collaboration with various stakeholders who have the same vision, namely to improve education in Indonesia, with these collaborations AyoBlajar can compete in both B2B and B2C sides,” explained Fariz.

Target

AyoBlajar currently claims to have 13 thousand students and 23 schools registered on their platform. A pandemic situation that requires teaching and learning activities to be carried out online has created its own opportunities for AyoBlajar.

From a funding aspect, AyoBlajar has pocketed initial funding. However, they were reluctant to mention the nominal investment and investors who participated in the funding round.

Fariz targets their users to reach 100 thousand by the end of the year. In order to pursue this big target, AyoBlajar also offers access to subscribe to their content for free for the next month.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengintip Proses Produksi Konten Pembelajaran Pemrograman Online

Ramai-ramai mempelajari hal baru adalah salah satu dampak selama pandemi setengah tahun terakhir ini. Beberapa laporan dan survei menyebutkan masyarkat mulai peduli tentang pengembangan kemampuan di masa-masa sulit seperti sekarang. Gayung bersambut, industri edtech di Indonesia sedang tumbuh subur.

DailySocial berkesempatan mengintip bagaimana proses produksi konten dua penyedia layanan belajar online Kode.id dan Dicoding. Keduanya sama-sama berada di segmen pengguna yang sama, coding atau programming dan teknologi.

Kode.id (Kode), yang merupakan bagian dari Hacktiv8, saat ini sudah memiliki 165 kelas dengan total pembelajaran lebih dari 305 jam. Ada 70% konten Kode yang diproduksi secara mandiri, namun ada beberapa yang diproduksi bekerja sama dengan Production House.

“Hacktiv8 Indonesia memiliki in-house production team yang memproduksi konten setiap harinya. Tidak hanya in-house team, tetapi studio dan perlengkapan shooting produksi pun dijalankan secara mandiri. Namun, dengan adanya penambahan konten yang pesat, kami pun mulai berkolaborasi dengan production house lokal untuk memproduksi kelas di Kode.id,” terang Founder Kode.id Ronald Ishak.

Kode.id saat ini memiliki tiga tahapan yang harus dilalui untuk memproduksi sebuah konten atau kelas. Tahap pertama dimulai dengan perancangan dan desain materi pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan produksi kelas, seperti shooting dan editing. Tahapan ini ditutup dengan proses quality assurance atau review. Semua tahapan ini membutuhkan waktu kurang lebih 4 minggu.

“Ada dua jenis review atau QA yang dilakukan: Content QA dan Production QA. Content QA dilakukan dengan cara melihat dan mengevaluasi materi, meliputi relevansi dengan dunia kerja, penggunaan teori yang tepat, penggunaan study case dan contoh untuk mengilustrasikan suatu topik. Sedangkan, Production QA berfokus kepada produk audio visual yang akan diterbitkan di platform Kode.id, meliputi cross check audio leveling, evaluasi kualitas gambar, konsistensi dalam editing, dan lain-lain,” lanjut Ronald.

Proses serupa juga berlaku di Dicoding. Sebagai salah satu pionir platform pembelajaran pemrograman di Indonesia, semua konten pembelajaran mereka, dasar sampai mahir, diproduksi sendiri secara in-house.

Prosesnya dimulai dengan menentukan atau mendesain alur belajar yang hendak diterbitkan, kemudian membuat daftar apa saja yang akan dibuat. Daftar ini kemudian dikonsultasikan dengan pihak eksternal (expert) untuk selanjutnya dituangkan dalam modul atau tulisan. Selanjutnya proses ditutup dengan multi layer review yang memastikan kaidah penulisan, kualitas materi, referensi, dan lainnya agar sesuai dengan standar kualitas yang mereka miliki.

Semua proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan,” sambung Founder Dicoding Narenda Wicaksono.

Amanda Simandjuntak, Co-Founder Skilvul, menambahkan tentang apa yang ada di balik produksi konten mereka. Menurutnya, setiap konten atau kelas yang ada di dalam Skilvil diproduksi mandiri bersama dengan beberapa kreator konten yang merupakan praktisi di industri.

Ada beberapa tahap dalam pengembangan kelas dalam Skilvul, termasuk adalah riset tentang materi dan survei ke hiring partner dan industri. Langkah ini dilanjutkan dengan pengembangan dan review. Kelas akan tetap diawasi agar tetap relevan dengan kebutuhan.

“Untuk saat ini, karena masih kelas dasar, rata-rata waktu penyelesaian per kelas adalah 1 minggu. Untuk kelas yang lebih advanced [akan di-launch bulan depan] akan memakan waktu lebih lama,” terang Amanda.

Menjaga kualitas

Saat ini konten materi pembelajaran, terutama pemrograman, sudah tersedia di banyak tempat. Baik yang berbayar maupun yang gratis. Kode dan Dicoding paham betul hal tersebut. Itu mengapa tak masalah produksi konten memakan waktu yang lama, karena yang utama adalah kualitas konten yang diberikan.

Proses menjaga kualitas ini dimulai sejak pertama kali memutuskan untuk membuka kelas. Kode, dari penuturan Ronald,  memilih untuk membuat kelas yang relevan dengan dunia kerja dan dapat diterapkan. Hal ini dikombinasikan dengan instruktur yang passionate di bidangnya.

Sementara Dicoding memulainya dengan melakukan riset, kemudian melihat ketersediaan expert yang dapat diandalkan secara in-house untuk kelas baru tersebut. Tak lupa mereka melihat kebutuhan industri dan permintaan pengguna.

Di Skilvul, karena menargetkan anak SMK dan kuliah, perusahaan mengamati bahasa pemrograman apa yang banyak dipakai di industri.

Pengembangan Diri Jadi Pilihan Aktivitas di Tengah Pandemi

Data Google Trend Indonesia menunjukkan, pencarian kursus online, pelatihan online, dan workshop online tiba-tiba melonjak tajam sejak Maret 2020 hingga sekarang. Hal ini merupakan dampak dari pandemi. Masyarakat memilih di rumah saja dan memutuskan mengikuti kelas-kelas online untuk mengisi waktunya di rumah untuk meningkatkan kompetensi.

DailySocial bersama platform mobile survey JakPat melakukan survei ke 1447 responden untuk mengetahui aktivitas atau kegiatan yang paling banyak dilakukan masyarakat. Hasilnya kebanyakan melakukan pengembangan diri dengan mengikuti kursus atau pelatihan online.

Ada 59,7% dari total responden kami setidaknya pernah mengikuti kegiatan atau cara online untuk pengembangan diri di bidang hard skill, seperti belajar coding, belajar desain, dan hal lainnya. 51% di antaranya juga setidaknya mengikuti acara atau kegiatan yang berkaitan dengan hobi atau kesukaan mereka.

Tak hanya itu, pengembangan kepribadian juga menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan. Ada 43% dari total responden yang setidaknya pernah melakukannya satu kali, misalnya mengikuti kursus untuk perihal kepemimpinan, public speaking, dan semacamnya. Ada juga yang meluangkan waktu untuk belajar bahasa asing (35%).

Kebiasaan bertransaksi secara online memudahkan monetisasi di sektor ini. 42,5% responden rela merogoh kocek untuk mengikuti kegiatan online tersebut. Sisanya mengikuti acara yang diselenggarakan secara gratis. Mayoritas (44%) di antaranya mengalokasikan Rp50.000 hingga Rp100.000, per bulan untuk budget “belajar online”, sementara ada 11,3% yang bersedia mengalokasikan Rp250.000 hingga Rp500.000.

grafik jumlah per bulan

Peningkatan aktivitas pembelajaran online juga dilaporkan Udemy. Melalui sebuah laporan Udemy membagikan data mengenai peningkatan akses online learning mereka untuk berbagai macam jenis keterampilan, mulai dari copywriting, digital marketing, hingga bermain ukulele.

Udemy_Country_Topics

Ada banyak motivasi yang menjadi pendorong masyarakat untuk mengakses pembelajaran, seperti: kejenuhan akan rutinitas monoton di rumah, mencari keterampilan baru untuk mendapatkan peluang baru, mengeksplorasi hobi baru untuk mengisi aktivitas selama di rumah, dan (khusus untuk masyarakat Indonesia tertentu) kewajiban program kartu prakerja.

Dukungan teknologi dan akses yang mumpuni

Pada dasarnya kegiatan online tidak hanya terbatas pada pelatihan. Hiburan, diskusi, dan seminar pun banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia selama masa pandemi ini. Untungnya platform-platform pendukung yang mumpuni sudah hadir.

Loket, misalnya, pada periode April-Mei mengklaim berhasil mendapati 2000 event yang terdaftar di platform mereka. Capaian lainnya yang cukup masif adalah mereka berhasil menjual 5000 tiket untuk sebuah acara konser online. Peluang untuk event online dari sisi binis nyata adanya. Goers juga melakukan sejumlah penyesuaian dan terus meningkatkan layanan agar tetap menjadi tempat membeli tiket kegiatan online yang nyaman.

Dari seluruh responden kami yang bersedia membayar, Loket menjadi layanan penjualan tiket online yang paling sering digunakan. Ada 81% persen responden yang pernah membeli tiket di sana. Pilihan berikutnya adalah Eventbrite (25,8%), Goers (23,3%), dan Maimilu (22,8%).

graphic platform

Selain pembelian tiket, akses pembayaran pun sekarang serba gampang. Tak hanya melalui akun bank, tetapi juga melalui platform uang elektronik.

Tak harus langsung

Aktivitas yang dilakukan online masih belum bisa menggantikan pengalaman ketika diselenggarakan langsung. Kegiatan seperti konser musik, pertunjukan standup comedy, atau pertunjukkan seni lainnya tentu akan berbeda jika diselenggarakan langsung. Namun, untuk beberapa kegiatan, keberadaan teknologi bisa membuat semakin banyak pilihan. Contohnya belajar.

Dengan bantuan teknologi kini belajar tak perlu dilakukan langsung secara tatap muka. Fasilitas rekaman atau pendekatan video on demand membuat peserta yang ingin belajar bisa menyesuaikan waktunya masing-masing. Semua ini kembali ke pendekatan seperti apa yang diambil penyelenggara dan preferensi pengguna itu sendiri.

Beberapa platform populer, seperti YouTube, Zoom, dan Google Meet, banyak digunakan untuk aktivitas online semasa pandemi. Ada juga platform edtech, seperti Ruangguru, Udemy, Cakap, dan IndonesiaX yang digunakan untuk sarana belajar di rumah.

grafik layanan

Momentum berbagai industri

Dari sisi konsumen/masyarakat, sesungguhnya dorongan untuk belajar online atau menikmati hari secara online semakin meningkat. Menurut hasil survei, 40% responden sangat ingin melakukan kegiatan atau aktivitas online dan 39% cukup ingin.

Tren aktivitas online di masyarakat membuka peluang baru di berbagai lini industri. Beberapa hal yang bisa dieksplorasi lebih jauh antara lain pengelolaan tiket online, platform video conference yang sederhana namun memiliki kualitas baik, platform workshop yang interaktif, dan platform pembelajaran dengan sejumlah fitur integerasi dan kolaborasi.

Strategi Monetisasi Startup Edtech MejaKita dengan Dompet Digital Besutannya

Selama kurang lebih empat tahun beroperasi, Mejakita startup yang menawarkan konsep peer tutoring bagi pelajar Indonesia, menegaskan komitmen mereka untuk semakin berkiprah dalam meningkatkan kualitas pendidikan tanah air. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan fitur serta strategi monetisasi yang mulai diterapkan di bulan Juni 2020.

Aktsa Efendy selaku Founder & CEO MejaKita turut menyampaikan, “Sebelumnya MejaKita tidak menuangkan kampanye pemasaran apapun dalam skala besar, betul-betul hanya hidup dari dana bootstrap untuk membangun branding terlebih dulu, sembari para founder menggodok model bisnis, brand DNA, serta product offerings yang solid.”

Di masa pandemi ini, perusahaan melihat potensi besar dalam dunia teknologi pendidikan. MejaKita menyediakan materi pembelajaran untuk pelajar SD s/d SMA secara gratis, disertai ribuan catatan yang sudah diunggah oleh murid-murid di komunitas pelajar di seluruh Indonesia.

Penyajian materi dilakukan secara tematis dan dilengkapi forum diskusi yang bisa dimanfaatkan untuk tanya jawab. MejaKita mendukung siswa yang harus belajar di rumah untuk tetap dapat berdiskusi PR, soal dan tugas, serta berbagi catatan dan materi pembelajaran lainnya

Sejak Juni 2020,  MejaKita mulai mencatat kenaikan traksi yang signifikan. Sampai saat ini sudah ada 1300+ pengguna premium serta 12.000+ murid terdaftar dari 223 kota dalam tiga bulan terakhir. Tercatat kenaikan rata-rata pengguna sebesar 22% serta MAU yang mencapai 16%-20% per bulan. Hal ini diimbangi dengan dengan kenaikan traffic yang signifikan hingga 700.000+ unique traffic per bulan.

Analisis pasar

Dari segi konsep, MejaKita mengaku bahwa mereka tidak bersaing secara langsung dengan kebanyakan platform edtech di Indonesia.

“Dari awal, value proposition kami memang bukan untuk head-to-head dengan bimbingan belajar, baik offline maupun online. Sebagai P2P learning solution, tujuan kami adalah membantu murid-murid Indonesia supaya dapat terhubung dan berkolaborasi dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Jadi, lain dari bimbingan belajar yang kebutuhannya bersifat musiman, kami berniat membantu mendukung kebutuhan murid-murid yang bersifat daily & spontaneous.” pungkas Aktsa.

Dengan konsep yang sedikit berbeda dengan kebanyakan pemain edtech di Indonesia, MejaKita mencoba menangkap pasar pendidikan yang lebih spesifik. Target utama mereka adalah siswa/i di kelas 12 SMA yang mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi di universitas. Berdasarkan data analisis pasar mereka, terdapat potensi pengguna sejumlah 4,8 juta di jenjang SMA serta lebih dari 700 ribu dari mereka mengikuti seleksi masuk universitas di Indonesia.

Sementara itu, untuk menyasar pasar yang lebih luas, MejaKita mencatat total market sebesar 40,5 juta yang bisa dijangkau serta 11,9 juta pengguna potensial. Mereka adalah pelajar dari setiap jenjang pendidikan yang memiliki tujuan jangka panjang di bidang akademik.

Platform ini sendiri terbuka bagi siapa saja yang ingin berdiskusi ataupun berkontribusi. Di dalamnya juga terdapat fitur Community Safety Net, pengguna bisa memberi vote dan flag pada konten yang tersedia. Validasi dari komunitas ini yang kemudian akan dijadikan rekomendasi bagi para pengguna terkait. Di sinilah aspek data-driven bekerja, untuk menghubungkan mereka yang butuh diskusi mengenai materi yang sulit dengan kontributor yang memiliki keahlian di bidang terkait.

Skema monetisasi

Dengan berbagai fitur berbasis data dan konsep peer-to-peer learning yang ditawarkan, MejaKita kini menerapkan skema berbayar dalam platform mereka. Ada beberapa paket berlangganan yang ditawarkan mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Semakin lama paket yang diambil, semakin murah biaya per bulan, mulai dari 20 ribu Rupiah.

Dalam skema berbayar ini, MejaKita mengelola dompet digital sendiri yang dinamakan MejaKocek dengan MejaKoin & MejaKash sebagai mata uang. 1 MejaKoin sama dengan IDR 20, sementara 1 MejaKash senilai dengan IDR 2 atau 1 MejaKoin.

Dengan sistem mata uang digital ini, pengguna bisa berlangganan untuk bisa menggunakan fitur di MejaKita, contohnya dalam membeli paket soal try out, menyampaikan pertanyaan, membaca catatan, dst. Sementara itu, kontributor dalam platform akan mendapatkan dividen dalam bentuk MejaKash, yakni 80% dari tiap transaksi MejaKoin yang ada.

“Target kami adalah untuk bisa menjangkau 6,000+ active premium subscribers per bulan untuk bisa mencapai breakeven point dengan harapan besar untuk bisa mencapai traffic rata-rata per kuartal melebihi 1 juta. Keduanya, jika berjalan lancar, akan menjadi bekal kami untuk bisa closing seed round dan seterusnya mengembangkan produk serta jangkauan pasar kami di Indonesia dan regional,” tutup Aktsa.

Application Information Will Show Up Here

Kesenjangan Konektivitas di Pembelajaran Jarak Jauh Indonesia

Beberapa bulan terakhir bermunculan berita mengenai sulitnya akses internet untuk pembelajaran jarak jauh, terutama para pelajar yang berada di wilayah rural atau terpencil. Ada yang terpaksa berkumpul di pemakaman demi mendapat akses internet yang lebih baik, ada pula yang menggunakan HT (handie talkie) karena dirasa lebih murah dibandingkan harus membeli kuota internet. Kondisi ini semakin memperlihatkan kesenjangan digital atau teknologi yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Pandemi COVID-19 berhasil memaksa dunia pendidikan bertransformasi dengan cepat namun pada waktu bersamaan turut mengangkat beberapa masalah krusial ke permukaan. Masalah umum, yang hadir sejak dulu, mencakup perbedaan status sosial dan pembangunan infrastruktur yang tidak merata, sehingga memberikan dampak nyata pada kesenjangan akses pendidikan berkualitas.

Sejak pemerintah menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh di bulan Maret 2020, jurang antara si miskin dan si kaya, anak kota dan anak daerah semakin terlihat. Hanya saja, kita terlalu fokus ke topik yang itu-itu saja. Salah satunya adalah isu teknologi.

Teknologi sesungguhnya memberikan peluang solusi pemerataan pendidikan yang lebih luas, tapi ketidaktersediaan infrastruktur membuat kesenjangan semakin menjadi.

Disrupsi pendidikan di masa pandemi

Sebelum Covid-19 melanda seluruh penjuru tanah air, disrupsi dalam dunia pendidikan sudah dimulai sejak lama. Selama satu dekade terakhir, gelombang digital yang melanda industri pendidikan telah menciptakan disrupsi, salah satunya di bidang teknologi pendidikan atau edtech.

Layanan edtech di Indonesia mulai menjadi hype memasuki tahun 2015an – kendati startup seperti Zenius sudah ada sejak tahun 2004. Pemain besar lain, seperti Ruangguru dan HarukaEdu, baru debut di 2013. Popularitas platform tersebut juga mengikuti tren digital yang berkembang di masyarakat, termasuk sebaran broadband yang meluas, makin akrabnya masyarakat dengan layanan berbasis aplikasi, hingga opsi pembayaran digital yang lebih banyak.

Tim riset DSResearch baru saja mempublikasi laporan bertajuk Edtech Report 2020 yang membahas seluk beluk tentang dunia teknologi pendidikan di Indonesia.

Sumber: Holon IQ
Sumber: Holon IQ

Ketika tahun 2020 dimulai, tepat sebelum COVID-19, pendidikan online mulai mendapatkan pengakuan karena dianggap cukup, atau bahkan lebih efektif, daripada pendidikan kelas tradisional. Teknologi pembelajaran digital yang inovatif memasuki pasar, sedangkan semakin banyak orang yang terhubung ke area daring di seluruh dunia berkat investasi publik dan swasta dalam infrastruktur jaringan. Literasi digital berkembang di tengah masyarakat, terutama di kalangan anak muda.

Tantangan pembelajaran jarak jauh

Setelah Mendikbud menyatakan kondisi Pandemi COVID-19 tidak memungkinkan kegiatan belajar mengajar berlangsung secara normal, terdapat ratusan ribu sekolah ditutup sementara untuk mencegah penyebaran. Sekitar 68 juta siswa kini melakukan kegiatan belajar dari rumah,dan kurang lebih empat juta guru melakukan kegiatan mengajar jarak jauh . Hal ini menciptakan peluang untuk industri teknologi berperan dalammenyambung pendidikan para pelajar di seluruh penjuru tanah air.

Konsep pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini sebenarnya bukan hal baru, namun keragaman wilayah Indonesia, menjadi sebuah tantangan yang besar untuk bisa mewujudkan pemerataan akses pendidikan.

Sebagaimana diatur dalam SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan pada Masa Darurat Penyebaran Covid-19, satuan pendidikan harus menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh sejak akhir Maret 2020. Tidak bisa dipungkiri, metode ini menyisakan banyak celah, namun saat ini pembelajaran jarak jauh secara daring merupakan skenario terbaik dari yang terburuk.

Dalam pelaksanaannya, PJJ menimbulkan respon yang sangat variatif dari seluruh elemen sekolah (guru, siswa dan wali murid). Ada yang menyikapi dengan positif, ada yang mencanangkan protes, ada pula yang masih kebingungan. Dukungan fasilitas, administrasi, serta latar belakang ekonomi siswa bisa dikatakan menjadi pemicu reaksi terhadap perubahan dalam dunia pendidikan. Sekolah yang termasuk kriteria golongan menengah ke atas tentu tidak menemukan masalah signifikan dalam menerapkan konsep PJJ ini.

Dalam sebuah paper yang dipublikasi CIPS, yang membahas tantangan dalam Pembelajaran Jarak Jauh, disebutkan pergeseran tiba-tiba dari metode tatap muka di kelas ke pembelajaran jarak jauh di rumah memperlihatkan perlunya peningkatan kapasitas guru. Laporan ini juga turut membahas akses yang tidak merata ke Internet, disparitas dalam kualifikasi guru dan kualitas pendidikan, serta kurangnya keterampilan TIK menjadi kerentanan dalam inisiatif pembelajaran jarak jauh di Indonesia.

Tim DailySocial berbincang dengan salah satu pengamat pendidikan, Budi Muhamad, yang juga dikenal sebagai Bukik, mengenai isu ini.

Ia menyampaikan, “Pada pembelajaran tatap muka, seringkali guru berperan sebagai menara kontrol yang memantau, menegur dan mendisiplinkan perilaku murid. Pembelajaran jarak jauh membuat guru kehilangan kemampuan untuk mengontrol murid. Tidak ada pilihan peran bagi guru selain menjadi fasilitator. Sayangnya hanya sedikit guru yang siap berperan sebagai fasilitator, apalagi orangtua yang memang tidak pernah mengikuti pendidikan menjadi pendidik.”

Tidak kenal batasan umur, hampir di semua jenjang menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh. Untuk jenjang pendidikan usia dini, dasar, dan menengah pertama, jet lag atau semacam cultur shock rentan terjadi. Pada dasarnya, di usia 12 tahun ke bawah, pendidikan tidak hanya soal pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga nilai dan emosi. Di jenjang pendidikan tersebut teknologi digital bukan solusi yang konkret.

Namun, di jenjang lainnya, seperti SMA dan perguruan tinggi, teknologi digital harusnya bisa diserap dan diadopsi di beberapa aspek. Beberapa layanan teknologi pendidikan sudah mulai menawarkan blended learning, pembelajaran yang menggabungkan tatap muka dan online.

Yang masih jadi persoalan adalah mereka yang berada di jenjang SMK atau sekolah vokasi, yang notabene merupakan sekolah yang mengandalkan keterampilan sebagai output para siswanya. Di sini digital secara penuh mungkin membutuhkan waktu, terlebih untuk mereka yang butuh lab untuk praktek, dan proyek-proyek lapangan lainnya.

Bukik menambahkan, “Pembelajaran jarak jauh membuat perubahan ritme belajar. Ritme belajar yang selama ini dikontrol guru, berubah menjadi diatur guru, murid dan orangtua. Dulu ketiga pihak bersepakat mengenai waktu pembelajaran. Misal jam 8-12, maka guru, murid dan orangtua melakukan upaya-upaya agar terselenggara pembelajaran pada jam yang telah disepakati itu. Sementara pada pembelajaran jarak jauh, ada sejumlah faktor yang menjadi pembeda mulai dari kemampuan orangtua, kesibukan orangtua, jumlah anak, ketersediaan gawai dan akses internet.”

Sumber: Statistika Indonesia 2018
Sumber: Statistika Indonesia 2018

Pandemi memaksa sektor pendidikan bertransformasi dengan cepat serta mengadopsi teknologi digital secara masif dan menyeluruh. Pemerintah, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sudah menawarkan solusi, beberapa kali direvisi untuk menyesuaikan kondisi.

Beragam upaya untuk tetap berdaya

Dunia pendidikan Indonesia bak tersambar petir di siang bolong. Pandemi datang di saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sedang mulai gencar menerapkan program kerjanya. Sejumlah rencana terpaksa harus mundur digantikan dengan rencana-rencana lain untuk segera mengantisipasi dampak pandemi yang semakin meluas. Jika dipetakan secara lebih luas, problemnya mungkin ada banyak tapi banyak pihak sudah mulai mengambil peran masing-masing.

Tak hanya pemerintah, gerak cepat dalam rangka membantu dunia pendidikan datang dari sejumlah pihak. Seperti operator yang berbondong-bondong menghadirkan paket kuota khusus belajar di rumah dengan harga terjangkau. Tak hanya itu pemerintah juga mencanangkan subsidi kuota untuk semua elemen pendidikan, mulai dari guru, siswa, mahasiswa hingga dosen.

Di sisi lain, kondisi ini adalah laboratorium sempurna bagi layanan teknologi pendidikan. Demand akan layanan digital sedang tinggi-tingginya. Mereka yang notabene masuk sebagai layanan teknologi pendidikan pun ramai-ramai mencoba menghadirkan solusi. Mulai dari yang memudahkan akses konten hingga melengkapi teknologi yang memungkinkan pengelolaan kelas.

gap edutech
Sumber: Freepik

Kemendikbud juga bermitra dengan industri edtech. Salah satunya Quipper untuk memberikan tayangan-tayangan video pembelajaran melalui kanal TV Edukasi yang ditayangkan di TVRI secara gratis. Upaya tersebut merupakan salah satu cara untuk tetap memberikan konten edukasi bagi siswa yang tidak dapat mengakses internet dan hanya memiliki akses frekuensi TV (TVRI). Sayangnya hal itu belum cukup.

Terlalu sering menghadapi perangkat gawai membuat anak-anak usia sekolah dasar dan menengah cenderung lebih cepat jenuh. Hal ini menjadi tugas dan beban berat bagi para pengajar. Di titik ini bantuan orang tua atau wali murid sangat dibutuhkan.

Skenario Pendidikan menghadapi COVID-19 / Bukik
Skenario Pendidikan menghadapi COVID-19 / Bukik

Kerja sama antara guru dan orang tua menjadi sebuah keharusan. Keduanya harus memiliki komitmen untuk membuat anak belajar dengan cara yang menyenangkan namun tetap bisa menambah pengetahuan. Kurikulum yang ada tak mungkin dikejar dengan kondisi sekarang ini. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kurikulum darurat, dengan harapan anak-anak tetap belajar dan bertumbuh di tengah carut marut kondisi pandemi ini.

Sementara untuk jenjang yang lebih tinggi, mau tidak mau harus ada solusi yang lebih baik. Terlebih untuk sekolah vokasi untuk pelajaran berbentuk praktek.

Untuk jenjang SMA, para siswa bisa terbantu dengan adanya layanan teknologi pendidikan dengan sederet konten pembelajaran yang dikemas menarik dan penuh gamifikasi. Meskipun demikian, pengalaman praktek sulit tergantikan. Pengalaman langsung terlibat dalam sebuah proyek, memegang alat berat, dan semacamnya tidak bisa digantikan dengan simulasi atau sekadar pembelajaran online. Sesuatu yang sampai saat ini masih menjadi persoalan.


Prayogo Ryza berkontribusi untuk penulisan artikel ini