Umma Luncurkan uClass, Platform Edtech Pembelajaran Islam

Pekan lalu Umma resmi meluncurkan uClass, platform e-learning baru mereka. Melalui fitur ini Umma ingin memperkuat posisinya sebagai aplikasi dengan ekosistem layanan muslim terlengkap. uClass sendiri tidak hanya akan menghadirkan materi seputar agama tapi juga materi lain yang dianggap berguna untuk pengembangan diri.

Dalam siaran pers resminya, Co-founder & CEO Umma Indra Wiralaksamana menjelaskan bahwa hadirnya uClass adalah bentuk komitmen mereka untuk membantu masyarakat muslim di Indonesia menjadi khairu ummah yang berarti umat terbaik.

Indra kepada DailySocial menjelaskan, kelas-kelas yang ada di uClass terbuka untuk diikuti oleh non-muslim, namun uClass tidak secara langsung menyasar pasar non-muslim. Menurutnya, jika edtech kebanyakan fokus pada pendidikan skill dan pendidikan wajib 12 tahun, uClass fokus pada pembelajaran membaca dan memahami Alquran sebagai kitab pedoman hidup umat Islam.

“Seiring dengan posisi Umma sebagai aplikasi komunitas dan gaya hidup muslim, uClass juga menawarkan kelas-kelas yang relevan dengan konteks gaya hidup muslim sebagai pembeda, karena kebutuhan akan tema-tema tersebut belum banyak diakomodasi secara struktur oleh platform edtech yang lainnya yang ada yang dikenal masyarakat pada umumnya,” jelas Indra.

uClass, menurut Indra, mengambil peran sebagai platform yang menyajikan berbagai macam topik seperti kewirausahaan dengan prinsip-prinsip Islam, keuangan syariah, parenting dan relationship sesuai kaidah agama Islam, hingga hobi dan keterampilan yang bisa diikuti oleh pengguna dari segmen manapun sesuai kebutuhan. uClass juga akan hadir dalam dua bentuk, video live dan video on demand.

“[…] khusus uClass, Umma mengutamakan konten-konten pembelajaran yang sifatnya praktis dan sistematis, seperti Belajar Baca Quran dan kewirausahaan muslim, yang dapat membantu pengguna mendapatkan ilmu secara terstruktur dari mulai teori hingga praktik. Selain manfaat bagi pengguna, harapannya uClass dapat menjadi wadah bagi pemateri untuk dapat menjangkau peserta yang lebh luas lagi dan menyebarkan ilmu dengan mudah di dalam satu aplikasi,” terang Indra.

Memanfaatkan peluang

Peresmian uClass dilakukan di momen yang tepat. Di saat masyarkat banyak di rumah saja dan kebutuhan akan pembelajaran yang terus meningkat. Secara bisnis uClass akan bersaing dengan layanan edtech lainnya yang juga menyediakan kelas-kelas beragam. Sederet nama itu antara lain SkillAcademy, Cakap, Pintaria, dan lain-lain.

Jika ditengok lebih jauh pasar edtech mulai menanjak lain. Banyak layanan yang pada akhirnya menghadirkan kelas-kelas pelatihan keterampilan. Ruangguru misalnya, menghadirkan SkillAcademy sebagai tempat kelas-kelas keterampilan, mulai ketarampilan teknologi hingga keterampilan mengaji Al Quran.

Ada juga Cakap, sebuah layanan pembelajaran bahasa kini mulai memasuki segmen keterampilan lain melalui Cakap Upskill. Umma adalah salah satu yang menangkap peluang ini dengan hadir dengan fokus pada ekosistem muslim di Indonesia.

Saat ini uClass sudah memiliki lebih dari 100 ustaz dan pemateri. Angka ini dipastikan akan terus bertambah mengingat Umma terus menjajaki kerja sama dengan lebih banyak ustaz, institusi, komunitas, hingga narasumber ahli untuk mengisi materi-materi yang ada di uClass.

“Selain memperkaya kelas-kelas dan pemateri di uClass dan terus memperbanyak jumlah pengguna melalui penyempurnaan user experience yang berkelanjutan. Fokus selama 1 tahun ke depan adalah menjadikan Umma default go-to platform bagi masyarakat Indonesia dalam hal gaya hidup muslim. Tanpa menghadirkan iklan dan tanpa mengenakan biaya untuk fitur-fitur penunjang ibadah utama seperti Alquran, jadwal alat, arah kiblat, dan doa-doa harian. Umma akan terus berinovasi untuk menghadirkan fitur-fitur lainnya yang relevan dan bermanfaat bagi pengguna dalam kehidupan sehari-hari,” tutup Indra.

Application Information Will Show Up Here

Platform Pinjaman Pendidikan Cicil Masih Andalkan Pendana Institusi

Memasuki HUT-nya yang keempat, platform P2P lending yang memberikan pembiayaan kuliah dan keperluan lainnya khusus untuk mahasiswa, Cicil, mengumumkan beberapa pencapaiannya. Telah terdaftar dan memiliki izin resmi dari OJK, tingkat keberhasilan 90 hari (TKB90) CICIL terjaga stabil pada posisi 97,22%.

Sejak tahun 2016, Cicil telah menyalurkan lebih dari 67 ribu pembiayaan senilai Rp171 miliar kepada mahasiswa dan institusi pendidikan, serta memperluas jangkauan layanan ke lebih dari 250 institusi pendidikan di 54 kota.

“Untuk lender sendiri kami sengaja hanya memfokuskan kepada semua industri hingga institusi keuangan yang tertarik untuk berinvestasi kepada para borrower Cicil, bukan kepada lender kalangan individu” kata Co-Founder & CEO Cicil Edward Widjonarko.

Saat ini Cicil memiliki empat produk utama, yaitu Cicil Uang Kuliah, Cicil Barang, Cicil Jobs dan pembiayaan untuk institusi pendidikan. Cicil Barang membantu mahasiswa untuk mencicil kebutuhan kuliah. Sebagai penyedia jasa micro lending, mahasiswa dapat mencicil barang yang harganya mulai dari Rp 250 ribu.

Cicil Jobs hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang memiliki pinjaman aktif dengan Cicil. Mereka dapat melamar kerja di Cicil Jobs dan kompensasinya dapat digunakan untuk membantu melunasi pinjaman pendidikan.

“Untuk strategi monetisasi yang kami kenakan tentunya sudah menyesuaikan dengan aturan yang ditetapkan kepada kami sebagai pemain p2p lending. Demikian juga dengan batasan pinjaman atau pembiayaan yang bisa diambil oleh pengguna, semua menuruti peraturan yang ditentukan,” kata Edward.

Di Edtech Report 2020 yang baru diterbitkan DSResearch juga disorot soal model bisnis pembiayaan pendidikan ini. Selain Cicil, di Indonesia sudah ada beberapa platform lainnya. Dua di antaranya adalah DANAdidik dan Pintek.

Kurasi ketat peminjam saat pandemi

 

Meskipun mengklaim berhasil untuk menekan terjadinya gagal bayar dari para borrower, saat pandemi Cicil tetap melakukan kurasi ketat untuk peminjam yang telah mendaftarkan diri mereka dalam platform. Dengan persyaratan yang yang diberlakukan, tim Cicil juga melakukan credit scoring hingga pengecekan yang ketat, untuk memastikan para borrower sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

“Tentu saja tanggung jawab kami sepenuhnya adalah kepada para lender, untuk itu saat pandemi ini kami mulai melakukan kurasi yang ketat hingga pembatasan jumlah borrower yang disetujui oleh Cicil,” kata Edward.

Tercatat saat ini terdapat 67 ribu jumlah akumulasi pinjaman degan 14 ribu jumlah peminjam aktif yang telah terdaftar di Cicil di sekitar 257 kampus. Selain itu Cicil juga telah memiliki sekitar 2291 ambasador yang bertugas untuk mempromosikan dan memberikan edukasi kepada mahasiswa melalui kegiatan online dan offline ke kampus.

“Saat pandemi ini kegiatan offline tersebut terpaksa kami hentikan dan kemudian mulai shifting kepada kegiatan online seperti webinar dan lainnya. Dengan demikian tetap menjaga kegiatan pemasaran kami memanfaatkan komunitas mahasiswa,” kata Edward.

Saat pandemi Cicil juga telah meluncurkan fitur pembelian Pulsa Paylater. Bagi mahasiswa yang ingin membeli pulsa, bisa melakukan pembelian dengan konsep pembayaran paylater. Perusahaan mencatat, fitur ini menjadi pilihan yang paling digemari oleh pengguna saat ini.

Terkait dengan penggalangan dana, Edward menegaskan perusahaan selalu terbuka untuk berkolaborasi dengan investor strategis dan tentunya lender yang tertarik bersama mengembangkan sektor pendidikan.

Tahun ini masih banyak rencana yang ingin dilancarkan oleh Cicil, di antaranya ekspansi ke kota-kota besar lainnya di Indonesia hingga menambah kemitraan dengan segmen B2B. Terutama bagi para institusi pendidikan yang ingin bergabung dengan Cicil menawarkan pilihan pembiayaan.

“Besarnya kepercayaan mahasiswa dan institusi pendidikan yang telah bergabung menjadi motivasi bagi Cicil untuk lebih mengembangkan layanan kami agar dapat menciptakan dampak sosial dan berkelanjutan pada mahasiswa, institusi pendidikan, mitra, dan investor,” tutup Edward.

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech AyoBlajar Diresmikan, Turut Sediakan Fitur Kelas Online dan LMS

Masa pandemi memang menyelipkan kesempatan di antara banyaknya kesulitan. Edtech adalah salah satu yang tertimpa kesempatan itu. Ruangguru dan Zenius adalah dua yang menonjol selama Covid-19 melanda Indonesia.

Di antara hegemoni kedua edtech tadi, muncul satu lagi pemain baru. Startup ini bernama AyoBlajar. Beroperasi sejak 2018, AyoBlajar baru terdaftar sebagai perusahaan pada Juli 2019. Bahkan aplikasi mereka baru resmi terbit per Jumat, 4 September 2020.

Dalam acara peluncurannya, Co-Founder & CEO AyoBlajar Fariz Isnaini mengatakan, AyoBlajar adalah platform edtech yang fokus di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Ia beralasan keduanya dipilih karena pada jenjang itu peminatan siswa mulai terlihat.

Platform AyoBlajar dapat diakses di perangkat Android dan situs web. Seperti halnya platform edtech lain, ia mengandalkan video sebagai sumber pembelajaran, materi tes dan kuis untuk mengasah pemahaman siswa. Namun di luar itu ada beberapa hal yang membedakan AyoBlajar dengan edtech lainnya.

Pertama adalah fitur Live Classes. Fitur ini memungkinkan siswa pengguna mengikuti kelas tertentu secara real time. Ada juga one-on-one mentoring memudahkan siswa untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai materi pelajaran. Platform AyoBlajar juga menyediakan fitur grafik perkembangan yang memungkinkan orang tua siswa memetakan kemampuan belajar siswa.

Namun yang paling membedakan AyoBlajar dengan platform lain adalah fitur mereka bernama Learning Management System (LMS). Fitur ini dibuat untuk memudahkan pihak sekolah dalam merancang kegiatan belajar mengajar secara daring. COO & Co-Founder Audy Laksmana mengatakan, dengan fitur ini pihak sekolah tak akan sulit dalam menyusun materi atau ujian bagi siswanya.

“Makanya Learning Management System ini kita buat agar sekolah bisa memindahkan proses belajar mengajar dari offline ke online,” imbuh Audy.

Bermain di B2B dan B2C

Adapun dari aspek model bisnisnya, AyoBlajar mengadopsi dua jenis yakni B2C dan B2B. LMS yang ditujukan ke sekolah-sekolah merupakan produk B2B mereka. AyoBlajar mematok harga yang bervariasi untuk produk tersebut. Menurut Fariz hal itu dilakukan karena mengikuti kemampuan sekolah yang berbeda-beda. “Tapi kini kita tidak mengenakan biaya ke sebagian besar [sekolah],” terang Fariz.

Sejatinya, AyoBlajar bukan satu-satunya yang memiliki produk LMS di Indonesia. Gredu misalnya sudah memperkenalkan diri sebagai platform yang memfasilitasi kegiatan belajar mengajar sekolah secara daring sejak Januari 2020.  Namun Fariz mengklaim LMS di AyoBlajar menawarkan fleksibilitas yang tak ada di platform lain.

“Yang membedakan LMS kami dengan lainnya adalah, LMS kami telah terintegrasi dengan online classes sehingga guru-guru dapat membuat dan mengatur kelasnya sendiri.”

Sementara produk B2C mereka adalah semua yang ditujukan untuk siswa. Model yang mereka pilih adalah biaya berlangganan. Biaya itu juga dipecah menjadi lebih beragam tergantung dari fitur yang dibutuhkan pengguna.

Jalan yang diambil oleh AyoBlajar ini agak berbeda dengan edtech kebanyakan di dalam negeri. Umumnya edtech yang sudah beroperasi sebelumnya mengambil fokus salah satu di antara B2B dan B2C. Menggandeng erat semua stakeholder dalam ekosistem pendidikan Tanah Air menjadi kunci AyoBlajar dalam menjalankan kedua model bisnis itu.

“AyoBlajar memperkuat kolaborasi dengan berbagai stakeholders yang memiliki visi yang sama yaitu untuk memperbaiki edukasi di Indonesia, dengan kolaborasi-kolaborasi tersebut AyoBlajar dapat berkompetisi dalam sisi keduanya, B2B maupun B2C,” jelas Fariz.

Target

Saat ini AyoBlajar mengklaim sudah memiliki 13 ribu siswa dan 23 sekolah yang terdaftar ke dalam platform mereka. Situasi pandemi yang mengharuskan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring memunculkan peluang tersendiri bagi AyoBlajar.

Dari aspek pendanaan, AyoBlajar telah mengantongi pendanaan awal. Namun mereka enggan menyebut nominal investasi dan investor yang berpartisipasi dalam babak pendanaan itu.

Fariz menargetkan pengguna mereka sampai 100 ribu hingga akhir tahun. Guna mengejar target besar itu, AyoBlajar juga menawarkan akses berlangganan konten mereka secara gratis hingga sebulan ke depan.

Application Information Will Show Up Here

Unduh Edtech Report 2020 dari DSResearch untuk mendapatkan ulasan mengenai lanskap startup pendidikan di Indonesia.

Skilvul Hadirkan Kelas Pemrograman Online, Tawarkan Sistem “Income Share Agreement”

Impact Byte selama ini dikenal sebagai penyedia bootcamp atau pelatihan untuk programmer. Di luncurkan pada 2017 silam, mereka terus melakukan penyesuaian kurikulum dalam 2 bulan sekali, seiring pengembangan teknologi yang sangat cepat. Hingga akhirnya pada satu titik mereka memutuskan meluncurkan Skilvul. Masih seputar pembelajaran coding atau programming, tapi bentuknya kelas online.

Skilvul secara resmi dihadirkan pada April 2020. Secara konsep layanan ini diprediksi lebih bisa menjangkau lebih banyak masyarakat, karena fleksibel dan tidak terbatas pada lokasi tertentu.

“Kami menyadari bahwa model coding bootcamp efektif, namun tidak efisien. Menggunakan metode tatap muka dan ruangan kelas fisik, solusi kami tidak scalable dan tidak bisa cepat berkembang dalam menyediakan akses pendidikan skill digital kepada lebih banyak orang. Solusi kami terbatas pada ketersediaan lokasi fisik dan kapasitas mentor (saat ini kampus fisik Impact Byte hanya ada di Jakarta dan Batam),” jelas Co-Founder dan Chief of Product & Content Skilvul Amanda Simanjuntak

Diakui Amanda, mereka secara spesifik menyasar siswa SMK dan perguruan tinggi. Tujuannya tentu ingin berperan dalam meningkatkan SDM Indonesia terutama dalam keterampilan di bidang teknologi digital. Dengan menerapkan metode belajar blended learning Skilvul tidak hanya menyediakan materi secara online, tetapi juga menyediakan bimbingan langsung dari mentor-mentor yang ada.

“Dalam satu bulan pertama, terdapat lebih dari 4 ribu pengguna yang bergabung di Skilvul. Saat ini Skilvul sedang mencari pendanaan agar dapat berkembang dan menjadi platform belajar yang memajukan keterampilan digital anak bangsa,” jelas Amanda.

Bersaing dengan inovasi teknologi

Skilvul bukanlah yang pertama hadir sebagai platform kursus atau belajar coding secara online. Sebelumnya sudah ada Dicoding dan Kode.id dengan tema serupa. Belum lagi kelas belajar coding yang ada di Udemy, Udacity, maupun MOOC (Massive Open Online Course) lainnya.

Kendati demikian pemain-pemain yang hadir membaca keunggulan masing-masing. Dicoding misalnya, memiliki beberapa kelas dengan “skill path” yang sudah disesuaikan dan disusun rapi dan materi yang beragam. Demikian juga Kode.id, merupakan inovasi dari Hacktiv8 yang juga fokus pada pengembangan keterampilan coding dengan kesempatan disalurkan ke perusahaan atau startup yang membutuhkan tenaga developer.

Untuk bisa tetap bersaing, Skilvul mengembangkan sebuah teknologi IDE (Integrated Development Environment — aplikasi untuk coding) yang terintegrasi. Mereka mengklaim hadirnya integrasi tersebut memudahkan pengguna dalam menulis kode dan memecahkan permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran.

Sejauh ini ada beberapa kelas atau materi belajar yang disajikan, antara lain HTML Dasar, CSS Dasar, dan Javascript Dasar. Namun beberapa kelas lain seperti belajar pemrograman Golang, Node.js, dan lainnya sudah masuk dalam rencana untuk segera diluncurkan. Tidak hanya itu, Skilvul juga menyediakan kesempatan bagi penggunanya untuk terhubung dengan lowongan pekerjaan.

“Selain belajar coding online melalui platform Skilvul, kami juga menyediakan ruang bagi pelajar untuk bertemu secara langsung dengan mentor, demi mendapatkan pemahaman yang maksimal. Sehubungan dengan masih berlangsungnya pandemi, Skilvul menyediakan ruang belajar privat dengan mentor secara online, yang akan diluncurkan pada tanggal 7 September 2020 nanti,” jelas Amanda.

Siap kerja dulu, bayar kemudian

Hadirnya Skilvul akan melengkapi ekosistem belajar pemrograman milik Impact Byte. Pilihan belajar tidak hanya sebatas bootcamp, tetapi juga kelas online. Untuk menggaet lebih banyak siswa mereka juga memiliki program ISA atau Income Share Agreement. Sebuah program yang merupakan kesepakatan antara siswa dan lembaga pendidikan (dalam hal ini Impact Byte) yang memungkinkan tagihan belajar siswa dibayarkan kemudian setelah siswa sudah berhasil mendapatkan kerja dan memiliki gaji sendiri. Modelnya potong gaji.

Salah satu program yang sedang digaungkan adalah program “Siap Kerja Dulu Bayar Kemudian”. Program ini memungkinkan peserta bootcamp terhubung langsung dengan 150 mitra kerja Skilvul. Amanda mengklaim, sejauh ini mereka sudah memiliki 200 web developer yang telah disalurkan ke dunia kerja.

“Peserta dapat mengikuti program ini dengan memilih jalur reguler, atau Sia Kerja Dulu bayar Kemudian, di mana peserta dapat mengikuti program dan membayar biaya program setelah bekerja. Program ini juga dikenal dengan sebutan ISA,” terang Amanda.

Amanda menambahkan bahwa ia berharap ke depan Skilvul akan menjadi jawaban bagi pembelajaran anak muda di Indonesia, sekaligus membawa banyak anak muda untuk semakin melek dengan perkembangan teknologi sehingga bisa turut membangun Indonesia melalui inovasi digital.

“Impact Byte sampai saat ini masih bootstrapping dan profitable, sehingga kami bisa melahirkan Skilvul melalui Impact Byte. Namun kami sekarang sedang mencari pendanaan untuk pengembangan Skilvul sehingga bisa menjadi platform belajar skill digital siap kerja yang menjangkau seluruh Indonesia,”

Program ISA sendiri mulai banyak diterapkan untuk model pembiayaan sekolah atau kursus. Program ISA sebelumnya juga diadopsi oleh Hacktiv8 pasca-dapatkan pendanaan pra-seri A di awal tahun lalu.

Unduh laporan DSResearch tentang Ekosistem Startup Edtech di Indonesia: klik di sini.

Laporan DSResearch: Edtech Report 2020

Education technology (edtech) menjadi salah satu kategori startup yang berkembang pesat di Indonesia. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari layanan belajar online, manajemen sekolah digital, hingga layanan finansial pemenuhan kebutuhan pendidikan. Banyak di antaranya menyasar kalangan pelajar dan pengajar, namun tidak sedikit juga yang memberikan opsi kepada para profesional dan masyarakat umum untuk mendapatkan konten belajar berkualitas.

Kendati belum sekencang lanskap lain, misalnya fintech, startup pendidikan juga mulai mendapatkan perhatian pemodal; terbukti beberapa startup berhasil memperoleh pendanaan, satu di antaranya yakni Ruangguru bahkan mencapai valuasi di atas $100 juta. Pangsa pasar yang makin matang membuat beberapa pemain edtech dari luar negeri turut menjadikan Indonesia sebagai tujuan ekspansi.

Untuk melihat perkembangan terkini startup edtech Indonesia, DSResearch merilis laporan bertajuk “Edtech Report 2020: Transforming Education”. Terdapat empat bahasan utama yang dirangkum di dalamnya, meliputi:

  • Model bisnis startup edtech; mengulas ragam layanan dan teknologi yang diaplikasikan untuk membawa transformasi dalam pendidikan. Termasuk mengulas beberapa studi kasus dari startup edtech sukses di dunia.
  • Perkembangan ekosistem edtech di Indonesia; merangkum pemain-pemain edtech dari dalam dan luar negeri, pendanaan untuk startup edtech, hingga cakupan layanan yang banyak digarap pemain lokal.
  • Perspektif pengguna layanan edtech; berisi hasil survei konsumen terkait pengalamannya menggunakan layanan berbasis teknologi untuk mendukung kegiatan belajarnya. DSResearch melibatkan 500 responden dalam surveinya.
  • Perspektif pelaku bisnis edtech; berisi hasil wawancara dengan founder startup edtech dan pemodal ventura, mendalami pandangan mereka tentang iklim edtech di Indonesia dan potensinya di waktu mendatang.

Selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut: Edtech Report 2020.

Pendidikan Sains dan Teknologi Saat Pandemi

Saat terjadi wabah besar di London sekitar tahun 1665-1666 yang membunuh hampir 20% populasi, Sir Isaac Newton harus berdiam di rumah seperti yang kita semua alami saat ini. Saat itu dia masih mahasiswa di Trinity College di Cambdridge dan terpaksa harus menghabiskan waktu di rumah, penuh ketakutan terhadap wabah. Tidak banyak yang bisa dia lakukan, kecuali membaca dan menyibukkan diri untuk menyelesaikan banyak masalah. Salah satu yang dia berhasil dia selesaikan adalah teori tentang gravitasi, yang konon dia temukan karena kejatuhan buah apel.

Cerita tentang buah apel dan teori gravitasi Sir Isaac Newton sangat menginspirasi. Sejak masa WFH, saya banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak dan mengamati bagaimana mereka belajar dan bagaimana guru-guru mereka mengajar. Tentu saja sangat tidak ideal dan banyak kekurangan. Kemampuan para guru menjelaskan topik sains dan teknologi yang sangat terbatas sangat berpotensi membuat siswa justru tidak tertarik sama sekali. Ini bukan saatnya untuk mencari kambing hitam, melainkan memberi solusi.

Sudah ada beberapa materi pembelajaran online yang berkualitas dunia, seperti Khan Academy. Tetapi karena berbahasa Inggris, tidak banyak siswa yang mampu mengikutinya karena keterbatasan kemampuan bahasa, termasuk anak-anak saya. Mirisnya, solusi serupa berbahasa Indonesia dijadikan komoditas yang berbayar, yang tentu saja bukan solusi yang tepat saat krisis seperti ini.

Pendidikan sains dan teknologi itu tidak bisa dipisahkan karena semua pencapaian manusia dalam teknologi adalah hasil eksplorasi sains sebelumnya. Sudah banyak data yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sains dan teknologi kita di Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia. Ini sangat menyedihkan, apalagi mengingat tingginya biaya pendidikan di sekolah-sekolah terbaik.

Tidak semua anak Indonesia memiliki kesempatan untuk masuk ke sekolah-sekolah terbaik tersebut. Fakta ini sangat menganggu tidur malam saya dan mengingatkan masa kecil di Poso, kabupaten kecil di Sulawesi Tengah. Jutaan anak Indonesia masih mengalami masalah yang sama hingga saat ini. Tidak mendapatkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas.

Saya tidak melihat solusi untuk memberikan kemerdekaan belajar, apalagi yang bisa menginspirasi siswa dalam sains dan teknologi. Tingkat pemahaman matematika, fisika dan komputasi yang sangat rendah tidak akan melahirkan inovator di masa depan. Yang ada hanya menghasilkan golongan kaum pekerja praktikal dan Indonesia hanya menjadi pasar bagi teknologi-teknologi baru, bukan perintisnya.

Ketertarikan terhadap sains dan teknologi harus diawali dari masa pendidikan K12, tidak hanya di Universitas. Yang sangat mengkhawatirkan, di semua tingkatan pendidikan, kondisinya sama buruknya. Pemahaman sains dan teknologi kita termasuk paling rendah di dunia. Ada ilusi bahwa kita sudah berhasil melahirkan perusahaan-perusahaan teknologi yang berstatus unicorn, tapi pada dasarnya mereka hanya menjalankan bisnis biasa dengan teknologi digital. Jumlah paten dan kontribusi riset teknologi kita masih sangat-sangat rendah.

Tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk mengubah kondisi ini, bahkan mungkin tidak banyak yang peduli untuk memikirkan solusinya. Masalah ini sudah sangat menganggu pikiran kami sejak lama jauh sebelum pandemi.

Contoh pembelajaran di kanal Kucing Fisika
Contoh pembelajaran di kanal Kucing Fisika

Di tahun 2008, bersama Prof. Rosari Saleh dan murid-muridnya dari Universitas Indonesia, kami membuat Kucing Fisika, kanal pembelajaran online gratis untuk mendidik siswa mengenai fisika eksperimen. Kucing Fisika telah merilis ratusan video untuk 6 ribuan guru dan siswa belajar secara online dengan alat-alat sederhana yang ada di rumah. Kontribusi tersebut tentu saja tidak cukup untuk mempersiapkan sains dan teknologi bagi siswa K12 dan guru-gurunya.

Tahun 2020 adalah titik balik untuk kembali ke visi awal. Kami ingin berkontribusi nyata ke perkembangan sains dan teknologi. Kali ini bukan untuk fisika eksperimen, tetapi untuk matematika, fisika dan komputasi. Ketiga disiplin tersebut adalah satu kesatuan yang perlu diajarkan dengan baik sejak dini. Dengan kondisi pendidikan kita saat ini, saya percaya bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah kontribusi nyata dari orang-orang yang masih peduli.

Kami merilis RAM School, sebagai kanal pembelajaran matematika, fisika dan komputasi yang disusun berdasarkan kurikulum Cambridge. RAM School berisi rekaman proses belajar dan mengajar yang saya lakukan di rumah dengan anak-anak. Materinya dirancang untuk memberikan pemahaman yang baik tentang sains dan teknologi bagi siswa setingkat SMP dan SMA. Semoga dengan karya sederhana ini kami bisa berkontribusi untuk pendidikan yang lebih baik.


Disclosure: artikel tamu ini ditulis oleh Risman Adnan Mattotorang. Risman adalah Direktur R&D di Samsung R&D Institute Indonesia. Ia bisa dikontak melalui laman LinkedIn.

Kiddo Bags Seed Funding from OCBC NISP Ventura

In order to strengthen its position as an edutech platform for children (5-12 years), Kiddo technology startups officially announce seed funding from OCBC NISP Ventura. The value is undisclosed. Previously, Kiddo was selected by the Ministry of Research and Technology / BRIN as one of the technology startups to receive grant funding and business training in Armenia and London.

“Indonesia will be one hundred years old by 2045 and one-third of Indonesia’s population is currently aged 0-12 years, twenty-five years from now will be at the peak of productive working age. They are the next generation leaders, and this is the best moment to help them optimize their potential to compete in the global industry,” Kiddo.id’s Co-Founder and CEO, Analia Tan said.

Launched in early 2020, OCBC NISP Ventura is an OCBC NISP’s corporate venture capital (CVC). Head of Strategy & Innovation at OCBC NISP, Ka Jit told DailySocial that this CVC aims to create a digital ecosystem to drive the transformation of the banking sector. The 400 billion Rupiah funds are prepared as authorized capital, with 99.9% ownership by Bank OCBC NISP.

“We established OCBC NISP Ventura to create transformative value by utilizing Indonesia’s entrepreneurial potential and startup spirit with an extensive banking network to answer the evolving needs of the community,” Ka Jit said.

Positive growth during the pandemic

Last May, Kiddo had formed a strategic partnership with GogoKids from Malaysia. Through this collaboration, users can take online classes from both countries. Providers of child activity services from Indonesia can also market their classes broadly to Malaysian customers.

During the post-pandemic situation, Kiddo presented a selection of quality activities for Indonesian children. The current classes can still be practiced virtually and booked through the platform. Kiddo has partnered with more than hundreds of child service providers in several major cities in Indonesia. To date, hundreds of activity providers have joined the platform.

“We want to provide more children activities options for Indonesian parents that suit their children’s needs to develop their potential while at home #dirumahaja. On the other hand, we also want to help providers of children’s activities in Indonesia through this partnership to expand their business to the Malaysian market,” Analia said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kiddo Kantongi Pendanaan Awal dari OCBC NISP Ventura

Bertujuan memperkuat posisi sebagai platform edutech untuk anak (5-12 tahun), startup teknologi Kiddo resmi mendapatkan pendanaan awal dari OCBC NISP Ventura. Tidak disebutkan nominal dana yang didapatkan. Sebelumnya Kiddo terpilih sebagai salah satu startup teknologi pilihan Kemenristek/BRIN yang menerima dana hibah serta pelatihan bisnis di Armenia dan London.

“Indonesia akan berusia seratus tahun pada 2045 dan sepertiga populasi Indonesia yang saat ini masih berusia 0 – 12 tahun. Dua puluh lima tahun dari sekarang akan berada di puncak usia kerja produktif. Mereka adalah calon pemimpin penerus bangsa, dan saat inilah momen terbaik untuk membantu mereka dalam memaksimalkan potensi dirinya sehingga mampu bersaing di kancah global,” kata Co-Founder dan CEO Kiddo.id Analia Tan.

Diluncurkan pada awal tahun 2020 lalu, OCBC NISP Ventura merupakan corporate venture capital (CVC) Bank OCBC NISP. Kepada DailySocial, Head of Strategy & Innovation OCBC NISP Ka Jit menjelaskan, tujuan pembentukan CVC ini adalah menciptakan ekosistem digital yang mampu menggerakkan transformasi sektor perbankan. Dana senilai 400 miliar Rupiah disiapkan sebagai modal dasar, dengan kepemilikan 99,9% oleh Bank OCBC NISP.

“Kami mendirikan OCBC NISP Ventura untuk menciptakan nilai transformatif dengan memanfaatkan potensi semangat kewirausahaan dan startup di Indonesia dengan jaringan perbankan yang luas untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” ujar Ka Jit.

Pertumbuhan positif saat pandemi

Sebelumnya pada bulan Mei 2020 lalu, Kiddo telah menjalin kerja sama strategis dengan GogoKids dari Malaysia. Melalui kerja sama ini, pengguna dapat mengikuti kelas online yang berasal dari kedua negara. Penyedia layanan aktivitas anak asal Indonesia juga dapat memasarkan kelasnya lebih luas ke pelanggan Malaysia.

Di masa PSBB ini Kiddo menghadirkan pilihan aktivitas berkualitas bagi anak Indonesia. Kelas yang biasa diikuti oleh anak tetap bisa dilaksanakan secara virtual dan dipesan melalui platform. Kiddo telah bermitra dengan lebih dari ratusan penyelenggara layanan aktivitas anak beberapa kota besar di Indonesia. Saat ini, ratusan penyedia aktivitas sudah tergabung di platform.

“Kami ingin memberikan lebih banyak pilihan untuk orang tua di Indonesia dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan anaknya, sehingga si kecil dapat terus mengembangkan potensi dirinya meskipun harus #dirumahaja. Di sisi lain, kami juga ingin membantu para penyedia aktivitas anak di Indonesia untuk melebarkan sayap bisnisnya ke pasar Malaysia lewat kerja sama ini,” kata Analia.

Zenius akan Terus Gratiskan Konten, Dua Produk Baru Diluncurkan untuk Topang Model Bisnis

Zenius mulai memperlihatkan keseriusannya bertransformasi sebagai platform edtech unggulan di tanah air sejak Rohan Monga bergabung sebagai CEO. Setelah pengumuman pendanaan seri A pada Februari kemarin, kini Zenius melakukan rebranding dengan mengubah logo dan menambah produk-produk baru.

Jika sebelumnya logo mereka didominasi dengan warna kuning-hitam, logo baru lebih dipenuhi dengan warna ungu dengan desain yang lebih sederhana. Mereka menyebut logo baru ini menandai Zenius sudah kian matang dan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Gratis selamanya

Namun di antara pengumuman rebranding itu, ada penegasan yang penting yang keluar dari mulut Co-Founder & Chief Eduacation Officer Sabda PS. Dalam konferensi pers virtual, Sabda memastikan bahwa akses gratis mereka akan terus dipertahankan untuk selamanya. Konten gratis itu meliputi video konsep, latihan soal, serta jawabannya.

“Itu termasuk sebagian besar dari konten kita. Makanya target 30 juta pelajar yang punya akses internet seharusnya enggak ada masalah untuk mengakses Zenius,” ucap Sabda.

CEO Rohan Monga menambahkan, ada sekitar 80.000 konten video pembelajaran yang bisa diakses gratis. Menurut Rohan hal itu penting untuk memberikan kesempatan pelajar di nusantara untuk mengenyam konten pembelajaran yang berkualitas. “Karena kita ingin mengakselerasi high quality learning,” imbuh Rohan.

Zenius menggebrak skema edtech karena berani menggratiskan layanan mereka pada Desember 2019. Jika saat pengumuman penggratisan akses itu Zenius masih belum menyebut bagaimana monetisasinya, kini jawabannya sudah ada.

Produk baru

Rohan menjelaskan, ada dua produk baru mereka yakni Zenius Ultima dan Zenius Optima. Kedua produk ini memperkenalkan fitur interaksi langsung. Melalui fitur tersebut, pelajar bisa melakukan tanya jawab atau diskusi secara real-time dengan tutor senior Zenius baik untuk sekadar bimbingan belajar atau untuk persiapan ujian.

“Kita ingin pastikan edukasi berkualitas untuk segmen murid yang suka dengan interactive learning,” ujar Rohan.

Dalam paparan kemarin, Zenius mengklaim sudah memiliki 15,7 juta pengguna yang tersebar di 300 kota dan kabupaten. Tiga bulan terakhir Sabda menyebut aplikasi mereka sudah diunduh tiga juga kali. Selain faktor konten gratis, kondisi pandemi yang mengharuskan kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah juga berpengaruh.

Beroperasi sejak 2004, Zenius merupakan salah satu pionir edtech di Indonesia. Mereka dulu lebih dikenal berkat produk kepingan CD/DVD yang memuat konten-konten pembelajaran. Keberadaannya makin dikenal publik luas ketika bisa diakses lewat situs web dan aplikasi mobile.

Hampir 16 tahun unjuk gigi di Indonesia, Zenius sudah mengantongi pendanaan seri A senilai US$20 juta atau setara Rp260 miliar saat diumumkan Februari kemarin. Northstar Group, Kinesys Group, dan BeeNext berpartisipasi dalam pendanaan tersebut. Melihat agresivitasnya belakangan ini, bukan tidak mungkin Zenius mulai melirik pasar baru di luar Indonesia. Namun Rohan Monga langsung menampik kemungkinan tersebut.

“Ada banyak yang masih harus kita kerjakan dan fokuskan di Indonesia,” pungkas Rohan.

Application Information Will Show Up Here

Introducing Cakap Upskill, to Extend Self-Development Material

Cakap is well known as an application for language learning is now expanding its wings. By formalizing the UpSkill Proficient, they explore new non-language materials and categories, such as entrepreneurship, career development, and self-development.

Cakap UpSkill is to use a module-based and topic-based system, therefore, users can pick the issues, topics, and packages on demand. Cakap team said that they had 500 professional teachers in total. The internal team has curated every teacher in Cakap Upskill through several stages to guarantee the high-quality material along with the teachers.

“According to a survey, Cakap’s active user has increased up to 5 times. The traffic in Q1 also increased by 3200% compared to the same period in 2019. Users are varied not only from language enthusiasts but also the skill up to date people. Cakap Upskill was started from user’s demand to learn and improve their quality along with their competitiveness in finding jobs or creating jobs in the adapting period of the new normal,” Cakap’s CEO Tomy Yunus told DailySocial.

Cakap has been consistent with language learning services with the concept of two-way interaction or live tutoring is beginning to consider other contributions in the education sector. Cakap UpSkill is also referred to as an end-to-end solution in providing skill sharing.

“In achieving this vision, we required to develop products that are not limited by language products. It’s because we believe that Cakap is not only a language learning application, but as a vehicle to bridging students and quality material resources through two-way interactions,” Tomy continued.

EdTech exists inside people’s mind

For the past two to three years the education technology industry or edtech has slowly but surely found its best form in accordance with the needs of society. The pandemic and the recent rush of pre-employment cards succeeded in raising the awareness and opportunities of this industry.

Cakap is not quite a new player, its language learning has evolved, not only English but also Mandarin, Japanese, and Indonesian. The team also claimed that their users existed across more than 28 provinces in Indonesia. This also includes collaboration with government agencies to hold classes for their employees.

Tomy explained the Cakap UpSkill is targeting to help those new graduates who wanted to find work, open their own business, or those forced to adapt to the current situation.

“We are aware of the current economic conditions forcing the entire community to adapt and encourage them not to surrender. Through Cakap Upskill and our role as a local startup, we intend to help reduce the failure rate and accelerate recovery by increasing the quality of human resources evenly and thoroughly,” Tomy concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here