Startup Pengadaan Barang Konstruksi Quipster Terima Investasi Pra-Seri A dari Chailease Holding

Startup penyedia pengadaan barang konstruksi Quipster mengumumkan telah merampungkan putaran pra-Seri A dengan nilai dirahasiakan. Pendanaan ini dipimpin oleh investor asal Taiwan, Chailease Holding, sekaligus menandai debutnya berinvestasi untuk startup konstruksi di Indonesia.

Dana yang terkumpul akan dialokasikan untuk mendigitalisasi konektivitas rantai pasok industri konstruksi, serta membangun infrastruktur demi memperluas penetrasi pengguna Quipster di kota lapis dua dan tiga.

Quipster merupakan brand baru yang digunakan pasca merger antara Webtrace dan TraktorHub pada tahun lalu.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan pada hari ini (17/5), CEO Quipster Erwin Subroto menyampaikan, pasca merger diklaim pihaknya telah membantu lebih dari 500 proyek konstruksi yang tersebar di seluruh Indonesia. Proyek tersebut mendongkrak revenue perusahaan hingga 300% secara year-on-year.

“Memiliki 8.000 alat berat dan commercial vehicles berteknologi IoT, serta lebih dari 500 kontraktor dan toko bangunan yang bergabung dalam ekosistem kami. Quipster siap mendigitalisasi rantai pasok industri konstruksi Indonesia dengan solusi pengadaan bahan dan alat konstruksi satu atap,” terang Erwin.

Chief Strategy Officer Chailease Holding Kevin Lao menjelaskan, Indonesia menduduki posisi keenam sebagai negara dengan jumlah startup terbanyak di dunia, dengan total hampir 2.500 startup. Akan tetapi, tidak banyak yang dapat memecahkan masalah di industri konstruksi. Quipster, menurutnya, hadir untuk membuat industri tersebut lebih terintegrasi dari hulu ke hilir.

“Terbukti, Quipster mencatatkan pertumbuhan yang positif dengan menyinergikan konstruksi dan teknologi. Kami yakin Quipster dapat memberikan sumbangsih terhadap perkembangan industri konstruksi Indonesia yang memiliki peluang luar biasa,” kata Liao.

Chailease adalah perusahaan leasing di Taiwan dengan jangkauan bisnis di Tiongkok dan Asia Tenggara. Produk keuangannya cukup komprehensif untuk pelaku UKM, seperti penyewaan peralatan dan transportasi, angsuran penjualan, putang, dan berbagai solusi pembiayaan korporasi lainnya.

Industri konstruksi

Kinerja industri konstruksi Indonesia diproyeksi bakal terus meningkat. Total pasar konstruksi Indonesia mencapai $244,4 miliar pada 2022, dengan proyeksi CAGR lebih dari 5% selama 2024-2027. Pertumbuhan ini didukung oleh berbagai faktor, salah satunya lonjakan investasi pemerintah sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030.

Dua hal tersebut merupakan bagian dari tiga penggerak industri konstruksi ini, yaitu residensial, industrial, dan infrastruktural.

“Industri konstruksi sangat berpotensi. Contohnya, di sektor residensial, rumah yang dibangun lewat Program Sejuta Rumah pada 2022 mencapai 1,1 juta unit. Sayangnya, industri konstruksi menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari kurangnya konektivitas antara kontraktor dengan penyedia peralatan konstruksi dan toko bahan bangunan untuk proyek konstruksi di kota-kota non-metropolitan, hingga problem klasik kesulitan dalam mengatur cash flow,” terang COO Quipster David Hartono.

Ia melanjutkan, “Kurangnya konektivitas dalam rantai pasok di industri konstruksi ini berimbas pada biaya logistik yang tinggi dan kurangnya opsi alat berat dan jenis material yang tersedia di area lokal proyek. Tantangan lainnya adalah kurangnya transparansi transaksi, pembelian material, dan utilisasi penggunaan alat berat di proyek konstruksi.”

Melihat tantangan yang ada, platform Quipster memberikan empat kemudahan:

  1. Menghubungkan kontraktor dengan jaringan penyewaan alat berat yang lebih efisien dan transparan;
  2. Pengadaan inventori berkualitas dan digitalisasi operasional toko-toko bahan bangunan dalam memenuhi kebutuhan kontraktor di kota-kota tier dua dan tiga;
  3. Membantu kontraktor memenuhi kebutuhan material bangunan melalui channel digital dan jaringan toko-toko bahan bangunan yang terafiliasi dengan Quipster, dan;
  4. Pembiayaan dengan fitur pengaturan pembayaran bagi kontraktor dan toko bahan bangunan dalam platform Quipster.

“Kontraktor yang bergabung menggunakan layanan kami untuk mencari persewaan alat berat dan bahan bangunan dapat menghemat biaya procurement dan delivery hingga 25%. Toko bahan bangunan pun mendapatkan akses ke inventori berkualitas dan fast moving dengan dukungan pengiriman hingga ke pintu toko mereka, dengan harga yang lebih terjangkau hingga 15% dan berbagai opsi pembayaran dan pembiayaan,“ lanjut Erwin.

Untuk membantu penetrasi servis di kota-kota lapis dua dan tiga, Quipster telah mendirikan tim dan infrastruktur pemasaran dan operasional di Lampung yang notabene adalah pintu masuk dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. Dengan infrastruktur ini, Quipster mampu meningkatkan konektivitas antara toko bahan bangunan dengan lebih banyak pilihan jenis material yang dapat ditawarkan di area lokal.

Jaringan toko bahan bangunan dalam platform Quipster tersebut juga akan dapat memasarkan produk mereka kepada kontraktor yang memiliki proyek di pulau Sumatera.

Rencana Bisnis Quipster Pasca Merger TraktorHub dan Webtrace

Dua startup B2B, Webtrace dan TraktorHub, melakukan merger dan hadir dengan nama baru, Quipster. Quipster menawarkan solusi satu atap untuk industri konstruksi, logistik, dan pertambangan; dari rental dan pasar penjualan, solusi IoT, hingga manajemen aset terintegrasi, dan produk keuangan/asuransi.

Kepada DailySocial, COO Quipster David Hartono, yang merupakan Co-Founder TraktorHub, menyebutkan, proses merger ini berawal dari perkenalan yang dilakukan investor mereka, yaitu Prasetia Dwidharma.

Melihat adanya kesamaan visi dan rencana untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, merger akhirnya dilakukan. Selain David, Quipster dipimpin CEO Erwin Subroto dan CFO Denny Tijioe yang mewakili Webtrace.

Quipster akan menjadi entitas baru yang bertindak sebagai perusahaan induk untuk WebTrace dan TraktorHub. Masing-masing entitas akan tetap beroperasi selama proses integrasi berlangsung.

“Karena ada kesamaan visi dan misi dan sesama founder sudah saling mengenal, akhirnya proses merger ini kami lakukan. Dari TraktorHub sendiri kita melihat ada kebutuhan untuk tracking dan monitoring dari alat berat ke depannya,” kata David.

TraktorHub sendiri merupakan platform persewaan alat berat online yang mempermudah proses pencarian, pengadaan, dan logistik bagi para pelanggannya. Sementara Webtrace adalah platform yang bisa dimanfaatkan pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

Setelah masing-masing startup mendapatkan pendanaan awal dari Prasetia Dwidharma, tahun ini Quipster akan menggalang dana untuk tahapan Pra Seri A.

Rencananya dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk melanjutkan ekspansi perusahaan ke 12 kota di Indonesia, termasuk di dalamnya membangun produk baru dan menjalin kemitraan dengan perusahaan keuangan untuk menawarkan pinjaman atau layanan asuransi.

“Hal tersebut sebelumnya sudah menjadi rencana dari TraktorHub, yaitu asset management dan juga pembiayaan untuk pembelian atau penyewaan alat berat. Dengan demikian bisa memberikan solusi dan layanan yang menyeluruh,” kata David.

Integrasi terpadu dua platform

Sebagai platform, TraktorHub menyediakan platform penyewaan alat berat yang biasanya digunakan industri pertambangan dan konstruksi. Masih minimnya platform digital yang mendukung industri tersebut dan belum transparannya proses di lapangan mendorong TraktorHub mengembangkan teknologi yang lebih advanced untuk melayani pelanggan mereka. Bersama Webtrace, fase pertama pasca merger adalah mengembangkan teknologi yang relevan bagi TraktorHub.

“Untuk saat ini kami akan mengembangkan platform baru dengan fitur baru yang nantinya bisa mendorong bisnis TraktorHub. Selain itu, melalui kerja sama ini, baik Webtrace dan TraktorHub bisa saling melayani masing-masing pelanggan,” kata Denny.

Tren leasing alat berat terbukti bermanfaat bagi perusahaan dari semua ukuran di berbagai industri dengan biaya administrasi yang lebih sedikit, seiring dengan pengurangan belanja modal, opex, dan kompleksitas pemeliharaan yang diantisipasi untuk mendorong pasar penyewaan peralatan konstruksi, logistik, dan pertambangan.

“Kami memperkenalkan kedua startup tersebut untuk melihat potensi kolaborasi, yang menghasilkan kolaborasi yang sangat bermanfaat. Kami senang mereka akhirnya setuju untuk melakukan merger dan bekerja lebih baik sebagai satu tim,” kata CFO Prasetia Dwidharma Ardi Setiadharma.

Corin Capital Invests in Webtrace’s Extended Seed Round

It only took five months, Webtrace announced another fresh fund from investors. It is Corin Capital’s venture capital that invests in Webtrace.

It was in early April that Webtrace received seed funding from Prasetia Dwidharma and Astra Ventures. The round has closed. However, Webtrace’s CEO & Co-Founder, Erwin Subroto explained that today’s announcement is an extension of yesterday’s seed funding.

“Actually it has [closed], but Corin Capital is just an extension round considering the strategic value given to Webtrace,” Erwin told DailySocial.

As the previous ones, Webtrace is also planning to use this new fund for three things: pursuing more aggressive marketing, acquiring more customers, and boosting sales.

Webtrace is a startup engaged in the logistics sector. Its service provides a platform to help truck fleet managers operate efficiently.

Webtrace implements its services through the installation of sensors and the internet of things (IoT) solutions. With this technology, truck managers can explore various data and analyses in real-time. Eventually, they will be able to manage and maximize the utility of the vehicle, driver, and eliminate unnecessary costs.

In April, Webtrace announced to acquire 3500 trucks in the onboarding process. Those who join Webtrace are said to have come from Sumatra, Java, Kalimantan, Madura, to Sulawesi. Erwin also said that the number of trucks listed on the platform has reached 2.5 times since then.

In terms of the target at the end of this year, Erwin said he was determined to grow to two times the current achievement. He also hopes that Webtrace can expand the solutions they offer especially for heavy equipment, agricultural machinery, as well as an integrated platform for cargo insurance.

“Webtrace is ready to lead the industry with unique solutions and comprehensive case studies, ensuring that existing solutions are effective in solving problems and challenges experienced by customers,” concluded Erwin.

Aside from Webtrace, there are several local startups working on similar solutions, democratizing logistics fleets with a touch of technology. One of those is Ritase, besides connecting companies with truck vendors, they are also offering SaaS for transportation and logistics management.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Corin Capital Beri Pendanaan Webtrace dalam Perpanjangan “Seed Funding”

Hanya berselang lima bulan, Webtrace kembali umumkan perolehan dana segar dari investor. Kali ini adalah modal ventura Corin Capital yang berpartisipasi menyuntikkan dananya ke Webtrace.

Baru awal April lalu Webtrace menerima pendanaan awal dari Prasetia Dwidharma dan Astra Ventures. Pendanaan itu sejatinya sudah ditutup. Namun CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto menjelaskan, pendanaan yang diumumkan hari ini adalah perpanjangan dari seed funding kemarin.

“Sebenarnya sudah [ditutup], tetapi Corin Capital ini sifatnya extension round saja mengingat strategic value yang diberikan ke Webtrace,” ucap Erwin kepada DailySocial.

Sama seperti waktu itu, Webtrace juga berencana memakai dana baru ini untuk tiga hal: menjalankan pemasaran yang lebih agresif, mengakuisisi lebih banyak pelanggan, dan menggenjot angka penjualan.

Webtrace sendiri adalah startup yang bergerak di sektor logistik. Layanannya menyediakan platform yang dapat membantu pengelola armada truk beroperasi secara efisien.

Webtrace mengimplementasikan layanannya itu lewat pemasangan sensor dan solusi internet of things (IoT). Dengan teknologi tersebut, pengelola truk dapat mengetahui berbagai data dan analisis secara real time. Pada akhirnya mereka nanti bisa mengatur dan memaksimalkan utilitas kendaraan, sopir, dan menghapus biaya-biaya yang tak perlu.

Pada April lalu, Webtrace mengaku sudah memiliki sekitar 3500 truk yang sudah berkomitmen dan dalam proses onboarding. Mereka yang bergabung dengan Webtrace pun disebut berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, hingga Sulawesi. Erwin menambahkan saat ini jumlah truk yang bergabung sudah 2,5 kali lipatnya sejak itu.

Untuk target di akhir tahun ini, Erwin mengatakan bertekad tumbuh hingga dua kali lipat dari pencapaian saat ini. Ia juga berharap Webtrace dapat memperluas solusi yang mereka tawarkan terutama untuk kendaraan alat berat, mesin pertanian, serta platform yang terintegrasi kepada asuransi kargo.

“Webtrace siap memimpin industri dengan solusinya yang unik dan studi kasus yang komprehensif, memastikan solusi yang ada efektif dalam memecahkan permasalahan dan tantangan yang dialami pelanggan,” pungkas Erwin.

Selain Webtrace, sebelumnya sudah ada beberapa startup lokal yang garap solusi serupa, mendemokratisasi armada logistik dengan sentuhan teknologi. Salah satunya Ritase, selain menghubungkan perusahaan dengan vendor truk, mereka juga menjajakan SaaS untuk manajemen transportasi dan logistik.

Melihat Minat Investor pada Startup Logistik di Tengah Pandemi Covid-19

Meskipun secara global industri logistik terhambat pertumbuhannya, namun tidak menurunkan demand dari pihak terkait yang membutuhkan layanan tersebut. Sebagai tulang punggung layanan e-commerce, logistik memiliki peranan penting untuk mendukung kegiatan berbagai pihak terkait. Terlebih di tengah pandemi yang terjadi saat ini, terlihat peranan logistik makin krusial, mendukung anjuran work from home dan social distancing.

Di Indonesia sendiri layanan e-commerce seperti JD.ID, Tokopedia, Shopee, hingga Bukalapak menerima permintaan cukup tinggi untuk barang-barang yang paling banyak dibutuhkan saat ini. Mulai dari produk bahan segar hingga obat-obatan dan alat kesehatan. Promo bebas ongkos kirim hingga pemberian voucher dan penawaran menarik lainnya juga diberikan kepada pelanggan.

Fenomena lain yang kemudian terjadi dalam industri logistik adalah, ketika banyak perusahaan hingga startup yang harus merumahkan pegawai mereka akibat dari penyebaran Covid-19, justru startup yang menyasar layanan logistik merekrut banyak pegawai, dengan tujuan untuk membantu mengatasi permintaan meningkat untuk belanja online. Mulai dari Amazon yang harus menambah sekitar 100 ribu pegawai, hingga GudangAda yang membuka lowongan pekerjaan untuk mendukung bisnis mereka selama masa karantina berlangsung.

Sektor logistik tancap gas

Beberapa layanan logistik menerima pendanaan dari investor sepanjang awal tahun 2020 ini. Akhir Maret 2020 tercatat, RaRa Delivery yang merupakan salah satu startup lulusan program akselerator batch 4 GKPnP, mengumumkan pendanaan tahap awal (seed funding) $1,2 juta atau sekitar Rp 19,7 miliar. Investasi tersebut dipimpin oleh 500 Startups. AngelCentral juga terlibat dalam putaran pendanaan ini.

Startup yang menyediakan layanan “same day delivery” ini rencananya akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, pengembangan operasi dan teknologi di Indonesia. Didirikan oleh CEO Karan Bhardwaj, RaRa Delivery termasuk dalam daftar startup logistik yang menerima pendanaan saat penyebaran Covid-19 terjadi secara global.

Januari 2020 lalu, platform jasa truk dan pergudangan Waresix, mengumumkan pendanaan tambahan dari EV Growth dan Jungle Ventures. Kurang dari 6 bulan setelah mengumumkan meraih US$14,5 juta pada putaran pendanaan seri A yang dipimpin oleh EV Growth pada Juli 2019, Waresix mendapatkan tambahan modal US$11 juta dalam perpanjangan putaran pendanaan tersebut.

Dalam 18 bulan terakhir, perusahaan berhasil menghimpun modal US$27,1 juta. Perusahaan juga menopang pertumbuhannya menggunakan pinjaman dan fasilitas modal kerja dari bank dan institusi finansial lain yang terkemuka di regional.

“Untuk logistik menurut saya itu adalah enduring business. As soon as the market normalizes, the goods will need to flow. Untuk pendanaan harusnya sekarang dari sisi venture capital dan private equity akan melihat perusahaan yang memiliki solid business model dan sustainability plan. Karena kalau hanya mengandalkan subsidi saja di saat seperti ini cukup sulit ya, karena value proposition tidak jelas,” kata CEO Waresix Andree Susanto kepada DailySocial.

Sementara itu platform manajemen armada logistik yang mencoba untuk membantu pengelola armada mengadopsi teknologi untuk memaksimalkan bisnis mereka, Webtrace, juga telah mengumumkan pendanaan tahapan awal yang dipimpin oleh Prasetia Dwidharma. Turut bergabung dalam pendanaan ini Astra Ventura.

Kepada DailySocial CEO Webtrace Erwin Subroto menyebutkan, di Indonesia saat ini pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai US$290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Webtrace mencoba menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

“Dengan atau tanpa adanya penyebaran Covid-19, logistik akan selalu menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Terutama setelah penyebaran virus Covid-19 mulai mereda, nantinya akan ada perubahan pola ekonomi dan konsumsi yang makin berpusat kepada layanan logistik itu sendiri,” kata CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto.

Pertumbuhan positif bisnis logistik

Kondisi yang berbentuk negara kepulauan membuat biaya logistik di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di Asia, bahkan berkontribusi terhadap seperempat dari produk domestik bruto Indonesia yang mencapai $1 triliun. Posisi Indonesia dalam Indeks Daya Saing Logistik 2018 yang dirilis Bank Dunia memang terus membaik.

Sejak bulan Maret 2019, layanan logistik di Indonesia termasuk industri yang paling banyak dilirik oleh investor. DailySocial mencatat sekitar 7 startup mendapatkan pendanaan tahapan awal hingga tahapan lanjutan dari para investor. Mulai dari Kargo, Triplog, Ritase, Waresix, Logisly, Shipper, dan Finfleet. Investor yang terlibat di antaranya adalah EV Growth, Golden Gate Ventures, East Ventures hingga Kejora Ventures. Besarnya jumlah pendanaan yang diberikan berkisar antara $3,5 juta hingga $14,5 juta.

Tercatat di tanah air, pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai $290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Namun, rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia masih mencapai 24%, tertinggal dari Thailand dan Malaysia. Kondisi tersebut menciptakan potensi senilai $240 miliar dalam sektor logistik di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi tidak hanya melemahkan daya saing industri, tetapi juga meningkatkan cost of doing business bagi pelaku UKM di Indonesia. Diharapkan layanan logistik saat ini, bisa mengatasi persoalan tersebut dengan menghadirkan layanan yang mendukung pertumbuhan UKM dan layanan e-commerce di Indonesia.

Webtrace Announces Seed Funding, Developing Logistics Management Platform

To date, the truck-based logistics industry is still on-demand and viral in Indonesia. With geographical characteristics varied of land, water and air; land transportation remains the leading way for shipping and distributing goods, including being the backbone of the e-commerce business.

In this country, land logistics estimated to spend about US$290 billion in 2020. Aside from the large market, total commercialized vehicles (9.6 million units in 2019) has created tighter competition.

Webtrace intends to be a useful platform for fleet management to have a technology solution for the more efficient logistics business, also to improve productivity and security. It can work using IoT solutions and sensors to produce data compilation and real-time analytics.

“The tight service and price competition among land transportation providers and high non-transparent costs, has caused low-profit margins. The solution we are trying to offer is IoT which regulates and optimizes vehicle utilities, drivers, and reduces unnecessary non-transparent costs,” Webtrace’s CEO & Co-founder, Erwin Subroto said.

Particularly, Webtrace performs a thorough analysis from two devices. First, through application for drivers using GPS Engine App on smartphones. Also, they offer Fleet Solution, a small unit equipped with each vehicle. Both are to send real-time data to be managed on the platform.

Secures seed funding

webtrace

Currently, Webtrace has owned 3500 units registered (signed a contract) trucks and it’s onboarding. Units connected to the platforms are distributed around Sumatera, Java, Borneo, Madura, and Sulawesi.

Although with the recent rise of similar players, Webtrace stated the marketshare is still wide open, as the massive land transportations with passengers reaching 12 million units.

“We aware of similar solution providers, but the total fleet connected to our platform and competitors is around 250 thousand units now. The real challenge is how to educate those land transportation players,” Subroto added.

In order to accelerate business growth, Webtrace has secured seed funding led by Prasetia Dwidharma. Also participated in this funding was Astra Ventura.

With the fresh funding, the company plans to toughen marketing activities and acquire more customers while increasing sales.

“Technology implementation is currently a must to increase productivity, competitiveness, and accelerate the right decision making. The solutions we provide are expected to give clients an edge in industry competition, and in turn, enable Webtrace to help the transportation industry become more secure and cost-effective,” Subroto said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Webtrace Dapatkan Pendanaan Awal, Garap Platform Manajemen Armada Logistik

Hingga saat ini kebutuhan industri logistik berbasis truk masih sangat besar dan vital di Indonesia. Meskipun karakteristik geografisnya terdiri dari kombinasi darat, laut dan udara; transportasi darat tetap menjadi cara utama untuk pengiriman dan distribusi barang, termasuk menjadi backbone bisnis e-commerce.

Di tanah air, pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai US$290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Webtrace mencoba menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

“Ketatnya persaingan layanan dan harga di antara penyedia transportasi darat dan tingginya biaya yang tidak transparan, menyebabkan profit margin mereka menjadi rendah. Solusi yang kami coba tawarkan adalah IoT yang mengatur dan mengoptimasi utilitas kendaraan, sopir, dan mengurangi biaya tidak transparan yang tidak dibutuhkan,” kata CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto.

Secara khusus Webtrace melakukan analisis dari dua perangkat. Pertama melalui aplikasi di pengemudi yang memanfaatkan GPS Engine App di smartphone. Tersedia juga Fleet Solution, unit perangkat yang disematkan di masing-masing armada. Keduanya nanti bisa mengirimkan secara real time data yang bisa diolah di platform.

Revenue stream kami adalah SaaS monthly subscription dengan kontrak, dan sampai sekarang ini kami memiliki retention rate 100%,” kata Erwin.

Kantongi pendanaan tahapan awal

Saat ini Webtrace telah memiliki 3500 unit armada truk yang sudah berkomitmen (menandatangani kontrak), proses onboarding sedang berjalan. Unit yang terhubung di platform tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, hingga Sulawesi.

Meskipun saat ini sudah ada pemain serupa, Webtrace mengaku pangsa pasar masih terbuka lebar, melihat masifnya jumlah populasi transportasi darat barang maupun penumpang sebesar 12 juta unit.

“Kami menyadari ada beberapa provider solusi sejenis, tetapi total fleet yang sudah terhubung di antara kami dengan kompetitor sebesar kurang lebih 250 ribu unit saat ini. Tantangan sebenarnya adalah bagaimana bisa mengedukasi praktisi transportasi darat tersebut,” kata Erwin.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Webtrace telah mengantongi pendanaan tahapan awal (seed funding) yang dipimpin oleh Prasetia Dwidharma. Turut bergabung dalam pendanaan ini Astra Ventura.

Melalui dana segar yang baru diterima, perusahaan memiliki rencana untuk memperkuat kegiatan pemasaran dan mengakuisisi lebih banyak pelanggan sekaligus meningkatkan jumlah penjualan.

“Penerapan teknologi saat ini merupakan keharusan untuk menambah produktivitas, daya saing, serta mempercepat pengambilan keputusan yang tepat. Solusi yang kami berikan diharapkan bisa memberikan klien keunggulan dalam kompetisi industri, dan pada gilirannya memungkinkan Webtrace untuk membantu industri transportasi menjadi lebih aman dan hemat biaya,” kata Erwin.