Modalku Gandeng Bank Sinarmas Sebagai Escrow Agent

Dari sekian banyak yang masuk dalam ranah bisnis finansial teknologi satu yang bisa dibilang baru di Indonesia adalah peer-to-peer lending. Pada intinya penyedia layanan ini akan bertindak seperti marketplace yang menghubungkan investor (mereka yang memiliki dana) dengan peminjam. Di awal tahun 2016 ini Modalku meluncurkan layanan peer-to-peer lending yang mengkhususkan diri untuk B2B. Selain mengklaim sudah mendapat lampu hijau dari regulator keuangan, Modalku juga telah menjalin kerja sama dengan Bank Sinarmas.

Kerja sama Bank Sinarmas dengan Modalku akan memposisikan Bank Sinarmas sebagai escrow agent yang ke depannya akan mengelola rekening penampungan selama proses peminjaman berlangsung. Pihak Bank Sinarmas sendiri menyambut baik kerja sama tersebut. Modalku dinilai memiliki visi yang sama dengan Bank Sinarmas untuk membantu UKM dan startup untuk berkembang melalui layanan peminjaman yang mereka usung.

Direktur Retail Banking Bank Sinarmas Soejanto Soetjijo dalam rilis pers yang kami terima menjelaskan bahwa saat ini industri UKM di Indonesia sedang berkembang, hanya saja kebanyakan mereka mengalami kesulitan dari sisi pembiyaan. Layanan yang ditawarkan Modalku dipandang bisa menjadi solusi strategis untuk sama-sama membantu UKM dan menjalin lebih banyak nasabah secara daring.

Sementara itu Chief Executive Office Modalku Reynold Wijaya menuturkan kegembiraan mereka menyambut kerja sama dengan Bank Sinarmas ini.

“Kami sangat gembira bisa bekerja sama dengan Bank Sinarmas, di mana kami percaya Bank Sinarmas dan  Modalku  memiliki  visi  yang  sama  untuk  membangun  dunia  finansial  yang  modern  bagi Indonesia dan sekaligus bersama-sama membantu pemberdayaan UKM di Indonesia,” ujarnya.

Potensial tapi bisa saja tersandung regulasi

Solusi pembayaran peer to peer lending menyimpan potensi untuk turut melambungkan sektor finansial teknologi di kancah startup nasional. Hanya saja tetap dihantui oleh regulasi.

Modalku boleh saja mendapat lampu hijau dari OJK untuk beroperasi dengan syarat memberikan perlindungan menyeluruh kepada setiap yang terlibat di layanannya, tetapi selama masih belum ada aturan resmi potensi dijegal regulasi tetap ada.

Seperti aturan mengenai crowdfunding yang sampai saat ini masih dirumuskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peer-to-peer lending ini juga semestinya diperlakukan sama. Ada regulasi yang pasti, yang mengatur dan melindungi pemain-pemain di dalamnya.

Hal ini seperti diungkapkan Peneliti Eksekutif Senior Otoritas Jasa Keuangan Hendrikus Passagi dalam tulisan pribadinya menanggapi hadirnya peer-to-peer lending di Indonesia. Menurutnya pemerintah harus segera menyiapkan aturan baik undang-undang perbankan, pasar modal, dan juga aturan mengenai escrow account.

Membantu perbankan merangkul inovasi

Apa yang diutarakan pihak Bank Sinarmas menanggapi kerja sama dengan Modalku dibilang cukup masuk akal. Kika boleh dilihat dari sudut pandang yang berbeda, kerja sama keduanya memberikan kesempatan perbankan untuk bisa merangkul inovasi yang diusung Modalku.

Ada benarnya jika hadirnya layanan peer to peer lending khusus UKM ini bisa memberikan kompetisi bagi perbankan dalam hal pemberian modal usaha. Namun selain kompetisi, hal tersebut juga memberikan kesempatan yang sama besarnya pada perbankan untuk bisa merangkul inovasi, baik dari segi layanan maupun teknologi.

Paybill Tawarkan Solusi Mudah Bayar Berbagai Jenis Tagihan

Satu lagi startup di bidang pembayaran mulai meramaikan lanskap startup lokal. Paybill merupakan sebuah layanan pembayaran tagihan (termasuk tagihan asuransi, listrik, cicilan motor, mobil, PDAM, hingga TV berbayar) dan pembelian voucher digital. Startup yang resmi diluncurkan awal tahun ini datang dengan menawarkan kemudahan dan pengalaman baru kepada pengguna untuk melakukan transaksi rutin.

Statusnya sebagai pendatang baru membuat Paybill harus memikirkan beberapa hal, salah satunya adalah menyempurnakan layanan dan membuatnya nyaman digunakan untuk bisa mengakuisisi pengguna sebanyak mungkin. Dari yang disampaikan pihak Paybill kepada DailySocial, saat ini mereka telah bekerja sama dengan lebih dari 70 penyedia tagihan, termasuk dengan pihak bank sebagai pemroses transaksi pembayaran.

“Fokus Paybill saat ini adalah menggandeng sebanyak mungkin penyedia tagihan, sehingga manfaat yang dapat diberikan kepada pengguna akan semakin besar. Harapan kami adalah para pengguna dapat menggunakan layanan Paybill untuk menyelesaikan semua pembayaran tagihan yang dimiliki,” terang tim Paybill.

Pihak Paybill juga menyampaikan bahwa sebagai penyedia solusi pembayaran penting untuk melakukan kolaborasi dengan layanan lain seperti e-commerce. Sejauh ini Paybill telah bekerja sama dengan beberapa e-commerce untuk melakukan join marketing campaign. Namun belum ada informasi lebih lanjut tentang siapa saja yang sudah menjadi rekanan dan seperti apa bentuk kerja samanya.

Paybill saat ini juga telah bekerja sama dengan ATM Bersama sebagai rekanan teknologi untuk produk akun virtual atau transfer pembayaran.

“Salah satu fitur pembayaran yang diunggulkan adalah Multi Bills in Single Payment. Dengan fitur ini para pengguna dapat membayar banyak tagihan dalam satu kali transaksi. Memungkinkan mereka untuk membayar semua tagihan yang dimiliki dalam beberapa klik saja,” papar tim Paybill.

Berbicara tentang solusi pembayaran mau tak mau harus berurusan dengan jaminan keamanan pengguna. Sebagai salah satu layanan yang memiliki risiko tinggi karena berkaitan dengan pembayaran, Paybill cukup percaya diri dengan tingkat keamanan yang mereka miliki.

Pengalaman tim Paybill yang sebelumnya telah terbiasa bekerja sama dengan pihak-pihak perbankan membuat mereka lebih antisipatif terhadap risiko yang ada. Selain itu dalam hal infrastruktur Paybill mengklaim telah menerapkan platform terbaik untuk menjamin keamanan data dan transaksi dengan tetap mengedepankan performa.

Tur FastTrack Startupbootcamp Berikan Kesempatan Startup FinTech Bertemu Mentor Terbaik

FinTech menjadi salah satu segmen startup yang diprediksi potensial di beberapa tahun mendatang. Baru-baru ini Startupbootcamp FinTech menyelenggarakan FastTrack di Jakarta bekerja sama dengan CIMB Niaga. Sebuah acara yang memberikan peluang bagi inovator di sektor FinTech terhubung dengan jaringan mentor internasional dari Senior Manager CIMB Niaga dan mitra Startupbootcamp untuk memberikan umpan balik.

Startupbootcamp FinTech sendiri merupakan sebuah akselerator FinTech yang didedikasikan untuk membantu startup melalui akses langsung ke jaringan internasional mulai dari mentor, mitra hingga investor. Melalui tur ini, FastTrack mencoba mencari startup FinTech potensial untuk diberikan kesempatan bertemu dengan stakeholder di industri finansial.

COO Startupbootcamp FinTech Fiona Maguire beberapa hari yang lalu mengatakan, “Kami sangat antusias untuk kembali (menggelar) acara FastTrack di Jakarta. Indonesia penuh bakat entreprenuer dan merupakan pasar matang untuk startup. Kami berharap untuk bertemu dengan pengusaha lokal dan menemukan bagaimana kita dapat mendukung mereka dalam menumbuhkan usaha mereka. Mudah-mudahan kita dapat menemukan setidaknya satu dari program masa depan startup 2016 di sini.”

Sementara Presiden Direktur CIMB Niaga Tigor M. Siahaan mengungkapkan bahwa mereka sangat bersemangat dengan segala sesuatu berkaitan dengan FinTech. Ia juga mengungkapkan bahwa sangat antusias terlibat kerja sama dengan Startupbootcamp untuk memberikan kesempatan startup inovatif dan membawa layanan perbankan ke era baru.

Sesi one on one dengan mentor memberikan startup kemungkinan mendapatkan feedback untuk lebih mengasah kemampuan mereka untuk improvisasi produk, bisnis model dan kemampuan pitching. Setelah FastTrack tour ini selesai Startupbootcamp FinTech akan memilih 10 startup untuk menjadi bagian dari program intensif 2016 FinTech akselerator yang akan digelar di Singapura April mendatang.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Startupbootcamp FinTech Jakarta FastTrack 2016

Startup Fintech Hello Soda Siap Ekspansi ke Asia Tenggara

Startup fintech berbasis di kota Manchester, Inggris, Hello Soda dikabarkan segera ekspansi ke pasar Asia Tenggara, terutama di Indonesia. CEO Hello Soda Group James Blake merujuk pada data Indonesia memiliki 60 juta penduduk yang belum memiliki riwayat pinjaman. Teknologi dan pemahaman Hello Soda dalam sektor finansial diharapkan mampu memberikan lebih banyak kesempatan bisnis pada berbagai industri yang terlibat.

“Ada kesempatan besar di Asia untuk kami. Contohnya di Indonesia ada sekitar 60 juta orang tidak memiliki riwayat pinjaman. Peminjam maupun perantara [sumber finansial] seperti broker, penjamin asuransi, dan manajer aset membutuhkan proses validasi, verifikasi, menaksir nilai transaksi. Di situ lah kami akan berperan,” kata James, menurut pemberitaan Crowdfund Insider (9/2).

Dalam satu entitas yakni Hello Soda Asia yang merupakan joint venture antara Hello Soda UK dan tim analisis, dan implementasi di Asia, pihaknya akan menyediakan insight eksklusif perihal perilaku konsumen, preferensi, aspirasi dan risiko, serta mendorong klien untuk memberikan pengalaman nyata pada konsumennya. Solusi ini akan beroperasi di Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Singapura, dan yang pasti Indonesia.

“Kami hadir untuk merintis revolusi pemanfaatan analisis data untuk membantu bisnis kami berinovasi dan maju di tiap sektornya dalam pasar Asia Tenggara,” tambah James. Ia yakin pengadopsian teknologi mobile mengubah perilaku masyarakat yang dipengaruhi oleh jejaring sosial, riset online, dan mengulas produk secara langsung.

Teknologi ‘PROFILE’ milik Hello Soda menawarkan kapabilitas analisis data yang sangat unik, mampu mengukur dan mengambil nilai data yang melekat pada media sosial, pengguna, dan data tak terstruktur dengan cepat. Solusi ini mendukung tren metode pembayaran digital yang semakin akrab di tengah gangguan digital dalam beberapa industri. Sehingga nantinya kemampuan yang telah dimiliki Hello Soda untuk memprediksi perilaku konsumen, pereferensi, penipuan dan risiko kredit, memiliki potensi untuk memberikan banyak kesempatan bisnis pada pasar ini.

Hello Soda Asia sendiri akan fokus pada jasa keuangan (termasuk perbankan, asuransi, konsumen dan keuangan UKM), telekomunikasi, ritel, game, dan jasa vetting. Keseluruhan operasi di wilayah ini harapannya mampu mengantungi pundi-pundi pendapatan mayoritas Hello Soda Group.

Regulasi Untuk Perusahaan Fintech Indonesia Tengah Dibuat OJK

Seperti yang telah banyak diprediksi, layanan finansial berbasis teknologi (fintech) tahun 2016 ini akan semakin muncul di permukaan. Bukan hanya oleh startup lokal, namun juga startup asing yang membidik pasar fintech global.

Selama ini di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur jalannya bisnis yang ditawarkan oleh perusahaan fintech. Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga kini masih berfungsi sebatas pengawas dan mengontrol seluruh aktivitas yang ada, tanpa memberikan peraturan yang khusus untuk seluruh kegiatan perusahaan fintech di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, OJK melalui Komisaris Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Dumoli Pardede mengungkapkan saat ini tengah membuat peraturan yang tepat khusus untuk perusahaan fintech di Indonesia.

“Saat ini semua perusahaan fintech yang ada di Indonesia masih menjalankan bisnisnya sesuai dengan peraturan yang ada, rencananya tahun ini OJK dibantu dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan mengeluarkan peraturan baru khusus untuk perusahaan fintech di Indonesia,” kata Dumoly kepada Dealstreetasia.

Nantinya peraturan yang baru akan mencakup kepada teknologi, keamanan, sumber daya manusia, pengelolaan dan manajemen risiko. Dalam hal ini seluruh perusahaan fintech di Indonesia bisa mendapatkan izin dari Kominfo, namun untuk izin usaha harus melalui OJK, terutama bagi perusahaan yang terlibat dalam jasa keuangan.

Untuk memperkuat keberadaan perusahaan fintech di Indonesia sebelum memulai usaha, harus mengantongi izin dari Bank Indonesia (BI) jika berencana untuk memberikan layanan kepada masyarakat, ketentuan tersebut diatur dalam peraturan No.15/11/PBI/2013.

Sebelumnya OJK juga telah mengeluarkan peraturan untuk venture Capital (VC), investor dan lainnya untuk menyediakan dana sebesar Rp. 50 miliar ($ 3,6 juta) untuk sebuah perseroan terbatas (PT) dan Rp. 25 miliar untuk CV.

VC juga harus berfungsi sebagai mitra dengan startup yang di investasikan, berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh kementrian perdagangan.

Hingga akhir tahun 2015 Indonesia telah menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang banyak di incar bukan hanya dari startup dan perusahaan teknologi asing saja, namun juga investor dan VC secara global.

Diprediksi juga Indonesia akan menjadi e-commerce dan startup hub di Asia Tenggara, yang telah berhasil menarik perhatian para investor dari Singapura, Malaysia, Jepang, negara-negara Asia Barat dan masih banyak lagi.

Prediksi Tren Fintech Asia Tahun 2016 Versi Penyedia Data Center Digital Realty

Di tahun 2015 silam, fintech (financial technology) dan layanan on demand menjadi salah satu segmen startup yang mengalami pertumbuhan yang signifikan. Demikian pula di tahun ini, keduanya masih diprediksikan terus mengalami pertumbuhan. Bahkan menurut Digital Realty, ada beberapa tren di sektor fintech yang akan naik daun di kawasan Asia untuk tahun ini.

Senior Vice President (Financial) Digital Realty Krupal Raval mengutarakan, “Asia sudah siap untuk mengalami pertumbuhan gelombang teknologi keuangan di tahun-tahun mendatang. Setiap generasi muda melihat cakrawala kesempatan dan di Asia kita pasti melihat ini tercermin dalam pertumbuhan yang cepat dari industri fintech. ”

Krupal juga menjelaskan bahwa tanda-tanda fintech potensial di kawasan Asia juga bisa dilihat dari penambahan jumlah investasi. Tidak hanya itu, persaingan yang cukup ketat ditandai dengan banyaknya startup fintech yang terus tumbuh.

Berikut beberapa prediksi dari Digital Realty di sektor fintech untuk kawasan Asia.

Fintech mengubah lanskap hub keuangan

Meskipun ada sejumlah kota di Asia yang memiliki industri fintech yang solid seperti Singapura, Hongkong, dan Tiongkok di tempat lain para pesaing berkembang dengan cepat. Menurut Digital Realty di Indonesia, Malaysia, Korea, Jepang, dan India fintech, mulai tumbuh diawali dengan fokus di keamanan pembayaran.

Sebuah perubahan tetapi terbatasi peraturan

Salah satu bahan bakar pendorong pertumbuhan fintech adalah peraturan. Singapura misalnya, saat ini telah melakukannya dengan baik untuk memastikan peraturan dan pemerintah memberikan dukungan kepada startup untuk tumbuh secara berkelanjutan dan mematuhi pedoman yang telah ditetapkan oleh badan-badan seperti Monetary Authority of Singapore (MAS). Negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia juga sudah mulai menunjukkan geliat untuk membantu memastikan pemain-pemain di industri keuangan, ekonomi, dan konsumen terlindungi dengan baik.

Perbankan tradisional mulai terganggu dengan hadirnya startup

Sejumlah startup di sektor fintech mulai mengaburkan garis batas antara peran bank dan para “pengganggu” itu sendiri. Sekarang, lembaga keuangan juga sudah mulai memanfaatkan teknologi untuk mengantisipasi perkembangan. Selain digitalisasi, penerapan teknologi juga diharapkan mampu memberikan sesuatu hal yang baik dalam hal pengalaman pengguna yang lebih interaktif dan intuitif. Teknologi juga mampu membuat perbankan mengoptimalkan data baik terstruktur maupun dengan teknologi big data dan menempatkan pelanggan sebagai fokus utama dalam bisnis.

Evolusi pembayaran

Masih minimnya penduduk Asia yang memiliki rekening bank memberikan peluang besar bagi penyedia layanan untuk memberikan mereka kesempatan pertama memiliki layanan bank dengan pilihan pembayaran melalui gawai yang mereka miliki. Inisiatif ini telah mendorong para penyedia layanan untuk meningkatkan jangkauan akses ke layanan keuangan melalui internet dan jaringan mobile.

Di India, misalnya, perusahaan mobile mengajukan izin untuk beroperasi “bank pembayaran” yang dapat menangani deposito dan pembayaran, tapi bukan pinjaman. mendorong untuk menjangkau pengguna yang tidak memiliki rekening bank melalui saluran digital.

Mulai meningkatnya era P2P, dimulai dari Tiongkok

Di Tiongkok, jumlah platform pinjaman P2P telah berkembang dari 948 buah pada bulan Februari 2014 menjadi lebih dari 1700 buah di bulan Maret 2015. Di Asia Tenggara, pembayaran P2P juga mulai naik, meski regulasi masih menjadi hambatan.

Mandiri Capital Resmi Diluncurkan, Bidik Fintech Terbaik Tanah Air

Industri e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan dua hingga tiga kali lipat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Hal ini disambut Dirut Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin sebagai momentum untuk turut terjun dalam ranah teknologi digital dengan memperkenalkan Mandiri Capital (PT Mandiri Capital Indonesia) yang akan berfokus dalam pendanaan dan pengembangan bisnis fintech.

Di bawah kepemimpinan Eddi Danusaputro sebagai CEO, Mandiri Capital memiliki modal awal senilai Rp 500 milyar diperuntukan bagi pihak manapun yang memiliki solusi layanan keuangan inovatif serta memiliki relevansi dengan e-commerce. Keputusan mendirikan VC dari institusi perbankan memang resmi diinisiasi oleh Bank Mandiri. Namun peran pihak lainnya seperti DBS dan Maybank dalam memelihara laju ekosistem startup telah lebih dulu digaungkan.

“Kami akan mendidik inkubator, bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan pemodal ventura lainnya serta memfasilitasi alur kesepakatan (untuk para startup),” kata Eddi (27/1), berdasarkan pemberitaan Deal Street Asia.

Fokus Mandiri Capital dalam vertikal fintech ditengarai akan menjadi langkah bank tersebut mendongkrak bisnis intinya. Saat ini Bank Mandiri melayani dua juta merchant yang menerima pembayaran secara tunai, dan tiga ratus ribu merchant yang menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture).

Dampak teknologi yang “mengganggu” turut terasa dalam sektor perbankan. Hal ini diakui Budi Gunadi Sadikin bahwa bisnis dari sebuah bank adalah tabungan, pinjaman, dan pergerakan modal.

Financial tecnology (fintech) startup berada di bisnis pergerakan uang yang serupa. Maka dari itu kami (Bank Mandiri) memasuki ruang ini dengan berfokus pada fintech,” ujar Budi.

Pasar e-commerce nasional diprediksikan akan mencapai Rp 25 triliun pada 2016, meningkat dari total Rp 18 triliun pada 2015. “Sektor e-commerce yang Bank Mandiri bantu fasilitasi sekarang transaksinya mencapai Rp 45 triliun, di mana pertumbuhannya dalam tiga tahun terakhir mencapai dua hingga tiga kali lipat,” papar Budi. Sementara pendapatannya, diramalkan akan naik dari angka Rp 132 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 172 triliun di tahun 2016 ini.

“Supaya mampu mencapai target-target reformasinya, Indonesia perlu fokus pada pengembangan mesin-mesin pertumbuhan baru seperti e-commerce dan wisata yang memiliki potesi pertumbuhan luar biasa besar,” ungkap Country Director ADB Indonesia Steven Tabor dalam kesempatan yang sama.

Peluang investasi yang muncul dari perusahaan perintis yang bergerak di teknologi digital memang layak untuk diacuhkan. Budi sendiri percaya label “unicorn” akan segera terlahir dari startup fintech Indonesia dalam waktu dekat.

“Perkiraan investasinya itu mencapai lebih dari US$ 4 miliar. Ini adalah peluang,” tambahnya.

10 Alasan yang Jadi Penyebab Kegagalan Startup Fintech

Tahun 2016 diperkirakan akan menjadi tahun bagi startup yang bergerak di bidang Finansial Teknologi (fintech) untuk mulai merangkak naik ke permukaan. Menciptakan startup yang berurusan dengan keuangan bukan hal yang bisa disepelekan. Menurut venture partner Satander InnoVentures Pascal Bouvier ada 10 kesalahan umum yang harusnya bisa dihindari agar startup fintech yang didirikan tidak berujung pada kegagalan.

Berikut adalah 10 kesalahan umum yang sering dilakukan pendiri pemula ketika memulai startup fintech menurut Pascal:

Tidak memikirkan perizinan yang tepat

Memulai sebuah perusahaan teknologi bukan hanya tentang membangun perangkat lunak. Bila model bisnis yang dianut adalah B2C, maka besar kemungkinan bisnis tersebut perlu beberapa jenis lisensi. Menurut Pascal, bicaralah pada regulator setempat atau minta saran pada firma hukum yang khusus bekerja mengurusi regulasi. Meski kadang menjengkelkan, namun melakukan pekerjaan di muka sebenarnya dapat menghemat waktu dan uang di kemudian hari dan bisa membantu dalam merencanakan bisnis lebih cerdas.

Tidak memikirkan apa yang diperlukan untuk memperoleh pendanaan dari investor strategis

Bila memutuskan untuk meraih pendanaan dari bank, perusahaan asuransi atau lembaga keuangan lain yang mapan, ingatlah bahwa mereka adalah entitas yang telah diatur ketat. Jadi, disarankan Pascal untuk coba tanyakan apa saja yang dibutuhkan, seperti jenis pelaporan yang dibutuhkan. Mereka bekerja di bawah aturan yang berbeda, jadi coba sadari perbedaan budaya yang ada dan bagaimana cara berinteraksi dengan pemagang saham masa depan tersebut.

(Baca juga: Jenis-jenis Permodalan)

Mengabaikan kepatuhan dan menganggapnya sebagai gangguan

Mengabaikan kepatuhan dalam sektor keuangan bisa menjadi hukuman mati bagi perusahaan, apalagi bila Anda sebagai pendiri telat mempekerjakan compliance officer atau mengembangkan buku peraturan kepatuhan. Jadi, cobalah untuk lebih cerdas. Menurut Pascal, menyadari kepatuhan bisa menjadi teman Anda dan itu meliputi apa pun yang berhubungan dengan norma-norma, Anti pencucian uang, dan know your customer.

Tidak memilih venture capital (VC) yang punya pengalaman di fintech

Menurut Pascal, salah satu industri yang mementingkan pengalaman yang mendalam dan detil adalah industri jasa keuangan. Jadi, VC yang memiliki pemahaman tentang ruang finansial adalah sesuatu yang tidak ternilai dan menghindari mereka bisa mendatangkan bahaya pada perusahaan.

Berpikir bahwa hukum umum menumbuhkan startup berlaku seragam di fintech

Menurut Pascal, uang adalah konsep yang aneh karena tiap orang akan peduli dengan uang mereka dan di saat yang sama mereka juga tidak terikat terlalu dalam seperti terikat dengan jaringan sosial. Sementara itu lembaga keuangan mapan akan peduli dengan uangnya tapi menolak resiko dan regulator sangat obsesif dengan kesehatan lembaga yang diaturnya.

Jadi, ada baiknya bila pendiri memikirkan kembali untuk menerapkan konsep yang sama seperti di perusahaan teknologi lain, yakni growth hacking dan scaling, karena belum tentu itu bekerja. Memahami perilaku psikologis sekitar uang, kredit, tabungan, dan pembayaran akan jauh lebih baik untuk dipertimbangkan.

Berpikir bahwa bersaing di harga akan memberikan kemenangan

shutterstock_58158697

Banyak startup datang dengan rencana bisnis yang menyediakan layanan keuangan atau produk dengan harga lebih murah dengan penerapan teknologi yang lebih baik. Ini tidak baik, karena lembaga yang lebih mapan punya keunggulan yang lebih besar dari segala sisi bila dibandingkan dengan perusahan rintisan. Pascal menyarankan jadilah startup cerdas dan temukan pembeda nyata yang lain dari sekedar biaya lebih murah dan teknologi yang “lebih baik”.

(Baca juga: Menghabiskan Waktu Mengejar Pesaing Bukan Hal Bijak Bagi Startup)

Berpikir bahwa IP (Intellectual Property) mudah dipertahankan

Pascal menyebutkan ada dua hal yang bisa dicatat bila pendiri datang dengan sebuah teknologi yang menurutnya bisa dipertahankan. Pertama, lembaga atau bisnis yang lebih mapan sudah punya teknologi tersebut dalam portofolionya. Kedua, seseorang dapat “mempermainkan” dengan mudah teknologi yang dibangun tanpa banyak usaha.

Pascal menyampaikan, “Aku yakin ini berlaku untuk industri lain. Dalam fintech ini sangat pasti dan jika Anda mendasarkan model bisnis Anda pada IP saja, maka Anda akan mengalami kesulitan.”

“Pembayaran itu mudah” adalah sebuah harapan palsu

Ada banyak startup salah mengartikan yang mudah dimasuki adalah yang dekat dengan pintu kesuksesan. Pembayaran dalam sektor jasa keuangan dianggap seperti itu. Menurut Pascal, pembayaran adalah yang paling sulit untuk dimasuki dalam sektor jasa keuangan.

Pascal menyebutkan, “Pikirkan betapa sulitnya untuk menjual kepada pelanggan di industri apapun. Sekarang, kalikan dengan 2 atau 3 pembayaran. Anda mungkin harus menjual beberapa stakeholder seperti pengguna [ritel atau perusahaan], pedagang, prosesor [pembayaran], bank, jaringan. Lebih baik [Anda] bersiap.”

Mengabaikan aspek legalitas

Pastikan ketika memulai perusahaan teknologi  di sektor fintech, Anda dapat menutupi segala aspek hukum agar bisa mengembangkan rencana bisnis. Mengapa? Karena sektor jasa keuangan tertentu biasanya memiliki spesialisasi ketika datang ke dunia hukum. Saran Pascal, coba mulai pikirkan hukum keamanan di pasar modal, pikirkan hukum yang melindungi peminjam, hingga hukum privasi bila diterapkan pada data pribadi.

(Baca juga: Memilih Badan Usaha yang Tepat Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3)

Tidak memperhatikan siklus bisnis

Ketika perekonomian sedang berkembang atau terjadi kontradiksi, itu akan berdampak pada bisnis. Apalagi yang fokus pada jasa keuangan atau fintech. Membangun model bisnis di fintech lepas dari mana suatu siklus bisnis saat ini rasanya adalah tindakan  yang kurang bijaksana. Pascal menyarankan untuk mulai pikirkan kemerosotan kredit, memikirkan siklus tingkat suku bunga, memikirkan kebijakan moneter dan mulai perencanaan skenario.

Pada intinya, ketika akan mulai mendirikan perusahaan fintech, lakukan dahulu pekerjaan rumah yang penting. Pelajari ruangnya, cari nasihat dari ahli dan firma hukum yang mengkhususkan diri dalam jasa keuangan, peraturan kerja, dan kepatuhan. Selain itu, pertimbangkan juga untuk menyewa anggota tim spesialis di awal.

Modalku Hadirkan Peer-To-Peer Lending Untuk Pelaku UKM dan Startup

Seperti yang diprediksi oleh DailySocial sebelumnya dalam Tech Startup Report 2015, Fintech atau Financial Technology akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di tahun 2016. Mengawali tahun 2016 salah satu startup yang mencoba untuk bermain di bidang keuangan adalah Modalku. Modalku yang berada di bawah nama PT Mitrausaha Indonesia Group merupakan perusahaan teknologi pinjam meminjam langsung (peer-to-peer lending) yang mengklaim sebagai perusahaan dengan model bisnis pertama di Indonesia yang meluncurkan produk bisnis alternatif dari investasi yang berbasis teknologi digital.

“UKM saat ini memberikan kontribusi yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kehadiran Modalku diharapkan dapat menjawab semua kesulitan para pelaku UKM, startup di Indonesia yang hingga kini masih kesulitan mendapatkan pinjaman atau penambahan dana untuk modal usaha,” kata CEO dan Co-Founder Modalku Reynold Wijaya.

Secara resmi hari ini Modalku diluncurkan dan siap untuk menerima investasi dari para pemberi pinjaman dan menampung semua kebutuhan dana dari para peminjam. Layanan berbasis teknologi digital ini berfungsi sebagai solusi yang dapat diandalkan bagi para pemberi pinjaman untuk pertukaran hasil, yang mampu mencapai lebih dari 12% per tahun, serta sebagai alternatif untuk pilihan investasi konvensional seperti saham, obligasi, reksa dana dan deposito. Produk ini terjangkau bagi para profesional kelas menengah, karena setiap orang dapat membuka akun di Modalku dengan jumlah pinjaman minimal Rp.10 juta hingga maksimal Rp.500 juta.

“Dengan konsep mirip seperti crowdfunding, para pemberi pinjaman dapat menyalurkan dananya dan berinvestasi di perusahaan UKM yang membutuhkan dana. Berdasarkan pengalaman kami, berapa pun jumlah yang ditawarkan proses peer-to-peer lending Modalku hanya berlangsung sekitar 7 hari dan peminjam sudah mendapatkan tambahan dana yang dibutuhkan. Tentunya dengan persyaratan yang berlaku,” kata Reynold.

Cara Kerja Modalku

Pelaku UKM yang ingin mengajukan modal melalui Modalku dapat mengakses situs Modalku. Langkah pertama yaitu mengisi aplikasi, nantinya secara otomatis Modalku akan melakukan profile screening dilanjutkan dengan verifikasi anti-fraud, psychometric testing, dan diakhiri dengan evaluasi bisnis dan keuangan. Nantinya secara otomatis sistem Modalku akan melakukan diversifikasi yang akan menghubungkan para pemberi pinjaman (dalam jumlah yang tidak ditentukan) untuk mulai mengakses informasi dari peminjam serta bersedia untuk memberikan pinjaman.

Idealnya para pemberi pinjaman tidak diperbolehkan untuk secara keseluruhan memberikan uang yang diminta oleh peminjam yang dipilih secara khusus, proses diversifikasi yang ada nantinya akan memberikan kesempatan kepada pemberi pinjaman yang lain untuk mengalokasikan dana yang mereka miliki kepada perusahaan peminjam.

“Nantinya baik peminjam dan pemberi pinjaman dapat mengakses dashboard masing-masing usai melakukan login di situs Modalku. Kami dari Modalku senantiasa mengedepankan transparansi kepada kedua belah pihak ketika kesepakatan telah ditentukan,” kata Reynold.

Jumlah pinjaman yang dapat diminta oleh peminjam mulai dari 50 juta Rupiah hingga 500 juta Rupiah, sedangkan tenor yang bisa dipilih adalah 3, 6 hingga 12 bulan. Suku bunga yang ditetapkan adalah 15-20 % per tahun dengan pencairan dana yang telah disetujui akan berlangsung dalam waktu 10 hari kerja.

Ketentuan yang ditetapkan kepada pemberi pinjaman adalah minimal pendanaan 1 juta Rupiah dengan tenor sama dengan pemberi pinjaman, yaitu 3, 6 dan 12 bulan. Bunga yang diharapkan diperoleh pemberi pinjaman adalah (expected return) 12-18% per tahun dengan konsep risk-based pricing.

Secara keseluruhan Modalku mengklaim menawarkan win-win solution bagi pemberi pinjaman dan peminjam, dengan metode underwriting pinjaman yang inovatif dan teruji kuat. Layanan berbasis teknologi yang ditawarkan Modalku disebut memiliki biaya operasional yang jauh lebih rendah dibandingkan institusi keuangan tradisional.

“Secara legalitas bisa dipastikan Modalku terjamin keberadaannya, Demikian juga dengan keamanan dan kecepatan dari sistem yang kami hadirkan. Diharapkan dapat membantu para pelaku UKM mempermudah mendapatkan alternatif penambahan modal,” tambah Reynold.

OJK mendukung keberadaan Modalku dengan syarat memberikan perlindungan yang menyeluruh

Turut hadir dalam acara peresemian Modalku adalah Peneliti Eksekutif Senior dari Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DR. Hendrikus Passagi. Dalam kesempatan tersebut Hendrikus mendukung kehadiran Modalku di Indonesia, sebagai alternatif bagi para pelaku UKM yang kerap kesulitan mendapatkan pendanaan.

Menurut Hendrikus, bank memiliki regulasi yang perlu dipatuhi terkait memberikan pinjaman (agunan) kepada para peminjam. Sementara KTA belum mampu memberikan nilai yang cukup tinggi untuk membangun usaha.

“Modalku bisa mengalirkan uang atau dana dari luar negeri untuk pelaku UKM di Indonesia, melihat lebih rendahnya suku bunga di Indonesia dibandingkan negara lain,” kata Hendrikus.

OJK mencatat saat ini ada sekitar 54 juta pelaku UKM di Indonesia. Diharapkan platform peer-to-peer lending seperti Modalku bisa mengakomodir permintaan dari para pelaku UKM.

Modalku secara intensif sudah melalukan dialog dengan OJK, terutama masalah perlindungan kepada konsumen atau hak konsumen. Karena belum ada regulasi yang secara khusus mengatur keberadaan Modalku, OJK akan senantiasa mengontrol, memberikan panduan, dan masukan kepada Modalku terkait dengan strategi bisnis dan peraturan yang berlaku.

“OJK berharap Modalku sebagai perusahaan berbasis teknologi bisa memberikan pilihan lebih bervariasi untuk proses pembayaran pinjaman dibandingkan dengan semua layanan yang telah dihadirkan oleh perusahaan keuangan hingga bank-bank di Indonesia,” tuntas Hendrikus.

Startupbootcamp FastTracks Jakarta Cari 10 Startup Fintech Terbaik

Startup di bidang teknologi finansial, atau yang akrab disebut fintech, dewasa ini menjadi sektor pengembang yang cukup dipandang di lanskap startup dunia. Sistem keuangan membutuhkan transparansi, kerumitan yang ada dan mampu dipecahkan dengan ilmu matematika dan komputer membuat berbagai lini bidang menganggap produk startup fintech mampu mentransformasikan sistem keuangan yang ada di dalamnya.

Mendukung pertumbuhan ekosistem fintech, pada 20 Januari mendatang akan diadakan Startupbootcamp (SBC) FastTracks Jakarta. 10 startup fintech terbaik akan memiliki kesempatan untuk melakukan pitching bisnis yang dikembangkan. Hampir setiap bidang yang mendukung sistem keuangan menjadi topik yang akan di-highlight, mulai dari pengembang sistem pembayaran, aset manajemen, asuransi, pinjaman, pasar modal, sistem keamanan, dan berbagai inovasi keuangan digital lainnya.

SBC FastTrack akan diadakan di Gedung Graha CIMB Niaga, Lantai M, Ruang Sasando (Jl. Jend. Sudirman 58 Jakarta) dimulai pukul 09:30 dengan pemaparan lanskap industri fintech dunia. Setiap startup yang mengikuti sesi pitching akan mendapatkan sesi mentoring dari para ahli, investor dan mentor khusus di bidang FinTech selama 5×20 menit. Acara ini terbuka bagi siapa saja. Startup yang akan bergabung sebelumnya setidaknya sudah memiliki versi beta dari produknya.

Selain itu, program SBC FastTracks ini juga dapat dimanfaatkan sebagai medium untuk terhubung ke komunitas global yang terjalin dalam SBC FinTech, sehingga startup dapat mempelajari lebih lanjut peluang untuk berkembang di level dunia. Startup terpilih juga akan masuk sebagai daftar SBC FinTech yang akan mendekatkan kepada kesempatan untuk terpilih di program akselerator kelas dunia.

Pengalaman program SBC FastTracks selama 5 tahun untuk akselerasi startup di bidang fintech dapat memberikan masukan dan ide segar untuk inovasi produk, disesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini.

Jika Anda tertarik dengan program ini, silahkan bergabung dengan mendaftarkan diri secara online di tautan berikut ini http://buff.ly/1Ob6Acx. Untuk info lebih lanjut, hubungi COO Startupbootcamp FinTech Singapore Fiona melalui [email protected].​


DailySocial adalah media partner SBC FastTracks Jakarta 2016