Green Butcher dan Misinya Populerkan Makanan Vegan Daging Nabati

Founder Burgreens Helga Angelina Tjahjadi dan Max Mandias menyadari, adanya pandemi yang dimulai oleh virus yang ditransmisi melalui hewan, membawa suatu dorongan untuk beralih ke protein nabati karena memiliki keamanan makanan yang tinggi dan lebih ramah terhadap lingkungan. Oleh karenanya, pola makan harus segera diubah.

Akan tetapi, Burgreens yang merupakan restoran makanan sehat berbasis nabati, tidak bisa melakukan misi tersebut sendirian karena mereka belum bisa mengakomodasi kebutuhan protein untuk masak di rumah. Sehingga dibutuhkan brand baru yang khusus menangani segmen tersebut.

Dorongan tersebut juga datang dari eksternal, ia mengaku pihaknya mendapat banyak permintaan dari konsumen loyal Burgreen dan rekan bisnis restoran untuk bisa membeli alternatif daging sapi dan ayam yang selama ini baru bisa dinikmati saat berkunjung ke restoran Burgreens.

“Kami pun akhirnya meluncurkan Green Butcher di tengah pandemi, tepatnya di September 2020. Target konsumen kami adalah semua orang yang peduli kesehatan diri dan lingkungan, namun menyukai rasa daging,” ucap Helga dalam wawancara bersama DailySocial.

“Daging nabati” ini sebenarnya terbuat dari jamur, kedelai non-GMO, buncis, dan seitan (gluten gandum). Bahan-bahan lainnya diambil dari petani lokal di Indonesia, misalnya garam laut yang berasal dari Bali, rempah-rempah (i.e. kunyit, lengkuas, dan serai) dari Jawa, dan minyak kelapanya bersumber dari pohon kelapa yang tumbuh secara berkelanjutan di Riau.

Dari segi rasa, Green Butcher mengambil pendekatan seperti Burgreens yang mengambil cita rasa dari kuliner Indonesia dan Asia, seperti Beefless Rendang, Chick’n Satay Taichan, dan Chink’n Karage. Tak hanya itu, mereka juga meluncurkan Vegan Boba yang mendapat respons baik dari konsumen.

Seluruh menu ini adalah makanan kemasan (Consumer Packaged Goods/CPG) yang siap masak (ready-to-cook) oleh konsumen di dapurnya masing-masing. Ada dua jenis bisnis yang dijalankan oleh Green Butcher, yakni B2C dan B2B. Untuk B2C, perusahaan bekerja sama dengan jaringan supermarket di berbagai kota dan melalui kanal digital untuk distribusi ke konsumen.

“Kami memiliki Production Facility yang berfungsi sebagai distribution center. Dari sinilah semua produk Burgreens dan Green Butcher didistribusikan.”

Sementara dengan B2B, perusahaan bekerja sama dengan pemain restoran menjadi penyuplai untuk menu daging nabati. Salah satu yang sudah terealisasi adalah bersama Starbucks yang meluncurkan meatless pastry line menggunakan Beefless Chucks milik Green Butcher.

“Kami juga sedang menyiapkan peluncuran produk plant-based dengan dua grup F&B ternama di Indonesia yang sangat terkenal dengan meat selection dan japanese food mereka.”

Helga berharap para brand F&B ini ke depannya semakin banyak yang terlibat dalam gerakan menghadirkan menu plant-based untuk mengakomodasi lebih banyak konsumen yang ingin makan protein dengan sehat dan aman.

Co-Founder Burgreens Max Mandias & Helga Angelina / Burgreens
Co-Founder Burgreens Max Mandias & Helga Angelina / Burgreens

Terima pendanaan tahap awal

Menariknya, meski usia Green Butcher belum menginjak satu tahun, sudah mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $2 juta (lebih dari 28 miliar Rupiah) yang dipimpin Unovis Asset Management, Teja Ventures, diikuti oleh SavEarth Fund yang berorientasi pada dampak lingkungan dari James dan Suzie Cameron, Phi Trust, C4D, dan investor individu Elisa Khong, Michal Klar, dan Simon Newstead.

Teja Ventures merupakan salah satu investor Burgreens yang turut masuk dalam sejumlah putaran investasi yang digelar.

Dalam keterangan resmi, Managing Director Unovis Asset Management Kim Odhner mengungkapkan rasa terhormatnya karena bisa mendukung pekerjaan penting yang sedang dilakukan Green Butcher.

“Helga Angelina dan seluruh tim telah membuat kemajuan yang mengesankan selama setahun terakhir, dan Unovis bertujuan untuk memanfaatkan pengalaman unik dan posisi industrinya untuk membantu meluncurkan pembangkit tenaga listrik nabati yang inovatif ini kepada khalayak global,” terang Odhner.

Helga menyebut, dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk mengembangkan tim R&D, meningkatkan produksi, dan masuk ke jaringan pengecer utama pada Q2 2021.

Secara terpisah, Helga mengatakan Unovis adalah investor global terdepan khusus di industri alternatif protein. Nantinya mereka akan membantu proses peluncuran Green Butcher sebagai brand global. “Kami sangat bersyukur bisa bekerja dengan highly experienced investor seperti Unovis,” tutupnya.

ShopeeFood Beri Sinyal Masuk Persaingan Layanan “Food Delivery”

ShopeeFood mulai hadir meramaikan pasar food delivery di Indonesia. Layanan tersebut bisa diakses melalui platform Shopee, baik di situs web maupun di aplikasi mobile. Belum seperti layanan pesan-antar kilat layaknya GrabFood atau GoFood, sebagian besar produk makanan/minuman yang disajikan sifatnya lebih tahan lama, seperti makanan beku, aneka kue, atau minuman kemasan. Sementara cakupannya sudah cukup luas, di berbagai provinsi di seluruh Indonesia.

Laman ShopeeFood yang diakses melalui situs web
Laman ShopeeFood yang diakses melalui situs web

Diperkenalkannya layanan tersebut tentu memicu banyak spekulasi di pasar. Yang jelas, layanan pesan-antar makanan memang tengah naik daun di tengah pembatasan sosial akibat Covid-19. Di Indonesia sendiri, menurut penelitian McKinsey (2020), ada peningkatan 34% untuk penggunaan jasa pesan antar makanan selama masa pandemi. Survei yang dilakukan DailySocial dan Populix juga mengemukakan fakta, selama periode karantina mandiri, 53% responden mengatakan bahwa aplikasi pesan-antar makanan menjadi yang banyak digunakan.

Berkompetisi dengan pendahulu

Sebagai raksasa digital di Asia Tenggara, Sea Limited (Sea), induk Shopee, tentu memiliki ambisi untuk masuk pada berbagai model bisnis potensial. Sebagai informasi, per hari ini (21/1) kapitalisasi pasar perusahaan mencapai $118,72 juta – jadi perusahaan teknologi paling bernilai di regional. Dan jika diamati lebih dalam, pendekatan yang dilakukan oleh berbagai unit perusahaannya juga cukup unik, seperti ‘tidak ada kata terlambat.’

Ambil contoh layanan online marketplace Shopee, mereka baru mulai masuk ke pasar Indonesia pada bulan Mei 2015. Kala itu segmen bisnis ini sudah cukup ramai, dengan dominasi pendahulunya seperti Lazada, Tokopedia, Bukalapak, elevenia, Blibli, Alfacart, dll. Namun dua tahun terakhir, ditinjau dari volume penjualan dan transaksi, Shopee justru mampu memimpin pasar.

Ada banyak faktor, salah satu yang paling kentara karena berhasil ‘bakar duit’ di waktu yang tepat. Mereka melakukan akuisisi pelanggan dengan sangat maksimal saat pasar sudah berhasil teredukasi oleh pemain sebelumnya. Jargon ‘gratis ongkir’ pun kini sangat melekat di platform yang khas dengan warna oranye tersebut.

Strategi sama bisa saja dilakukan, dengan kondisi pasar food delivery yang sudah semakin matang dan masif di Indonesia. PR-nya bagi Shopee tentu melakukan penguatan infrastruktur yang diperlukan – yang sudah dimiliki saat ini adalah platform pemesanan dan pembayaran (ShopeePay), sementara yang belum adalah logistik first-mile.

Di last-mile, mereka sudah memiliki Shopee Xpress (SPX) yang kini sudah melayani sebagian pengguna di online marketplace. Beberapa waktu terakhir tersiar kabar bahwa Shopee tengah merekrut mitra pengemudi untuk melayani pesanan ShopeeFood. Ditambah, tim pemasaran mereka mulai mempromosikan layanan ShopeeFood yang nantinya dapat digunakan untuk memesan makanan favorit seperti bakso, soto, martabak, dll (makanan cepat saji).

Kami sudah mencoba meminta konfirmasi terkait beberapa informasi secara langsung ke tim Shopee di Indonesia, namun sampai tulisan ini diterbitkan belum ada respons.

Proposisi nilai

Mengutip temuan survei GlobalWebIndex, ada beberapa alasan yang mendorong orang untuk memesan makanan melalui aplikasi food delivery, lima teratas meliputi: gratis ongkos kirim (51%), pengiriman cepat (48%), penawaran diskon (43%), ketersediaan dan kelengkapan item (36%), kemudahan proses pemesanan (30%). Kendari survei tersebut tidak dilakukan spesifik kepada pengguna di Indonesia, namun cukup representatif menggambarkan kondisi pangsa pasar.

Untuk memenangkan pasar, platform harus memiliki proposisi nilai yang kuat dalam mengakomodasi kebutuhan tersebut. Beberapa strategi mulai digulirkan beberapa pemain, misalnya melalui insiatif cloud kitchen. Konsep dapur bersama tersebut memungkinkan platform mengumpulkan beberapa merchant kuliner di satu tempat. Dari sisi konsumen, memudahkan mereka untuk mendapatkan opsi lebih banyak ketika ingin membeli makanan dengan 1x pemesanan dan pengantaran.

Dari sisi merchant, platform bisa menentukan (berdasarkan data) mengenai produk potensial di wilayah tertentu sehingga turut membantu mereka untuk memastikan bisnisnya mendapatkan pasar yang relevan. Selain itu tentu menghemat biaya modal dan ongkos operasional, karena hanya fokus melayani pesan-antar.

Detail seperti ini yang harus jeli dilihat oleh ShopeeFood sebagai penantang baru di lanskap bisnis ini. Tapi sebenarnya Shopee juga sudah melakukan beberapa aksi permulaan terkait pasar food delivery di Indonesia. Misalnya mereka mendukung Weyland Tech dalam peluncuran AtozGo di Jakarta — ShopeePay digunakan sebagai sistem pembayaran utama. Sehingga banyak kemungkinan sinergi yang dapat dilakukan ketika nantinya ShopeeFood benar-benar mulai dimaksimalkan.

Mendorong konsolidasi

Mitra GoFood saat membelikan pesanan / Gojek
Mitra GoFood saat membelikan pesanan / Gojek

Dengan kekuatan kapital dan jangkauan pasar yang dimiliki Sea, jelas ini bukan kabar menyenangkan untuk para kompetitornya. Di Indonesia, sejauh ini Gojek dan Grab jadi penyedia food delivery dengan jangkauan paling luas dan mitra terbanyak. Untuk menghadapi raksasa digital tersebut, bahkan sebelumnya dikabarkan keduanya hendak melakukan merger. Sayangnya kabar terakhir mengatakan, founder tidak mencapai titik sepakat soal pembagian saham.

Rumor yang tengah beredar justru rencana merger antara Gojek dan Tokopedia. Platform online marketplace besutan William Tanuwijaya tersebut kini juga bersaing ketat dengan Shopee – dari berbagai riset dikatakan Tokopedia ada di peringkat kedua persis di bawah Shopee. Konsolidasi jelas membuka peluang kolaborasi di banyak elemen, tak terkecuali perluasan layanan food delivery menggabungkan mitra UKM kuliner yang dimiliki Tokopedia, sampai perluasan layanan GoPay untuk pembayaran di Tokopedia.

Kue pasar untuk food delivery di Asia Tenggara juga menggiurkan. Laporan tahunan e-Conomy SEA 2020 mengatakan, GMV yang tercatat dari jasa antar makanan pada tahun lalu mencapai $6 miliar, bahkan lebih besar dari transportasi on-demand yang nilainya $5 miliar (turun akibat pandemi).

Sementara di Indonesia sendiri sebenarnya juga ada beberapa pemain lainnya yang mencoba mengakomodasi urusan pesan makanan, di antaranya:

Platform Keterangan
Yummy Corp Terafiliasi dengan perusahaan kuliner Ismaya Group. Memiliki beberapa lini bisnis, salah satunya YummyBox layanan pemesanan katering lewat aplikasi.
Kulina, Wakuliner, Homade Layanan pemesanan katering berbasis aplikasi untuk konsumer ataupun bisnis, bekerja sama dengan merchant F&B.
Gorry Holdings Startup pengembang aplikasi wellness, miliki unit bisnis Gorry Gourmet untuk menyediakan jasa pemesanan makanan sehat secara online.

 

Application Information Will Show Up Here

Realisasikan Integrasi dengan Rebel Foods, Gojek Operasikan Layanan Cloud Kitchen “Dapur Bersama GoFood”

Juli 2019 lalu, Go-Ventures terlibat dalam pendanaan seri D startup cloud kitchen asal India, Rebel Foods. Mereka memberikan pendanaan mencapai $5 juta. Disampaikan juga, bahwa Gojek akan membawa konsep tersebut ke Indonesia guna melengkapi ekosistem superapps yang dimilikinya.

Di bawah komando Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo, PT Rebel GoFood Indonesia berdiri dengan misi menjadi perusahaan cloud kitchen terbesar di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, platform tersebut diberi nama “Dapur Bersama GoFood”, diperuntukkan bagi mitra UMKM kuliner untuk mengakselerasi bisnisnya.

“Dengan berbasis data, kami menyediakan ragam kuliner sesuai permintaan di suatu wilayah agar pelanggan lebih dekat dengan pilihan kuliner favoritnya. Konsep cloud kitchen telah banyak diusung oleh para pemain layanan pesan-antar makanan terkemuka di dunia dan terbukti telah sukses membawa usaha kecil dan menengah melaju dengan skala bisnis lebih besar,” terang VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina kepada DailySocial.

Turut disampaikan bahwa GoFood bekerja sama dengan Rebel Foods sebagai perusahaan operator restoran cloud kitchen dalam mendirikan layanan Dapur Bersama GoFood.

Model bisnis

Lebih lanjut Rosel bercerita, Dapur Bersama pada dasarnya adalah ruang kerja yang dilengkapi fasilitas pendukung untuk berbagai jenis restoran dan UMKM kuliner, serta terintegrasi dengan sistem teknologi layanan pengantaran Gojek. Layanan ini terbuka untuk semua mitra usaha kuliner yang telah bergabung di GoFood. Saat ini sudah beroperasi di 3 wilayah, yakni Jabodetabek, Bandung, dan Medan; memfasilitasi lebih dari 350 outlet kuliner dengan 80% di antaranya dari kalangan UMKM.

“Kami melihat tren pertumbuhan positif dari jumlah mitra usaha yang bergabung ke fasilitas Dapur Bersama GoFood dan menjadi sebuah indikasi yang positif bahwa fasilitas Dapur Bersama ini adalah salah satu pilihan solusi yang tepat bagi UMKM kuliner untuk beradaptasi dan mengembangkan usahanya, dalam upaya menyesuaikan dengan gaya hidup baru pelanggan yang semakin mengandalkan layanan pesan-antar makanan,” imbuhnya.

Konsep cloud kitchen ini hadir seiring dengan bertumbuhnya minat layanan food delivery, terlebih di tengah pandemi. Menurut riset McKinsey (2020), ada peningkatan 34% untuk penggunaan jasa pesan antar makanan selama masa pandemi. Di sisi pengusaha, adanya cloud kitchen juga dapat menguntungkan untuk meningkatkan efisiensi bisnis. Rosel menyebutkan, terdapat 4 manfaat yang ingin diberikan Dapur Bersama bagi para mitranya.

Pertama, biaya sewa dan beban infrastruktur yang lebih ringan. Di cloud kitchen, pelaku usaha bisa memanfaatkan berbagai utilitas yang dilengkapkan, sehingga tidak perlu lagi menyewa ruangan khusus, membeli alat-alat, dan membayar perawatan rutin secara terpisah. Kedua, meringankan biaya operasional; karena hanya melayani pesan antar saja, sehingga tidak perlu menyewa kedai atau SDM lebih banyak.

Keuntungan berikutnya yang ingin disajikan, diharapkan bisa menjaga arus kas karena tidak perlu bayar sewa di muka. Berbeda dari area komersial pada umumnya, mitra UMKM tidak perlu membayar sewa di muka setiap tahun, sehingga membantu menjaga kelancaran arus kas. Pembayaran dilakukan menggunakan sistem bagi hasil keuntungan sesuai ketentuan yang berlaku. Dan terakhir, membantu pengusaha melakukan ekspansi bisnis dengan modal dan risiko yang lebih minim.

“Lokasi Dapur Bersama ditentukan berdasarkan data yang diolah dari transaksi dan preferensi konsumen GoFood, sehingga telah sesuai dengan permintaan pasar. UMKM bisa melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga menjadi lebih dekat dengan pelanggan dengan risiko dan modal yang relatif lebih rendah,” terang Rosel.

Ia melanjutkan, “Dari sisi pelanggan, mereka dapat memilih opsi ‘Order Sekaligus’ di halaman pemesanan GoFood, di mana pelanggan dapat memesan menu yang berbeda dari beberapa mitra usaha yang berada di lokasi Dapur Bersama GoFood yang sama dengan hanya membayar satu kali biaya pengantaran.”

Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek
Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek

Perkembangan cloud kitchen

Dengan konsep yang unik, di Indonesia sudah ada beberapa layanan cloud kitchen yang beroperasi. Misalnya Hangry, mereka menyajikan layanan untuk brand kuliner yang dikembangkan secara internal. Tujuannya sama, agar pengguna layanan food delivery mendapatkan pilihan berbagai jenis hidangan dalam satu kedai virtual yang dikunjungi sehingga menghemat ongkos kirim. Sebelumnya juga ada YummyKitchen dari Yummy Corp, memfasilitasi UMKM dengan dapur sentral untuk keperluan produksi.

Kompetitor Gojek di Indonesia, Grab, juga mengoperasikan layanan cloud kitchen untuk tujuan yang kurang lebih sama. Banyaknya cloud kitchen berbasis kemitraan yang hadir menjadi angin segar bagi industri F&B, terlebih di tengah terpaan pandemi seperti saat ini, para pebisnis mau tak mau harus beradaptasi dengan tren baru yang terbentuk di tengah konsumen.

Rencana Gojek berikutnya, mereka masih akan tetap fokus melakukan edukasi dan perluasan implementasi layanan cloud kitchen yang dimiliki, sembari terus menjaga ketat standardisasi terkait protokol kesehatan dan keamanan.

“Saat ini yang semakin menjadi fokus kami adalah bagaimana kami berupaya untuk terus memfasilitasi lewat dukungan edukasi dan implementasi agar seluruh ekosistem kami terlindungi dengan menerapkan protokol kesehatan, keamanan, dan kebersihan (J3K), terutama sejalan dengan diberlakukannya PPKM (sebelumnya PSBB) di berbagai kota di Indonesia, sebagai upaya menekan laju penyebaran Covid-19,” kata Rosel.

Menutup wawancara ia mengatakan, “Sejalan dengan komitmen kami untuk mendukung pertumbuhan mitra usaha dan memenuhi permintaan pelanggan, ke depannya kami akan terus mengembangkan inovasi layanan Dapur Bersama GoFood dengan membuka lebih banyak fasilitas dan berekspansi ke lebih banyak kota di masa mendatang.”

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Jaringan Merchant F&B, SiCepat Berinvestasi ke DigiResto

PT SiCepat Ekspres Indonesia (SiCepat) resmi mengumumkan investasinya di platform DigiResto di bawah naungan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS). Perusahaan mengumumkan penandatanganan conditional share subscription agreement (CSSA) alias perjanjian pembelian saham untuk 51% kepemilikan di DigiResto.

DigiResto merupakan platform pemesanan makanan yang dikembangkan oleh PT Digital Maxima Kharisma (DMK), anak usaha PT M Cash Integrasi (MCAS). Sebelumnya pada awal Desember 2020, SiCepat telah bekerja sama dengan DigiResto sebagai solusi logistik dan penyedia layanan pengiriman last mile.

Dalam keterangan resminya, CEO SiCepat The Kim Hai mengatakan investasi ini akan digunakan untuk mengembangkan platform DigiResto ke depan. Dengan memperkuat DigiResto, SiCepat dapat mendorong kontribusi pendapatan dari pasar pengiriman makanan yang diperkirakan mencapai $2 miliar di 2020.

“Ke depan, kami akan mengeksplorasi peluang investasi strategis lebih lanjut dengan MCAS Group. Kami juga akan mengintegrasikan lebih banyak penawaran teknologi mereka ke dalam supply chain kami,” ungkap Kim Hai.

Bisnis F&B memang menjadi salah satu segmen bisnis yang sedang banyak disasar pemain digital. Untuk proses digitalisasi yang sama, Gojek juga memiliki ekosistem layanan di bawah naungan GoBiz, termasuk di dalamnya layanan pemesanan, pencatatan, pembayaran, sampai pinjaman modal. Grab juga lakukan hal serupa lewat GrabMerchant.

Mengutip Kontan, SiCepat melihat peluang besar pada layanan same day delivery untuk produk F&B dan groceries. Hal ini karena masyarakat semakin terbiasa untuk berbelanja di e-commerce atau marketplace selama masa pandemi. Sebagai bukti, SiCepat mengalami peningkatan volume pengiriman hingga 800 ribu per hari atau sekitar 114% per Oktober 2020.

Dihubungi secara terpisah, Direktur DMK Mohammad Anis Yunianto menyebutkan beberapa hal yang menjadi fokus DigiResto di 2021. Pertama, perusahaan akan memperbanyak jaringan merchant F&B yang berfokus di kawasan Jabodetabek.

“Saat ini, segmen [merchant] yang diincar DigiResto adalah restoran. Bergabungnya SiCepat akan memperkuat jaringan merchant DigiResto di segmen UMKM,” ungkap Anis kepada DailySocial.

Sebanyak 2300 merchant tercatat telah menggunakan platform DigiResto. Anis belum dapat mengungkap target pertumbuhan bisnisnya secara pasti mengingat target ini tergantung pada keberhasilan tahap sosialisasi awal layanan serta pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Selain ekspansi jaringan merchant, lanjutnya, perusahaan juga akan meningkatkan user experience pada sistem pemesanan di aplikasi mobile dan WhatsApp. “Ke depannya, kami harap dapat menambahkan lebih banyak fitur yang bermanfaat pada platform kami untuk meningkatkan user experience ini,” tambahnya.

Menurut Anis, sejalan dengan kemajuan dari sinergi ini, pihaknya berharap dapat sepenuhnya mengintegrasikan kemampuan pengiriman layanan jarak jauh SiCepat dan memberikan solusi pemesanan makanan secara menyeluruh baik bagi konsumen maupun mitra merchant.

Pihaknya optimistis dengan pengembangan DigiResto ke depan mengingat pasar pengiriman makanan di Indonesia yang diestimasi dapat tumbuh 11,5% CAGR pada periode 2020-2024 dan mencapai perkiraan nilai pasar sebesar $3 miliar di 2024.

Waku Terus Perluas Area Bisnis di Tengah Momentum Pertumbuhan Aplikasi Kuliner

Setelah melakukan rebranding akhir tahun 2020 lalu, platform yang memungkinkan penggunanya mudah mendapatkan makanan atau kuliner, Waku, melakukan ekspansi di beberapa wilayah di Indonesia. Setelah melakukan ekspansi di Medan dan Denpasar, kini mereka juga telah hadir di Bandung dan Tegal.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Anthony Gunawan mengungkapkan, alasan utama mengapa kota-kota tersebut dipilih untuk ekspansi adalah, adanya klien anchor yang perlu dilayani.

“Selain Denpasar dan Medan, kami sudah berhasil ekspansi ke Bandung dan Tegal juga. Empat kota-kota baru ini termasuk kota metropolitan yang menjadi target ekspansi kami di tahun 2021,” kata Anthony.

Ekspansi bisnis pada umumnya bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Banyak sekali faktor dan sumber daya yang perlu dipersiapkan sebelumnya. Tetapi dengan model bisnis dan tim operasional yang dimiliki, Waku membuktikan bahwa ekspansi bisnis tidak sulit dilakukan. Perusahaan juga terus berinovasi dan membuat menu-menu baru dan layanan-layanan baru dengan cepat.

“Dengan memiliki dapur-dapur yang sangat profesional dan berpengalaman, digabung dengan sistem dan tim Waku yang sudah kokoh dan berpengalaman juga, kami dapat memastikan Waku dapat diterapkan di seluruh kota di Indonesia dan akan beroperasional dengan baik sekali, untuk memenuhi kebutuhan makanan karyawan baik di perusahaan maupun pemerintahan,” kata Head of Operations Waku Farid Syuhada.

Di Indonesia sendiri, bisnis teknologi terkait kuliner memang sedang banyak digencarkan. Salah satunya Kulina, startup berbasis di Jakarta yang juga sediakan paket katering untuk personal maupun perusahaan. Selama pandemi sendiri, kami memantau peningkatan traksi di bisnis pengantaran makanan, lantaran adanya pembatasan sosial dan adopsi layanan teknologi yang makin masif.

Rencana Waku tahun 2021

Walaupun pandemi telah memberikan banyak sekali tantangan baru bagi bisnis Waku, namun secara keseluruhan telah memberikan dampak yang sangat positif terhadap pertumbuhan bisnis Waku. Tahun 2020, Waku mengklaim telah berhasil meningkatkan penjualan dan melebarkan coverage area layanan ke beberapa kota besar, serta turut menambah jumlah cloud kitchen Waku dalam waktu yang singkat. Secara keseluruhan Waku telah memiliki lebih dari 40 dapur katering dan cloud kitchen, dan lebih dari 300 klien perusahaan dan pemerintahan.

“Banyak sekali perbedaan dan unique selling propositions yang dimiliki oleh Waku. Salah satu yang paling utama yaitu Waku adalah satu-satunya F&B assistant yang memberikan solusi terlengkap bagi klien perusahaan dan pemerintahan, baik untuk makanan harian, keperluan meeting, training, acara-acara, kebutuhan mendadak, dan lain-lain. Dengan lebih dari 16 kategori dan 15 ribu pilihan menu, Waku merupakan one-stop all-in-one solutions bagi pelanggan,” kata Anthony.

Tahun ini Waku memiliki beberapa target dan rencana yang ingin dilancarkan, di antaranya adalah berencana hadir di semua kota metropolitan di Indonesia, meluncurkan beberapa brand dan layanan baru juga. Saat ini Waku juga tengah melakukan penggalangan dana untuk tahapan Seed.

“Potensi catering dan cloud kitchen sangatlah besar, dengan adanya COVID-19 maupun tidak. Kami selalu bersemangat dan optimis untuk terus bertumbuh dan melayani pasar yang lebih luas di seluruh Indonesia.” ujar Anthony.

Application Information Will Show Up Here

“Ngebulnya” Dapur Platform Resep Online Sejak Pandemi

Bicara urusan perut memang tidak pernah kelar, di tengah pandemi sekalipun. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya permintaan untuk semua vertikal bisnis yang berhubungan bisnis makanan secara online, mulai dari layanan food discovery, pesan antar makanan, hingga resep online.

Vertikal bisnis yang pertama dan kedua sudah dimuat DailySocial. Kali ini kami membahas platform resep online. Tiga pemain situs resep online yang beroperasi di Indonesia, seperti Endeus, Yummy, dan Cookpad Indonesia, semuanya kompak menyebutkan terjadi kenaikan yang drastis dari sisi kunjungan situs selama pandemi.

Kenaikan ini punya hipotesis sederhana bahwa untuk tetap bahagia tinggal di dalam rumah selama pandemi, perlu variasi menu makanan sehari-hari. Tidak bisa terus menerus pakai jasa antar makan demi menghemat dana. Salah satu cara adalah mencari inspirasi yang disediakan berbagai situs resep online atau media sosial.

Trafik kunjungan melonjak selama pandemi

Founder dan CEO Kurio David Wayne Ika menceritakan, Endeus ikut terciprat rezeki karena masuk ke dalam industri F&B. Ketertarikan orang yang membentuk kebiasaan baru mengenai dunia memasak naik pesat. Kunjungan ke situs dan aplikasi Endeus bahkan naik sampai 250% sejak awal pandemi.

Endeus adalah online media khusus resep online yang berdiri sejak 2018 dan menjadi bagian Kurio. Dengan tim terpisah, Endeus memproduksi rata-rata 10-12 video masak setiap minggu dibantu oleh tim internal dan tim chef dari sekolah kuliner, dan chef profesional. Kini Endeus memiliki lebih dari 2 ribu konten yang diproduksi eksklusif dari studionya.

Awareness orang-orang mengenai makanan sehat, imun, dan makanan rumah mungkin salah satu yang paling mengubah kebiasaan hidup yang akan tetap bertahan walaupun pandemi berakhir. Kami melihat perubahan lifestyle ini tetap bertahan karena orang makin sadar pentingnya healthy lifestyle ini, Walaupun sekolah dan kantor berangsur normal kembali, kami antisipasi many of them will pack their food from home,” katanya.

Semantara Yummy juga mengklaim lonjakan traffic untuk seluruh platform-nya, baik dari aplikasi maupun media sosial, meski tidak disertai dengan angka pendukung. Menurut penuturan Product Manager Yummy Muhammad Iqbal Zehan, kenaikan ini didukung kondisi kebiasaan baru masyarakat selama pandemi yang sangat memerhatikan faktor higienis dan memilih untuk masak di rumah daripada beli makanan dari luar.

“Untuk mendukung kebiasaan tersebut, kami mengadakan berbagai aktivitas seputar inspirasi kuliner yang bisa dinikmati dari rumah dan virtual event kuliner terbesar di Indonesia: Memasak by Yummy,” terang Iqbal.

Sama seperti Endeus, Yummy merupakan bagian dari media online IDN Media yang dirilis resmi sejak Juli 2019 setelah hampir tiga tahun beroperasi melalui akun media sosialnya. Ambisi Yummy adalah memudahkan generasi milenial dan gen Z yang ingin mulai memasak dengan fitur-fitur sesuai dengan kebutuhan mereka.

Cookpad Indonesia (selanjutnya disebut Cookpad) mengklaim turut mencatatkan kenaikan traffic kunjungan, meski tidak disertai data pendukung. Public Relations and Community Lead Cookpad Indonesia Aprina Dwi Pancasari menuturkan, traffic Cookpad tumbuh organik sepanjang pandemi. Cookpad Indonesia hadir sejak sembilan tahun lalu dan kini memiliki lebih dari 1,5 juta resep yang ditulis pengguna.

“Saat itu banyak pengguna berinteraksi di Cookpad, sebab [kondisi pandemi] ini menjadi momen di mana orang terpaksa harus di rumah dan akses terbatas untuk pergi. Jadi mereka terpacu untuk membuat sesuatu dari rumah. Kami mencoba untuk ajak author untuk berbagi tips ringan, seperti cara menyimpan bahan makanan yang cepat rusak agar dapat bertahan lama,” terangnya.

Kondisi pandemi mendorong banyak pengguna Cookpad mencari inspirasi resep makanan untuk memulai usaha rumahan. Alhasil Cookpad memfasilitasi komunitas di tiap kota untuk bertemu secara virtual agar sesama anggota dapat berbagi bagaimana hasil masakan sebelum layak dijual.

“Komunitas kita bentuk berdasarkan kota. Terbanyak masih dari [Pulau] Jawa, tapi ada juga di Sumatera dan Kalimantan. Kita bentuk komunitas ini melihat dari keaktifan para pengguna Cookpad sebagai author. Selain itu kami cukup idealis karena ingin orang asli di daerah sana yang jadi author untuk memperluas variasi makanan lokal di sana tetap terjaga.”

Peluang bisnis

Hampir separuh pengunjung Endeus mayoritas adalah generasi milenial dengan rentang usia dari 24-35 tahun. Mereka datang dari 10 kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Makassar, Semarang, dan sebagainya. David menuturkan seluruh pengunjung ini rata-rata menyukai mengunjungi konten makanan mengenai modern fusion, hidangan sederhana, dan makanan lokal.

“Selama pandemi, kami melihat kenaikan minat pengunjung untuk mencari konten makanan ringan rumahan, baking, maupun restaurant look a like recipe karena mungkin banyak yang kangen makanan restoran.”

Dari kacamata bisnis, kenaikan traffic ini berdampak pada ekosistem kuliner itu sendiri. Perkembangan inovasi ragam makanan bergerak cepat, mulai dari makanan beku hingga restoran yang mulai agresif mempersiapkan cloud kitchen untuk bertahan. Langkah yang diambil pemilik restoran cukup rasional, mengingat saat ini orang-orang mengurangi aktivitas di tempat keramaian seperti mal dan restoran.

Pada saat yang sama, kebanyakan klien Endeus datang dari sektor makanan, entah itu brand bumbu makanan atau alat masak. Saat pandemi, bisnis mereka tumbuh pesat dan bisa dipastikan tahun depan akan makin agresif karena terus berinovasi merilis produk baru.

David mengaku, ada 3-4 pemain online groceries yang sedang dalam tahap diskusi untuk bekerja sama untuk kemitraan pemasaran, integrasi produk (strategis maupun taktis). Dari sana, ia meyakini posisi Endeus sebagai platform online food media dapat menjembatani kebutuhan online groceries dalam menjangkau para penggunanya.

Dari berbagai survei yang ia kutip, mengatakan online groceries akan menjadi salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat. “Mungkin secara persentase belum besar, namun melalui pandemi, kategori ini berhasil membuka market lebih besar dengan “memaksa” orang belajar dan mencoba belanja grocery dipesan lewat ponselnya.”

Sebelum ada pandemi, media niche seperti Niche ini hadir karena ada pangsa pasar kosong di kategori tersebut, seiring tumbuhnya permintaan terhadap konten makanan, masak sederhana yang digabung dengan milenial dan first time home buyer.

Food category is one of the largest addressable market, baik dari jumlah viewers/users sekaligus business potential. [..] Juga memiliki berbagai potensi revenue stream, selain advertising, as the market and user grow.

Sementara demografi Yummy kurang lebih mirip dengan Endeus, datang dari kalangan usia 18-34 tahun. Mereka juga menyukai konten masakan, dari makanan ringan, jajanan, hingga resep kue. Seluruh konten tersebut diproduksi dengan dua cara, dari tim internal Yummy dan user generated content (UGC) dari komunitas chef (panggilan pengguna Yummy).

Iqbal menuturkan, konten internal dibuat dengan matang,melalui proses brainstorming mengenai apa saja makanan yang sedang tren dan menarik bagi milenial dan Gen Z.

“Lalu chef Yummy akan mengkreasikan makanan tersebut dan dikemas menjadi resep makanan dengan lima langkah mudah, lalu video tutorial dikerjakan. Sedangkan [untuk] konten UGC, semua user dapat membagikan ke aplikasi setelah dikurasi oleh Yummy.”

Diharapkan seluruh konten Yummy dapat memberi inspirasi kaum muda untuk meningkatkan kemampuan memasak, bahkan mendapat ide usaha kuliner. Secara bisnis, Iqbal mengaku perusahaan pernah bekerja sama dengan pemain online grocery dan memperoleh respons positif.

“Saat ini kami masih terus fokus pada tutorial resep masakan berbentuk konten digital. Pada dasarnya, kami akan terus mengeksplorasi dan berinovasi dalam berbagai hal yang dapat mewujudkan visi kami, yakni menginspirasi generasi milenial dan Gen Z untuk cook well, eat well, dan live well.”

Hal yang sama diungkapkan Aprina untuk Cookpad. Mayoritas pengguna Cookpad adalah perempuan dengan rentang usia 25-45 tahun. Malah, saat pandemi ini, pengguna Cookpad datang dari kalangan usia 18 tahun.

Ia mengaku fokus perusahaan adalah mendorong orang untuk kembali ke dapur. Dengan big data yang dimiliki perusahaan, dibangun sistem algoritma yang dapat merekomendasikan resep makanan berdasarkan histori pencarian atau bahan spesifik yang ada di rumah atau berdasarkan momen spesial agar inspirasi masak lebih cepat didapat.

Cookpad tidak ikut memproduksi konten, tetapi sepenuhnya memanfaatkan UGC yang diunggah para pengguna.

Fitur berbasis sosial juga ditambah agar pengguna dapat berinteraksi dengan komunitas di sekitar mereka, dengan mengirimkan Recook, emoji, komentar, atau pertanyaan terkait resep. “Kami merilis video langkah pada awal tahun untuk bantu memvisualkan resep, daripada hanya foto, yang berdurasi maksimal 10 detik.”

Model bisnis Cookpad adalah freemium yang dibanderol seharga Rp40 ribu per bulan. Cookpad Premium membuka akses fitur resep teruji untuk pengguna yang ingin mengurangi risiko gagal dalam memasak. Tampilan resep akan diurutkan berdasarkan tingkat popularitas resep-resep yang sudah teruji pengguna Cookpad.

Sebenarnya, seluruh resep di Cookpad juga bisa diakses secara gratis, tapi pengguna hanya bisa mengurutkan dari resep yang paling baru dirilis. “Cookpad Premium untuk orang-orang yang butuh resep dalam waktu cepat dan enggak mau gagal, biasanya mereka cari untuk resep yang agak kompleks.”

Cookpad berasal dari Jepang dan berdiri sejak 1988. Di negara asalnya, Cookpad memiliki lebih dari 50 juta pengguna aktif. Sementara di luar Jepang, Cookpad telah hadir di 74 negara di seluruh dunia dengan kantor pusat di Inggris. Basis penggunanya disebutkan ada lebih dari 42 juta.


Gambar header: Depositphotos.com

Racikan Teknologi Bawa Kelezatan untuk Bisnis Makanan

Kita sekarang hidup di masa jaya layanan pesan antar makanan. Tidak hanya di kota-kota besar, layanan pesan antar makanan yang diprakarsai dua super app, Grab dan Gojek sudah masuk ke daerah-daerah. Layanan ini mampu mendongkrak pertumbuhan pengusaha makanan. Pengguna dimanjakan dengan kemudahan dan tentunya diskon, di sisi lain banyak yang bergabung sebagai merchant atau mitra penyedia makanan.

Di Indonesia gelombang ini dimulai ketika Gojek memperkenalkan GoFood. Gayung bersambut, ternyata banyak masyarakat yang tak hanya membutuhkan tumpangan yang mudah dan murah tetapi juga butuh mendapatkan makanan yang gampang dan terukur. Grab menyusul hadir dengan GrabFood.

Keduanya kemudian tak terbendung. Meluas setiap tahunnya hingga menjangkau banyak kota di Indonesia. GoFood bahkan tercatat berhasil memiliki 500.000 merchant kuliner, 12 juta menu dengan 96% di antaranya adalah UKM.

“Berkat kepercayaan dan loyalitas konsumen dan mitra merchant terhadap inovasi teknologi yang terus dihadirkan GoFood selama empat tahun terakhir, kami terus menjadi pemimpin pasar di layanan food delivery dan menjadi nomor satu di Asia Tenggara. Transaksi GoFood meningkat sebanyak 2,5 kali lipat dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu dan membukukan 50 juta transaksi di Asia Tenggara setiap bulannya,” klaim VP Corporate Affairs for Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina.

Teknologi di Indonesia pernah beberapa kali hadir dalam bentuk inovasi untuk bisnis makanan. Sebelum maraknya layanan pesan antar makanan ada inovasi katering online. Sebuah layanan yang memungkinkan pengguna memesan menu di tempat katering, secara online. Bedanya, layanan ini menyediakan fitur berlangganan dengan menu yang disesuaikan, seperti menu makanan sehat dan lain sebagainya.

Katering online

Sebelum ramai dengan layanan pengantaran makanan, di Indonesia lebih dulu hadir layanan katering online. Penyedia layanan katering online ini kemudian banyak berinovasi, baik menghadirkan makanan dengan menu terntu hingga bumbu masakan siap masak.

Beberapa layanan penyedia katering online sudah tinggal nama. Black Garlic sudah tak lagi beroperasi sejak tahun 2017 dan Berrykitchen diakusisi Yummy Corp.  Beberapa nama yang masih bertahan di antaranya Kulina, Mealbox, dan Gorry Gourmet. Mereka yang masih bertahan berusaha memberikan inovasi untuk menjaga dan menumbuhkan jumlah penggunanya. Inovasi hadir tak hanya dalam bentuk kecanggihan teknologi tetapi juga pilihan menu atau bentuk berlangganan.

Layanan katering online juga banyak hadir sebagai pelengkap layanan utama. Contohnya Doogether, startup yang fokus pada gaya hidup sehat ini memperkenalkan Doogether Food. Ada juga Lemonilo yang memang dari awal memposisikan diri sebagai penyedia produk sehat yang memiliki marketplace katering online.

Gojek dan Grab sendiri sudah menghadirkan inovasi lanjutan setelah layanan pesan antar yang mereka miliki mendapatkan popularitas dan terbukti bisa menarik banyak pengguna. Cloud Kitchen. Sederhananya, mereka mengumpulkan banyak “dapur” ke dalam satu tempat. Tujuannya jelas, memudahkan pengguna mendapatkan makanannya.

GO-FOOD Kurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai

Ramainya jasa pesan antara bukan tanpa hal negatif. Founder Kulina Andy Fajar Handika menceritakan keresehan yang dialaminya, terutama perkara hal plastik. Menurutnya tren pesan antar makanan meningkatkan konsumsi plastik di masyarakat. Kulina sendiri saat ini mulai memanfaatkan kemasan ramah lingkungan bagi para vendor, sebuah langkah kecil yang diharapkan bisa memberikan pengaruh. Hal yang juga mulai juga dilakukan Grab dan Gojek untuk layanan pesan antar mereka.

“Saya kira ini adalah masalah bersama yang perlu dibicarakan dan dipecahkan. Kita tidak bisa diam saja mengenai hal ini. Bayangkan ratusan ribu, bahkan jutaan tambahan kemasan makanan yang terbuang dan mengotori bumi setiap harinya karena behavior kita bergeser dari makan di warung [pake piring yang dicuci kembali] atau memasak di rumah atau bekal menjadi sesederhana memesan online?,” cerita Andy.

Andy juga menyoroti jika seandainya cloud kitchen hanya menyediakan makanan yang sering dipesan. Kondisi ini menurutnya hanya akan menyempitkan menu-menu yang ada. Bisa jadi pasar akan merespon negatif jika pilihan menu yang disajikan cloud kitchen ini “hanya itu-itu saja”.

Inovasi lainnya

Di sisi lain keberhasilan layanan pesan antar makanan menginspirasi banyak orang menghadirkan beragam solusi melalui teknologi untuk bidang makanan. Salah satunya Madhang, startup asal Semarang ini ingin mengangkat masakan lokal. Mereka memungkinkan mereka yang tidak punya warung sekalipun untuk bisa berjualan makanan melalui aplikasi. Mereka bekerja sama dengan Grab untuk pengantaran makanannya. Yang jadi fokus, semua orang yang bisa masak bisa berjualan, tentunya menu rumahan jadi andalannya.

Bentuk lain dari sinergi dari teknologi dan bisnis makanan hadir dalam bentuk platform direktori makanan dan/atau reservasi makanan. Beberapa di antaranya adalah Zomato, Qraved, dan Eatigo. Ketiganya menghadirkan layanan yang menampilkan informasi mengenai makanan dan restoran di suatu tempat. Tentunya dengan fitur pemesanan dan juga berbagi pengalaman.

Lima Ventura Sasar Investasi di Startup Digital Lewat Inkubator Parama Indonesia (UPDATED)

Perusahaan modal ventura lokal Lima Ventura mengungkapkan pengalihan fokus investasi yang kini mulai mengarah ke startup digital, dari sebelumnya usaha yang masih bergerak di jalur offline. Cara yang ditempuh oleh perusahaan misalnya dengan mengadakan kompetisi tahunan dengan tema startup yang berbeda-beda.

Lima Ventura merupakan perusahaan modal ventura lokal yang sudah berdiri sejak 2011. Managing partner Lima Ventura adalah PT LiMa Rachmat Sejahtera, milik Surachmat Sunjoto selaku pendiri dan pemilik mayoritas. Pemilik lainnya Fadri Effendy dan Yan Rezky Fahza selaku Limited Partner. Aset portofolio dalam kelolaan Lima Ventura saat ini sebesar Rp 50 miliar.

Untuk turut mengambil andil di pengembangan startup digital, perusahaan mendirikan program inkubasi dan akselerasi Parama Indonesia yang sebelumnya bernama Kompetisi Bisnis. Dari situ, Panama mulai menggelar kompetisi tahunan untuk diberikan dukungan pembiayaan dan kerja sama bisnis. Kegiatan baru ini dimulai sejak tahun lalu.

“Lima Ventura sebelumnya membiayai banyak UKM, tetapi untuk kategori startup digital baru melakukan dua kali lewat kompetisi. Sub sektor yang kami pilih sesuai fokus pemerintah [Bekraf],” terang Direktur Parama Indonesia Agni Pratama kepada DailySocial.

Dalam kompetisi tahun lalu, Lima Ventura memilih startup fesyen, dengan pemenang terpilih Voyej Leather Good, perusahaan fesyen apparel anak muda yang berorientasi menjadi pemimpin pasar leather apparel di regional dan Indonesia.

Untuk tahun ini, Panama Indonesia memilih tema startup food tech. Perusahaan telah menetapkan lima startup sebagai pemenang. Mereka adalah Gorry Gourmet (Jakarta), Masaku (Surabaya), Hong Tang (Jakarta), Roast Beef Gusto (Jakarta), dan Yagami Ramen (Bandung). Kelima pemenang ini berhak mendapatkan total dana investasi sebesar Rp15 miliar, dengan besaran nominal diprioritaskan sesuai kebutuhan masing-masing perusahaan.

Agni menjelaskan pihaknya memilih food tech karena sektor food and beverages (FnB) dan teknologi adalah dua sektor ekonomi yang sangat berpotensi baik dari sisi pertumbuhan bisnis maupun market size-nya di skala regional dan nasional. Makanan dan teknologi adalah sub sektor andalan pemerintah yang memiliki kontribusi tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja.

“Makanan dan teknologi merupakan sektor bisnis yang memiliki profitabilitas yang baik. Semua latar belakang itulah yang menjadikan Lima Ventura memiliih sektor tersebut untuk tema kompetisi tahun ini.”

Berikutnya, sambung Agni, Lima Ventura tetap akan mengacu pada sub sektor ekonomi kreatif yang berpotensi pada dampak bisnis, sekaligus berkontribusi pada PDB dan penyerapan tenaga kerja.

Tak hanya pendanaan yang diberikan Lima Ventura. Pemenang juga akan diberi pendampingan dengan jaringan yang dimiliki perusahaan. Tujuannya agar mereka dapat mempercepat penetrasi pasar.


*Terdapat perbaikan nama