Fitur Wi-Fi Dual Station di Windows 11 Janjikan Latensi Serendah Menggunakan Ethernet

Latensi adalah musuh utama gamer kompetitif, dan itulah mengapa banyak gamer lebih memilih untuk terhubung via Ethernet ketimbang Wi-Fi, bahkan saat menggunakan laptop sekalipun.

Namun tidak selamanya harus seperti itu. Kalau Anda memiliki laptop Windows 11 yang dibekali chip Wi-Fi 6 dan Wi-Fi 6E besutan Qualcomm (FastConnect), maka Anda bisa menikmati fitur bernama Wi-Fi Dual Station untuk menekan latensi secara drastis pada koneksi nirkabel yang digunakan.

Sedrastis apa memangnya? Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Qualcomm menggunakan access point Wi-Fi 6 yang tersedia untuk umum, Wi-Fi Dual Station sanggup mencatatkan latensi 4x lebih rendah ketimbang koneksi Wi-Fi standar, sekaligus mampu menyajikan gameplay bebas jitter secara konsisten.

Qualcomm bahkan tidak segan menyebut pengalamannya mirip seperti yang didapat jika perangkat terhubung ke internet via Ethernet, dan ini tentu bakal sangat bermanfaat dalam konteks gaming kompetitif secara online.

Menurut Qualcomm, rahasianya terletak pada teknologi 4-Stream Dual Band Simultaneous (DBS) rancangannya, yang memungkinkan perangkat untuk terhubung ke jaringan 2,4 GHz dan 5 GHz di saat yang bersamaan (atau 6 GHz jika tersedia). Dengan begitu, problem seputar latensi yang terjadi di salah satu frekuensi dapat langsung ditangani secara cepat di tingkatan sistem.

Apakah ini berlaku untuk semua game online? Well, semua tergantung dukungan dari masing-masing developer. Sejauh ini, ada Valve yang sudah menambahkan support awal terhadap Wi-Fi Dual Station pada Steamworks SDK, yang berarti fitur ini kompatibel dengan semua game yang memanfaatkan SDK tersebut untuk keperluan networking, contohnya Dota 2 dan CS:GO.

Selain developer, Wi-Fi Dual Station juga sudah mendapat dukungan penuh dari pihak OEM maupun penyedia teknologi seperti Acer, Lenovo, AMD, dan Microsoft sendiri. Jadi, jangan kaget kalau ke depannya kita bakal melihat Wi-Fi Dual Station sebagai salah satu fitur yang diunggulkan oleh laptop gaming.

Di saat yang sama, fitur ini semestinya juga bisa menjadi nilai tambah Windows 11 bagi kalangan gamer di samping DirectStorage dan Auto HDR.

Sumber: Tom’s Hardware dan Qualcomm.

eSport Pelan-Pelan Mencuri Penonton Olahraga ‘Sungguhan’?

Perdebatan mengenai apakah eSport dapat dikategorikan sebagai olahraga terus berlangsung hingga hari ini. Di satu sisi, penyajiannya hampir mirip catur atau pertandingan poker. Tapi beberapa orang berargumen, kurangnya elemen fisik di eSport menyebabkannya tidak bisa dianggap olahraga. Terlepas dari itu, eSport memang terbukti mengancam kepopularitasan olahraga fisik.

Basis argumentasi tersebut sebetulnya lebih bersifat semantik, namun meski keduanya berhasil menghimpun penggemar masing-masing, persaingan di jumlah penonton tetap ada. Dan bersumber pada data firma riset Newzoo, terungkap bahwa eSport perlahan-lahan mencuri pemirsa olahraga ‘sungguhan’. Asosiasi-asosiasi dari berbagai cabang olahraga menyadari hal ini dan memaksa mereka untuk beradaptasi.

Berdasarkan studi di kawasan Amerika Serikat, eSport kini sama populernya dengan baseball ataupun hoki, menjadi hobi 22 persen khalayak dengan rentang umur 21 sampai 35 tahun. 76 persen dari mereka mengakui bahwa menyaksikan eSport mengambil waktu yang biasa mereka gunakan buat menonton pertandingan olahraga favorit. Bagi beberapa orang, eSport bahkan merupakan satu-satunya ‘olahraga’ kesukaan mereka.

Sedikit fakta menarik: kurang lebih ada 20 juta penggemar eSport di seluruh dunia, enam juta berada di Amerika, dan mereka sama sekali tidak mengikuti/menonton baseball, hockey, bola basket, serta American football.

Umumnya, fans eSport ialah orang-orang berusia muda dan hal ini membuatnya bernilai tinggi. Sebagai perbandingan: 56 persen dari total pemirsa American football berumur di atas 35 tahun, sedangkan 76 persen penggemar eSport berusia 35 tahun ke bawah. Menurut Newzoo, khalayak millennial (21-35 tahun) mempunyai karakteristik cara mengonsumsi media yang berbeda dari orang berusia lebih tua. Video game dan eSport menantang serta memberi sensasi yang tidak mereka rasakan di jenis hiburan lain.

Dari pengamatan Newzoo, eSport menyimpan potensi bisnis senilai miliaran dolar. Di tahun ini saja, pemasukan dari penjualan merchandise, tiket, hak tayang, perusahaan-perusahaan media, serta pemberian sponsor mencapai angka US$ 500 juta. Bila eSport dapat jadi sebesar NBA, ia tidak akan kesulitan meraup US$ 2,5 miliar. Itulah alasannya eSport jadi perhatian para investor.

Di September kemarin, Philadelphia 76ers mengakuisi dua tim eSport yaitu Team Dignitas dan Team Apex; difokuskan ke permainan League of Legends, Counter-Strike: GO, Overwatch, Heroes of the Storm dan Smite. Lalu para eksekutif dan pemilik tim NBA, NHL, MLB, serta MLS juga diketahui menanam saham di ranah gaming kompetitif.

Laporan lengkap Newzoo bisa Anda unduh lewat tautan ini.

Sumber: Games Industry. Gambar header: IBTimes.

Lewat Street Fighter V, Capcom Akan Lebih Menyeriusi Esport

Lewat Street Fighter, Capcom memiliki warisan gaming kompetitif yang jauh lebih tua dari judul-judul esport populer saat ini. Sayang entah bagaimana, ia tidak sesignifikan Dota 2 atau League of Legends, dan organisasi seperti MLG saja malah memilih Mortal Kombat. Tapi menjelang kehadiran game terbarunya, publisher mengambil sebuah arahan baru pula.

Kepada Games Industry, director of brand marketing Capcom Matt Dahlgren mengungkap strategi mereka selanjutnya dalam menyuguhkan gaming kompetitif secara lebih serius. Langkah tersebut diambil bertepatan dengan momentum pelepasan Street Fighter V yang segera tiba tidak lama lagi, sekaligus menjelaskan alasan mengapa Capcom memutuskan untuk merilis permainan hanya di PlayStation 4 dan PC.

Capcom Street Fighter Esport 01

Capcom memang sudah melihat kendala yang menghentikan Street Fighter masuk lebih dalam ke ranah esport. Judul-judul terdahulu seolah-olah disajikan untuk satu komunitas khusus. Pada dasarnya, gamer susah buat bermain bersama-sama, kemudian sistem leaderboard online juga tersegmentasi. Dengan begitu, Capcom kesulitan dalam mencari dan mengkomparasi kemampuan pemain-pemain terbaik.

Penandatanganan perjanjian eksklusif bersama Sony tentu mempunyai maksud. Banyak gamer tidak sadar, perbedaan platform menyimpan sejumlah problem. Ambil contohnya Street Fighter IV. Tingkat input lag versi Xbox 360 terhitung lebih kecil dari PlayStation 3. Artinya, tiap tekanan pada tombol mempunyai selisih respons ke action sepersekian detik. Pemain casual mungkin tidak menyadarinya, tetapi hal tersebut sangat dirasakan para veteran.

Capcom Street Fighter Esport 02

Melalui standarisasi platform, masalah input lag bisa teratasi. Dahlgren tidak banyak membahas soal versi Windows, namun kita tahu Street Fighter V menawarkan fitur cross-platform play, memungkinkan gamer di Windows, PS4 dan Linux bermain bersama. Dengan cara ini, Capcom dapat menciptakan sebuah standar turnamen. Keuntungan lain bagi IP klasik semisal Street Fighter adalah komunitasnya dibangun oleh para fans sendiri.

Kekuatan Street Fighter dibanding genre MOBA atau game berbasis tim ialah, ia merupakan kompetisi satu lawan satu murni. Hanya akan ada satu pemenang, dan khalayak juga lebih mudah menikmati pertandingannya. Menariknya lagi, Capcom mengubah cara mereka menyikapi Street Fighter sebagai esport. Dahulu sang publisher enggan ber-partner karena banyak dari perusahaan memperlakukan esport layaknya bisnis.

Capcom Street Fighter Esport 03

Jadi bukannya berkolaborasi bersama MLG atau ESL, Capcom menggandeng Twitch dan mendirikan liga Pro Tour di tahun lalu. Publisher turut mengadopsi elemen free-to-play, karena formula ini terbukti populer dalam game-game esport, seperti penggunaan in-game currency dan update konten berkala – meski Street Fighter V tetap bukanlah permainan F2P. Capcom bilang, tidak ada versi ‘Super’ atau ‘Ultra’ di waktu ke depan.

Street Fighter V akan meluncur pada tanggal 16 Februari besok di PlayStation 4 dan PC.

Gambar header: StreetFighter.com.

ESPN Luncurkan Portal Resmi Esport

Bagi banyak orang, nama ESPN selalu lekat dengan penayangan beragam program dan pertandingan olahraga. Sebagai pionir di bidang itu, ESPN sempat mengungkap kegembiraan dan sedikit ketertarikan pada esport berkat suksesnya The International 2014. Tapi upaya menciptakan ‘ESPN-nya esport‘ malah terdengar dari Activision Blizzard saat mereka mengakuisisi MLG.

Mengejutkannya, Activision malah didahului oleh ESPN sendiri. Channel spesialis acara olahraga yang oleh dimiliki Disney tersebut meluncurkan portal esport resmi mereka. ESPN Esport saat ini fokus pada tiga judul permainan, yaitu League of Legends, Dota 2 dan Hearthstone. Di sana, Anda bisa menyimak artikel-artikel serta video feature dan rekaman pertandingan.

Langkah ini terbilang menarik karena presiden ESPN John Skipper dahulu pernah bilang bahwa esport bukanlah olahraga. Ia menjelaskan, seperti pertandingan catur dan checkers, esport lebih cocok dikategorikan sebagai kompetisi. Skipper juga menuturkan, dirinya lebih tertarik pada ‘olahraga sungguhan’. Tanpa memberi aba-aba, langkah tersebut dieksekusi ESPN kurang dari dua minggu setelah Activision membeli Major League Gaming.

Di sebuah artikel, senior writer Darren Rovell menjelaskan, perhatian publik pada esport telah melambung tinggi dari mulai penyebarannya di Asia dan Eropa hingga tiba di Amerika. Ia mengambil contoh dari penjualan tiket final League of Legends World Championship 2013 yang ludes cuma dalam tiga menit, ditambah selalu habisnya tiket Dota 2 The International selama dua tahun berturut-turut.

Hebatnya lagi, esport juga tidak kalah seru jika disaksikan secara online. Berdasarkan pengakuan Riot Games, final League of Legends antara SKT dan Koo Tigers beberapa bulan silam ditonton oleh 14 juta pasang mata bersama-sama. Saat ini, terhitung ada 200 gamer profesional berpartisipasi di ranah tersebut, dengan pemasukan minimal sekitar US$ 40.000. Buat perbandingan, uang sebanyak itu dihasilkan oleh pemain tennis urutan ke-150 atau pegolf urutan ke-330 dunia selama satu tahun.

Aspek lain yang memperkuat argumentasi bahwa esport sangat mirip olahraga sejati ialah tiap-tiap tim gamer memiliki pelatih, manager, analis, serta psikolog sendiri. Gamer profesional tidak perlu memikirkan hal apapun kecuali pertandingan.

Untuk sekarang, ESPN baru mengonfirmasi dukungan pada tiga judul game di atas. Namun di bagian bawah website, kita dapat menyaksikan video recap dari final WCS StarCraft 2 2015 di BlizzCon. Ada kemungkinan ESPN akan merangkul lebih banyak permainan kompetitif, termasuk Smash Bros. berdasarkan info dari tweet general editor.

Daftar Kartu Grafis Terbaik Buat Gamer Profesional

Esport dan virtual reality, dua hal ini disebut-sebut sanggup membuat kompetisi kartu grafis kembali bergengsi. Memang tidak berarti produsen semisal Nvidia atau AMD merugi, namun melihat kondisi saat ini, pasar butuh gebrakan baru. Ketika device VR menuntut kebutuhan hardware cukup tinggi, gaming kompetitif berada di tingkat yang lebih terjangkau. Continue reading Daftar Kartu Grafis Terbaik Buat Gamer Profesional

Mari Sambut Wajah Baru NXL, Tim eSport Tersukses di Indonesia

Perjalanan panjang telah ditempuh Richard Permana sejak ia mendirikan NXL sembilan tahun silam. Beragam upaya dan perjuangan Richard dan kawan-kawan lalui demi merealisasikan visi mereka: membuat nama Indonesia harum di kancah industri eSport dunia. Tim NXL adalah salah satu pencetus dan bagian penting dari bangkitnya olahraga elektronik nusantara. Continue reading Mari Sambut Wajah Baru NXL, Tim eSport Tersukses di Indonesia

Nvidia Ungkap GeForce GTX 960 Buat Penuhi Kebutuhan Gaming Kompetitif

Disebut oleh sang pembuatnya sebagai keajaiban teknik, arsitektur Maxwell dalam chip grafis Nvidia mengedepankan efisiensi sekaligus performa. Generasi terbarunya pertama kali mendarat sebagai GPU mobile untuk notebook, kemudian diperkenalkan ke desktop melalui varian high-end GTX 980 dan GTX 970. Kita tahu, versi mainstream-nya hanya tinggal menunggu waktu. Continue reading Nvidia Ungkap GeForce GTX 960 Buat Penuhi Kebutuhan Gaming Kompetitif