Grab Luncurkan Layanan Multi-stop Ride, Ekspansi GrabBike ke Yogyakarta dan Semarang

Setelah sebelumnya baru menghadirkan layanan transportasi on-demand untuk kendaraan roda empat di Yogyakarta, kini Grab juga meluncurkan layanan moda transportasi sepeda motor, yakni GrabBike (untuk berkendara) dan GrabExpress (untuk pengiriman barang). Selain di Kota Yogyakarta, dalam waktu yang sama layanan GrabBike juga berekspansi ke Kota Semarang.

Ekspansi layanan tersebut makin memperkuat manuver Grab di sebelas kota di Indonesia. Sebelumnya layanan ojek online dari kedua pesaingnya, Go-Jek dan Uber, telah terlebih dulu masuk ke wilayah tersebut.

Dalam kesempatan yang sama Grab juga meluncurkan fitur terbarunya untuk pengguna di Indonesia, yakni Multi-stop Rides. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menambahkan jalur rute tujuan saat menggunakan GrabCar, GrabBike dan GrabTaxi tanpa harus memesan ulang layanan. Sebagai catatan, penumpang hanya diperbolehkan berhenti selama maksimal 5 menit saat transit. Jika waktu transitnya lebih lama, disarankan untuk memesan trip yang terpisah.

 

Cara penggunaan fitur Multi-stop Rides / Grab
Cara penggunaan fitur Multi-stop Rides / Grab
Application Information Will Show Up Here

Grab Indonesia Resmikan Layanan “Carpooling” Sosial GrabHitch Mobil

Aplikasi ride hailing Grab meresmikan layanan carpooling sosial GrabHitch Mobil di Indonesia, setelah terlebih dahulu memperkenalkan GrabHitch Motor pada Oktober 2016 yang lalu.

Layanan ini menyasar para komuter reguler, seperti kalangan profesional, manajer, eksekutif, dan lainnya sebaga pengemudi yang memiliki kursi ekstra di mobilnya untuk menjemput teman seperjalanan (pemesan) dengan rute yang sama. GrabHitch Mobil baru bisa digunakan pada awal Juni nanti, namun bakal mengaspal di empat kota, yakni Jakarta, Bandung, Malang, dan Surabaya.

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengklaim GrabHitch adalah bentuk aksi sosial perusahaan dalam rangka mengurangi jumlah mobil berpenumpang tunggal yang melakukan perjalanan menuju atau dari pusat kota setiap harinya.

Tak hanya itu, Grab ingin mendorong semakin banyak orang untuk bepergian bersama dalam satu kendaraan, sekaligus meningkatkan pengalaman pengguna aplikasi Grab makin mulus.

“Grab berkomitmen untuk senantiasa berinovasi agar dapat membantu memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat Indonesia. [..] Kami tidak melakukan sharing profit [untuk GrabHitch] karena memang tidak ada profit di sini, sekadar mengurangi biaya perjalanan, [GrabHitch] hanya untuk memperluas pemakaian teknologi dari Grab saja,” ujar Ridzki, Rabu (24/5).

[Baca juga: Riset Jana: Grab adalah Aplikasi On-Demand Paling Banyak Dipasang di Indonesia, Go-Jek Paling Aktif Dipakai]

Keempat kota yang dipilih Grab untuk GrabHitch Mobil, menurut laporan dari Global Traffic Scorecard, termasuk kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di Indonesia. Mengutip dari laporan BPS di 2014, ada 3 juta mobil penumpang yang beredar di Jakarta, dengan pertumbuhan sekitar 8,75% per tahun.

“Kami perkenalkan GrabHitch Mobil sebagai tindak lanjut atas kesuksesan dari peluncuran GrabShare dan GrabHitch Motor, serta dipacu oleh kenyataan bahwa smakin banyak masyarakat yang menggunakan layanan carpool.”

Perbedaan antara GrabHitch dan GrabShare

Untuk membandingkan lebih jauh antara layanan GrabShare yang sebelumnya telah hadir, Ridzki menjelaskan bahwa GrabHitch Mobil diinisiasikan oleh pengemudi itu sendiri yang sebelumnya menentukan rute perjalanan regulernya.

Ketika pengemudi sudah membuat rute, maka sistem akan mencari pemesan dengan rute yang kurang lebih sama. Setiap pengemudi dalam seharinya hanya dapat melayani dua perjalanan dengan masing-masing perjalanan dapat menampung maksimal empat kursi.

“Sementara untuk biaya GrabHitch Mobil sebesar Rp1.500 per km. Biaya indikasi ini akan lebih murah hingga 50% dari layanan on demand seperti GrabCar, yang tarifnya sesuai demand pada saat itu.”

Sedangkan dari segi pengemudi GrabHitch adalah pengemudi reguler yang mendaftarkan diri untuk layanan GrabHitch Mobil dalam aplikasi penumpang Grab.

Untuk pemesanannya harus dilakukan secara di muka, antara 15 menit sampai 7 hari sebelum penjemputan. Adapun sistem pembayarannya, Grab menyediakan dua opsi yakni secara tunai atau memanfaatkan GrabPay.

“Dari segi pengemudi juga berbeda. Kalau GrabShare adalah pengemudi profesional GrabCar Ekonomi yang terdaftar untuk mengoperasikan layanan komersial. [..] Pengguna bisa membandingkan sendiri kedua layanan ini. GrabHitch memang lebih murah, namun tidak fleksibel. Sedangkan GrabCar menang dari sisi elastisitasnya.”

Para pengemudi yang tertarik bergabung, mereka hanya perlu mendaftar melalui aplikasi Grab. Caranya mengklik ikon GrabHitch (Nebeng) Mobil, pilih tombol ‘Be a GrabHitch Driver Now’ dan ikuti instruksi yang tertera.

Dokumen yang perlu dilengkapi di antaranya SIM A, KTP, STNK, dan memiliki mobil pribadi dengan asuransi mobil. Pengemudi juga diharuskan berumur minimal 18 tahun dengan pengalaman mengemudi selama 1 tahun.

Application Information Will Show Up Here

Riset Jana: Grab adalah Aplikasi On-Demand Paling Banyak Dipasang di Indonesia, Go-Jek Paling Aktif Dipakai

Di Indonesia persaingan layanan on demand transportasi mengerucut ke beberapa pemain besar. Nama-nama seperti Go-Jek, Grab, dan Uber menjadi tiga layanan yang paling dikenal dan digunakan masyarakat. Dalam sebuah survei yang dikeluarkan oleh perusahaan pengiklanan asal Amerika Serikat Jana untuk pasar Indonesia per Januari 2017 aplikasi Grab paling banyak diunduh, namun Go-Jek masih menjadi layanan yang memiliki pengguna aktif terbanyak.

Data yang dikeluarkan Jana mengukur perkembangan aplikasi dan pengguna aktif dari tiga layanan on demand transportasi di Indonesia, Uber, Go-jek, dan Grab dari tahun 2015. Dari bulan September 2015 sampai dengan Januari 2017, ketiga layanan tersebut mengalami pertumbuhan instalasi aplikasi. Baik Go-Jek, Uber, maupun Grab tumbuh dengan rata-rata penetrasi berkisar di 2-3% tiap tahunnya.

Statistik Jana soal layanan transportasi online di Indonesia
Statistik Jana soal layanan transportasi online di Indonesia

Untuk pertumbuhan sebenarnya Uber mengalami lonjakan yang signifikan dari Oktober 2016 sampai dengan Januari 2017. Masyarakat yang memasang aplikasi Uber di perangkat mobile mereka tumbuh mencapai 5%, lebih tinggi jika dibanding keduanya. Per Januari 2017 Grab merupakan layanan yang paling banyak di-install dibanding dua yang lain, namun untuk jumlah pengguna aktif harian Go-Jek masih memimpin.

Ramainya diversifikasi layanan Go-Jek

Salah satu alasan banyaknya pengguna aktif harian Go-Jek terdapat pada banyaknya jenis layanan yang ditawarkan. Go-Jek telah melebarkan sayap ke layanan lain seperti jasa pengantaran makanan, jasa pengataran dokumen, dan lain-lain. Jangkau wilayah Go-Jek juga lebih luas jika dibanding yang lain.

Melihat data Jana dan peta persaingan layanan on demand, fokus tidak lagi hanya bagaimana mereka mengantarkan orang. Persaingan mulai mengarah ke bagaimana layanan ini terintegrasi dengan layanan lain untuk semakin memudahkan masyarakat. mulai dari pengantaran makanan, pengataran barang, layanan bersih-bersih rumah, service mobile, hingga layanan pembayaran atau uang digital.

Grab Indonesia Resmikan Pusat R&D di Kudoplex Jakarta

Setelah resmi mengakuisisi Kudo bulan April yang lalu, hari ini Grab mengumumkan laporan 3 bulan terakhir pasca mengumumkan investasi sebesar $ 700 juta di Indonesia. Kepada Media hari ini Group CEO dan Co-founder Grab Anthony Tan menyebutkan, hasil dari akuisisi tersebut adalah diresmikannya pusat R&D (research and development) Center di Kudoplex Jakarta Selatan. Gedung yang memiliki luas 4500 meter persegi tersebut, direnovasi menyesuaikan fungsi dan rencana dari R&D Center Grab di Indonesia.

“Melalui teknologi kolaborasi antara Kudo dan Grab diharapkan bisa merangkul lebih banyak lagi talenta muda di Indonesia, untuk belajar dan mendapatkan informasi teknologi terkini dari Facebook, Google, Amazon dan pengajar R&D Center Grab di beberapa negara,” kata Anthony.

Saat ini R&D Center Grab telah menampung sekitar 100 engineer muda yang mendapatkan pengajaran, pelatihan terpadu di Kudoplex. Untuk selanjutnya Grab dan Kudo menargetkan bakal menambah jumlah tersebut hingga 200 engineer hingga akhir tahun 2017.

“Tentunya pengembangan pusat R&D Center Grab dan Kudo merupakan tahap awal dari kolaborasi yang ada. Nantinya kami juga akan mengembangkan GrabPay (solusi pembayaran mobile Grab) yang saat ini telah tersedia di aplikasi Grab agar bisa lebih mudah digunakan oleh pengguna,” kata COO dan Co-founder Kudo Agung Nugroho.

Integrasi lainnya yang dilancarkan Kudo dan Grab adalah memanfaatkan penuh tenaga agen Kudo yang saat ini telah tersebar di seluruh Indonesia dan berjumlah 400 ribu agen, untuk kemudian mengembangkan layanannya menawarkan calon pengemudi GrabBike yang tertarik untuk bergabung. Selain itu mitra pengemudi Grab juga akan memperoleh sumber pendapatan baru melalui aplikasi Kudo dengan menjadi agen dan menjual barang-barang secara online kepada konsumen. Tim engineering Kudo dan Grab telah menciptakan modul onboarding di aplikasi Kudo.

“Dengan diresmikannya R&D Center di Kudoplex serta integrasi antara agen Kudo dan mitra pengemudi Grab, diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, sekaligus menciptakan talenta muda yang berbakat dalam dunia teknologi,” kata CEO dan Co-founder Kudo Albert Lucius.

Sebagai bagian dari tahap pertama, Grab telah menyelesaikan proses integrasi dengan Kudo, platform O2O (online to offline) di Indonesia. Sementara itu fokus utama dari pelatihan di R&D Center adalah lebih kepada kemajuan teknologi di Grab serta pengolahan big data milik Grab.

“Dari total investasi yang ada untuk teknologi, Grab telah menggelontorkan dana sekitar $ 100 juta di Indonesia, untuk selanjutnya kami akan menambah jumlah tersebut dengan tujuan untuk menemukan startup berkualitas seperti Kudo di Indonesia,” kata Anthony.

Tahap 2 dari Grab 4 Indonesia

Pencapaian dan rencana lainnya yang disampaikan Grab dalam kesempatan hari ini (18/05) di Jakarta adalah melahirkan 5 juta wirausahawan mikro di Indonesia pada tahun 2018, meningkatkan jumlah tenaga kerja Indonesia dalam sektor teknologi menjadi ratusan orang hingga akhir tahun ini.

Dalam presentasinya, Managing Director Grab Indonesia Ridzky Kramadibrata mengungkapkan, hingga kini market share dari Grab telah mencapai 70% untuk GrabCar dan GrabBike, telah melayani sekitar 2,3 juta pengantaran setiap hari di Asia Tenggara, 50% layanan tersebut berasal dari Indonesia, pertumbuhan untuk layanan transportasi meningkat hingga dua kali lipat dalam waktu 6 bulan dan saat ini telah tersedia di 500 kota.

“Sejak awal kami tetap fokus kepada 3 pilar dari misi Grab di Indonesia, yaitu inklusi finansial, R&D Center dan peningkatan akses terhadap pembayaran mobile dan peluang pembiayaan di seluruh Indonesia. Di tahap kedua ini kami akan lebih mempercepat proses yang ada,” kata Ridzky.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

It’s a Payment War, not a Ridesharing Battle

As it became official today — Kudo has just been acquired by Grab. This just confirmed my theory that I fought for in a WhatsApp conversation with a startup friend: This SE Asia region war isn’t in the ridesharing space, but actually in the payment space — and Uber might be losing out.

Let’s look back and track how the two companies are doing it:

Go-Jek — yes they started with a ridesharing, and then expanded even more successfully in the food delivery space: GoFood. After that it keeps adding more use-cases (Go Massage, Go Glam, and more) and became an on-demand platform (for platform play, see WeChat in China).

At first, I was thinking that Go-Jek was aiming to become WeChat indeed — adding all things into one app and become the go to platform in our daily life. I heard they are even on the verge of closing a $1B round from Tencent (HA!).

But after launching their payment platform, GoPay, and basically just subsidize the whole lot of use-cases for the sake of people pumping money inside its wallet. Now, I’m confirmed that in fact this is a payment war.

It is the war to actually banking the unbanked.

If you think about it Go-Jek (and possibly Grab) are creating its own ecosystem with its drivers — they are essentially the drivers’ bank by holding their income and in fact even enabling them to buy things through its payment system. Imagine this: whatever things that Go-Jek sell to its drivers — most likely they might buy it e.g. micro insurance or even a loan.

With Go-Jek present in technically all big cities in Indonesia and potentially all cities soon, it has the (huge) potential to become THE bank for people who are usually out of reach from the traditional banks.

Now on top of that growing ecosystem is also all the middle class who are becoming more and more used to using Go-Jek, that having millions on its GoPay system are a norm rather than the exception today.

Back to the big news of the day (congratulations for Albert and Agung — you two never cease to amaze me, and can’t thank you guys enough to be our early paying customers), at the other side of the arena, Grab is a bit too late in expanding its use-cases, such as its GrabFood (May 2016) and even its payment system.

While its ride-sharing market share isn’t that far from Go-Jek, it has to add more users and more use-cases to its platform to make the payment (or digital bank) works. Kudo, who’s basically went from 0 to $100m (the unconfirmed value of the acquisition) in just 2 years, has tens of thousands agents on the field who are giving access to:

a) e-commerce for those who aren’t familiar with it and doesn’t even trust it and,

b) banking the unbanked, again, by its payment platform

By buying Kudo, Grab gained access to its ever expanding ground workers who are acquiring more and more users. While this might not beat GoPay, yet, it is a step in the right direction and in my opinion — they might be buying Kudo while it still can (in terms of valuation) 🙂

I’m going to close this post with two predictions:

1) Similar players to Kudo such as Ruma (one of the most awesome — yet under the radar startup by the way!) and or players like Kioson might be on the radar of Go-Jek to expand its payment user base

2) In the (near) future, Go-Jek might not be acquired by a “similar” player such as Uber and or Didi but in fact payment players such as Ant Financial.

What do you think? 🙂


Disclosure: This post is originally written by Joshua Kevin and has been republished with permission. He’s Founder of Talenta.co. Read the original post in here.

Kemitraan Tokopedia dan GrabParcel Hadirkan Opsi Pengiriman Barang Sehari Sampai

Bertujuan untuk memberikan pilihan pengantaran barang lebih mudah dan cepat, layanan online marketplace Tokopedia menjalin kemitraan strategis dengan Grab. Untuk semua penjual dan pembeli layanan Tokopedia, kini bisa memilih pengantaran barang dalam hari yang sama atau same day service dengan menggunakan GrabParcel baru tersedia hanya di Jakarta.

Selain same day service, GrabParcel juga menyediakan next day service. Untuk layanan tersebut selama bulan April 2017 ini bisa dinikmati dengan harga Rp 2.500 per kilogram, dan hanya berlaku di kawasan Jadetabek.

“Kehadiran GrabParcel tentu akan semakin memudahkan pengguna kami, baik penjual maupun pembeli,” kata Chief of Staff Tokopedia Melissa Siska Juminto.

Kini penjual tidak perlu repot-repot lagi mengantar paket ke agen pengiriman karena kurir GrabParcel bisa langsung datang ke rumah atau toko penjual yang bersangkutan. Kerja sama ini diklaim merupakan terobosan yang efektif untuk para penjual online yang sangat mengutamakan kecepatan pengiriman.

Terkait dengan batas waktu atau kontrak yang dijalin, tidak disebutkan secara pasti kapan kemitraan Tokopedia dan GrabParcel akan berakhir. Untuk saat ini dan selanjutnya, kedua belah pihak tetap fokus untuk memberikan kemudahan masyarakat Indonesia dalam bertransaksi online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kami berharap kemudahan ini mendorong lebih banyak lagi peluang dan kepercayaan masyarakat Indonesia yang lahir, dimulai dari Tokopedia,” kata Melissa.

Inisiatif Grab membantu pelaku UKM dan entrepreneur lokal

Saat ini pilihan pengantaran Tokopedia dengan menggunakan GrabParcel sudah bisa dinikmati oleh pengguna Tokopedia. Untuk selanjutnya pihak Grab tidak menutup kemungkinan, akan dilancarkan pula kerja sama lainnya dengan Tokopedia, untuk mendukung para pelaku UKM dan entrepreneur di Indonesia, sesuai dengan rencana dan inisiatif Grab untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

“Melalui kerja sama dengan Tokopedia, Grab berharap dapat berkontribusi pada program pencapaian target Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan memberikan kemudahan kepada para pebisnis online dalam proses pengiriman barang melalui layanan GrabParcel ini,” kata Marketing Director, Grab Indonesia Mediko Azwar.

Sebagai upaya untuk memperdalam jangkauan pasar di Indonesia, sebelumnya Grab dikabarkan telah melakukan akuisisi terhadap Kudo, startup lokal yang memfokuskan pada pengembangan layanan assistive e-commerce. Nilainya berkisar $100 juta atau setara dengan Rp1.3 triliun.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab Resmi Akuisisi Kudo

Layanan on-demand Grab akhirnya resmi mengakuisisi Kudo dengan nilai yang tak disebutkan. Sebelumnya rumor kencang menyebutkan nilai transaksinya ini mencapai lebih dari $100 juta (lebih dari 1,3 triliun Rupiah). Disebutkan bahwa tim Kudo akan bergabung mengembangkan platform pembayaran GrabPay. Meskipun demikian, Grab tetap mendukung dan mengakselerasi penyebaran jaringan agen Kudo ke seluruh Indonesia.

Kudo yang diinisiasi di akhir 2014 adalah platform yang membantu orang-orang yang tidak memiliki akses ke sistem pembayaran digital untuk bertransaksi secara online, atau dikenal dengan istilah assisted commerce. Kekuatan Kudo adalah jaringan agen yang berjumlah ratusan ribu dan tersebar di seluruh Indonesia.

Langkah akuisisi ini merupakan bagian komitmen Grab4Indonesia senilai $700 juta yang dicanangkan awal Februari lalu. Dana tersebut bakal digunakan untuk membangun R&D Center dan beberapa inisiatif lainnya dalam 4 tahun ke depan.

Dalam pernyataannya, Grab menyebutkan, “Tim Kudo akan bergabung dengan Grab dan platform Kudo akan diintegrasikan dengan ekosistem pembayaran Grab [GrabPay]. Grab juga akan mendukung dan mengakselerasi ekspansi jaringan agen Kudo di seluruh Indonesia, dan meningkatkan jangkauan Kudo untuk membawa lebih banyak penumpang, pengemudi, dan pengguna GrabPay ke dalam platform Grab.”

 

Kepada DailySocial, CEO Kudo Albert Lucius mengkonfirmasi mereka tetap mengurusi bisnis assisted commerce. Albert mengatakan, “Tetap dua-duanya, assisted commerce dan pembayaran. Assisted commerce bakal menjadi contoh (use case) [sistem] pembayaran.”

GrabPay untuk layanan e-money

Peresmian Go-Pay dari Go-Jek sebagai platform e-money sebagai hasil akuisisi MV Commerce menambah tekanan terhadap GrabPay untuk menjadi platform pembayaran alternatif di Indonesia.

GrabPay telah mendukung top up melalui transfer bank, jaringan Alfamart Group, Mandiri eCash, dan Doku Wallet. Meskipun demikian, GrabPay belum mendukung top up melalui mitra pengemudi seperti halnya Go-Pay. Hal ini yang nampaknya bakal dibidik dengan pengintegrasian platform Kudo.

CEO Grab Anthony Tan dan CEO Kudo Albert Lucius / Grab
CEO Grab Anthony Tan dan CEO Kudo Albert Lucius / Grab

Tantangan GrabPay berikutnya adalah pemanfaatan GrabPay yang lebih luas, tak hanya untuk penggunaan transportasi. Penggunaan GrabPay untuk GrabFood misalnya, bakal meningkatkan nilai rataan transaksinya. Sinerginya dengan Lippo Group dan Kudo bisa mendorong pemanfaatan GrabPay untuk pembayaran layanan e-commerce.

Yang terakhir GrabPay seharusnya sudah bertransformasi menjadi layanan e-money berikutnya. Entah apakah mereka sudah mengajukan hal ini ke Bank Indonesia atau melakukan cara yang sama dengan akuisisi terhadap pemilik lisensi, GrabPay harus memiliki kemampuan yang setara dengan Go-Pay agar dapat bersaing.

Untuk meningkatkan fokus terhadap GrabPay sebagai produk potensial masa depan, Grab telah menunjuk Jason Thomson, yang sebelumnya pernah mengepalai unit Euronet untuk EMEA dan Asia, untuk memimpin divisi ini.

Application Information Will Show Up Here

Beriringan tapi Tidak Sejalan, Tanggapan Terhadap Permenhub Nomor 32 Tahun 2016

Hari Jumat, (23/3), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada media mengatakan bahwa Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sudah final. Tidak ada akan dilakukan revisi kembali. Hal ini didukung dengan diadakannya sosialisasi kepada pihak yang terkait hari Minggu kemarin.

Dalam kesempatan tersebut, Budi Karya kembali memaparkan bahwa tujuan peraturan tersebut dirilis untuk membangun kesetaraan agar penyaji jasa transportasi online atau berbasis aplikasi dan taksi konvensional dapat berjalan secara beriringan.

Apakah bisa beriringan seperti yang didambakan?

Salah satu kekhawatiran pemain konvensional adalah pasar yang didominasi layanan transportasi berbasis aplikasi. Kematangan strategi digital dan pendanaan besar menjadi formula instan agar para penyedia jasa transportasi on-demand cepat mendapatkan pangsa pasar.

Di balik kemudahan dan transparansi yang diberikan melalui aplikasi, para penyedia layanan on-demand juga memiliki dukungan pendanaan yang sangat kuat.

Sebut saja startup lokal “Go-Jek” yang kini sudah memiliki valuasi $1,3 miliar dan terakhir mendapatkan dana $550 juta (sekitar 7,3 triliun Rupiah). Para investor percaya pada proses bisnis dan potensi yang dimilikinya.

Tak hanya itu, pemain luar (Grab dan Uber) juga turut menimbrung dengan dekengan pendanaan yang sangat besar. Terakhir dikabarkan Grab meraih pendanaan baru senilai 20 triliun Rupiah yang dipimpin Softbank.

Coba kita bandingkan perolehan dana tersebut dengan anggaran transportasi yang dikucurkan di sektor publik Indonesia saat ini secara umum.

Pembangunan MRT (Mass Rapid Transit) tahap pertama di Jakarta membutuhkan dana Rp24,9 triliun setelah ada kenaikan dari perhitungan sebelumnya. Sementara tahun ini, besaran subsidi (bukan biaya operasional) yang diajukan (bukan disetujui) TransJakarta senilai Rp3,2 triliun.

Keduanya memiliki perbandingan yang sama kuat untuk memberikan solusi terhadap kebutuhan transportasi publik di Indonesia. Tidak untuk dibandingkan secara apple-to-apple, angka tersebut di atas menunjukkan keseriusan dan kekuatan jasa transportasi online.

Konsumen menentukan pilihan akhir

Keberpihakan konsumen pada akhirnya tetap akan berujung pada kenyamanan mereka menggunakan jasa yang ada. Permenhub No 32 Tahun 2016 di media sosial cenderung mendapatkan sentimen negatif. Mengapa layanan transportasi on-demand dipilih? Sederhananya karena mudah digunakan dan relatif lebih murah jika dibandingkan layanan konvensional, meskipun bisa dimengerti karena layanan konvensional mengklaim ada beberapa komponen tarif tambahan yang memberatkan.

Baru saja DailySocial merilis sebuah survei tentang layanan on-demand di Indonesia. Dalam survei tersebut dapat disimpulkan beberapa hal. Secara umum masyarakat bereaksi positif terhadap artinya aplikasi on-demand.

Terkait “gangguan” yang ditimbulkan layanan on-demand, tak sedikit pula yang menyatakan tidak takut bahwa ragam layanan yang muncul akan mengubah sistem dalam kehidupannya sehari-hari, karena tendensinya justru memberikan efisiensi dan efektivitas. Terakhir masyarakat merasa beruntung dengan kehadiran layanan on-demand, karena memunculkan banyak kesempatan untuk bekerja.

On-Demand 1

Di sisi lain, konsumen pun menuntut para penyedia jasa untuk melakukan improvisasi, di sisi teknis ataupun non teknis, mulai dari kejelasan unsur legal, kualitas aplikasi, pilihan pembayaran, variasi kanal pembayaran (dalam hal ini kerja sama dengan bank), hingga perluasan jangkauan layanan.

Berkali-kali sudah dinyatakan bahwa modernisasi adalah sebuah proses yang tak akan berujung. Selalu akan ada pembaruan. Hadirnya layanan on-demand adalah salah satu pembaruan yang hadir di sektor transportasi. Dinamika penolakan layanan on-demand seperti ini memberikan ketidaknyamanan tersendiri soal kestabilan ekonomi, yang bisa berujung ditahannya investasi dari luar negeri.

Menunggu dampak

Pemerintah sudah memastikan peraturan tersebut  akan berlaku mulai awal bulan depan. Poin-poin penting aturan itu meliputi:

  • Pengemudi taksi online harus memakai tanda khusus berupa stiker.
  • Jumlah kendaraan yang beredar harus disesuaikan dengan kebutuhan.
  • Ada batasan tarif atas dan tarif bawah.
  • Akses dashboard perusahaan taksi harus diketahui oleh pemerintah.
  • Penempatan pusat data di Indonesia untuk perusahaan luar yang menyediakan jasa on-demand.

Dalam beberapa hari ke depan, kita lihat bagaimana dampak berlakunya peraturan baru ini terhadap pertumbuhan layanan online di Indonesia, khususnya di sektor transportasi. Jangan sampai kondisi beriringan yang diharapkan pemerintah tidak berjalan.

Grab Dikabarkan Bakal Peroleh Lagi Dana Segar 20 Triliun Rupiah

Bloomberg melaporkan layanan on-demand Asia Tenggara Grab memperoleh dana segar baru senilai $1.5 miliar (sekitar 20 triliun Rupiah) sebagai amunisi berkompetisi dengan Uber dan Go-Jek. Pendanaan disebutkan bakal dipimpin Softbank. Bulan September lalu Grab telah memperoleh pendanaan Seri F senilai $750 juta (9,8 triliun Rupiah) untuk mengembangkan pasar Indonesia dan sistem pembayaran GrabPay.

Pasar Asia Tenggara memang menjanjikan dan tiga pemain besar di sektor ini berlomba-lomba meningkatkan penguasaan marketshare-nya. Grab sendiri telah berkomitmen berinvestasi $700 juta (9,3 triliun Rupiah) untuk membangun tim R&D di Indonesia. Rumor kencang juga menyebutkan Grab mengakuisisi layanan assisted e-commerce dan pembayaran Kudo senilai $100 juta (1,3 triliun Rupiah).

Valuasi Grab saat ini mencapai lebih dari $3 miliar dan pendanaan ini, jika terwujud, bakal melontarkan valuasi Grab mendekati $5 miliar. Sebagai perbandingan, Ola di India yang memiliki bisnis serupa bervaluasi sekitar $3 miliar, sementara Didi di Tiongkok memiliki valuasi $35 miliar

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek, Grab, dan Uber Paparkan Tiga Poin Keberatan Soal Revisi PM Nomor 32/2016

Sebagai jawaban dari keputusan pemerintah untuk melakukan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 32/2016, ketiga perusahaan transportasi berbasis aplikasi Go-Jek, Grab, dan Uber meresponnya dengan memberikan sikap keberatan dan meminta untuk menangguhkan penerapan aturan dengan masa tenggang sembilan bulan sejak diterapkan pada 1 April 2017.

Ketiga pihak sepakat untuk menuangkan sikapnya tersebut ke dalam sebuah surat pernyataan bersama yang telah ditandatangani pada hari ini, Jumat (17/3). Dalam surat tersebut, tertera tanda tangan dari Andre Soelistyo (President Go-Jek), Ridzki Kramadibrata (Managing Director Grab), dan Mike Brown (Regional General Manager APAC Uber) yang ditujukan untuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Dalam konferensi pers yang digelar Grab, Ridzki mengungkapkan pada dasarnya ketiga perusahaan menyambut baik revisi PM Nomor 32/2016. Meskipun demikian, mereka menilai ada tiga poin yang dinilai berpotensi tidak berpihak pada kepentingan konsumen, masyarakat, dan ratusan ribu mitra pengemudi.

“Revisi mestinya mengakomodasi layanan yang inovatif, namun poin-poin perubahan yang diumumkan sangat bernuansa proteksionis dan membuka jalan untuk membawa seluruh industri transportasi kembali ke cara-cara lama yang sudah ketinggalan zaman. Kita semua sebagai bagian dari masyarakat akan sangat dirugikan dalam jangka panjang,” ucapnya, Jumat (17/3).

Ridzki melanjutkan, “Kami memohon pemerintah untuk menunda revisi dan melihat lebih bijak lagi implikasi dari aturan tersebut. Guna memastikan proses transisi yang baik dan lancar, kami meminta masa tenggang sembilan bulan sejak revisi efektif diberlakukan.”

Adapun tiga poin yang dititikberatkan oleh ketiga perusahaan tersebut. Pertama, mengenai penerapan tarif atas dan tarif bawah. Mereka percaya bahwa mekanisme penerapan tarif yang fleksibel dan berdasarkan pada kebutuhan pasar adalah pendekatan yang paling efisien.

Poin kedua, terkait kuota kendaraan. Mereka khawatir atas usulan penetapan kuota kendaraan untuk transportasi publik yang akan berdampak pada terbatasnya akses masyarakat dalam menikmati layanan seperti Grab.

“Kami percaya bahwa kuota jumlah kendaraan, baik pengguna aplikasi mobilitas maupun konvensional tidak perlu dibatasi karena berpotensi menghadirkan iklim bisnis yang tidak kompetitif. Kami percaya jumlah kendaraan baik yang memanfaatkan aplikasi maupun konvensional akan ditentukan oleh permintaan dan kebutuhan konsumen.”

Poin terakhir, terkait kewajiban kendaraan terdaftar atas nama badan hukum/koperasi. Poin ini menjadi kekhawatiran terbesar dari ketiga perusahaan. Mereka menolak sepenuhnya karena kewajiban ini mengharuskan mitra pengemudi untuk mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada badan hukum.

Hal ini dinilai sama saja dengan merampas hasil kerja keras mitra pengemudi yang memiliki mobil sendiri dengan cara mencicil dan menyerahkan asetnya tersebut kepada pihak koperasi.

“Kami sangat keberatan terkait poin terakhir karena hampir 80% mitra pengemudi Grab mencicil mobilnya sendiri. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip koperasi itu sendiri dan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan.”

Poin dukungan

Selain tiga poin keberatan di atas, ketiga perusahaan sebenarnya menyepakati rencana peraturan tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) dengan pemberian pelat berembos. Hal ini dinilai upaya yang baik untuk memastikan kenyamanan mitra pengemudi dan konsumen saat berkendara.

Hanya saja, mereka meminta pemerintah untuk memberikan dukungan berupa penyediaan fasilitas uji KIR yang dapat mengakomodir para mitra pengemudi. Mulai dari penyediaan antrean khusus bagi para mitra pengemudi untuk memudahkan dan mempercepat proses pengurusan uji KIR dan fasilitas uji KIR bekerja sama dengan Agen Pemegang Merek (APM) atau pihak swasta.

“Ada catatan untuk fasilitas uji KIR dari sisi pemerintah harus jelas. Sejauh ini, pemerintah daerah yang sudah jelas untuk proses KIR baru DKI Jakarta. Di luar itu, masih banyak pertanyaan bagaimana prosesnya dan biayanya juga bervariasi.”

Ketiga perusahaan juga sepakat untuk bersedia membuka akses dashboard yang bisa diakses oleh pemerintah untuk memantau operasional pelayanan angkutan dalam pengawasan dan pembinaan operasional. Ridzki bilang mengenai poin ini ketiga perusahaan memiliki prasangka yang baik kepada pemerintah untuk pelaksanaannya karena tujuannya baik.

Poin lainnya mengenai penggunaan kendaraan roda empat dengan kapasitas silinder mesin minimal 1.000 cc. Menurutnya, pemberlakuan ini dapat membuat semakin terbukanya peluang untuk mitra pengemudi yang ingin bergabung.