Grab’s Plans Post-Toyota Investment

This year becomes a crucial time for Grab. Post Uber acquisition, Grab transformed into a great power in Southeast Asia with some new investment. The latest is from Toyota, worth 14 trillion Rupiah.

We’ve been in contact with Grab regarding its post-investment plans, particularly in Indonesia’s market. Grab’s spokesperson said the investment from Toyota will be specifically used for developing and expanding O2O (Online-to-Offline) services, such as GrabFood and GrabPay in Southeast Asia.

Up until now, GrabFood has reached six countries in Southeast Asia, including Malaysia, Singapore, Vietnam, Philippines, Thailand, and Indonesia. Grab then becomes the on-demand transport company with the most extensive food ordering and delivery in Southeast Asia.

“We want to create the more transparent mobile ecosystem and the cash will be used to organize variant innovative services in order to get the best experience for all users of our app,” the spokesperson, said.

Toyota-Grab’s strategic partnership

Last Year, Toyota and Grab had established a strategic partnership in the development of connected services for the Grab rentals using the data collected by Toyota’s translog system. Nowadays, by expanding the partnership, both companies seek to increase the adoption of mobility solution in all over Southeast Asia and launching services using the data from Toyota Mobility Service Platform (MSFP).

The services include user-based insurance, vehicle financing service, and periodic maintenance with prediction. It is expected to improve the driving efficiency and safety, also reduce the maintenance costs.

“The partnership with Toyota has given many benefits for drivers, in terms of affordable insurance for the scheme based on usage, or the delivery of long-term vehicle usage data to help reduce the maintenance costs. Currently, we have no special program for Indonesia,” the spokesperson, explained.

Grab’s mission to be a complete app

On-demand transportation business is growing fast. There are many public’s needs can be accommodated. Grab notices, besides providing payment service through GrabPay and delivery service by GrabFood, Grab also has prepared other services. One of the leaks is the use of Internet of Things technology, therefore, users can experience the complete Grab app ecosystem.

Grab’s spokesperson speaks regarding Indonesia’s market:

“Grab’s target is to become an integrated one-stop service platform to be the answer for mobility demands and to build the more efficient transportation network with its partners to reduce traffic in Southeast Asia metropolitan cities, including Indonesia, making mobility easier to access for all kinds of communities.”

Grab also emphasized on its current focus, it’s to build the more transparent mobile ecosystem and organize variant innovative services in order to get the best experience for all users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Grab dan Sejumlah Rencana Pasca Investasi dari Toyota

Tahun 2018 menjadi masa yang cukup penting bagi Grab. Setelah mengakuisisi Uber, Grab menjelma menjadi salah satu kekuatan besar di Asia Tenggara dengan beberapa investasi yang diterima. Terakhir mereka mendapatkan suntikan dana dari Toyota, nilainya setara 14 triliun Rupiah.

Kami menghubungi Grab untuk mendapatkan informasi mengenai rencana Grab pasca investasi, khususnya untuk pasar Indonesia. Juru bicara Grab menyebutkan investasi dari Toyota secara khusus akan dimanfaatkan untuk mengembangkan dan memperluas jangkauan layanan O2O (Online-to-Offline) seperti GrabFood dan GrabPay di Asia Tenggara.

Sejauh ini GrabFood berhasil menjangkau enam negara di Asia Tenggara, meliputi Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Thailand dan Indonesia. Hal ini membuat Grab menjadi perusahaan transportasi on-demand yang juga memiliki layanan pesan antar makanan terluas di Asia Tenggara.

“Kami ingin membentuk ekosistem mobile yang lebih terbuka dan dana ini akan kami gunakan untuk menghadirkan ragam inovasi layanan demi pengalaman terbaik bagi seluruh pengguna aplikasi kami,” ujar juru bicara Grab.

Toyota dan kerja sama stragis dengan Grab

Toyota dan Grab tahun lalu sudah menjalin kerja sama strategis dalam hal pengembangan layanan terhubung untuk armada rental Grab dengan menggunakan data yang dikumpulkan oleh sistem translog dari Toyota. Kini dengan perluasan kerja sama ini keduanya berusaha untuk meningkatkan adopsi solusi mobilitas baru di seluruh Asia Tenggara dan meluncurkan layanan yang memanfaatkan data Toyota Mobility Service Platform (MSFP).

Layanan yang dimaksud meliputi layanan asuransi berbasis pengguna, layanan pembiayaan kendaraan, dan perawatan berkala yang dapat diprediksi. Diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan keselamatan berkendara dan menekan biaya perawatan.

“Kerja sama dengan Toyota ini memberikan banyak keuntungan bagi mitra pengemudi, baik dalam bentuk premi asuransi yang lebih terjangkau berkat skema berdasarkan penggunaan, atau pengiriman data penggunaan kendaraan dalam jangka panjang untuk membantu mengurangi biaya pemeliharaan kendaraan. Saat ini kami belum memiliki program khusus untuk Indonesia,” terang juru bicara Grab.

Grab dan misi menjadi aplikasi yang lebih lengkap

Bisnis transportasi on-demand saat ini sudah berkembang cukup pesat. Banyak kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang bisa diakomodasi. Grab pun menangkap hal itu, selain sudah menyediakan layanan pembayaran melalui GrabPay dan pesan antar melalui GrabFood, pihak Grab juga telah menyiapkan layanan lainnya. Salah satu bocorannya adalah penggunaan teknologi Internet of Things, nantinya pengguna dapat menikmati ekosistem aplikasi Grab secara lengkap.

Untuk pasar Indonesia Juru Bicara Grab menjelaskan:

“Target Grab adalah menjadi platform layanan satu pintu terpadu yang menjawab segala kebutuhan mobilitas dan menciptakan jaringan transportasi yang lebih efisien bersama para rekanannya guna mengurangi kemacetan lalu lintas di kota-kota mega di Asia Tenggara termasuk Indonesia, menjadikan mobilitas semakin mudah diakses untuk semua kalangan masyarakat. ”

Pihak Grab juga menekankan bahwa fokus mereka saat ini adalah untuk membentuk ekosistem mobile yang lebih terbuka dan menghadirkan ragam inovasi layanan demi pengalaman terbaik bagi seluruh penggunanya.

Application Information Will Show Up Here

Susul GO-JEK, Grab Jalin Kemitraan dengan MRT Jakarta

Grab hari ini (08/6) meresmikan kerja sama dengan MRT Jakarta. Kerja sama tersebut meliputi beberapa hal strategis, pertama terkait dengan pemanfaatan uang elektronik GrabPay (didukung platform OVO) sebagai moda pembayaran tiket. Kedua, terkait dengan konektivitas first mile – last mile bagi pelanggan MRT Jakarta dan Grab. Dan yang ketiga, penyusunan proof of concept bersama untuk mengintegrasikan mobile payment untuk membentuk platform pembayaran yang menyeluruh.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menyampaikan bahwa kolaborasi ini sebagai langkah awal untuk terciptanya sistem transportasi terintegrasi. Pihaknya berharap dengan kerja sama ini akan turut menguatkan peran Grab dalam penyediaan moda transportasi di wilayah Jakarta.

Di lain sisi Suherman selaku Presiden Direktur OVO turut berpartisipasi dalam kerja sama ini. Menurutnya dengan keterlibatan Grab turut mengukuhkan posisi OVO sebagai platform pembayaran. Integrasi dengan layanan transportasi dinilai menjadi use-cases penting bagi aplikasi OVO untuk makin memperluas cakupan pengguna.

Kerja sama serupa sebenarnya juga sudah dilakukan oleh GO-JEK sejak sebulan lalu. Tujuannya sama, melalui platform mobile payment yang dimiliki, GO-JEK ingin memfasilitasi pilihan alternatif pembayaran tiket MRT Jakarta. Selain untuk penjualan tiket, GO-JEK juga menawarkan konsep Non Farebox Business.

Application Information Will Show Up Here

GrabPay Comes Back From Hiatus

Grab re-activate “GrabPay”, the cashless payment of co-branding with OVO (with ‘GrabPay Powered by OVO’ branding), last week (6/1). Grab declines to comment regarding the news when contacted by DailySocial.

GrabPay was down since the late January 2018 to the end of May. The inactivity happened not long after they announced a partnership with OVO in December 2017.

Mediko Azwar said GrabPay is deactivated due to a technical issue in the top-up feature. It was for maintenance.

“We are upgrading server base for GrabPay top-up. There are still some issues,” he explained, quoted by Katadata.

grabpayovo

Thoroughly, the latest update is not really different from the previous experience. Grab users can do OVO balance top-up via ATM, internet banking, minimarket, or debit card.

However, Grab is now using the additional six-digit PIN for every balance (over Rp500 thousand) saved in GrabPay. The PIN will also be used for credit card payment. In making the PIN, the setting will pop up every 72 hours and every time it detects an unknown location.

The rise of GrabPay adds up the payment options in Grab besides cash, credit, and e-cash.

GrabPay is still behind Go-Pay with e-money and QR Code license for payment outside Go-Jek platform.

Co-branding license scheme

Grab is not the only one using other company’s e-money license. Traveloka using the same method for Traveloka Pay. The OTA company is using a partnership with Uangku as a payment option for users. Uangku was issued by Smartfren with a legal license from Bank Indonesia.

Dannis Muhammad, Traveloka’s CMO, said there is no particular reason behind the decision to take Uangku as the third party. Traveloka, he thought, only a marketplace which provides technology for all third parties to give additional value to consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GrabPay Kembali Aktif, Sempat “Mati Suri” dari Awal Tahun

Grab mulai mengaktifkan kembali layanan pembayaran cashless GrabPay hasil co-branding dengan OVO (dengan branding ‘GrabPay Powered by OVO’) sejak pekan lalu (1/6). Pihak Grab enggan memberikan komentarnya soal hal ini saat dihubungi DailySocial.

GrabPay sempat mati suri dimulai sekitar akhir Januari 2018 hingga akhir Mei ini. Non aktifnya ini tidak lama berselang setelah Grab mengumumkan kemitraannya dengan OVO pada Desember 2017.

Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar bilang, GrabPay dinonaktifkan karena ada kendala teknis dalam fitur top up, sehingga dilakukan perbaikan.

“Memang kami sedang upgrade server base untuk top up layanan GrabPay. Jadi masih ada kendala,” terangnya dikutip dari Katadata.

Secara keseluruhan, pembaruan kali ini tidak jauh berbeda pengalamannya dibandingkan sebelumnya. Pengguna Grab bisa top up saldo OVO lewat ATM, internet banking, minimarket, atau lewat kartu debit.

Hanya saja, kini Grab melekatkan tambahan PIN enam digit untuk setiap saldo yang tersimpan dalam GrabPay apabila lebih dari Rp500 ribu. PIN juga akan diberlakukan untuk pembayaran dengan kartu kredit. Ketika PIN dibuat, akan muncul pengaturan untuk PIN setiap 72 jam dan setiap kali aplikasi mendeteksi lokasi tak dikenal.

Hadirnya kembali GrabPay menambah opsi pembayaran di aplikasi Grab selain menggunakan tunai, kartu kredit, dan Mandiri E-Cash.

GrabPay bisa dibilang masih ketinggalan dibanding Go-Pay yang sudah memiliki lisensi e-money tersendiri dan sudah mendapatkan izin menggunakan skema QR Code untuk pembayaran di luar platform Go-Jek.

Skema co-branding lisensi

Tak hanya Grab yang memanfaatkan lisensi uang elektronik perusahaan lain. Traveloka melakukan hal serupa untuk Traveloka Pay. Perusahaan OTA tersebut memanfaatkan kemitraan dengan Uangku sebagai pilihan bagi para penggunanya. Uangku diterbitkan oleh Smartfren yang telah memperoleh izin resmi Bank Indonesia.

CMO Traveloka Dannis Muhammad menuturkan tidak ada alasan khusus yang membuat perusahaan akhirnya menggandeng Uangku sebagai mitra pihak ketiga. Traveloka, menurutnya, hanya jadi marketplace penyedia teknologi yang terbuka untuk semua pihak ketiga sehingga dapat memberikan nilai lebih untuk para konsumennya.

Application Information Will Show Up Here

Platform Uang Elektronik Makin Jadi Komoditas Online Penting

Masyarakat di kota-kota besar sudah terlihat semakin fasih menggunakan uang elektronik untuk keperluan sehari-hari. Hal tersebut diimbangi dengan semakin umumnya layanan yang menerima pembayaran menggunakan e-money, misalnya bertransaksi di gerbang tol. Menurut data Bank Indonesia, secara total di bulan Januari 2018, dengan 27 penyelenggara uang elektronik yang mendapatkan lisensi, tercatat nominal transaksi mencapai 3,49 triliun Rupiah dengan jumlah transaksi mencapai lebih dari 215 juta buah.

Produk uang elektronik, khususnya yang berbasis server, menjadi salah satu instrumen penting di pembayaran digital mengingat rendahnya penetrasi kartu kredit di Indonesia. Go-Pay dan Tcash bisa dibilang sedang unggul di segmen ini, sementara Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Paytren, dan Grab masih menunggu nasib permohonan mereka sejak produk dompet elektroniknya dibekukan Bank Indonesia.

Bank Indonesia menegaskan dompet elektronik yang menghimpun dana beredar (floating fund) di atas satu miliar Rupiah harus mengajukan izin terlebih dahulu sebelum beroperasi.

Gandeng pemegang lisensi

Terhambatnya perolehan lisensi uang elektronik sedikit banyak mengganggu berbagai rencana dan inovasi yang dicanangkan startup. Untuk mengatasinya, sejumlah startup mulai mengambil jalan pintas. GrabPay memanfaatkan lisensi Ovo untuk kembali membuka dompet elektroniknya, sedangkan TravelokaPay menggandeng Uangku milik Smartfren.

Belum kami ketahui bagaimana syarat dan ketentuan detail keduanya, tetapi setidaknya antara GrabPay dan Ovo tidak ada integrasi dompet. Keduanya murni adalah platform yang terpisah dan GrabPay hanya “meminjam” (atau menyewa) lisensi Ovo.

Dengan menggaet pemilik lisensi yang sudah ada, startup-startup ini tidak terbentur regulasi saat ingin mengeksplorasi langkah-langkah ekspansi selanjutnya. Sampai sekarang berbagai survei menunjukkan masyarakat masih lebih suka menggunakan transfer antar rekening bank untuk melakukan pembayaran online. Bank Indonesia berharap solusi uang elektronik lambat laun bisa menggantikan metode ini.

Persaingan selanjutnya

Menurut survei yang dilakukan DailySocial, Go-Pay menjadi platform e-money berbasis server terpopuler, sementara Mandiri e-money adalah e-money berbasis kartu yang paling dikenal.

Dengan Go-Pay, Ovo, dan Tcash yang berbasis server kini disiapkan untuk mengakomodasi pembayaran menggunakan QR Code, akan terjadi irisan pasar antara uang elektronik berbasis kartu dan server.

Go-Jek sendiri sudah menyatakan pihaknya akan all out mendukung kehadiran Go-Pay yang lebih luas. Langkah ini dimulai dengan akuisisi terhadap dua platform payment gateway, Kartuku dan Midtrans. Kartuku kuat di ranah ritel, sementara Midtrans memiliki basis di ranah online. Implementasi Go-Pay melalui dua payment gateway ini akan mendorong penerimaan yang lebih luas di berbagai merchant, di luar pemanfaatan sehari-hari Go-Pay yang sudah nyaman dinikmati konsumen.

Persaingan menjadi “dompet kedua” semakin ketat. Dengan regulator yang masih saklek dalam menegakkan aturan, bukan tidak mungkin Tokopedia, Bukalapak, Shopee, atau platform besar lainnya akan mengikuti jejak Grab dan Traveloka untuk nebeng lisensi. Platform uang elektronik makin menjadi komoditas online yang penting dan lisensi uang elektronik menjadi barang yang bernilai tinggi saat ini.


Prayogo Ryza berkontribusi untuk pembuatan artikel ini

Rangkuman Perkembangan Lanskap Fintech Indonesia Sepanjang Tahun 2017

Fintech tetap menjadi sektor primadona sepanjang tahun ini. Dalam pemberitaan DailySocial, tercatat ada 91 investasi yang diumumkan dengan rincian 32 startup mendapat investasi tahap awal (seed), 29 startup dapat seri A, dan 9 startup dapat seri B. Sektor startup yang paling banyak menerima investasi adalah fintech sebanyak 29 startup, 14 startup e-commerce, dan 9 startup media, sisanya adalah sektor lainnya.

Karena menjadi primadona, pergerakan isu seputar fintech pun sangat dinamis membuat pemahaman inovasi membelakangi regulasi sering terjadi. Mau tak mau, dua otoritas yang mengurusi sektor ini, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan melakukan banyak gebrakan untuk mengawal perkembangan fintech dengan meluncurkan kebijakan baru.

Ditambah setidaknya dalam seminggu selalu ada pemberitaan seputar fintech entah itu mengenai peluncuran startup fintech baru, penambahan fitur, kerja sama bisnis, akuisisi perusahaan, bahkan ada juga yang gulung tikar.

DailySocial mengompilasi rangkuman pemberitaan menarik seputar fintech yang terjadi sepanjang tahun ini. Berikut tulisannya:

Regulasi

Kendati teknologi berjalan sangat dinamis, akan tetapi selalu ada payung hukum di atasnya. Sepanjang tahun ini BI masih disibukkan dengan regulasi seputar sistem pembayaran, sementara OJK masih fokus membuat aturan turunan dari POJK No 77/2016 tentang p2p lending.

BI kian ketat dalam memberi izin lisensi uang elektronik, lantaran kini pengajuan tidak hanya dari perusahaan berbasis keuangan saja, tapi bisa dari perusahaan non keuangan seperti layanan e-commerce. Hal ini terjadi pada BukaDompet (Bukalapak), Tokopedia (TokoCash), ShopeePay (Shopee), dan PayTren yang sampai berita ini diturunkan belum menerima restu dari bank sentral sejak September 2017.

GrabPay (Grab) pun sempat terkena penangguhan, sampai akhirnya sembari menunggu izin keluar, mereka memanfaatkan lisensi yang sudah dimiliki OVO untuk melakukan kerja sama (Desember 2017).

Tidak hanya soal pemberian izin lisensi, BI juga mengeluarkan kebijakan baru bahwa seluruh pemain fintech yang bermain di ranah sistem pembayaran kini harus terdaftar di BI. Setidaknya ada empat kriteria jenis usaha yang wajib mendaftar, yakni uang elektronik, alat pembayaran menggunakan kartu (kartu ATM, debet, dan kredit), penyelenggara transfer dana, dan penyelenggara pemrosesan transaksi pembayaran (di dalamnya terdapat payment gateway, dompet elektronik, dan penyelenggara switching).

Soal bitcoin, BI makin matang melarangnya untuk digunakan sebagai alat transaksi di Indonesia. Tentunya, pelarangan ini belum berlaku untuk orang-orang yang memanfaatkan bitcoin sebagai produk investasi. Hanya saja, BI tidak ingin menanggung segala risikonya bila terjadi suatu masalah.

Meski terkesan melarang bitcoin, tapi BI mengaku tidak sepenuhnya anti terhadap teknologi bitcoin yang menjadi dasar beroperasinya cryptocurrency. BI malah sedang berencana untuk melakukan uji coba teknologi tersebut pada tahun depan (Oktober 2017).

Sementara itu, BI juga meresmikan gerbang pembayaran nasional (GPN) (Desember 2017). Sistem ini membuat semua transaksi dalam negeri harus di-routing dalam negeri, menggeser peranan perusahaan switching dari luar negeri seperti Visa dan Mastercard. GPN juga didorong untuk mengefisienkan beban transaksi yang dibebankan ke konsumen dan pelaku usaha.

Inovasi bisnis

Dari segi inovasi bisnis, karena semakin banyak pemain yang mulai melirik sektor ini maka kompetisinya pun makin sengit. Inovasi semakin dituntut dalam hal ini. Pemain e-commerce skala besar seperti Bukalapak dan Tokopedia berlomba-lomba menghadirkan produk berbasis fintech dalam platformnya.

Tokopedia, misalnya banyak melakukan kerja sama dengan pemain fintech untuk pinjaman modal, pinjaman online, kartu kredit hingga asuransi (Januari 2017). Bukalapak tak mau kalah, di bulan yang sama, perusahaan ini menghadirkan terobosan yang bisa dikatakan sangat menarik karena menghadirkan BukaReksa, untuk dorong penggunanya berinvestasi di reksa dana.

Tidak berhenti di situ, Bukalapak juga meluncurkan layanan BukaEmas untuk dorong investasi emas. Mereka bekerja sama dengan IndoGold sebagai mitra eksklusif (Juni 2017). Kehadiran BukaEmas, mendorong pemain lainnya seperti Orori menghadirkan layanan serupa e-mas (September 2017), dan aplikasi jual beli emas berbasis syariah Tamasia juga meluncur (Oktober 2017).

Pelaku usaha lainnya, Bank DBS meluncurkan aplikasi perbankan online Digibank yang dikhususkan menyasar kalangan millenial sebagai nasabahnya (Agustus 2017). Digibank hampir mirip dengan aplikasi perbankan yang dibuat BTPN (Jenius).

Bank Commonwealth meresmikan platform perbankan onboarding Tyme Digital (Agustus 2017) untuk pembukaan rekening dan kantor digital sebagai bentuk komitmen untuk bertransformasi ke digital (Oktober 2017).

Masih berkaitan dengan inovasi bisnis, Salim Group merealisasikan komitmen untuk membangun bank digital dengan mengakuisisi 55% saham Bank Ina Perdana (Mei 2017). Grup konglomerasi ini ingin memfokuskan Bank Ina ke layanan e-payment untuk bisnis online.

Masih di dunia perbankan, bank besar berlomba-lomba menggaet startup fintech salah satunya dengan mendirikan modal ventura. BCA mendirikan Central Capital Ventura dengan menyuntikkan modal awal Rp200 miliar (Januari 2017), BRI tak mau kalah. Bank pelat merah ini akuisisi Bahana Artha Ventura (Oktober 2017).

Sementara, BNI mengaku masih mengkaji apakah ingin akuisisi atau organik jadi kemungkinannya akan diumumkan pada tahun depan. Bank Mandiri dengan Mandiri Capital-nya sejauh ini telah menyuntikkan ke tujuh startup fintech, di antaranya Moka, Amartha, PrivyID, dan Cashlez.

Gejolak bisnis

Di tengah perebutan lisensi uang elektronik, Indosat Ooredoo justru memilih untuk mundur dari fintech dan mengalihkan lisensi Dompetku untuk dialihkan ke PayPro (April 2017). Dompetku jadi satu dari sekian banyak produk digital yang satu per satu ditutup Indosat sampai akhirnya menutup penuh dan memilih kembali ke titah sebagai operator telekomunikasi (Juni 2017).

Operator lainnya memilih langkah yang sama, XL Axiata memilih untuk menjual Elevenia ke Salim Group. Sementara XL Tunai hingga kini masih tetap beroperasi. Telkomsel sedikit berbeda, tetap menjalankan produk digital dan layanan e-money T-Cash.

Malah hingga kini, T-Cash terus unjuk gigi sampai akhirnya Telkomsel memilih untuk memisahkan divisi T-Cash jadi perusahaan tersendiri. Serta, bakal memilih untuk jadi platform agnostik yang bisa dimanfaatkan di luar pengguna Telkomsel (Desember 2017).

Masih soal lisensi e-money, saking pentingnya lisensi ini membuat Emtek Group mengakuisisi dua perusahaan e-money Doku dan Espay (Mei 2017). Sambil mengembangkan bisnis fintech, Emtek juga mengakuisisi sebagian saham Bareksa lewat pemegang saham dari Doku (April 2017).

Di bulan yang sama, Emtek juga bekerja sama dengan Ant Financial mendirikan perusahaan patungan untuk mengerjakan produk DANA hasil implementasi dari Alipay di Indonesia. DANA sudah hadir secara eksklusif di platform messaging BBM.

Setelah drama ditangguhkannya GrabPay oleh BI, Grab pun tidak mau diam begitu saja. Dengan memanfaatkan lisensi yang dimiliki sister company, OVO, akhirnya GrabPay kembali berfungsi.

Komitmen Grab yang ingin mengembangkan GrabPay, terlihat dengan mengakuisisi penuh Kudo, rumor ini sudah beredar sejak Februari 2017, hingga akhirnya resmi diumumkan pada April 2017. Kudo menjadi kendaraan Grab untuk memperoleh lisensi uang elektronik, lantaran secara teknologinya sudah comply dengan persyaratan dari BI.

Di sisi lain, Go-Jek dengan mengakuisisi MV Commerce berhasil melenggang dan ‘asyik’ mengembangkan fungsionalitas uang elektroniknya tersebut dengan menghadirkan banyak fitur dalam aplikasi Go-Jek. Misalnya, menghadirkan Go-Points (Februari 2017) dan Go-Bills (November 2017).

Dengan Go-Pay, Go-Jek ingin membawa layanannya ini lebih jauh, keluar dari ekosistemnya sendiri dan bisa dimanfaatkan untuk semua orang. Inisiasi ini melahirkan tiga akuisisi penuh Go-Jek untuk tiga perusahaan fintech, Midtrans, Kartuku, dan Mapan. Kendati akuisisi ini belum dapat restu dari BI, lantaran Go-Jek belum mengajukan izin akuisisi (Desember 2017).

Baik Grab maupun Go-Jek jadi perusahaan yang cukup sengit dalam hal inovasi. Dengan bantuan modal dari investor dan jaringan dari sister company-nya, membuat keduanya bergerak cepat dalam berinovasi. Padahal, awalnya kedua perusahaan tersebut berbasis aplikasi ride hailing, kini menjelma jadi perusahaan yang bersinggungan dengan dunia keuangan.

Dari sisi startup fintech, UangTeman mengaku akan pivot sepenuhnya menjadi perusahaan p2p lending pasca mengantongi surat tanda terdaftar sebagai pemain p2p lending dari OJK. Pengalihan bisnis ini dimulai pada tahun depan (Desember 2017).

Kinerja industri

P2p lending menjadi salah satu sektor fintech yang paling banyak bermunculan pemain barunya sepanjang tahun ini. Menurut data OJK, hingga Agustus 2017 telah menyalurkan Rp1,44 triliun tumbuh 496,51% secara year-to-date (ytd). Angka ini didapat hasil akumulasi 22 perusahaan p2p lending yang telah mengantongi surat tanda terdaftar.

Penyaluran terbesar masih berasal dari Pulau Jawa dengan porsi 83,2% dan sisanya dari luar Pulau Jawa. Total peminjamnya mencapai 120.174 peminjam, sementara total pemberi pinjamannya mencapai 48.034 pemberi.

Berdasarkan data BI, transaksi uang elektronik volumenya mencapai 600,5 juta transaksi senilai Rp8,76 triliun. Angka ini didapat dari hasil akumulasi 26 perusahaan yang sudah memperoleh lisensi e-money dari BI.

Unduh juga laporan perkembangan layanan fintech di Indonesia tahun 2017: klik di sini.

Grab Partners with PayTren

Grab announces a strategic partnership with Paytren. As initiation step on mid-January 2018, Grab will be using PayTren network to recruit new drivers through the app.

PayTren partners, currently reach 1.7 million people, will be trained on how to register new Grab driver. Partners are also open for being Grab drivers.

The strategic partnership will be valid for five years by continuous evaluation.

“This is a strong partnership, there is no investment or acquisition. We notice the partnership with local company will widen access for people who wants to join Grab,” said Jason Thompson, GrabPay Southeast Asia’s Managing Director on Wednesday (12/13).

With this strategic partnership, at least two angles targeted by three companies (Grab, Kudo and PayTren). For Grab, it is an effort to prepare GrabPay ecosystem. All PayTren partners are expected to be GrabPay customer due to their needs of its payment system they facilitate.

“It’ll end up at financial inclusion. We will not only take it to the big cities, but throughout Indonesia soon, for all 104 cities can use GrabPay immediately,” explained Ongki Kurniawan, GrabPay Indonesia’s Managing Director.

He said, due to this partnership, three companies have assets to be used as shared benefits.

Using Kudo’s technology for PayTren

The second angle is Kudo’s technology usage in supporting PayTren security system.  According to Yusuf Mansur, PayTren’s Founder & Owner, Kudo’s technology also supports company’s step to comply with Bank Indonesia’s rule, if PayTren obtains e-money license. Mansur optimist in getting the license.

“We are confident in getting the license, Insha Allah. When there is a license, the task is system and technology strengthening. We are not joking in saying this, afraid of fraud, a partnership with well-back-up technology company is needed,” said Mansur.

On BI rules, company applying for permits need to comply for several requirements, such as data center and disaster recovery center located in Indonesia while in contact with customer transaction’s protection. Both requirements mentioned are fullfilled by Kudo.

“In rules, Kudo has complied with BI rules. Also, we and PayTren are both local companies,” said Albert Lucius, Kudo’s CEO and Co-Founder.

For the collaboration development between Kudo and PayTren, Lucius said there will be Kudo’s or PayTren’s products in each platform. This is intended to encourage entrepreneurs to sell, to ultimately improve the welfare.

Grab and Kudo’s apps merger

Asked about Grab and Kudo’s merger, Lucius explained the merger process can be seen from Grab app starting to provide top-up balance in Grab Rewards. Nonetheless this is just a mere service.

In fact, Grab has two different apps, one for drivers and one for customers. Meanwhile Kudo only has one for business partners. He thought, application merger will be done slowly.

“It will not be suddenly merged [Grab and Kudo]. However, Kudo’s service connected to Grab is already started now. All Kudo’s services will be connected to Grab later.” said Lucius.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Using OVO’s E-Money License, GrabPay is Now Back in Service

Grab is making use of OVO’s e-money license to get GrabPay back in service. It’s fully available per (12/14), after being temporarily frozen by Bank Central since October 16th, 2017.

“Starting today, Grab customer can top-up GrabPay credits and using it,” said GrabPay Southeast Asia’s Managing Director Jason Thompson, quoted from Katadata.

The return of GrabPay cannot be separated from company collaboration under Lippo Group. OVO is already has e-money license from Bank Indonesia since August 22, 2017 with PT Visionet International as legal entity. Before the collaboration with OVO, Grab also provided delivery logistic for MatahariMall.

Following GrabPay’s return (with new branding “GrabPay, powered by OVO”), Grab customer can now top-up in many ways, by driver, supermarket, local bank and ATM, also credit card.

Besides providing online payment options, Grab and OVO will collaborate in using their partnership technology and network to develop a finest and safest mobile payment platform following customer’s demand.

OVO is not only capable of various financial transaction such as merchant payment, top-up and check balance. It also provides loyalty program in every transaction with partnered merchants.

“E-money license given to OVO provides a great opportunity for us in creating
various financial solution to get involved in Indonesia’s National Cashless
Movement (GNNT) development. We will continue to approach customers, merchants and regulators, to provide innovative e-money products and services following customer’s dynamic needs,” OVO’s CEO, Adrian Suherman, said a while ago.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Manfaatkan Lisensi E-Money OVO, GrabPay Kembali Aktif

Grab memanfaatkan lisensi e-money yang sudah dikantungi OVO untuk mengaktifkan kembali layanan pembayaran GrabPay. Layanan ini resmi hadir per kemarin (14/12), setelah dibekukan sementara oleh bank sentral sejak 16 Oktober 2017.

“Mulai hari ini, penumpang Grab dapat mengisi GrabPay Credits mereka dan menggunakan GrabPay,” kata Managing Director GrabPay Southeast Asia Jason Thompson, dikutip dari Katadata.

Kembali GrabPay ini tidak lepas dari kolaborasi antar perusahaan di bawah naungan Lippo Group. OVO sudah mengantongi lisensi izin e-money Bank Indonesia sejak 22 Agustus 2017 dengan nama badan hukum PT Visionet International. Sebelum berkolaborasi dengan OVO, Grab juga membantu logistik pengiriman barang untuk MatahariMall.

Dengan kembali aktifnya GrabPay (dengan branding baru ‘GrabPay, powered by OVO’), pengguna Grab kini dapat melakukan top up dengan berbagai cara. Mulai dari mitra pengemudi, toserba, bank lokal dan ATM, hingga kartu debit.

Selain menyediakan opsi pembayaran secara online, Grab dan OVO akan bekerja sama memanfaatkan teknologi dan jaringan mitra masing-masing untuk mengembangkan platorm pembayaran mobile yang nyaman dan aman sesuai dengan kebutuhan konsumen.

OVO tidak hanya dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan, seperti pembayaran di merchant, isi ulang, pengecekan saldo. Juga menyediakan program loyalitas setiap transaksi di merchant rekanan.

“Lisensi e-money yang diberikan kepada OVO memberi kesempatan yang luar biasa bagi kami untuk dapat menciptakan beragam solusi keuangan guna turut andil dalam perkembangan gerakan nasional non tunai (GNNT) masyarakat Indonesia. Kami akan terus mendekatkan diri dengan pengguna, merchants dan regulator, untuk menghadirkan produk dan layanan e-money inovatif yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang dinamis,” sambut CEO OVO Adrian Suherman beberapa waktu lalu.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here