Memanfaatkan Platform Crowdfunding untuk Kegiatan Sosial dan Modal Usaha

Platform crowdfunding saat ini sudah menjadi alternatif komunitas, individu dan masyarakat untuk menggalang dana secara independen. Mulai dari biaya pendidikan, kesehatan, modal usaha hingga acara sosial. Didukung dengan teknologi, transparansi dan keamanan yang ditawarkan crowdfunding dinilai lebih relevan.

Salah satu layanan crowdfunding yang mencoba untuk meng-cater kebutuhan tersebut adalah IndoGiving, platform crowdfunding yang baru berdiri 5 bulan lalu dan menargetkan pengguna dari kalangan milenial.

“Alasan utama mengapa kami menargetkan kalangan milenial, karena ke depannya mereka yang akan menjadi pemimpin di Indonesia. Selain itu kita juga ingin membiasakan kalangan milenial untuk ‘berbagi’ menjadi bagian dari gaya hidup,” kata CMO IndoGiving Jessica Sugandi dalam sesi #Selasastartup DailySocial.

Di Indonesia saat ini sudah banyak platform crowdfunding yang dapat digunakan oleh masyarakat. Mulai dari Kitabisa, Gandengtangan, Indiegogo, Kolase dan masih banyak lagi. Semua memiliki komunitas, organisasi hingga pengguna aktif.

IndoGiving menegaskan perbedaan yang dimiliki dibanding platform lainnya adalah konsep “sinergi” yang lebih dikedepankan dibandingkan kolaborasi.

“Dengan sinergi semua bisa ambil bagian tanpa adanya bagian untuk masing-masing. Di IndoGiving kami mengedepankan transparansi, mulai dari data pemberi hingga payment gateway yang kami gunakan,” kata Jessica.

Menyadari pentingnya menumbuhkan kepercayaan kepada pengguna dan pemberi donasi, IndoGiving juga memastikan mulai dari proses, prosedur hingga pemilihan komunitas, organisasi yang ingin memanfaatkan platform IndoGiving dikurasi dengan baik didukung dengan teknologi.

Dukungan OJK untuk platform crowdfunding

Saat ini bukan hanya keperluan sosial dan edukasi, crowdfunding juga mulai banyak dimanfaatkan oleh pelaku UKM hingga startup untuk mendapatkan tambahan modal.

Melihat peluang tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian memberikan ruang bagi perusahaan kecil dengan modal kurang dari Rp30 miliar untuk melakukan penghimpunan dana dari publik di luar pasar modal. Mekanisme ini dinamakan Layanan Urun Dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi equity crowdfunding.

OJK telah menerbitkan peraturan terkait crowdfunding melalui penawaran saham berbasis teknologi. Aturan tersebut tertuang dalam POJK Nomor 37/POJK.04/2018 pada 31 Desember 2018.

Lewat aturan ini, OJK menjelaskan sebagai otoritas pengawasan, menerapkan pendekatan pengawasan berbasis market conduct pada kegiatan urun dana. Dengan pendekatan ini OJK mendorong keterbukaan informasi oleh penerbit, terbentuknya penyelenggara yang kredibel, serta terbangunnya sistem TI yang aman dan andal dalam kegiatan urun dana.

Menggapi aturan yang telah dirilis oleh OJK, Bekraf juga menyambut baik keputusan tersebut. Sehingga bisa memunculkan lebih banyak lagi peluang UKM untuk mengembangkan bisnis, memanfaatkan platform crowdfunding.

Padukan Layar E-Ink dan Keyboard Mekanis, Freewrite Traveler Didedikasikan untuk Penulis Sejati

Bagi seorang blogger seperti saya, keyboard mekanis merupakan salah satu senjata utama untuk meningkatkan efisiensi dalam bekerja. Namun seberapa cepat dan presisi saya mengetik akan terasa percuma apabila perhatian gampang teralihkan, atau lebih parah lagi, ketika mata mulai kelelahan setelah menatap monitor terlalu lama.

Solusinya bisa menggunakan perangkat bernama Freewrite, yang memadukan keyboard mekanis dan layar e-ink demi memberikan medium bekerja yang paling efektif bagi para penulis. Masalahnya, Freewrite tergolong bongsor, sehingga mungkin akan lebih bijak membawa laptop ketimbang perangkat tersebut.

Freewrite Traveler

Baru-baru ini, Astrohaus selaku pengembangnya memperkenalkan versi lain Freewrite yang jauh lebih portable. Dinamai Freewrite Traveler, bagian layarnya bisa dilipat dan ditutup ketika sedang tidak digunakan. Dimensinya secara keseluruhan pun tidak lebih besar dari separuh laptop.

Layarnya sendiri masih menggunakan panel e-ink dengan bentang diagonal seluas 6 inci, sehingga mata dijamin tidak akan terasa lelah usai mengetik selama berjam-jam. Untuk keyboard-nya, Freewrite Traveler menggunakan switch mekanis Cherry MX Brown yang sangat ideal untuk mengetik.

Namun seperti yang bisa kita lihat, wujud tiap-tiap tombolnya tidak lagi setebal Freewrite orisinal. Kompromi ini harus diambil demi mencegah Traveler jadi kelewat tebal, tapi untungnya setiap tombolnya masih bisa memberikan key travel hingga sedalam 2 mm.

Freewrite Traveler

Sama seperti Freewrite orisinal, semua hasil ketikan akan disimpan ke cloud setiap kali Traveler tersambung ke koneksi internet via Wi-Fi. Layanan yang didukung mencakup Dropbox, Google Drive, Evernote, dan Postbox besutan Astrohaus sendiri.

Dalam satu kali pengisian, baterainya bisa bertahan sampai sekitar 30 jam. Itu adalah waktu yang sangat panjang untuk mengetik tanpa teralihkan perhatiannya (tanpa akses ke browser, media sosial maupun YouTube, kecuali Anda curang dan membuka smartphone), dan charging-nya juga sudah mengandalkan kabel USB-C.

Freewrite Traveler saat ini sedang ditawarkan melalui Indiegogo. Harga early bird yang paling murah sekarang adalah $319, jauh di bawah estimasi harga retail-nya yang dipatok di angka $599.

Sumber: The Verge.

YesOJO Sedang Kembangkan Docking Station Sekaligus Speaker Bluetooth untuk Nintendo Switch

Masih ingat dengan Ojo, proyektor portable yang diciptakan secara spesifik untuk Nintendo Switch? Produk tersebut merupakan solusi cerdas bagi mereka yang hendak menikmati keseruan gamegame multiplayer Switch selama bepergian. Sekarang, YesOJO selaku pengembangnya sedang menggodok produk baru yang tak kalah menarik.

Sejauh ini belum bernama, produk yang dimaksud dideskripsikan sebagai speaker Bluetooth untuk Switch. Namun layaknya proyektor Ojo, speaker ini turut berperan ganda sebagai docking station Switch. Bedanya, yang ingin ditonjolkan di sini tentu saja adalah audionya, bukan visualnya.

Selagi Switch terpasang, suara yang keluar dipastikan jauh lebih baik ketimbang menggunakan speaker bawaan Switch. Wujudnya yang membalok juga berarti ia dapat menopang Switch dengan lebih stabil ketimbang kickstand bawaan perangkat yang tersembunyi di bagian punggungnya.

YesOJO Nintendo Switch speaker dock

Speaker dock ini turut mengemas baterainya sendiri, yang diyakini mampu bertahan 8 – 12 jam dalam satu kali pengisian. YesOJO tak lupa menyematkan sistem pendingin supaya Switch yang sedang terpasang tidak kepanasan. Saat sedang tidak mood bermain, perangkat ini rupanya masih bisa digunakan sebagai speaker Bluetooth dan power bank biasa.

Detail lebih lanjut mengenai speaker dock ini masih belum diungkapkan, termasuk rincian spesifikasi seperti unit driver speaker yang digunakan, atau kapasitas baterai yang tertanam. YesOJO berniat menawarkan perangkat ini (lagi-lagi) melalui platform crowdfunding Indiegogo pada awal tahun 2019.

Sumber: The Verge dan YesOJO.

Replika HAL 9000 dari Film Legendaris Ini Datang Membawa Integrasi Amazon Alexa

Tidak terasa sudah setengah abad berlalu semenjak Stanley Kubrick menyuguhkan visinya akan peradaban masa depan lewat film “2001: A Space Odyssey”. Meski dibuat di tahun 1968, film tersebut pada dasarnya bisa menggambarkan era asisten virtual yang kita rasakan sekarang, meski mungkin masih terkesan kelewat ekstrem untuk standar 2018 sekalipun.

Menginjak usia yang ke–50, 2001: A Space Odyssey sudah semestinya diperingati dengan cara yang istimewa. Salah satu upaya spesial datang dari Master Replicas Group, yang mengembangkan replika sentient computer HAL 9000 secara mendetail. Dimensinya pun sama persis karena yang menjadi rujukan adalah blueprint asli dari pihak produser film.

HAL 9000 Bluetooth Speaker Edition / Master Replicas Group
HAL 9000 Bluetooth Speaker Edition / Master Replicas Group

Replikanya datang dalam dua versi. Yang pertama adalah HAL 9000 Bluetooth Speaker Edition, sebuah speaker Bluetooth yang dilengkapi sebuah dudukan meja, persis seperti salah satu console yang terdapat pada film. Desainnya juga sangat mirip, lengkap sampai ke lensa cembung berisikan LED merah yang di film digambarkan sebagai mata dari sang sentient computer.

Versi yang kedua jauh lebih istimewa sekaligus lebih terbatas: HAL 9000 with Command Console. Di sini unit speaker berbentuk balok tadi datang bersama sebuah dudukan besar yang dapat dipasangkan ke tembok. Sisi kiri dudukannya dihuni layar 10,1 inci beresolusi HD, diikuti oleh 10 tombol pengoperasian di bawahnya, lagi-lagi mengacu pada desain console HAL 9000 yang ada di film.

HAL 9000 with Command Console

Versi Command Console ini juga mengemas integrasi Amazon Alexa, sehingga pengguna dapat berkomunikasi dengannya seperti di film. Kendalanya, versi ini hanya akan diproduksi sebanyak 2.001 unit saja, mengacu pada judul film legendaris itu tadi.

Bagi yang tertarik, replika HAL 9000 ini dapat dipesan melalui situs crowdfunding Indiegogo. Untuk sekarang, versi Bluetooth Speaker Edition dihargai paling murah $419, sedangkan versi Command Console dihargai $889. Harga ritel keduanya dipatok $600 dan $1.200.

Sumber: The Verge.

Mikme Silver Ialah Mikrofon Wireless, Mikrofon USB dan Audio Recorder dalam Satu Kemasan

Di balik hasil rekaman kamera smartphone yang semakin ke sini semakin bagus, selalu ada kualitas audio yang sama buruknya dari tahun ke tahun. Gadget seperti mikrofon USB jelas dapat sangat membantu, akan tetapi nilai kepraktisan ponsel langsung berkurang drastis karena harus ada kabel mikrofon yang menyambung.

Solusi yang lebih ideal tentu saja adalah mikrofon wireless, dan saya rasa sulit mencari mikrofon wireless yang lebih fleksibel dari perangkat bernama Mikme Silver berikut ini. Jangan tertipu oleh wujudnya yang simpel, ia merupakan gadget multi-talenta.

Mikme Silver

Bakat yang pertama tentu saja adalah merekam audio yang jernih selagi pengguna merekam video menggunakan kamera smartphone. Cukup gunakan aplikasi pendampingnya di ponsel untuk merekam video, maka audio yang ditangkap Mikme bakal langsung sinkron dengan videonya.

Karena wireless, kamera bisa diposisikan agak jauh dari subjek video, dan audionya masih tetap akan bagus selama Mikme diletakkan di dekat subjek dan masih dalam jangkauan koneksi Bluetooth. Dalam skenario ini, Mikme bisa digunakan sampai sekitar tiga jam sebelum baterainya habis.

Talenta yang kedua, Mikme juga dapat difungsikan sebagai audio recorder mandiri. Berbekal kapsul mikrofon electret 2/3 inci, Mikme siap merekam audio berformat m4a dalam resolusi 24-bit/48kHz. Hasilnya akan disimpan semua di dalam memory internal sebesar 2 GB (kira-kira bisa menampung audio dengan durasi total 45 jam).

Mikme Silver

Terakhir, Mikme juga bisa digunakan sebagai mikrofon USB biasa untuk berbagai kebutuhan, mulai dari podcasting sampai untuk membuat komposisi lagu. Seperti yang saya bilang, ia begitu fleksibel, padahal dimensinya amat ringkas: 70 x 70 x 35 mm, dengan bobot 220 gram.

Mikme Silver merupakan produk kedua dari pengembangnya. Produk yang pertama sebenarnya cuma beda varian (Mikme Gold), dengan kapabilitas yang lebih unggul dan harga sedikit lebih mahal. Mikme Silver yang saat ini ditawarkan di Indiegogo seharga $199 tentu dapat menjangkau kalangan yang lebih luas.

Memomate Adalah Power Bank Sekaligus Tablet E-Ink Mini untuk Corat-Coret dalam Satu Kemasan

Buku catatan kecil dan power bank adalah dua barang yang umum berada di dalam tas seseorang. Bagaimana seandainya jika kedua benda itu bisa digabung, sehingga pada akhirnya tidak ada lagi skenario salah satu yang tertinggal?

Idenya mungkin terdengar nyeleneh, tapi tetap saja menarik. Mari berkenalan dengan Memomate, power bank sekaligus tablet e-ink mini dalam satu kemasan. Di satu sisi ia siap menyuplai tenaga ekstra untuk ponsel Anda, di sisi lain ia siap dijadikan medium corat-coret kapan saja Anda memerlukannya.

Wujud Memomate tidak jauh berbeda dari power bank pada umumnya, dengan kapasitas baterai sebesar 10.000 mAh. Ia dilengkapi dua output USB, serta input micro USB sekaligus Lightning. Namun di salah satu sisinya, Anda bakal disambut oleh sebuah layar e-ink seluas 6,5 inci.

Memomate

Layarnya ini tidak umum karena berwarna hitam. Menggunakan stylus yang tersedia, Anda siap menggambar atau mencatat di atasnya layaknya menggunakan kertas dan pensil. Pengembangnya mengklaim kinerja layar ini tanpa delay, serta didukung teknologi pressure sensing.

Selesai mencatat, hasilnya bisa difoto menggunakan ponsel – sayang tidak ada opsi untuk menyimpan secara digital ke ponsel. Setelahnya, tinggal masukkan kembali ke dalam tas. Anda tak perlu khawatir catatan Anda bakal terhapus, karena Anda cuma bisa menghapusnya dengan menekan tombol di sebelah input micro USB-nya.

Begitu tombol ini diklik, layar perangkat pun langsung bersih seketika dan siap dicorat-coret kembali. Selama tombol ini tidak tertekan tanpa sengaja, catatan Anda tidak akan hilang.

Memomate

Memomate datang bersama sebuah folio case untuk memproteksi perangkat sekaligus menjadi tempat penyimpanan stylus. Uniknya, tersedia opsi casing yang mengemas wireless charger, sehingga Anda hanya perlu meletakkan ponsel yang kompatibel di atas Memomate untuk mengisi ulang baterainya.

Bagi yang tertarik, Memomate saat ini sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Indiegogo. Harganya untuk sekarang adalah $45 (non-wireless charging) dan $54 (wireless charging).

Webcam Pintar Hello Segera Kedatangan Suksesor yang Lebih Andal Lagi

Sekitar dua tahun yang lalu, saya sempat menulis tentang Hello, sebuah webcam pintar yang dapat mengubah TV atau monitor apapun menjadi alat video conferencing, screen sharing maupun live broadcasting, semuanya lewat satu sambungan HDMI. Kampanye crowdfunding-nya terbukti sukses, dan kini Solaborate selaku pengembangnya sedang sibuk menyiapkan suksesornya.

Premis yang ditawarkan Hello 2 masih sama seperti pendahulunya: ketimbang harus membeli perangkat video conferencing yang umumnya berharga mahal, Anda hanya perlu menyambungkan Hello ke TV, lalu meletakkannya di atas TV supaya semua orang dalam ruangan bisa ikut berpartisipasi.

Solaborate Hello 2

Beberapa komponen penunjangnya masih dipertahankan, namun telah disempurnakan. Di antaranya ada sensor kamera 4K dengan kualitas yang lebih baik dan sudut pandang lebih luas (112°), 4 mikrofon beam-forming berteknologi noise dan echo-cancelling yang mampu menangkap suara dari jarak sejauh hampir 10 meter, serta prosesor 6-core yang menjadi otak semuanya.

Namun penyempurnaan hardware baru sebagian dari cerita lengkapnya, sebab platform-nya secara keseluruhan kini juga sudah dipoles lebih matang lagi berkat dukungan asisten virtual Alexa dan Google Assistant, serta dukungan fungsi home automation lewat platform Zigbee.

Solaborate Hello 2

Pengguna sekarang juga dapat meng-install berbagai aplikasi Android pada Hello 2, sehingga perangkat pun sejatinya dapat merangkap peran sebagai sebuah set-top-box untuk streaming video jika perlu. Integrasi berbagai layanan seperti Slack, Facebook Workplace, Dropbox, Google Drive dan Calendar kini juga telah tersedia secara default pada Hello 2.

Perannya sebagai kamera pengawas juga tidak dilupakan, bahkan lebih dipertegas lagi lewat penyempurnaan pada fitur night vision, serta pendeteksi suara dan gerakan. Bagi yang mementingkan masalah privasi, Hello 2 dilengkapi dua tombol untuk secara langsung memutus input video dan audio, meminimalkan peluang perangkat diretas secara remote.

Hello Touch dan keputusan menjadi open-source

Solaborate Hello 2

Di samping Hello 2, Solaborate rupanya turut mengembangkan perangkat lain bernama Hello Touch. Touch sejatinya merupakan TV 4K besar berbekal panel sentuh yang dapat digunakan untuk memudahkan proses kolaborasi secara real-time maupun sebagai papan tulis digital.

Semua yang dapat dilakukan Hello 2 juga bisa dilakukan Hello Touch, sebab seperti yang bisa Anda lihat, memang ada sebuah Hello 2 yang menancap di bagian atasnya. Secara keseluruhan, Touch sejatinya bisa menjadi alternatif terhadap Microsoft Surface Hub atau Google Jamboard, dan Solaborate pun memastikan harganya bakal cukup terjangkau guna meningkatkan nilai kompetitifnya.

Hal lain yang juga menarik untuk disorot adalah keputusan Solaborate membuka platform Hello 2 dan menjadikannya open-source. Dengan begitu, developer pihak ketiga bisa mengembangkan aplikasi untuk meningkatkan fungsionalitas Hello 2.

Solaborate Hello 2

Bukan cuma software, Solaborate juga membuka kesempatan bagi yang tertarik menggarap hardware untuk melengkapi Hello 2 maupun Hello Touch. Guna menginspirasi para kreator hardware, Solaborate pun telah menyiapkan dua aksesori berupa game controller dan programmable button untuk Hello 2.

Dari situ kreator dapat memonetisasi karya mereka masing-masing. Saat saya tanya lebih spesifik mengenai aspek monetisasi ini, Labinot Bytyqi selaku CEO Solaborate mengungkapkan bahwa detailnya masih sedang mereka diskusikan dan matangkan. Namun yang hampir bisa dipastikan, Hello nantinya juga bakal membawa semacam app store-nya sendiri demi mewadahi karya para developer pihak ketiga.

Rencananya, Hello 2 akan kembali ditawarkan melalui platform crowdfunding Kickstarter dan Indiegogo sekaligus dalam waktu dekat. Harganya masih belum diungkapkan, tapi semestinya tidak terpaut jauh dari pendahulunya. Sebagai informasi, selama masa kampanye crowdfunding, Hello generasi pertama ditawarkan seharga $189, tapi sekarang versi retail-nya dibanderol $449.

*Update: kampanye Kickstarter untuk Hello 2 saat ini sudah dimulai.

Lemuro Kawinkan Desain ala Itali dan Teknik Presisi ala Jerman dalam Meracik Lensa untuk Smartphone

Pilihan lensa tambahan untuk smartphone ada banyak di pasaran, namun yang masuk kategori premium terbilang sedikit, semisal besutan Olloclip, Moment dan Zeiss. Dari ketiga brand itu, sejatinya cuma satu (Zeiss) yang punya pengalaman panjang di bidang pengembangan teknologi optik.

Namun Olloclip dan Moment sudah membuktikan bahwa startup pun juga bisa menelurkan lensa smartphone premium, dan itu sepertinya yang menjadi inspirasi bagi startup asal Jerman bernama Lemuro. Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan lineup lensa smartphone racikannya.

Pendekatan yang diambil Lemuro cukup unik, yakni mengawinkan desain elegan ala Itali dengan teknik pembuatan yang presisi ala Jerman. Hasilnya, lensa buatan Lemuro tak hanya manis di mata, tapi juga diyakini mampu menghasilkan foto yang berkualitas superior.

Lemuro Lens

Total ada empat jenis lensa yang ditawarkan: fisheye 8mm (238°), wide-angle 18mm (110°), macro 10x 25mm, dan tele 60mm (2x zoom) untuk mengambil foto portrait. Keempat lensa berbodi aluminium ini datang bersama casing kulit elegan yang dilengkapi dudukan lensa yang juga berbahan aluminium. Ini penting karena kalau sampai drat untuk memasangkan lensa rusak, sama saja lensanya sia-sia.

Untuk sekarang, kombinasi lensa dan casing ini baru kompatibel dengan iPhone 7, 7 Plus, 8, 8 Plus dan X. Lemuro sudah punya rencana untuk membuatkan versi tersendiri yang kompatibel dengan sejumlah smartphone Android populer, tapi itu baru akan menyusul dalam beberapa bulan mendatang.

Selama masa kampanyenya di Kickstarter masih berlangsung, starter kit Lemuro (case + 1 lensa) bisa dipesan seharga €75. Untuk paket kompletnya yang berisi empat lensa, para backer harus menyiapkan dana sebesar €225.

Sumber: DPReview.

Lynq Adalah Pelacak Lokasi yang Dapat Digunakan di Area Terpencil Tanpa Bluetooth Maupun Jaringan Seluler

Saat hiking berkelompok lalu ada seseorang yang tertinggal, apa yang bisa kita lakukan? Simpel, telepon saja nomor ponselnya. Namun bagaimana seandainya jika lokasi tersebut belum ter-cover jaringan seluler dan indikator sinyal di ponsel menampilkan label “SOS” atau “No Service”?

Alternatif lain bisa menggunakan tracker Bluetooth, tapi yang namanya Bluetooth selalu terbatasi oleh jarak, yang umumnya tidak lebih dari 30 meter. Solusi lain yang lebih efektif mungkin adalah perangkat kecil bernama Lynq berikut ini.

Lynq murni merupakan pelacak lokasi. Bentuknya mirip karabiner dan dapat dikaitkan ke tas maupun pakaian. Ia mengemas sebuah layar monokrom kecil yang berfungsi menampilkan arah dan jarak seseorang yang sedang dilacak, yang sedang membawa Lynq juga tentunya.

Untuk melacak posisi, Lynq mengandalkan GPS yang diyakini akurat sampai 3 – 5 meter. Lalu untuk berkomunikasi satu sama lain, Lynq memanfaatkan frekuensi radio rendah (902 – 928 MHz) yang bisa menjangkau hingga sejauh 5 kilometer. Konsumsi dayanya pun sudah pasti irit, sebab dalam satu kali pengisian Lynq bisa beroperasi sampai tiga hari.

Lynq

Sebanyak 12 unit Lynq bisa digunakan secara bersamaan. Pengguna bisa menetapkan titik untuk bertemu pada perangkat maupun semacam zona aman. Jadi ketika ada seseorang yang keluar dari zona aman tersebut, anggota kelompok yang lain bakal mendapat notifikasi dalam bentuk getaran, deringan dan layar yang menyala.

Melihat fungsinya, jelas sekali Lynq diciptakan untuk berbagai aktivitas outdoor. Selain itu, ia juga ideal digunakan di tempat-tempat ramai, seperti di konser misalnya, atau sekadar untuk melacak posisi anak-anak maupun binatang peliharaan.

Kekurangannya mungkin adalah harganya yang cukup mahal. Selama masa kampanyenya berlangsung di Indiegogo, Lynq ditawarkan seharga $89, atau $174 untuk bundel isi dua, $255 bundel isi tiga, sampai yang paling mahal $898 isi 12.

Spigen Luncurkan Casing iPhone dengan Desain ala iMac G3 dan iPhone Orisinil

Tidak terasa sudah 20 tahun sejak Apple pertama kali memperkenalkan iMac G3. Komputer all-in-one itu merupakan yang pertama mengemas port USB sebagai standar, meski dunia lebih mengenalnya lewat desain unik dan bodi plastik warna-warni nan semi-transparannya.

Wujudnya jelas terlihat kuno sekarang, akan tetapi terkadang nuansa retro itu bisa menjadi nilai jual tersendiri. Anggapan ini rupanya diamini oleh Spigen, yang baru-baru ini memperkenalkan casing iPhone dengan desain yang sangat terinspirasi oleh iMac G3, mulai dari warnanya sampai panel semi-transparan yang seakan menampilkan jeroan perangkat.

Spigen Classic C1

Casing bernama Spigen Classic C1 ini sejatinya terdiri dari dua lapisan yang terbuat dari bahan polycarbonate dan thermoplastic polyurethane (TPU). Lapisan yang dalam dengan motif jeroan perangkat bertugas meredam getaran ketika ponsel terjatuh, sedangkan lapisan luarnya yang terdiri dari bagian atas dan bawah menambah proteksi sekaligus mempermanis tampilannya.

Spigen Classic C1

Istimewanya, casing ini tergolong tipis. Saking tipisnya, iPhone 8 maupun iPhone X yang dipasangi masih bisa di-charge secara wireless. Sangat praktis ketimbang harus melepas casing setiap kali hendak meletakkan perangkat di atas wireless charger.

Spigen Classic One

Kalau desain ala iMac G3 bukan selera Anda, tersedia juga casing lain bernama Spigen Classic One. Yang ini mengambil inspirasi desain iPhone orisinil yang diperkenalkan di tahun 2007, dengan panel belakang dua warnanya yang sangat ikonik. Fiturnya sama persis seperti Classic C1, serta juga tersedia untuk iPhone 8, iPhone 8 Plus dan iPhone X.

Bagi yang tertarik, Spigen saat ini tengah memasarkannya lewat situs crowdfunding Indiegogo. Selama masa kampanye, satu casing dihargai $25 (estimasi harga retail-nya $40), sedangkan yang lebih menarik adalah bundel dua casing sekaligus (Classic C1 dan Classic One) seharga $35 saja.

Via: SlashGear.