Startup Insurtech Futuready Tutup di Indonesia

Startup insurtech Futuready mengumumkan tutup operasional di Indonesia.

“Mohon maaf kami, PT Futuready Insurace Broker (FIB), sudah tidak beroperasi lagi,” dikutip dari situs resmi Futuready, diakses pada hari ini (4/7).

Perusahaan melanjutkan, “dari kami semua di FIB, terima kasih banyak telah memercayai kami selama ini. Adalah hal yang menyenangkan telah menyediakan produk asuransi bagi Anda secara online sejak 2016.”

Tidak disebutkan penyebab keputusan tersebut diambil.

Sebelumnya, induk Futuready, Aegon Group, menjual bisnisnya di Thailand pada November 2022 kepada perusahaan ekuitas swasta berbasis di Singapura, The Huntington Group. Di Thailand, sebelumnya menjalankan bisnis sebagai telemarketing sejak 2007, kemudian rebrand jadi Futuready Thailand yang menawarkan solusi asuransi yang berfokus pada konsumen melalui saluran afinitas dan mitra.

Di Indonesia, Aegon, mengempit 80% kepemilikan saham di Futuready. Aegon merupakan perusahaan asuransi jiwa dan manager aset yang berbasis di Den Haag, Belanda.

Saat pertama kali beroperasi di Indonesia pada 2016, Futuready memanfaatkan lisensi sebagai broker asuransi yang diperoleh dari OJK. Petinggi saat itu, Sendy, menyampaikan broker memiliki posisi yang unik karena dapat membantu nasabah dalam berasuransi. Broker melaksanakan tugasnya membantu nasabah menentukan pilihan produk asuransi terbaik dengan objektif dan transparan.

Tidak hanya konsultasi, perusahaan juga dapat memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak atas nama dan demi kepentingan nasabah, bukan kepentingan perusahaan asuransi.

Setelah Sendy, posisi tertinggi Futuready Indonesia diisi oleh Keet Peng Onn sejak Agustus 2019. Onn sebelumnya menduduki beberapa posisi penting di Aegon Group.

Putar otak pasarkan asuransi

Di Indonesia, penetrasi masyarakat terhadap produk asuransi terbilang rendah. Data OJK menunjukkan, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada 2021 mencapai 3,18% persen, yang terdiri dari penetrasi asuransi sosial (1,45%), asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), dan sisanya asuransi wajib.

Sementara itu, kontribusi aset industri asuransi baru mencapai 5,8% terhadap PDB dengan penetrasi di bawah 4%. Padahal, untuk menjadi negara maju, kontribusi asuransi harus mencapai 20% dari PDB.

Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing merinci ada beberapa permasalahan mendasar yang ada dalam industri asuransi. Misalnya, inovasi yang tidak terlalu kencang, produk yang tidak terjangkau untuk masyarakat luas, hingga proses bisnis banyak yang masih manual. Dari sini, banyak sekali kesempatan digitalisasi yang dapat dilakukan oleh pemain insurtech.

Dengan kondisi tersebut, pendekatan PasarPolis adalah membangun digital engagement, menautkan asuransi sebagai bagian dari gaya hidup digital masyarakat Indonesia, dengan menghadirkan layanan embedded insurance.

“Seperti saat orang membeli barang di marketplace, asuransi berasa seperti udara [sesuatu yang mengiringi, dalam hal ini untuk perlindungan barang]. Jadi tujuannya mendatangkan asuransi ke kehidupan orang, bukan orang yang datang untuk mencari asuransi. Kemitraan ini adalah strategi terbaik untuk mengakses pelanggan,” jelas Cleo.

Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin menambahkan, tiap kali ada inovasi yang mengubah perilaku masyarakat akan menimbulkan risiko baru. Kesempatan inilah yang bisa digarap perusahaan asuransi, sehingga produknya juga dituntut untuk terus berinovasi. Dunia asuransi itu sendiri dikenal sebagai industri yang kaku dengan proses kerja yang tidak sedinamis layanan insurtech.

“Asuransi harus menjadi lifestyle yang bukan dicari untuk satu tahun, tapi bisa dibeli beberapa kali dalam setahun. Makanya harus dikaitkan dengan lifestyle,” ujarnya.

Kedua perusahaan di atas juga mulai tancap gas memanfaatkan kanal distribusi yang paling banyak dicari konsumer, yakni keagenan. Fuse bahkan hanya memfokuskan diri di model bisnis ini saja.

Bisnis keagenan

Sebelumnya, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyampaikan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. Namun, catatan ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agency sebagai kanal distribusinya.

Togar juga menegaskan model keagenan tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia hingga seluruh masyarakat memahami pentingnya proteksi asuransi jiwa bagi dia dan keluarganya. Sebab, produk asuransi sampai saat ini masih ‘dijual’, bukan ‘dibeli’.

Bisnis keagenan ini termasuk mahal dan memiliki turnover yang tinggi. Kendati begitu, perusahaan yang mengandalkan kanal ini tetap harus melakukan perekrutan agar tetap tumbuh dalam kondisi apapun. Togar menyebut ada rumusan umum dalam merekrut agen, yakni 10:3:1. Artinya, dari setiap 10 orang yang diundang, hanya tiga orang yang tertarik dan mengikuti pelatihan. Namun pada akhirnya hanya satu orang yang bersedia menjadi agen asuransi jiwa.

“Kalau dianalogikan, mie instan itu tinggal taruh di display, lalu orang datang membelinya. Produk asuransi jiwa enggak bisa begitu. Dia harus ditawarkan. Nah, inilah yang menyebabkan kenapa peranan tenaga pemasar asuransi jiwa menjadi penting,” katanya.

Startup Insurtech Bang Jamin Peroleh Investasi dari Northstar Group dan BRI Ventures

Startup insurtech lokal Bang Jamin memperoleh pendanaan segar dari Northstar dan BRI Ventures. Belum ada pengumuman resmi dari seluruh pihak, namun dalam laman LinkedIn Northstar terdapat unggahan yang mengonfirmasi atas kabar tersebut.

Kabar ini pertama kali diwartakan oleh DealStreetAsia pada hari ini (17/3). Sumber menyebutkan Bang Jamin memperoleh sekitar $2 juta-$3 juta (lebih dari Rp30 miliar-Rp46 miliar) dari kedua investor tersebut.

Bergabungnya Bang Jamin dengan kata lain menambah portofolio di BRI Ventures, sebelumnya terdapat Qoala, startup sejenisnya

Bang Jamin merupakan insurtech lokal yang berdiri pada tahun lalu, digawangi oleh Indra Baruna (CEO), Maruly Octavianus Sinaga (COO), Morgan Andre Barry (CPO), dan Serano Tannason (CTO), serta Jens Reisch (Advisor).

Nama-nama tersebut beberapa di antaranya adalah veteran di dunia asuransi. Indra Baruna misalnya, adalah eks petinggi Adira Insurance (kini bernama Zurich Asuransi Indonesia) dan Tugu Insurance. Sementara Jens Reisch sebelumnya adalah Presiden Direktur Prudential Indonesia.

Dalam situsnya, Bang Jamin bekerja sama dengan perusahaan asuransi menyediakan produk dan layanan secara all-in-one, mulai dari pembelian hingga klaim asuransi yang didukung dengan teknologi AI. Produk asuransinya mencakup beragam asuransi kendaraan, mulai dari mobil listrik, sepeda, motor besar, dan sepeda motor, hingga asuransi syariah. Mitra perusahaan asuransinya, terdapat Mega Insurance, Tugu Insurance, Asuransi Aswata, Simas Insurtech, Sompo Insurancce, dan Etiqa.

Sebagai catatan, mengutip dari riset e-Conomy 2022, disampaikan bahwa asuransi digital di Asia Tenggara merupakan salah satu sektor yang tumbuh cepat dalam layanan keuangan digital, dengan pertumbuhan sebesar 64% secara year-on-year. Secara nilai diprediksi mencapai $400 juta pada 2022 dan tumbuh hingga $1 miliar pada 2025 mendatang.

Kehadiran insurtech dinilai dapat secara positif meningkatkan penetrasi, inklusi, dan literasi digital, khususnya dalam industri asuransi di Indonesia. Data ini juga menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang potensial untuk industri insurtech.

Untuk mempelajari tentang lanskap insurtech lokal, unduh laporan Insurtech Ecosystem in Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Qoala Umumkan Tambahan Pendanaan Seri B 113 Miliar Rupiah [UPDATED]

*28/3/2023: Kami memperbarui informasi nominal pendanaan sesuai dengan rilis yang diterbitkan oleh Qoala

Startup insurtech Qoala mengumumkan telah menyelesaikan tambahan pendanaan seri B  sebesar $7,5 juta (lebih dari 112 miliar Rupiah). Investor baru dalam putaran ini adalah Responsability dan AppWorks. Sejumlah investor terdahulu juga turut berpartisipasi, di antaranya Eurazeo dan Indogen.

Bila ditotal dengan pendanaan Seri B di Mei 2022 kemarin sebesar $65 juta, maka total perolehan Qoala untuk putaran ini sebesar $72,4 juta (lebih dari 1,09 triliun Rupiah). Putaran ini diikuti oleh investor terdahulu Qoala, seperti Flourish Ventures, KB Investment, MDI Ventures, SeedPlus, dan Sequoia Capital India. Beberapa investor baru juga ikut bergabung, di antaranya BRI Ventures, Daiwa PI Partners, Indogen Capital, Mandiri Capital Indonesia, dan Salt Ventures.

“Sama seperti Series B kemarin, kami ingin gunakan dana untuk mendukung pengembangan teknologi sehingga pelayanan asuransi menjadi lebih baik,” ucap Co-founder & Deputy CEO Qoala Tommy Martin kepada DailySocial.id, Rabu (18/1).

Pencapaian Qoala

Startup yang dirintis pada 2018 ini memosisikan diri sebagai platform insurtech untuk ritel. Qoala menawarkan dua produk, yakni Qoala Plus (keagenan) dan Qoala for Enterprise (B2B dan B2B2C).

Qoala meyakini dapat memecahkan masalah utama bagi pemasar asuransi dan konsumen melalui kecepatan penerbitan polis, penetapan harga instan, dan komisi instan kepada para tenaga pemasar asuransi. Inovasi ini juga dinilai dapat memungkinkan Qoala mengakuisisi konsumen dengan biaya lebih rendah dan mencapai unit ekonomi yang unggul.

Kemudahan ini membantu tenaga pemasar, atau yang disebut Mitra Qoala Plus, memperoleh penghasilan tak terbatas dan instan dengan kebebasan waktu. Variasi produk asuransi milik Qoala Plus yang sesuai kebutuhan dan gaya hidup masyarakat saat ini, seperti asuransi jiwa, kesehatan, asset berharga seperti mobil dan properti, serta asuransi gaya hidup seperti travel dan lainnya; secara otomatis memberikan kesempatan bagi para tenaga pemasar untuk mendapatkan penghasilan lebih.

Dalam paparan perusahaan baru-baru ini, Qoala Plus diklaim berhasil mencatatkan pertumbuhan lebih dari 10 kali lipat sejak awal berdiri di 2019. Selama satu tahun terakhir, Qoala Plus telah menjaring lebih dari 60,000 tenaga pemasar dengan lebih dari 20 kota operasional di seluruh Indonesia dan berencana membuka lebih banyak di masa depan.

Qoala Plus menawarkan 34 jenis produk asuransi yang berbeda sesuai keperluan masyarakat dan terhitung telah membantu sebanyak 115.000 proses klaim polis. Mitra perusahaan asuransi yang telah dirangkul, mulai dari Zurich Insurance, Great Eastern Life Indonesia, KB Insurance, Asuransi MAG, Asuransi Sinar Mas, Tugu Insurance.

Sebagai catatan, dalam mengoperasikan Qoala Plus, perusahaan bermitra dengan PT Mitra Jasa Pratama. Menurut situs Mitra Jasa, Tommy Martin menjabat Komisaris Utama, mengindikasikan posisi perusahaan pialang tersebut terafiliasi dengan Qoala. Kendati, belum ada keterangan resmi yang diungkap terkait ini dari Qoala.

Application Information Will Show Up Here

Startup Insurtech Igloo Tutup Putaran Seri B 716 Miliar Rupiah, Seriusi Bisnis di Indonesia

Startup insurtech yang berbasis di Singapura Igloo mengumumkan telah menyelesaikan pendanaan seri B senilai $46 juta (lebih dari 716 miliar Rupiah). Putaran ini sudah berlangsung sejak Maret 2022 dengan perolehan sebesar $19 juta dipimpin oleh Cathay Innovation, dengan tambahan investasi dari ACA dan sejumlah investor sebelumnya, termasuk Openspace.

Dana tambahan sebesar $29 juta ini berasal dari konsorsium investor berpengaruh, di antaranya InsuResilience Investment Fund II yang diprakarsai oleh Bank Pembangunan Jerman KfW atas nama Kementerian Federal Kerja Sama & Pembangunan Ekonomi Jerman (BMZ) yang dikelola oleh investor  seperti BlueOrchard Finance Ltd., yang memimpin pendanaan lanjutan ini. Selain itu, investor lainnya, WWB Capital Partners yang dikelola oleh Women’s World Banking Asset Management (WAM), FinnFund, La Maison, dan investor utama seri B, Cathay Innovation.

Dana tambahan ini akan menjadi amunisi perusahaan dalam memiliki fondasi finansial selama beberapa tahun mendatang. Perusahaan akan merekrut talenta tarbaik di bidang engineering, produk, desain, dan pengolahan data, mengingat 50% tim Igloo difokuskan untuk penelitian dan pengembangan. Tak hanya itu, Igloo sedang dalam proses mengidentifikasi dan mengamankan berbagai peluang merger dan akuisisi untuk mewujudkan visinya ‘Asuransi untuk Semua’ sesegera mungkin.

Head of Private Equity Investments Asia BlueOrchard Mahesh Joshi menyampaikan, dengan keahlian, kemampuan, dan teknologi untuk mengembangkan produk-produk dan solusi yang secara langsung menguntungkan kelompok target yang pihaknya sasar, Igloo merupakan perusahaan yang tepat untuk mendukung misinya dalam upaya melindungi dan meningkatkan ketangguhan komunitas-komunitas yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Co-founder dan CEO Igloo Raunak Mehta menambahkan dukungan dari para investor ini menunjukkan nilai yang ditawarkan Igloo dalam mempermudah akses asuransi untuk masyarakat yang belum terlayani, khususnya pekerja gig dan UMKM.

“Sebagai firma insurtech terdepan di Asia Tenggara, membangun ekosistem yang berkelanjutan menjadi prioritas utama bagi kami. Sekarang kami siap untuk memanfaatkan keahlian dan meningkatkan pertumbuhan di seluruh wilayah, serta terus memperkuat portofolio produk dan layanan dalam mengatasi kesenjangan asuransi tradisional,” terangnya.

Menurutnya, babak pendanaan seri teranyar ini membuktikan kepercayaan para investor terhadap performa cemerlang perusahaan yang secara konsisten membawa cakupan asuransi ke segmen uninsured dan underinsured yang berpopulasi besar di Asia Tenggara.

Sejalan dengan riset e-Conomy 2022, disampaikan bahwa asuransi digital merupakan salah satu sektor yang tumbuh cepat dalam layanan keuangan digital, dengan pertumbuhan sebesar 64% secara year-on-year. Secara nilai diprediksi mencapai $400 juta pada 2022 dan tumbuh hingga $1 miliar pada 2025 mendatang.

Kehadiran insurtech dinilai dapat secara positif meningkatkan penetrasi, inklusi, dan literasi digital, khususnya dalam industri asuransi di Indonesia. Data ini juga menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang potensial untuk industri insurtech.

Angkat country manager di Indonesia

Country Manager Igloo Indonesia Henry Mixson / Igloo

Sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mendukung industri asuransi di tanah air, Igloo telah menunjuk Henry Mixson sebagai Country Manager Igloo di Indonesia. Henry telah berpengalaman selama lebih dari 10 tahun di industri teknologi dan fintech. Sebelumnya, ia sempat menjabat sebagai Country Manager dan Regional Head of Credit Aspire Financial Technology dan merupakan salah satu dari tim pendiri di Tunaiku/Amar Bank.

“Saya sangat senang bergabung dengan Igloo dan berharap dapat berkontribusi dalam misi perusahaan ini untuk menyediakan asuransi bagi semua. Saya optimis bahwa Igloo berada dalam jalur yang tepat dan memiliki posisi yang kuat dengan inovasi teknologi untuk menyediakan asuransi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau bagi setiap level masyarakat,” papar Henry.

Posisi Henry diharapkan dapat membawa Igloo menuju posisi selanjutnya sebagai pemain yang dominan di Indonesia. Mehta menambahkan, di bawah pimpinan Henry, Igloo menargetkan peningkatan pertumbuhan perusahaan hingga tiga kali lipat pada 2023 dengan meluncurkan lebih banyak produk, menjalin kemitraan, menemukan lebih banyak mitra distribusi, dan membantu lebih banyak pelanggan sesuai kebutuhannya.

Diklaim hingga saat ini, perusahaan telah menjalin kemitraan dengan lebih dari 55 perusahaan di tujuh negara dan lebih dari 15 produk dalam rangkaian produknya terus berkembang. Perusahaan telah memfasilitasi lebih dari 300 juta polis dan meningkatkan premi bruto sebesar 30 kali lipat sejak pertama kali berdiri di 2019.

Baru-baru ini perusahaan meluncurkan produk Asuransi Indeks Cuaca paramatrik di Vietnam, satu dari lima negara pengekspor beras terbanyak. Produk ini memanfaatkan kontrak pintar berbasis blockchain, mengautomasi pembayaran klaim yang dihitung menggunakan nilai yang telah ditetapkan sebelumnya untuk kerugian yang disebabkan oleh cuaca atau bencana alam.

Ke depannya, Igloo berencana untuk memperluas jangkauan produk tersebut ke Indonesia sebagai negara penghasil padi terbesar ke-3 di Indonesia, untuk melindungi para petani padi yang belum tersentuh layanan asuransi.

Application Information Will Show Up Here

Aigis Pivot Jadi “Finnix”, Kembangkan Platform Manajemen Proyek dan Keuangan Industri Kreatif

Meluncur pada pertengahan tahun 2021 lalu, Aigis selaku platform insurtech yang didukung oleh Init6, Goodwater Capital, dan Y Combinator memutuskan untuk melakukan rebranding dan peralihan fokus bisnis (pivot) menjadi startup teknologi finansial dan manajemen proyek untuk industri kreatif. Kini mereka beroperasi dengan nama Finnix.

Perubahan arah bisnis ini diputuskan founder setelah mempertimbangkan perkembangan di bisnis insurtech di Indonesia. Bersama Finnix kini mereka lebih fokus untuk melayani kebutuhan di industri kreatif, khususnya di segmen B2B —  mereka yang memanfaatkan ekosistem industri kreatif untuk membantu bisnisnya.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & CEO Finnix Reinhart Hermanus menyebutkan, saat ini menjadi waktu yang tidak tepat bagi startup untuk bersaing sebagai platform insurtech, karena sulitnya bagi mereka untuk melakukan scale-up dengan sustainable economics.

“Tim kami di Aigis menyadari tantangan yang dihadapi oleh banyak pelaku industri kreatif dalam mengelola cash flow untuk proyek mereka. Kami percaya bahwa penawaran baru kami di Finnix akan memberikan solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi tantangan ini dan membantu keberhasilan para pengusaha kreatif.”

Layanan Finnix

Secara khusus Finnix menawarkan sistem teknologi keuangan dan manajemen proyek, seperti dasbor untuk kolaborasi proyek, manajemen anggaran, dan solusi pembayaran yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan agensi kreatif.

Finnix juga telah bekerja sama dengan startup p2p lending Cicil untuk memberikan layanan pembiayaan proyek kepada klien. Hanya dalam jangka waktu empat bulan operasional, Finnix telah membantu lebih dari 25 proyek dari klien berupa event organizer, rumah produksi, agensi iklan, dan promotor konser.

“Rencana jangka pendek Finnix menjalin kerja sama dengan beberapa asosiasi terkait (asosiasi EO dan lainnya) untuk proses akuisisi klien, sekaligus untuk risk management. Kita juga sedang mengembangkan produk teknologi (project management tools), supaya pembiayaan kita dibarengi dengan improvement di sisi operasional internal klien,” kata Reinhart.

Bulan Mei 2022 lalu Aigis telah mengantongi pendanaan dalam initial round senilai $1 juta atau setara 14,5 miliar Rupiah.

“Kami yakin tim Finnix bisa membawa perusahaan ke pertumbuhan yang eksponensial dalam waktu dekat. Mereka memiliki pengalaman yang solid dan memahami kebutuhan pasar dengan sangat baik. Kami berharap Finnix dapat membawa pengaruh positif dalam pengembangan industri kreatif di Indonesia,” kata Founding Partner dari Init6 Achmad Zaky.

Industri kreatif

Sejak tahun 2021 lalu sudah mulai banyak platform yang menyasar industri kreatif. Mulai dari platform yang menghadirkan layanan streaming untuk influencer, marketplace influencer, hingga mereka yang menawarkan manajemen atau monetisasi untuk semua kreator.

Sebagai layanan fintech, Finnix ingin memberikan solusi solusi teknologi keuangan dan manajemen proyek untuk bisnis. Finnix dirancang untuk membantu profesional dan tim kreatif mempermudah alur kerja, mengelola sumber daya, dan mengatur keuangan. Hal ini dilakukan agar konten kreator bisa fokus kepada karya mereka, tanpa harus memikirkan proses manajemen, pengelolaan dan lainnya.

Saat ini sudah ada beberapa platform yang menawarkan layanan serupa, di antaranya adalah TipTip, BintaGo, PartiPost,  Indonesia Creators Economy besutan IDN Media, hingga Lynk.id yang bertujuan memberikan tools terpadu kepada kreator. Sebagian dari mereka juga membantu di sisi kreatornya untuk melakukan manajemen proyek dan keuangan.

Sukses Rangkul 80 Ribu Mitra Agen Asuransi di Indonesia, Fuse Replikasi Model Ini di Vietnam

Sebagai platform insurtech yang memberdayakan agen asuransi dengan platform digital, saat ini Fuse mengklaim terus mengalami pertumbuhan bisnis  positif. Meskipun menyadari masih rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, namun banyak peluang bagi insurtech untuk menggarap sektor ini dengan layanan yang beragam.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Fuse Andy Yeung mengungkapkan, hingga saat ini dan tahun 2023 mendatang, fokus perusahaan terus berupaya  memperkuat posisi sebagai insurtech terbesar di Indonesia.

“Kami terus berupaya memanfaatkan berbagai aspek untuk meningkatkan daya saing digital di tanah air. Beberapa caranya dengan mengoptimalkan sistem digital, proses dan saluran distribusi Fuse, serta membangun kepercayaan pelanggan terhadap ekosistem asuransi.”

Setelah meluncurkan Fuse Pro beberapa waktu lalu, mereka melihat partner/agen/broker masih punya peran penting dalam rantai nilai penjualan asuransi. Di masa mendatang peran tersebut tidak akan didisrupsi oleh teknologi. Melalui Fuse Pro diharapkan bisa membantu dan mendukung para mitra bisa melakukan transaksi asuransi secara online, serta meningkatkan keterampilan digital mereka.

Saat ini Fuse memiliki lebih dari 80 ribu partner/agen/broker terdaftar yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Fuse juga menggenjot strategi kemitraan. Salah satunya bersama Tokopedia untuk pemenuhan kebutuhan asuransi umum bagi pengguna.

Platform insurtech ini didirikan sejak 2017 oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar. Mereka mengklaim sebagai aplikasi pionir yang berfokus pada model keagenan. Hal ini dinilai relevan dengan kondisi di Indonesia, sebanyak 97% dari populasi masih berstatus underinsured dikarenakan kurang percaya dengan sistem perasuransian yang ada saat ini.

Selain Fuse yang mengandalkan layanan keagenan, insurtech lainnya yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah, PasarPolis melalui PasarPolis Mitra dan Qoala dengan Mitra Qoala Plus. Hanya saja, keduanya fokus dari ritel dulu baru ke bisnis, sementara Fuse sebaliknya.

Pertumbuhan positif di Vietnam

Tahun 2021 lalu Fuse telah merampungkan pendanaan seri B. Tidak disampaikan nominal investasi yang didapat. Adapun putaran ini dipimpin oleh GGV Capital dengan keterlibatan investor sebelumnya, termasuk East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, Emtek, dan sejumlah investor yang tidak disebut identitasnya.

Fuse berada di posisi yang tepat saat ini untuk memasuki pasar asuransi yang masih underpenetrated atau belum terlayani. Dengan menggunakan platform teknologi Fuse yang unik, yaitu menggabungkan berbagai model distribusi, menyesuaikan dengan berbagai cara-cara konsumen untuk membeli asuransi.

“Kesuksesan di Indonesia akan kami replikasikan ke banyak negara di Asia Tenggara, karena kami berharap kehadiran Fuse bisa membuat semakin banyak orang di Asia Tenggara mendapatkan perlindungan asuransi.”

Terkait dengan pertumbuhan bisnisnya di negara lain seperti Vietnam, tercatat bahwa saat ini Fuse telah menerbitkan lebih dari 5 juta polis di negeri naga biru tersebut sejak resmi hadir tahun lalu.

Di sana Fuse menawarkan produk asuransi mikro melalui kanal e-commerce dengan harga yang terjangkau bagi semua kalangan. Lantas baru- baru ini, Fuse mereplikasi model Business to Agent/Broker to Customer–yang terbukti sukses dikembangkan di pasar Indonesia–ke negara Vietnam.

Menurut data laporan e-Conomy SEA 2022 yang dipublikasikan oleh Google, Temasek dan Bain & Company. Pertumbuhan ekonomi digital Vietnam diproyeksikan akan cemerlang pada tahun 2025. Vietnam diprediksi mencapai GMV sebesar $ 23 miliar di akhir tahun 2022 dan  US$ 49 miliar di tahun 2025.

Industri asuransi umum di Vietnam juga diprediksi akan tumbuh 2 karena didukung oleh pemulihan ekonomi yang kuat, peningkatan frekuensi bencana alam, dan pertumbuhan asuransi wajib.

“Kami sangat meyakini bahwa transformasi asuransi digital dapat membantu lebih banyak orang mendapatkan proteksi asuransi, dan semoga tingkat penetrasi asuransi dapat meningkat secara substansial di tahun-tahun mendatang di Indonesia, Vietnam dan Asia Tenggara,” kata Andy.

Application Information Will Show Up Here

Platform Insurtech “Full-Stack” Sunday Gencarkan Ekspansi di Indonesia

Platform insurtech full-stack asal Thailand, Sunday ingin menjangkau lebih banyak pengguna, baik individual maupun korporasi, di pasar Indonesia.

Sedikit informasi, Sunday didirikan pada 2017 dan berada di bawah naungan holding company di bidang keuangan dan teknologi, Sunday Ins Holdings yang berbasis di Singapura.

“Alasan kami memilih nama Sunday karena kami ingin menjadi brand yang sederhana dan dapat relate dengan generasi masa depan,” ungkap Co-founder dan CEO Sunday Cindy Kua kepada DailySocial.id.

Cindy memaparkan lebih lanjut tentang pengembangan Sunday dan rencana bisnisnya di Indonesia untuk memperkaya ekosistem insurtech lebih luas.

Posisi Sunday

Resmi meluncur di Indonesia pada tahun ini, Sunday menawarkan sejumlah produk asuransi, mulai dari polis untuk kendaraan bermotor dan perjalanan, Sunday Health for Business, hingga program perlindungan kesehatan untuk pemberi kerja dengan pengajuan klaim asuransi nasabah lebih mudah. Selain itu, Sunday menawarkan paket smartphone berbasis langganan melalui mitra.

Sebagai insurtech full-stack, Sunday memiliki nilai pembeda dibandingkan pemain sejenis yang menerapkan konsep Managing General Agent (MGA) atau insurtech yang menyasar segmen B2B. Di Indonesia, model tersebut digunakan oleh beberapa startup, seperti PasarPolis, Qoala, dan Aman.

“Karena kami full-stack, kami beroperasi selayaknya perusahaan asuransi. Kami monetisasi melalui underwriting, kami kelola semua. Itu alasan kami berada dalam regulasi OJK. Kami harus memastikan dapat membayar klaim nasabah kami,” tutur Cindy.

Menurut Cindy, perusahaan asuransi konvensional memang memiliki lisensi untuk proses underwriting, tetapi mereka tidak punya fleksibilitas dalam bertransformasi digital. Saat ini, Sunday telah menyediakan lebih dari 1 juta polis dan aktif memproteksi lebih dari 100.000 nasabah asuransi kesehatan.

“Bank dan perusahaan asuransi konvensional butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa bertransformasi mengadopsi teknologi. Sundah, sebagai perusahaan teknologi, tidak bisa menunggu. Kami harus menyamakan kecepatan konsumen,” katanya.

Implementasi teknologi

Dengan mengadopsi AI dan machine learning, Sunday berupaya untuk memperkuat business process dan pengembangan produk yang lebih personalized, hingga memperkuat aspek data compliance dan keamanan.

Selain itu, data yang dimiliki Sunday tersimpan dalam microservices architecture sehingga memungkinkan pihaknya untuk mengadopsi teknologi yang berbeda di masa depan. Misalnya, blockchain dan turunannya. “Kami membangun arsitektur yang memungkinkan kami untuk menerapkan AI dan machine learning.”

Saat ini, Sunday telah menempatkan sejumlah SDM lokal di Indonesia untuk memperluas layanan dan menjangkau lebih banyak pengguna. Untuk tahap awal, Sunday baru bermitra dengan Pegadaian di Indonesia untuk program employee benefits. Sunday juga menggencarkan kerja sama strategis dengan perusahaan teknologi, seperti platform mobil bekas dan logistik.

Sebagai informasi, Sunday telah mengantongi pendanaan seri B senilai $75 juta dari KSK Ventures, Vertex Ventures, Quona Capital, Tencent, SCB10X, LINE Ventures, Z Venture Capital, Granite Oak, Aflac Ventures, dan OSK- SBI Venture Partners.

Igloo Terapkan Blockchain untuk Layanan Insurtech di Bidang Pertanian

Startup insurtech Igloo merilis produk Asuransi Indeks Cuaca berbasis blockchain untuk para petani padi yang belum terlayani asuransi. Asuransi ini memanfaatkan smart contract yang dapat mengotomatisasi klaim berdasarkan tingkat curah hujan yang terjadi.

Asuransi Indeks merupakan pendekatan baru untuk mengatasi risiko kerugian petani akibat bencana alam atau cuaca yang tidak menentu dengan menggunakan data indeks cuaca yang telah ditentukan sebelumnya. Di Indonesia, kondisi cuaca yang tidak menentu sering kali menjadi kendala bagi para petani. Inisiatif ini sebenarnya sudah diungkapkan perusahaan yang ingin memperluas solusi proteksi ke lebih banyak sektor melalui inisiatif, seperti DeFi (Decentralised Finance).

Dari data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan menunjukkan bahwa di provinsi tersebut, sebagai daerah penghasil beras terbesar ke-4 di Indonesia, mengalami penurunan hasil padi hingga 1,7 juta ton pada 2021. Penyebabnya dikarenakan pola cuaca yang berubah-ubah hingga terjadi banjir yang menggenangi area pertanian.

Co-founder & CEO Igloo Raunak Mehta menyampaikan, Asuransi Indeks Cuaca yang dihadirkan ini dapat mengurangi risiko petani akibat kondisi cuaca buruk dan merugikan mereka. Produk ini menawarkan proses penyelesaian klaim yang lebih cepat, sederhana, objektif, serta membantu memberikan proses pembayaran berdasarkan peristiwa yang terjadi dan metrik resmi yang dapat diakses publik.

“Asuransi ini diharapkan dapat permudah petani mendapatkan akses asuransi dengan harga premi yang jauh lebih terjangkau,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Baru hadir di Vietnam

Asuransi Indeks Cuaca menggunakan data curah hujan dari Vietnam Meteorological and Hydrological Administration (VNMHA) dan dipantau oleh Igloo, asuransi parametrik ini akan membayar kerugian berdasarkan kalkulasi yang telah ditentukan akibat cuaca atau bencana alam. Selain itu, petani juga dapat dengan mudah dan cepat mengajukan klaim tanpa perlu melakukan verifikasi individual sehingga biaya transaksi lebih terjangkau.

Pengaturan pembayaran klaim berbasis blockchain yang diberikan juga mampu meningkatkan transparansi dan konsistensi sehingga menciptakan sistem yang kredibel. Menurut Mehta, tingkat perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya, ditambah dengan menurunnya rantai pasokan akibat COVID-19, mendorong kebutuhan adanya solusi asuransi pertanian bagi komunitas petani kecil.

Oleh karenanya, pihaknya berupaya memberikan pendekatan yang terintegrasi dengan ekosistem yang lebih luas untuk memperkuat tingkat ketahanan petani yang berfokus pada inovasi produk dan distribusi. “Peluncuran Asuransi Indeks Cuaca berbasis blockchain pertama ini telah memperkuat komitmen kami untuk membuat asuransi lebih mudah diakses dan terjangkau melalui teknologi,” tambah dia.

Sebagai langkah awal, Asuransi Indeks Cuaca telah melindungi lebih dari 5.000 hektar lahan di Vietnam dan ditargetkan untuk melindungi 50.000 hektar dalam beberapa musim ke depan melalui kerja sama dengan sejumlah perusahaan milik negara dan swasta.

Vietnam merupakan salah satu dari lima negara pengekspor beras terbesar di dunia, dengan 95% hasil ekspor berasal dari wilayah Delta Mekong. Meski demikian, produksi pangan tidak lepas dari tantangan kondisi iklim yang kurang baik, seperti banjir dan perubahan pola curah hujan yang mampu menurunkan produksi para petani padi.

Mehta melanjutkan, ke depannya Igloo akan memperluas solusi asuransi Indeks Cuaca di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai negara penghasil beras terbesar ke-3 di dunia. Tingginya risiko akibat perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu diharapkan dapat teratasi dengan solusi Asuransi Indeks Cuaca serta melindungi petani dari kerentanan finansial untuk menanam kembali.

Pencapaian

Diklaim, hingga saat ini Igloo telah memfasilitasi lebih dari 300 juta polis di Asia Tenggara dan berencana untuk memperluas solusi perlindungan ke sektor yang belum terlayani asuransi dengan pemanfaatan teknologi yang canggih. Potensi bisnis Igloo yang kuat terletak pada pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara yang diperkirakan mencapai 300 miliar dolar Amerika pada 2025.

Igloo sendiri berbasis dari Singapura dengan kantor yang tersebar di Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia dengan pusat teknologi di India dan Tiongkok. Dalam data sebelumnya, diklaim Igloo mencetak kenaikan gross written premium (GWP) sebesar tiga kali lipat pada 2021.

Perusahaan memiliki lebih dari 30 kemitraan besar dan jejak regional yang terus meningkat. Igloo berambisi ingin memfasilitasi lima persen Premi Asuransi Umum untuk lima tahun ke depan di regional ini. Dalam mewujudkan ambisi tersebut pada Maret 2022, perusahaan mengumumkan pendanaan Seri B senilai $19 juta yang dipimpin Cathay Innovation dengan partisipasi dari investor sebelumnya, termasuk Openspace. Pendanaan ini membuat total pendanaan yang diterima perusahaan mencapai lebih dari $36 juta.

Rangkaian inovasi yang dilakukan perusahaan adalah meluncurkan platform berbasis AI, Ignite, untuk meningkatkan produktivitas mitra agen asuransi dan penjualan, serta mempercepat proses penjualan menjadi lebih sederhana dan efisien. Ignite menawarkan beragam produk asuransi dalam satu platform, mulai dari asuransi motor dan kecelakaan diri yang disediakan oleh perusahaan asuransi yang telah bermitra. Disebutkan ada lebih dari 1000 mitra agen yang telah memanfaatkan platform ini.

Sebelum meluncurkan Ignite, Igloo juga menawarkan embedded insurance di Indonesia yang bekerja sama dengan berbagai mitra, seperti RedDoorz yang menawarkan Guest Protection (Proteksi pelanggan), Layanan keuangan digital DANA yang menawarkan Gadget and Gamer’s Health Protection (proteksi gawai dan kesehatan gamer), serta perusahaan e-commerce ternama Bukalapak yang menawarkan enam produk seperti transit, elektronik, proteksi barang dan lainnya.

Startup Insurtech Asal Singapura “Bolttech” Akuisisi Axle Asia, Perkuat Kehadiran di Indonesia

Startup insurtech asal Singapura Bolttech mengakuisisi kepemilikan saham mayoritas perusahaan broker asuransi Indonesia, yakni PT Axle Asia. Dengan aksi korporasi ini, Axle Asia resmi menjadi anak usaha dan selanjutnya akan melakukan rebranding.

Dalam keterangan resminya, akuisisi ini menjadi strategi untuk mengakselerasi distribusi kapabilitas Bolttech di Indonesia dalam menawarkan produk asuransi sekaligus melengkapi solusi bisnis existing.

Group CEO Bolttech Rob Schimek mengungkap, misi perusahaannya adalah membangun ekosistem perlindungan dan asuransi berbasis teknologi di dunia. “Angka pertumbuhan di Indonesia termasuk yang paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan ini membuka peluang bagi solusi-solusi insurtech dalam memenuhi kebutuhan konsumen lokal dan rekanan bisnis yang berubah secara dinamis,” ujarnya.

Diketahui, Bolttech tengah gencar mendorong ekspansi layanannya dengan mengakuisisi dua perusahaan di bidang asuransi selama hampir dua tahun terakhir. Bolttech mencaplok I-surance (Spanyol) di 2021 dan Ava Insurance Brokers (Singapura) di awal 2022.

Bolttech memperoleh status unicorn dalam kurun waktu 15 bulan sejak berdiri pada April 2020. Pendanaan Bolttech telah didukung oleh sejumlah investor, termasuk Alpha Leonis Partners, Dowling Capital Partners, B. Riley Venture Capital.

Sementara, Axle Asia adalah perusahaan broker asuransi berbasis di Jakarta yang berdiri di 2008. Axle Asia merupakan anak usaha dari aliansi strategis antara Axle Indonesia dan PT True Capital.

Komisaris Axle Asia Junaedy Ganie mengatakan, platform Bolttech saat ini memiliki posisi terdepan untuk membentuk masa depan distribusi asuransi. “Akuisisi ini akan memperkuat komitmen kedua perusahaan dalam menghasilkan inovasi dan menawarkan lebih banyak pilihan asuransi pada konsumen di Indonesia secara lebih cepat,” ungkapnya.

Adapun, pasca-akuisisi Axle Asia, Bolttech telah menunjuk Srinath Narasimhan sebagai General Manager untuk mengawasi pertumbuhan Bolttech di Indonesia.

Bolttech kini memiliki lebih dari 800 rekanan distribusi dan 200 perusahaan asuransi dalam jaringannya, serta resmi terdaftar pada 36 jurisdiksi internasional. Bolttech juga telah menawarkan premi asuransi bernilai lebih dari $50 miliar di seluruh dunia. Layanannya telah menjangkau 30 pasar di tiga benua, yakni Amerika Utara, Asia dan Eropa.

Pasar asuransi

Peluang untuk mendigitaliasi sektor asuransi masih sangat besar di Indonesia mengingat penetrasinya masih sangat rendah. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), tingkat penetrasi asuransi jiwa saja di Indonesia pada 2020 berkisar 1,2%, tertinggal dari Thailand (3,4%), Malaysia (4%), Jepang (5,8%), Singapura (7,6%), dan Hong Kong (19,2%).

Rendahnya penetrasi asuransi salah satunya dikarenakan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang minim. Mengacu Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) di 2019, tingkat inklusi keuangan di Indonesia memang telah mencapai 76,19% dan tingkat literasi keuangan menyentuh 38,03%. Namun, tingkat inklusi asuransi baru sebesar 13,15% dan tingkat literasinya 19,4%.

Sejumlah startup insurtech berupaya mengambil kue dari peluang pasar dengan menawarkan nilai proposisi yang berbeda-beda. Salah satu pemain insurtech lama, Qoala memosisikan platformnya untuk segmen retail. Sementara, Aigis membidik segmen bisnis melalui layanan manajemen asuransi yang dipadukan dengan fitur wellness. 

Ada pula Rey Assurance yang mengklaim sebagai platform penyedia asuransi jiwa dan kesehatan pertama yang terintegrasi dengan ekosistem kesehatan dan wellness.

PasarPolis Rilis Aplikasi “TAP Insure” untuk Jangkau Konsumen Ritel

Startup insurtech PasarPolis merilis aplikasi TAP Insure untuk menjangkau konsumen ritel sebagai bentuk perluasan jalur distribusi. Saat ini aplikasi sudah bisa diunduh melalui AppStore dan Google Play.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing menjelaskan, kehadiran TAP Insure menandai hadirnya brand terbaru PasarPolis, yang akan menjadi brand dari berbagai produk asuransi yang bakal di tawarkan ke depannya.

Proposisi TAP berbeda dengan bisnis yang selama ini diterapkan PasarPolis yakni B2B2C karena merupakan channel distribusi yang memungkinkan PasarPolis untuk dapat memasarkan produk asuransinya secara langsung kepada konsumen.

“Hal ini kami lakukan untuk mengeliminasi hambatan berasuransi yang kerap timbul karena kurangnya akses dan proses berasuransi yang cenderung rumit. Inovasi ini juga merupakan strategi PasarPolis untuk terus menciptakan pengalaman berasuransi konsumen yang jauh lebih mudah diakses, terjangkau, dan menyenangkan,” kata Cleosent, Kamis (6/10).

Lebih lanjut, ia melihat bahwa kebiasaan masyarakat yang serba digital juga menciptakan kebutuhan berasuransi yang serba digital dan seamless. Hal ini mengindikasikan kebutuhan berasuransi semakin melekat dengan kebutuhan sehari-hari, terlebih dengan potensi risiko yang selalu melekat.

“Kami optimis dengan kehadiran TAP Insure akan membuat pengalaman konsumen dalam berasuransi menjadi seamless dan relevan dengan kebutuhan masyarakat karena semua dilakukan dalam satu aplikasi semudah nge-TAP saja, mulai dari pemilihan produk asuransi, pembelian, hingga klaim, dan tentunya dengan biaya premi yang terjangkau.”

Sejauh ini, terdapat dua produk asuransi dalam aplikasi TAP Insure yang bisa diakses konsumen, yakni asuransi perjalanan dan kecelakaan diri. Untuk asuransi perjalanan, pelanggan akan mendapatkan perlindungan dari risiko finansial saat melakukan perjalanan di dalam dan luar negeri, seperti adanya penundaan/pembatalan/gangguan perjalanan, bagasi hilang/rusak/tertunda, dan lainnya. Harga premi yang dapat dibeli mulai dari Rp25 ribu dengan periode perlindungan mulai dari satu hari.

Kemudian, untuk kecelakaan diri, memberikan perlindungan yang mencakup cedera atau kematian yang timbul dari kecelakaan dengan premi yang dimulai dari kisaran Rp56 ribu dengan waktu perlindungan mulai dari enam bulan. Manfaat yang diterima juga berlaku pada keadaan cedera dan kematian yang diakibatkan oleh tindakan kekerasan.

Perusahaan broker

Sebagai catatan, TAP Insure ini dihadirkan oleh PasarPolis bekerja sama dengan perusahaan pialang asuransi PT PasarPolis Insurance Broker, yang sebelumnya bernama PT Futura Finansial Prosperindo.

Saat dihubungi DailySocial.id, perwakilan perusahaan membenarkan perubahan nama tersebut. Namun, mereka tidak bersedia berkomentar lebih jauh alasan dibalik menggunakan brand yang sama dengan PasarPolis. Dalam catatan OJK, PasarPolis (PT Pasarpolis Indonesia) berada di bawah pengawasan sebagai IKD dengan model bisnis insurance hub.

Hubungan antara kedua perusahaan sebenarnya bukanlah hal baru. Sebelum badan hukumnya berubah, Futura Finansial sudah bekerja sama dengan berbagai inisiatif dari PasarPolis, misalnya saat peluncuran aplikasi khusus agen PasarPolis Mitra pada Desember 2020.

Langkah serupa sebetulnya juga dilakukan oleh kompetitor terdekatnya, Qoala. Startup tersebut juga bermitra dengan PT Mitra Jasa Pratama untuk ekspansi produk, salah satunya QoalaPlus, aplikasi keagenan milik Qoala. Dalam situs Mitra Jasa, COO Qoala Tommy Martin menjabat Komisaris Utama, mengindikasikan posisi perusahaan pialang tersebut terafiliasi dengan Qoala.

Seperti diketahui, dengan memegang lisensi sebagai perusahaan broker, perusahaan dapat ekspansi layanan dengan berbagai perusahaan asuransi, sekaligus upaya meningkatkan rasa kepercayaan dari nasabah asuransi mencegah tindakan moral hazard.

Application Information Will Show Up Here