ASUS OLED Akan Diadopsi Sebagian Besar Lini Laptop ASUS yang Akan Datang, Ini Keunggulannya

Pada tahun 2021, rangkaian laptop ASUS terbaru mulai menggunakan teknologi layar ASUS OLED dan akan diadopsi oleh sebagian besar lini laptop ASUS yang akan datang. Lewat acara bertajuk “ASUS OLED Launch – See The DIFFERENCE with ASUS OLED“, ASUS menjelaskan keunggulan ASUS OLED dan juga membahas lima laptop yang sudah menggunakan ASUS OLED.

Inovasi ASUS tidak hanya sebatas pada performa saja dan ASUS OLED adalah bukti komitmen kami pada inovasi teknologi visual pada layar laptop. ASUS OLED merupakan teknologi yang akan membawa pengalaman menggunakan laptop ke tingkat selanjutnya dengan kualitas visual yang kaya, warna yang akurat, serta lebih aman untuk kesehatan mata,” ujar Jimmy Lin, ASUS Regional Director Southeast Asia.

Pertama ialah ZenBook Pro Duo 15 OLED (UX582) yang pertama kali diungkap awal tahun dan tersedia di Indonesia pada bulan Juni lalu dengan harga mulai dari Rp42.999.000. Laptop dengan dua layar beresolusi tinggi ini dirancang untuk menunjang kebutuhan para content creator.

Ia mengemas layar utama 15,6 inci 4K OLED HDR touchscreen dengan color gamut 100% pada color space DCI-P3 dan layar sekunder ScreenPad Plus 14 inci 4K panel IPS-level. Serta, ditenagai oleh prosesor High Performance 10th Gen Intel Core hingga i9-10980HK berpadu chip grafis NVIDIA GeForce RTX 3070.

Kedua ZenBook Pro 15 OLED (UX535) yang dibanderol mulai dari Rp23.999.000 dan ditenagai prosesor Intel Core hingga i7-10870H. Ia membawa layar 15,6 inci 4K OLED HDR touchscreen dengan 100% DCI-P3 dan dilengkapi ScreenPad dengan ScreenXpert 2.0.

Selanjutnya ZenBook Flip S OLED (UX371) yang dibanderol Rp24.999.000, laptop convertible premium dengan desain yang mewah dan ringkas ini mengusung layar 4K OLED HDR touchscreen dengan 100% DCI-P3. Ditenagai oleh prosesor 11th Gen Intel Core hingga i7-1165G7 dengan GPU Intel Iris Xe graphics dan sudah terverifikasi sebagai laptop Intel EVO.

Kemudian versi baru ZenBook klasik 13,3 inci yakni ZenBook 13 OLED (UX325) juga tersedia dalam opsi FHD OLED HDR dengan 100% DCI-P3 dan dilengkapi NumberPad 2.0. Laptop ini mengedepankan bodi ringkas, port yang lengkap, dan daya tahan baterai panjang. Harganya mulai dari Rp15.799.000, ditenagai oleh prosesor 11th Gen Intel Core hingga i7-1165G7 dengan GPU Intel Iris Xe graphics dan tidak ketinggalan port Thunderbolt 4.0.

Terakhir yang satu ini paling mengejutkan, VivoBook Ultra 15 OLED (K513) yang dibanderol mulai dari Rp8.599.000 ini juga tersedia opsi FHD OLED HDR dengan 100% DCI-P3. Ia merupakan laptop 15 inci dengan opsi upgrade yang lebih banyak dan tetap mengedepankan portabilitas. Ditenagai prosesor Intel Core i5-1135G7 dengan GPU Intel Iris Xe graphics, RAM 4GB DDR4 yang bisa di-upgrade hingga 12GB dan punya dual storage yakni NVMe PCIe SSD 256GB + slot SATA 2.5 inci.

5 Keunggulan ASUS OLED

Sekarang mari bahas keunggulan yang ditawarkan oleh layar ASUS OLED. Berbeda dengan teknologi layar laptop lainnya, ASUS OLED tidak hanya sekadar menawarkan kualitas visual terbaik, ia dapat lebih memanjakan sekaligus menjaga kesehatan mata penggunanya.

1. Warna lebih kaya dan akurat

ASUS OLED diciptakan untuk para profesional yang membutuhkan layar dengan tingkat reproduksi warna yang tinggi serta akurat, sesuai dengan standar industri perfilman saat ini. Atas dasar tersebut, ASUS OLED mampu mereproduksi 100% warna pada color space DCI-P3 atau setara dengan 133% warna pada color space sRGB.

Setiap laptop yang menggunakan teknologi layar ASUS OLED telah dikalibrasi sejak awal sehingga setiap laptop yang menggunakan ASUS OLED dapat menghasilkan warna yang sangat akurat. ASUS OLED juga memiliki standar kalibrasi warna yang tinggi dan telah mendapatkan sertifikasi PANTONE Validated Display.

2. Lebih aman untuk kesehatan mata

Paparan radiasi sinar biru pada layar laptop merupakan penyebab utama kelelahan pada mata bahkan dapat mengganggu kesehatan mata dalam jangka panjang. ASUS OLED memiliki fitur Eye Care yang dapat mengurangi tingkat paparan radiasi sinar biru pada layar hingga 70%.

Fitur Eye Care di ASUS OLED tidak hanya sekadar dapat mengurangi radiasi sinar biru, tetapi juga mempertahankan kualitas reproduksi dan akurasi warnanya. Dengan menggeser spektrum biru, ASUS OLED dapat menekan paparan radiasi sinar biru tanpa mengurangi kualitas dan akurasi warnanya. Metode tersebut juga telah mendapatkan sertifikasi Low Blue Light dan Flicker Free dari TÜV Rheinland.

3.  Tampilan jernih pada tingkat kecerahan rendah

Saat menurunkan tingkat kecerahan, tingkat akurasi warna pada layar seringkali akan menurun. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar laptop menggunakan 2D color gamut sebagai referensi. ASUS OLED menggunakan 3D color gamut sebagai referensi. 3D color gamut menambahkan faktor iluminasi untuk mengukur color volume secara keseluruhan dan ASUS OLED memiliki color volume 60% lebih besar dibandingkan dengan layar laptop pada umumnya.

4. Detail warna dan visual terbaik

ASUS OLED terdiri dari jutaan lampu LED berukuran sangat kecil. Setiap LED dapat dimatikan secara sepenuhnya sehingga mampu menghasilkan warna hitam sempurna dan memiliki kontras warna yang sangat tinggi. Tidak tanggung-tanggung, ASUS OLED hadir dengan rasio kontras hingga 1.000.000:1.

ASUS OLED juga telah mengantongi sertifikasi DisplayHDR 500 True Black dari VESA. Artinya, Anda juga dapat menikmati beragam konten multimedia yang disajikan dengan format HDR secara sempurna. Pengalaman visual terbaik hanya bisa didapatkan melalui laptop yang telah menggunakan teknologi layar ASUS OLED.

5. Visual lebih jelas tanpa efek blur

Menikmati sajian multimedia dengan gerak visual yang cepat seperti pada film action seringkali menampilkan efek blur yang mengganggu mata. Untuk mengatasi hal tersebut, ASUS OLED dilengkapi dengan response time yang cepat yaitu hingga 0,2 ms, sehingga memungkinkan tampilan visual dengan gerak cepat dapat dihadirkan secara lebih tajam dengan detail yang tinggi.

Naming Rights Agreements in Esports

In recent years, more and more non-endemic brands have decided to support esports players and esports organizations. One of the perks the esports sponsors usually receive is the installation of the company logo or name on the pro jersey. 

Unfortunately, broadcasting esports matches is vastly different from traditional sports competitions. When you watch sports broadcasts, you can clearly observe the athletes and their jerseys. However, most esports matches usually only show in-game events, which of course does not include the player. Players are rarely highlighted, and so their jerseys are also not often displayed. To work around this problem, most companies looking to sponsor an esports team opt to use naming sponsorships. As a result, the company’s name will be integrated and clearly displayed in the team name.

The History of Naming Rights Contracts in Esports

By 2020, the esports industry’s revenue is estimated to be nearly $1 billion USD. Sponsorships and media rights contribute to almost 75% of this total revenue. Furthermore, for most esports organizations, sponsors often contribute to almost all of their income and finances. According to Gaming Street, on average, about 90% of an esports organization’s total revenue comes from sponsorships.

Of course, all these sponsoring companies have their own set of goals they want to achieve from the collaboration. Based on the study called Sponsorship in Esports, most companies that sponsor esports organizations usually seek long-term goals such as building a reputation among esports fans. Short-term goals like increasing sales are usually not the primary motive behind these esports sponsors.

Indeed, being an esports sponsor will boost their popularity among the millennials and Gen Z, which are the large majority of the demographic of esports followers. According to another study titled Sponsoring Esports to Improve Brand Image, one-third of esports fans will usually prefer and perceive sponsoring brands more positively over non-sponsoring ones. Considering that today’s esports audience approximately reaches 474 million, sponsorship companies can effectively attract 158 million potential customers into their business.

The growth of esports viewership. | Source: Newzoo

Generally speaking, there are four types of sponsorship: media sponsors, promotional sponsors, in-kind sponsors, and financial sponsors. Media sponsors deal with secure advertising for an event through television, newspapers, or digital channels (such as websites and blogs). Promotional sponsors are similar to media sponsors. However, promotional sponsors usually involve only a single person with a large network of followers rather than a whole media outlet.

In-kind sponsors are usually businesses which can provide goods or services. Beverage brands, for instance, can become an in-kind sponsor by providing drinks to the viewers, tournaments officials, players, etc. The last and perhaps the most common form of sponsorship is financial sponsorship. As the name implies, financial sponsors will provide direct financial support or funds for the tournament, event, or organization they sponsor.

As mentioned previously, one of the perks that esports teams can offer to their sponsors is displaying the sponsor’s logo or name on the players’ jerseys. But, of course, we already knew the limitations of this approach. Therefore, some companies prefer to become name sponsors (or sometimes called title sponsors) and combine their brand name with the esports team name. After all, the name of the esports team will always be mentioned and displayed in the esports competition broadcast. So, by becoming the naming sponsor of the esports team, companies can exponentially increase their exposure towards consumers — especially esports audiences. So far, there are several esports organizations that have signed naming rights contracts with brands, both endemic and non-endemic.

Kia Motor is the name sponsor of DAMWON Gaming. | Source: Esports Insider

An example of an esports organization with a name sponsor is DAMWON Gaming, a South Korean organization that won the League of Legends World Championship in 2020. In December 2020, DAMWON announced its naming rights deal with Kia Motor starting in 2021, changing its team name to DWG MCH. DAMWON also introduced a new logo and jersey for their League of Legends team. Hyugho Kwon, Head of Korea Business Division in Kia Motors, explained that they wanted to “revitalize” the global esports ecosystem through the partnership with DAMWON. Kia Motors also wishes to promote and expose the brand to esports fans around the world.

Another esports organization that recently signed a naming rights contract is JD Gaming. The organization is part of the esports division of Jing Dong, an e-commerce company from China. The company that sponsored JD Gaming is Intel. The naming rights agreement, which lasts for two years, effectively changes JD Gaming’s brand name to JDG Intel Esports Club. Unfortunately, we have no information about the cost of purchasing JD Gaming’s name contract. 

Team SoloMid (TSM) has also just signed a naming rights contract in early June 2021 with a cryptocurrency exchange company from Hong Kong called Future Exchange (FTX). The partnership between TSM and FTX is reported to last for 10 years and is valued at US$210 million. TSM now undergoes with the brand name of TSM FTX. Again, FTX conducted this partnership in the hopes of marketing the brand to the American public.

Aerowolf’s partnership with Genflix. | Source: Twitter

In Indonesia, there is also an esports team that has signed a naming rights contract. The esports organization is Aerowolf. In May 2019, Aerowolf announced that Genflix, a local video streaming platform, had officially become their naming sponsor and changed its brand name from Aerowolf Roxy to Genflix Aerowolf. Just like FTX and most other name sponsors, Genflix’s goal behind collaborating with Aerowolf is to increase its brand awareness, especially towards the younger esports audience.

Advantages and Disadvantages of Naming Rights Agreements

Every company wants to have a popular and good brand reputation. In the midst of intense competition, having a positive brand image can be a massive game-changer in terms of generating revenue. And, of course, sponsorship is an easy and effective method to boost a brand’s reputation. Thus, many companies today who look into marketing their brand towards the younger demography will more often than not turn into sponsorships in esports.

According to Winnan, sponsoring events and teams are currently the best option in esports sponsorships. However, out of all of the aforementioned types of sponsorships, which one should you pick if you are looking to be an esports sponsor?

Naming or title sponsorships does look like the best option. After all, we already discussed why naming rights contracts are considered a far more superior form of sponsorship in esports. Other than the increased exposure in tournament broadcasts, naming sponsorships usually have a higher chance of capturing the loyalty of the fans. In a book entitled The eSports Market and eSports Sponsoring, author Julian Heinz Anton Stroh states that most esports fans are aware that companies that sponsor their favorite teams have goals of their own self-interest, such as increasing sales. However, fans also know that the esports industry needs sponsors to survive, which is why they often appreciate and care deeply about the support that sponsors provide.

Esports fans have high enthusiasm. | Source: ESTNN

Various studies also show that fans still gladly welcome non-endemic brands (companies that are not related to esports or gaming) to support the competitive gaming scene. Although most esports followers do slightly prefer sponsorships from endemic brands, the study by Stroh shows that 70% of esports fans still hope that more and more non-endemic brands will enter the esports scene.

Being an esports sponsor does improve the brand image in the eyes of esports fans. However, several other factors also affect the company’s reputation in a sponsorship deal, such as the activation method used by sponsors, the target audience, and the products offered by the company.

It is undeniable that the esports community is incredibly enthusiastic. If a sponsor can successfully “win the hearts” of esports fans, its brand will be vastly promoted on social media. Unfortunately, the enthusiasm of esports fans can also act as a double-edged sword. A slight fault or mistake in a sponsor’s message towards fans can spread bad reputation like wildfire. This fact also applies to naming rights contracts.

Naming rights contracts a form of partnership with the highest associativity since brand names are effectively combined together. Therefore, if either party is exposed to a scandal, the other will also be extensively affected. For example, if an esports team is caught in a cheating accusation, both the esports organization and the name sponsor will suffer from reputation damage.

The primary goal of name sponsor brands is often to get fans to associate their brand with the team. However, naming rights contracts sometimes don’t last long. And if the team name frequently changes, fans will eventually feel indifferent towards name sponsors. Another possibility that might occur is that fans will only remember the old name sponsor over new ones.

According to a Chron report, this exact scenario has occurred at Candlestick Park, the stadium of the San Francisco 49ers and San Francisco Giants. The stadium was initially named Candlestick Park in 1960. In 1995-2002, the stadium’s name was changed to 3Com Park. The name of the stadium changed again in 2004-2008 to Monster Park. However, today, most fans still associate the stadium name as Candlestick Park despite the two name modifications that took place. A simple solution to this problem that name sponsors can employ is to extend the name contract duration, similar to the partnership between TSM and FTX. 

Team SoloMid has just signed a naming rights agreement with FTX. | Source: Dot Esports

Naming rights partnerships are similar to company takeovers in the business world. Both of them have the potential to be profitable or yield extreme losses for both parties. A company acquisition or takeover is considered successful when the acquired company can contribute revenue greater than the initial purchase value. Take Facebook’s acquisition of Instagram in 2012 as an example. Although Facebook initially bought Instagram for $1 billion USD, Instagram today has more than 1 billion users and contributes over $20 billion to Facebook’s revenue each year.

However, startups or small companies do not always want to accept takeover offers. Sometimes, these companies may believe that they can independently grow into a business with a larger value than the acquisition price. An example of a company that resisted large corporate takeovers is Discord. Microsoft had offered $12 billion USD to acquire Discord. However, according to a Bloomberg report, Discord refused and instead look into the opportunity to go public in the future.

All these plus and minuses in company takeovers are also present in naming rights contracts. The deal between TSM and FTX, for instance, lasts for 10 years and is worth $210 million USD. Therefore, we can assume that the TSM brand is currently valued at $210 million USD. However, TSM might become more popular in the future, and their brand value might increase, favoring FTX. However, there is also a possibility that the performance and popularity of the TSM organization might decline over the next 10 years, which will cause FTX huge losses since their contract value decreases.

Naming Rights Contracts in Conventional Sports

Naming rights agreements are also a common occurrence in the conventional sports world. For example, several basketball teams in Indonesia have sold their naming rights to sponsors. One of these Indonesian basketball teams with a name sponsor is Satria Muda. 

Since its establishment in 1993, Satria Muda has signed naming rights contracts with several brands. In 1997, Coca-Cola Company’s AdeS brand became the first name sponsor of this Jakarta-based basketball team. As a result, the team name was changed to AdeS Satria Muda. A year later, in 1998, the team name changed again to Mahaka Satria Muda after signing a deal with PT Abdi Bangsa Tbk owned by Erick Tohir. In 2004, BRI through BritAma became the next name sponsor of the Satria Muda team, altering the team name to Satria Muda BritAma. The Satria Muda headquarters was also named The BritAma Arena as a result of the agreement. However, in 2015, Satria Muda signed their last and current name sponsor with Pertamina. Along with this change, the basketball team’s name was changed to Satria Muda Pertamina.

Another national basketball team that also has a name sponsor is Amartha Hangtuah. When it was initially founded in 2003, the basketball team undergoes by the name Hangtuah and only modified it to Hangtuah Sumsel Indonesia Muda five years later. This name was used until 2019 when Amartha decided to become the name sponsor of HangTuah. After the partnership, the basketball team became known as Amartha Hangtuah.

Amartha is currently HangTuah’s name sponsor. | Source: Kompas

Of course, not all sports teams are willing to sell the exclusive naming rights of their team. European football clubs, for instance, rarely sell the club’s naming rights and instead opt to sell the naming rights of their stadiums. For example, the Emirates airline bought the naming rights to Arsenal’s stadium in 2004. It is estimated that this 15-year contract between the two parties is worth £100 million. The deal also includes the installation of Emirates’ logo in the Arsenal player jerseys since the 2006-2007 season. Last year, Barcelona also just sold the naming rights of their stadium, Camp Nou, and donated the funds they receive to COVID-19 related charities. 

The main reason why most top-tier football clubs almost never give up their naming rights is that their club name is already “too well-known” to people around the world. Their club names, in some sense, are considered to be formally established. In contrast to the relatively new esports teams, most European football clubs are more than 100 years old. Four famous clubs in the UK were founded before 1900: Arsenal in 1886, Liverpool in 1892, Manchester City in 1880, and Manchester United in 1878. Therefore, it is very unlikely that these clubs will surrender the longevity of their brand name to sponsors. And if they were to open up a naming sponsorship deal, the price that they would set would be incredibly expensive. Most sponsors can perhaps already get a reasonable amount of exposure in regular sponsorship agreements with football clubs and thus would never opt to become title sponsors even if there is an opportunity to do so.

Naming rights contracts are not limited to sports teams or esports organizations. Some companies are also willing to become naming sponsors of sports events or esports competitions. Toyota, for instance, became the naming sponsor of Thailand’s national football league called Toyota League Cup. In the realm of esports, Intel is undoubtedly one of the most well-known tournament name sponsors. Intel Extreme Masters and Intel Grand Slam are two examples of Intel-sponsored esports tournaments. In Indonesia, JD.id has also conducted a name sponsorship agreement with Yamisok’s esports league called the High School League. Like all other name sponsors, JD.id’s goal behind this partnership is to increase brand awareness among high school esports players and viewers

Conclusion

The world of business is full of intense competition as hundreds of brands try their best to win the market and rise to the top. One of the most effective methods for a company to beat its competitors is building a good brand reputation and image, which is why many of them opt to become sponsors of popular sports or esports teams.

Placing a logo or company name on a player’s jersey is one of the most basic forms of sponsorship in conventional sports or esports. However, companies can further increase their exposure by conducting a naming sponsorship deal with the organization. By becoming a name sponsor, fans will immediately associate the brand name with their favorite team. But, of course, name sponsorship agreements can have potential repercussions for both parties as well. If one of the sides is affected by an issue, the other might also be severely affected. Like all business decisions, there are always pros and cons that must be carefully considered. Nevertheless, when it comes to esports sponsorships, the current hot trend and deals are happening in naming rights agreements.

Featured image: Freepik. Translated by: Ananto Joyoadikusumo

ASUS ExpertBook B1400 Adalah Laptop Bisnis Terjangkau untuk UMKM Hingga Sekolah

ASUS telah mengumumkan ExpertBook B1400, laptop 14 inci untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan dapat diandalkan sebagai laptop operasional. Ia dirancang untuk memenuhi kebutuhan para pelaku UMKM, startup, hingga sekolah.

Laptop ini hadir dengan desain yang ringkas, bobotnya hanya 1,45 kg dengan ketebalan di bawah 2 cm. Kontruksinya tangguh dan mengantongi sertifikasi lolos uji ketahanan berstandar militer AS MIL-STD 810H sehingga dapat diandalkan di berbagai situasi.

Dimensi yang ringkas didapat karena ExpertBook B1400 mengusung NanoEdge Display dengan bezel tipis dan punya screen-to-body ratio 84%. Layar 14 inci FHD-nya sudah mengantongi sertifikasi low-blue light emmission dari TÜV Rheinland. Berkat engsel khusus, layarnya dapat dibuka hingga 180 derajat untuk memudahkan berbagi tampilan atau melakukan presentasi singkat kepada klien.

Lini ExpertBook merupakan bukti dedikasi ASUS di bidang bisnis, korporasi, dan sektor pendidikan. ASUS ExpertBook B1400 kali ini tampil bukan hanya sebagai sekadar sebuah laptop, tetapi juga perangkat operasional yang selalu dapat diandalkan,” ujar Jimmy Lin, ASUS Regional Director Southeast Asia.

Tidak hanya hadir dengan desain yang sangat portabel dan mengusung teknologi dan hardware terkini, ExpertBook B1400 juga hadir dalam berbagai varian dan dibanderol dengan harga yang terjangkau untuk memenuhi berbagai kebutuhan bisnis Anda,” tambahnya.

ExpertBook B1400 sudah ditenagai oleh prosesor Tiger Lake Intel Core generasi ke-11 dengan chip grafis hingga NVIDIA GeForce MX330. Kombinasi keduanya membuat laptop ini dapat diandalkan untuk mengerjakan berbagai tugas. Kinerjanya didukung teknologi Performance Boost yang dihadirkan melalui kombinasi algoritma khusus dengan lima sensor yang terdapat di laptop ini.

Selain itu, ExpertBook B1400 dilengkapi dengan sistem dual-storage yang menggabungkan kecepatan dan kapasitas penyimpanan data yang luas karena dapat di-upgrade. Anda dapat menggunakan SSD dan HDD bersamaan, sehingga menjamin performa yang kencang namun tetap memiliki kapasitas penyimpanan yang lega.

Menambah lapisan keamanannya, ExpertBook B1400 dilengkapi dengan Trusted Platform Module (TPM) 2.0, chip khusus untuk kebutuhan enkripsi data di dalam laptop. Chip ini memungkinkan data selalu aman melalui fitur enkripsi, bahkan tidak dapat diakses meski SSD atau HDD yang ada di dalamnya dipindahkan ke perangkat lain.

ASUS merancang ExpertBook B1400 agar mudah di-maintenance. Tim IT dapat mengakses berbagai komponen utama seperti memori RAM dan penyimpanan tanpa perlu membuka seluruh bagian laptop. Berkat desain khusus tersebut, proses maintenance dapat berjalan lebih cepat sehingga menghemat waktu dan tenaga.

Untuk memenuhi kebutuhan konferensi video yang meningkat, ExpertBook B1400 dilengkapi dengan teknologi TwoWay AI Noise-Cancelling yang memungkinkan pengguna untuk mengirimkan dan menerima suara dengan lebih jelas tanpa gangguan background noise. Fitur lain termasuk NumberPad 2.0, pembaca sidik jari (fingerprint), konektivitas nirkabel WiFi 6, dan webcam dengan penutup.

Sebagai laptop bisnis, konektivitas merupakan salah satu faktor paling penting. ExpertBook B1400 pun dilengkapi dengan berbagai opsi konektivitas yang sangat lengkap. Termasuk port Thunderbolt 4 yang hadir dengan interface USB Type-C. Juga ada port USB Type-A, HDMI, ethernet, bahkan telah dilengkapi dengan pembaca kartu microSD.

ExpertBook B1400 juga masih mengusung port VGA D-Sub sebagai fasilitas display output tambahan. Kehadiran port legacy tersebut bukan tanpa alasan, karena masih banyak perusahaan dan pelaku bisnis yang menggunakan perangkat lama yang memanfaatkan fasilitas konektivitas melalui port VGA D-Sub.

Huawei Hadirkan MateBook D14 dan D15, Terjangkau di Bawah Rp10 Juta

Saat ini, bekerja dan belajar online dari rumah telah menjadi bagian dari kehidupan para pekerja muda, pelajar, dan mahasiswa. Tren bekerja dan belajar jarak jauh di masa pandemi ini membuat kebutuhan akan laptop meningkat pesat.

Menurut data Hootsuite di 2021, menunjukkan bahwa ada 202,6 juta pengguna internet di Indonesia dan 74,7% di antaranya menggunakan laptop atau komputer desktop. Memahami kebutuhan tersebut, Huawei telah meluncurkan dua laptop terbarunya di Indonesia, MateBook D14 dan MateBook D15.

Bagian yang mengejutkan ialah harganya di bawah Rp10 juta. Padahal dari segi desain, laptop berwarna mystic silver ini punya penampilan yang terbilang premium dan terbuat dari bahan aluminium.

Saat laptop dibuka, terpampang full-view display dengan bezel minim disekelilingnya. Untuk MateBook D14 dengan layar 14 inci memiliki rasio screen-to-body 84% dan 87% untuk MateBook D15 dengan layar 15 inci. Keduanya ditopang resolusi FHD dalam aspek rasio 16:9 dan telah mengantongi sertifikasi dari TÜV Rheinland untuk emisi cahaya biru yang rendah.

Salah satu faktor yang membuat laptop Huawei ini punya rasio screen-to-body tinggi ialah karena posisi webcam-nya bukan berada di bezel layar bagian tas, melainkan tersembunyi pada keyboard sehingga membuat dimensi laptop lebih portabel. Masing-masing punya bobot yang cukup ringan yakni 1,38 kg dan 1,53 kg. Ia juga dilengkapi dengan sensor fingerprint yang memudahkan masuk ke sistem Windows 10.

MateBook D14 juga dilengkapi baterai berkapasitas tinggi (56 Wh), yang memungkinkan pemutaran video 1080p terus menerus hingga 9,5 jam hanya dengan sekali pengisian daya. Sedangkan, MateBook D15 dilengkapi dengan baterai berkapasitas 42Wh dan didukung pengisian daya cepat 65W.

Beberapa fitur unggulan MateBook D14 dan D15 ialah Huawei Share yang mana dapat menghubungkan smartphone Huawei ke laptop tanpa kabel, pengguna dapat mengakses smartphone lewat laptop dan berikut isinya. Huawei Share memungkinkan multi-screen collaboration yang menghilangkan batasan yang memisahkan laptop, smartphone, dan tablet.

Alasan kenapa Huawei bisa menjual MateBook D14 dan D15 dengan harga yang sangat kompetitif ialah karena hanya tersedia dalam satu konfigurasi yakni menggunakan prosesor Intel Core i3-1011U generasi ke-10 dengan integrated grafis Intel UHD 620. Singkatnya untuk menangani rangkaian tugas sehari-hari bagi pengguna umum masih cukup lancar, tetapi tidak cocok untuk bermain game dan editing video.

Bagi yang ingin melakukan pre-order MateBook D14, Huawei menggandeng e-commerce terkemuka di Indonesia untuk menjangkau konsumen, meliputi JD.ID, Blibli, dan Shopee. Huawei MateBook D15 tersedia dari mulai tanggal 25 Agustus 2021, dengan harga Rp8.999.000. Hingga 12 September 2021, konsumen akan mendapatkan benefit berupa laptop stand, Office 365, backpack dan wireless mouse dengan total senilai Rp1.758.000.

Sementara, pre-order HUAWEI MateBook D14 akan dimulai pada 1 – 12 September 2021. Selama masa pre-order, konsumen bisa mendapatkan harga spesial Rp7.999.000 dengan benefit berupa backpack dan powerbank. Dengan potongan harga Rp 2 juta dari semula Rp 9.999.999 dan total keuntungan senilai Rp700.000.

[Review] Realme Book: Ultrabook Pertama Realme dengan Harga Terjangkau untuk Kreator Muda

Realme saat ini memiliki sebuah “mainan” baru yang bakal menemani konsumen di Indonesia. Melalui strategi terbaru realme yang bernama 1+5+T, pada kategori 5 sudah hadir sebuah perangkat yang ditujukan untuk anak muda yang selalu berkembang dalam hal teknologi. Produk yang dimaksud adalah sebuah laptop yang tipis serta memiliki desain yang kokoh. Nama dari perangkat dengan slogan Dare to Create tersebut adalah realme Book.

Laptop yang masuk ke dalam golongan Ultrabook karena ketipisan dan bobotnya yang ringan ini hadir dengan desain yang menawan. Tidak tanggung-tanggung, realme langsung memberikan Ultrabook pertamanya ini dengan bahan metal, sehingga sangat terasa kokohnya. Hal tersebut tidak membuatnya lebih berat, karena laptop ini memiliki ketebalan yang hanya 14.9 mm dan bobot seringan 1,48 kg.

Realme juga langsung menggunakan prosesor terbaru dari Intel, yaitu Core i5 1135G7 atau yang dikenal dengan Tiger Lake. Pada prosesor ini pula, sudah disematkan kartu grafis terintegrasi yang dinamakan Intel Iris Xe yang saat ini masih menjadi grafis bawaan Intel yang paling kencang. Laptop ini juga memiliki baterai yang kapasitasnya cukup besar, yaitu 54 Whr. Dan untuk mengisi baterai, realme menggunakan USB-C Power Delivery 65 Watt yang juga bisa digunakan untuk smartphone mereka.

Spesifikasi dari realme Book yang saya dapatkan adalah sebagai berikut

Prosesor Intel Core i5 1135G7 (4C8T) 2,4 GHz, Turbo 4,2 GHz
GPU Intel Iris Xe
RAM 8 GB LPDDR4 4266 MHz Dual Channel
Storage Samsung M.2 NVMe PCI-e 512 GB
Layar IPS 14 inci 2160×1440 (2K) 3:2 100% sRGB
WiFi 802.11 ax atau WiFi 6
Bobot 1,48 kg
Sistem operasi Windows 10 64 Bit Home Single Language
Dimensi 307,21 x 228,96 x 14,9 mm
Baterai 54 Wh

Spesifikasi dari CPU-Z dan GPU-Z bisa dilihat dari gambar berikut ini:

Spesifikasi seperti ini memang cocok digunakan untuk membuat sebuah konten. Iris Xe juga dikenal bisa dipakai untuk bermain game dengan setting medium ke rendah. Dengan harga yang ditawarkan oleh realme, membuatnya juga cocok untuk digunakan oleh para pegiat UMKM. Lalu seperti apa kinerja dari realme Book ini?

Unboxing: Charger

Didalam paket penjualannya, selain dokumen dan kartu garansi, hanya terdapat charger dan kabel listrik. Unit charger yang ada pada paket penjualannya menggunakan standar Power Delivery. Kabelnya sendiri adalah USB-C to USB-C yang bisa digunakan pada semua perangkat yang menggunakan port ini.

Desain

Kebanyakan warna yang hadir untuk sebuah laptop Ultrabook adalah hitam atau perak. Realme ternyata ingin membuang kebosanan tersebut dengan menghadirkan warna yang disebut dengan Real Blue. Realme menggunakan bahan aluminium yang membuat laptop ini menjadi terasa kokoh. Finishing-nya sendiri juga membuat bekas sidik jari tidak terlalu nampak saat tertempel sehingga tidak terlihat kotor.

Realme menggunakan layar dengan jenis IPS yang memiliki resolusi tinggi, yaitu 2160 x 1440 atau 2K. Layar ini juga memiliki dimensi 14 inci dengan rasio 3:2, yang saat ini dikenal sangat nyaman untuk berbagai kegiatan karena dimensinya lebih tinggi dibandingkan 16:9. Realme juga mendesain bingkai pada sisi kiri, kanan, dan atasnya menjadi lebih tipis.

Keyboard-nya sendiri juga cukup nyaman dengan respon sentuhan yang pendek. Desain antar tombol juga cukup dekat sehingga nyaman dipakai untuk mengetik. Saya juga suka dengan LED backlit yang tersedia pada laptop ini sehingga tidak menjadi masalah saat mengetik di ruangan yang gelap. Pada bagian bawah keyboard terdapat sebuah touchpad yang cukup responsif dan juga cukup nyaman saat ditekan pada bagian kanan dan kirinya.

Realme Book juga memiliki 2x 2 Watt speaker yang dibuat oleh Harman. Selain itu, pada perangkat ini juga sudah menggunakan DTS Stereo Sound sehingga suara yang terdengar memang lebih lantang dibandingkan laptop sekelasnya. Semua video serta game yang saya mainkan mengeluarkan suara yang menggelegar sehingga tidak perlu lagi speaker tambahan. Realme Book juga memiliki dual Mic dengan Noise Cancellation sehingga saat melakukan rapat melalui panggilan video, tidak akan terganggu oleh suara sekitar.

Port yang ada tersedia lebih sedikit karena dimensinya yang tipis. Pada bagian kanannya terdapat sebuah port USB 3.1 Gen 1 dan audio 3.5 mm. Pada bagian kirinya terdapat dua buah port USB-C yang terdiri dari port Thunderbolt 4 yang sekaligus untuk mengisi baterai serta USB-C 3.2 Gen 2. Jadi, untuk memasangkan kabel LAN, membaca kartu SD, serta memasang HDMI harus membeli sebuah hub khusus.

Realme Book sudah menggunakan sistem operasi Microsoft Windows 10 Home Single Language. Realme sendiri sudah berjanji bahwa laptop ini bisa langsung di-upgrade ke Windows 11 yang sebentar lagi akan tersedia. Hal tersebut menandakan bahwa Realme Book sudah memiliki segala persyaratan yang ada untuk dipasangkan sistem operasi terbaru dari Microsoft.

Pengujian

Realme Book menggunakan prosesor Core i5-1135G7 atau sering dikenal dengan Tiger Lake dan memiliki kartu grafis terintegrasi yang bernama Iris Xe. Iris Xe yang digunakan pada Core i5-1135G7 ini sendiri memiliki 80 Execution Unit yang kencang. Prosesornya sendiri memiliki 4 core dengan 8 threads dengan kecepatan 2,4 GHz dan memiliki Turbo hingga 4.2 GHz yang beroperasi pada TDP 12 watt hingga 28 watt. Tiger Lake sendiri sudah menggunakan litografi 10 nm SuperFin.

RAM yang terpasang pada perangkat ini juga sudah menggunakan mode dual channel. Sayang memang, realme Book tidak menyediakan slot tambahan untuk menambah RAM. Untuk media penyimpanannya, realme menggunakan Samsung SSD NVMe dengan kapasitas 512 GB yang terbagi dalam dua partisi.

Laptop ini pertama kali saya gunakan untuk bermain game Valorant. Tentunya, game ringan yang sedang naik daun ini bisa dijalankan dengan sangat lancar bahkan pada resolusi 2K. Dengan menurunkan resolusinya, saya bahkan bisa memasangkan setting hingga yang paling tinggi dan framerate-nya masih melambung tinggi. Oleh karena menghasilkan tearing, mau tidak mau saya harus menyalakan V-sync dan terkunci di 60 fps.

Realme mengklaim bahwa mereka memiliki sebuah pendingin yang mampu membuat laptop ini tidak panas. Pendinginan tersebut diberi nama Dual Fan Storm. Pendingin ini menggunakan dua buah heatpipe yang ujungnya dihembuskan oleh dua kipas yang berbeda. Hasilnya pada saat bermain, laptop ini tidak mengeluarkan panas yang berlebih.

Selanjutnya, saya menjalankan beberapa benchmark standar yang digunakan untuk menguji perangkat laptop. Hasilnya membuktikan bahwa perangkat ini masih bisa berjalan pada setting yang tinggi pada resolusi 1080p dan 720p. Berikut adalah hasil benchmark untuk bermain game pada realme Book

Setelah digunakan untuk bermain, tentu saja laptop ini juga pas digunakan oleh para pembuat konten. Pada beberapa benchmark yang saya lakukan, perangkat ini memang bisa menjalankan fungsinya dengan baik dan menghasilkan nilai yang tinggi. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari prosesor, RAM, dan penyimpanan internal yang digunakan oleh realme. Berikut adalah hasilnya

Dengan nilai yang didapat, sudah bisa dipastikan bahwa laptop yang satu ini sangat mumpuni untuk bekerja dengan menggunakan software standar seperti Office, editor gambar serta video. Hasil seperti ini tidak hanya baik untuk para pembuat konten, namun juga mereka yang membutuhkan mobilitas tinggi seperti para profesional serta pelaku UMKM. Semua software yang saya gunakan untuk bekerja tidak memiliki masalah sama sekali saat dijalankan pada laptop ini.

Saya juga menulis artikel ini dengan menggunakan realme Book. Tidak ada satu pun masalah yang muncul dengan menggunakannya selama satu minggu semenjak mendarat di meja pengujian DailySocial. Menggunakan semua software seperti Office, Photoshop, game, browser internet, dan editor video terasa sangat lancar. Hal tersebut memang selaras dengan hasil benchmark yang saya lakukan di atas.

Uji Baterai

DailySocial menguji laptop yang satu ini berdasarkan berapa lama sebuah perangkat bisa menonton file video 1080p dengan container file MP4. Perlu diketahui bahwa tidak satu tes baterai pun yang mampu memberikan hasil yang sama dengan penggunaan sehari-hari. Hanya saja, sebuah riset pernah dilakukan untuk mengukur pemakaian sebuah laptop.

Hasilnya, untuk nonton video, laptop yang satu ini ternyata bisa bertahan selama 9 jam 21 menit. Hasilnya memang sedikit berbeda dengan yang dijanjikan, yaitu 11 jam. Saat mengisi baterainya, dengan menggunakan charger bawaan yang memakai 65 watt, laptop ini akan terisi secara penuh dalam waktu sekitar 1 jam lebih. Namun yang pasti, untuk mengisi 50% hanya akan memakan waktu sekitar 30 menit saja.

Jika Anda menggunakan smartphone realme, tidak perlu lagi membawa charger laptop ini kemana-mana. Cukup dengan charger smartphone realme minimal 30 Watt Dart, laptop ini bisa diisi ulang. Hal yang sangat menyenangkan adalah pada saat saya menyambungkan sebuah power bank yang mendukung Power Delivery. Ternyata realme Book juga bisa di-charge dengan menggunakan power bank tersebut sehingga tidak perlu lagi membawa charger-nya.

Verdict

Memiliki perkembangan yang pesat, realme akhirnya merambah ke pasar yang berbeda. Hal ini mereka buktikan dengan langsung memberikan sebuah produk yang saat ini sangat dibutuhkan oleh para content creator. Produk tersebut merupakan sebuah laptop yang memiliki bobot ringan serta dimensi yang tipis. Realme menamakannya sebagai realme Book.

Kinerja yang ditawarkan oleh realme pada laptop pertamanya tersebut memang sangat baik. Hal itu disebabkan oleh prosesor Intel Core i5 1135G7 yang dipasangkan dengan Dual Fan Storm sehingga tidak menyebabkan throttling. Kinerja seperti ini memang cocok untuk para content creator yang selalu melakukan editing video mau pun gambar setiap harinya. Selain itu, para profesional, pekerja kantoran, serta pelaku UMKM juga bisa merasakan keandalan perangkat ini.

Daya tahan baterai dari perangkat ini juga sangat panjang. Dengan waktu sekitar 9 jam, pengguna bisa menonton dan bekerja memakain laptop ini selama satu hari kerja. Mengisi ulang baterai pada perangkat ini juga cepat dengan menggunakan charger bawaannya. Dan lebih baik lagi, realme Book juga bisa diisi ulang dengan menggunakan power bank yang mendukung Power Delivery.

Realme Book saat ini dijual dengan harga MSRP Rp. 11.399.000. Namun saat ini realme Book masih bisa ditemukan dengan harga Rp. 10.999.000 untuk varian yang saya uji kali ini, yaitu 8/512 GB. Realme juga punya varian lain dengan konfigurasi Core i3 dan 8/256 GB dengan harga 9.399.000. Dengan spesifikasi kencang yang ada serta harga yang diberikan, memang membuatnya menjadi salah satu laptop Ultrabook yang memiliki harga terjangkau yang ada di Indonesia.

Sparks

  • Kinerja tinggi berkat Core i5 1135G7
  • Bisa digunakan untuk bermain game
  • Daya tahan baterai yang cukup panjang
  • Pengisian baterai dengan USB-C dan bisa dengan power bank PD
  • Ramping dan ringan
  • Layar 3:2 dengan resolusi 2K

Slacks

  • Tidak ada slot expansion untuk RAM
  • Tidak ada slot SD dan RJ 45
  • Shortcut keyboard yang berbeda dengan standar laptop lainnya

ASUS Bawa Tiga Laptop Chromebook, Mulai Rp5.609.000 untuk Belajar Anak Hingga Bekerja

ASUS telah meluncurkan tiga laptop berbasis Chrome OS terbarunya di Indonesia, mulai dari ASUS Chromebook C214 yang dirancang khusus untuk kebutuhan belajar anak-anak. Serta, Chromebook Flip C434 dan Chromebook Flip C436 untuk pengguna yang membutuhkan Chromebook dengan desain premium dan lebih powerful yang dapat diandalkan untuk bekerja, belajar, maupun menikmati hiburan.

Komitmen utama kami tidak hanya menghadirkan produk dengan kualitas terbaik, tetapi juga memberikan lebih banyak pilihan bagi masyarakat Indonesia. Untuk itulah kali ini ASUS tidak hanya memperkenalkan satu, tetapi tiga laptop Chromebook sekaligus. Ketiga Chromebook yang diperkenalkan kali ini juga ditargetkan untuk pengguna yang berbeda, mulai dari anak-anak, pengguna kasual, hingga bisnis,” ujar Jimmy Lin, ASUS Regional Director Southeast Asia.

ASUS Chromebook C214

Sebagai perangkat komputer edukasi untuk anak-anak, Chromebook C214 memiliki dimensi ringkas. Layarnya 11,6 inci sehingga mudah dimasukkan ke dalam tas sekolah anak, dengan ketebalan 20,1 mm dan bobot 1,2 kg yang cukup ringan untuk dibawa oleh anak-anak. Karena laptop yang digunakan anak-anak memiliki risiko kerusakan yang lebih tinggi, Chromebook C214 menggunakan desain bodi khusus yang tangguh dan dilengkapi berbagai fitur proteksi khusus agar tidak mudah rusak.

Layar Chromebook C214 yang digunakan tipe sentuh, agar anak-anak dapat belajar secara lebih interaktif melalui gesture sentuh yang telah didukung oleh Chrome OS. Fitur layar sentuh tersebut juga sangat penting mengingat Chrome OS mendukung penggunaan aplikasi Android yang dirancang untuk layar sentuh.

Selain itu, Chromebook C214 mengadopsi tipe layar flip screen yang dapat diputar hingga 360 derajat, artinya laptop ini dapat digunakan layaknya sebuah tablet. ASUS turut menyediakan stylus khusus (opsional) sehingga Chromebook C214 juga dapat difungsikan sebagai papan gambar digital yang ideal digunakan untuk mengasah kreativitas anak-anak. Karena dilengkapi dengan dua kamera, saat layar laptop dibuka 360 derajat, kamera kedua yang berada di dekat keyboard dapat digunakan untuk menangkap gambar yang ada di depan penggunanya layaknya tablet.

Chrome OS sendiri telah memiliki sejumlah aplikasi dan layanan khusus edukasi yang banyak digunakan, seperti Google Classroom. Chrome OS juga memiliki antarmuka yang simpel dan lebih mudah digunakan oleh anak-anak. Soal performa, Chromebook C214 ditenagai oleh prosesor Intel Celeron N4000 yang sudah cukup powerful untuk menjalankan berbagai aplikasi edukasi yang terdapat di Chrome OS. Dilengkapi dengan memori DDR4 RAM sebesar 4GB dan penyimpanan berupa eMMC hingga 32GB.

Pengguna akan mendapatkan gratis berlangganan layanan Google One selama satu tahun, termasuk cloud storage hingga 100GB. Harga dari ASUS Chromebook C214 dibanderol mulai dari Rp5.609.000 dalam warna Dark Grey.

ASUS Chromebook Flip C434

working on laptop in a coffee shop

Chromebook Flip C434 dibangun dari keahlian ASUS dalam menghadirkan laptop dengan fungsi serta keamanan yang mumpuni. Chrome OS tidak hanya menawarkan kemudahan bagi penggunanya, tetapi juga kecepatan serta keamanan data. Didukung oleh jutaan aplikasi Android yang dapat dipasang secara langsung melalui Google Play Store, Chromebook Flip C434 tampil tidak hanya sebagai penunjang kegiatan bekerja, melainkan juga sebagai pusat hiburan dan sarana pembelajaran.

Sebagai Chromebook dengan desain premium, Chromebook Flip C434 dilapisi oleh bahan logam yang ringan dan kokoh. Dimensi bodinya ringkas dengan layar yang memiliki screen-to-body ratio hingga 87%. Meski tipis, Chromebook Flip C434 menawarkan daya tahan baterai panjang hingga 10 jam pemakaian.

Salah satu keunggulan Chromebook Flip C434 adalah layarnya yang dapat diputar hingga 360⁰. Kemampuan tersebut dapat dihadirkan berkat penggunaan engsel 360° ErgoLift yang juga dapat mengangkat bodi laptop saat digunakan. Pengguna bisa memaksimalkan fleksibilitas laptop ini melalui berbagai mode penggunaan mulai dari mode laptop untuk bekerja, mode stand untuk presentasi, hingga mode tablet untuk menonton film.

Engsel ErgoLift 360⁰ juga memungkinkan posisi mengetik yang lebih nyaman. Mekanisme khusus yang terdapat di engsel tersebut memungkinkan keyboard dapat sedikit terangkat sehingga lebih ergonomis untuk mengetik. Harga ASUS Chromebook Flip C434 dijual Rp11.879.000 (Core M3 / 8GB RAM / 64GB)
dan Rp14.949.000 (Core i5 / 8GB RAM / 128GB).

ASUS Chromebook Flip C436

Laptop ini dirancang untuk mobilitas, meski mengusung layar 14 inci, Chromebook Flip C436 mampu tampil dengan bodi seukuran laptop 13 inci berkat penggunaan teknologi NanoEdge Display dengan screen-to-body ratio hingga 85%. Chromebook Flip C436 juga sangat ringan hanya 1,1 kg, meski bodinya berbahan magnesium alloy.

Layar 14 incinya didukung resolusi Full HD dengan color gamut 100% sRGB sehingga cocok untuk hiburan bahkan untuk kegiatan content creation seperti editi foto maupun video. Serta, dilengkapi dengan fitur konektivitas yang lengkap seperti dual-band WiFi 6 dan USB Type-C.

Dirancang khusus bersama Intel, Chromebook Flip C436 telah berhasil memenuhi standar sebagai laptop ultra-portable yang responsif dan memiliki daya tahan baterai panjang untuk menemani kegiatan penggunanya. Harganya Rp17.379.000 dengan prosesor Intel Core, serta didukung oleh memori 8GB RAM dan penyimpanan berupa M.2 SSD sebesar 256GB dengan pembaca kartu microSD yang dapat digunakan untuk menambah kapasitas penyimpanan hingga 2TB.

Kartu Grafis Gaming Pertama Intel, Intel Arc, Akan Tiba Awal Tahun 2022

Kabar bahwa Intel akan segera meramaikan industri kartu grafis memang sudah terdengar sejak tahun lalu. Namun, setelah sekian lama, Intel baru mengumumkan secara resmi brand dari kartu grafis yang akan bersaing dengan NVIDIA Geforce dan AMD Radeon, yaitu Intel Arc.

Brand Intel Arc ini nantinya akan menaungi berbagai hal mulai dari hardware, software, dan juga layanan lainnya. Brand ini ke depannya juga akan terus berkembang ke beberapa generasi dari hardware-nya.

Generasi pertama dari kartu grafis ini akan memiliki kode nama Alchemist (yang sebelumnya dikenal dengan DG2). Intel juga telah mengumumkan beberapa nama generasi selanjutnya dari Arc setelah Alchemist ini yaitu Battlemage, Celestial, dan Druid. Kelihatannya Intel sangat terinspirasi dari nama-nama kelas yang ada di dalam RPG.

Kartu grafis pertama Alchemist ini akan menggunakan micro arsitektur Xe HPG (High Performance Gaming) yang dirumorkan akan memiliki performa yang dapat menyaingi RTX 3070. Ia juga akan mendukung ray-tracing berbasis hardware dan juga teknik super-sampling yang dilakukan oleh kecerdasan buatan atau A.I. Dan kartu grafis ini akan mendukung penuh teknologi DirectX 12 Ultimate.

Dari apa yang diperlihatkan, teknologi peningkatan resolusi yang diusung Intel sepertinya mampu untuk berkompetisi dengan DLSS milik NVIDIA dan juga FidelityFX milik AMD. Intel juga menunjukkan beberapa tes performa dalam menjalankan beberapa game seperti Days Gone, Forza Horizon 4, Metro Exodus, dan bahkan Crysis Remastered.

Sayangnya cuplikan game-game tersebut tidak dilengkapi dengan bagaimana pengaturan grafis yang digunakan. Begitu juga dengan performa FPS yang dapat diraih oleh setiap game. Namun mengingat cuplikan tersebut menggunakan versi pre-produksinya dan Intel juga masih memiliki waktu hingga tahun depan, kemungkinan besar Intel akan memperlihatkan lebih banyak tentang performanya beberapa bulan ke depan.

Intel juga belum mengumumkan berapa harga dan juga ketersediaan dari kartu grafis Arc ini nantinya. Satu hal yang pasti adalah Intel sepertinya tidak tergesa-gesa untuk memanfaatkan momen kelangkaan kartu grafis saat ini untuk mengisi permintaan pasar.

Lewat Intel Arc, Intel Siap Jadi Pemain Ketiga di Industri Kartu Grafis

Nvidia punya GeForce, AMD punya Radeon, dan sekarang Intel punya Arc. Setelah sekian lama, industri kartu grafis akhirnya bakal kedatangan pemain ketiga. Kapan tepatnya? Kuartal pertama 2022.

Intel Arc adalah branding yang bakal Intel gunakan untuk lini kartu grafis diskret kelas consumer-nya. Kedengarannya cukup catchy, tapi yang penting jangan sampai tertukar dengan Intel Ark, yang merupakan situs database produk-produk Intel. Kartu grafis pertama dari keluarga Intel Arc yang akan meluncur tahun depan adalah Alchemist.

Alchemist sebenarnya sudah diumumkan sejak tahun lalu, tapi kala itu masih menggunakan kode nama DG2. Arsitektur yang digunakan adalah Xe-HPG (High Performance Gaming), bukan Xe-LP (Low Power) seperti yang digunakan pada kartu grafis Intel DG1 maupun chip grafis bawaan prosesor laptop Intel Core generasi ke-11.

Intel memang belum membahas secara merinci seperti apa performa yang Alchemist tawarkan, dan berapa banyak model yang bakal mereka luncurkan. Kendati demikian, positioning arsitektur Xe-HPG yang ditujukan untuk kalangan mainstream dan enthusiast semestinya bisa memberikan gambaran secara kasar. Di saat yang sama, arsitektur Xe-LP yang digunakan pada chip grafis bawaan prosesor laptop saja sudah mampu menunjukkan performa gaming yang cukup mumpuni.

Keluarga kartu grafis Intel Arc bakal tersedia untuk perangkat desktop maupun laptop / Intel

Lebih lanjut, Intel turut memastikan bahwa Alchemist bakal mengusung fitur-fitur yang sesuai dengan standar kartu grafis modern, mulai dari dukungan penuh atas DirectX 12 Ultimate, ray tracing berbasis hardware, sampai teknik super sampling berbasis AI. Fitur yang terakhir ini bakal jadi alternatif terhadap teknologi DLSS (Deep Learning Super Sampling) besutan Nvidia maupun FSR (FidelityFS Super Resolution) besutan AMD.

Intel sudah punya komitmen jangka panjang buat Arc. Setelah Alchemist, ke depannya Intel bakal merilis generasi-generasi berikutnya yang diberi nama Battlemage, Celestial, dan Druid. Penamaan dengan tema fantasi ini tentu sengaja dilakukan guna memberikan kesan yang proper dalam konteks gaming.

Di waktu yang hampir bersamaan, Intel juga sedang dalam proses menutup divisi computer vision-nya — yang lebih dikenal dengan branding Intel RealSense, dan yang teknologinya digunakan pada robot Xiaomi Cyberdog. Kepada CRN, perwakilan Intel mengonfirmasi bahwa penutupan divisi ini mereka lakukan agar dapat berfokus ke bisnis inti mereka, yang sekarang kita tahu turut mencakup kategori kartu grafis diskret.

Sumber: AnandTech dan Intel.

ASUS TUF Gaming F15 FX506 Dibanderol Mulai Rp15 Jutaan dengan Prosesor 11th Gen Intel Core H45

ASUS telah meluncurkan TUF Gaming F15 (FX506). Laptop gaming tangguh yang kini tampil lebih powerful dengan prosesor High Performance 11th Gen Intel Core (H45) dan tetap dibanderol terjangkau dengan harga mulai dari Rp15.799.000.

Selain TUF Gaming F15 (FX506), dalam acara ROGxINTEL 11th Gen Media Sneak Peek kemarin, ASUS juga tengah bersiap merilis laptop gaming ROG Zephyrus S17 GX703 dan ROG Zephyrus M16. Untuk sekarang mari bahas lebih lanjut fitur dan spesifikasi yang ditawarkan oleh TUF Gaming F15 (FX506).

Seri TUF Gaming sudah menjadi ikon bagi laptop gaming tangguh, powerful, dan terjangkau. Kini seri tersebut terlahir kembali dengan desain baru yang lebih modern, spesifikasi yang lebih powerful, serta sistem pendingin baru. Juga hadir dengan chip grafis GeForce RTX 3050 dan RTX 3050Ti, membuat teknologi grafis RTX kini lebih terjangkau dari sebelumnya,” ujar Jimmy Lin, ASUS Regional Director Southeast Asia.

Fitur dan Spesifikasi

TUF Gaming F15 (FX506) hadir dengan warna Eclipe Gray dengan logo baru dan bagian belakang layarnya telah berbahan metal. Seperti pendahulunya, ia kembali tampil sebagai laptop gaming tangguh dengan sertifikasi uji ketahanan berstandar militer AS dan dipastikan lebih dari cukup untuk penggunaan sehari-hari.

Keyboard-nya didukung fitur RGB backlit dan diposisikan secara ergonomis mengikuti layout keyboard desktop yang digemari oleh gamer. Berkat teknologi overstroke, memastikan setiap input tidak terlewatkan dan setiap tombol dapat bertahan hingga 20 juta kali tekan.

Beralih ke layar, TUF Gaming F15 (FX506) mengusung panel IPS-Level 15,6 inci FHD dengan refresh rate hingga 240Hz dan response time 3ms. Lengkap dengan teknologi Adaptive-Sync yang dapat mengurangi efek tearing dan stuttering.

Soal performa, TUF Gaming F15 (FX506) merupakan laptop gaming ASUS pertama yang menggunakan prosesor High Performance 11th Gen Intel Core (H45) yang hadir di Indonesia, dengan konfigurasi hingga 8 core 16 thread. Dipadukan chip grafis hingga NVIDIA GeForce RTX 3000 series yang siap menaklukkan seluruh game PC modern yang ada saat ini.

Prosesor tersebut didukung RAM DDR4-3200 hingga 16GB dan penyimpanan M.2 NVMe PCIe SSD hingga 1TB. Pengguna juga dapat melakukan upgrade pada RAM dan penyimpanannya dengan mudah melalui fitur pop-open screw. 

Untuk memastikan seluruh komponen bekerja secara optimal, ASUS meningkatkan sistem pendingin di TUF Gaming F15 (FX506). Ada empat heatpipe didesain khusus untuk mengalirkan panas dari berbagai komponen penting seperti CPU dan GPU ke heatsink khusus. Tiga heatsink dengan fin yang memiliki ketebalan hanya 0,1mm dan menggunakan kipas dari lini laptop gaming ROG yaitu LCP Fan yang memiliki 83 bilah.

Konektivitasnya meliputi port Thunderbolt 4 dengan interface USB Type-C yang menawarkan kecepatan transfer data hingga 40Gbps. Serta dapat digunakan sebagai display output melalui protokol DisplayPort 1.4 yang dapat dihubungkan ke hingga dua monitor beresolusi 4K atau satu monitor beresolusi 8K. Sementara, konektivitas nirkabelnya mengandalkan WiFi 6.

Berikut harga dan konfigurasi dari ASUS TUF Gaming F15 (FX506):

  • Rp15.799.000 (Core i5/RTX 3050/8GB RAM/512GB SSD/144Hz/48Whr)
  • Rp19.299.000 (Core i7/RTX 3050/8GB RAM/512GB SSD/144Hz/48Whr)
  • Rp19.299.000 (Core i7/RTX 3050Ti/2x8GB RAM/512GB SSD/144Hz/48Whr)
  • Rp24.999.000 (Core i9/RTX 3060/16GB RAM/512GB SSD/144Hz/90Whr)
  • Rp25.999.000 (Core i9/RTX 3060/16GB RAM/1TB SSD/144Hz/90Whr)
  • Rp25.999.000 (Core i9/RTX 3060/16GB RAM/512GB SSD/240Hz/90Whr)

 

Laptop Gaming dengan Prosesor Intel Core Seri H Generasi ke-11 Mulai Tersedia di Indonesia

Intel baru saja menggelar acara virtual yang memperkenalkan prosesor mobile Intel Core Seri H Generasi ke-11 (Tiger Lake H45) secara resmi di Indonesia. Pengumuman ini sekaligus menandai kedatangan deretan laptop gaming terbaru dari berbagai pabrikan yang mengusung prosesor mobile terkuat Intel tersebut.

Lineup lengkap prosesor mobile Intel Core Seri H Generasi ke-11 untuk laptop kelas consumer bisa dilihat di tabel berikut.

Semua prosesor di atas dibuat berdasarkan proses pabrikasi 10 nm SuperFin, dengan arsitektur Willow Cove yang mampu menghasilkan performa multithreaded hingga 19% jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Menariknya, cukup banyak hasil pengujian di lapangan yang menunjukkan peningkatan kinerja yang lebih tinggi daripada klaim Intel sendiri.

Seperti yang bisa kita lihat pada tabel di atas, beberapa model prosesor mendukung fitur overclocking. Juga menarik adalah peningkatan jumlah core dan thread di tiap seri. Untuk seri Core i7 misalnya, di generasi ke-11 ini semuanya dijamin memiliki 8-core dan 16-thread. Lalu untuk seri Core i5, bisa kita lihat bahwa semuanya kini mengemas 6-core dan 12-thread, bukan lagi 4-core dan 8-thread.

Fitur lain yang tak kalah penting adalah kemampuan CPU untuk mengakses memori GDDR6 milik kartu grafis secara langsung, yang pada akhirnya berujung pada framerate yang lebih tinggi sekaligus latensi yang lebih rendah. Intel mengklaim deretan prosesor Tiger Lake H45 ini menawarkan total bandwith PCIe ke CPU 2,5 kali lebih besar daripada generasi sebelumnya, dan 3 kali lebih besar dibandingkan dengan prosesor lain.

Secara teknis, prosesor mobile Intel Core Seri H Generasi ke-11 dibekali dengan 20 lajur PCIe Gen 4, lengkap dengan dukungan Intel Rapid Storage Technology yang bootable dalam konfigurasi RAID0. Tipe memori yang didukung maksimum bisa sampai DDR4-3200.

Tentu saja kita juga tidak boleh melupakan dukungan Thunderbolt 4 sebagai salah satu keunggulannya, yang memungkinkan kecepatan transfer data hingga 40 Gbps. Terakhir, ada Intel Killer Wi-Fi 6E (Gig+) yang menawarkan kecepatan maksimum hingga 3x lebih tinggi dengan latensi 75 persen lebih rendah.

Berikut adalah deretan laptop baru yang ditenagai prosesor mobile Intel Core Seri H Generasi ke-11 yang sudah tersedia di Indonesia. Harganya dimulai di angka 14 juta rupiah.

  • Acer Predator Triton 500 SE
  • Acer Predator Helios 500
  • Acer Predator Helios 300
  • Acer Nitro 5
  • Asus ROG Zephyrus M16
  • Asus ROG Zephyrus M17
  • Asus TUF Gaming F15
  • Asus TUF Dash F15
  • HP Omen Laptop 16
  • HP Victus 16
  • HP Pavilion Gaming 15
  • Lenovo Gaming 3i
  • Lenovo Legion 5i
  • Lenovo Legion 5i Pro
  • Lenovo Legion 7i
  • MSI Katana GF 76/66
  • MSI GP 66 Leopard
  • MSI Pulse GL 76/66
  • MSI GS 76/66 Stealth
  • MSI GE 76/66 Raider