Softbank dan First Media Umumkan Kemitraan Pengembangan Solusi IoT

Softbank Corp. dan anak usaha Lippo Group PT Link Net (First Media) mengumumkan kerja sama untuk pengembangan dan penerapan Internet of Things (IoT) di dalam platform dan solusi di seluruh ekosistem properti, layanan kesehatan dan mobilitas di Indonesia, termasuk megaproyek Meikarta, Lippo Malls, dan Siloam Hospitals.

Kerja sama ini diresmikan lewat penandatangan perjanjian yang berlangsung pada 29 Juni 2018 di Jakarta, dihadiri CEO First Media Marlo Budiman dan VP Global Business Strategy Division Softbank Corp Hidebumi Kitahara.

Dalam kesempatan tersebut, Hidebumi mengatakan industri mobile secara global kini telah memasuki era 5G, di mana IoT akan menjadi fokus utama dalam berinovasi. Menurutnya, lewat kemitraan ini turut memperkuat komitmen Softbank untuk terus mendorong inovasi teknologi di pasar global dan meningkatkan perkembangan ICT di Indonesia.

Marlo menambahkan inisiatif pada tahap awal akan melibatkan penerapan perangkat-perangkat IoT yang digabungkan dengan analisa video yang mencakup perumahan, bangunan komersial, mal, perkantoran, jalan umum, serta area lainnya di dalam ruang lingkup properti Lippo Group.

“Inisiatif teknologi ini konsisten dan sejalan dengan cita-cita menjadikan Indonesia sebagai perekonomian digital terbesar di ASEAN,” terangnya dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, Jumat (6/7).

SmarTernak Jadi Solusi IoT untuk Optimalkan Peternakan

SmarTernak merupakan solusi yang dikembangkan DycodeX berupa perangkat manajemen ternak berbasis Internet of Things (IoT) yang diharapkan bisa membantu peternak Indonesia memantau hewan ternak mereka. Perangkat ini didukung Kementerian Pertanian Indonesia

Solusi SmarTernak merupakan perangkat precision livestock farming (PLF). Fitur-fitur yang ditawarkan mencakup fitur pelacakan hewan ternak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan hewan ternak, hingga membaca kondisi lingkungan hewan ternak. Data-data tersebut dipancarkan secara real time dan bisa dibantu melalui aplikasi yang ada di perangkat mobile.

Dalam pengembangannya, DycodeX berperan penuh dalam pengembangan sistem dan alat-alat yang digunakan, sementara pemerintah mendukung dalam penyedian lahan untuk uji coba.

“Sejauh ini kami masih bekerja sama dengan peternakan yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian Indonesia. Tujuan utama kami dalam waktu dekat adalah mengaplikasikan SMARTernak ini di wilayah peternakan Kementan agar dapat menjadi solusi untuk pemerintah terkait issue Livestock Farming khususnya sapi di Indonesia,” jelas Public Relation Representative DycodeX Veronica Blandine.

SmarTernak bekerja dengan beberapa sensor yang mampu secara langsung mendeteksi aktivitas hewan ternak secara real time. SmarTernak didesain untuk bisa langsung diimplementasikan dengan mengalungkan sensor pada hewan dan memasang koneksi.

Untuk koneksi, SmarTernak menggunakan teknologi LoRa atau yang dikenal sebagai Long Radio. Teknologi ini diklaim lebih ekonomis dibandingkan dengan GSM. Untuk range coverage mengikuti kontur peternakan masing-masing.

“Karena berbasis radio, LoRa mengharuskan adanya gateway yang terpasang di wilayah peternakan. Satu buah gateway dapat menerima informasi lebih dari 20 device tergantung kontur wilayah yang sebelumnya saya sebutkan. Untuk saat ini ukurannya masih disesuaikan untuk hewan ternak berbadan besar seperti sapi, namun bila memiliki macam hewan ternak lainnya, kami terbuka untuk layanan customize,” imbuh Vero.

Solusi DycodeX ini bisa jadi salah satu solusi berbasis teknologi yang bermanfaat untuk mengoptimalkan peternakan dan menggali lebih jauh potensi dan masalah yang ada di peternakan. Pihak DycodeX sendiri berharap solusi yang mereka rancang ini tidak hanya stok pangan yang bisa diprediksi tetapi juga kesehatan hewan ternak, sehingga para peternak maupun investor bisa mendapat laporan yang lebih lengkap.

“SMARTernak akan sangat membantu peternakan yang mengadopsi jenis peternakan bebas atau yang tidak mengikat hewan ternak. Hal ini akan lebih menghemat biaya operasional monitoring. Prinsip LoRa yang line-of-sight akan lebih optimal apabila diletakkan di tempat yang lebih tinggi, sehingga coveragenya akan lebih banyak.”

Qualcomm Kembangkan Chipset Khusus untuk Perangkat IoT yang Mengemas Kamera

Kalau Anda melihat perkembangan perangkat smart home terkini, kamera rupanya memegang peranan penting di mayoritas perangkat. Entah itu vacuum cleaner atau oven, hampir semuanya mengandalkan kamera agar bisa menerapkan fitur-fitur pintarnya, dan saya sama sekali belum menyinggung soal kamera pengawas, yang terus bertambah canggih berkat integrasi AI.

Guna menggenjot perkembangan perangkat-perangkat ini ke depannya, Qualcomm telah menyiapkan lini chipset khusus yang mereka namai Vision Intelligence Platform. Qualcomm bilang bahwa SoC (system-on-chip) yang tergabung dalam lini ini dibuat secara spesifik untuk ekosistem IoT (Internet of Things), bukan sebatas chipset Snapdragon yang dimodifikasi.

Sejauh ini sudah ada dua model chip yang Qualcomm tawarkan kepada produsen: QCS605 dan QCS603. Keduanya sama-sama mengandalkan fabrikasi 10 nm, serta dibekali integrasi teknologi computer vision maupun pengolahan machine learning secara lokal, alias tidak bergantung pada jaringan cloud.

Kendati demikian, ini bukan berarti perangkat yang menggunakan chip ini jadi tidak memerlukan koneksi internet. Qualcomm bilang bahwa chipset-nya sendiri yang akan menentukan kapan harus meminta bantuan cloud, dan kapan harus memroses informasinya secara mandiri, sehingga pada akhirnya perangkat bisa memiliki kinerja yang lebih cepat.

Qualcomm Vision Intelligence Platform

Qualcomm memberikan contoh skenario sebuah kamera pengawas yang ditenagai salah satu dari chipset ini. Kamera tersebut dapat membedakan antatraseorang anak yang terkunci di luar dari seorang pencuri, lalu bertindak sesuai kondisi; kalau yang dideteksi adalah anak sang pemilik rumah, maka kamera bakal menginstruksikan perangkat smart lock untuk membukakan pintu, tapi kalau ternyata yang didedeteksi maling, kamera bakal membunyikan alarm.

Qualcomm sendiri melihat potensi chipset ini pada perangkat seperti kamera pengawas, kamera 360 derajat, robot maupun action cam, mengingat chipset mendukung perekaman dalam resolusi 4K. Qualcomm juga sudah menyiapkan referensi desain kamera 360 derajat berbasis chipset QCS605, sedangkan yang berbasis QCS603 bakal menyusul dalam bentuk referensi desain kamera pengawas kelas komersial.

Sumber: Qualcomm.

Telkomsel dan Universitas Indonesia Hadirkan “Bike Sharing” Berteknologi NB-IoT

Telkomsel dan Universitas Indonesia mengumumkan kolaborasi pengembangan uji coba bike sharing berteknologi NarrowBand (NB)-Internet of Things (IoT). Dalam implementasinya, Telkomsel menggandeng startup bike sharing Banopolis dan Huawei sebagai penyedia infrastruktur jaringan dan teknologi.

Bagi Telkomsel, kolaborasi ini masih bersifat Corporate Social Responsibility (CSR), belum menjadi ranah bisnis baru. Dibutuhkan masukan dari para pengguna sebelum Telkomsel menyeriusi lebih jauh.

“Setelah uji coba, baru nanti dibawa ke daerah lain. Kami masih butuh learning process untuk mendapatkan feedback apa saja yang perlu diperbaiki sebelum nantinya diperluas,” terang Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Rabu (14/3).

NB-IoT adalah teknologi telekomunikasi terbaru yang dirancang secara khusus agar komunikasi antar mesin semakin masif dengan cakupan jaringan yang lebih luas, dapat dilakukan secara efisien, dan penggunaan daya pada perangkat pengguna yang lebih hemat.

Teknologi radio yang dipakai dalam NB-IoT merupakan salah satu jenis teknologi jaringan Low Power Wide Area (LPWA), memungkinkan perangkat beroperasi hingga bertahun-tahun tanpa pengisian daya ulang baterai. Diklaim teknologi ini akan sangat hemat biaya operasional, plus mampu menghasilkan kapasitas koneksi yang masif untuk solusi dan aplikasi berbasis IoT.

Lebih lanjut Ririek menjelaskan, uji coba bike sharing ini merupakan bagian pengembangan teknologi NB-IoT yang dilakukan perusahaan untuk melengkapi teknologi IoT yang telah diimplementasikan sebelumnya. Beberapa inovasi IoT yang sudah diluncurkan adalah FleetSight dan Connectivity Control Center.

Rektor UI Muhammad Anis menambahkan bike sharing adalah salah satu layanan kampus untuk para mahasiswa yang sudah hadir sejak 2010. Namun, operasionalnya masih dilakukan secara manual.

Mahasiswa harus menunjukkan kartu mahasiswa kepada petugas yang berjaga di pool untuk bisa menikmati ke tempat yang ingin dituju. Layanan ini dinilai belum sepenuhnya menganut konsep bike sharing lantaran mahasiswa memegang kunci sepeda sehingga utilitasnya belum maksimal.

“Spekun [sepeda kuning] adalah bagian dari pelayanan kami kepada mahasiswa. Di mana bike sharing-nya kalau sepedanya dikunci seharian? Kita tidak mau itu terjadi, makanya mau memanfaatkan teknologi agar konsep ini bisa berjalan penuh,” ucap Anis.

Kendali sepeda lewat aplikasi

Dengan inovasi terbaru ini, sepeda UI bakal menerapkan teknologi bike sharing generasi 4+ yang merevolusi sistem generasi sebelumnya.

Dengan konsep ini, peminjaman berbasis aplikasi “Spekun” didampingi penyediaan tiang atau dock parkir berbasis radio-frequency identification (RFID) sehingga sepeda hanya bisa diparkir di dock parkir tersebut.

Penggunaan aplikasi akan memudahkan pengguna melacak ketersediaan sepeda yang ada di dock terdekat pengguna. Tersedia pula perangkat smartlock yang dibenamkan di sepeda. Sistem ini kompatibel dengan konektivitas NB-IoT yang memungkinkan seluruh sepeda berkomunikasi dengan server operator sepeda secara efisien.

Ketika pengguna sampai di dock, mereka cukup memindai QR code di bagian keranjang depan sepeda lewat aplikasi. Setelah itu smartlock akan terbuka secara otomatis dan sepeda siap dikendarai. Sesampai di tujuan, pengguna cukup mendekatkan dan mendorong sepeda ke tiang dan smartlock akan terkunci secara otomatis. Pengguna hanya bisa menggunakan layanan ini selama 30 menit. Apabila melebihi ketentuan akan berlaku denda.

Di tahap uji coba ini, UI menggunakan teknologi radio akses NB-IoT yang sepenuhnya memenuhi standar 3GPP dan beroperasi di frekuensi 900 MHz. Untuk tahap awal, Telkomsel mengimplementasikan solusi bike sharing di tiga stasiun sepeda yang terletak di Stasiun UI, Stasiun Pondok Cina, dan Perpustakaan UI.

Sepeda yang disediakan di tahap awal ini sebanyak 20 unit dan 40 tiang dock parkir. Rencananya, secara bertahap proyek ini akan menambah 200 unit sepeda sampai akhirnya memiliki 800 sepeda berteknologi NB-IoT di awal tahun depan.

“Dalam riset yang sudah UI lakukan, idealnya kita butuh 840 unit sepeda. Kami susun rencana strategis, secara bertahap akan menambah. Diharapkan kalau evaluasinya baik, pada akhir tahun ini atau awal 2019 jumlahnya sudah bisa 800 unit sepeda,” pungkas Anis.

Purwadhika Tech Wave 2018 Akan Segera Digelar

Tingginya antusiasme para pelaku bisnis dan investor dalam mengembangkan startup berbasis teknologi di Indonesia membuat Purwadhika Startup and Coding School bekerja sama dengan Sinarmas Land dan Plug and Play Indonesia akan menyelenggaraka Purwadhika Tech Wave. Acara yang akan digelar pada tanggal 14-15 Maret 2018, di ICE BSD City ini ingin memberikan kesempatan bagi para pelaku startup mendapatkan wawasan dan pengalaman seputar tren teknologi terkini dari para ahli di bidangnya.

Maraknya produk berbasis Virtual Reality (VR), Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan Crypotcurrency membuat pangsa pasar bisnis digital semakin beragam. Purwadhika Tech Wave 2018 bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam seputar empat tren teknologi tadi. Acara akan dibagi ke dalam beberapa rangkaian, mulai dari Technology & Startup Conference, Startup Exhibition, Venture Capital Speed Dating , dan Virtual Reality Experience.

Konferensi akan menghadirkan 29 pemateri yang telah berkecimpung lama di bidang VR, AI, IoT, dan Cryptocurrency. Beberapa nama pemateri yang akan hadir termasuk Purwa Hartono (Purwadhika), Pandu Sastrowardoyo (Blockchain Zoo), Nayoko Wicaksono (Algoritma), Andy Zain (Kejora Ventures), Norman Sasono (Bizzy), dan masih banyak lagi. Sementara itu dalam acara pameran akan hadir lebih dari 40 startup untuk memamerkan lini produk dan layanan mereka.

Acara bertajuk “Speed Dating” turut dihadirkan dalam Purwadhika Tech Wave 2018, diharapkan dapat memfasilitasi para startup lokal yang hadir untuk bertemu langsung dengan Venture Capital. Beberapa yang akan dihadirkan termasuk Sinar Mas Digital Venture, East Ventures, Convergence Ventures, Merah Putih Inc, ANGIN, Indogen Capital, Skystar Ventures, dan Cyber Agent Ventures.

Selain itu, rangkaian acara akan turut diramaikan VR Showcase oleh Zona Reality, penyedia jasa permainan Virtual Reality yang didirikan oleh ahli visual Indonesia, Patrick Effendy, dan Ivan Handojo.

Untuk informasi lebih lanjut seputar acara ini, kunjungi laman resminya melalui https://www.purwadhika-techwave.com.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Purwadhika Tech Wave 2018

Machine Vision Ciptakan Solusi untuk Transformasi Industri

Solusi yang ditawarkan startup berbasis teknologi bisa berbagai bentuk. Kebanyakan adalah mencoba mentransformasikan sebuah proses konvensional, manual ke dalam bentuk digital yang lebih cepat dan mudah. Ini juga yang ditawarkan oleh Machine Vision. Berbekal teknologi, berupa perangkat keras dan perangkat lunak, pihaknya mencoba membantu permasalahan industri dalam hal monitoring produktivitas mesin-mesinnya melalui pendekatan digital.

Machine Vision mencoba mengambil peran untuk merevolusi proses produksi yang ada di pabrik-pabrik. Bukan untuk menggantikan manusia dengan teknologi tetapi membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Solusi Machine Vision sendiri dibentuk sebagai PaaS (Platform as a Services) yang diterapkan di bagian produksi. Ada beberapa fitur yang ditawarkan, antara lain pemantauan real time, analisis, continuous improvement tracker dan beberapa lainnya.

Salah satu Co-founder Machine Vision Rio Bagus kepada DailySocial menceritakan, pihaknya telah berbincang dengan banyak perusahaan manufaktur dan mendapatkan fakta bahwa ada penurunan produksi dan itu terus berlanjut. Ini menyebabkan kerugian finansial dan waktu. Machine Vision menjanjikan sesuatu yang bisa membantu perusahaan-perusahaan tersebut meningkatkan produktivitas.

“Salah satu manufaktur di bidang equipment mengatakan kepada saya bagaimana mereka mengumpulkan insight produksi mereka dengan mengumpulkan (catatan) performa produksi mereka dalam bentuk kertas dan melakukan review setiap bulannya. Machine Vision bisa membantu membuatnya lebih efektif,” terang Rio.

Memanfaatkan teknologi IIoT (Industrial Internet of Things), Machine Vision menyediakan beberapa peralatan dan sistem untuk menunjang sistem mereka. Mulai dari sensor, PLC, middleware, billboard, macro server hingga HMI (Human Machine Interface). Peralatan-peralatan tersebut akan terhubung dan bisa dipantau pihak manajemen melalui sebuah dasbor.

“Kami benar-benar mengerti bahwa di Indonesia transformasi digital bisa menjadi hal yang menakutkan. Perusahaan manufaktur menyadari bahwa digitalisasi akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya namun mereka tidak tahu caranya. Kami mengisi celah tersebut dengan menjadi katalisator digital untuk bekerja sama dengan klien dalam menerapkan industri 4.0,” terang Rio.

Saat ini bisnis yang telah merilis versi pertama Machine Vision pada akhir Februari silam ini tengah mempersiapkan implementasi di dua perusahaan besar produsen makanan di Indonesia. Secara total mereka menargetkan ada 6 perusahaan di tahun ini yang mereka bantu dengan solusi yang disediakan.

Lini TV QLED Samsung Edisi 2018 Dapat Mengontrol Perangkat Smart Home dan Dibekali Bixby

Januari lalu di event CES, Samsung memamerkan teknologi TV baru bertajuk MicroLED, yang diklaim punya kualitas gambar setara OLED, tapi bersifat modular dan fleksibel. Rencananya, lini TV baru tersebut bakal dipasarkan mulai Agustus mendatang, namun sebelumnya Samsung ingin lebih dulu menyuguhi konsumen dengan generasi baru TV QLED-nya.

Lineup TV QLED Samsung untuk tahun 2018 ini terdiri dari empat seri: Q9, Q8, Q7 dan Q6, urut dari yang paling mahal dan paling bagus kualitas gambarnya, dengan variasi ukuran mulai 49 sampai 88 inci. Setiap serinya bakal mencakup beberapa varian, termasuk yang berlayar melengkung. Lalu apa saja pembaruan yang dibawanya?

Samsung QLED TV 2018

Untuk pertama kalinya, TV QLED Samsung kini dibekali fitur full-array local dimming (khusus seri Q9 dan Q8). Local dimming pada dasarnya merupakan salah satu fitur unggulan yang sering dijumpai pada TV LED kelas flagship, berfungsi untuk meningkatkan rasio kontras secara keseluruhan.

Selebihnya, pembaruan yang disematkan lebih mengacu pada aspek kepintaran. TV QLED generasi baru ini sekarang bisa dipakai untuk mengendalikan beragam perangkat smart home (kamera pengawas, termostat, lampu pintar, dll) yang tergabung dalam ekosistem SmartThings kepunyaan Samsung sendiri. Lebih lanjut, asisten virtual Bixby pun sudah terintegrasi penuh ke semua varian.

Samsung QLED TV 2018

Kemudian ada pula fitur yang cukup menarik bernama Ambient Mode. Dalam mode ini, TV akan menampilkan gambar statis sesuai dengan tembok di belakangnya, sehingga TV pun tampak seakan-akan menyatu dengan tembok. Selama dalam mode ini, TV juga dapat menampilkan informasi seperti ramalan cuaca atau headline berita-berita terbaru.

Samsung belum mengungkapkan rentang harga untuk lini TV QLED edisi 2018-nya ini, akan tetapi pemasarannya akan dimulai dalam beberapa minggu ke depan di Amerika Serikat.

Samsung QLED TV 2018

Sumber: Samsung.

Setelah eSIM, Ada iSIM yang Lebih Kecil Lagi dan Terintegrasi Langsung pada Prosesor

Ketika Apple meluncurkan iPhone 7 di bulan September 2016, banyak yang mengkritisi keputusan mereka meniadakan jack headphone. Apple beralasan kompromi ini harus diambil demi menghemat ruang yang tersedia dalam sasis ponsel, sehingga dapat dipakai untuk komponen yang lebih berguna, seperti misalnya baterai yang lebih besar.

Dari tahun ke tahun, pabrikan smartphone pada dasarnya terus mencari cara untuk menghemat ruang pada produk buatannya. Evolusi kartu SIM menjadi Micro SIM lalu Nano SIM adalah salah satu bentuk upaya ini. Belakangan, smartphone seperti Google Pixel 2 malah mulai menggunakan chip eSIM untuk menghemat ruang lebih banyak lagi.

Meskipun sudah sangat kecil, Nano SIM pada kenyataannya masih memakan ruang sebesar 12,3 x 8,8 mm. Dengan eSIM, angkanya turun drastis menjadi 6 x 5 mm. Akankah ini menjadi bentuk evolusi terakhirnya? Kemungkinan tidak, sebab baru-baru ini ada inisiatif lain yang diajukan oleh desainer arsitektur chipset mobile, ARM.

Mereka merancang sebuah komponen terintegrasi bernama iSIM. Berbeda dengan eSIM yang berupa chip sendiri, iSIM tertanam pada chip yang sama tempat prosesor bernaung. ARM bilang bahwa ukurannya hanya “sepersekian milimeter persegi”, dan ongkos produksinya diyakini tidak sampai 10 sen dolar per unit.

Lebih kecil, lebih murah, iSIM tentunya terdengar sangat menarik di telinga pabrikan smartphone. Ya, akan tetapi agar pengadopsiannya bisa meluas, dibutuhkan juga dukungan dari operator telekomunikasi. Untuk sekarang, bahkan eSIM pun belum begitu banyak yang mendukung.

iSIM bakal sangat ideal untuk perangkat seperti dash cam yang membutuhkan koneksi internet secara konstan / Owl Car Cam
iSIM bakal sangat ideal untuk perangkat seperti dash cam yang membutuhkan koneksi internet secara konstan / Owl Car Cam

Kendati demikian, iSIM akan lebih dulu muncul di perangkat IoT (Internet of Things) sebelum smartphone. Setidaknya untuk sekarang, ARM mengembangkan teknologi ini untuk perangkat-perangkat seperti sensor-sensor wireless yang membutuhkan jaringan selular. Saya pribadi melihat iSIM bisa berperan besar dalam perangkat seperti dash cam.

Tujuan ARM adalah menekan ongkos produksi perangkat-perangkat IoT, sehingga pada akhirnya bisa merambah lebih banyak konsumen. Oleh karena itu, mereka menilai iSIM bakal mendapat lampu hijau dari operator, sebab lebih banyak konsumen berarti lebih banyak pelanggan bagi operator.

Satu hal yang perlu diingat, ARM tidak memproduksi chip-nya sendiri. Mereka hanya menyediakan desain referensinya, dan untungnya ini sudah mereka bagikan ke mitra-mitranya, yang diperkirakan bakal merilis chip dengan iSIM paling cepat menjelang akhir tahun nanti.

Sumber: The Verge. Gambar header: Pixabay.

Borneo SkyCam, Pengembang Drone Asal Pontianak

Kalimantan adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia. Demografi wilayahnya cukup unik, selain masih banyak didominasi oleh hutan, pulau ini juga berbatasan langsung dengan negara tetangga. Medan yang menantang membuat pengawasan melalui udara menjadi lebih efektif, khususnya untuk kebutuhan militer (pengawasan perbatasan) dan pertanian (pemetaan lahan). Kondisi tersebut dilihat sebagai peluang oleh tim Borneo SkyCam, sebuah startup pengembang perangkat pengawas berbasis pesawat nirawak (drone).

Peluang selanjutnya juga dilihat dari komoditas produk drone yang ada saat ini untuk kebutuhan di Kalimantan. Jika menggunakan drone biasa, ada beberapa keterbatasan yang menjadikan prosesnya kurang efektif. Salah satunya soal kemampuan baterai yang sangat terbatas, menjadikan jam terbangnya tidak bisa lama. Untuk itu Borneo SkyCam mengembangkan drone dengan kemampuan khusus untuk pengamatan di wilayah yang luas.

Salah satu pendekatan yang dilakukan ialah baterai menggunakan panel surya –cukup menjanjikan, mengingat Kalimantan terletak di garis khatulistiwa, sehingga penyinaran matahari sangat efektif selama 12 jam. Dukungan panel surya membuat drone besutan Borneo SkyCam mampu terbang dengan jangkauan eksplorasi 4000km berkecepatan 200km/jam, dengan daya tahan baterai mencapai 16 jam.

Drone milik Borneo SkyCam

“Teknologi drone bisa dioptimalkan untuk memetakan lahan tanpa harus menelusur dengan jalur darat yang biasanya berdampak pada kerusakan hutan, karena harus membuka jalur yang belum pasti. Sampai saat ini Borneo SkyCam terus fokus kepada riset-riset pesawat nirawak dengan bahan bakar yang ramah lingkungan,” ujar Co-Founder Borneo SkyCam, Hajon Mahdy Mahmudin.

Hajon berpendapat, riset seperti inilah sangat dibutuhkan Indonesia saat ini, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Dibutuhkan alat yang dapat menembus pelosok-pelosok negeri. Borneo SkyCam memanfaatkan Internet of Things (IoT) sebagai media berbagi informasi hasil penelusuran yang ditangkap.

Terutama untuk pemetaan lahan

Borneo SkyCamp didirikan Tony Eko Kurniawan, Hajon Mahdy Mahmudin, Aprianto Setya Putra, Eko Jatmiko, dan Dede Himandika sejak tahun 2012 di Pontianak. Keempatnya berlatar belakang pendidikan Teknik Elektro. Awalnya Borneo SkyCam dikembangkan karena pada saat itu drone sangat langka di Kalimantan Barat. Debut yang pernah dilakukan Borneo SkyCam ialah kerja samanya dengan program TOPDAM (Topografi Daerah Militer) milik KODAM 12 Tanjungpura dan Badan Pertanahan Nasional wilayah Kalimantan Barat. Sampai saat ini Borneo SkyCam sudah melayani permintaan layanan yang lebih luas hingga terakhir ke Papua.

Drone yang sedang dibuat Borneo SkyCam memiliki lebar 3 meter. Bahan-bahan pembuat drone saat ini 80 persen merupakan bahan lokal Indonesia dan 20 persen sisanya masih impor seperti panel surya dan motor penggerak.  Drone ini dikontrol dengan dua cara, remote control dan laptop, yang disambungkan dengan internet untuk kebutuhan pemantauan real-time. Sedangkan sistem yang dikembangkan ditujukan untuk pemancar sinyal ke pelosok, kebutuhan pemantauan, dan pemetaan.

Drone milik Borneo SkyCam

Menceritakan studi kasus pemanfaatan drone yang pernah dilakukan, Hajon berujar, “Kami dari 2012 melakukan riset dan memang sudah mengembangkan sistem pemetaan. Drone kami sudah digunakan untuk memetakan 4 bandara di NTT, pemetaan wilayah di Papua, dan pemetaan beberapa perkebunan di Kalimantan. Terakhir drone yang kami produksi juga dibeli oleh salah satu kementerian untuk digunakan pemetaan lahan.”

Selain menawarkan perangkat drone yang dikembangkan, Borneo SkyCam juga mengembangkan model bisnis melalui lembaga riset  pesawat nirawak, jasa pemetaan, dan lembaga pendidikan robotika.

Samsung Pastikan Semua Perangkat Elektroniknya Terkoneksi Internet di Tahun 2020

Di CES 2018, Samsung menegaskan komitmennya untuk memastikan semua perangkat elektronik buatannya terhubung dengan internet (sebagai perangkat IoT) paling lambat tahun 2020. Di tahun tersebut, tak hanya smartphone dan TV yang memiliki konektivitas. Dengan konektivitas 5G (yang diharapkan mulai tersedia tahun depan), mobil dan berbagai home appliance (termasuk kulkas, mesin cuci, AC) bakal terhubung satu dan yang lain.

Tak cuma soal terhubung dengan sesama produk Samsung, mereka memastikan IoT-nya bersifat terbuka dan pintar. Jargon yang digunakan adalah IoT sebagai “Intelligence of Things”.

Era asisten berbasis AI

Presiden dan Kepala Divisi Consumer Electronics dan Riset Samsung Hyunsuk (HS) Kim mengatakan, “Kami berkomitmen mengakselerasi adopsi IoT untuk semua dan membuat semua perangkat terhubung (connected device) Samsung pintar di tahun 2020. Perubahan ini akan membantu konsumen merasakan keuntungan hidup yang lebih terhubung.”

Semua konektivitas IoT akan disesuaikan dengan standar keterbukaan Open Connectivity Foundation (OCF) untuk memudahkan interoperabilitas.

SmartThings, dalam bentuk aplikasi, akan menghubungkan semua perangkat ini. Sementara Bixby, sebagai asisten berbasis AI, akan membantu konsumen memanfaatkan konektivitas ini. Demo yang ditampilkan di CES 2018 menunjukkan lancarnya Bixby berkomunikasi dan hal ini menegaskan era asisten, ketika Amazon dengan Alexa, Google dengan Google Assistant menjadi highlight CES kali ini.

Selama tahun 2017, Samsung menggelontorkan dana $14 miliar untuk pengembangan riset dan tahun ini mereka akan membangun sejumlah AI center baru, termasuk di Toronto, Montreal, Cambridge (Inggris), dan Rusia. Mereka akan mendukung pengembangan di Korea Selatan dan Silicon Valley yang selama ini telah berjalan.

Konsolidasi aplikasi penghubung

SmartThings akan menjadi aplikasi penghubung utama, menyederhanakan semua konektivitas Samsung yang sebelumnya terdiri dari 40 aplikasi. Tidak akan ada lagi Samsung Connect, Samsung Smart Home, dan lain-lain. Pembaruan besar-besaran SmartThings akan dirilis kuartal pertama tahun ini, baik untuk perangkat Android maupun iOS.

Disebutkan saat ini SmartThings telah terhubung di lebih dari 1 juta rumah dan lebih dari 10 juta perangkat.