Regulasi Untuk Perusahaan Fintech Indonesia Tengah Dibuat OJK

Seperti yang telah banyak diprediksi, layanan finansial berbasis teknologi (fintech) tahun 2016 ini akan semakin muncul di permukaan. Bukan hanya oleh startup lokal, namun juga startup asing yang membidik pasar fintech global.

Selama ini di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur jalannya bisnis yang ditawarkan oleh perusahaan fintech. Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga kini masih berfungsi sebatas pengawas dan mengontrol seluruh aktivitas yang ada, tanpa memberikan peraturan yang khusus untuk seluruh kegiatan perusahaan fintech di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, OJK melalui Komisaris Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Dumoli Pardede mengungkapkan saat ini tengah membuat peraturan yang tepat khusus untuk perusahaan fintech di Indonesia.

“Saat ini semua perusahaan fintech yang ada di Indonesia masih menjalankan bisnisnya sesuai dengan peraturan yang ada, rencananya tahun ini OJK dibantu dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan mengeluarkan peraturan baru khusus untuk perusahaan fintech di Indonesia,” kata Dumoly kepada Dealstreetasia.

Nantinya peraturan yang baru akan mencakup kepada teknologi, keamanan, sumber daya manusia, pengelolaan dan manajemen risiko. Dalam hal ini seluruh perusahaan fintech di Indonesia bisa mendapatkan izin dari Kominfo, namun untuk izin usaha harus melalui OJK, terutama bagi perusahaan yang terlibat dalam jasa keuangan.

Untuk memperkuat keberadaan perusahaan fintech di Indonesia sebelum memulai usaha, harus mengantongi izin dari Bank Indonesia (BI) jika berencana untuk memberikan layanan kepada masyarakat, ketentuan tersebut diatur dalam peraturan No.15/11/PBI/2013.

Sebelumnya OJK juga telah mengeluarkan peraturan untuk venture Capital (VC), investor dan lainnya untuk menyediakan dana sebesar Rp. 50 miliar ($ 3,6 juta) untuk sebuah perseroan terbatas (PT) dan Rp. 25 miliar untuk CV.

VC juga harus berfungsi sebagai mitra dengan startup yang di investasikan, berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh kementrian perdagangan.

Hingga akhir tahun 2015 Indonesia telah menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang banyak di incar bukan hanya dari startup dan perusahaan teknologi asing saja, namun juga investor dan VC secara global.

Diprediksi juga Indonesia akan menjadi e-commerce dan startup hub di Asia Tenggara, yang telah berhasil menarik perhatian para investor dari Singapura, Malaysia, Jepang, negara-negara Asia Barat dan masih banyak lagi.

Tiga Hal yang Harus Disyukuri Ketika Temukan Investor yang Tepat

Investor dan startup adalah satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan karena mau tidak mau keduanya memang saling membutuhkan. Namun, ini bisa jadi hubungan paling rumit yang pernah ada dan banyak yang meyakini “klik” dalam hubungan startup-investor sudah sama seperti mencari pasangan hidup. Maka cobalah berterima kasih, seperti yang disampaikan Partner Upfront Ventures Kara Nortman, bila Anda berhasil menemukan investor yang tepat.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa mencari investor yang sesuai dengan visi misi suatu startup tidaklah semudah membalik telapak tangan. Perlu ketekunan dari pendiri startup bila ingin menemukan investor yang sesuai dengan bisnisnya dan membina hubungan yang terjalin. Ini karena hubungan investor-startup bisa berkembang ke arah yang rumit dalam perjalanannya nanti.

Tapi, bukan berarti menemukan “pasangan hidup” yang sesuai adalah hal yang mustahil. Kara Nortman adalah salah satu contohnya di luar sana. Dengan menemukan investor yang sesuai, ada banyak pengalaman positif yang dapat dipetiknya.

Kara menyampaikan:

“Hampir setiap startup punya apa yang saya sebut “Justin Bieber Moment”. Tidak peduli seberapa mudah Anda peroleh pendanaan dan seberapa sempurna lintasan Anda. Sesuatu. Selalu. Berjalan salah. […] Terlepas dari seperti apa bentuk masa-masa sulit yang Anda alami, Anda akan ingin tahu bahwa Anda memiliki investor di sisi Anda yang dapat menjadi sekutu saat kemilau [startup] memudar.”

Dapat berperan sebagai mediator

Investor / Shutterstock

Dalam berbagai sisi, menurut Kara, menjalin hubungan dengan investor adalah yang hal yang paling rumit. Ini karena pendiri tidak akan bertemu dengan mereka setiap harinya. Jadi pendiri akan berakhir dalam hubungan berkala, namun sangat intim dengan tantangan yang sama seperti hubungan “long distance relationship” dalam hubungan romantis.

Tapi bila ada suatu isu timbul antara Anda sebagai pendiri dengan co-founder, tak jarang juga investor berperan sebagai penengah. Di samping itu, Kara juga menyebutkan bahwa investor adalah rekan pendiri untuk mengambil keputusan kunci dalam bisnis. Jadi coba tanyakan pada diri sendiri, apakah investor Anda dapat menjadi rekan yang setuju untuk tidak setuju, atau memilih untuk lebih banyak campur tangan?

Menjadi pintu penghubung untuk membuka jaringan koneksi

Investor / Shutterstock

Satu lagi nilai tambah bila Anda telah mengenal investor Anda cukup lama. Dalam kasus Kara, Mark Suster dan Dana Settle yang telah dikenalnya bertahun-tahun dan menjadi investor di startup Kara bernama Seedling, memiliki peran penting di capital dan jaringan koneksi. Ini berkaitan dengan dihubungkannya Kara ke salah satu co-founder.

Di samping itu, Kara juga diminta oleh Mark untuk melakukan penelusuran rekam jejak. Meski awalnya enggan, namun Kara tetap berbicara dengan beberap pendiri yang ada dalam portofolio Mark. Umpan balik yang diterima nyatanya sejalan dengan yang dipikirkan Kara dan itu membuat tingkat kepastian hubungan investor-startup menjadi lebih sehat dan lebih terbuka dari awal.

Membantu mendorong dan meringankan tekanan untuk lebih produktif

Investor / Shutterstock

Poin terakhir ini mungkin adalah salah satu yang terpenting dalam chemistry hubungan investor dan pendiri startup, sama pentingnya seperti tiap hubungan lain yang sukses. Alasannya, karena dalam hubungan terbaik, investor Anda harusnya dapat menjadi kritikus paling pedas sekaligus cheerleader terbesar Anda. “Chemistry dan sejarah tidak mungkin untuk dipalsukan,” tekan Kara.

Investor yang “klik” dengan pendiri startup, seharusnya dapat bantu melepaskan tekanan dan juga mendorong untuk tumbuh di waktu yang tepat. Dalam kasus Kara, Mark berperan untuk mengangkat tekanan di saat Kara meletakkan terlalu banyak tekanan di bahunya sehingga membuat dirinya menjadi tidak produktif. Di samping itu, Mark juga tahu kapan waktu yang tepat untuk mendorong produktivitas dan meringkan beban.

Dipaparkan Kara, “Ia juga sangat banyak membantu dengan mempekerjakan karyawan kunci, PR, dan memperdebatkan isu-isu strategis penting. Kami hanya sepakat beberapa waktu dan kami pasti mengalami saat-saat di mana kami tidak setuju dengan sepenuh hati. Tapi, proses itu biasanya membuat saya lebih baik dan berimbas pada perluasan perusahaan saya.”

Menemukan investor yang sesuai untuk startup memang tidak semudah yang selalu dibayangkan. Sebagai pendiri, Anda perlu tekun untuk membangun hubungan dengan investor yang ingin dijangkau dan diajak bekerja sama. Lakukanlah beberap hal sederhana seperti menelusuri rekam jejaknya untuk mengenal lebih jauh dan berikan waktu untuk bernapas agar hubungan dapat tumbuh dengan alami.

“Jika Anda ingin menjangkau investor karena benar-benar ingin bekerja sama dengan investor bersangkutan, berilah waktu bernapas untuk hubungan tersebut,” tandas Kara.

Totalitas Pendiri Startup Menentukan Keberhasilan Startup

Pendiri startup harus bisa sepenuhnya memberikan totalitas yang besar terhadap startup yang dimiliki, jika dijalankan tidak sempurna akan menyulitkan untuk startup bergerak maju hingga berakhir dengan kegagalan. Poin penting tersebut diungkapkan oleh Managing Partner Ideosource Andi S. Boediman di acara konferensi Tech in Asia Jakarta 2015, Rabu, 11 November.

Business model yang baik adalah jika diterapkan dengan fokus dan totalitas, jangan jadikan startup Anda menjadi kerja sambilan atau side job saja. Pendiri startup yang baik harus secara total memperhatikan perkembangan startup.”

Berbicara di hadapan para pendiri startup, developer, investor, media dan pengunjung lainnya, Managing Director of Mountain SEA Ventures Andy Zain juga mengingatkan pendiri startup harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi saat mulai melakukan penggalangan dana. Sebagai pendiri startup Anda bertanggung jawab untuk menjadi ambasador perusahaan yang bertugas untuk melakukan networking dengan investor dan VC.

“Tumbuhkan rasa percaya diri yang besar saat mulai melakukan penggalangan dana, dengan begitu investor yang Anda temui bisa melihat seberapa besar passion Anda untuk mengembangkan startup,” kata Andy Zain.

Jika diperlukan apakah bijak seorang pendiri startup atau investor menyebutkan jumlah dana yang didapatkan? Menurut Andy Zain, hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada pihak investor atau VC terkait. Anda sebagai pendiri startup wajib untuk merahasiakan jumlah pendanaan tersebut.

“Biasanya pihak investor atau VC yang akan menyebutkan kepada media berapa jumlah uang yang sudah diinvestasikan, jika jumlah kecil akan disebutkan namun tidak demikian jika jumlah yang dinvestasikan besar angkanya,” kata Andy Zain.

Lakukan sendiri proses perekrutan

Poin selanjutnya yang juga ditekankan, baik oleh Andi Boediman maupun Andy Zain, adalah proses perekrutan merupakan hal yang penting dan wajib diperhatikan oleh pendiri startup. Bagi Andi Boediman, adalah penting bagi pendiri startup untuk mencari secara langsung anggota tim yang yang dibutuhkan.

“Upayakan semua proses perekrutan dilakukan sendiri sejak awal hingga proses akhir tanpa bantuan dari HR. Hal ini penting untuk bisa menyelaraskan visi dan misi pemimpin perusahaan dan secara langsung  bisa melihat seperti apa karakter pegawai yang direkrut.”

Salah satu cara yang bisa dilakukan startup untuk merekrut orang-orang yang tepat dan memiliki ketertarikan yang besar untuk bergabung adalah menciptakan pasar atau peluang yang menjanjikan di perusahaan, sehingga sulit untuk dihiraukan, seperti yang ditegaskan Andy Zain.

“Mulailah cari calon-calon pegawai baru di tempat yang tidak biasa, misalnya ke STMIK, sekolah tinggi ilmu komputer di Purwakarta atau Bogor, penting juga untuk startup melakukan give back kepada masyarakat dengan menggelar ragam seminar, pelatihan, workshop di luar Jakarta,” kata Andy Zain.

Jika diperlukan, mencampur tenaga kerja asing dengan lokal juga bisa dilakukan untuk menciptakan kompetisi yang positif serta lebih banyak kreativitas untuk startup.

Membangun Ekosistem Kewirausahaan Ala Silicon Valley

Salah satu agenda kunjungan besar Presiden bersama beberapa jajaran dan tokoh startup nasional ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu ialah ingin belajar bagaimana menciptakan sebuah ekosistem kewirausahaan lokal, terutama yang bertumbuh mengikuti tren perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Sebelum melanjutkan ke diskusi yang lebih mendalam, perlu dipahami lebih mendetil makna dari istilah “ekosistem kewirausahaan” yang banyak dirujuk dan ingin diaplikasikan di Indonesia. Menurut definisi di Wikipedia, ekosistem bisa diartikan sebagai “sebuah komunitas hidup yang behubungan dengan berbagai komponen tak hidup dalam lingkungan, berinteraksi sebagai sebuah sistem”.

Dari pengertian di atas maka dapat didefinisikan bahwa “ekosistem kewirausahaan” adalah bersatunya berbagai komponen, baik itu SDM (Sumber Daya Manusia), fasilitas, regulasi dan berbagai hal lainnya dalam membentuk sebuah kultur bisnis dan berjalan dalam sebuah sistem ekonomi bertumbuh.

Silicon Valley seringkali menjadi kiblat untuk sebuah sistem kewirausahaan terbaik di dunia. Dari berbagai catatan dan riset yang pernah dipublikasikan, tersaji beragam aspek yang membahas detil mengapa di Silicon Valley begitu berhasil untuk menumbuhkan kultur kewirausahaan.

Beberapa di antaranya menghubungkan pada kultur adopsi teknologi yang menguntungkan, sistem hukum dan perpajakan yang tidak memberatkan, peran serta Stanford University, hingga adanya sebuah budaya belajar dari sebuah kegagalan untuk membangun pada langkah berikutnya.

Ada sumber lain yang mengatakan bahwa keberhasilan Silicon Valley hadir dari pemikiran orang-orang seperti Frederick Terman, Geoges Doriot, Robert Noyce, Andy Grove atau Steve Jobs. Menariknya dari setiap tulisan yang ada menyimpulkan bahwa Silicon Valley tidak pernah bisa tereplikasi secara sempurna.

Sebuah cerita membuktikan kesimpulan tersebut. Kala itu Presiden Prancis Charles de Gaulle memiliki ambisi untuk mereplikasi Silicon Valley untuk membuat iklim kewirausahaan di negaranya. Tak tanggung-tanggung kala itu Charles juga meminta negara merekrut Frederick Terman, pendiri Silicon Valley yang juga dikenal sebagai “Bapak Silicon Valley”, yang kala itu telah pensiun menjadi profesor di Stanford University. Namun gagal dengan alasan sederhana, bahwa industri tidak memberikan dukungan yang sama seperti di Silicon Valley. Kawasan Dallas, Texas, juga mengalami kegagalan yang sama.

Tiga komponen yang mendorong kesuksesan Silicon Valley

Dari keadaan tersebut beberapa peneliti dari TheFamily mencoba menguak faktor apa saja yang sebenarnya menjadi dominasi atas bertumbuhnya sebuah ekosistem startup. Tim peneliti yang terdiri dari Steve Blank, Viviek Wadhwa, Paul Graham dan Brad Feld menemukan 3 titik penting yang melandasi sebuah ekosistem kewirausahaan, yaitu modal (capital), tahu caranya (know how), dan pemberontakan (rebellion) dalam artian adanya sebuah kontradiksi dari suatu gagasan yang telah didefinisikan sebelumnya. Ekosostem kewirausahaan melakukan kombinasi tiga faktor tersebut dengan tepat.

Kompnen ekosistem kewirausahaan

Ketiga komponen tersebut harus benar-benar bisa berbaur menjadi satu. Tanpa ketiganya ekosistem kewirausahaan tidak akan terbentuk dengan baik dan justru menciptakan sistem ekonomi berbeda. Kombinasi antara tiga komponen tersebut dibuktikan jelas di Silicon Valley.

Pada awalnya modal di Valley berasal dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat, kemudian berkembang dari Venture Capital, hingga saat ini mencakup berbagai jenis investor. “Know-how” muncul tepatnya di tahun 1940-an berkat seorang insinyur mendesain microwave kemudian disusul oleh kehadiran riset dan produsen semikonduktor. Akhirnya “rebellion” muncul seiring dengan pematangan pola pikir, dimulai dari kemunculan aktivitas dari California hinga berbagai ilmuwan dan aktivis lain memunculkan ide untuk saling membenahi gagasan yang ada.

Lalu apakah komponen tersebut sudah siap semua di Indonesia

Jika melihat dari komposisi tiga komponen tersebut, antara capital, know-how dan rebellion, di Indonesia sudah mulai kuat di “capital”, masih banyak belajar di “know-how” dan mulai terbentuk “rebellion”.

Masih setengah-setengah untuk terciptanya sebuah ekosistem kewirausahaan yang kental, dan memang iya, bahwa ekosistem kewirausahaan belum begitu terasa matang di Indonesia. Namun ada sebuah tulisan keynote di Xtech dari Paul Graham yang sepertinya dapat menjadi acuan untuk mengarahkan Indonesia mampu mematangkan ekosistem kewirausahaan.

Berikut ini adalah beberapa komponen penting yang harus mulai menjadi perhatian secara singkat:

  • Kutu buku dan investor. Kutu buku diartikan dengan orang-orang yang begitu bersemangat untuk berinovasi dan bereksperimen. Dengan mempertemukan dengan investor yang tepat, inovasi dan risetnya dapat lebih terjamin keberlanjutannya.
  • Mengapa investor cenderung dari kalangan non-birokrasi yang disampaikan pada publikasi tersebut? Karena di sini benar-benar membutuhkan investor yang memiliki visi ke depan, dengan artian mereka harus paham betul bagaimana lingkungan kewirausahaan (khususnya teknologi) berproses.
  • Berbicara tentang ekosistem kewirausahaan tidak melulu berbicara tentang infrastruktur bangunan. Membangun spirit kewirausahaan menjadi fokus yang harus lebih diutamakan.
  • Universitas berperan penting menciptakan keluaran calon pengisi ekosistem kewirausahaan. Di sini pusat Research & Development juga mungkin untuk dipusatkan guna mengakselerasi keluaran pemuda berbakat.
  • Kepribadian diciptakan saat berproses di universitas.
  • Termasuk hadirnya “kutu buku” di atas, merupakan hasil keluaran dari pemrosesan di universitas atau sekolah.
  • Pemuda menjadi pendorong utama.
  • Setiap proses memerlukan waktu, dan setiap keputusan memerlukan momentum atau waktu yang tepat.
  • Menciptakan iklim persaingan yang sehat.

Mematangkan komponen ekosistem kewirausahaan nasional

Presiden Jokowi bercita-cita membawa Indonesia menjadi pasar pertumbuhan besar di Asia berikutnya, mendampingi Tiongkok dan India. Beberapa indikasi positif seperti dikucurkannya investasi besar untuk startup lokal menjadi salah satu yang membuat berbagai pihak optimis, tapi saat berbicara angka jika dibanding dengan Tiongkok dan India masih sangat jauh, bahkan jika dibanding dengan Singapura.

Tercatat investasi di Indonesia mencapai $61,9 juta per Oktober tahun ini, sementara itu di periode yang sama Tiongkok menarik modal $12,8 miliar dan India $2,7 miliar di periode yang sama. Masih sangat jauh.

Salah satu alasan yang masih menghambat ialah peraturan di Indonesia yang dianggap masih menyulitkan. Seperti yang diungkapkan investor yang berbasis Bangkok Adrian Vanzyl, yang juga mengelola Ardent Capital, peraturan yang dimaksud lebih kepada perijinan dan perpajakan.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, pemerintah pun mulai memberikan kemudahan untuk hal tersebut. Melalui beberapa kebijakan ekonomi terbaru, izin investasi asing juga mulai diperlonggar dengan tetap mengedepankan unsur yang menguntungkan kebutuhan nasional.

Venture capital kini juga makin bertumbuh di Indonesia, siap berinvestasi untuk karya potensial anak bangsa, mulai dari penanam modal internasional ala Sequoia dan 500 Startups, hingga konglomerat lokal ala Lippo Group, Sinar Mas dan Bakrie Group. Kesadaran pebisnis individu untuk menjadi Angel Investor kini juga sudah mulai bertumbuh di Indonesia.

Membangun ekosistem teknologi seperti Silicon Valley membutuhkan waktu. Kendati menampilkan potensi yang baik, mempersiapkan berbagai komponen untuk menjadi lebih maksimal menjadi pilihan yang lebih bijak untuk memaksakan berdirinya sebuah inkubasi besar namun prematur.

Beberapa Hal Yang Harus Dipahami Tentang Investasi Selain Suntikan Dana

Beberapa hal yang perlu diketahui dengan hubungan bersama investor / Shutterstock

Setiap bisnis (startup) mendambakan mendapatkan suntikan dana dari investor untuk akselerasi bisnis. Terkadang di awal, para pebisnis terbutakan tawaran investasi karena lebih memandang ke arah adanya suntikan dana tersebut. Co-Founder Code Fever Felecia Hatcher, inisiator gerakan untuk melatih kaum muda Afrika Amerika dalam teknologi dan kewirausahaan, dalam sebuah tulisan pribadinya menuliskan bahwa terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam investasi di startup. Continue reading Beberapa Hal Yang Harus Dipahami Tentang Investasi Selain Suntikan Dana

5 Penyesalan Terbesar Investor

Berinvestasi terlalu kecil dinilai penyesalan yang cukup sering ditemui / Shutterstock

Di industri tech startup yang sedang bergairah di tanah air seperti saat ini, nyatanya persaingan tidak hanya terjadi di antara startup saja, tetapi juga para investor dan venture capital. Tantangannya ialah, seberapa cepat dan tepat seorang investor menanamkan dana pada sebuah startup? Hal tersebut turut menimbulkan beberapa resiko dalam prosesnya, tak sedikit muncul penyesalan yang biasanya kerap terjadi.

Continue reading 5 Penyesalan Terbesar Investor

Empat Hal Yang Harus Diperhatikan Saat Bernegosiasi dengan Investor

Negosiasi menjadi salah satu komponen keberhasilan mendapatkan investor / Shuttersock

Bagi kebanyakan startup, investor adalah salah satu komponen pendukung operasional bisnis, terutama di fase awal. Bernegosiasi menjadi hal yang sangat penting diperhatikan untuk mendapatkan investor dan pendanaan yang sesuai. Berbicara tentang keterlibatan investor tidak semata-mata tentang pendanaan, tapi sangat baik jika hubungan dengan investor tersebut menjadi sebuah sinergi, sehingga menghasilkan harmoni dalam mengembangkan bisnis. Continue reading Empat Hal Yang Harus Diperhatikan Saat Bernegosiasi dengan Investor

Empat Fase Mencari Startup Terbaik untuk Didanai

Butuh pendekatan khusus untuk menuai sukses di investasi startup / Shutterstock

Mengucurkan investasi pada startup bisa menjadi hal yang sangat menguntungkan, namun tidak menutup kemungkinan menjadi hal yang sangat berisiko dan membuang waktu. Menurut Managing Partner Arena Ventures Paige Craig, salah satu orang yang gemar melakukan investasi di tech startup, perlu suatu pendekatan khusus untuk menemukan startup yang tepat. Continue reading Empat Fase Mencari Startup Terbaik untuk Didanai

Daftar Investor Startup Teknologi Indonesia

shutterstock_204625597

Untuk dapat terus tumbuh dan berkembang, selain membutuhkan pendanaan startup juga memerlukan ilmu dari investor mereka. Investor industri digital bukan hanya pemodal yang memberikan kapital, tetapi juga membantu pengembangan usaha melalui transfer ilmu, skill, hingga jaringan yang dimilikinya. DailySocial mencoba menyodorkan daftar investor yang mungkin sesuai dengan kebutuhan startup Anda, terutama untuk perkembangan di tahap awal.

Continue reading Daftar Investor Startup Teknologi Indonesia

HUB.id Akan Gelar Roadshow di Jakarta dan Depok

HUB.id Sebagai Jembatan Antar Entitas di Ekosistem Startup Indonesia / HUB.id

HUB.id kembali lagi. Setelah beberapa bulan lalu mengadakan serangkaian roadshow di beberapa kota di Indonesia, termasuk di Bandung, Yogyakarta, Malang, Denpasar, dan Makassar, kini HUB.id siap untuk kembali menggebrak panggung industri kreatif berbasis teknologi tanah air dengan menggelar roadshow di dua kota, yakni Jakarta dan Depok. Hal ini merupakan lanjutan dari rangkaian roadshow yang telah digelar tahun lalu dan mendapatkan respon yang luar biasa positif di panggung startup nusantara. Continue reading HUB.id Akan Gelar Roadshow di Jakarta dan Depok