Kiat CEO Kata.ai Irzan Raditya Membangun Kultur Perusahaan

Ada banyak aspek untuk mempertahankan bisnis tetap berjalan. Sebagai bisnis yang baru dirintis, perjuangan startup jelas semakin berat. DailySocial berkesempatan untuk mendengar cerita Irzan Aditya, co-founder dan CEO Kata.ai, salah satu startup yang menyediakan chatbot yang menguasai bahasa Indonesia dengan teknologi NLP (Natural Language Processing). Salah satu implementasi Kata.ai adalah asisten Virtual Veronica milik Telkomsel.

Irzan mencapai kondisi saat ini bukan tanpa tantangan. Ia memulai Kata.ai karena melihat peluang di sektor penyedia layanan chat bot dengan NLP. Kini Kata.ai menjadi salah satu pioneer di sektor ini dan terus fokus untuk mencapai tujuan perusahaannya.

Kepada DailySocial, Irzan menuturkan langkah pertama untuk memastikan suatu organisasi dapat bergerak fokus mencapai tujuan dan menghadapi hambatan adalah dengan memastikan tim diisi orang-orang yang tepat. Membangun tim yang berkualitas adalah kunci dan untuk itu perlu dibangun kultur dan value perusahaan.

Berikut beberapa value yang saat ini diterapkan Irzan untuk Kata.ai dalam upayanya berjuang mencapai tujuan dan tetap tangguh menghadapi cobaan yang ada.

Fast

Dalam dunia teknologi, kecepatan adalah kunci yang dapat membedakan suatu pemenang dari yang lainnya pada suatu kompetisi. Hal ini dapat diaplikasikan pada kecepatan berinovasi, iterasi produk, memecahkan masalah, adaptasi dengan perubahan, perekrutan karyawan, respon komunikasi internal dan eksternal, dan lain-lain.

Ask Why

Penting bagi seluruh tim untuk memiliki pola pikir yang kritis dan menganalisis suatu permasalahan atau alasan-alasan dari keputusan yang diambil. Dari sanalah kultur data-driven terbentuk. Seluruh keputusan harus bisa dicari justifikasinya berdasarkan data-data yang ada. Seluruh alasan tersebut akan merujuk balik ke higher purpose: “Why the company exists at the first place”.

Innovation

Di era pertumbuhan teknologi yang eksponensial seperti ini peting untuk memiliki semangat berinovasi yang hadir di setiap individu yang tergabung untuk mencoba hal baru demi mengembangkan solusi yang lebih baik dari waktu ke waktu. Salah satu yang dilakukan di Kata.ai adalah dengan melakukan internal hackathon untuk menggali ide-ide menarik atau inovasi apa saja yang bisa dikembangkan.

“Kami percaya inovasi bisa datang dari masing-masing individu yang tergabung di Kata.ai, tidak hanya datang dari para pendiri atau manajemen,” cerita Irzan.

Tough

Perjalanan suatu perusahaan tidak akan pernah mulus. Kendala akan hadir dari mana saja baik dari faktor internal ataupun faktor eksternal. Maka dari itu, ketangguhan / resiliency dari setiap individu dibutuhkan untuk tetap bisa bertahan dalam menghadapi hambatan yang ada. Salah satu contohnya adalah perjalanan Irzan yang memutuskan pivot dari YesBoss ke Kata.ai. Menurutnya tanpa ketangguhan dari tim yang tergabung, belum tentu ada Kata.ai saat ini.

Humble

Nilai terakhir yang disebut Irzan adalah humble. Menurutnya terlepas dari apa pun yang dibangun dari segi teknologi dan bisnis, ia percaya selalu ada langit di atas langit. Untuk itu Irzan dan tim berusaha tetap menjadi yang terdepan tetapi dengan kerendahan hati ia dan tim bisa terus belajar dan menjadi yang lebih baik setiap harinya.

“Jika huruf-huruf depan dari nilai nilai di atas digabungkan maka akan didapatkan, F-A-I-T-H, tim kami harus yakin dan percaya apapun yang kami upayakan dan bangun saat ini khususnya di ranah kecerdasan buatan dan chatbot dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di kemudian hari kelak,” pungkas Irzan.

Chatbot sebagai Produk AI Masih Memiliki Banyak Peluang untuk Dikembangkan

Artificial Intelligence (AI) mulai banyak dimanfaatkan secara riil dalam keseharian, salah satu yang paling populer saat ini dalam bentuk chatbot. Umumnya AI tersebut dipadukan dengan Natural Language Processing (NLP) dan Machine Learning (ML) untuk mampu mengakomodasi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan bisnis.

Popularitas layanan berbasis chatbot berkembang tak terlepas dari penetrasi aplikasi berbasis messaging, layaknya LINE, WhatsApp ataupun Messenger. Kira-kira mulai booming sejak 10 tahun yang lalu, sejak tahun 2007 di saat model ponsel pintar mulai banyak dipasarkan dan digunakan masyarakat.

Untuk mengetahui tentang bagaimana perkembangan layanan berbasis AI –khususnya chatbot—di Indonesia, dalam diskusi mingguan DailySocial #SelasaStartup mengundang narasumber CEO Kata.ai Irzan Raditya. Tema yang diambil ialah “Chatbot: The Landscape and The Future”. Kata.ai (sebelumnya YessBoss) dikenal sebagai salah satu startup pionir yang memfokuskan dalam pengembangan solusi berbasis AI.

Perkembangan produk berbasis chatbot di pasar

Mengawali diskusi, Irzan memaparkan bahwa saat ini model layanan otomasi mulai banyak diminati oleh perusahaan besar. Selain untuk efisiensi, dari sisi ROI (Return of Investment) dinilai lebih menguntungkan. Terlebih saat ini teknologi fundamentalnya sudah sangat kuat –tidak hanya dari sisi teknologi algoritmanya, melainkan infrastrukturnya juga, misalnya komputasi awan dan big data.

“Saat ini perkembangan layanan chatbot sudah mencapai dua kali lipat dalam setahun,” ujar Irzan.

Turut dicontohkan di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan yang bermitra dengan Kata.ai untuk mengembangkan layanan berbasis chatbot. Umumnya untuk layanan pelanggan, seperti BCA dengan Vira, Unilever dengan Jemma dan Telkomsel dengan Veronica. Bot tersebut dipasangkan di aplikasi populer layaknya LINE ataupun Facebook Messenger.

“Pada dasarnya chatbot menawarkan berbagai keunggulan. Di antaranya pengguna tidak perlu lagi mencari supplier, menghubungi mereka, memeriksa ketersediaan dan pembayaran rincian. Semua akan distimulasikan oleh respons spesifik berdasarkan pertanyaan yang dikirim,” jelas Irzan.

Banyak potensi yang masih bisa dieksploitasi

Landasan teknologi chatbot salah satunya ML, membuat mesin terus belajar memahami pola pelanggan. NLP memungkinkan “robot” tersebut memahami bahasa yang biasa digunakan oleh pengguna. Dan yang paling menarik juga terkait keterbukaan pengembang platform messenger yang makin terbuka dengan integrasi layanan dengan produk seperti chatbot dari pihak ketiga, hal ini ditunjukkan dengan ketersediaan API (Application Programming Interface) dan banyak kanal yang dikhususkan untuk pemasangan chatbot –dan terpantau terus diprioritaskan.

Memang, saat ini pemanfaatan chatbot lebih banyak digunakan untuk model layanan pelanggan. Namun demikian, sejatinya landasan dari chatbot sendiri masih sangat bisa dikembangkan untuk berbagai hal. Contohnya, dari model layanan pelanggan, beberapa chatbot didesain untuk dapat memproses langsung berbagai jenis transaksi terkait dengan bisnis perusahaan.

Model seperti chat-commerce bisa juga dioptimasikan dengan chatbot untuk pelayanan yang sepenuhnya otomatis. Kendati demikian dampaknya sudah pasti pada pengurangan SDM –seperti yang sudah terjadi di beberapa startup atau perusahaan yang mulai bertransformasi digital saat ini.

Menangkap Lebih Jauh Potensi Bisnis Percakapan Melalui Chatbot

Platform perpesanan kini tidak hanya sekadar jadi alat yang menjembatani antara satu orang dengan orang lain saja. Sebab, saat ini mulai berkembang chatbot berteknologi kecerdasan buatan (AI) yang membuat berbagai brand berlomba-lomba untuk menggunakannya. Malah ada yang menyebut chatbot ini menjadi evolusi perpesanan antara brand dengan konsumen di masa depan.

Pasalnya, selain meningkatkan interaksi dan engagement, percakapan dapat menjadi pintu gerbang baru bagi suatu brand untuk meningkatkan pendapatan bisnis. Akan tetapi, seberapa perlukah bagi brand untuk memiliki chatbot? Jika iya, bagaimana bentuk pendekatannya? Apakah pamor teknologi ini ke depannya akan lebih cerah ke depannya?

Untuk menjawab seluruh pertanyaan tersebut, salah satu sesi Social Media Week Jakarta 2017, mengangkat tema “Conversational Chatbot, A Brand’s Must Have”. Sesi tersebut menghadirkan sejumlah pelaku pemain chatbot di Indonesia, yaitu CEO dan Co-Founder Kata.ai Irzan Raditya, Business Development Director Line Indonesia Revie Sylviana, Product Manager AI Microsoft Indonesia Yugie Nugraha, dan Senior Vice President BCA Martinus Robert Winata. Sesi ini dimoderatori CEO DailySocial Rama Mamuaya.

Lebih mudah dibanding membuat aplikasi

Menurut Revie, saat ini sudah bukan saatnya bagi brand untuk meluncurkan aplikasi. Menurutnya churn rate-nya sangat tinggi karena brand harus berkompetisi dengan aplikasi lainnya agar diunduh oleh pengguna.

Dibandingkan satu juta aplikasi yang hadir di Google Play, tingkat kompetisi antar aplikasi pun makin sengit. Jika aplikasi tersebut tidak memiliki fitur yang sesuai kebutuhan pengguna yang disasar, potensi di-uninstall akan besar.

“Brand akan sulit bersaing dengan aplikasi lainnya, maka akan lebih relevan bila menggunakan akun resmi dalam salah satu platform messanging,” terangnya.

Buat chatbot sesuai kebutuhan

Revie menambahkan chatbot pada dasarnya diperlukan untuk seluruh brand. Hanya saja perlu disusun seperti apa penggunaannya. Apakah digunakan untuk meningkatkan engagement atau ingin mengakuisisi pelanggan baru. Bila bertujuan ingin meningkatkan engagement, chatbot perlu menganut unsur kenyamanan yang mudah digunakan pengguna.

Ketika brand mengedepankan unsur kenyamanan maka sasaran pengguna akan lebih tepat jika menyasar anak muda. Brand pun harus berusaha mengikuti gaya hidup anak muda, dengan demikian brand akan lebih mendekati mereka.

Jika terkait akusisi pelanggan, hal ini akan bersinggungan dengan tingkat kompetisi antar brand. Chatbot dapat digunakan sebagai alat utilisasi untuk penerapan strategi online to offline atau sebaliknya.

Bila perusahaan ritel ingin memberi sampel produk atau diskon, misalnya, dapat menambah fitur image recognition dalam chatbot-nya. Pelanggan hanya perlu mengunggah bukti pembayaran, kemudian bot akan secara otomatis membaca dan memberikan sesuai arahan strategi.

Irzan Raditya menambahkan,sebaiknya pada tahap awal brand perlu fokus pada fitur yang sesuai dengan kebutuhan. Bisa dimaklumi ketika pada baru berdiri, bot belum pintar menangani setiap percakapan. Jika diibaratkan seperti manusia, bot itu adalah mesin pintar yang perlahan-lahan perlu dilatih.

“Intinya bot itu harus mampu menangani setiap percakapan. Namun tahap awalnya perlu step by step, mulai dari kata-kata sederhana hingga makian. Brand perlu fokus pada salah satu fitur terlebih dahulu,” ucap Irzan.

Salah satu bot yang dibuat Kata.ai adalah Veronika milik Telkomsel. Sejak pertama kali diluncurkan, Veronika mampu menangani 96% pertanyaan dan memiliki 10 juta pengguna dari Line, Facebook Messenger, dan Telegram.

Produk lainnya buatan Kata.ai adalah Jemma milik Unilever. Jemma memakai teknologi Natural Language Processing (NLP) dan Natural Language Understanding (NLU) untuk Bahasa Indonesia. Dalam kurun waktu sembilan bulan sejak diluncurkan, Jemma telah menghimpun 180 juta percakapan dengan 1,4 juta pengguna.

Bot lainnya adalah Rinna buatan Microsoft. Yugie Nugraha mengungkapkan tujuan Microsoft menghadirkannya bot ini lantaran ingin meningkatkan engagement kepada pengguna dengan pendekatan secara EQ. Sejak dirilis pada 22 Agustus 2017 kemarin, Rinna diklaim sudah mampu menghimpun 60 ribu pengguna.

“Karena kami ingin engage user, bisa dibayangkan hubungan seperti apa yang bisa terjalin antara manusia dengan AI. Ketika pengguna mulai terbuka, kita bisa bawa Rinna membangun engagement antara brand dengan pengguna,” katanya.

Beri keamanan berlapis

Berbicara tentang keamanan data dalam chatbot, menurut Martinus Robert Winata, mengingat regulasi perbankan di Indonesia cukup ketat. Pemanfaatan chatbot untuk transaksi perbankan juga harus diperhatikan.

Untuk chatbot buatan BCA, yakni VIRA, perusahaan menerapkan keamanan berlapis dengan tetap mempersyaratkan proses registrasi nasabah dengan verifikasi lewat ATM. Cara ini penting untuk memagari orang yang berhak akses info mereka adalah mereka sendiri.

“Bank sangat hati-hati bagaimana tetap melindungi privasi nasabah saat transaksi via online. Untuk saat ini, VIRA baru bisa melayani transaksi non finansial. Ke depannya mungkin akan kami tambahkan fitur transaksi finansial.”

Terkait data konsumen yang dihimpun bot, Yugie menambahkan bahwa pihaknya rutin menghapus data dalam kurun beberapa waktu tertentu. Perusahaan pun tidak bisa sembarang menghubungi pengguna tanpa ada persetujuan dari mereka.

Sama halnya yang dilakukan Kata.ai, data pribadi tidak disimpan dalam server Kata.ai, tetapi di server klien. Perusahaan hanya menyimpan data percakapan untuk belajar agar mesin AI semakin pintar.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Social Media Week Jakarta 2017

Kata.ai Umumkan Perolehan Pendanaan Seri A Sebesar 46,5 Miliar Rupiah

Kata.ai, layanan lokal yang fokus di penggunaan teknologi artificial intelligence untuk interaksi brand dan penggunanya, mengumumkan perolehan pendanaan $3,5 juta (atau sekitar 46,5 miliar Rupiah) yang dipimpin Trans-Pacific Techology Fund (TPTF) Taiwan. Juga turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini MDI Ventures, Access Ventures Korea Selatan, Convergence Ventures, VPG Asia, Red Sails Investment, dan Eddy Chan.

Pasca pendanaan ini, pimpinan TPTF Barry Lee akan masuk ke dewan direksi Kata.ai. Dana yang diperoleh akan digunakan untuk R&D, peningkatan layanan untuk menjadi yang terdepan di Indonesia, dan perluasan layanan ke Asia Tenggara dan Taiwan.

“Kami sangat terkesan dengan manajemen tim Kata.ai. Mereka menunjukkan semangat dan kecakapan teknis yang luar biasa dalam industri AI. Kemampuan mereka untuk memonetisasi platform sembari menangani beberapa jenis industri telah membawa mereka ke posisi strategis untuk pertumbuhan eksponensial. Meskipun tergolong startup muda, kami percaya Kata.ai sudah menjadi pemimpin industri NLP Indonesia,” ungkap Barry tentang pendanaan ini.

Kata.ai adalah pivot perusahaan yang sebelumnya mengusung brand YesBoss. Jika sebelumnya YesBoss menyasar pasar ritel, Kata.ai lebih ditujukan ke klien korporasi (B2B). Perusahaan mengklaim pihaknya, setelah pivot, telah meningkatkan pendapatan hingga 30 kali lipat dalam waktu setahun.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Kata.ai Irzan Raditya menyebutkan, “Salah satu hal yang kami pelajari adalah pada dasarnya suatu startup harus bisa mencari cara untuk tetap bertahan dengan membangun fundamental bisnis secara kuat, terlepas dari kondisi fundraising di suatu pasar.”

“Melihat kondisi pasar saat ini, ketika misi kami ingin mendemokrasikan teknologi chatbot (AI/NLP) kepada masyarakat luas, edukasi pasar adalah hal yang sangat krusial. Salah satu bentuk pendekatan pasar yang paling efektif menurut kami adalah dengan meluncurkan solusi chatbot untuk merek-merek/perusahaan-perusahaan ternama bagi pelanggan mereka demi menjawab beberapa permasalah yang dialami dan meningkatkan kualitas layanan,” lanjutnya.

Dimulai dengan Veronika dan Jemma

Kata.ai telah mengembangkan Veronika, bersama Accenture, untuk Telkomsel dan Jemma untuk Unilever Indonesia. Veronika tersedia di platform Facebook Messenger, LINE, dan Telegram; sementara Jemma tersedia di LINE.

Irzan menyebutkan hingga saat ini total percakapan di kedua platform tersebut sudah mencapai 170 juta buah, sementara jumlah keseluruhan pengguna yang berinteraksi dengan chatbot Kata.ai telah mencapai 6 juta orang.

Dalam pengembangan layanan ini, mereka mencari cara yang scalable untuk mendistribusikan teknologinya melalui kemitraan dengan konsultan teknologi, system integrator, dan software house untuk mengimplementasikan solusi chatbot menggunakan teknologi dan platform yang perusahaan kembangkan.

Secara jangka panjang, Irzan berharap banyak pemain lokal yang dapat memanfaatkan teknologi tersebut demi memberikan kemudahan dan efisiensi di berbagai macam layanan dan sektor indsutri, dari telekomunikasi, healthcare, layanan finansial dan perbankan, smart city, dan lainnya.

“Era ini mengingatkan kami 10 tahun yang lalu, ketika iPhone baru pertama kali rilis. [Ketika itu] aplikasi merupakan hal yang sangat baru di pasaran. Kami sendiri memiliki optimisme yang kuat dengan perkembangan bot ke depannya,” ujar Irzan.

Ia melanjutkan, “Dasar alasan kami adalah sebagai berikut: untuk perbandingan dalam 1 tahun App Store rilis hanya tersedia 50.000 aplikasi di pasaran, namun dalam 1 tahun Facebook Messenger merilis teknologi chatbot, angka tersebut mencapai 2 kali lipat. 100.000 bots dalam setahun sudah tersedia di pasaran.”

“Era aplikasi selama 10 tahun terakhir telah melahirkan perusahaan-perusahaan teknologi berbasis aplikasi dengan valuasi miliaran dollar dan dampak besar di masyarakat. Kami percaya 10 tahun ke depan adalah eranya AI dan bot. Kami ingin melahirkan the next generation of entrepreneurs melalui teknologi yang kami bangun.”

Ekspansi

Tentang rencana ekspansinya di Asia Tenggara dan Taiwan, Irzan menyebutkan Jakarta akan tetap menjadi kantor pusat, tetapi pihaknya sudah memiliki beberapa rencana ke depan. Kata.ai akan mengembangkan teknologi Pengolahan Bahasa Alami (NLP) dengan tujuan dapat memahami dan meningkatkan kemampuannya beroperasi dalam beberapa bahasa Asia Tenggara, di luar Bahasa Indonesia yang digunakan sekarang.

“Kami sudah memiliki rencana dengan beberapa mitra strategis untuk support pengembangan bahasa lokal di masing-masing negara. Begitu halnya dari segi pemasaran kami memiliki relasi yang sangat baik dengan mitra kami seperti Microsoft dan Accenture untuk solusi go-to-market.”

Dengan bantuan TPTF, Kata.ai akan mendirikan anak perusahaan yang sepenuhnya berdiri di Taiwan dan berkolaborasi dengan startup teknologi untuk melayani pasar lokal. Kini, mereka sedang menjalani proses diskusi dengan mitra potensial dalam seluruh wilayah jangkauannya.

“Fleksibilitas teknologi Kata.ai untuk mengadopsi bahasa baru juga memungkinkan perluasan secara cepat ke berbagai negara. Dengan memanfaatkan jaringan internasional dan kemampuan teknologi TPTF, kami ingin memperluas bisnis Kata.ai di luar Indonesia,” ungkap Barry.

Bot Studio Platform

Pengembangan teknologi Kata.ai ke depannya adalah pengembangan platform bagi pengembang yang ingin membangun chatbot sendiri dengan teknologi bot dan NLP dari Kata.ai. Disebut sebagai “Bot Studio Platform”, platform ini ditujukan untuk memenuhi permintaan dari perusahaan regional dan pemerintah. Saat ini versi betanya sudah tersedia untuk beberapa mitra terpilih, seperti Accenture. Meskipun demikian, Bot Studio Platform akan melayani suatu cita-cita yang lebih besar.

“Bot Studio Platform akan tersedia juga versi gratisnya. Misi kami adalah memberikan akses ‘teknologi masa depan’ yang kami garap seluas mungkin tidak hanya ke sektor enterprise namun juga startup, software developers, pelajar dan komunitas. Bot Studio Platform ini dijadwalkan akan siap di pasar dalam waktu dekat,” tutup Irzan.

Telkomsel Hadirkan GraPARI Virtual dengan Teknologi Besutan Kata.ai

Telkomsel secara resmi meluncurkan GraPARI Virtual yang disediakan untuk menjawab dan menanggapi permintaan informasi seputar produk dan layanan miliknya. Sistem ini dikembangkan bersama dengan Accenture, dan kini dapat sudah bisa diakses pelanggan melalui berbagai macam platform chatbot seperti LINE, Facebook Messenger, dan Telegram. Dengan peluncuran ini Telkomsel mengukuhkan diri sebagai operator seluler pertama di Indonesia yang mengadopsi layanan asisten virtual.

Lebih jauh, GraPARI Virtual Telkomsel ini merupakan sebuah layanan pelayanan pelanggan di ranah digital yang dikembangkan dengan menggabungkan sisi artificial Intelligence, customer analytics dan interaksi manusia untuk menghasilkan pengalaman terbaik dari sebuah pelayanan pelanggan. Asisten virtual yang diberi nama Veronika juga akan hadir setiap waktu, 7×24 jam untuk melayani pelanggan Telkomsel.

Di balik asisten virtual Veronika ternyata ada teknologi yang menjadi spesialisasi Kata.ai, startup yang digawangi oleh Irzan Raditya. Menanggapi kerja sama yang terjalin dengan Telkomsel Irzan mengatakan:

“Sebagai layanan chatbot pertama dan terdepan di industri telekomunikasi Indonesia dan Asia Tenggara, besar harapan kami bahwa manfaat teknologi artificial intelligence dari Kata.ai tidak hanya dapat meningkatkan efisiensi proses penanganan pelanggan, namun secara signifikan juga berpengaruh positif terhadap revenue dari penjualan dan pemasaran berbagai produk-produk Telkomsel.”

Menanggapi peluncuran ini Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah mengatakan, “Kami terus melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan layanan di ranah digital untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dalam berinteraksi dengan kami. Dengan adanya GraPARI Virtual Telkomsel, kami berharap permintaan informasi seputar produk dan layanan Telkomsel dapat direspon dengan lebih cepat dan tepat.”

Ada pun informasi yang bisa dilayani melalui GraPARI Virtual Telkomsel antara lain informasi GraPARI terdekat, cara updgrade ke 4G, informasi plakat aktif dan berlangganan, informasi tagihan, informasi PIN T-Care dan informasi PUK. Selain itu GraPARI Virtual Telkomsel juga memungkinkan pelanggan bisa mendapatkan beberapa pelayanan untuk berlangganan paket, pembelian pulsa, membayar tagihan, dan melakukan pertukaran poin.

“Saat ini pelanggan memiliki mobilitas yang tinggi dan gaya hidup digital mendorong kami untuk memberikan solusi yang cepat dan tepat terhadap kebutuhan layanan yang mereka gunakan. Hadirnya GraPARI Virtual ke genggaman pelanggan layaknya memberikan mereka akses 24 jam untuk mengunjungi GraPARI Telkomsel,” jelas Ririek lebih lanjut.

Chatbot atau asisten virtual memang menjadi salah satu inovasi lanjutan di sisi pelayanan pengguna. Kehadirannya dan respons cepatnya diharapkan bisa memberikan pengalaman pengguna. Namun, di sisi lainnya kualitas jawaban juga menjadi pertimbangan.

Pasca Penghentian Layanan Asisten Pribadi, YesBoss Luncurkan Kata.ai untuk Bisnis

Setelah dikabarkan telah mulai menghentikan layanan dan segera melakukan pivot bisnis, YesBoss Group akhirnya kini mengumumkan layanan barunya. Kali ini tidak disasarkan untuk kalangan konsumen umum, melainkan spesifik untuk brand di Indonesia. Bernama Kata.ai, sebuah conversational platform dikembangkan dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) guna menghubungkan brand dengan konsumen secara lebih efektif.

Dalam rilisnya dikatakan bahwa Kata.ai merupakan produk perdana dari banyak produk yang akan segera dirilis mendatang dalam naungan YesBoss Group. Langkah ini diambil demi meraih peluang baru di sektor bisnis dan konsumen. Dalam sambutannya, CEO YesBoss Group Irzan Raditya memperlihatkan semangat dan optimismenya.

“Kami sangat menantikan kesempatan untuk bekerja sama dengan brand berskala nasional untuk mengubah cara berkomunikasi mereka dengan jutaan konsumennya. Sebagai startup teknologi, kami tidak sabar untuk segera mengaplikasikan teknologi Kata.ai di sektor bisnis sekaligus mengembangkan produk-produk lainnya di sektor konsumen yang akan diluncurkan dalam waktu dekat.”

Pada versi awal ini, Kata.ai menawarkan Dialogue Engine dengan Natural Language Processing (NLP). Fitur tersebut memungkinkan pelaku bisnis mewujudkan persona brand melalui chatbot yang dapat melakukan beragam aktivitas. Aktivats yang dapat dikelola meliputi pemasaran produk, transaksi jual-beli, hingga pengumpulan data perilaku konsumen melalui media sosial dan messaging app yang populer digunakan.

Kata.ai akan mulai dipasarkan dalam bentuk Software as a Services (SaaS) pada awal tahun 2017 mendatang. Teknologi ini diyakini akan menjadi pendobrak di pasar, membantu para pelaku bisnis memahami perilaku konsumen secara mendalam dengan meningkatkan kualitas hubungan dengan konsumen. Visinya platform ini akan menjadi teknologi NLP dalam Bahasa Indonesia yang kaya fitur. Perekrutan ilmuwan Jim Geovedi sebagai Tech Advisor telah menunjukkan keseriusan ini.

Kendati telah mulai dihentikan, layanan YesBoss sebagai asisten virtual pribadi memberikan modal dan pengalaman berharga dalam pengembangan Kata.ai, begitu diungkapkan oleh CTO YesBoss Group Ahmad Rizqi. Dalam keterangannya Rizqi menyampaikan:

“Lewat layanan asisten pribadi YesBoss, kami belajar banyak tentang bagaimana konsumen Indonesia ingin dilayani, terutama saat melakukan percakapan via teks. Kami paham betul kompleksitas Bahasa Indonesia saat bertukar pesan. Pemahaman ini memberikan keuntungan lebih dalam melatih dan mendesain platform AI kami lewat data perilaku dari jutaan percakapan yang meliputi lebih dari 50 ranah komersial.”

Sebelum peluncuran resmi Kata.ai, YesBoss Group telah bekerja sama dengan Microsoft, Infomedia Nusantara (contact center terbesar di Indonesia, anak perusahaan dari Telkom) dan aCommerce dalam rangka memuluskan jalan mereka untuk bekerja sama dengan ratusan brand berskala nasional dan perusahaan di berbagai industri, mulai dari e-commerce, FMCG, hingga layanan finansial seperti perbankan. Kata.ai siap membawa tren conversational commerce di Indonesia lewat teknologi AI berstandar tinggi.

YesBoss Hentikan Layanan Akhir Oktober 2016, Bakal Pivot Ke Mana?

YesBoss, startup Indonesia yang menyediakan layanan asisten pribadi berbasis teks berencana untuk menghentikan sementara layanannya di akhir Oktober 2016 sampai waktu yang belum ditentukan setelah satu tahun beroperasi. Langkah ini akan dimulai dengan diubahnya waktu operasional terhitung 1 Oktober 2016 nanti menjadi Senin-Jumat, 11:00-20:00 WIB. CEO YesBoss Irzan Raditya menyampaikan bahwa langkah ini diambil untuk penyesuaian dalam mempersiapkan proyek baru. Salah satu dampak perubahan ini adalah dirumahkannya sejumlah pegawai.

YesBoss adalah layanan asisten pribadi berbasis teks yang dapat memenuhi berbagai macam permintaan penggunanya, mulai dari pesan-antar makanan, pemesanan tempat di restoran, pemesanan tiket bioskop, hingga pemesanan kamar hotel. Dalam masa operasionalnya selama satu tahun, YesBoss sendiri telah berhasil membukukan pendanaan awal, melakukan ekspansi layanan lewat akuisisi startup serupa di Filipina, hingga berkolaborasi dengan berbagai startup lokal.

Per tanggal 1 Oktober 2016 YesBoss berencana untuk mengubah jam operasional layanan menjadi Senin-Jumat, 11:00-20:00 WIB. Lebih jauh, di akhir Oktober 2016 nanti layanan YesBoss juga rencananya akan diberhentikan sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan. Namun, sampai waktu tersebut, layanan YesBoss akan tetap dapat dihubungi dan melayani segala permintaan penggunanya.

Melalui keterangan pers yang kami terima Irzan menyampaikan, “Perubahan waktu operasional ini kami lakukan sebgai penyesuaian. Saat ini kami sedang mempersiapkan sesuatu yang baru. […] Tentunya akan berfokus di teknologi [dan] mudah-mudahan bisa segera dipublikasikan. […] Pada kesempatan ini, saya juga ingin berterima kasih kepada para pengguna atas dukungan dan kesediaan menggunakan YesBoss. Kami akan segera kembali.”

[Baca juga: Jalan Panjang “Bot” dan Kecerdasan Buatan di Indonesia]

Soal proyek baru yang akan dikerjakan, Irzan memang tidak berbicara banyak selain fokusnya yang masih akan tetap di teknologi dan menjanjikan dapat menjadi angin segar bagi ranah komersial.

Co-Founder dan CMO YesBoss Reynir Fauzan mengkonfirmasi ada minor layoff sebagai dampak perubahan arah bisnis perusahaan, meskipun ada pihak yang mengklaim jumlahnya mencapai 50 orang di berbagai lini.

Bisnis baru berhubungan dengan kecerdasan buatan?

Bila melihat bergabungnya Jim Geovedi sebagai Tech Advisor di YesBoss, proyek yang akan dikembangkan seharusnya tidak jauh dari ranah Kecerdasan Buatan atau AI (Artificial Intelligence) dan Machine Learning. Jim sendiri adalah salah satu praktisi terbaik Indonesia yang menekuni bidang pengolahan bahasa alami (Natural Language Processing) yang merupakan salah satu cabang teknologi Kecerdasan Buatan.

Layanan berbasis AI yang berdiri sendiri dan langsung membidik ranah konsumer di Indonesia memang belum bisa mendapat tempat khusus layaknya e-commerce atau sektor lainnya. Selain membutuhkan data yang besar, pemahaman terhadap konsistensi pola penggunaan bahasa juga menjadi tantangan bagi pelakunya. Apalagi di Indonesia yang memiliki budaya beragam.

Paling dekat, layanan berbasis AI yang terlihat potensinya adalah platform chatbot. Potensi implementasi dan bisnisnya terlihat jelas, terutama yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan (customer service) dan kemampuan menjadi asisten digital yang berfungsi sebagai pemberi rekomendasi produk. Salah satu layanan serupa yang telah mengimplementasikan sistem chatbot adalah Bang Joni.

Jalan Panjang “Bot” dan Kecerdasan Buatan di Indonesia

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan tengah menjadi perbincangan hangat dalam beberapa tahun belakangan ini dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mulai ikut meliriknya. Saya mendapat kesempatan berbincang dengan Adrian Li (Convergence Venture), Irzan Raditya (YesBoss), dan Jim Geovedi (computer scientist praktisi machine learning) untuk membahas lebih jauh seperti apa perkembangan AI nantinya di Indonesia, terutama teknologi bot (kependekan dari robot) yang saat ini tengah naik daun lewat layanan chatbots.

Kecerdasan buatan, bot, dan hal yang mampu dilakukannya

Merujuk pada Oxford Dictionaries, AI adalah teori dan pengembangan sistem komputer yang mampu melakukan sejumlah tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia seperti persepsi visual, pengenalan suara, pengambilan keputusan dan terjemahan antar bahasa.

Jim menjelaskan bahwa AI sendiri identik dengan kata robot (sering disingkat dengan bots) yang saat ini biasa digunakan untuk merujuk pada mahluk mekanik atau program komputer (software agent) virtual. Lebih jauh, istilah bot ini juga sering dikombinasikan dengan kata lainnya untuk membentuk istilah baru (portmanteau) seperti chatbots dan botnet.

Adrian Li mengatakan, “Pada dasarnya, AI dan bot ini menggunakan komputasi canggih untuk menggantikan tanggapan manusia dan tugas-tugas sederhana. Contohnya ditunjukkan melalui game strategi seperti Catur, Go, dan simulasi interaksi. AI yang sesungguhnya mampu belajar melalui interaksi dan mengembangkan kesadaran diri. Namun, dalam arti praktis saat ini AI digunakan untuk mengotomatisasi tugas-tugas dasar seperti penjadwalan pertemuan atau pengolahan Natural Language Processing [NLP] melalui chatting bot.”

Sementara itu Irzan mengatakan, “AI ini yang sedang banyak dikembangkan oleh banyak orang lebih ke arah NLP tapi cakupannya sebenarnya luas. […] Sedangkan chatbots itu adalah produk, tidak harus merupakan AI. […] AI itu ada sebagai otak yang membuat conversation­-nya seperti sedang berbicara dengan manusia.”

Meski dalam 50 tahun belakangan ini AI telah mengalami peningkatan yang drastis, AI juga sempat mengalami penurunan kepercayaan untuk pengembangannya di tahun 1970-an. Jim mengungkapkan, kondisi ini disebut “AI Winter” di kalangan pengembang. Butuh satu dekade untuk bisa bangkit kembali setelah sejumlah inisiatif komersil muncul dengan target-target yang realistis dan tidak seambisius sebelumnya.

Jim mengatakan, “Sampai saat ini kecerdasan buatan yang sesungguhnya memang belum tersedia. Namun, jawaban terhadap pertanyaan ‘Apa yang mereka bisa lakukan dalam kehidupan kita?’ bisa diperlihatkan oleh implementasi AI […] seperti program SIRI yang dikembangkan Apple,[…] mekanisme rekomendasi teman atau post di Facebook, layanan ‘OK, Google’, […] atau autonomous cars yang dikembangkan oleh Tesla, Google, atau Baidu.”

Naiknya popularitas AI dan chatbots di Indonesia

Menurut Jim, sejumlah kolega ilmuan dan pengembang AI menyebutkan bahwa momentum kebangkitan kembali penelitian di bidang ini dimulai ketika sebuah lokakarya bertemakan “Deep Learning for Speech Recognition and Related Applications” bersamaan dengan konfrensi tahunan NIPS pada tahun 2009 digelar. Di samping itu, majunya penelitian di bidang perangkat lunak, perkembangan perangkat keras, dan biaya pengolahan big data yang makin terjangkau juga turut memberikan kontribusi terhadap kebangkitan AI.

Di Indonesia sendiri chatbots yang identik dengan AI kini tengah naik daun dan dinilai memiliki potensi pengembangan bisnis yang bagus. Adrian menjelaskan bahwa salah satu alasan chatbot mulai dilirik yaitu karena chat adalah UI (User Interaction) yang paling mudah dan sederhana untuk digunakan oleh pengguna awal internet atau e-commerce untuk berinteraksi. Perusahaan seperti YesBoss yang telah mengembangkan NLP dan memungkinkan orang untuk secara mudah meminta layanan apapun melalui chatting adalah salah satu bukti yang sangat populer.

Lebih jauh, Adrian mengatakan, “Meski chatting adalah UI yang kuat untuk meningkatkan konversi dan interaksi secara tradisional, ini sangat unscalable. Anda memerlukan operator manusia di sisi lain. Namun, kemajuan dalam NLP dan dasar AI memungkinkan kita untuk mengotomatisasi interaksi chatting yang kemudian membuat UI chatting terukur dan bisa dikomersilkan.”

Sementara itu Jim menyampaikan jawaban yang diperolehnya dari Yohanes Nugroho terkait dengan popularitas bot yang mulai naik.

“Ada faktor kejenuhan pengguna pada apa yang ditawarkan ‘apps’ pada umumnya, selain itu kebanyakan UI/UX dari ‘apps’ tersebut dinilai kurang baik sehingga membuat repot pengguna dalam menemukan apa yang mereka cari.”

Faktor lain yang membuat popularitas teknologi chatbots naik yang disampaikan oleh Irzan adalah pesatnya perkembangan media sosial dan karakter orang Indonesia yang gemar mengobrol lewat aplikasi.

Pendekatan mengembangkan bisnisnya di tahap awal

Kecerdasan buatan dan bot butuh masukan data yang memadai dan kolaborasi berbagai pihak / Flickr - Sean Davis
Kecerdasan buatan dan bot butuh masukan data yang memadai dan kolaborasi berbagai pihak / Flickr – Sean Davis

Sebagai salah satu pemain di industri, Irzan sendiri optimis dengan arah perkembangan AI di Indonesia ke depannya. Ada banyak ranah yang bisa dijamah oleh AI, mulai dari e-commerce, institusi finansial, hingga pemerintahan. Singapura pun kini tengah dalam perbincangan mengembangkan chatbots dan Irzan percaya bahwa Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama ke depannya meski waktu yang dibutuhkan akan jauh lebih lama mengingat keragaman bahasa yang dimiliki.

Jim mengatakan, “Untuk konteks chatbots, saya melihat potensi implementasi yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan [customer service] dan layanan asisten digital yang bisa berfungsi sebagai pemberi rekomendasi produk. Pendapat saya tersebut didasarkan atas obvervasi personal saya terhadap pola interaksi pengguna dengan pembuat produk maupun penyedia layanan. Misalnya […] cukup banyaknya akun resmi jenama [merek] di Twitter atau Facebook Pages mulai menanggapi keluhan layanan yang disampaikan.”

Pun demikian, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh para pelaku pengembang AI di Indonesia. Irzan dan Adrian senada menyebutkan bahwa mengumpulkan data adalah salah tantangan terbesar dalam mengembangkan AI. Konsistensi penggunaan bahasa Indonesia oleh penuturnya baik secara lisan maupun tulisan juga akan menjadi salah satu tantangan lainnya.

Adrian mengatakan, “Salah satu tantangan utama dengan mengembangkan NLP yang diandalkan untuk chatting AI adalah input data yang cukup. Pengembangannya tidak hanya menciptakan kode yang dapat memahami permintaan manusia, tetapi input data yang besar dari permintaan juga dibutuhkan dalam rangka menciptakan pengenalan pola dan memahami semua jenis variasi dalam membuat permintaan. Oleh karena itu dalam rangka untuk mengembangkan mesin NLP diandalkan perusahaan akan perlu memiliki volume besar [1M +] permintaan untuk belajar dari itu.”

Adrian dan Irzan juga menyampaikan nada yang sama bahwa di fase awal ini layanan gratis akan diperlukan dalam rangka mengembangkan bot. Namun, ke depannya chatting sebagai sebuah layanan on demand berbasis AI akan menjadi bisnis yang handal dan bisa ditawarkan kepada UKM atau pedang untuk pemasaran produk yang lebih baik.

“Ini tentang mengedukasi pasarnya untuk memenangkan market share-nya” ujar Irzan.

Harapan untuk masa depan AI dan bot di Indonesia

Meluncurkan teknologi atau layanan AI tidak sesederhana meluncurkan layanan e-commrce. Di samping memerlukan masukkan data yang memadai untuk membuat sebuah engine yang bisa mengolah bahasa Indonesia dengan segala akronim yang ada, keterbukaan penelitian untuk berkolaborasi dan saling berkontribusi juga diperlukan.

Irzan mengatakan, “Kita [Indonesia] butuh lebih banyak kolaborasi antar penyedia jasa, penyedia API di sini [Indonesia], dan butuh banyak developer lokal belajar ke arah AI. Karena tanpa tenaga manusianya itu sendiri teknologi ini tidak akan terwujud.”

Sementara itu Jim menyampaikan bahwa dirinya berharap pengembangan teknologi-teknologi tersebut bisa dilakukan secara terbuka dengan kontribusi aktif ke komunitas karena pengembangan di area tersebut tidak mungkin dilakukan seseorang atau perusahaan berskala kecil sendirian. Untuk jangka panjang, Jim juga mengharapkan ada keterlibatan aktif dunia akademia pada bidang tersebut.  Jika kontribusi secara teknologi maupun investasi dirasa sulit dilakukan, sebuah entitas bisa merilis dataset untuk keperluan training.

“Saya sangat sadar bahwa teknologi kecerdasan buatan sangatlah seksi buat banyak orang, namun perlu disadari bahwa perjalanan untuk mengembangkannya masih sangat jauh terlepas dari apa yang sudah dicapai saat ini. Penyesuaian ekspektasi dan strategi implementasi yang baik juga perlu dilakukan sehingga ‘AI Winter’ kedua tidak perlu terjadi,” tandas Jim.

DScussion #51: Mencermati Tren Conversational Commerce dan Teknologi YesBoss

Kehadiran YesBoss sebagai asisten virtual telah menjadi komoditas baru di Indonesia. Kami berbincang dengan CEO dan Co-Founder YesBoss Irzan Raditya untuk mengetahui seperti apa tren industri Conversational Commerce di Indonesia, seperti apa consumer behaviour-nya, hingga tren teknologi chatbot dan artificial intelligence dalam industri ini.

Simak wawancara lengkapnya dalam sesi DScussion berikut ini.

CEO dan Co-Founder YesBoss akan Hadir di Echelon Indonesia 2016

Ajang Echelon Indonesia 2016 akan segera digelar tanggal 5-6 April 2016 alias minggu depan di Balai Kartini Jakarta. Anda yang tidak mau ketinggalan keynote informatif dan berbagai fasilitas lain bisa menuju tautan ini untuk membeli tiket.

Salah satu pembicara yang menarik untuk disimak di ajang Echelon Indonesia 2016 adalah Irzan Raditya, CEO dan co-founder YesBoss Group. YesBoss dikenal sebagai layanan penyedia asisten yang bisa Anda tanya atau minta bantuan tentang apa saja selama itu legal.

ECID2016_IrzanRaditya690x390

Irzan akan berbicara dengan tema: “Riding The Wave Of Chat Commerce And the use of AI For Business Productivity”. Latar belakangnya menjalankan YesBoss yang telah mendapatkan pendanaan dari 3 investor kelas kakap akan menarik untuk dicermati. Selain itu, pengalaman bekerja di Zalando dan Takeaway.com dari Rocket Internet juga tentunya memperkaya wawasan Irzan.

YesBoss sendiri adalah sponsor pendukung acara Echelon Indonesia 2016.  Echelon Indonesia 2016 akan digelar tanggal 5-6 April 2016 bertempat di Balai Kartini Jakarta. Acara konferensi internasional ini tidak hanya menampilkan sesi materi atau seminar tetapi juga eksebisi, workshop, serta sesi networking dengan berbagai elemen ekosistem teknologi. Acara ini akan menjadi platform yang mengkonvergensikan teknologi, bisnis dan gaya hidup serta menjadi wadah untuk membawa bisnis ke level selanjutnya.

Untuk membeli tiket, gunakan kode “EMPOWER20” dan dapatkan potongan diskon 20%. Informasi lengkap acara bisa dilihat di tautan ini.