Passpod Masuk ke Bisnis Penyediaan Layanan Internet, Fokus di Kota Tier-2 dan 3

PT Yelooo Integra Datanet Tbk (IDX: YELO) atau dikenal dengan produknya Passpod mengumumkan telah mengakuisisi 49% saham PT Telemedia Komunikasi Pratama (TKP). TKP sendiri dikenal sebagai penyedia layanan internet (ISP) berbasis fiber optic dengan merek Viberlink. Didasarkan pada keterbukaan, nilai akuisisi adalah 147 juta Rupiah, setara 147 lembar saham dengan harga per lembar 1 juta Rupiah.

“Keberadaan YELO, membuat model bisnis TKP bertransformasi menjadi Digital ISP. Hal ini menjadikan keseluruhan proses operasional akan dialihkan melalui jalur digital, sehingga pengalaman pengguna terhadap layanan connectivity akan semakin menarik dan kaya akan fitur lainnya,” ujar Direktur Utama YELO Wewy Susanto.

Turut disampaikan, nantinya Viberlink akan difokuskan untuk penyediaan internet berkecepatan tinggi (hingga 1GB) ke wilayah pelosok desa di Indonesia. Fokus pasarnya untuk kalangan masyarakat umum dan pelaku UMKM di daerah. “Melihat kebutuhan akan internet yang semakin tinggi, Perseroan terus percepat pembangunan infrastruktur internet berbasis fiber optic yang terbentang di sepanjang Pulau Jawa untuk desa-desa di wilayah tier-2 dan tier-3.” ujar Wewy.

Perkuat bisnis layanan internet

Keseriusan Passpod untuk masuk ke bisnis konektivitas ini juga ditunjukkan dengan penunjukan komisaris baru di RUPSLB pada awal Januari 2022 kemarin. Perusahaan menunjuk Fadzri Sentosa yang merupakan mantan direktur Indosat sebagai Komisaris Utama YELO. Misi besarnya, Passpod ingin membangun sebuah ekosistem digital berbasis konektivitas.

Hal ini turut dilakukan demi menyambut Metaverse yang sebentar lagi akan bisa dinikmati oleh banyak orang. “Dalam dunia teknologi Metaverse di negara maju, infrastruktur internet bukan lagi masalah. Sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia, terutama di kota tier-2 dan tier-3, masih menjadi isu yang belum tuntas karena Indonesia adalah negara kepulauan,” imbuh Wewy.

Bisnis terganggu akibat pandemi

Sebelumnya Passpod dikenal sebagai penyedia layanan “Wifi On-demand”, untuk membantu konsumen mendapatkan konektivitas untuk digunakan di dalam dan luar negeri. Bisnisnya pun berkembang dengan menambahkan opsi tiket atraksi/acara dan asuransi di situsnya. Fokus ke kalangan traveler, layanan Passpod cukup terpengaruh akibat adanya pandemi yang membuat mobilitas wisata –khususnya ke luar negeri—menjadi berkurang.

Di tahun 2019, Passpod masih membukukan laba (sebelum pajak penghasilan) senilai 1,8 miliar Rupiah. Namun demikian di tahun 2020 mereka merugi (rugi sebelum pajak penghasilan) hingga 43 miliar Rupiah untuk menopang operasional bisnis. Sementara per laporan Q3 2021, perusahaan melaporkan adanya penurunan rugi di angka 19,6 miliar Rupiah.

Diversifikasi bisnis

Masuknya Passpod sebagai Digital ISP tentu akan menjadi diversifikasi bagi bisnis mereka, sekaligus menjadi upaya untuk meningkatkan laba di tengah iklim wisata yang masih belum kondusif. Namun demikian untuk main di bisnis ini, mereka akan dihadapkan dengan berbagai pemain yang sudah ada. Pun demikian saat memutuskan untuk fokus ke kota tier-2 dan 3, karena di banyak kota di area tersebut sejumlah ISP juga sudah menjajakan layanannya.

Fixed Broadband Penawaran Kecepatan Biaya Langganan Dasar Cakupan
MNC Play 10Mbps s/d 70Mbps Rp290ribu s/d Rp1juta Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Malang
Indosat Ooredoo GIG 20Mbps s/d 100Mbps Rp280ribu s/d Rp1juta DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten
Biznet Networks 75Mbps s/d 150Mbps Rp325ribu s/d Rp725ribu Wilayah Pulau Jawa, Batam, dan Bali
First Media 15Mbps s/d 300Mbps Rp361ribu s/d Rp3,1juta Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Purwakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Kediri, Malang, Gresik, Sidoarjo, Surabaya, Bali, Medan, Batam
CBN Fiber 30Mbps s/d 200Mbps Rp299ribu s/d Rp1,3juta Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Denpasar, Medan, Palembang, Surabaya, Jember Kediri, Madiun, Malang, Sidoarjo, Semarang
Indihome 10Mbps s/d 50Mbps Rp169ribu s/d Rp625ribu Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua
Groovy 10Mbps s/d 80Mbps Rp269ribu s/d Rp568ribu Jabodetabek, Bandung
MyRepublic 30Mbps s/d 300Mbps Rp329ribu s/d Rp1,2juta Jabodetabek, Bandung, Malang, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya
Oxygen.ID 25Mbps s/d 100Mbps Rp273ribu s/d Rp493ribu Jabodetabek, Bandung, Pekalongan
XL Home 100Mbps s/d 1Gbps Rp349ribu s/d Rp999ribu Jabodetabek, Bandung, Banjar Baru, Banjarmasin, Bekasi, Balikpapan, Bantul, Denpasar, Makassar, Sleman
Transvision 30Mbps s/d 1Gbps Rp269ribu s/d – Jabodetabek

Potensi pasarnya memang sangat besar. Menurut data International Telecommunication Union pelanggan layanan internet rumahan (fixed broadband) di Indonesia hingga tahun 2019 sudah melebihi angka 10 juta. Potensinya masih terus bertumbuh, seiring kebutuhan konektivitas yang terjangkau untuk di rumah — khususnya dalam menunjang WFH dan SFH.

Namun demikian, selain konektivitas, tren penyedia layanan internet juga memberikan value added, misalnya berupa layanan TV kabel atau SVOD. Tentu ini menjadi PR bagi Passpod dan Viberlink selaku penyedia Digital ISP, yakni menyusun strategi agar layanan yang diberikan dapat relevan dengan kebutuhan masyarakat masa kini.

Application Information Will Show Up Here

Strategi ISP Mengatasi Layanan OTT “Rakus Bandwidth”

Kisah Telkom dan Netflix memasuki babak baru. Membuka blokir layanan setelah 4,5 tahun, kali ini akar permasalahannya adalah klaim biaya yang dikeluarkan ISP / operator untuk menyediakan pipa-pipa jaringan yang dianggap tidak sebanding dengan effort yang diberikan layanan OTT asing.

Telkom berharap ada kesepakatan bisnis lebih jauh dengan layanan OTT, agar mereka tidak hanya menjadi dump pipe layanan “rakus bandwidth“. Proposal dari Telkom untuk Netflix adalah terhubung dengan Content Delivery Service (CDN) milik Telkom yang dijalankan anak usahanya, Telin, yang bekerja sama dengan pemain CDN global Akamai.

Skema yang diharapkan muncul adalah kerja sama penawaran produk bersama, misalnya antara Telkomsel dan Disney Plus, atau pembayaran biaya akses premium agar konsumen OTT bisa menikmati bandwidth prioritas.

Netflix sendiri sudah membuat CDN sendiri yang dinamai Open Connect. Program ini memberikan peluang bagi mitra ISP meningkatkan pengalaman Netflix untuk pelanggan mereka dengan melokalkan trafik Netflix dan meminimalkan pengiriman trafik yang dilayani melalui penyedia transit.

Cara ini terbilang efisien karena biaya uplink WAN untuk memberikan pengalaman terbaik kepada pengguna sangat mahal. ISP akan melakukan peer dengan Netflix di lokasi IXP, tetapi untuk mempermudah proses, disediakan OCA (Open Connect Appliance) untuk hosting secara lokal.

Menurut laporan S&P Global, sesungguhnya Netflix termasuk di jajaran layanan OTT yang gencar melakukan kemitraan di berbagai negara Asia Pasifik. Di Singapura, Netflix memiliki paket bundling dengan StarHub dan Singtel. Di Sri Lanka, mereka bekerja sama dengan provider lokal Dialog. Sebelumnya India mereka menggaet kesepakatan dengan Atria Convergence Technologies dan ACT Fibernet.

Di Indonesia sendiri, meskipun menjadi salah satu layanan OTT terpopuler, gerak kemitraan Netflix tergolong lambat. Netflix hingga saat ini belum mengakomodir pembayaran selain kartu debit/kredit. Sementara dengan ISP, mereka pernah melakukan promo bersama XL dan XL Home.

Keluhan Telkom terhadap fenomena layanan rakus bandwidth atau bandwith hog sebenarnya tidak baru dan tidak unik. Menurut laporan “2019 Global Internet Phenomena Report” yang disusun perusahaan peralatan jaringan Sandvine, layanan streaming adalah penyumbang terbesar downstream traffic di seluruh dunia. Netflix dan YouTube dinobatkan sebagai kontributor terbesarnya.

Aplikasi streaming video memakan 60% dari total volume downstream traffic di internet. Netflix mengambil porsi 12,6% dari total volume downstream traffic di seluruh internet dan 11,44% dari semua traffic internet. Hal ini disusul Google sebesar 12% dari keseluruhan traffic internet, yang didorong YouTube, mesin pencari, dan ekosistem Android.

Di negara asalnya, Netflix termasuk salah satu penggagas netralitas jaringan (net-neutrality). Namun di perjalanannya, Netflix membayar biaya premium ke empat pemain ISP dan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat, yaitu Comcast, Time Warner Cable, Verizon, dan AT&T.

Pada Maret ini, Uni Eropa mendesak Netflix menurunkan kualitas video ke format standar untuk mengantisipasi potensi bandwidth overload. Sebagai gambaran, untuk streaming video selama satu jam dengan format standar di Netflix memakan kapasitas 1 GB, sementara format HD naik hingga 3 GB.

Seperti kebanyakan aplikasi streaming lainnya, Netflix menggunakan metode adaptive bit rate (ABR) sebagai standar pengaturannya. Setiap layanan streaming secara otomatis akan menyesuaikan berdasarkan koneksi internet pelanggan pada saat itu, demi memberikan pengalaman terbaik. Pelanggan juga dapat mengatur kualitas video secara manual ke level yang lebih rendah untuk menghemat bandwidth.

Sikap operator

Dalam diskusi virtual yang digelar Sobat Cyber Indonesia Official pada Jumat, (25/9), Direktur Wholesale & International Service Telkom Dian Rachmawan menganggap layanan OTT asing tidak pernah membayar ongkos infrastruktur, bahkan pada saat yang sama menghilangkan pendapatan utama operator, yaitu voice dan messaging.

Di sisi lain, Dian mengklaim regulasi saat ini asimetris. Operator jaringan diatur ketat, sementara pesaing digital tidak memiliki kewajiban regulasi apapun karena sifatnya yang sangat cair dan global.

“OTT menikmati keuntungan yang luar-biasa dalam hal bebas pajak di hampir semua negara, sementara operator tradisional harus membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP), pajak, dan Universal Service Obligation (USO). Saat ini, mereka hanya dikenakan kewajiban memungut pajak PPN yang sebenarnya dibayar oleh pelanggan. Pemerintah belum bisa mendapatkan pajak penghasilan dari kegiatan bisnis di Indonesia,” paparnya.

Karena absennya regulasi layanan OTT, langkah percobaan yang dipilih Telkom untuk menerima keberadaan layanan OTT ada empat cara, yakni memblokir layanan OTT, bundling dengan layanan OTT (membuat paket data khusus), bermitra secara komersial dengan layanan OTT, dan mengembangkan layanan OTT sendiri.

Telkom memilih langkah blokir pada tahun 2016 terhadap Netlix dan mengombinasikan tiga cara lainnya terhadap layanan OTT asing.

Sumber: Unsplash
Sumber: Unsplash

Tiga operator lokal lain saat dihubungi DailySocial memiliki pandangan yang berbeda. Sinergi direct peering disebut menjadi kunci. Di dunia ISP, peering adalah proses dua jaringan internet yang terhubung dan bertukar trafik di IXP (International eXchange Point).

Ini memungkinkan mereka saling terhubung secara langsung untuk menyerahkan lalu lintas di antara pelanggan satu sama lain, tanpa harus membayar pihak ketiga untuk membawa lalu lintas tersebut ke jaringan internet mereka.

Tanpa IXP, menyeberang dari satu jaringan ke jaringan lain akan bergantung pada penyedia transit yang seringkali memiliki dampak kinerja negatif. Dengan IXP, suatu jaringan dapat melakukan peer dengan beberapa jaringan lain melalui satu koneksi dan dapat memberikan trafik tanpa masuknya penyedia transit.

ISP yang terhubung dengan IXP biasanya membuat perjanjian peering dan membayar sebagian dari pemeliharaan infrastruktur fisik di lokasi tersebut.

Indosat Ooredoo, misalnya, menyatakan layanan OTT merupakan salah satu layanan yang diakses pelanggan dengan menggunakan fasilitas internet. Oleh karena itu, perusahaan sudah memiliki kerja sama komersial dengan hampir semua layanan OTT besar yang beroperasi di Indonesia. Tujuannya untuk menjaga agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan baik itu dari sisi pelanggan, operator, maupun penyedia layanan OTT sendiri.

“Tentunya sudah menjadi kewajiban kami sebagai penyedia jasa telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan digital pelanggan dengan berbagai pilihan paket yang bisa dipilih sesuai kebutuhan masing-masing pelanggan,” terang SVP / Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Turina Farouk.

Direct peering dibutuhkan operator karena tujuannya memberikan layanan ke pelanggan yang lebih karena sifatnya yang langsung terhubung ke penyedia konten. Dengan demikian, latensi dan kendala ketidakpastian koneksi melalui “provider transit” dapat dihilangkan.

Dalam praktiknya, Indosat menerapkan direct peering dengan topologi di bawah ini.

Sumber: Indosat Ooredoo
Sumber: Indosat Ooredoo

Sementara itu, Terry Williams, VP Product & Marketing MyRepublic, menjelaskan, di satu sisi layanan OTT asing merupakan kontributor terbesar dari trafik internasional yang secara signifikan lebih mahal ongkosnya daripada trafik lokal.

Namun di sisi lain, OTT asing ini menjadi salah satu pendorong utama di balik akselerasi pertumbuhan bisnis ISP, terutama di masa-masa sulit ini. Solusi yang bisa dilakukan ISP adalah melakukan direct peering dengan pemain OTT dan menempatkan server-nya di seluruh Sumatera dan Jawa agar konsumen mendapat pengalaman streaming terbaik.

“Cara ini juga mampu menurunkan biaya bandwith internasional yang memungkinkan kami menawarkan internet berkecepatan tinggi yang benar-benar tidak terbatas [tanpa fair usage policy] di Indonesia,” kata Williams.

Hanya XL Axiata yang setuju terhadap pernyataan Telkom. Group Head Corporate Communication Tri Wahyuningsih (Ayu) mengatakan, asumsi tersebut bisa dibenarkan karena memang kondisinya saat ini banyak OTT yang belum memiliki infrastruktur lokal di Indonesia.

Alhasil, trafik akan langsung menggunakan bandwith internasional yang cukup besar. Menurutnya, ada dua kondisi yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama, jumlah pelanggan OTT tersebut belum besar sehingga mereka belum merasa perlu untuk membuat infrastruktur di Indonesia.

“Dalam hal ini tentu saja akan ber-impact pada customer experience, apabila ISP tidak memiliki cukup bandwith maka experience pasti terganggu,” kata Ayu.

Kedua, layanan OTT besar yang biasanya melihat experience sebagai value terpenting pasti akan memikirkan untuk mulai membangun infrastruktur lokal untuk meningkatkan pengalaman konsumen.

Sama seperti Indosat dan MyRepublic, XL Axiata melakukan kesepakatan direct peering untuk mengurangi latensi di jaringan dengan memiliki akses langsung ke OTT bersangkutan. Beberapa layanan yang sudah terhubung adalah yang memiliki trafik tinggi, seperti Netflix, YouTube, dan Facebook.

“Secara topologi mudahnya adalah semua pelanggan XL akan memiliki hop routing yang lebih kecil apabila dibandingkan menggunakan open network.”

Ia juga membenarkan bahwa OTT perlu memberikan kontribusi yang lebih banyak, tidak hanya sekadar promosi pemasaran. Pasalnya, investasi membangun infrastruktur jaringan adalah sesuatu yang mahal, terutama di Indonesia yang wilayahnya luas dan terdiri dari banyak kepulauan.

Perusahaan selalu melakukan analisis trafik penggunaan OTT vs jumlah pelanggan untuk mendorong OTT memiliki infrastruktur lokal.

“Hal ini akan cukup membantu bagi kita untuk meningkatkan value dan customer experience. Selain itu, kita selalu mengharapkan OTT juga bisa berkontribusi. Tidak hanya dalam hal promosi marketing, tetapi juga memberikan fair sharing contribution.”

Dia mencontohkan, kontribusi dari sisi infrastruktur pendukung sebagai salah satu cara untuk melakukan balancing terhadap cost infrastruktur dan mengakuisisi pelanggan.

Belanja bandwith internasional mulai turun

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza mengatakan, saat ini pengakses internet melalui smartphone mencapai 171 juta orang, naik 317% dari 2015. Dari angka tersebut sebanyak 80% di antaranya adalah pengguna OTT. Di industri perangkat smartphone, banyak layanan OTT yang sudah tertanam sebagai pre-install dari pabrikan karena diyakini dapat memberikan daya saing di mata konsumen.

Layanan OTT mendorong pertumbuhan eksponensial untuk trafik jaringan. Sejak OTT mulai ramai lima tahun lalu, terjadi peningkatan jumlah trafik IIX (Internet Indonesia Internet eXchange) dari 30 Gbps di 2015 menjadi lebih dari 800 Gbps di tahun ini.

“Sekarang trafik lokal sudah naik karena banyak OTT asing yang menaruh CDN ke dalam negeri dan beberapa sudah terkoneksi dengan IIX. Keuntungannya buat kita belanja dollar akhirnya turun dan otomatis trafik internasional semakin menurun,” kata Jamalul.

Beberapa layanan OTT asing telah masuk dalam jaringan IIX, seperti Facebook, Alibaba, dan Akamai. Kondisi tersebut berdampak pada menurunnya defisit transaksi berjalan (current account deficit) karena kebutuhan akan mata uang dollar Amerika Serikat menurun untuk belanja bandwith internasional.

Rekomendasi APJII terhadap OTT asing
Rekomendasi APJII terhadap OTT asing

Masuknya Facebook ke dalam IIX sangat berdampak pada penurunan belanja bandwith internasional. Google dan Facebook adalah raksasa teknologi yang layanannya banyak digunakan di seluruh dunia.

IIX sendiri berfungsi untuk mempercepat akses internet lokal di daerah tersebut. Ia dilalui oleh lalu-lintas internet protocol, baik dari luar maupun domestik, untuk kemudian diarahkan ke pengguna internet, baik individu maupun organisasi.

Saat ini ada 14 IIX yang tersebar di Medan, Pekanbaru, Palembang, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Balikpapan, Sulawesi, Manado, Banten, dan pusatnya ada di Jakarta.

Jamalul melihat layanan OTT asing mulai menyadari bahwa Indonesia adalah pasar yang bagus buat mereka. Menempatkan server ke dalam negeri akan membawa dampak yang bagus saat berinternet. “Sekarang mereka [layanan OTT asing] yang mulai mendekati karena kalau taruh di luar pengalamannya akan jauh berbeda.”

Kenaikan trafik lokal adalah sesungguhnya yang paling dibutuhkan buat industri karena tidak perlu dipungkiri lagi peran layanan OTT asing cukup krusial dan memiliki trafik yang tinggi.

“Ini bentuk kontribusi OTT yang bisa diberikan ke teman-teman APJII yang bangun infrastruktur. Maka dari itu kita perlu regulasi yang jelas terhadap OTT asing yang ada bisnis di Indonesia.”

Tidak hanya menaruh server di dalam negeri, APJII menilai kondisi layanan OTT yang ideal itu mengandung empat unsur, yakni fair revenue distribution, menguntungkan semua pihak, level playing field yang sama, dan kedaulatan data karena data ada di Indonesia dan wajib tersambung dengan IIX.

“Mimpi asosiasi adalah bagaimana Indonesia bisa jadi internet hub di dunia. Sekarang kan ada di Singapura atau enggak Hong Kong. Untuk itu, sekarang yang kita kerjakan bagaimana meningkatkan trafik lokal agar jangan semua trafik lari ke luar,” tutupnya.

Biznet Expands Business Coverage, Entering Health Sector Through “PrimaMedix”

The ISP (Internet Service Provider) company, Biznet, has established its newest subsidiary, PrimaMedix, engaged in manufacturing specific products for the health industry. One of the launched products is a high-quality mask in which becomes a major necessity since the Covid-19 pandemic.

This is quite interesting information given the two companies are at odds with their industrial segmentation. PrimaMedix‘s President Director, Adi Kusma explained that public health is very important, especially during the ongoing pandemic.

Therefore, the company wants to take part in the current situation, not only through internet services but also by providing one of the medical equipment which has now become a major necessity, such as masks.

“Therefore, PT Prima Medix Nusantara or PrimaMedix is ​​here to answer the people’s need for quality masks, which have become a major need, especially since the Covid-19 pandemic several months ago,” he explained, Tuesday (11/8).

PrimaMedix produces masks made in Clean Room Class ISO 8 to ensure the best quality and provide maximum protection from viruses and germs. This mask is made with the best materials and filtering technology.

There are two types of masks available to purchase, the 3-Ply Surgical Mask and the N95 Respiratory Mask, which certainly match the health requirements at affordable prices. Adi admitted that the PrimaMedix factory is capable of producing around 4 million masks per month and to be increased according to the demand.

These masks can be obtained through the PrimaMedix.net website, e-commrece platforms, and offline channels such as hypermarkets, supermarkets and minimarkets.

The next step for PrimaMedix

Adi mentioned two PrimaMedix’s head offices in Bali and Jakarta. However, the factory is located in Bali. He said they choose Bali because it offers a very good environment for the production process. In Bali, the team is assisted by individuals who are experts in their fields.

“Apart from that, Bali also has a strategic location that can make the distribution process run effectively and efficiently.”

In the future, Adi creates opportunities to expand to other health products aside from masks. “We will review society’s demand in the health industry in order to provide the best health solutions supported by the latest technology.”

In terms of companies, he continued, Biznet solution will be related to the use of technology, such as internet services, data centers and cloud computing to support daily business and operational activities.

During the pandemic, Biznet received an increase in new applications for subscription by up to 40%. The increase was triggered by the public’s call to do activities at home, therefore, a high-quality internet connection became a major requirement.

Currently, Biznet is available in more than 110 cities in Java, Bali, Sumatra, Batam, Kalimantan, and Sulawesi with a total network length of more than 45 thousand kilometers. It is said that until now, Biznet continues to expand its network so that customers can enjoy the best internet service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perluas Bisnis di Luar ISP, Biznet Masuki Bisnis Kesehatan Lewat “PrimaMedix”

Perusahaan ISP (Internet Service Provider) Biznet mendirikan anak usaha teranyar PrimaMedix yang bergerak sebagai manufaktur khusus industri kesehatan. Salah satu produk yang sudah dirilis adalah masker berkualitas tinggi yang menjadi kebutuhan utama semenjak pandemi Covid-19.

Pengumuman ini cukup menarik karena kedua perusahaan ini bertolak belakang dengan segmentasi industrinya. Kepada DailySocial, Presiden Direktur PrimaMedix Adi Kusma hanya menerangkan bahwa kesehatan masyarakat menjadi yang sangat penting, terutama di masa pandemi yang masih berlangsung.

Oleh karenanya, perusahaan ingin turut andil dalam memberikan dukungan tersebut, tidak hanya melalui layanan internet tetapi juga menyediakan salah satu alat kesehatan yang kini telah menjadi kebutuhan utama, yakni masker.

“Maka dari itu PT Prima Medix Nusantara atau PrimaMedix hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan masker berkualitas yang saat ini telah menjadi kebutuhan utama, khususnya semenjak pandemi Covid-19 beberapa bulan lalu,” paparnya, Selasa (11/8).

PrimaMedix memproduksi masker yang dibuat di dalam ruangan Clean Room Class ISO 8 untuk memastikan kualitas terbaik dan memberikan perlindungan maksimal dari virus dan kuman. Masker ini dibuat dengan bahan dan material terbaik dengan teknologi filtering terbaik.

Ada dua jenis masker yang sudah bisa dibeli, yakni Surgical Mask 3-Ply dan Respiratory Mask N95 yang dipastikan memenuhi persyaratan kesehatan dan harga terjangkau. Adi mengaku pabrik PrimaMedix mampu memproduksi sekitar 4 juta masker per bulan dan dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan di lapangan.

Masker ini dapat diperoleh melalui situs PrimaMedix.net, platform e-commrece, dan channel offline seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket.

Masa depan PrimaMedix

Adi menerangkan PrimaMedix memiliki dua kantor pusat yang ada di Bali dan Jakarta. Namun pabriknya berlokasi di Bali. Menurutnya pemilihan lokasi ini lantaran Bali menawarkan lingkungan yang sangat baik untuk proses produksi. Di sana pun, tim dibantu oleh individu-individu yang ahli di bidangnya.

“Selain itu, Bali juga memiliki lokasi yang strategis sehingga proses distribusi produk masker kami pun dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.”

Ke depannya, Adi membuka peluang untuk perluas ke produk kesehatan lainnya sehingga tidak hanya produksi masker saja. “Kami akan melihat kebutuhan masyarakat pada industri kesehatan agar dapat memberikan solusi kesehatan terbaik yang didukung dengan teknologi terkini.”

Dukungan Biznet untuk perusahaan, sambungnya, akan berkaitan pada pemanfaatan solusi yang dihadirkan Biznet seperti layanan internet, data center, dan cloud computing untuk mendukung kegiatan bisnis dan operasional sehari-harinya.

Biznet sendiri selama pandemi mendapat kenaikan permohonan baru untuk berlangganan hingga 40%. Kenaikan tersebut dipicu oleh himbauan masyarakat untuk beraktivitas di rumah, sehingga koneksi internet yang berkualitas pun menjadi kebutuhan yang utama.

Saat ini Biznet telah tersedia di lebih dari 110 kota di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi dengan total panjang jaringan mencapai lebih dari 45 ribu kilometer. Disebutkan hingga saat ini Biznet terus memperluas jaringan agar pelanggan bisa menikmati layanan internet terbaik.

[Panduan Pemula] Cara Mengganti Password WiFi Indihome Modem ZTE

Cara mengganti password WiFi Indihome untuk modem ZTE sudah barang tentu berbeda dengan penggantian password WiFi di modem merek lain. Biasanya sih labelnya hampir sama, tetapi peletakan menunya tidak mungkin sama.

Continue reading [Panduan Pemula] Cara Mengganti Password WiFi Indihome Modem ZTE

Survei APJII: Pengguna Internet di Indonesia Capai 171,17 Juta Sepanjang 2018

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis survei penetrasi dan perilaku pengguna internet tahun 2018. Disebutkan jumlah pengguna internet mencapai 171,17 juta jiwa sepanjang tahun lalu.

Angka ini naik 10,12% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 143,26 juta jiwa. Dibandingkan dengan jumlah penduduk versi BPS sebesar 264,16 juta jiwa maka bisa dikatakan sudah ada 64,8% penduduk Indonesia sudah mengakses internet.

“Kalau dibandingkan dengan data BPS, penduduk Indonesia itu ada 264,14 juta jiwa, berarti [dari situ] pengguna internet kita sekitar 171 juta,” terang Sekjen APJII Henri Kasyfi Soemartono, kemarin (15/5).

Menurutnya, pertumbuhan ini tidak terlepas dari masifnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang dilakukan 540 anggota APJII. Anggota ini datang dari berbagai pemain ISP di semua wilayah, baik dari skala nasional maupun lokal.

Lebih dalam dipaparkan, kontribusi pengguna per wilayah masih didominasi dari Jawa 55%. Lalu disusul Sumatera 21%, Sulawesi-Maluku-Papua 10%, Kalimantan 9%, dan Bali-Nusa Tenggara 5%.

Menariknya, kali ini APJII membagi kontribusi pengguna per provinsi dari sebelumnya per pulau. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat seberapa dalam penetrasi internet di tiap provinsi. Malahan, Henri menyebutkan rencananya tahun depan APJII ingin lihat penetrasi per kabupaten.

Kontribusi ini dilihat dari jumlah pengguna. Namun bila melihat dari penetrasi, berbicara tentang jumlah pengguna dibandingkan populasi di area tersebut.

“Survei berikutnya, pada tahun depan kami ingin per kabupaten. Agar bisa audiensi ke tiap gubernur sehingga mereka ada potret di wilayah mereka seperti apa dan langkah yang harus dilakukan berikutnya.”

Survei menyebutkan untuk Jawa, Jawa Barat menjadi provinsi dengan kontribusi pengguna internet tertinggi dengan 16,6%. Yogyakarta menjadi yang terendah 1,5%. Bila melihat secara penetrasi, sumbangsih dari Jakarta jadi tertinggi dengan persentase 80,4%. Jawa Barat jadi yang terendah 58,3%.

Untuk Sumatera, kontribusi tertinggi dipegang oleh Sumatera Utara 6,3%, Jambi menjadi terkecil 0,6%. Dari penetrasinya, Bengkulu terbesar 85% dan Lampung terendah 39,5%. Sementara untuk Kalimantan, kontribusi dari Kalimantan Barat mendominasi dengan persentase 2,1%. Kalimantan Barat mendominasi 80% untuk penetrasinya.

Kontribusi dari Sulawesi Selatan jadi tertinggi dengan persentase 3,7% untuk Sulawesi-Maluku-Papua. Penetrasi tertinggi datang dari Sulawesi Tenggara dengan 80%. Adapun untuk penetrasi di Bali-Nusa Tenggara tertinggi datang dari NTB dengan 68,2%.

Berbicara soal umur pengguna internet, APJII mencatat penetrasi tertinggi datang dari umur 15-19 tahun sebesar 91%. Disusul kelompok usia 20-24 tahun (88,5%) dan 25-29 tahun (82,7%). Penetrasi terendah datang dari kelompok 65 tahun ke atas sebesar 8,5%.

Lalu, melihat dari penetrasi berdasarkan pekerjaan, kelompok yang datang dari wirausaha besar menempati posisi tertinggi (100%), guru (100%), dan pedagang online (100%). Penetrasi terendah ditempati oleh petani lahan sendiri (33,5%), buruh tani (25,7%), dan petani penggarap (20,3%).

Profil perilaku pengguna internet 2018

APJII mengungkap pengguna paling banyak terhubung setiap harinya dengan internet lewat smartphone (93,9%). Merek smartphone yang paling banyak dipakai adalah Samsung (37,7%), Oppo (18%), dan Xiaomi (17,7%).

Pengguna menyebutkan rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam sehari untuk menggunakan internet dikuasai oleh mereka yang menjawab sekitar 3-4 jam sehari (14,1%). Mereka menggunakan internet untuk komunikasi lewat pesan, sosial media, dan menari informasi terkait pekerjaan. Ketiganya menempati posisi 24,7%.

Dari segi konten bersifat hiburan, yang paling banyak diakses oleh pengguna adalah menonton video 45,3%, bermain game 17,1%, dan mendengarkan musik 13,3%. Sementara yang bersifat komersial untuk membeli barang secara online, tertinggi pengguna menjawab tidak pernah berkunjung (53,4%).

Sedangkan mereka yang pernah, mayoritas menjawab Shopee (11,2%), Bukapalak (8,4%), Lazada (6,7%), Tokopedia (4,3%), dan Traveloka (2,3%). Pengguna membeli sandang (14,6%), buku (4%), aksesoris (3%), tas (2,9%), dan barang elektronik 3%).

“Ini artinya ada potensi yang besar untuk pemain e-commerce bahwa masih ada banyak pengguna internet yang belum pernah memanfaatkannya untuk belanja online.”

Pengguna yang menjawab tidak pernah berbelanja online menyebutkan alasannya karena lebih suka beli langsung karena langsung dapat (18,8%), belum bisa gunakan aplikasi (12,2%), khawatir barang tidak sampai (9,5%), dan rumit karena harus transfer (9%).

Survei yang dilakukan APJII ini, menggunakan 5.900 sampel dengan margin of error 1,28%. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dibantu kuesioner. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling multistage random sampling.

Survei dilakukan mulai 9 Maret 2018-14 April 2019. APJII menjelaskan, data sampel yang diwawancarai merupakan pengguna yang sudah menggunakan internet lebih dari 4 bulan sebelum dilakukan pendataan di lapangan. APJII bekerja sama dengan lembaga riset Polling Indonesia untuk survei ini.

ARM Kembangkan Image Signal Processor Sendiri untuk Tingkatkan Kualitas Kamera Ponsel

Sudah bukan rahasia kalau iPhone menggunakan sensor kamera buatan Sony, tapi lalu mengapa banyak orang setuju kalau hasil fotonya lebih bagus ketimbang ponsel buatan Sony sendiri? Karena kamera sebenarnya baru sebagian dari cerita lengkapnya yang juga melibatkan sebuah komponen krusial bernama image signal processor (ISP).

Apple merancang ISP-nya sendiri, demikian pula Samsung dan Google, dan mereka sudah sangat berpengalaman di bidang ini. Itulah mengapa hasil foto kamera iPhone 7, Galaxy S8 dan Google Pixel bisa digolongkan sebagai yang terbaik saat ini. Kesimpulannya, walaupun sensor kamera yang dipakai sama, hasilnya bisa berbeda karena kualitas ISP itu tadi.

Untuk itu, ARM selaku perusahaan di balik desain arsitektur prosesor semua smartphone merasa perlu turun tangan dalam misi meningkatkan kualitas kamera ponsel. Mereka pun memutuskan untuk mengembangkan ISP-nya sendiri, dikemas dalam sebuah chip bernama Mali-C71.

Begitu superiornya kemampuan chip Mali-C71 dalam mengolah gambar, ARM sebenarnya menarget ranah pengembangan mobil kemudi otomatis / ARM
Begitu superiornya kemampuan chip Mali-C71 dalam mengolah gambar, ARM sebenarnya menarget ranah pengembangan mobil kemudi otomatis / ARM

Chip ini sendiri sebenarnya diciptakan untuk digunakan dalam pengembangan mobil kemudi otomatis, dimana kemampuannya mengolah gambar dengan sangat andal memegang peran penting dalam memberikan mobil-mobil itu kesadaran akan kondisi di sekitarnya. Pun begitu, ARM rupanya juga sudah merilis ISP ini untuk mitra-mitra pengembang prosesornya – Qualcomm salah satunya.

Secara teknis, ISP rancangan ARM ini akan menjalani 15 langkah selama proses pengambilan gambar. Langkah-langkah itu di antaranya adalah de-noising, de-mosaicing, dead pixel correction dan tone mapping. Sederhananya, semua langkah ini akan sangat berpengaruh pada hasil akhir foto yang ditangkap kamera smartphone.

Lalu ketika semua smartphone nantinya menggunakan sensor buatan Sony dan ISP rancangan ARM, apakah hasil foto kameranya bakal identik? Tidak, karena vendor smartphone nantinya dipersilakan untuk mengoptimalkan ISP-nya sendiri lebih lanjut.

Singkat cerita, inisiatif ARM ini diyakini bisa meningkatkan kualitas kamera smartphone secara luas, bukan cuma brandbrand yang selama ini menduduki kasta tertinggi saja.

Sumber: The Verge. Gambar header: Pixabay.

MyRepublic Terpilih Sebagai Layanan Internet Tercepat Versi Steam

Dibandingkan lima tahun yang lalu, ukuran file game terkini sangatlah besar, bisa mencapai berpuluh-puluh gigabyte hanya untuk satu game saja. Akan tetapi gamer sekarang tidak hanya dituntut untuk memiliki kapasitas penyimpanan yang besar, tetapi juga koneksi internet yang memadai, sebab membeli game secara digital jauh lebih praktis ketimbang fisik.

Steam seperti yang kita tahu adalah salah satu platform distribusi game yang paling populer sejauh ini berkat koleksinya yang cukup lengkap. Tak hanya itu, Steam juga menjadi pilihan apabila Anda hendak bermain Dota 2, mengingat semuanya berjalan pada server-nya.

Di Indonesia, salah satu alasan utama mengapa Steam bisa populer adalah Dota 2. Tren esport yang setiap harinya semakin bertumbuh juga turut didukung oleh besarnya jumlah pemain Dota 2 di Indonesia. Saya memang tidak punya jumlah pastinya, akan tetapi setiap kali bermain di server Asia Tenggara minimal saya selalu menjumpai satu player dari Indonesia, dan orangnya pun tidak pernah sama.

Namun di balik pesatnya pertumbuhan tren esport tanah air, masih ada pertanyaan lain terkait faktor pendukungnya: apakah koneksi internet di Indonesia bisa mengatasi tuntutan besar dari para gamer, salah satunya mengunduh game berukuran masif dengan cepat? Untuk itu, kita bisa merujuk pada statistik yang dikumpulkan oleh Steam sendiri.

Di situ kita bisa melihat penyedia layanan internet mana yang paling terbukti kecepatannya selama mengunduh game dari Steam, dan ternyata MyRepublic – atau yang berbadan perusahaan PT. Eka Mas Republik – yang menduduki posisi teratas. Selisihnya juga cukup jauh, dengan rata-rata hampir 17 Mbps dibandingkan pesaing-pesaingnya yang berada di kisaran 8 – 9 Mbps.

Tanpa bermaksud mempromosikan atau menjatuhkan ISP (Internet Service Provider) tertentu, MyRepublic yang ekspansi layanannya di Indonesia tergolong baru ini ternyata bisa dibilang cukup mumpuni. Bukan cuma di Steam, MyRepublic ternyata juga unggul di Netflix, berdasarkan Speed Index yang diterbitkan oleh layanan streaming film tersebut.

Fakta ini sebenarnya malah bisa dijadikan catatan bagi ISP lain untuk meningkatkan kualitas layanannya masing-masing. Ujung-ujungnya tetap konsumenlah yang diuntungkan, dan di saat yang sama esport di tanah air bisa terus berkembang dengan pesat.

MyRepublic Enters Indonesian ISP Competition

MyRepublic, Singapore’s Internet provider that already created hypes, expands its services to Indonesia. Initially reported by e27, MyRepublic has been available in a number of cities in Indonesia and provided Indonesian site. The rate it offers is quite fantastic, compared to competitors in the country. Continue reading MyRepublic Enters Indonesian ISP Competition

MyRepublic Masuki Pasar Penyedia Layanan Internet Indonesia

MyRepublic hadir di Indonesia dengan akses Internet berkecepatan tinggi dan berharga terjangkau / DailySocial

MyRepublic yang menjadi idola penyedia layanan Internet di Singapura kini merambah negara tetangga dengan meluncurkan layanannya di Indonesia. Pertama kali dikabarkan e27, dalam situsnya yang sudah tersedia dalam bahasa Indonesia MyRepublic mengklaim sudah tersedia di sejumlah provinsi, meski baru beberapa kota. Harga yang ditawarkan cenderung fantastis jika dibandingkan layanan pesaing.

Continue reading MyRepublic Masuki Pasar Penyedia Layanan Internet Indonesia