Klaim Profit Semester Lalu, Komunal Raih Pendanaan Baru

Startup fintech Komunal mengumumkan pendanaan seri A+ senilai $5 juta (sekitar Rp85 miliar) yang dipimpin Sumitomo Corporation Equity Asia dengan partisipasi dari Jafco Asia, Skystar Capital, Sovereign Capital, dan Gobi Partners.

Komunal akan mendorong inklusi keuangan melalui digitalisasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang disebut punya jangkauan hyperlocal pada masyarakat setempat. Perusahaan juga akan memperluas produk dan layanan dan mendorong kemitraan dengan lebih banyak BPR, khususnya di luar Jawa dan Bali.

“Kami percaya digitalisasi BPR adalah kunci untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Kami akan terus berinovasi untuk memberikan dampak lebih besar bagi masyarakat Indonesia, khususnya UMKM di kot tier 2 dan tier 3 yang masih underserved,” ujar Co-Founder dan CEO Komunal Hendry Lieviant dalam keterangan resminya.

Disampaikan pula pencapaian bisnisnya, Komunal mengklaim telah membukukan keuntungan pada kuartal III dan kuartal IV pada tahun 2023. Komunal tercatat menyalurkan pinjaman dan deposito senilai Rp9 triliun, naik hampir tiga kali lipat dibanding tahun 2022.

Lewat KomunalP2P, perusahaan menyalurkan pinjaman Rp3,8 triliun ke lebih 1.300 proyek UMKM di mana 86% berasal dari luar kawasan Jabodetabek. Sementara lewat DepositoBPR by Komunal, perusahaan menyalurkan dana deposito senilai Rp5,2 triliun ke lebih dari 330 BPR dan BPRS di Indonesia.

Sekadar diketahui, BPR Prima Dadi Arta diakuisisi 100% oleh Komunal pada November 2021. BPR ini menjadi percontohan sekaligus laboratorium inovasi untuk mendorong efisiensi operasional dan integrasi dengan ekosistem Komunal.

Hingga saat ini, Komunal telah bermitra dengan 376 BPR di seluruh Indonesia dan menyalurkan pinjaman usaha ke UMKM yanh mayoritas berada di kota tier 2 dan tier 3. Melalui DepositoBPR by Komunal, perusahaan menempatkan deposito di ratusan BPR secara digital tanpa tatap muka.

“Komunal memberdayakan BPR dengan platfom one-stop banking-as-a-service atau BaaS yang akan berperan penting memperluas ketersediaan kredit untuk UMKM, yang juga dapay membuka potensi ekonomi di kota tier 2 dan 3,” ungkap Alan Tang, perwakilan Sumitomo Corporation Equity Asia.

Pemerataan penyaluran pinjaman usaha masih menjadi salah satu tantangan pelaku industri fintech. Berdasarkan data Fintech Report 2022-1H23, total penyaluran pinjaman masih terpusat di Pulau Jawa. Per semester I 2023, pinjaman yang tersalurkan di Jawa mencapai Rp88,9 triliun, sedangkan di luar Jawa baru mencapai Rp24 triliun.

Pelaku industri dituntut untuk meningkatkan pemerataan penyaluran, termasuk berkolaborasi dengan berbagai sektor untuk menjangkau segmen-segmen yang belum terlayani, khususnya UMKM.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan 132 Miliar Rupiah untuk Komunal

Komunal, startup fintech yang berfokus pada digitalisasi BPR, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $8,5 juta (sekitar 132 miliar Rupiah) dipimpin oleh East Ventures (Growth fund). Putaran ini turut diikuti oleh AlphaTrio Sustainable Technology Fund, Skystar Capital, Sovereign’s Capital, Ozora, dan Gobi Partners.

East Ventures merupakan investor awal Komunal sejak pertama kali perusahaan berdiri. Pada 2021, East Ventures menyuntik Komunal dalam putaran seri A dengan total nilai $2,1 juta.

Dana segar ini akan digunakan Komunal untuk mengakselerasi misi perusahaan, yaitu mendorong inklusi finansial dan memperkuat ekosistem neo-rural bank di Indonesia, terutama di luar Jabodetabek.

“Sebagai pendukung awal Komunal, kami telah menjadi saksi dari pertumbuhan dan berbagai pencapaian Komunal. Kami percaya pada kegigihan dan inovasi yang telah dan pastinya akan terus dihadirkan Hendry dan tim akan semakin mempercepat digitalisasi di sektor keuangan [..],” terang Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keterangan resmi, Selasa (17/1).

Di saat bersamaan, perusahaan juga mengumumkan bergabungnya Peter Jacobs sebagai komisaris per 1 Januari 2023. Peter Jacobs telah berkarier di Indonesia sejak 1991 dan memegang beberapa peran strategis, seperti Coordinator of World Bank IMF meeting di 2018. Jabatan terakhirnya di bank sentral adalah sebagai Kepala Departemen Jasa Perbankan, Perizinan, dan Operasional Tresuri periode 2019-2022.

“Kami sangat senang untuk menyambut kehadiran Pak Peter di Komunal. Pengalamannya yang luas di Bank Indonesia akan sangat berharga dan memberikan warna dan perspektif tersendiri bagi seluruh tim Komunal,” ucap Co-Founder & CEO Komunal Hendry Leviant.

Pencapaian Komunal

Saat ini Komunal memiliki dua lini bisnis, yaitu DepositoBPR by Komunal dan Komunal P2P Lending. Kedua bisnis ini bergerak di industri fintech dengan misi mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia. DepositoBPR by Komunal adalah aplikasi marketplace untuk produk Deposito BPR di Indonesia. Sementara, Komunal P2P Lending adalah platform p2p lending yang menghubungkan UMKM berpotensi dengan para pemberi dana.

Perusahaan juga mengakuisisi penuh BPR Prima Dadi Arta yang berasal di Kediri, Jawa Timur. Lewat akuisisi ini, BPR tersebut akan menjadi percontohan untuk berbagai pengembangan industri BPR dengan dukungan teknologi yang mumpuni.

Untuk pencapaiannya, sepanjang tahun lalu perusahaan telah menyalurkan simpanan dan pinjaman sebesar $230 juta (sekitar 3,6 triliun Rupiah) ke BPR dan UMKM lokal. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 350% secara year-on-year dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun untuk jumlah simpanan dan pinjaman yang disalurkan adalah $50 juta (setara dengan 781 miliar Rupiah).

Sementara itu, volume transaksi diperkirakan akan melebih $500 juta pada 2023. Perusahaan juga telah membukukan EBITDA positif sejak Oktober 2022, mencatat pertumbuhan serta profitabilitas di saat yang bersamaan.

Hingga saat ini, terdapat lebih dari 220 BPR dari 19 provinsi di Indonesia yang telah bergabung ke dalam platform DepositoBPR by Komunal. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan deposito secara digital kepada ratusan BPR di seluruh Indonesia tanpa tatap muka namun tetap aman karena jaminan LPS dan mendapatkan bunga yang lebih tinggi dari bank umum.

Hendry menuturkan, pihaknya berterima kasih untuk kepercayaan yang diberikan para investor, mitra BPR, dan semua pelanggannya. “Kepuasan tersendiri bagi kami melihat mitra-mitra BPR tumbuh melalui digitalisasi dan pelanggan setia kami dapat dengan mudah dan aman mengakses simpanan dan pinjaman secara digital. Di tahun 2023, kami berharap layanan Komunal dapat memberikan benefit lebih luas, khususnya untuk pengguna dan mitra BPR di luar Jawa dan Bali,” kata dia.

“Kami optimis kolaborasi antara fintech dan incumbent banks (termasuk BPR) akan menciptakan sinergi yang luar biasa. Komunal melihat potensi kemitraan dengan BPR untuk meningkatkan inklusi keuangan bagi UMKM di kota-kota tier 2 dan 3,” sambungnya.

Application Information Will Show Up Here

Lanjutkan Upaya Digitalisasi BPR, Komunal Rilis “E-Deposito”

DepositoBPR by Komunal, platform funding agent penghubung masyarakat dengan BPR, meresmikan fitur E-Deposito untuk permudah nasabah dalam menerima advis elektronik, mengeliminasi kebutuhan terhadap bilyet fisik. Fitur ini menjawab pesatnya kebutuhan nasabah dan BPR dalam proses pembukaan deposito, sekaligus bagian dari ambisi perusahaan dalam mendorong BPR go-digital.

Pada umumnya, saat nasabah menaruh dana di deposito, mereka akan menerima bilyet fisik yang akan dikirim selama kurun waktu tiga sampai lima hari setelahnya. Bilyet fisik ini punya kekurangan, antara lain rentan terselip, mudah rusak jika tidak disimpan dengan baik, dan ribet karena harus dikirim kembali ke BPR penerbit.

“Fitur E-Deposito tentunya bertujuan untuk mendukung seluruh BPR semakin maju secara digital. [..] Kami percaya hadirnya fitur ini akan mempercepat dan mempermudah proses pendanaan dan pencairan deposito. Nasabah juga tidak perlu khawatir akan bilyet deposito yang berpotensi hilang atau rusak,” ucap Direktur Utama PT Komunal Sejahtera Indonesia (DepositoBPR by Komunal) Kendrick Winoto dalam keterangan resmi, hari ini (16/8).

Direktur Utama BPR Prima Dadi Artha Andreas Liando turut memberikan pandangannya. Ia mengatakan fitur ini sangat membantu BPR, karena prosesnya tidak ribet dan pihaknya merasa bangga karena dapat menjadi salah satu BPR pertama di Pare Kediri yang memperkenalkan deposito digital. “Sehingga memberikan position yang unik di pasar,” tambahnya.

Sebagai catatan, BPR Prima Dadi Artha merupakan BPR yang diakuisisi Komunal dan resmi menjadi bagian perusahaan sejak April 2022. Alasan akuisisi ini lantaran Komunal ingin menjadikannya sebagai BPR percontohan, sekaligus laboratorium inovasi untuk pengembangan solusi BPR di Indonesia agar dapat beroperasi secara efisien.

Fitur E-Deposito

Kendrick melanjutkan, fitur ini digunakan untuk memfasilitasi BPR dalam penyediaan layanan E-Deposito melalui platform DepositoBPR. Selain prosesnya praktis, BPR tidak perlu melakukan upaya pengiriman bilyet fisik kepada dan dari nasabah, serta tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli materai. BPR pun dapat memangkas biaya operasional, seperti biaya cetak dan kirim bilyet, sehingga produk deposito menjadi lebih inklusif dan pada akhirnya nominal minimum deposito bisa diturunkan.

Meski fitur ini hadir untuk memudahkan kedua belah pihak, namun Kendrick menyatakan para nasabah tetap dapat mengajukan depositor dengan bilyet fisik, menyesuaikan dengan preferensi masing-masing. Sejauh ini, fitur E-Deposito telah tersedia di beberapa BPR dalam platform DepositoBPR. Ke depannya, perusahaan akan terus mensosialisasikan ke seluruh BPR yang telah bermitra.

Dari sisi nasabah, dengan E-Deposito, mereka akan mendapat advis elektronik (surat elektronik bukti penempatan deposito), setelah proses pengajuan E-Deposito. Advis E-Deposito memungkinkan proses yang lebih cepat, mudah, dan nyaman.

Terhitung hingga Juli 2022, DepositoBPR by Komunal diklaim telah memroses penempatan deposito dari masyarakat ke lebih dari 160 mitra BPR Komunal yang tersebar di seluruh Indonesia, bernilai lebih dari Rp1 triliun sejak diluncurkan. Pertumbuhan ini mencakup peningkatan nilai transaksi basis nasabah yang semakin besar, serta penguatan dan perluasan ekosistem pelayanan DepositoBPR.

Produk deposito yang ditawarkan mitra BPR, mulai dari Rp300 ribu dengan imbal hasil yang relatif lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan deposito di bank umum. Seluruh pembukaan deposito juga dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Rp2 miliar.

Sebelumnya perusahaan meresmikan aplikasi DepositoBPR untuk menghubungkan berbagai BPR dan nasabah di seluruh Indonesia yang ingin melakukan pembukaan DepositoBPR secara online. Aplikasi tersebut sudah dilengkapi dengan fitur terkini, seperti face ID dan fingerprint untuk login demi menjaga keamanan data nasabah.

Membaca Arah Startup Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat (Bagian I)

Rasanya cukup meragukan jika anak-anak muda zaman sekarang mengenal BPR alias Bank Perkreditan Rakyat. Mereka kini lebih mengenal istilah bank digital karena berseliweran di berbagai platform digital yang mereka gunakan sehari-hari. Rata-rata bank digital ini menawarkan kemudahan proses yang sepenuhnya ada di genggaman nasabah sebagai nilai jual.

Meskipun demikian, anggapan tersebut dibantah survei mini yang digelar DailySocial melalui platform media sosial. Sebanyak 90% responden menjawab dengan benar kepanjangan BPR. Sebagian besar juga mampu membedakan bank umum dengan BPR, baik dari cakupan operasi maupun kegiatan usaha. Sebanyak 61% responden tahu bahwa BPR hanya boleh beroperasi di satu provinsi.

Berikutnya sebanyak 66% responden mampu menjawab dengan benar kegiatan usaha BPR itu adalah menyalurkan kredit usaha dan menghimpun dana dalam bentuk simpanan. Terakhir, sebanyak 68% responden mampu menjawab perbedaan bank umum dan BPR, yakni tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing atau melayani jasa cek/giro dan asuransi.

Survei ini tentu saja tidak mewakili pendapat mayoritas generasi muda di Indonesia, hany sebuah perspektif yang diikuti 39 responden, sebagian besar berusia 25-35 tahun (66%) dan sisanya berusia di bawah 25 tahun (31%).

Eksistensi BPR diatur dalam Undang-Undang (UU) Perbankan yakni UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. UU tersebut menyebutkan bahwa bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan tidak jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Hanya saja, hiruk pikuk digitalisasi yang terjadi belakangan, justru tidak bisa dirasakan oleh industri BPR. Hanya segelintir BPR, yang memiliki aset di atas rata-rata, yang mampu memanfaatkan teknologi digital dalam proses bisnisnya. Dalam pantauan DailySocial, setidaknya hanya 64 BPR se-Indonesia (lihat infografis) yang merilis aplikasi. Fiturnya baru sekadar untuk permudah pekerjaan account officer di lapangan atau nasabah untuk melakukan pembayaran tagihan PPOB (Payment Point Online Banking).

Meski demikian, kemampuan tersebut nyatanya belum mampu menarik nasabah generasi muda untuk bergabung. Agar dapat bertahan di era digital seperti sekarang, inovasi layanan dan teknologi menjadi hal wajib jika BPR tidak ingin tersingkir dari peta bisnis perbankan. Sayangnya, tak semua BPR memiliki infrastruktur digital yang memadai. Banyak BPR bermodal cekak sehingga sulit  membangun infrastruktur digital yang relatif membutuhkan biaya tinggi.

Sudah harus bersaing di dunia digital, jalan yang ditapaki BPR pun kian hari kian sulit. Segmen mikro yang selama ini jadi lahan bisnis utama mereka terus tergerus dengan hadirnya berbagai pesaing. Perlawanan terjadi, mulai dari bank umum yang punya kekuatan lebih besar ketimbang BPR, LKM (Lembaga Keuangan Mikro), koperasi, agen laku pandai, hingga pesaing baru namanya fintech lending. Belum lagi, penurunan suku bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat) menjadi 6% tentu bertabrakan dengan bisnis BPR.

Kendati persaingan bisnis sangat ketat, bank-bank pedesaan ini memiliki keunggulan lantaran karakteristik bisnisnya yang berbeda. Kelokalan dan keeratan hubungan emosionalnya dengan para nasabah menjadi nilai lebih bagi BPR. Mengatasi kelemahannya, sekaligus mengandalkan kelebihannya, akan membuat daya tarik BPR makin kinclong. Dengan begitu, fungsi BPR untuk memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat makin besar.

Tren startup akuisisi BPR

Belakangan ini ada fenomena menarik, yakni ketertarikan startup fintech untuk mengakuisisi BPR. Dari pantauan DailySocial, setelah ALAMI Group dengan BPRS Cempaka Al Amin yang rebranding jadi Hijra Bank, berikutnya Xendit  mengambil saham di BPR Arthakelola Cahayatama dan kini dikenal sebagai BPR Xen. Diikuti petinggi Fazz Financial Group yang mengambil kepemilikan saham di BPR Sentral Mandiri dan akuisisi penuh BPR Prima Dadi Arta oleh Komunal, sebuah startup peer to peer lending. Seluruh aksi korporasi ini tidak disebutkan nominal transaksinya kepada publik.

Memang jumlahnya ini baru sedikit, namun tren ini selaras ketika para pemain teknologi mulai mencari peluang bisnis baru di bidang pembiayaan, yang memiliki margin terempuk di dunia perbankan. Bila dijabarkan, hampir semua bank umum beraset mini telah bersiap diakuisisi para perusahaan teknologi. Bank umum dan BPR saat ini sama-sama dikejar waktu oleh OJK untuk memenuhi modal minimum.

Aturan permodalan untuk BPR tertuang di POJK No. 5 tahun 2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum. Menurut aturan ini, BPR wajib memenuhi modal inti minimum yang ditetapkan sebesar Rp3 miliar pada 2020 dan Rp6 miliar paling lambat 2024 mendatang. Di tengah kehimpitan tersebut, muncul perusahan teknologi dengan kapital besar untuk menggarap BPR.

Menurut data Biro Riset Infobank (birl), pada 2020 masih ada sekitar 700 BPR yang belum memenuhi ketentuan modal Rp6 miliar. Nah, dengan asumsi yang sama, dalam hal ini ROE per tahun 20%, berarti pada akhir 2024 masih ada sekitar 50% BPR yang tak sanggup tumbuh secara organik. Jika pemilik tidak menambah modal, pilihannya adalah merger, dijual, atau turun takhta menjadi lembaga keuangan mikro (LKM). Diperkirakan akan ada 300 sampai 400 BPR yang bakal turun kelas menjadi LKM.

“Melihat kebutuhan akan adaptasi teknologi dan keterbatasan modal dan layanan, BPR menjadi menarik bagi startup fintech. Mereka bisa mengembangkan layanan ke perbankan dengan layanan digital, namun modalnya relatif kecil dibandingkan akuisisi perbankan umum atau membuat bank digital. Jadi bagi startup fintech diuntungkan dengan modal pengembangan yang relatif kecil,” ujar Ekonom Indef Nailul Huda.

Bagi startup, memiliki bisnis perbankan artinya pangsa pasar mereka akan lebih luas, karena ada layanan di BPR yang tidak mereka miliki. Startup bisa lebih inovatif mengembangkan produk, tak hanya sekadar simpanan dan penyaluran kredit, tapi juga mengintegrasikan layanan startup ke BPR.

“Misalnya untuk Xendit, bisa memperluas layanan payment gateway-nya melalui BPR. Atau masuk ke lending dengan skema p2p lending juga bisa dengan berbagai persyaratan, seperti radius layanan BPR. Masih sangat dinamis kerja sama antara BPR dengan fintech ini.”

Pernyataan Nailul ada benarnya. Pasalnya, setelah dikabarkan mengakuisisi BPR, kini Xendit melanjutkan langkahnya dengan mengakuisisi saham Bank Sahabat Sampoerna, untuk memuluskan langkahnya di bank digital. Aplikasi ini sendiri masih diuji coba secara internal dan sudah membuka daftar tunggu. Fitur awal yang ditawarkan adalah bunga tahunan 6% yang dibayar setiap hari untuk tabungan, bebas biaya admin dan transfer, dan kemudahan kirim dan menerima dana. Penawaran yang rata-rata ditawarkan oleh bank digital kekinian.

Belum banyak informasi yang bisa digali dari Xendit terkait aksinya tersebut. Namun, menurut pandangan Huda, langkah ini dilihat sebagai cara Xendit membagi segmentasi pasarnya. Kekurangan di BPR bisa dikembangkan atau diimplementasikan di Bank Sahabat Sampoerna. Secara geografis ruang lingkup BPR ini terbatas, jadi Xendit pasti perlu sesuatu yang lebih besar mengingat mereka juga sudah memiliki valuasi unicorn.

“Ya bisa dikatakan juga sebagai lab atau batu loncatan juga. Soalnya layanan perbankan di BPR dan bank umum kan beda ya, jadi saya rasa lebih kepada pengembangan layanan dengan jangkauan yang lebih luas secara demografis dan layanan.”

Mengacu ke data OJK, BPR Xen (PT Bank Perkreditan Rakyat Xen) sebelumnya bernama BPR Arthakelola Cahayatama yang terletak di Depok, Jawa Barat. Co-Founder Xendit Theresa Sandra Wijaya (Tessa Wijaya) masuk sebagai pemegang saham di BPR Xen dengan kepemilikan 0,68% pada Juni 2021. Pemegang saham mayoritas dikuasai oleh PT Indo Digital Raya (99,32%). Theresa meningkatkan kepemilikannya menjadi 1% pada Desember 2021.

Tidak banyak informasi yang bisa didapat mengenai PT Indo Digital Raya ini. Namun bisa dipastikan berkaitan dengan Xendit karena selokasi dengan kantor pusat Xendit. Sebelumnya, perusahaan sudah melayangkan penyangkalannya terlibat dengan BPR Xen.

Mereka mengaku masih dalam tahap eksplorasi bagaimana kemitraan tersebut dapat membawa dampak yang baik buat UMKM.

Sumber: Pixabay

Secara terpisah, hasil wawancara yang dimuat Convectus Law pada November 2021 bersama Mikiko Steven, Head of Consumer Solutions Xendit, mungkin bisa memberikan gambaran arah Xendit ke depannya dalam memperluas solusinya di gerbang pembayaran di kancah perbankan dengan meningkatkan kapabilitasnya di Open API (Application Programming Interface).

Dia menjelaskan bahwa bank sentral sejauh ini telah berjuang menuju ruang perbankan digital yang lebih ramping, sembari memperkuat peran fintech dalam mendukung transaksi digital. Menurutnya, saat ini Bank Indonesia telah mengelompokkan semua penyedia layanan pembayaran ke dalam tiga kategori, mengurangi jumlah lisensi yang sebelumnya harus dimiliki oleh operator. Ketiga kategori tersebut adalah kategori izin satu, kategori izin dua, dan kategori izin tiga.

Aturan lebih detail ini tertuang dalam PBI Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP). Inti dari regulasi termutakhir ini adalah membuat PJP tidak lagi perlu ribet-ribet urus banyak perizinan. Dalam pengurusan izinnya dibagi menjadi tiga kategori izin, yang setiap izinnya memiliki perbedaan ketentuan modal disetor.

“Misalnya, Xendit berada dalam kategori kedua, yang memungkinkan kami menyediakan produk yang diklasifikasikan sebagai layanan informasi akun (account information services/AInS) dan layanan perolehan dan inisiasi pembayaran (payments acquiring and initiation services/PIAS). Sebelumnya, masing-masing produk ini membutuhkan aplikasi yang berhasil sebelum penyedia layanan pembayaran dapat mulai menyediakannya,” terang Mikiko.

Selain itu, BI juga mengumumkan semua bank harus mengadopsi API universal untuk pembayaran pada 2025 yang ia nilai akan menjadi game changer. “Ketika Xendit pertama kali ingin menawarkan layanan keuangan dasar pada tahun 2017, yaitu membantu pedagang menerima pembayaran digital. Kami harus mendekati banyak bank yang berbeda. Ini berarti kami harus menyatukan semua API perbankan mereka yang berbeda, yang memakan waktu dan mahal.”

Mendorong adopsi Open API perbankan harus memastikan bahwa produk perbankan digital dapat diluncurkan ke pasar lebih cepat dan ke khalayak yang lebih luas. Menurutnya, perbankan digital menghilangkan hambatan logistik bagi mereka yang berada di luar daerah perkotaan dan mendemokratisasikan proses perbankan.

Sementara itu, saham BPR Sentral Mandiri kini dikuasai dua bersaudara Hendra Kwik (CEO Fazz Financial Group) dan Hendoko Kwik (Co-founder dan CEO Modal Rakyat). Keduanya tercatat membeli saham dari pemilik sebelumnya dan menguasai saham dengan komposisi: Hendra (79%), Hendoko (3,5%), dan Ong Tek Tjan (17,5%). Ong adalah eks direksi Bank Sahabat Sampoerna yang kini menjadi Founder startup e-grocery Titipku.

Belum terlihat ke mana arah BPR Sentral Mandiri di bawah pemegang saham barunya. Kabar terakhir UpBanx, platform fintech untuk kreator, bakal menggunakan lisensi perbankan untuk kegiatan operasionalnya. Belum ada pembaruan informasi lebih lanjut terkait ini. Manajemen UpBanx menolak untuk menjawab pertanyaan DailySocial. UpBanx sendiri terafiliasi dengan Fazz pasca memperoleh pendanaan pra-awal senilai $5,2 juta yang turut diikuti  Hendra dan Hendoko.

Cerita digitalisasi Hijra Bank

Bukti konkret sejauh ini yang bisa kita kulik adalah Hijra Bank yang berhasil bertransformasi digital. Co-founder dan CEO ALAMI Group Dima Djani bersedia menceritakan pengalamannya tersebut dalam wawancara bersama DailySocial. Satu poin utama yang ia tekankan adalah bagaimana implementasi teknologi dapat menjadi DNA utama di Hijra Bank. Proses transisi tersebut dilakukan dengan menempatkan talenta ALAMI di dalam tubuh bank.

“Banyak bank yang menggunakan teknologi tapi enggak paham. Maka dari itu, kita perbarui SDM-nya dengan menempatkan orang-orang ALAMI untuk transfer ilmu. Saat kami akuisisi, BPRS Cempaka Al Amin ini sudah ada situs dan teknologi sederhana, lalu kami perbarui dari sisi tech stack, tampilan mobile banking-nya,” papar Dima.

Jajaran direksi ALAMI / ALAMI

Perekrutan talenta teknologi menjadi langkah berikutnya untuk mendukung Hijra Bank. Menariknya, perusahaan melakukan standarisasi proses onboarding dan pelatihan juga sudah disamakan dengan apa yang selama ini sudah dilakukan oleh tim teknologi ALAMI. “Kita investasi talenta terbaik. Tidak hanya untuk teknologinya saja, tapi juga staf lain agar bisa mumpuni. Fokus ke fondasi ini akan permudah langkah kami untuk pengembangan berikutnya.”

Penyegaran identitas dan memindahkan kantor ke lokasi yang lebih strategis dari Ulujami ke Pondok Indah turut mendukung upaya perusahaan dalam membentuk DNA baru. Ia menyadari mengubah mindset digitalisasi itu bukan barang mudah. Dengan pemilik sebelumnya, fondasi ini belum terbentuk sama sekali karena mereka belum memiliki arah ke sana. Hanya seperti BPR pada umumnya yang melayani kebutuhan lokal.

“Apalagi ada peraturan kenaikan modal, ditambah pandemi, pemiliknya kesulitan mencari pendanaan, juga tidak melakukan investasi digital dan SDM yang ada tidak mumpuni. Cara kerja dan kultur bank yang kita akuisisi tersebut lumayan lama di-run secara tradisional. Ini menjadi catatan kami bagaimana menyatukan kultur dan mindset digital agar bisa lari kencang.”

Poin penting lainnya yang turut menjadi perhatian adalah memperkenalkan Hijra Bank ke publik. Pihaknya pun terbantu dengan branding ALAMI sebagai platform p2p lending syariah yang mampu meningkatkan antusiasme publik terhadap kehadiran BPRS digital. Persona BPR sendiri sejauh ini sudah dikenal sebagai bank pasar yang sangat lokal.

Apabila persona tersebut ditambahkan dengan unsur digital, banyak pihak yang menerka-nerka apakah bentuknya bakal mirip dengan bank umum atau tidak. Berkat arahan regulator, Dima mengaku cukup terbantu dalam eksekusinya karena arahannya sudah tepat dan mampu mendongkrak BPR jadi institusi yang bisa naik kelas dan bisa bersaing. Ditambah lagi pengawasannya yang kini principal-based supervision, jadinya tidak kaku lagi.

“Dari sisi regulasi sudah cukup terbantu. Tapi memang kendalanya lebih ke SDM. Manpower untuk tech developer itu susah mencarinya, belum lagi persaingannya yang cukup ketat.”

Mengikuti regulasi yang ada, bisnis utama Hijra Bank akan menerima simpanan dana dan menyalurkan pembiayaan ke UMKM, termasuk terhubung dengan ekosistem ALAMI Group. Agar punya daya saing lebih baik, Hijra Bank terbuka dengan kemitraan dengan perusahaan teknologi lainnya agar bisa memberikan produk keuangan tambahan, seperti top up saldo e-wallet, PPOB, penerbitan kartu, termasuk fitur seputar pengelolaan keuangan.

Pain point masyarakat terkait keuangan syariah itu sendiri masih banyak yang belum di-solve. Kami terus menerus melakukan evaluasi seperti apa customer demand, apa dan bagaimana impact-nya.”

Konsumer masih perlu menunggu sampai Hijra Bank ini resmi dirilis. Kata Dima, pihaknya masih melakukan product-market fit dan terus melakukan kajian sampai akhirnya yakin untuk dirilis. “Harapannya bisa di second half this year.”

Cerita Komunal

Hendry Lieviant, Co-Founder dan CEO Komunal, mengaku langkah akuisisi BPR Prima Dadi Arta adalah bagian dari keinginan besar perusahaan untuk membuat operasional sehari-hari industri BPR dapat lebih efisien. Komunal, dengan posisinya sebagai platform p2p lending, seringkali kesulitan mendapat umpan balik dari OJK dan industri BPR tiap kali ingin menjelaskan suatu inovasi baru.

“Sebelum kita punya BPR, ketika mau memperkenalkan inovasi ke OJK itu [membutuhkan waktu lama]. Posisi kita bukan sebagai BPR, melainkan sebagai [platform] fintech. Banyak pihak yang harus kita yakinkan dan tidak bisa dipaksa. Namun ketika posisinya sudah menjadi BPR, kita bisa lebih mudah presentasi di depan OJK dan bisa sharing ke BPR lain juga,” katanya saat dihubungi DailySocial.

Menurut Bisnis.com, Komunal mengakuisisi 100% saham BPR Prima Dadi Arta atas nama direktur dan pendirinya, yakni Hendry Lieviant (34%), Rico Tedyono (33%), dan Kendrick Winoto (33%). Ketiganya mengambil alih kepemilikan saham BPR yang sebelumnya digenggam Peter Lumanpauw, Arthur Lumanpau, Elsye Susana, dan Fendy dengan total nominal saham Rp2,7 miliar.

Komunal bakal menjadikan BPR Prima Dadi Arta ini sebagai BPR percontohan sekaligus lab inovasi. Nantinya, apabila perusahaan merilis suatu inovasi, BPR inilah yang menjadi kendaraannya. Jika sukses, akan digulirkan ke industri BPR melalui ekosistemnya.

Co-Founder Komunal: Rico Tedyono, Hendry Lieviant, Kendrick Winoto / Komunal

Area inovasi digital yang dilakukan Komunal untuk BPR ini tidak ingin jauh-jauh dari DNA BPR sebagai spesialis di bisnis simpan pinjam dan kredit. Penambahan solusi digital diharapkan membuat BPR jadi tumbuh secara efisien, aman, dan mendorong masyarakat untuk menaruh dananya di bank jenis ini.

“Ini jadi cycle. Masyarakat mau simpan dana di BPR, BPR-nya jadi tumbuh lebih besar, ekonomi lokal pun akan semakin terbantu. Kami percaya di daerah itu semua harus jalan bareng-bareng. Fintech lending jalan, bank digital jalan. Dengan demikian inklusi keuangan akan berjalan jauh lebih cepat.”

Salah satu implementasi yang akan dilakukan lewat BPR Prima Dadi Arta adalah e-bilyet. Hendry menuturkan, penerbitan bilyet kini sudah tidak relevan dengan perkembangan di era digital. Bilyet itu merupakan dokumen fisik untuk membuktikan keabsahan deposito yang dimiliki seseorang itu adalah asli.

Dicontohkan, BPR di Bali harus mengirimkan bilyet fisik ke deposan yang berlokasi di Jakarta. Begitu pun sebaliknya saat deposan ingin menarik dananya. Akibatnya biaya logistik harus ditanggung konsumen. Pihaknya sedang mengajukan proses perizinan untuk e-bilyet di OJK.

“Banyak cara lain untuk memecahkan masalah itu. Tapi kan kegiatan tersebut sudah dijalankan oleh BPR yang sudah puluhan tahun beroperasi. Kita mau dobrak inovasi e-bilyet. Begitu sukses di BPR Prima Arta Dadi kita mau ajak yang lain.”

Langkah awal Komunal untuk masuk ke industri BPR ini adalah melalui produk DepositoBPR. Semangatnya adalah menghubungkan berbagai BPR dan nasabah di seluruh Indonesia yang ingin melakukan pembukaan DepositoBPR secara online. Produk ini dirintis melalui anak usaha Komunal (PT Komunal Finansial Indonesia), yakni PT. Komunal Sejahtera Indonesia, yang telah tercatat di OJK sebagai penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD).

BPR yang dapat meraup dana pihak ketiga lewat produk ini akan disortir terlebih dahulu oleh Komunal. Satu hal yang pasti, mereka harus terdaftar di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) karena setiap deposito yang ada di platform harus dijamin LPS hingga Rp2 miliar.

Berbagai akuisisi dan kolaborasi di atas membawa perubahan lanskap bisnis BPR di berbagai daerah sejalan dengan masuknya berbagai perusahaan teknologi. BPR akan semakin terpapar dengan teknologi dan inovasi dalam proses bisnisnya sehingga semakin dekat dengan nasabah dan dapat bersaing dengan bank umum.

Komunal Akuisisi BPR Asal Kediri, Dijadikan sebagai Percontohan dan Lab Inovasi

BPR Prima Dadi Arta kini sudah resmi menjadi bagian dari startup p2p lending Komunal, setelah mendapat izin efektif dari OJK yang telah diterbitkan sejak Februari 2022. Perusahaan akan menjadikan BPR asal Kediri, Jawa Timur ini sebagai BPR percontohan sekaligus laboratorium inovasi untuk pengembangan solusi BPR di Indonesia agar dapat beroperasi secara efisien, serta terintegrasi dengan ekosistem Komunal.

“Sebelum kita punya BPR, ketika mau memperkenalkan inovasi ke OJK itu lama karena posisi kita bukan sebagai BPR tapi sebagai fintech. Banyak pihak yang harus kita yakinkan dan tidak bisa dipaksa. Namun ketika posisinya sudah menjadi BPR, kita bisa lebih mudah presentasi di depan OJK dan bisa sharing ke BPR lain juga,” ucap Co-founder dan CEO Komunal Hendry Lieviant saat dihubungi DailySocial.id, Selasa (12/4).

Sebelumnya pengumuman rencana aksi korporasi ini sudah diumumkan pada November 2021. Mengutip dari Bisnis.com, Komunal mengakuisisi 100% saham BPR Prima Dadi Arta atas nama direktur dan pendirinya, yakni Hendry Lieviant (34%), Rico Tedyono (33%), dan Kendrick Winoto (33%). Ketiganya mengambil alih kepemilikan saham BPR yang sebelumnya digenggam Peter Lumanpauw, Arthur Lumanpau, Elsye Susana, dan Fendy dengan total nominal saham Rp2,7 miliar.

Hendry melanjutkan, area inovasi digital yang dilakukan Komunal untuk BPR ini tidak ingin jauh-jauh dari DNA BPR sebagai spesialis di bisnis simpan-pinjam dan kredit. Hal itu dimaksudkan dengan penambahan solusi digital, dapat membuat BPR jadi tumbuh secara efisien, aman, dan mendorong masyarakat untuk menaruh dananya di BPR.

“Ini jadi cycle, masyarakat mau simpan dana di BPR, BPR-nya jadi tumbuh lebih besar, ekonomi lokal pun akan semakin terbantu. Sebab kami percaya, di daerah itu semua harus jalan bareng-bareng, fintech lending jalan, bank digital jalan, dengan demikian inklusi keuangan akan berjalan jauh lebih cepat.”

Dengan ambisi menjadi BPR percontohan, sambungnya, untuk urusan pendanaan di industri BPR bisa sepenuhnya mengandalkan kehadiran startup fintech. Kemampuan data analitik yang mumpuni dari startup, dapat membantu BPR menyalurkan kredit secara efisien, namun dengan tetap mengedepankan aspek prudensial.

Secara industri, BPR yang beroperasi di Indonesia itu berkisar di angka 1.500 dengan total 5.800 kantor cabang. Ia pun merinci, sekitar 5.500 dari total kantor cabang BPR ini setara dengan kantor cabang lima bank besar di Indonesia. Ialah, Bank Mandiri, BCA, CIMB Niaga, BTPN, dan BTN.

“Dari angka itu, 97% ada di luar Jabodetabek dan Banten, berlokasi di kota lapis dua dan tiga. Jadi masih banyak potensi yang bisa dikembangkan, asal mereka [BPR] mau berkembang. Maka, DepositoBPR ini jadi langkah pertama dan bisa jadi solusi win-win untuk semuanya.”

Salah satu implementasi yang akan dilakukan lewat BPR Prima Dadi Arta adalah e-bilyet. Hendry menuturkan, penerbitan bilyet kini sudah tidak relevan dengan perkembangan di era digital. Bilyet itu merupakan dokumen fisik untuk membuktikan keabsahan deposito yang dimiliki seseorang itu adalah asli.

Dicontohkan, BPR di Bali harus mengirimkan bilyet fisik ke deposan yang berlokasi di Jakarta, begitu pun sebaliknya saat deposan ingin menarik depositnya. Akibatnya biaya logistik harus ditanggung oleh konsumen. Pihaknya sedang mengajukan proses perizinan untuk e-bilyet di OJK.

“Banyak cara lain untuk solve that issue. Tapi kan kegiatan tersebut sudah dijalankan oleh BPR yang sudah puluhan tahun beroperasi, kita mau dobrak inovasi e-bilyet begitu sukses di BPR Prima Arta Dadi kita mau ajak yang lain.”

Peresmian aplikasi DepositoBPR

Pekan lalu (7/4), Komunal meresmikan aplikasi DepositoBPR untuk menghubungkan berbagai BPR dan nasabah di seluruh Indonesia yang ingin melakukan pembukaan DepositoBPR secara online. Produk ini dirintis melalui anak usaha Komunal (PT Komunal Finansial Indonesia), yakni PT. Komunal Sejahtera Indonesia yang telah tercatat di OJK sebagai penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD).

Hendry menjelaskan sampai saat ini Komunal telah berhasil menyalurkan dana nasabah senilai Rp500 miliar kepada mitra-mitra BPR yang sudah bekerja sama dengan Komunal. Disebutkan DepositoBPR telah bekerja sama dengan 110 BPR, dengan persebaran sekitar 50% terpusat di area Jawa Timur, sisanya tersebar Pulau Jawa dan Bali.

“Kami mau perdalam penetrasi BPR ke luar Pulau Jawa dan Bali BPR, di Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Kami baru ada masing-masing 1 BPR yang bekerja sama untuk masing-masing pulau tersebut. Meski sedikit ini bukan berarti tidak ada BPR di sana, tapi belum ada pihak yang mau ke sana. Ini jadi kesempatan kami.”

Seluruh BPR yang telah bekerja sama ini sebelumnya sudah disortir oleh perusahaan, hanya mereka yang sudah terdaftar di LPS. DepositoBPR dapat diunduh melalui App Store dan Play Store, menawarkan bunga deposito hingga 6% per tahun dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)sampai dengan Rp2 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Komunal Kantongi Dana Seri A 30 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Komunal selaku startup fintech penyedia layanan ‘neo bank’ untuk BPR mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $2,1 juta (sekitar 30 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Skystar Capital, keduanya merupakan investor awal Komunal. Dana segar akan dimanfaatkan untuk mengakselerasi inklusi finansial dengan memperkuat produk teranyar mereka “DepositoBPR“.

DepositoBPR adalah produk tabungan deposito dengan bunga tertinggi dijamin pemerintah yang dapat dibuka melalui BPR di daerah mana pun. Di sisi lain, BPR tetap bisa menerima deposit dari seluruh Indonesia tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membuka cabang dan kegiatan pemasaran.

Indonesia memiliki kurang lebih 1.500 BPR yang tersebar di seluruh Indonesia. Cakupan bisnisnya juga terbatas karena mereka hanya diperbolehkan menyalurkan kredit di provinsi masing-masing. Namun, mereka diperbolehkan untuk menerima deposit dari berbagai daerah dengan jaminan bunga hingga 2,5% lebih tinggi dari bunga komersial dari pemerintah.

Kendati begitu, kontribusi BPR terhadap total deposan di Indonesia baru mencapai 1,5% karena sebagian besar BPR terletak di daerah pinggiran kota. Mereka juga belum terdigitalisasi, sehingga produk mereka tidak dikenal dan tidak dapat diakses oleh deposan perkotaan.

Melalui DepositoBPR, BPR tetap dapat menerima setoran tanpa memperdulikan batasan geografi dan bisa mengalokasikan biaya operasional yang lebih rendah untuk jasa Komunal, dengan menggunakan platform DepositoBPR.

Saat ini DepositoBPR telah mendapatkan lisensi sebagai funding agent (agen pendanaan) dari OJK di bawah regulasi IKD. Funding agent bertugas untuk menyediakan platform yang bisa menghubungkan deposan dan peminjam dengan institusi finansial, terutama dengan BPR, menawarkan produk pendanaan yang menarik.

Co-Founder Komunal Hendry Lieviant mengatakan, di masa pandemi ini masih terjadi ironi, bank komersial memiliki likuiditas tinggi dengan penawaran bunga yang rendah, sementara BPR kesulitan menerima deposit hanya karena 95% dari deposan Indonesia tinggal di area perkotaan.

“Kami berharap platform ini bisa menjembatani masalah tersebut. Kami sangat menghargai segala bentuk dukungan dan saran yang telah OJK dan Asosiasi BPR berikan, untuk mengasah produk pertama di kategori ini,” ucap dia dalam keterangan resmi, Selasa (21/9).

Dia melanjutkan, salah satu tantangan utama dalam mengembangkan DepositoBPR adalah membakukan dan mengoptimalkan proses-proses BPR yang saat ini masih terpecah-belah, sehingga diperlukan peningkatan agar pengalaman deposan meningkat jadi lebih baik. Dicontohkan, misalnya mengganti tanda tangan basah menjadi digital, e-KYC melalui video call, dan yang paling penting mengubah bilyet fisik menjadi e-bilyet. “Semua ini belum pernah dilakukan dalam sejarah BPR.”

Berkaitan dengan itu, pada akhir tahun ini Komunal akan meluncurkan e-bilyet deposito BPR pertama di Indonesia. Sebelumnya, BPR di Bali harus mengirimkan bilyet fisik ke deposan yang berlokasi di Jakarta, begitu pun sebaliknya saat deposan ingin menarik depositnya. Akibatnya biaya logistik harus ditanggung oleh konsumen.

“Melalui e-bilyet, masalah ini bisa teratasi dan visi Komunal untuk membuat produk yang dapat diakses secara nasional bisa tercapai,” tambah Co-Founder Komunal Kendrick Winoto.

Hingga kini, Komunal telah bermitra dengan 60 BPR di Jawa dan Bali. Produk DepositoBPR telah dirilis versi beta pada bulan lalu. Komunal menargetkan ingin melipatgandakan market share BPR dengan menawarkan bunga yang lebih tinggi dan memberikan layanan transaksi yang lebih mulus kepada nasabah lama dan baru.

Selain DepositoBPR, perusahaan juga menyalurkan pinjaman untuk UKM hingga saat ini sebesar $50 juta (sekitar 713 miliar Rupiah) untuk ratusan UKM di Indonesia. Angka tersebut naik dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Dengan melihat pencapaian tersebut, perusahaan akan meningkatkan pemberian pinjaman sebesar $150 juta (sekitar 2,1 triliun Rupiah) hingga 2022 mendatang.

Pada masa pandemi ini, perusahaan mengklaim telah memperkuat arus kas perusahaan dengan burn rate rendah berkat bisnis pinjamannya yang telah meraih keuntungan baru-baru ini.

Co-Founder dan Managing Partners East Ventures Willson Cuaca menambahkan, sering sekali mendengar banyak startup yang memberi solusi kepada konsumen yang tidak memiliki rekening bank dan tidak mendapatkan layanan yang baik, maupun kepada usaha kecil dan mikro yang tidak memiliki kredit. Namun, belum ada yang memberikan solusi kepada BPR.

“Komunal memperkenalkan sebuah konsep baru, yaitu “neo-rural bank” untuk mengembangkan bank kecil dengan kapabilitas yang canggih. Kami berharap langkah ini dapat mengakselerasi inklusi finansial secara masif dan mendalam untuk seluruh daerah di Indonesia,” tutupnya.

Digitalisasi BPR

Solusi DepositoBPR merupakan langkah revolusioner dalam mendigitalkan BPR. Selain Komunal, ada ALAMI yang mengakuisisi BPR Syariah yang kini sudah di-rebrand dengan nama Hijra. Ambisinya pun sama, ALAMI ingin mendigitalisasi BPR ke level lebih jauh.

Di level perbankan komersial, ada Bank Permata yang berkolaborasi dengan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) DKI Jaya untuk menghadirkan teknologi API untuk melayani nasabah BPR secara online. Aktivitas perbankan yang disediakan meliputi transfer dana, bill-payment, top up, inquiry, reconciliation, dan lainnya.

Secara industri, OJK telah mendorong BPR untuk kolaborasi dengan menyusun kolaborasi dengan berbagi pihak, misalnya kerja sama channeling antara BPR dengan startup fintech.

OJK telah memberikan lampu hijau bagi BPR dan fintech lending dalam melakukan kerja sama melalui dua skema, yakni channeling dan referral. Hal tersebut tertuang dalam Buku Panduan Kerja Sama BPR dan Fintech Lending yang telah diterbitkan pada Maret 2021 lalu.

Selanjutnya, dengan menginisiasi pengembangan BPR e-Cash bekerja sama dengan Finnet Indonesia. BPR e-Cash adalah semacam uang elektronik berbasis mobile yang nantinya dapat digunakan untuk beragam transaksi seperti pembayaran QR, isi pulsa, kirim uang, dan lain-lain.

Komunal Amankan Pendanaan Tahap Awal dari East Ventures dan Skystar Capital

Startup p2p lending Komunal mengumumkan telah mengamankan pendanaan tahap awal dari East Ventures. Tidak disebutkan berapa nominal yang diterima startup asal Surabaya ini. Skystar Capital juga turut serta dalam putaran kali ini.

Dana yang diperoleh akan dimanfaatkan untuk mempercepat misinya dalam menjembatani gap pendanaan yang dibutuhkan oleh para pemilik UKM di Indonesia yang belum bisa dilayani oleh bank.

Ide awal Komunal muncul ketika para pendirinya menyadari besarnya jumlah pendanaan yang dialami Indonesia sejak awal tahun 2018. Gap pendanaan bagi para pemilik UKM di Indonesia disebut bisa mencapai angka Rp1.000 triliun per tahun.

Co-founder Komunal Hendry Lieviant menjelaskan, UKM saat ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia karena memberikan kontribusi lebih dari 60% untuk Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan mampu menyerap tenaga kerja. Sayangnya mereka kesulitan mendapatkan pendanaan karena kurangnya riwayat pinjaman dan biaya operasional yang besar.

“Lewat Komunal, kami ingin membantu UKM yang potensial untuk terus berkembang dan turut memperbaiki ekonomi Indonesia secara substansial, serta mengurangi kesenjangan,” imbuh Hendry.

Sementara itu Co-founder Komunal Rico Tedyono menambahkan bahwa model bisnis p2p lending terbukti mampu membantu meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi, melalui inklusi keuangan yang lebih baik.

“Komunal tidak hanya menyediakan kesempatan bagi masyarakat umum untuk menjadi pemberi pinjaman dengan bunga yang menarik, namun kami juga membuka akses pendanaan baru bagi para peminjam yang tidak bisa dilayani oleh bank. Lewat platform kami, para pemilik UKM kini bisa mendapatkan pinjaman yang mereka butuhkan untuk tumbuh,” terang Rico.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengungkapkan bahwa Komunal memiliki misi yang sama dengan East Ventures, yakni mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Tim Komunal juga disebut telah membuktikan kemampuan mereka dalam mengeksekusi dengan cepat dan tepat.

“Kami senang bisa turut bergandengan tangan dengan mereka dalam membuka kesempatan yang lebih baik bagi para UMKM di Indonesia,” jelas Willson.

Dalam waktu 8 bulan Komunal telah menyalurkan pinjaman dengan total nilai mencapai Rp50 miliar untuk para UKM di wilayah Jawa Timur. Komunal juga tengah menyiapkan diri untuk hadir di lebih banyak kota di Jawa Timur dan provinsi lainnya.

Application Information Will Show Up Here