Pengantaran Tanpa Kontak ala PopBox Kian Relevan Selama Pandemi

Industri logistik memang banyak terpukul selama wabah Covid-19 menerjang. Namun karena sifatnya yang begitu penting, kebutuhan logistik tak pernah berkurang. Ini setidaknya juga tercermin dari bisnis PopBox.

Co-founder & COO PopBox Greta Bunawan mengatakan bahwa solusi logistik yang mereka usung punya keunggulan dalam menghadapi pandemi ini.  menurut Greta merupakan bagian dari jawaban pengantaran barang yang aman karena meminimalisir kemungkinan orang bersentuhan selama prosesnya.

“Hal ini terlihat dengan tingginya peningkatan pemakaian terutama di area apartemen dan meningkatnya permintaan dari building management untuk menambah unit loker,” ungkap Greta kepada DailySocial.

Adapun peningkatan permintaan yang dimaksud oleh Greta mencapai rata-rata 55%. Sementara dari jumlah unit yang akan mereka tambah untuk memenuhi permintaan berkisar 30 unit loker. Angka ini didapat dengan membandingkan permintaan sebelum dan sesudah Covid-19 mewabah.

Perkembangan bisnis

Dalam dua tahun terakhir, PopBox melakukan cukup banyak untuk menggenjot bisnis mereka. Selain berfungsi sebagai loker penitipan dan penjemputan barang, waktu itu PopBox belum lama merilis fitur PopStore hasil kerja sama mereka dengan Elevenia.

Namun setelah dua tahun ini Greta menjabarkan ada banyak hal baru di PopBox. Pertama adalah aksesibilitas loker yang meluas. Jika sebelumnya loker hanya bisa diakses oleh mitra yang memiliki nama pengguna dan kata sandi, kini siapa pun bisa menggunakan loker mereka lewat verifikasi OTP ke nomor ponsel.

“Ini bertujuan untuk memberikan akses loker tidak terbatas kepada mitra saja namun kurir-kurir ojol dan semua customer yang ingin paketnya di-drop di loker,” imbuh Greta.

Fitur lainnya adalah PopSafe. Ini adalah temporary deposit bagi pelanggan yang ingin menitipkan barangnya untuk sementara atau untuk diambil oleh orang lain. Fitur ini cukup efektif untuk di tempat permukiman vertikal seperti apartemen untuk sekadar titip kunci atau menaruh barang lainnya untuk diambil oleh orang lain.

Terakhir, PopBox kini menyediakan fitur people counter. Fitur ini merupakan alat penghitung banyaknya manusia yang melintas di sekitar loker. Fungsi fitur ini tak lain untuk mengukur efektivitas iklan yang terpasang di loker PopBox.

Target di tahun ini

PopBox yang berdiri sejak 2015 ini sudah bisa ditemukan di 250 titik lokasi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang. Sementara di Malaysia loker mereka sudah bisa diakses di 109 titik di Kuala Lumpur.

Greta menyebut pihaknya bertekad memperluas akses loker di tempat-tempat padat seperti apartemen dan perkantoran. Ia menargetkan loker mereka bisa menembus 300 lokasi sampai akhir tahun ini.

Di samping itu mereka juga dalam proses integrasi dengan mitra-mitra baru dalam hal pembayaran, pengiriman, dan e-commerce, serta pengembangan sejumlah fitur baru yang mereka harapkan bisa rilis di tahun ini juga.

“Kami juga sedang dalam proses R&D pengembangan fitur baru di loker untuk penggunaan penyewaan jangka panjang dan beberapa fitur baru lainnya,” pungkas Greta.

Application Information Will Show Up Here

Bizzy Adapts to Consumer’s Behavior, Introducing Tokosmart Agent

With Large-Scale Social Restrictions (PSBB) appeal, several startups have begun to adapt to changes in consumer behavior. Some have to close the service and some are forced to develop new features to adjust to consumer needs.

Bizzy Group, engaged in the logistics (Bizzy Logistics) and distribution (Bizzy Distribution), is also affected by this pandemic situation. This particularly affects the distribution business which is the main pillar of Bizzy’s overall business.

Bizzy Group’s CEO Andrew Mawikere said, stores outside the area currently don’t accept stock orders from salesmen. It is a good opportunity for Tokosmart because the shop owner has switched into application to order inventories. Andrew revealed that Tokosmart’s basket size increased from Rp2 million to Rp3 million from this situation.

Since January 2019, Tokosmart has launched to support the digitalization of micro, small and medium enterprises (MSMEs). This application makes it easy and increases the efficiency of store owners to place orders, receive inventory, and payment process. Recently, Andrew said Tokosmart has acquired 54,600 stores and more than 27,000 distribution companies in Indonesia.

“The current situation makes it impossible for us to meet with principals, this disrupts the effectiveness of our business development activities. However, this encourages new opportunities because consumers still need to buy necessities,” he told DailySocial.

In order to facilitate Tokosmart service effectiveness, his team has developed a new beta version that was launched last week, namely Tokosmart Agent. The service is similar to Tokosmart, it’s just that users and selling prices are different.

Meanwhile, Tokosmart Agent directly targets end-user and community leader segments, such as RT or RW leaders in the local area. They can order large quantities of supplies to be distributed to residents in their homes.

“In terms of impact, our [business] platform is quite minimal with this change in behavior, even though the distribution business is negative. It means the offline distribution business shifts to online. The overall distribution is down by 20 percent, but overall GMV is increasing. The decline revenue was blocked by the shifting [distribution companies] that use our platform,” he explained.

Bizzy’s commitment to enter the logistics and distribution sphere, as well as targeting MSMEs, has begun to be seen with efforts to strengthen the digital supply chain ecosystem. After Tokosmart, Bizzy who is now a holding company also launched the Truckway, Bizzy Field Force, and Smart Warehouse applications.

All of these services are built to optimize the operational performance of users in a supply chain, such as distributors, grocery stores, owners and truck drivers.

No longer engaged in the e-procurement sector

Furthermore, Andrew gave a signal that the company will not resume B2B marketplace business. In fact, previously the business that provided e-procurement was targeted to reopen in the fourth quarter of 2020.

In fact, Bizzy decided to close the B2B marketplace service since January. At that time, the company said the closure was only for the time being.

“We are no longer e-procurement service. We don’t plan to open e-procurement anymore, and we don’t know when,” Andrew said.

B2B Marketplace is Bizzy’s first business that was also a pioneer since 2015. Then since January 2019, Bizzy expanded its business scope to SMEs through the launch of Tokosmart. Both the B2B marketplace and Tokosmart have the same procurement activity. It’s just that the market segment and nature of the procurement are different.

B2B Marketplace is for large-scale corporate segments where the products will be consumed by themselves. Meanwhile, Tokosmart serves the purchase of stock inventory which will be distributed back to the grocery stores in the market.

Andrew said, there are several things that create the decision to quit the B2B marketplace. First, procurement activities basically consist of a long series of processes. In other words, he sees that large-scale corporate consumers have a long sell cycle process as well.

“There are many stakeholders involved in decision making. For example, the administration side, it is necessary to submit POs to finance. Because there are many stakeholders, it took a long sell cycle process,” he said.

In addition, he also assessed that the corporate segment in Indonesia is yet to fully adapted to digital because its infrastructure is not ready. The simplest example is the administrative activity that wants to be digitally finally not achieved because there are still many companies that use paper.

It answers that B2B marketplace business people are faced with the same challenges. Market awareness of B2B marketplace services is still low given that companies are not yet aware of the importance of digitizing business processes. This can also mean that there is no full commitment from C-Levels.

On the other hand, the B2B marketplace is considered promising because its business model will be able to guarantee measurable revenue and profit growth in the next 1-2 years.

In addition, the B2B marketplace business is more efficient because businesses do not need to “burn money” to acquire a customer. Unlike the retail segment, B2B’s business nature does not depend on strong competitive discounts or price promos, but on the rationality of needs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bizzy Beradaptasi pada Perubahan Perilaku Konsumen, Luncurkan Tokosmart Agent

Dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Bersakal Besar (PSBB), sejumlah startup mulai beradaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen. Ada yang harus menutup layanan dan ada yang terpaksa mengembangkan fitur baru untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan konsumen.

Bizzy Group yang kini menaungi bisnis pengadaan, logistik (Bizzy Logistics), dan distribusi (Bizzy Distribution) turut terdampak dari situasi pandemi ini. Hal ini terutama pada bisnis distribusi yang dipatok menjadi penopang utama keseluruhan bisnis Bizzy.

CEO Bizzy Group Andrew Mawikere menyebutkan, kini toko-toko di luar daerah tak mau menerima pesanan stok dari salesman. Kondisi ini menjadi peluang baik bagi Tokosmart karena pemilik toko beralih ke aplikasi untuk memesan stok persediaan. Andrew mengungkap basket size Tokosmart mengalami kenaikan rerata dari Rp2 juta menjadi Rp3 juta dari situasi ini.

Sejak Januari 2019, Tokosmart meluncur untuk mendukung digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Aplikasi ini memudahkan dan meningkatkan efisiensi pemilik toko untuk melakukan pemesanan, penerimaan inventori, dan pembayaran. Terkini, Andrew menyebut Tokosmart telah menjaring 54.600 toko dan lebih dari 27.000 perusahaan distribusi di Indonesia.

“Situasi sekarang tidak memungkinkan bagi kami untuk bertemu prinsipal, ini mengganggu efektivitas diskusi business development kami. Tetapi, ini mendorong opportunity baru karena konsumen tetap perlu membeli kebutuhan,” paparnya saat dihubungi DailySocial.

Untuk memudahkan efektivitas layanan Tokosmart, ujar Andrew, pihaknya mengembangkan aplikasi baru versi beta yang meluncur pekan lalu, yakni Tokosmart Agent. Layanannya mirip dengan Tokosmart, hanya saja pengguna dan harga jualnya berbeda.

Adapun, Tokosmart Agent membidik langsung segmen end-user dan community leader, seperti ketua RT atau RW di daerah setempat. Mereka dapat memesan persediaan dalam jumlah besar yang akan didistribusikan ke penghuni di tempat tinggalnya.

“Secara impact, [bisnis] platform kami minimal dengan perubahan behaviour ini, meskipun bisnis distribusi negatif. Artinya, bisnis distribusi yang terdampak offline, bergerak ke online. Omzet keseluruhan distribusi turun 20 persen, tapi overall GMV naik. Penurunan omset tertutupi peralihan ke [perusahaan distribusi] yang menggunakan platform kami,” paparnya.

Komitmen Bizzy untuk masuk ke ranah logistik dan distribusi, serta menyasar UMKM, mulai terlihat dengan upaya penguatan ekosistem digital supply chain. Setelah Tokosmart, Bizzy yang kini menjadi holding juga meluncurkan aplikasi Truckway, Bizzy Field Force, dan Smart Warehouse.

Seluruh layanan ini dibangun untuk mengoptimalkan kinerja operasional pengguna dalam sebuah rantai pasokan, seperti distributor, toko grosir, pemilik, dan sopir truk.

Tak lagi bermain di e-procurement

Lebih lanjut, Andrew memberikan sinyal bahwa perusahaan tidak akan melanjutkan kembali bisnis marketplace B2B. Padahal, sebelumnya bisnis yang menyediakan e-procurement tersebut ditarget buka kembali di kuartal IV 2020.

Sebagaimana diketahui, Bizzy memutuskan menutup layanan marketplace B2B ini sejak Januari lalu. Saat itu, perusahaan menyebut penutupan tersebut hanya untuk sementara waktu.

“Sekarang kita sudah tidak di e-procurement lagi. Kami belum berencana lagi buka e-procurement, dan belum tahu kapan,” ungkap Andrew.

Marketplace B2B merupakan bisnis pertama Bizzy yang dirintis sejak 2015. Kemudian sejak Januari 2019, Bizzy memperluas cakupan bisnisnya ke UMKM melalui peluncuran Tokosmart. Baik marketplace B2B dan Tokosmart memiliki procurement activity yang sama. Hanya saja segmen pasar dan nature dari procurement-nya berbeda.

Marketplace B2B diperuntukkan bagi segmen korporasi berskala besar yang mana produknya akan dikonsumsi sendiri. Sementara, Tokosmart melayani pembelian persediaan stok yang akan didistribusikan kembali ke toko-toko kelontong di pasar.

Menurut Andrew, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan perusahaan untuk berhenti dari marketplace B2B. Pertama, kegiatan procurement pada dasarnya terdiri dari rangkaian proses yang panjang. Dengan kata lain, ia melihat bahwa konsumen korporat berskala besar memiliki proses sell cycle yang panjang juga.

“Ada banyak stakeholder yang terlibat dalam decision making. Misalnya, sisi administrasi, perlu mengajukan PO sampai ke finance. Karena stakeholder banyak, proses sell cycle juga lama,” tuturnya.

Selain itu, ia juga menilai segmen korporat di Indonesia belum sepenuhnya beradaptasi ke digital karena infrastrukturnya tidak siap. Contoh paling sederhana adalah kegiatan administrasi yang ingin didigitalkan akhirnya tak tercapai karena masih banyak perusahaan yang menggunakan kertas.

Ini menjawab bahwa pelaku bisnis marketplace B2B dihadapkan pada tantangan yang sama. Awareness pasar terhadap layanan marketplace B2B masih rendah mengingat perusahaan yang belum menyadari pentingnya digitalisasi proses bisnis. Ini juga dapat berarti bahwa belum ada komitmen penuh dari para C-Level.

Di sisi lain, marketplace B2B dinilai menjanjikan karena model bisnisnya dinilai dapat menjamin pertumbuhan pendapatan dan keuntungan secara terukur dalam 1-2 tahun ke depan.

Tak hanya itu, bisnis marketplace B2B juga lebih efisien karena pelaku bisnis tidak perlu melakukan “bakar uang” untuk mengakuisisi satu pelanggan. Berbeda dengan segmen ritel, nature bisnis B2B tidak bergantung pada adu kuat diskon atau promo harga, tetapi pada rasionalitas kebutuhan.

Application Information Will Show Up Here

The Hope Remains for Logistics Sector Amidst COVID-19

The corona disease (COVID-19) is entering a new chapter. The World Health Organization (WHO) has announced the global pandemic. Indonesia followed the lead by declaring it a national disaster.

The economy was clearly impacted by this pestilence. The tourism and hospitality business is the most visible example to imagine how devastated after the explosion of the COVID-19 case in the world. This is not much different from the logistics sector which is very close to the impact of the corona virus.

Keep in mind that China is a global production hub in the current economic era. The crippling of most of the Chinese economy has disrupted the supply chain to its trading partners, including Indonesia. The effect spreads regardless of national borders.

Chinese Significance

The Chinese country is an important trading partner for Indonesia. It is visible from the value of trade transactions between the two countries which has reached US$ 72.66 billion in 2018. This figure takes a portion of 20 percent of the total trade that occurs with all partners.

Seen from the nominal it is also known that import transactions from China touched US$ 45.54 billion. Many imported raw materials needed by the domestic industry are imported there.

Chairman of the Indonesian Logistics Association (ALI) Zaidy Ilham Masita said the import tap from China had dropped 30 percent due to the corona pandemic. Shipping goods via sea is very limited, while shipping via air has been banned since last January. Exports have the same fate. Shipments to China are becoming sluggish at this time.

“Our exports to China also experienced a decline, especially perishable exports or fresh goods because China closed imports of fresh food. So for exports and imports the impact was quite severe,” Zaidy told Dailysocial.

The story of logistics players

Crewdible is one of the startups affected by this disaster. Being in the field of warehousing, they admit that their business has stalled. The CEO, Dhana Galindra said the productivity of all of their sellers dropped dramatically since the outbreak.

Logisly suffered a similar fate. The logistics business that bridges the needs of all types of freight trucks is directly affected. The CEO, Roolin Njotosetiadi stressed the sluggish export-import activities caused demand to fall on their platforms. “The container business is the most declined,” he added.

Zaidy Masita, who is also the Paxel‘s COO, said that the situation in the logistics landscape has worsened after several countries adopted a lockdown policy. China, New Zealand, Poland, Denmark, and Italy are examples of countries that have locked themselves in their struggle against the corona virus.

The situation in China is the main focus because they are like the epicenter of the global supply chain. Quoted from the New York Times, the problem in China is not in the inventory. Ports and customs have been called almost normal. The problem lies in the lack of trucks that come to deliver and pick up goods to the port. The government’s decision to impose a quarantine to lock up an area to reduce the spread of the corona virus had to be taken even though this meant to tear down their economy.

Looking for hope

In an uncertain situation for this economy, logistical startups must rack their brains to find solutions to survive. As a relatively new player, Logisly strives to continually add new shippers and transporters. It is required to patch up the quiet demand for trucks that they offer on the platform.

A similar method is taken by Crewdible. The difference is, this online warehouse platform focuses more on certain types of products. “We are more focused on local goods and fresh products now because imported goods are gone on the market,” said Dhana.

Fresh products seems to be excellent in times of crisis like this. Anticipation is higher for activities outside the home causing increased demand for fresh products. Besides Crewdible, this was also experienced by Paxel.

Zaldy said that since the corona virus became a serious threat to the community, shopping centers and food shops that were operating were increasingly limited. Therefore he was not surprised that the demand for food ingredients had risen sharply.

“In terms of Paxel, because we focus on the same day [delivery] between cities in Indonesia, even since the corona virus broke out, our volume has risen to 40%. Food and perishable shipments have risen sharply.”

In addition, Zaldy is quite confident that Paxel’s business model that relies on smart lockers can be a solution for delivering goods in situations like this. “Indeed, there are many disasters in Q1 2020 that we experience and logistics companies must be able to survive and change their business processes by using more technology,” concluded Zaldy.

Possible stagnate

The logistics industry in the country did experience many disasters during the first quarter of this year. After many times their operations were disrupted by flooding during January and February, now the corona virus is their newest block.

ALI, which previously targeted industrial growth at 12-14% with a contribution to gross domestic product (GDP) of Rp993.9 trillion, is predicted to be canceled. According to Zaldy, logistical growth for this year will be stagnant compared to last year’s achievement which was only 7-9%.

To date, no one knows how long the corona outbreak will continue to spread. While researchers are still struggling to find the right formula to fight the virus, the governments of each country are struggling to reduce its spread. As of this writing, Covid-19 has caused 117 cases with 8 patients recovering, and 5 patients dying in Indonesia. Meanwhile, the central government and a number of regions have encouraged residents to limit their activities at home to reduce the transmission of the virus.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Meski Terpukul Akibat COVID-19, Industri Logistik Punya Harapan

Serangan wabah corona disease 2019 (COVID-19) memasuki babak baru. World Health Organization (WHO) sudah mengumumkannya sebagai pandemi global. Indonesia pun melakukan hal serupa dengan mendeklarasikannya sebagai bencana nasional.

Perekonomian jelas terpukul dalam akibat sampar ini. Bisnis pariwisata dan hospitality misalnya adalah contoh paling mudah yang bisa terbayang sehancur apa setelah meledaknya kasus COVID-19 di dunia. Hal ini tak berbeda jauh dengan sektor logistik yang berada sangat dekat terhadap dampak virus corona.

Perlu diingat bahwa Tiongkok merupakan global production hub di era perekonomian saat ini. Lumpuhnya sebagian besar ekonomi Tiongkok menyebabkan rantai pasok ke para mitra dagangnya terganggu, termasuk Indonesia. Efeknya menjalar tanpa mengenal batas negara.

Signifikansi Tiongkok

Negeri Tirai Bambu adalah mitra dagang penting bagi Indonesia. Ini terlihat dari nilai transaksi perdagangan kedua negara yang mencapai US$72,66 miliar pada 2018. Angka ini mengambil porsi 20 persen dari total perdagangan yang terjadi dengan semua mitra.

Dari nominal tersebut juga diketahui bahwa transaksi impor dari Tiongkok menyentuh US$45,54 miliar. Bahan baku impor yang dibutuhkan industri dalam negeri banyak didatangkan dari sana.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaidy Ilham Masita menyebut keran impor dari Tiongkok sudah turun 30 persen akibat pandemi corona. Pengiriman barang via laut sangat terbatas, sementara pengiriman via udara sudah dilarang sejak Januari lalu. Ekspor pun bernasib serupa. Pengiriman barang ke Tiongkok kian lesu saat ini.

“Ekspor kita ke China juga mengalami penurunan terutama ekspor perishable atau barang segar karena China menutup import makanan segar. Jadi untuk ekspor dan impor dampaknya lumayan parah,” ucap Zaidy kepada Dailysocial.

Cerita pelaku logistik

Crewdible adalah salah satu startup yang terdampak bencana ini. Berada di bidang warehousing, mereka mengaku bisnisnya tersendat. CEO Dhana Galindra menyebut produktivitas semua seller mereka menurun drastis sejak wabah ini merebak.

Logisly mengalami nasib serupa. Bisnis Logisly yang menjembatani kebutuhan segala jenis truk pengiriman barang kena imbaslangsung. CEO Roolin Njotosetiadi menekankan lesunya kegiatan ekspor-impor menyebabkan permintaan di platform mereka turun. “Yang container paling turun,” imbuhnya.

Zaidy Masita yang juga COO Paxel mengemukakan situasi di lanskap logistik makin parah setelah beberapa negara mengambil kebijakan lockdown. Tiongkok, Selandia Baru, Polandia, Denmark, dan Italia adalah contoh beberapa negara yang mengunci diri dalam perjuangannya menghadapi virus corona.

Situasi di Tiongkok jadi sorotan utama karena mereka sudah seperti episentrum rantai pasok global. Dikutip dari New York Times, persoalan di Tiongkok bukan berada di persediaan barangnya. Pelabuhan dan bea cukai pun disebut sudah berjalan hampir normal. Masalahnya terletak di minimnya truk yang datang mengantar dan menjemput barang-barang ke pelabuhan. Keputusan pemerintah memberlakukan karantina hingga mengunci suatu wilayah untuk meredam penyebaran virus corona terpaksa diambil meski ini berarti menggerus perekonomian mereka.

Mencari harapan

Dalam situasi serba tidak pasti untuk perekenomian ini, startup logistik harus memutar otak menemukan solusi agar tetap bertahan. Sebagai pemain yang relatif baru, Logisly mengupayakan terus menambah shipper dan transporter baru. Hal ini perlu untuk menambal sepinya permintaan truk yang mereka tawarkan di platform.

Cara serupa juga ditempuh Crewdible. Bedanya, platform gudang online ini lebih menitikberatkan fokusnya ke jenis produk tertentu saja. “Kita lebih fokus barang lokal dan fresh product sekarang karena barang impor sudah habis di pasaran,” cetus Dhana.

Produk segar tampaknya menjadi primadona di masa krisis seperti ini. Antisipasi yang lebih tinggi untuk beraktivitas di luar rumah menyebabkan permintaan produk segar meningkat. Selain Crewdible, hal ini juga dialami oleh Paxel.

Zaldy bercerita sejak virus corona menjadi ancaman serius bagi masyarakat, pusat perbelanjaan dan toko-toko makanan yang beroperasi kian terbatas. Maka dari itu ia tak heran permintaan bahan-bahan makanan meningkat tajam.

“Untuk Paxel karena kita fokusnya same day [delivery] antarkota di Indonesia, malah sejak virus corona merebak, volume kita naik sampai 40%. Pengiriman makanan dan perishable naik dengan tajam.”

Selain itu, Zaldy cukup percaya diri model bisnis Paxel yang mengandalkan loker pintar seperti mereka dapat jadi solusi pengantaran barang di situasi seperti ini. “Memang banyak musibah di Q1 2020 yang kita alami dan perusahaan logistik harus bisa survive dan mengubah bisnis prosesnya dengan lebih banyak lagi menggunakan tekonologi,” pungkas Zaldy.

Akan stagnan

Industri logistik Tanah Air memang mengalami banyak musibah sepanjang kuartal pertama tahun ini. Setelah berkali-kali operasional mereka terganggu banjir selama Januari dan Februari, kini virus corona jadi ganjalan terbaru mereka.

ALI yang sebelumnya menargetkan pertumbuhan industri di angka 12-14% dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp993,9 triliun diprediksi bakal meleset. Menurut Zaldy pertumbuhan logistik untuk tahun ini akan stagnan dibanding raihan tahun lalu yang hanya 7-9%.

Hingga saat ini belum ada yang tahu berapa lama wabah corona bakal menerjang dunia. Sementara para peneliti masih berjibaku menemukan obat yang tepat untuk melawan virus ini, pemerintah tiap negara tengah berjuang meredam penyebarannya. Sampai tulisan ini dibuat, Covid-19 sudah menyebabkan 117 kasus dengan 8 pasien sembuh, dan 5 pasien meninggal di Indonesia. Sementara itu pemerintah pusat dan sejumlah daerah sudah menganjurkan warga membatasi kegiatannya di rumah guna menekan penularan virus.

Grab dan BRI Ventures Resmi Membuka “Grab Ventures Velocity” Gelombang Ketiga

Warung makan dan logistik menjadi tema pilihan Grab untuk gelombang ketiga program Grab Ventures Velocity (GVV). Potensi pasar yang sedang besar-besarnya menjadi alasan mereka memilih kedua vertikal tersebut.

GVV merupakan program akselerasi milik Grab yang berjalan sejak 2018. Sejasa, BookMyShow, SayurBox, dan Qoala adalah beberapa nama startup yang dipilih dari dua gelombang yang sudah diadakan.

Banyaknya pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) adalah alasan fundamental kenapa usaha mikro dalam berbagai sektor jadi peluang bagi startup digital. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, warung merupakan salah satu jenis usaha mikro yang punya masa depan cerah jika terhubung dengan ekosistem.

“Jumlah usaha mikro itu 63 jutaan mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan sampai warung; namun sesuai namanya usahanya mereka kecil-kecil, di sektor pertanian lahan mereka pun sempit. Jadi dibutuhkan startup baru yang bisa jadi partner usaha mikro untuk bisa terhubung dalam ekosistem,” ujar Teten.

Managing Director Neneng Gunadi menambahkan, meningkatnya industri kuliner dan kebutuhan pergudangan serta pengantaran untuk mendukung dunia usaha.

“Untuk usaha warung makan itu potensinya cukup besar, kuliner jadi sesuatu yang ngetren. Kedua, logistik jadi sangat penting di Indonesia. Jadi pada tahun ini kita menyasar ke dua hal itu,” sambung Neneng.

Gandeng BRI Ventures

Grab menggandeng BRI Ventures sebagai mitra strategis penyelenggeraan GVV tahun ini. Dalam kerja sama ini baik Grab maupun BRI Ventures sama-sama urunan dana dan fasilitas untuk mengakomodasi peserta.

“Tidak hanya cash, tapi fasilitas juga. Ekosistem yang dimiliki oleh Grab dan ekosistem yang dimiliki oleh BRI, nilai alokasinya kurang lebih 50-50,” ucap CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Program GVV ini resmi dibuka mulai 03-31 Maret 2020. Sama seperti gelombang sebelumnya, Grab memperkenankan startup dalam negeri maupun luar negeri mengikuti program akselerasi ini.

Dan serupa sebelumnya, Grab menjanjikan startup yang diterima dalam program ini akan mendapatkan pilot project untuk menjajakan layanan mereka di platform Grab. Itu artinya startup tersebut punya kesempatan memperkenalkan produknya ke puluhan juta pengguna Grab.

“Itu kan sesuatu banget, karena mereka bisa memaksimalkan customer kita. Mereka bisa cek, pertumbuhannya akan seperti apa karena basisnya besar banget. Mereka juga akan dapat bimbingan dari C-level startup termasuk dari kami tentang bagaimana caranya agar jadi unicorn,” pungkas Neneng.

Program GVV gelombang ketiga ini dijadwalkan berlangsung selama 16 minggu. Pihak Grab berharap akan ada lebih banyak yang bergabung ke dalam program ini dengan asumsi dampak yang diberikan ke masyarakat juga akan lebih besar dari sebelumnya.

Disclosure: DailySocial.id adalah strategic partner Grab Ventures Velocity batch 3

Bukalapak dan Lion Parcel Hadirkan Solusi Logistik Bagi UKM (UPDATED)

Bukalapak dan Lion Parcel mengumumkan kerja sama menyelesaikan masalah pengiriman barang antar pulau bagi UKM Indonesia. Kerja sama ini menghadirkan jalur khusus bagi pelapak yang didukung oleh armada Lion Air Group melalui Lion Parcel. Kerja sama ini juga dipercaya mampu memajukan daya saing pelapak karena terciptanya sistem pengiriman yang cepat dan efisien untuk ke lebih 500 kota di Indonesia.

“Sebagai peruahaan yang customer-obsessed, kami fokus untuk selalu mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi pengguna kami, terutama para pelapak. Kami memilih untuk bersinergi dengan Lion Parcel yang memiliki 230 armada pesawat dan 210 rute penerbangan antar pulai di Indonesia,” ujar Co-Founder dan President Bukalapak Fajrin Rasyid ketika menjelaskan alasan di balik kerja sama ini.

Dalam rilisnya, pihak Bukalapak mengutip data hasil penelitian Supply Chain Indonesia (SCI) yang dilansir PwC yang menyebutkan bahwa pada tahun 2017 biaya logistik di Indonesia masih tergolong tinggi hingga mencapai 23,5% dari biaya manufaktur. Angka tersebut masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain seperti Vietnam (15%), Thailand (13,2%), Malaysia (13%), dan Singapura (8,1%).

Menanggapi kerja sama ini, CEO Lion Parcel Farian Kirana menjelaskan, pihaknya akan lebih terkoneksi dengan jaringan pelanggan di berbagai daerah di Indonesia berkat kerja sama dengan perusahaan e-commerce seperti Bukalapak.

Ia juga menambahkan, pihaknya optimis untuk bisa mengambi peran penting dalam penyediaan jasa logistik bagi UKM dan menjangkau banyak daerah di Indonesia. Beberapa fitur yang telah disiapkan antara lain, jaminan pengiriman lebih cepat 2 kali lipat dibandingkan jasa pengiriman lain.

Seluruh mitra Lion Parcel di daerah dipantau secara real time melalui sistem yang tersentralisasi di Jakarta, sehingga dengan demikian para mitra Lion Parcel turut berbagi komitmen dan tanggung jawab yang sama di manapun berada.

“Dengan terhubung ke fasilitas pengantaran barang Lion Parcel, para pelanggan kami termasuk jutaan pelapak di Bukalapak, dapat menjaga kelangsungan bisnisnya melalui hal-hal seperti perputaran modal yang lebih cepat dan kepercayaan yang tinggi dari para pembeli,” imbuh Farian.

Awal kerja sama ini ditandai dengan perkenalan armada pesawat Lion Parcel berlogo Bukalapak di badan pesawat yang bertempat di hanggar Batam Aero Technic. Pengguna Bukalapak juga akan menerima sejumlah promo dan penawaran menarik seputar ongkos kirim.

Dengan kerja sama ini, Bukalapak memosisikan dirinya sebagai perusahaan teknologi yang memiliki concern di sektor logistik. Perusahaan yang baru menerima pendanaan Seri F ini juga memiliki jabatan AVP Logistics yang diisi oleh Anudeep Pendem.

Anudeep kepada DailySocial menjelaskan bahwa fokus mereka saat ini adalah untuk membangun kerja sama dengan para penyedia jasa logistik terpercaya di Indonesia untuk bisa mengubungkan pelapak dengan pembeli.

“Untuk inovasi, Bukalapak menangani logistik untuk jutaan transaksi tanpa memiliki aset ataupun sistem kurir sendiri. Kami menggunakan big data untuk membantu kami memilih mitra-mitra logistik yang tepat untuk mengantarkan pengiriman ke barbagai area di Indonesia, termasuk yang terpencil dan relatif sulit dijangkau, dan memanfaatkan teknologi untuk memonitor semua pengiriman demi menjunjung transparansi untuk para pengguna,” terangnya

Ia menambahkan, “Customer obsessed adalah salah satu DNS Bukalapak dan divisi logistik berkomitmen untuk memastikan para pengguna menerima barang dengan baik, aman, dan dengan harga terjangkau serta menciptakan user experience terbaik.”

Sebelumnya, Bukalapak memiliki layanan BukaPengiriman yang menggandeng beberapa mitra logistik. Bukalapak juga telah menjalin kerja sama dengan Paxel untuk menghadirkan pengiriman same day delivery antar kota antar provinsi.

Update : tambahan tanggapan dari Anudeep Pendem.

Application Information Will Show Up Here

Siapkan Platform Ritel, BGR Logistics Bermitra dengan Grab Indonesia

PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR Logistics, BUMN penyedia jasa logistik di segmen bisnis, menjalin kemitraan dengan Grab Indonesia. Kerja sama ini bertujuan mendukung platform digital yang segera diluncurkan perusahaan untuk segmen ritel.

Perjanjian kerja sama ditandatangani langsung Direktur Utama BGR Logistic M. Kuncoro Wibowo dan Executive Director Grab Indonesia Ongki Kurniawan.

“Kami yakin Grab Indonesia yang telah berpengalaman akan dapat membantu terciptanya pelayaan yang baik saat platform tersbeut resmi diluncurkan. Dalam kerja sama ini Grab Indonesia akan berperan sebagai mitra pengiriman barang,” imbuh Kuncoro.

Masuknya BGR Logistics pada segmen retail di industri logistik memperkuat posisi BGR Logistics sebagai Digital Logistics Company. Kehadiran platform digital untuk segmen retail ini diharapkan bisa mengakomodir kebutuhan dan memberikan manfaat bagi pengguna retail.

“Kami yakin platform ini akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, lebih detailnya akan kami sampaikan saat peluncuran nanti,” jelas Kuncoro.

Sementara itu, kerja sama ini ditanggapi positif pihak Grab Indonesia sebagai bagian visi perusahaan menghadirkan solusi teknologi yang bisa membantu meningkatkan kebutuhan pengguna sehari-hari.

“Grab Indonesia selalu berfokus pada kebutuhan konsumen dan juga mitra kami. Dengan menggunakan sistem platform terbuka, kami selalu mencari mitra-mitra yang ahli dalam bidangnya guna memberikan solusi tenologi yang ideal bagi passaran Indonesia,” jelas Executive Director Grab Indonesia Ongki Kurniawan.

Startup Logistik “Qiriman” Jembatani Kebutuhan Pemilik Kendaraan dan Pelanggan

Masih sedikitnya layanan transportasi untuk melakukan pindahan rumah atau kantor di kawasan Bandung dan sekitarnya menjadi alasan Teguh Nugraha (CEO), Danny Andika (CMO), Violla Laurencia (Creative Director), Thomas Aldwin (Business Analyst) dan Yudi Yohanes (CTO) mendirikan Qiriman. Yakni sebuah platform penyedia jasa pengiriman dengan berbagai macam kendaraan angkutan.

Kepada DailySocial Teguh menceritakan, berangkat dari pengalaman pribadi saat akan melakukan pindahan kantor ke gedung baru, ia melihat belum adanya layanan transportasi secara terpadu yang mampu memenuhi layanan tersebut. Mulai dari persoalan negosiasi harga hingga pilihan kendaraan, semuanya diklaim belum lengkap. Berbeda dengan di negara lain yang sudah memiliki berbagai layanan armada atau transportasi pindahan kantor atau rumah yang dikenal dengan moving company.

“Idenya muncul bermula dari kebingungan pada saat kami akan pindahan kantor. Kami kesulitan untuk mencari armada untuk membantu kami pindahan, ketika sudah dapat armada, kami kebingungan untuk nominal pembayaran, rata-rata kalau di tanya ke pengemudi pada saat pindahan mereka bilangnya ‘seikhlasnya saja pak’. Dari sini kami merasa ini bisa sangat membantu kalau ada aplikasi yang bisa menemukan pemilik mobil angkutan dengan pelanggan.”

Setelah melakukan riset dan persiapan, Teguh dan tim akhirnya mencoba untuk menawarkan model bisnis tersebut kepada investor. Mendapat respons yang positif akhirnya Qiriman diluncurkan dan berbasis di Bandung, Jawa Barat. Saat melakukan riset tersebut Teguh menegaskan banyak fakta menarik yang ditemukan di lapangan. Setelah mendapatkan pendanaan awal, Qiriman memiliki sejumlah rencana yang sudah disiapkan dalam waktu 10 tahun ke depan.

“Pada langkah awal ini kami meluncurkan layanan pertama kami, di mana kami melayani pengiriman barang baik dalam maupun luar kota. Langkah kami selanjutnya akan mengembangkan fitur baru untuk menjangkau pasar yang lebih besar,” kata Teguh.

Cara kerja dan wilayah layanan

Saat ini Qiriman bukan hanya tersedia di Bandung dan Jabodetabek namun juga sudah meluas hingga Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Sumatera. Tersedia dalam aplikasi dan desktop, pelanggan yang ingin mengakses Qiriman dan menikmati layanan yang disediakan, bisa menikmati fitur seperti pengiriman yang terjadwal, harga yang transparan, kesempatan untuk negosiasi harga, melihat history pemesanan hingga jaminan keamanan barang yang diantar. Untuk strategi monetisasi yang dilancarkan, Qiriman memberlakukan sharing profit dengan mitra mereka.

Untuk kategori layanan pengiriman, Qiriman juga menyediakan tiga pilihan yaitu, Trip untuk pengiriman barang dalam maupun luar kota berdasarkan lokasi pengambilan dan lokasi tujuan. KG untuk pengiriman dalam maupun luar kota berdasarkan berat tonase barang, dan yang terakhir adalah Bulan, merupakan semua jenis kendaraan yang dapat disewakan per bulannya.

Tahun ini Qiriman masih memiliki sejumlah target yang ingin dicapai, salah satunya adalah meluncurkan dua jenis layanan, baik trucking maupun logistik domestik dan internasional.

“Kembali pada tujuan awal kami, di mana kami ingin menjadi one stop solution marketplace platform kargo dan logistik. Dengan tujuan tersebut kami akan masuk ke pasar B2B dan C2C. Kami sedang melakukan pitching untuk mendapatkan pendanaan baru guna memperluas cakupan wilayah dan layanan kami,” kata Teguh.

Application Information Will Show Up Here

Empat Pelajaran Seputar Membangun Bisnis “Smart Logistics”

Smart logistics tidak sesederhana kedengarannya. Bagi CEO Iruna Yan Hendry Jauwena, smart logistics tidak sebatas membangun bisnis berbasis teknologi, tetapi juga perlunya kolaborasi dengan pemain industri existing di ekosistem.

Ini dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan sejumlah tantangan di industri logistik Indonesia. Yan menyebutkan bisnis logistik di Indonesia terbentur mahalnya biaya. Ia mencatat biaya logistik di Indonesia mencapai 14 persen dari biaya produksi dan 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Komponen biaya termahal terletak pada transportasi, yakni Rp 1.092 triliun. Kemudian, biaya pergudangan yang mencapai Rp 546 triliun. Ia menilai sulit untuk menekan biaya moda transportasi mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan.

Bagaimana smart logistics dapat menciptakan bisnis yang lebih sustain dan efisien di masa depan? Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Yan berbagi ragam informasi inspiratif seputar bisnis smart logistics berdasarkan pengalamannya membangun Iruna.

Simak selengkapnya berikut ini:

Menantang kebiasaan dengan perubahan

Sebelum smartphone menjadi populer, orang-orang belum berpikir tentang bisnis berbasis mobile. Siapa yang pernah menyangka e-commerce telah menjadi fenomena bisnis menjanjikan di Indonesia?

Kini ada banyak marketplace yang menawarkan promo ongkos kirim gratis hingga pengiriman di hari yang sama. Yan menganggap kondisi di atas terjadi karena konsumen ingin barangnya cepat sampai.

Menurutnya, konsumen e-commerce terlalu dimanjakan dengan model bisnis di atas tanpa memikirkan dampak yang akan dirasakan oleh industri logistik di masa depan. Untuk beradaptasi di era yang serba cepat, bisnis logistik dinilai perlu berbenah.

“Kebiasan konsumen mendorong sektor logistik untuk berubah [model bisnis]. Ketika pasar bergerak cepat dan sulit diprediksi, di situlah teknologi masuk untuk mengatasi unpredictability. Tujuannya supaya bisa mengatur kecepatan, pesanan bisa disiapkan kapasitasnya, jadi tidak ada barang mangkrak,” jelasnya.

Dinamika konsumen menjadi pemacu bagi pemain logistik untuk dapat memodifikasi model bisnis yang mengutamakan pada kecepatan. Menurut Yan, tidak ada ruginya mencoba karena pasar e-commerce akan selalu meningkat di Indonesia.

Teknologi dan kolaborasi menjadi kunci

Bagaimana menciptakan sebuah model bisnis baru yang lebih efisien dan sustain? Jawabannya adalah menggabungkan teknologi dan kolaborasi. Tentu akan ada banyak pertanyaan muncul tentang bagaimana mengeksekusi keduanya ?

Yan berujar bahwa siapapun bisa menciptakan bisnis logistik yang lebih cerdas dengan melibatkan teknologi, baik itu startup maupun pemain existing dengan model bisnis konvesional. Bahkan keduanya dapat saling berkolaborasi.

“Yang berkecimpung lama dan punya infrastruktur, belum tentu punya teknologinya. Sebaliknya, yang punya teknologinya belum tentu ada kemampuan untuk bangun infrastruktur, investasi besar di pergudangan. Kenapa tidak dikolaborasikan? Teknologi bisa menjahit semuanya,” ungkap Yan.

Mobilitas pergudangan

Yan berujar bahwa teknologi mampu mentransformasikan infrastruktur menjadi lebih efisien dan dinamis. Ia mencontohkan pergudangan dapat berubah model menjadi gudang bergerak.

“Istilahnya slow moving to fast moving karena mengandakan teknologi untuk sistem dan track. Gudang tidak lagi berisi rak-rak tinggi, tetapi juga rak rendah yang dapat digunakan untuk barang yang diambil cepat atau siap dipesan kapapun, tidak perlu dicari. Kalau perlu barang bisa dipesan sebelum ada atau dibuat,” ujarnya.

Menurutnya, proses yang lambat meski akurat juga tidak berarti sama baiknya karena hal tersebut bukanlah menjadi sebuah nilai yang layak ditawarkan ke pasar.

Yang dicapai dengan smart logistics

Teknologi dinilai menjadi kekuatan baru bagi bisnis logistik yang efisien dan sustainable. Ditambah, teknologi dapat menciptakan solusi yang dapat meningkatkan service level kepada konsumen.

Dari pengalamannya membangun Iruna, Yan berujar bahwa smart logistics dapat menciptakan beragam solusi aplikatif, seperti fulfillment center untuk memfasilitasi e-commerce.

Selain itu, teknologi mempermudah kita untuk mengecek proses pengiriman secara real time. Yan menilai bahwa ujung tombak smart logistic adalah efisiensi tanpa perlu menghambur-hamburkan sumber daya manusia (SDM).

“Tanpa sistem integrasi, sorting-nya masih dilakukan manusia. Pengirimannya bisa unpredictable. Ini mengapa kita coba bangun smart logistics. Kita coba pecahkan masalah agar ada proper inventory management. Dengan sistem, kita tahu order mana yang harus disiapkan dengan cepat dan akurat, bisa bagi prioritas dengan tepat ke mitra pengiriman,” paparnya.