MDI Ventures dan Rencana Investasi di Perusahaan “Space Tech” Asal Amerika Serikat

MDI Ventures, Corporate Ventures Capital Telkom, mengungkapkan rencananya untuk menjadi pemodal lokal pertama yang akan berivestasi di perusahaan “space tech”. Meski belum bisa diungkap namanya saat ini, pihak MDI Ventures berjanji akan segera mengungkapnya di awal Desember 2016 nanti. Sejauh ini, MDI Ventures sendiri telah menanamkan modal di 13 perusahaan startup dengan tiga di antaranya akan segera menutup kesepakatan di akhir tahun ini.

CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengatakan, “Kami akan menutup kesepakatan [investasi] dengan satu perusahaan space tech dari USA. Kami akan menjadi investor Indonesia pertama yang percaya bahwa era space tech akan datang ke daerah ini.”

“Kami belum bisa mengungkapkan namanya [hingga Desember]. Perusahaan ini didirikan oleh mantan insinyur SpaceX,” lanjut Nicko.

[Baca juga: Kemitraan Strategis Telkom dan Plug n Play Buka Akses ke Silicon Valley]

Sebagai informasi, sembilan bulan lalu Telkom mengumumkan telah menjalin kerja sama strategis dengan Plug n Play dan berkomitmen untuk membantu rencana pemerintah. Indra Utoyo, Direktur Inovasi & Strategic Portfolio Telkom Indonesia, ketika itu mengungkap bahwa Telkom telah membuka kantor pertamanya di Sillicon Valley melalui Metra Digital Investama (MDI).

Pun begitu, Nicko menegaskan kembali bahwa kesepakatan pihaknya dengan Plug n Play tidak eksklusif, tetapi hanya sebagai anggota jaringan VC mereka. Ia juga mengatakan bahwa MDI tidak menjadi bagian tim yang membawa Plug n Play hadir di Indonesia, meski Nicko percaya bahwa itu baik untuk ekosistem startup Indonesia ke depannya.

[Baca juga: Program Akselerator Plug and Play Indonesia Resmi Diluncurkan]

Nicko menjelaskan, “Hubungan kami dengan VC di Amerika Serikat itu lebih luas lagi. Kami lebih dekat dengan YCombinator, Google Ventures, NEA, AME Cloud Ventures, Social Capital, hingga A16Z.”

“Kesepakatan kami dengan Plug n Play tidak eksklusif. […] Mereka pernah mengatur pitching day untuk MDI tahun lalu agar kami bisa mempelajari tentang strategi pendanaan tahap awal di perusahaan Amerika Serikat. Namun, kami melakukan ini dengan YCombinator juga,” lanjut Nicko lebih jauh.

Optimisme dan latar belakang MDI Ventures berinvestasi di perusahaan space tech

Terkait rencana investasi di perusahaan space tech, Nicko menekankan kembali bahwa teknologi ruang angkasa yang dimaksudkannya di sini adalah terkait dengan cara baru mengirimkan data ke bumi. Singkatnya, ini adalah internet untuk ruang angkasa.

“Kami tidak berinvestasi di satelit dengan biaya murah, melainkan sebuah infrastruktur [teknologi] untuk satelit di ruang angkasa. […] Kebutuhan untuk coverage yang lebih luas dan cepat akan lebih besar dalam beberapa tahun ke depan karena semakin banyak orang yang online. […] Indonesia merupakan negara kepulauan. Permintaan untuk terus terhubung dan cepat [24/7] akan menjadi the biggest thing bersamaan dengan kita yang memasuki era digital. Di AS, pertumbuhan di sektor ini telah berkembang lebih dari 40% per tahun,” jelas Nicko.

[Baca juga: DScussion #56: MDI Ventures dan Peranan CVC Mendukung Ekosistem Startup di Indonesia]

Nicko menambahkan, “Tesis kami mudah. Sinergi dengan sumber daya Telkom di Indonesia. Pada dasarnya, Telkom sendiri memiliki infrastruktur yang besar, basis pengguna akhir dan pelanggan perusahaan yang besar, dan data yang besar. [Jadi] Kami ingin berinvestasi di perusahaan teknologi yang bisa bermitra untuk memanfaatkan semua dorongan potensi tersebut. Dalam hal vertikal industri, kami melihat tiga klasifikasi, yaitu Now, New, dan Next.”

Dengan basis Now, New, dan Next, MDI Ventures sendiri telah berdiskusi dengan beberap investor Sillicon Valley untuk mencari teknologi terdepan seperti apa yang berikutnya akan muncul. Apakah itu mobilitas, ruang angkasa, atau energi. AI, Artificial Intellegence, sendiri telah masuk dalam radar MDI meskipun bidang ini relatif baru. Namun, MDI sediri telah membidik teknologi ruang angkasa selama beberapa waktu.

Portofolio, Visi, dan Rencana ke depan MDI

Penandatanganan MOU MDI dengan Telstra / DailySocial
Penandatanganan MOU MDI dengan Telstra / DailySocial

Semenjak program pendanaan MDI bergulir, mulai dari mengumumkan ketersediaan dana, Nicko menyebutkan bahwa pihaknya kini telah berinvestasi di 13 perusahaan. Tiga perusahaan lagi disebutkan akan segera bergabung. Dua diantaranya adalah pemain lokal yaitu Goers dan Privy yang merupakan startup jebolan program inkubasi Telkom Indigo tahun 2015.

“MDI adalah investor untuk pendanaan tahap lanjutan dan dana kami itu global. […] Seperti kebanyakan VC di Amerika Serikat, tingkat penerimaan kami kurang dari 3%, yang berarti kami sudah menerima lebih dari 800 proposal di seluruh dunia dan hanya diinvestasikan dalam 13 perusahaan sejauh ini. Kami cukup selektif dalam memilih perusahaan kami. Saya percaya ini adalah sinyal yang baik bahwa ada cukup minat dari perusahaan global untuk bekerja di Indonesia.” kata Nicko.

Ia melanjutkan, “Untuk Indonesia, kami mengelola Indigo sebagai platform untuk meremajakan ekosistem di Indonesia. Indigo telah menjadi seperti VC, lebih dari sekedar sebuah program. Di Indigo, kami berinvestasi di 40 seed dan pre-seed per tahun ini. Tahun ini, kami juga senang untuk menyambut beberapa startups dari Indigo angkatan 2015 seperti Goers untuk menjadi bagian dari perusahaan MDI.”

Konsep ‘sinergi’ memang telah memainkan peranan besar dalam tiap langkah investasi MDI. Semua portofolio MDI sendiri, menurut Nicko telah memberikan dampak besar bagi Telkom. Baik itu peningkatan ARPU dan efesiensi, mengurangi churn, atau membangun aliran pendapatan baru untuk grup. Dengan basis klien perusahaan terbesar yang dimiliki Telkom dan basis pelanggan terbesar yang dimiliki Telkomsel saja sudah menjadi daya tarik utama perusahaan luar negeri untuk bekerja sama dan mulai masuk ke pasar Asia Tenggara.

[Baca juga: Telkom dan Telstra Akan Kucurkan Investasi di Startup Melalui MDI]

Nicko mengatakan, “Yang perlu di-highlight dari kegiatan kami adalah untuk melakukan investasi bersama dan membangun sindikasi dengan pemodal Silicon Valley seperti Social Capital dan Google Ventures. Maksudku, kami adalah salah satu dari sedikit pihak yang berurusan dengan mereka dan itu adalah tingkat permainan yang berbeda. Kami benar-benar belajar banyak dari mereka karena penawaran mereka lebih rumit daripada yang kami lihat di kawasan SEA. Kami akan terus melakukan investasi bersama dengan mereka dan mengambil semua pengetahuan yang diperlukan untuk struktur penawaran yang lebih baik di SEA.”

[Baca juga: Telkom Siapkan 300 Miliar Rupiah untuk Suntik Startup Melalui MDI Ventures]

Untuk pemberitaan yang beredar mengenai penambahan $100 juta untuk ketersediaan dana MDI, Nicko mengatakan, “Terkait ketersediaan dana, ini telah diumumkan pada awal tahun. Tidak membuat kebingungan seolah-olah kami meluncurkan yang baru. Kami telah mengumkan berita ini ketika launching di bulan Maret dan diulang lagi ketika menandatangani MOU bersama Telstra Ventures.”

Indigo Creative Nation Umumkan 13 Startup Terbaik di Batch Kedua 2016

Program inkubator dan akselerator Indigo Creative Nation yang diprakarsai oleh Telkom kembali mengumumkan 13 startup terpilih dari 300 pendaftar program Indigo Batch II 2016 di Jakarta Digital Valley. Penunjukan startup terbaik ini didasarkan pada tiga kriteria penilaian, yakni market validation, product validation dan customer validation.

Beberapa startup yang masuk ke dalam 13 besar tersebut termasuk Synchro, Chatkoo, Angon, Tessy, Koolva, Habibi Garden, Meetchange, Growpal, Simbah, dan Hooki Arisan. Startup-startup tersebut mengusung berbagai produk yang cukup menarik, contohnya Syncro mengembangkan aplikasi distribusi data. Ada juga Chatkoo yang mencoba mengintegrasikan layanan chatting populer dengan sistem pesanan pelanggan. Di bidang pertanian ada Angon yang menghubungkan antara investor dengan peternak, dan sebagainya.

“Program inkubasi akan berlangsung sekitar enam bulan menggunakan pendekatan metode Lean Startup dan Agile Development. Jadi, kami akan bina mereka agar makin meningkat dari tahapan dasar customer validation menuju product validation, business model validation dan akhirnya market validation,” ujar Arief Musta’in selaku EGM Divisi Digital Service PT Telkom  di sela-sela pengumuman.

Selanjutnya para startup terpilih akan dibimbing oleh tiga jenis mentor, yakni Resident Mentor (mentor inti), Visiting Mentor (mentor tamu), dan Silicon Valley Mentor (mentor langsung dari Silicon Valley). Ini adalah pencapaian yang cukup menggembirakan, setelah berjalan selama selama tujuh tahun sejak 2009. Terdata sebanyak 2056 startup yang pernah mendaftar program tersebut

Sebelumnya pada Batch I di bulan Februari 2016 lalu, program Indigo juga telah merilis daftar startup terbaiknya. Empat di antaranya baru-baru ini baru saja mengumumkan pendanaan, meliputi Trax Center, Minutes Barber, Kartoo, dan Sonar.

Beberapa peserta inkubator lain sudah masuk pasar dan makin eksis melayani pengguna, baik oleh masyarakat luas maupun oleh Telkom Group yang memiliki puluhan anak perusahaan. Dicontohkan startup platform perdagangan elektronik, Jarvis Store, yang kini digunakan Divisi Business Service PT Telkom. Xigent, pembuat tombol panik, diserap oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil dalam Bandung Command Center-nya, dan beberapa lainnya.

“Seluruh startup akan mendapatkan dana inkubasi dalam dua tahap yaitu pendanaan awal dan lanjutan. Dan kami tidak akan halangi startup dapat pendanaan dari investor pihak ketiga selama inkubasi selama terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Indigo,” ujar Managing Director Indigo Creative Nation, Ery Punta.

Nicko Widjaja, CEO MDI Ventures (perusahaan venture capital Telkom), menyatakan bahwa pelaksanaan program inkubasi dan akselerasi startup Indigo seluruhnya dilaksanakan oleh MDI Ventures.

Empat Startup Inkubasi Indigo Batch Pertama 2016 Peroleh Pendanaan Awal

Di awal tahun 2016, Indigo, program akselerasi dan inkubasi startup milik Telkom mengumumkan sembilan startup yang berhak mengikuti batch pertama mereka. Dari sembilan startup tersebut, kini empat di antaranya diumumkan telah berhasil mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah VC, Angel Investor, dan Private Equity firm sebelum program inkubasi selesai. Mereka adalah Sonar, Minutes, Kartoo, dan Trax.

Pendanaan yang diperoleh empat startup yang mengikuti program inkubasi dari Indigo ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, di kuartal empat 2015, tiga startup hasil inkubasi yang dibina oleh Indigo juga berhasil mendapatkan pendaan awal sebelum program inkubasi selesai. Mereka adalah Goers, Apaja, dan PowerCube. Goers bahkan berhasil mendapatkan pendanaan seri A dalam waktu kurang dari satu tahun.

CEO MDI Venture Nicko Widjaja mengatakan, “Goers mungkin salah satu perusahaan paling sukses yang kami miliki dalam satu tahun belakangan, dan banyak dari batch [satu angkatan dengan Goers] yang mengikuti [kesuksesan yang sama].”

Sejak pertengahan 2015, program inkubasi Indigo telah dikelola oleh MDI Ventures (Telkom’s corporate venture arm) dan melalui kerja sama ini ada banyak perubahan yang terjadi dalam program Indigo. Mulai dari peningkatan kurikulum baru, membangun hubungan dengan mentor dan investor Sillicon Valley, membangun jaringan untuk tindak lanjut ke investor, dan menciptakan sinergi mendalam dengan perusahaan dalam grup Telkom.

Hasilnya, meski bekerja dalam stealth mode selama kurang lebih lima bulan, kesuksean yang sama seperti di tahun sebelumnya kembali terulang. Empat dari sembilan startup yang dibina oleh Indigo dalam batch pertama 2016, diumumkan berhasil membukukan putaran seed funding dari sejumlah Venture Capital (VC), Angel Investor, dan Private Equity firm. Mereka adalah:

Kartoo: Sebuah aplikasi aggregator promosi berbasis lokasi yang dapat mengkategorikan promosi berdasarkan pada hal-hal yang Anda sukai.

Sonar: Platform pemasaran digital yang dirancang untuk membantu perusahaan dalam memperoleh data dari media sosial untuk menemukan pasar & audience yang tepat, hingga melacak KPI kampanye.

Minute: Platform antrian yang bertujuan untuk menghilangkan antrian tradisional yang tidak produktif dan membuat bisnis kehilangan pendapatan.

Trax: Perangkat lunak pelacakan mobil pintar yang berkerja dengan perangkat GPS yang dijual di pasaran saat ini yang juga memungkinkan pengguna untuk dapat secara nirkabel mengganti sistem keamanan yang tertanan langsung dari aplikasi mobile.

Good deals sulit ditemukan hari ini. Para VC dan Angel ‘keluar’ untuk mencari penawaran yang lebih baik di awal, [tetapi] VC dan investor veteran selalu mendapatkan yang lebih baik karena mereka punya jaringan [yang lebih luas]. Inilah sebabnya mengapa [program] inkubator menjadi menarik lagi, baik itu untuk startup ataupun investor,” kata Nicko.

Nicko juga menambahkan bahwa putaran pendanaan ini baik untuk menarik good founder agar mau bergabung di batch berikutnya. Rata-rata follow-on funding juga disebutkan meningkat mencapai enam kali lipat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya empat kali lipat.

Sementara itu Head of Accelerator Program MDI Ventures Joshua Agusta mengungkapkan bahwa para alumni dari batch sebelumnya akan bergabung sebagai mentor untuk berbagi pengetahuan dan juga pengalaman mereka.

Joshua juga menambahkan bahwa pihaknya akan segera mengumumkan peserta yang berhak untuk mengikuti batch kedua program inkubasi dan akselerasi Indigo. Sebagai informasi, pada 12 Oktober 2016, Indigo mengumumkan ada 19 peserta yang berhasil masuk final pitching Creative Nation Batch II 2016.

Indigo Creative Nation merupakan program inkubasi dan akselerasi startup digital Telkom yang dikelola bersama dengan MDI. Startup peserta program ini akan menerima enam bulan dukungan inkubasi dan membuka akses ke pasar, bisnis, dan konsultan teknis.

Goers Umumkan Perolehan Investasi Pra-Seri A dari Mahaka Media

Startup jebolan Indonesia Next Apps 2.0 kompetisi yang diselenggarakan oleh Telkomsel dan Samsung, Goers, secara resmi mengumumkan perolehan investasi Pra-Seri A, dalam jumlah yang tidak disebutkan dari grup Mahaka Media. Sebelumnya Oktober tahun lalu Goers memperoleh seed funding dari sejumlah investor. Goers adalah startup binaan Indigo Incubator dan juga telah memperoleh pendanaan dari MDI Ventures.

Dalam rilis yang dikirimkan kepada DailySocial disebutkan perolehan pendanaan ini dilakukan untuk terus meningkatkan layanan konten dan memperluas pasar. Peresmian pendanaan ini dilakukan Goers tanggal 1 Agustus 2016 lalu.

Pendanaan ini disebutkan sangat strategis karena Mahaka membawahi sejumlah bisnis event yang bersinggungan dengan Goers, seperti Raja Karcis, Mahaka Sports and Entertainment, dan Alive! Indonesia. Hal ini tidak menutup kemungkinan peluang akuisisi di masa depan karena solusi Goers memudahkan layanan-layanan ini menjangkau lebih banyak konsumen, terutama kaum millenial.

CEO Goers Sammy Ramadhan dalam pernyataannya menyebutkan,” Strategic Partner adalah salah satu key success untuk dapat sustain dalam industri startup yang sangat competitive ini.”

Hingga kini Goers mengklaim telah memiliki 1200 kegiatan setiap bulannya dan memiliki 300 partnership dalam waktu kurang dari satu tahun. Dalam kesempatan terpisah, COO Goers Niki Tsuraya sempat mengungkapkan kepada DailySocial bahwa kalangan mahasiswa dengan beragam acara komunitasnya merupakan potensi yang saat ini tengah digali dan memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan.

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Pimpin Pendanaan untuk Layanan Pembayaran Singapura Red Dot Payment

MDI Ventures, perusahaan investasi milik Telkom, memimpin putaran investasi untuk pemimpin layanan pembayaran online Singapura Red Dot Payment. Pendanaan yang disebut bernilai total 7 digit ($1-9 juta atau 13 hingga 100-an miliar Rupiah) juga diikuti oleh grup investor terdahulu yang terdiri atas GMO Investment Partners Jepang, Wavemaker Partners, dan Co-Founder Skype Toivo Annus. Tujuan pendanaan ini untuk ekspansi regional dan merekrut anggota tim kunci untuk mendukung pertumbuhan eksponensial perusahaan.

Red Dot Payment yang didirikan tahun 2011 oleh mantan eksekutif Visa dan First Data, dengan Randy Tan sebagai CEO, kini juga telah memiliki operasional di Indonesia di Thailand. Mereka terakhir memperoleh pendanaan Seri A di tahun 2014 dari sejumlah investor yang sama.

Disebutkan bahwa fokus utama Red Dot Payment adalah membantu bisnis di sektor travel, charity, dan insurance. Di Indonesia, Red Dot Payment yang selama ini mengurusi pembayaran dengan Visa dan MasterCard, harus memahami kompleksnya sektor pembayaran yang harus mengakomodasi berbagai jenis pembayaran karena rendahnya kepemilikan kartu kredit.

Terhadap pendanaan ini, CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengatakan:

“Sektor payment gateway terus bertumbuh, seiring dengan peningkatan adopsi e-commerce dan transaksi online di kawasan [Asia Tenggara]. Tipe industri yang berbeda akan memerlukan solusi yang lebih fokus untuk kebutuhan spesifiknya. Red Dot Payment menyediakan keunggulan ini dengan teknologinya yang melayani pasar yang membutuhkan solusi yang spesifik. Kami akan terus berinvestasi di kategori online enabler seperti Red Dot Payment dalam waktu dekat.”

Dalam laporannya, DailySocial memprediksikan sektor fintech menjadi salah satu sektor primadona di tahun 2016 ini.

Mengenal Valuasi Startup dan Istilah “Unicorn”

Semenjak makin banyak startup Indonesia yang berhasil mendapat pendanaan dengan nilai yang sangat fantastis, istilah valuasi startup kencang didiskusikan oleh masyarakat. Lalu sebenarnya apa itu valuasi dan bagaimana cara melakukan kalkukasi untuk menentukan valuasi sebuah startup?

Singkatnya valuasi merupakan nilai dari suatu startup. Karena umumnya startup itu masih tergolong semi-enterprise, biasanya nilai valuasinya ditentukan berdasarkan peretujuan antara founder dengan investor. Tidak ada perhitungan yang saklek untuk menentukan valuasi.

Umumnya investor memiliki benchmark internal dan prosedur penghitungan valuasi, mulai dilihat dari kapabilitas founder/co-founder, produk yang dipasarkan, traksi pengguna hingga potensi produk tersebut ke depan.

Di sisi lain valuasi juga memerlukan pembuktian. Ketika ada yang bertanya “berapa nilai perusahaan tertentu?”, jawabannya harus merefleksikan komponen apa saja yang mampu dijadikan daftar dalam penentuan nilai tersebut. Menariknya startup di Indonesia sendiri memiliki proses yang unik, jadi antara satu dengan yang lainnya kadang memiliki pendekatan yang berbeda dalam melakukan perhitungan valuasi. Jumlah modal yang ditanamkan, jumlah investor, kekuatan produk dan kredibilitas founder terlibat besar di dalamnya.

Perhitungan valuasi paling mudah bisa dicontohkan dengan perhitungan modal awal dan suntikan dana investor. Misal sebuah startup memiliki nilai awal Rp 10 miliar, kemudian sebuah venture capital menambahkan pendanaan Rp 10 miliar, berarti valuasi startup menjadi Rp 20 miliar dengan kepemilikan saham 50% milik venture capital tersebut. Biasanya perhitungan ini akan berjalan jika startup memang sudah mapan berdiri dan apa yang diproduksi sudah jelas.

Namun pada praktiknya tak semudah itu untuk menghitung capaian valuasi. Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan:

“Untuk menentukan nilai valuasi dari sebuah startup sangat sulit sebenarnya. Dari sisi founder pasti merasa yang mereka kerjakan itu harganya tinggi sekali. Sementara dari investor, kita melihat kalau kita masuk di valuasi sekarang, di valuasi berapa kita bisa exit. Jadi valuasi pada saat investasi itu ditentukan nilai tengah dari ekspektasi investor dan founder.”

Willson menambahkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi valuasi startup sendiri adalah growth rate, setidaknya dengan persentase 30% MoM (Month-on-Month).

Perhitungan valuasi startup

Untuk menentukan nilai valuasi sendiri, satu startup dengan startup lainnya memang memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi nilai valuasi startup. Pertama adalah nilai yang ditentukan oleh pasar (umumnya diwakili oleh investor). Misalnya jika investor mengatakan bahwa startup X bernilai $5 juta, maka itulah nilai yang layak. Namun kadang founder merasa nilainya harus lebih tinggi, misalnya ternyata ada aset atau kekuatan dari talenta bisnis yang dihitung bernilai lebih, namun jika startup tidak bisa mengumpulkan uang dari aset itu senilai penilaian valuasi tadi, maka startup memang harus menerima penilaian pasar.

Startup sebenarnya juga punya hak untuk menentukan nilainya sendiri. Hal yang mungkin ditunjukkan untuk menyanggah nilai valuasi yang dinilai terlalu rendah bisa menggunakan perbandingan dan proyeksi keuangan. Perbandingan biasanya dilakukan dengan cara menilai kapabilitas dan laju perkembangan startup yang bermain di sektor sama di pangsa pasar yang sama. Bagaimana jangkauan produk, traksi pengguna hingga varian produk yang ada di dalamnya akan menjadi bagian penting dalam komparasi tersebut.

Yang kedua adalah proyeksi keuangan. Tak mudah memang melakukan memastikan angkanya, namun tren dan traksi pengguna yang ada dari waktu sebelumnya seharusnya dapat dijadikan acuan, terlebih untuk produk digital, maka proyeksi tersebut akan lebih mudah dianalisis juga didasarkan dengan upaya pemasaran yang akan dibubuhkan.

Cara yang paling mudah untuk menunjukkan valuasi tak lain adalah dengan menunjukkan profit bisnis. Menunjukkan kepada semua orang bahwa bisnis yang dijalankan mampu memberikan keuntungan yang fantastis. Ini pun menjadi tantangan untuk startup, karena rata-rata di fase awal fokus bisnis memang akan condong kepada akuisisi pengguna dan perluasan pangsa pasar. Untuk itu biasanya akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada berapa tahun yang diperlukan sehingga bisnis bisa menguntungkan? Membandingkan berapa banyak perusahaan sejenis dan perbandingannya dalam mencapai profit?

Pada dasarnya penentuan valuasi startup memang menjadi sebuah proses seni. Seperti pada sebuah lukisan, penilaian kadang didasarkan poin-poin yang sulit dikalkulasikan secara matematis.

Mengapa bisa mencapai level unicorn?

Setelah mengenal tentang valuasi, umumnya orang akan berdiskusi tentang unicorn, sebuah “gelar” yang diberikan kepada startup yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Di Indonesia sendiri memang belum banyak startup unicorn. Salah satu yang sering digadang-gadang adalah Tokopedia, Traveloka, dan Go-Jek. Pada putaran pendanaan terakhir, Go-Jek berhasil membekukan valuasi $1,3 miliar.

Lalu muncul pertanyaan, mengapa valuasi Go-Jek bisa mencapai angka tersebut? Apa saja yang mempengaruhinya? Untuk menjelaskan tentang hal tersebut, kami mencoba berdiskusi dengan CEO MDI Ventures Nicko Widjaja.

Nicko banyak menjelaskan tentang dinamika bisnis di pangsa pasar on-demand dan persaingan di sektor itu sendiri. Spesifik tentang pembahasan Go-Jek dan gelar unicorn-nya, Nicko juga menyampaikan bagaimana pandangan pasar dari kaca mata investor sehingga memberikan kepercayaan meningkatkan valuasi Go-Jek itu sendiri.

“Dengan Grab memperoleh pendanaan Seri F $600 juta (di waktu yang hampir sama dengan pendanaan Go-Jek), Go-Jek bersaing di pasar (on-demand lokal) yang belum jelas siapa pemimpin pasarnya. Saat ini penilaian didorong oleh market value. Didi memiliki valuasi $36 miliar, Uber $70 miliar, dan terakhir Uber Cina diakuisisi oleh Didi.”

Ia melanjutkan bahwa pada saat yang sama semua venture capital pendukung berinvestasi untuk mencari “killer” untuk pangsa pasar di wilayah tersebut. Nilai unik Go-Jek sebagai masa depan bisnisnya adalah revolusi layanan pembayaran dengan Go-Pay. Mereka tidak mematokkan diri sebagai pemain di sektor transportasi, tapi sebagai sebuah platform yang memberikan berbagai jasa layanan untuk kebutuhan sehari-hari melalui sistem on-demand.

“Menjadi investor di pasar berkembang di Asia Tenggara, berarti bahwa kita berinvestasi dalam ekosistem dan infrastruktur. Go-Jek telah memainkan peran penting dalam membangun ekosistem dan infrastruktur mereka untuk [membudayakan] masyarakat melek digital,” ujar Nicko.

aCommerce Umumkan Perolehan Pendanaan yang Dipimpin MDI Ventures

Hari ini (19/7) layanan e-commerce enabler asal Thailand aCommerce mengumumkan telah mendapatkan pendanaan baru yang dipimpin oleh MDI Ventures dengan nilai pendanaan diestimasi mencapai delapan digit dalam dolar Amerika Serikat. Investor sebelumnya, DKSH juga turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini diikuti oleh BlueSky. Dana ini akan digunakan untuk perluasan pasar secara agresif di Singapura, Malaysia, dan Vietnam bersamaan dengan memperkuat posisi di pasar yang sudah beroperasi seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina.

Co-Founder dan Grup CEO aCommerce Paul Srivorakul mengatakan, “Bermitra dengan MDI dan Grup Telkom, yang pada dasarnya adalah perpanjangan tangan teknologi pemerintah Indonesia, cocok dengan visi aCommerce untuk memecahkan tantangan e-commerce seperti infrastruktur, logistik, dan sistem pembayaran di pasar terbesar dan tercepat di Asia Tenggara.”

Managing Partner MDI Ventures Nicko Widjaja menambahkan, “Melalui investasi strategis kami di e-commerce enabler terkemuka Asia Tenggara, kami melihat peluang untuk menawarkan layanan digital dan perdagangan baru di seluruh ekosistem Telkom [dengan] memanfaatkan lebih dari 150 juta pelanggan [yang dimiliki Telkom].”

Di balik kesepakatan investasi

CEO aCommerce Indonesia Hadi Kuncoro mengungkapkan bahwa kesepakatan investasi ini berlangsung dengan cepat. Pertemuan antara MDI Ventures dan aCommerce yang berujung pada kesepakatan investasi ini diawali dari acara aCommerce yang digelar pada Januari 2016. Dari sana, setelah saling mengenal satu sama lain lebih jauh, kesepakatan pun berhasil dicapai.

Hadi mengatakan, “Dari sisi Telkom sendiri tentu ingin mencari diversifikasi model bisnis [dan] investasi ini fokus awalnya adalah logistik. Tapi ini akan berkembang. Dari sisi aCommerce sendiri, kami melihat Telkom punya infrastruktur yang cukup baik di seluruh Indonesia. Sebagai perpanjangan pemerintah di dunia telekomunikasi, tentu ini menjadi suatu peluang juga bagi aCommerce sendiri untuk membangun eksistensi model bisnis aCommerce dengan network infrastructure yang mereka miliki.”

Sementara itu Senior Associate MDI Ventures Kenneth Li menjelaskan, ”Alasan yang kami lihat [untuk berivestasi] adalah bahwa e-commerce belum melihat tanda-tanda melambat di Indonesia dan bagian dari pertumbuhan ini melibatkan infrastruktur yang mendukung bisnis e-commerce. Cina memiliki sekitar 9% penetrasi e-commerce, tetapi di Indonesia hanya sekitar 1%. Kami percaya bahwa semua infrastruktur pendukung pertumbuhan harus dibangun juga [logistik, pembayaran, dan lainnya].”

“Kami sudah memiliki marketplace [Blanja] yang merupakan perusahaan patungan dengan eBay yang berarti langkah logis selanjutnya adalah berinvestasi di pemain dan untuk mendukung e-commerce Indonesia. Telkom pemain di bidang infrastruktur dan kami fokus pada pembangunan mendukung ekosistem. Dalam hal kemitraan strategis, kami ingin bekerja sama erat dengan aCommerce untuk memperkuat logistik B2C dengan memanfaatkan properti Telkom yang ada dan infrastruktur logistik sekaligus juga mereplikasi model C2C mereka di Indonesia,” lanjutnya.

Rencana ke depan aCommerce Indonesia terkait pendanaan

Dana segar yang baru diterima aCommerce ini menurut Hadi juga akan berdampak pada rencana perluasan wilayah mereka di Indonesia. Di samping itu, Hadi juga mengungkap bahwa mereka akan menambah talenta-talenta baru seiring dengan perluasan wilayah yang dilakukan. Sebagai informasi, belum lama ini aCommerce Indonesia telah membuka fulfillment center baru di Cawang dan berencana untuk memperluas sayap ke 15 kota besar di Indonesia.

Di sisi lain, potensi untuk bersinergi dengan ILCS (Integrasi Logistik Cipta Solusi) juga telah didiskusikan. ILCS sendiri merupakan anak perusahaan Telkom yang bergerak di sektor logistik dan berdiri sejak tahun 2012 silam.

Kenneth mengatakan, “Untuk ILCS, apa yang kami lihat adalah bahwa aCommerce akan menjadi infrastruktur pendukung e-logistik perdagangan lintas batas. Kami berpikir bahwa dalam waktu dekat ini perdagangan lintas batas tidak akan terelakan karena ILCS bekerja sama dengan otoritas pelabuhan dan klien perusahaan besar kami yang lain.”

“Kami juga ingin mengintegrasikan sistem aCommerce dengan semua yang kami tawarkan melalui ILCS. Di sisi lain, kami juga bisa memperkuat aCommerce dengan pengetahuan lokal kami yang mendalam tentang distribusi pelabuhan, armada-pelacakan, optimasi rute, penyelesaian pelabuhan, dan lainnya. Kami melihat pasar yang besar yang bisa dimanfaatkan dalam hal e-logistik di B2B dan kami juga ingin menawarkan pilihan perusahaan klien kami untuk melakukan B2C logistik dengan aCommerce,” tandas Kenneth.

DScussion #57: MDI Ventures dan Strategi Inkubator Untuk Startup di Indonesia

Tahun 2016 sudah banyak startup yang mendapatkan pendanaan, mulai dari tahap seed hingga Seri A. Hal tersebut membuktikkan bahwa perkembangan startup ekosistem di Indonesia semakin menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Dalam DScussion edisi kali ini CEO MDI Ventures Nicko Widjaja juga menjelaskan seperti apa peranan inkubator startup di Indonesia dan strategi apa yang baiknya dilancarkan untuk menghasilkan startup terbaik dan berkualitas.

Simak diskusi lengkapnya berikut ini.

DScussion #56: MDI Ventures dan Peranan CVC Mendukung Ekosistem Startup di Indonesia

Dalam DScussion edisi kali ini, CEO DailySocial Rama Mamuaya berbincang-bincang dengan CEO MDI Ventures Nicko Widjaja. Sebagai salah satu Corporate Venture Capital (CVC) pertama di Indonesia, MDI Ventures memiliki komitmen untuk membentuk ekosistem startup di Indonesia.

Nicko mencoba menjelaskan perbedaan CVC dan institutional venture capital secara umum, tren CVC di masa mendatang, dan apakah CVC atau Institutional VC yang cocok untuk pendanaan sebuah startup.

Simak perbincangan lengkapnya berikut ini:

Telkom Berangkatkan Startup Terbaik Indigo Incubator ke Silicon Valley

Telkom telah memberangkatkan sejumlah startup binaan Indigo Incubator ke Silicon Valley, Amerika Serikat. Melalui program immersion, Telkom mendayagunakan koneksi yang dibangun Telkom Group melalui MDI Ventures memberangkatkan beberapa perwakilan dari startup terbaik di Indigo untuk terbang ke Amerika Serikat bertemu dengan startup yang sudah mendunia seperti Uber, Facebook, Apple dan Google, dan juga venture capital KPCB.

Programm immersion yang berlangsung tanggal 9 sampai 16 April tersebut memberangkatkan perwakilan dari tiga startup di Indigo Incubator, masing-masing adalah Kakatu (aplikasi parental control), AMTISS (aplikasi asset tracking management), dan Goers (aplikasi event discovery dan management).

Di Amerika Serikat, Niki Tsuraya Yaumi (COO) dan Anselmus Kurniawan (CTO) dari Goers, Muhammad Nur Awaludin (CEO) dari Kakatu, dan Ivan Faizal Gautama (CEO) dari AMTISS akan diajak untuk mengikuti mentorship lebih dalam dari founder startup yang akan memberikan wawasan global kepada startup terbaik.

“Kesuksesan inovasi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan untuk membuat produk. Namun, juga bagaimana Telkom mampu mengelola talenta sebagai insan yang berkreasi dan melahirkan produk yang bermanfaat,” ujar Deputi EGM Coherence dan Innovation Management Digital Service Division Telkom Ery Punta dalam siaran persnya.

Tak hanya mentoring, dalam kunjungan ke Silicon Valley ini perwakilan startup Indigo akan mengikuti F8 Conference, sebuah acara developer tahunan yang diadakan Facebook. Pelatihan product management & growth oleh Uber, bertemu dengan komunitas developer Apple dan Google, dan juga mendapatkan wawasan terkait tren pendanaan startup oleh Kleiner Perkins Caufield & Byers (KPCB), sebagai salah satu venture capital terkenal di Silicon Valley.

Indigo Creative Nation merupakan program inkubasi dan akselerasi startup digital Telkom yang dikelola bersama dengan MDI. Startup peserta program ini akan menerima enam bulan dukungan inkubasi dan membuka akses ke pasar, bisnis, dan konsultan teknis.

Sebelumnya, dalam rangka ingin melahirkan startup terbaik dan turut serta menumbuhkan ekosistem startup Indonesia Telkom telah menyiapkan dana tak kurang dari 300 miliar Rupiah untuk diberikan ke startup terpilih melalui MDI Ventures. Kabarnya tahun ini ada sekitar 10 sampai 15 startup yang ditargetkan akan mendapat pendanaan tersebut.