Nikkei Announces Major Share Acquisition of Investment News Portal DealStreetAsia

Nikkei Inc, also known as the owner of Financial Times (FT) portal and Nikkei Asian Review, today (4/26) announces acquisition over DealStreetAsia’s major shares. The agreement is to provide flexibility for Nikkei Group to expand network coverage related to the startup ecosystem and tech industry in Asia.

The acquisition leaves minor shares for Mint, an India-based business media as the previous investors. While the other, including SPH Ventures, North Base Media, Aplha JWC, Ozi Amanat’s K2 VC, SGAN, Vijay Shekhar Sharma, and Jim Rogers decided to exit.

DealStreetAsia is a Singapore-based media startup focused on news related to private equity and venture capital – including information of startup business and funding in Southeast Asia and India.

“I’m glad to welcome DealStreetAsia into Nikkei Group. We’re to expand network together of the rising technology landscape and startup in Asia focusing on editorial development and Nikkei Asian Review as the leading product in our global strategy,” Nikkei Inc’s President & CEO, Naotoshi Okada said.

The acquisition seems like Nikkei’s strategy to expand coverage. In March 2019, they also announced a major share acquisition over The Next Web. FT itself was an acquisition result in 2015.

“Joining Nikkei will help us accelerate mission to help PE-VC industry and dealmakers to understand the megatrend changes in this sector. As our coverage expands across Asia, we look forward for further collaboration with various publication and other Nikkei’s business groups, such as FT, Nikkei Asian Review, and ScoutAsia.” DealStreetAsia’s Founder & Editor in Chief, Joji Thomas Philip said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Nikkei Umumkan Akuisisi Saham Mayoritas Portal Berita Investasi DealStreetAsia

Nikkei Inc atau yang lebih dikenal sebagai pemilik portal Financial Times (FT) dan Nikkei Asian Review, hari ini (26/4) mengumumkan akuisisinya terhadap mayoritas saham DealStreetAsia. Kesepakatan tersebut dinilai akan memberikan keleluasaan bagi Nikkei Group memperluas jangkauan liputan terkait ekosistem startup dan industri teknologi di Asia.

Adanya akuisisi ini masih menyisakan saham minoritas untuk Mint, media bisnis dari India yang menjadi investor sebelumnya. Sementara investor lainnya, meliputi SPH Ventures, North Base Media, Aplha JWC, Ozi Amanat’s K2 VC, SGAN, Vijay Shekhar Sharma, dan Jim Rogers memutuskan untuk exit.

DealStreetAsia merupakan startup media berbasis di Singapura yang fokus memberitakan terkait private equity dan venture capital — termasuk informasi tentang pendanaan dan bisnis startup di Asia Tenggara dan India.

“Saya menyambut dengan gembira bergabungnya DealStreetAsia ke dalam Nikkei Group. Kami akan bersama-sama memperluas liputan terkait lanskap teknologi dan startup di Asia yang terus berkembang dengan pesat, dengan fokus pada pengembangan editorial dari Nikkei Asian Review yang merupakan produk unggulan dalam strategi global kami,” sambut Presiden & CEO Nikkei Inc Naotoshi Okada.

Tampaknya akuisisi menjadi salah satu strategi perluasan cakupan Nikkei. Pasalnya pada bulan Maret 2019 lalu, pihaknya juga mengumumkan telah mengakuisisi mayoritas saham milik portal The Next Web. FT pun hasil dari proses akuisisi yang dilakukan pada tahun 2015.

“Bergabung dengan Nikkei akan membantu kami dalam melakukan akselerasi misi dalam membantu industri PE-VC serta dealmakers untuk memahami perubahan megatren pada sektor ini. Seiring dengan ekspansi liputan kami di penjuru Asia, kami menantikan kolaborasi lebih lanjut dengan berbagai bentuk publikasi serta kelompok usaha Nikkei yang lain, seperti FT, Nikkei Asian Review, dan scoutAsia,” ujar Founder & Editor in Chief DealStreetAsia Joji Thomas Philip.

CT Corp is Reportedly to Finalize the Acquisition Over Female Daily Network

The first time it was covered by DealStreetAsia, DailySocial aware that CT Corp is to finalize the acquisition process of the women focused media, Female Daily Network. The service will work independently while the founders stay and hold the minor shares. The Co-Founder, Affi Assegaf had previously resigned from the management due to personal issue.

According to a source, Female Daily Network has been looking for strategic partners to support the company’s plans since last year, particularly to enter the related e-commerce industry.

CT Corp has Trans Media (in charge of Detikcom, CNN Indonesia, and CNBC Indonesia) and Trans Fashion (which owns such brands as Aigner, Tods, Jimmy Choo, and Furla) suitable with the vision.

The company has received a million dollar funding in 2014 from Ideosource, SMDV, and Convergence Ventures. In its journey, Female Daily Network has acquired mobile tech consultant, J-Technologies to support its product solutions.

In the previous interview with DailySocial, Hanifa Ambadar as the CEO said, “We are now having around two million users. In line with our commitment to focus on 99% beauty related information since 2014, the number is predicted to increase along the way.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CT Corp Dikabarkan Segera Selesaikan Akuisisi Terhadap Female Daily Network

Pertama kali diangkat oleh DealStreetAsia, DailySocial memahami bahwa CT Corp segera menyelesaikan proses akuisisi terhadap layanan media yang fokus ke audience perempuan Female Daily Network. Layanan akan tetap beroperasi secara independen, sementara para pendiri akan tetap berada di perusahaan dan memegang saham minoritas. Co-Founder Affi Assegaf sebelumnya sudah keluar dari jajaran manajemen karena urusan pribadi.

Female Daily Network, menurut sumber kami, sejak tahun lalu memang mencari mitra strategis untuk mendukung rencana-rencana perusahaan, terutama masuk ke industri e-commerce yang bersesuaian.

CT Corp memiliki Trans Media (yang membawahi Detikcom, CNN Indonesia, dan CNBC Indonesia) dan Trans Fashion (yang memiliki brand seperti Aigner, Tods, Jimmy Choo, dan Furla) yang disebut cocok dengan visi tersebut.

Perusahaan telah memperoleh pendanaan satu juta dollar di tahun 2014 dari Ideosource, SMDV, dan Convergence Ventures. Dalam perjalanannya, Female Daily Network telah mengakuisisi konsultan teknologi mobile J-Technologies untuk mendukung solusi produknya.

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial, CEO Hanifa Ambadar mengatakan, “Saat ini kami sudah memiliki sekitar dua juta pengguna. Sesuai dengan komitmen kita yang fokus kepada informasi seputar dunia kecantikan sebanyak 99% sejak tahun 2014, diperkirakan jumlah pengguna kami akan makin bertambah.”

Application Information Will Show Up Here

Platform Media Busana dan Gaya Hidup “The Shonet” Umumkan Pendanaan Awal dari Maloekoe Ventures

The Shonet (akronim dari “Shopping Network”) merupakan platform media sosial yang fokus pada konten busana, kecantikan, dan gaya hidup di Indonesia. Baru-baru ini startup tersebut mendapatkan pendanaan awal (seed funding) dari Maloekoe Ventures. Tidak disebutkan detail nilai pendanaan. Rencananya modal tambahan tersebut akan digunakan untuk meningkatkan teknologi, pemasaran, dan tim.

Melalui layanannya, The Shonet ingin menyatukan semua pihak yang terlibat dalam tren busana, mulai dari pakar, jurnalis, dan penikmat sehingga dapat saling berbagi dan menginspirasi. Merek atau pengusung busana pada akhirnya dapat turut menjual atau mengiklankan produknya melalui platform tersebut. Konten The Shonet saat ini juga sudah diintegrasikan dengan beberapa aplikasi, termasuk Grab Daily dan Line Today.

Startup ini didirikan oleh Elisabeth Kurniawan bersama dengan Erick Soedjasa dan beberapa pakar lain di dunia media. Elisabeth sendiri sebelumnya bekerja untuk beberapa merek busana internasional seperti Cartier, Van Cleef & Arpels, dan Saint Laurent. Ia juga menjadi salah satu sosok pendiri portal Popbela.com, media khusus perempuan di jaringan IDN Media.

Selain itu The Shonet juga diperkuat jajaran direksi, termasuk Bing Chen mantan Global Head of Creator Development & Management YouTube, yang akan membantu merancang dan memberi arahan berkaitan dengan pengembangan ekosistem influencer di platform.

“Bersama The Shonet kita akan mendefinisikan kembali kultur masa depan dan komersialisasi busana, kecantikan, dan gaya hidup di wilayah Asia Tenggara,” ujar Elisabeth yang juga menjabat sebagai CEO.

Mengenai pendanaan yang diberikan, Managing Partner Maloekoe Ventures Andrien Gheur mengatakan, The Shonet menghadirkan platform unik yang dapat memberdayakan influencer dan konsumen penggemar dunia busana, sembari memungkinkan merek dan pengiklan untuk mencapai target pasar secara spesifik. Platform ini juga didesain untuk mengakomodasi kebutuhan milenial dan gen Z dalam menemukan informasi berkaitan dengan tren busana.

Indonesia saat ini diperkirakan memiliki 43 pengguna internet aktif dari kalangan milenial dan gen Z. Demografi pengguna tersebut diprediksi akan menghasilkan pendapatan dari pembelian online hingga $16,5 miliar di tahun 2021 mendatang. Kategori utama yang paling diminati ialah terkait busana dan gaya hidup. Peluang tersebut yang ingin digali lebih dalam oleh The Shonet.

kumparan Luncurkan 36 Media Daerah dari Program “1001 Start Up Media Online”

Platform media online kumparan baru saja meresmikan tahapan pra-inkubasi untuk 36 media online daerah yang tergabung dalam program “kumparan 1001 Start Up Media Online”. Program tersebut diinisiasi untuk membantu pendirian, pengelolaan, dan peningkatan media online di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam program yang seleksinya berlangsung pada tahun 2018 tersebut, kumparan menerima 1700 proposal pendirian media dari berbagai wilayah di Indonesia. Peserta yang terpilih dibina selama seminggu penuh untuk mendapatkan pembekalan jurnalistik, pengelolaan konten, pemahaman media sosial, strategi komersial, dan tata kelola perusahaan.

“Idealisme kita adalah membangun Indonesia hingga bisnis digital itu bisa bangkit di daerah-daerah,” kata Pemimpin Redaksi kumparan Arifin Asydhad.

Pasca program ini, para peserta terpilih akan mulai menjalankan kanal medianya yang dipublikasikan di platform kumparan. Rata-rata akan fokus pada liputan isu dan berita di daerahnya. Layaknya startup, peserta terpilih di tiap daerah diberi “kebebasan” untuk berkreativitas dalam membangun konten.

“Yang bisa kami sampaikan adalah kerja sama dijalin dengan konsep saling mendukung dan saling memberi manfaat satu sama lain,” ujar tim kumparan ketika ditanya soal apakah ada equity ownership yang diberikan untuk ‘startup’ terpilih.

Kami juga menanyakan, jika sebelumnya startup media tersebut sudah memiliki situs atau kanal medianya sendiri, pendekatan apa yang disarankan oleh pihak kumparan.

“Semua partner 1001 media tidak perlu membuat kanal medianya sendiri. Cukup memanfaatkan platform kumparan untuk mendistribusikan konten. Excellent in technology merupakan peran kumparan untuk mendukung media daerah memaksimalkan potensinya,” lanjutnya.

Selain memberikan pembekalan berupa ilmu, ada modal berupa uang tunai yang diberikan untuk masing-masing peserta terpilih. Diharapkan ke depannya ‘startup’ tadi dapat hidup dengan model bisnis yang diterapkan — tentu dengan peran serta kumparan.

“Kami percaya, bisnis media harus diawali dengan konten yang berkualitas. Itulah fokus utama kami saat ini. Mendampingi pengelolaan partner agar excellent in journalism. Selanjutnya dari sisi bisnis, dengan melakukan pendampingan dan transfer of knowledge terkait bisnis digital, termasuk membuka kesempatan dan akses untuk berkolaborasi dengan jaringan yang dimiliki oleh kumparan.”

Bagi kumparan, program 1001 startup media memudahkannya untuk menyajikan konten berkualitas dari daerah. Ke-36 media online yang terpilih berasal dari 34 provinsi di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Transformasi Kaskus: Seribu Cara Ajak “Kaskuser” Kembali

Mungkin hampir semua anak generasi 90-an atau awal 2000-an tahu betul Kaskus itu apa dan pasti pernah mengaksesnya. Entah iseng-iseng ingin baca sesuatu atau dapat artikel rekomendasi dari teman.

Mengingat Kaskus itu seperti sedang bernostalgia. Segala topik bisa dibahas di sana. Yang paling saya ingat itu konten yang bermuatan jenaka namun informatif. Kaskuser sungguh kreatif dalam membuat tulisan.

Memang, konsep artikel UGC (user generated content) pada waktu itu memang belum banyak tersedia, sehingga belum ada alternatif portal lain yang bisa diakses anak muda. Baik itu portal berita atau forum lain sebesar Kaskus.

Jual-beli barang bisa terjadi lewat Forum Jual Beli. Belum ada Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee dengan promo ongkos gratisnya yang tak kunjung usai itu. Cari barang yang mau dijual, pasang harga, dan tak lupa memasukkan pesan “Nego halus, yang keterlaluan di lempar bata ya.”

Kalau mau cari barang pun bisa pasang thread. Tak perlu capek-capek cari lapak, ketika thread sudah jadi tak lama pasti ada yang kirim pesan atau langsung SMS. Nego harga saja, janjian lokasi dengan penjual, barang pun diterima.

Tampilan Kaskus di 2012 / Kaskus
Tampilan Kaskus di 2012 / Kaskus

Belum banyaknya opsi yang bisa dipilih oleh Kaskuser, entah itu mengakses informasi dan transaksi barang, menjadikan Kaskus sebagai primadona. Apa-apa harus lewat Kaskus.

Ingat betul di benak saya, saat pulang sekolah iseng-iseng ke warnet cuma buat nge-Kaskus saja, lalu membuka semua tab yang masuk Hot Thread, sembari memasang lagu dari aplikasi Winamp yang selalu siap di PC warnet.

Setelah semua tab terbaca, saya mengklik thread rekomendasi dari Kaskuser yang biasanya dipamerkan di bagian bawah. Tak lupa baca beberapa respons dari Kaskuser. Kebiasaan ini saya lakukan sampai duduk di bangku sekolah. Saat handphone sudah sedikit canggih, saya perlahan beralih ke situs mobile.

Sempat beberapa kali saya beli dan jual barang lewat FJB. Kebanyakan produk elektronik, seperti handphone, tablet, mouse, keyboard, laptop, sampai kamera. Selama transaksi di FJB syukurnya belum pernah mengalami kejadian buruk.

ID Kaskus saya ternyata dibuat sejak 2010. Namun tak satupun thread pernah saya buat, alias silent reader. Hampir jarang sekali meninggalkan komentar dari setiap thread yang saya baca. Bahkan kemarin saya cek status ID Kaskus masih “newbie“.

Minim gebrakan inovasi sampai hinggapnya konten politik

Perayaan hari jadi Kaskus ke 15 pada 2014 lalu / Kaskus
Perayaan hari jadi Kaskus ke 15 pada 2014 lalu / Kaskus

Sedari awal Kaskus berdiri memang hanya fokus ke konten tulisan karena ingin menempatkan diri sebagai forum diskusi. Tampilan UI/UX terus dipermak demi menyesuaikan pembaca dan perkembangan zaman.

Setiap kali Kaskus melakukan pembaruan tampilan, selalu ada pro-kontra. Dalam pembaruan tampilan yang diumumkan Kaskus baru-baru ini, seorang Kaskuser menyebut, pembaruan layout, engine atau lainnya tidak diperlukan karena esensi terpenting dari Kaskus adalah kesederhanaannya sebagai forum diskusi, tidak terlalu banyak tombol sebab dia menganggap itu membingungkan.

Produksi konten tulisan dirasa semakin tertantang karena makin maraknya portal berita yang memiliki konsep UGC, platform media sosial, dan messaging. Jangan lupakan faktor smartphone dan dukungan jaringan data yang harganya semakin terjangkau.

Semuanya mengubah gaya hidup manusia dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Perubahan yang cepat ini membuat Kaskus seolah hilang arah. Mau mengikuti platform A, B, dan C, bagaimana cara agar tetap menjadi role model bagi setiap perusahaan digital.

Pengalaman kesusahan mencari konten original saya rasakan sendiri. Setelah vakum sekian tahun, belakangan ini saya iseng buka Kaskus. Kalau di cek thread berdasarkan “Lagi Ngetop” kebanyakan bermuatan politik. Algoritmanya terasa kacau.

Sekalinya menemukan konten yang menarik, ternyata hasil saduran dari portal media lain. Ekspektasi saya untuk mendapatkan konten yang menghibur kini sulit ditemukan di Kaskus. Berbeda dengan sebelumnya, cukup cek Hot Thread saja, sudah dijamin kontennya menarik dan original.

Thread paling fenomenal yang pernah dibuat di Kaskus adalah cerita bersambung Keluarga Tak Kasat Mata pada 2016 dan sudah dibuat versi film setahun berikutnya. Konten ini berhasil menarik lebih dari 13,8 juta Kaskuser dan mendapat lebih dari 7.600 komentar. Menobatkan thread ini paling banyak dibaca Kaskuser.

Inovasi yang dilakukan Kaskus, belum ada yang begitu drastis. Masih sebatas pengembangan dari produk yang sudah ada. Salah seorang Kaskuser beranggapan, sejak 2014 Kaskus mulai ditemukan konten berbau politik yang membuat dia jadi malas untuk kembali lantaran perdebatannya dianggap sudah tidak sehat. Komentar ini ditanggapi serius Kaskuser lainnya dengan menandai tahun tersebut adalah era kemunduran Kaskus.

Bila dilihat dari timeline-nya, mulai dari tahun 2015 hingga 2016, Kaskus membuat fitur-fitur yang secara halus mencegah Kaskuser beralih ke platform lain. Misalnya, Kaskus Plus untuk membership premium, aplikasi Jual Beli, Kaskus Chat, menyempurnakan FJB dengan KasPay, KasAds, BranKas, dan titik akhirnya menginisiasi Kaskus Networks untuk “menambal” kekosongan konten.

Upaya terus dilanjutkan sampai tahun 2017 ditandai lewat peluncuran Kaskus Creator untuk mendorong Kaskuser menghasilkan uang lewat konten yang mereka produksi. Kaskus beralih untuk berpartisipasi untuk pendanaan di ProPS yang bermuara pada terpilihnya eks Founder & CEO ProPS Edi Taslim menjadi CEO Kaskus.

Rekam jejak Kaskus untuk menambah portofolio tidak hanya berhenti di Garasi.id saja, diteruskan ke Prosa.ai dan KontrakHukum. Di masa kepemimpinan Edi, Kaskus akhirnya terjun ke konten video dan suara lewat kehadiran Kaskus TV dan Podcast.

Kepada DailySocial, CEO Kaskus Edi Taslim berpendapat kehadiran dua produk ini adalah upaya Kaskus agar tetap relevan namun tetap konsisten dalam menyorot kekuatan konten yang dimiliki.

“Harapannya, ketiga channel yang kami hadirkan ini bisa menjadi kekuatan dan diferensiasi dari Kaskus, juga memenuhi kebutuhan diskusi dan interasksi dari komunitas akan minat dan hobi,” kata dia.

Sementara terkait investasi ke Prosa.ai dan KontrakHukum, Edi menuturkan Kaskus dan Prosa.ai masih dalam proses pengembangan untuk mengaplikasikan Prosa Text untuk filtering konten hoax di Forum Kaskus. Diharapkan dapat segera diterapkan dalam waktu dekat.

Menurut saya, antisipasi ini bisa dikatakan terlambat namun juga tidak. Sebab Podcast ini masih jadi barang baru buat orang Indonesia dalam mengonsumsi informasi. Kaskus punya peluang di situ.

Namun kebiasaan orang Indonesia untuk mengonsumsi video itu sudah mulai terbentuk sejak YouTube hadir dan semakin dipertegas lewat berbagai platform media sosial kenamaan lainnya. Apalagi konten kreator di YouTube makin menjamur jauh sebelum Kaskus TV hadir.

Saya sendiri sudah mencoba jajal Kaskus TV dan Podcast. Secara impresi, saya lebih menyukai Kaskus Podcast karena sudah terpasang sebagai widget di situs utama Kaskus dan tidak autoplay. Kontennya pun original dan menarik karena diambil dari thread yang diunggah di Kaskus.

Beda halnya dengan Kaskus TV, video dibuat autoplay sehingga memberi kesan Kaskuser dipaksa untuk menontonnya. Satu-satunya opsi yang tersedia adalah pause video secara manual dan membiarkan video buffer dengan sendirinya.

Opsi ini tentu saja merugikan buat para Kaskuser dengan kuota data yang terbatas dan mengurangi impresi buat Kaskus TV. Dilihat dari konten, menurut saya tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa orang-orang konsumsi di YouTube. Meski diklaim teknologi yang dipakai mencegah orang untuk melakukan pembajakan, tapi tetap saja butuh waktu untuk Kaskus TV mendapatkan timing-nya.

Lagi-lagi karena terlambat melihat peluang, Kaskus kehilangan timing. Sebelumnya menurut banyak orang, termasuk saya, Kaskus punya peluang besar untuk membesarkan FJB. Lihat sekarang bagaimana FJB, reputasinya sudah jeblok.

Edi mengklaim, sejak Kaskus TV diluncurkan pada September 2018 telah tembus 1,3 juta unique viewers. Angka ini melampaui target 1 juta unique viewers yang dia sebutkan saat peluncuran perdana. Kaskus TV memiliki delapan program original dan bekerja sama dengan lebih dari 30 partner menghasilkan 720 ragam video.

Sementara untuk Kaskus Podcast, ada enam program original dan bekerja sama dengan enam podcast partner. Pihaknya menyediakan studio podcast untuk memfasilitasi komunitas atau kerja sama program ke depannya.

Posisi merosot

Peringkat Kaskus di Alexa (15) dan SimilarWeb (25) terasa merosot jauh dari peringkat 10 besar di Indonesia, per Desember 2018. Dengan IDN Media (peringkat 13 menurut Alexa), notabenenya termasuk media UGC yang baru lahir, Kaskus sudah kebobolan.

Namun bila melihatnya sebagai forum komunitas online, digdaya Kaskus memang belum bisa terkalahkan di Indonesia selama 19 tahun berdiri. Menurut SimilarWeb, Kaskus memiliki total kunjungan 53,76 juta naik 8,36%. Rata-rata lama kunjungan 4:50 menit dan bounce rate 64,9%. Kaskuser membaca sekitar 2,92 halaman per kunjungan.

Dari data internal Kaskus,  saat ini Kaskuser terdaftar mencapai 10,4 juta, sementara jumlah pengunjung aktifnya lebih dari 26 juta per bulan. Konten UGC yang diproduksi jumlahnya tiap tahun mencapai 1,5 juta thread.

Edi menyebut konten yang saat ini menarik bagi Kaskuser maupun non Kaskuser adalah thread yang berasal dari forum The Lounge yang umumnya membahas isu atau tren terkini. Lalu ada thread dari forum Berita & Politik, Stories form The Heart, Kendaraan Roda 4, Dunia Kerja & Profesi, Android, Lowongan Pekerjaan, Supernatural, dan Lounge Video.

Saya yakin, seluruh angka ini bukan menjadi kebanggaan karena di era kejayaannya Kaskuser rela berjam-jam mengakses Kaskus saja. Semakin rendah bounce rate, tentu akan semakin bagus buat situs karena konten yang diproduksi dibaca oleh banyak orang.

Ada salah satu Kaskuser yang saya temukan membuat thread soal perubahan Kaskus dari masa ke masa. Pada Juni 2011, Kaskus masuk ke dalam jajaran 10 besar situs yang paling banyak dikunjungi menggunakan Opera Mini. Unggahan lainnya, memperlihatkan pada Agustus 2015 Kaskus masih masuk ke posisi ke 7 di Alexa, lalu pada awal bulan tersebut melorot ke 8.

Grafik Kaskus menurut Alexa
Grafik Kaskus menurut Alexa

Apabila Kaskus TV dan Kaskus Podcast dalam waktu dekat belum bisa memberi sumbangsih kepada perusahaan. Artinya Kaskus harus putar otak lagi untuk mengembalikan kejayaannya. Mengadakan kompetisi dengan komunitas, seperti Kaskus Battleground untuk gaet industri e-sport, atau gelaran acara musik yang belakangan ini giat dilakukan, belum maksimal buat mendongkrak posisi Kaskus sebagai forum komunitas online.

Saya menangkap beberapa komentar dari Kaskuser menuding penurunan ini karena Kaskus terlalu sering mengubah template, padahal menurutnya hal ini membuat Kaskus kehilangan ciri khas. Berikutnya admin Kaskus yang dianggap terlalu kaku karena sering ban pengguna, tidak seperti dulu yang sangat berbaur. Apalagi saat ada masukan dari Kaskuser, jawaban dari moderator dinilai template.

Kehadiran iklan yang terlalu banyak akhirnya dianggap mengganggu karena Kaskuser menganggap Kaskus terlalu profit-oriented. Padahal kasarnya, sebagai perusahaan, Kaskus memang harus melakukan monetisasi demi menghidupi karyawannya. Namun cara yang diambil kurang berkenan bagi para Kaskuser.

Menentukan posisi

Posisi Kaskus berhadapan keras di dua area, media/media sosial dan iklan baris (classified ads). Seolah-olah menjadi pisau bermata dua, harus betul-betul tahu memposisikan diri agar Kaskus tetap eksis.

Sebelum Edi, posisi CEO Kaskus sempat kosong pasca hengkangnya Ken Dean di 2016. Saat itu, secara interim kepemimpinan dipegang On Lee yang sekaligus CTO baik di Kaskus maupun GDP Venture. Andrew Darwis kini menempati posisi Founder dan CCO.

Dalam suatu wawancara, Edi pernah mengatakan, sebagai CEO ia akan memfokuskan Kaskus kepada khittahnya sebagai forum komunitas online dengan mengedepankan unsur diskusi.

Kiprah Edi di industri media, terutama membangun Kompas Gramedia Group, majalah tekno Chip, Kompas.com, dan pencapaiannya lainnya tidak perlu diragukan lagi bisa menjadi bekal yang cukup buat Kaskus. Di bawah kepemimpinannya, saya berharap Kaskus bisa lebih agresif untuk berinovasi dan tidak lagi mandeg.

Sering-sering duduk bersama dengan Kaskuser dan membicarakan masa depan mungkin bisa mengembalikan kiprah Kaskus. Toh, keluhan Kaskuser yang diluapkan lewat thread banyak yang menginginkan manajemen untuk ngariung ngobrol bareng.

Kaskus saat ini masih bisa hidup karena dukungan Kaskuser. Jangan sampai posisi Kaskus semakin terjungkal, sampai akhirnya tinggal kenangan.

Application Information Will Show Up Here

Google dan WordPress.com Bersinergi Mengembangkan Platform Penerbitan, Newspack

Media lokal menghadapi tantangan globalisasi yang sangat keras. Jika tidak segera mengikuti perkembangan zaman yang sudah serba digital, hanya soal waktu bagi mereka untuk mendeklarasikan penutupan operasional.

Tapi Google News Initiative dan Automattic – perusahaan yang membawahi WordPress.com – tak rela menyaksikan para jurnalis lokal kehilangan semangat atau bahkan mata pencaharian. Bersinergi bersama, keduanya menciptakan platform baru yang dinamai Newspack.

Selama beberapa tahun terakhir, Google telah menegaskan betapa pentingnya jurnalisme bagi perusahaan. Google News Initiative berkomitmen terus memberikan dukungan kepada mereka dengan menyediakan dana dan membangun fitur baru yang dioptimalkan untuk penerbit. Proyek terbaru ini secara khusus difokuskan untuk media berita lokal.

Tak tanggung-tanggung ada dana sebesar $2,4 juta untuk menjadi nafas bagi proyek ini yang berasal dari beberapa nama, antara lain Lenfest Institute for Journalism ($ 400.000), ConsenSys ($350.000), dan Yayasan John S. dan James L. Knight ($ 250.000). Sumber lain yang belum disebutkan namanya diperkirakan memberikan tambahan $200.000 akhir bulan ini.

Newspack merupakan sistem penerbitan yang cepat, aman, dan murah yang dibuat khusus untuk kebutuhan ruang redaksi skala kecil. Alat penerbitan baru ini disebut tersedia untuk penerbit secara global di akhir tahun ini.

“Jurnalis harus menulis cerita dan meliput apa yang terjadi di komunitas mereka, bukan malah memikirkan tentang merancang situs web, mengonfigurasi CMS, atau membangun sistem perdagangan.”

Dengan Newspack, penerbit nantinya memperoleh akses ke seluruh plugin yang diciptakan oleh WordPress atau yang terintegrasi di dalamnya. Akan tetapi rincian tentang apa yang bisa dilakukan di platform Newspack masih belum benar-benar terlihat. Tapi Automattic mengklaim akan menggabungkan “praktik editorial dan bisnis terbaik” dari seluruh industri penerbitan.

Platform Newspack itu sendiri masih dalam mode pilot, dan belum akan diluncurkan sampai Juli 2019. Namun hingga saat ini permintaan sudah berdatangan dari berbagai media publikasi. Automattic sendiri mengatakan bakal memprioritaskan media yang sebelumnya sudah menunjukkan kesuksesan editorial dan finansial, meskipun startup berita yang masih hijau juga akan dipertimbangkan jika mereka memiliki rencana bagus.

Sumber berita Google.

IDN Media Receives Series C Funding Led by EV Growth

IDN Media today (08/1) has announced the series C funding led by EV Growth – a joint venture capital of East Ventures, Sinar Mas, and Yahoo! Japan; special for advanced funding. Participated also in this round True Digital & Meria Platform (part of Charoen Pokphand group, Thailand) and LINE Ventures. The nominal hasn’t been informed.

The additional funding is to be allocated to fasten the platform development with “nationwide hyperlocal” strategy, to boost product / technology offering, and explore the acquisition / strategic partnership. In terms of strategic partnership, IDN Media provides seed funding to Cetaku startup and collaborates with Rappler Indonesia.

Winston Utomo, IDN Media’s Founder & CEO said the series C funding is a beginning to realize the long-term vision.

“The series C funding is a crucial event in our journey. A mission to be the voice of millennials and gen Z is our current homework. We’ll keep working hard to be a company which brings positive impact in public,” he said.

William Utomo, as the other founder and also IDN Media’s COO stated the rapid business growth, supported by reliable team.

“In terms of business, we’ve been partnered with more than 2000 brands in the last 12 months to help business development by connecting them to our audience. We’ll keep improving the technology / product offering,” he added.

Winston and William Utomo, IDN Media's Founders / IDN Media
Winston and William Utomo, IDN Media’s Founders / IDN Media

IDN Media was founded in June 8th, 2014 in Surabaya by Utomo brothers. They currently operating five business units consist of four digital media (IDN Times, Popbela, Popmama, and Yummy) with three business agency (IDN Creative, IDN Event, and IDN Creator Network).

Wilson Cuaca, Managing Partner EV Growth said, “I know IDN Media will grow into a big company since I met Winston and William for the first time. They’re not only have vision but also strong in implementation and operation. They have a great and loyal user base, and the most important one, they’ve created a healthy and sustainable business.

Kay Lim, Head of LINE Ventures also performed a speech. He appreciates IDN Media’s significant growth in such short time. He believes, along with LINE and other partners, IDN Media can create a revolution of media industry and become the biggest digital media in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

IDN Media Dapatkan Pendanaan Seri C yang Dipimpin EV Growth

IDN Media hari ini (08/1) mengumumkan perolehan pendanaan seri C yang dipimpin oleh EV Growth – perusahaan modal ventura patungan East Ventures, Sinar Mas dan Yahoo! Jepang; dikhususkan untuk pendanaan tahap lanjut. Turut berpartisipasi dalam putaran ini True Digital & Media Platform (bagian dari grup Charoen Pokphand, Thailand) dan LINE Ventures. Tidak diinfokan mengenai nominal dana yang berhasil dibukukan.

Modal tambahan ini akan difokuskan IDN Media untuk mempercepat pertumbuhan platform melalui strategi “nationwide hyperlocal“, memajukan penawaran produk/teknologi, dan mengeksplorasi kemitraan strategis/akuisisi. Soal kemitraan strategis, tahun 2018 IDN Media memberikan pendanaan awal kepada startup Cetaku dan menjalin kolaborasi dengan Rappler Indonesia.

Founder & CEO IDN Media Winston Utomo menyampaikan, pendanaan seri C yang didapat merupakan permulaan untuk memulai visi jangka panjang yang telah dimiliki.

“Pendanaan seri C ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan kami. Misi untuk menjadi suara milenial dan gen Z menjadi pekerjaan yang sedang kami jalankan. Kami akan terus bekerja sangat keras untuk menjadi perusahaan yang membawa dampak positif bagi masyarakat,” ujar Winston.

Sementara itu pendiri lainnya yang juga merupakan COO IDN Media, William Utomo, menyampaikan bahwa pertumbuhan bisnis setahun terakhir cukup pesat, didorong oleh tim yang andal.

“Dalam hal bisnis, di 12 bulan terakhir kami telah bekerja sama dengan lebih dari 2000 brand untuk membantu menumbuhkan bisnis mereka dengan menghubungkan dengan audiens kami. Ke depan kami berupaya terus meningkatkan penawaran produk dan teknologi,” sambut William.

Founder IDN Media
Founder IDN Media, Winston dan William Utomo / IDN Media

IDN Media didirikan pada 8 Juni 2014 di Surabaya oleh Utomo bersaudara. Saat ini IDN Media mengoperasikan lima unit bisnis digital yang terdiri dari empat media digital (IDN Times, Popbela, Popmama, dan Yummy) serta tiga bisnis agensi (IDN Creative, IDN Event dan IDN Creator Network).

Managing Partner EV Growth Willson Cuaca menyampaikan, “Saya tahu IDN Media akan menjadi sangat besar sejak hari pertama bertemu dengan Winston dan William. Mereka tidak hanya visioner, tetapi juga sangat kuat dalam pelaksanaan dan operasional. Mereka memiliki basis pengguna besar dan loyal, dan yang terpenting mereka telah menciptakan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.”

Kay Lim, Head of LINE Ventures turut menyampaikan sambutannya. Ia mengapresiasi pertumbuhan signifikan IDN Media dalam waktu yang relatif singkat. Ia meyakini, bersama LINE dan mitra lainnya, IDN Media dapat merevolusi industri media dan menjadi media digital terbesar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here