Gabungan Sensorial dan Komunitas, Hipotesis Female Daily Buka Toko Offline

Berawal dari hobi Hanifa Ambadar menulis blog soal kecantikan dan fesyen di 2005, kini Female Daily turut meramaikan industri ritel kecantikan dengan masuk ke toko offline. Toko pertamanya berlokasi di Trans Icon Mall Surabaya yang diresmikan pada awal Agustus kemarin.

Keputusan ekspansi ini menurut Hanifa tak terlepas dari keyakinan awal bahwa industri kecantikan itu sangat sensorial. Artinya, konsumen perlu melihat, mencium, meraba tekstur, dan mencoba-coba produk agar lebih yakin dengan apa yang dibeli. Pengalaman tersebut tentunya berbeda jauh saat beli barang fesyen atau kuliner yang cukup dilihat dari visual secara online yang menarik dapat langsung menarik minat beli.

Dalam wawancara singkat bersama DailySocial.id, Co-founder dan CEO Female Daily Hanifa Ambadar bercerita, atas dasar keyakinan tersebut makanya perusahaan kerap rutin membuat acara tahunan “xBeauty”, baik dalam skala maupun kecil. Yang terbesar adalah Jakarta x Beauty yang terlaksana pada Juli 2022, sukses mendatangkan 93 ribu pengunjung.

“Female Daily kuat dengan konten, komunitas, dan beauty review dalam platform-nya. Jadi it’s only a natural expansion kami akhirnya punya e-commerce sendiri dan juga retail store-nya,” kata Hani, sapaan akrab Hanifa.

Perusahaan pertama kali merilis situs e-commerce Beauty Studio pada Juli 2020, saat awal pandemi. Adapun toko pertamanya “Female Beauty Studio” ini diklaim terbesar di vertikal toko kecantikan di Indonesia seluas 1.300 meter persegi. Katalog produknya mayoritas adalah merek lokal dengan SKU terlengkap, sisanya juga ada merek internasional.

Dalam toko tersebut secara rutin di akhir pekan membuat aktivitas bersama komunitas Female Daily atau komunitas lainnya di Surabaya. Tak hanya produk kecantikan, perusahaan juga menyediakan salon. Konsumen dapat cuci blow, potong rambut, manicure, pedicure, dan blow treatment. “Jadi benar-benar everything in one place.”

Nantinya, toko akan didukung dengan teknologi digital yang perlahan akan direalisasikan. Namun gambaran intinya adalah omnichannel, menggabungkan pengalaman online dan offline. Mulai dari scan barcode di offline untuk melihat review di aplikasi, menyatukan points antara pembelanjaan offline dan online, serta rencana untuk beli online dan diambil di toko.

Alasan memilih Surabaya, sambung Hani, karna mal ini punya kapasitas yang luas sesuai kebutuhan perusahaan. Ditambah lagi, ini adalah mal baru sehingga belum ada toko kecantikan untuk para pengunjung. Kebetulan lainnya, Trans Icon Mall Surabaya dimiliki oleh CT Corp, induk Female Daily, sehingga ada privilege untuk memanfaatkan ekosistem dalam grup.

“Pasti kami akan memprioritaskan juga mal-mal milik CT Corp karena kerja samanya akan lebih mudah. Pastinya kami akan ke kota-kota besar lainnya dulu, sebelum masuk ke kota yang lebih kecil. Karena HQ kami di Jakarta, harus segera ada di Jakarta juga dong ya.”

Sebagai catatan, Trans Icon Mall Surabaya merupakan bagian dari Trans Shopping Mall Group CT Corpora. Hingga kini, Trans Shopping Mall Group membawahi Trans Studio Mall Bandung, Trans Studio Mall Makassar, Trans Studio Mall Bali, Trans Studio Mall Cibubur, Transpark Mall Bintaro, Transpark Mall Juanda, Transmart Mall di seluruh Indonesia, dan kini Trans Icon Mall Surabaya.

Sudah cetak untung

Kebutuhan produk kecantikan saat ini tidak lagi melihat gender. Alias laki-laki pun perlu merawat diri, meski cakupan produknya tidak seluas kebutuhan perempuan. Alhasil cakupan pangsa pasarnya semakin luas dan semakin menarik untuk digeluti.

Dalam data Female Daily misalnya, profil pengguna yang terekspos dengan produk kecantikan dan bergabung semakin muda. Rata-rata berumur 14 tahun. Kelompok usia ini sudah mulai memakai produk perawatan kulit dan make up secara tipis-tipis. Secara umum, traffic dan jumlah anggota komunitas Female Daily tumbuh 200% tiap tahunnya.

“Selain itu, market laki-laki juga meluas, semakin banyak laki-laki yang aware dengan pentingnya merawat kulit dan mereka pun ingin kulitnya sehat. Apalagi kan mereka enggak pakai make up jadi lebih penting lagi untuk kulitnya terlihat terawat. Ini turut didukung dengan serbuan Hallyu (Korean wave) yang tentunya makin membuat para laki-laki ini melihat bahwa memang normal untuk laki-laki merawat kulit.”

Dalam upaya menjadi perusahaan yang berkelanjutan, Hani mengaku saat ini perusahaan sudah mencapai titik untung dan tidak aktif mencari kebutuhan pendanaan baru. Meski begitu, ia tidak menutup potensi investasi atau kerja sama lainnya yang dapat mendukung Female Daily bergerak lebih cepat dan tumbuh lebih pesat lagi.

“Female Daily hadir sebelum industri startup bermunculan dan venture capitals berdatangan. Jadi dari awal mindset kami masih cukup konvensional, di mana yang namanya bisnis harus self sustained dan harus profitable. Jadi saat ini kami sudah profitable,” pungkasnya.

Indra Utoyo: Integrasi Awal Allo Bank Sasar Ekosistem Ritel dan “Supply Chain” CT Corp (Bagian II)

Ini adalah bagian II dari dua tulisan. Bagian I menyajikan gagasan, sudut pandang, dan kilas balik Indra Utoyo yang sukses membangun karier dari industri telekomunikasi dan perbankan.

Mengapa Anda memutuskan mengambil pinangan CT untuk pimpin Allo Bank?

Jawab: Banyak tawaran datang, beberapa dari non-bank yang bukan background saya. Karena saya sudah 60 tahun, belajar hal baru tidak sejalan dengan apa yang saya lakukan selama ini. Kecuali saat saya masih muda, mungkin tawaran itu saya ambil.

Ketika ada tawaran dari Pak CT, saya lihat ini sejalan dengan apa yang saya pikirkan ke depan. Apalagi Pak CT sudah lama menyiapkan Allo Bank. Karena arah pengembangan bank digital adalah ekosistem, saya pikir masuk ke ekosistem CT Corp merupakan kombinasi yang pas.

Platform bank berbasis aplikasi dipadukan jaringan bisnis yang memiliki interaksi fisik. Ini menarik karena CT dan pemilik saham Allo Bank sama-sama memiliki ekosistem luas. Bukalapak salah satunya. Engagement nasabah akan semakin baik dalam memanfaatkan Allo Bank untuk utilitas kehidupan, seperti nama Allo yang berarti “All in One”.

Ada banyak ruang eksplorasi Allo Bank di O2O. Kehadiran fisik dan digital sama-sama punya peran kuat. Sebagai ekosistem, [CT Corp] sudah punya trust, tinggal ditambah bank digital saja.

Memang digitalisasi berdampak positif pada kecepatan maupun efisiensi. Tapi, aspek human touch juga penting karena masyarakat masih membutuhkannya. Bagaimana memadukan dua hal ini? Perlu hybrid model untuk kombinasikan aspek konvensional dan digital. Istilahnya ‘phygital‘ atau physical-digital. Model ini akan jauh lebih engage dengan konsumen.

Kalau fully digital, pasti [pengembangannya] akan mentok. Dalam buku saya (“Hybrid Company Model: Cara Menang di Era Digital yang Disruptif“), saya katakan bahwa digital tidak bisa menggantikan trust, brand, dan service. Namun, tanpa digital, kita tidak akan dapat mendapatkan ketiganya.

Apa fokus tahap awal Allo Bank tahun ini?

J: Kami akan mulai [integrasi] dari B2C di sektor ritel dan B2B di supply chain. Saya rasa dalam dua sampai tiga bulan pertama akan banyak [kolaborasi/integrasi] di kategori brick and mortar. Sambil Allo Bank terus memperbaiki platform, operasional, dan pengolahan data, kami akan integrasi ke ekosistem digital CT Corp yang sudah siap, seperti AlloFresh. Juga nanti ke Bukalapak, Grab, atau Traveloka.

Dengan membesarkan ekosistem yang terhubung dengan Allo Bank, kami dapat mendorong jumlah nasabah dan transaksi. Kami akan tambahkan fitur atau produk lain, seperti paylater atau instant cash. Semakin sering dipakai, kita bisa memahami konsumen dan memaksimalkan produk perbankan yang berkualitas dengan customer yang tepat.

Sumber: CT Corp

Allo Bank masih baru dan perjalanannya masih panjang. ‘”All in One”, ini menjadi semacam mantra ya, satu untuk semua dan semua untuk satu. Semua dapat terakomodasi melalui ekosistem CT Corp.

Bagaimana posisi Allo Bank dibandingkan kompetitornya?

J: Allo Bank bermain di mass market, volume transaksinya kecil-kecil tapi sering dipakai. Terkait produk bank, sama seperti yang ditawarkan bank-bank lain. Ada simpanan/deposit, transfer, dan kredit, hanya saja konteks model bisnisnya yang akan membedakan.

Allo Bank akan memadukan jaringan bisnis milik CT dan partner strategis, baik yang memiliki saham maupun bagi partner-partner baru nanti. Dengan [strategi] ini, Allo Bank akan punya posisi untuk tumbuh.

Dari sisi tim, kami akan menggabungkan mana yang dikerjakan sendiri, mana yang dikerjakan bersama partner. Dalam hal teknologi, Allo Bank bekerja sama dengan bank digital terbesar dunia, WeBank. Kami mengikuti disiplin pada pengembangan produk WeBank. Kedua, salah satu direksi Allo Bank merupakan eks petinggi Paytm (Sajal Bathnagar), platform pembayaran digital besar di India.

Kami belajar dengan pendekatan ini, belajar dari yang hebat sambil kami terus menambah core talent. Kalau memikirkan semua sendiri, kami bisa tersasar. Jadi kami belajar dan nurture SDM lokal dengan baik.

Apakah ada rencana meneruskan venturing ekosistem digital dengan membentuk VC?

J: Saya belum bisa bilang soal ini karena ini berada di ranah pusat. Pasti ada agenda itu karena kita akan mencari partner-partner baru. Tak lama lagi, Allo Bank akan tambah fitur atau produk, mulai dari asuransi, investasi. Tentu ini akan [bermitra] dengan startup yang sudah punya basis pengguna dan akan dihubungkan ke Allo Bank.

Bagaimana Anda melihat dinamika bank digital di Indonesia?

J: Ada tiga hal untuk bisa thriving sebagai bank digital, yaitu teknologi, ekosistem, dan talent. Dalam beberapa tahun terakhir, bank digital muncul sebagai sebuah model [bisnis]. Bank deliver layanannya melalui aplikasi. Dulu di awal ada Jenius, kemudian terakhir ada Jago, Neo Commerce, hingga Seabank yang bermain dengan ekosistem.

Bank digital memadukan ekosistem untuk mendapat nasabah berkualitas, karena bank bicara soal trust dan manajemen risiko. [Ekosistem] punya trust dan branding sehingga memiliki basis pelanggan yang berkualitas. Jika tidak [memadukan ekosistem], bank digital sulit tumbuh secara organik dan mendapat pelanggan berkualitas. Jadi mereka create value bersama.

Game field selanjutnya adalah bank digital mendorong masyarakat untuk semakin terliterasi terhadap keuangan, dapat menyentuh masyarakat lebih luas. Jika kita lihat, bank digital tidak lagi bicara sebagai bank, tetapi lebih banyak pada aspek kehidupan.

Maka itu, bank digital cocoknya di ritel sampai SME, bermain di volume besar. Dengan teknologi yang efisien, bank digital bisa memiliki cost per acquisition yang rendah sekali. Bank dapat menawarkan layanan yang menyasar kebutuhan sehari-hari. Kalau di atas itu, bank digital tidak terlalu main ke sana. Bank konvensional kan biasanya main di segmen korporasi dengan nilai transaksi besar.

Sementara, jika melihat [fenomena] fintech masuk ke bisnis bank, ini menjadi ujung dari perjalanan mereka. Bank dapat marjin dari pembiayaan, kalau dari payment saja tidak ada. Makanya fintech harus bergeser ke bank supaya bisa menawarkan layanan keuangan lain.

CT Tunjuk Indra Utoyo untuk Memimpin Allo Bank

Konglomerat sekaligus pemilik CT Corp Chairul Tanjung resmi mengumumkan Indra Utoyo sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Tbk (IDX: BBHI). Indra Utoyo dipercaya untuk membawa Allo Bank bersaing di industri bank digital Indonesia.

Penunjukan Indra Utoyo disampaikan CT dalam konferensi pers, dan baru disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang juga diselenggarakan pada hari yang sama, Kamis (19/5).

Seperti diketahui, Indra Utoyo bukanlah sosok asing lagi industri telekomunikasi dan perbankan. Ia merupakan tokoh penting dan telah meninggalkan legacy signifikan pada transformasi digital dua perusahaan besar milik BUMN, yakni Telkom dan BRI.

Di Telkom, Indra berkarier selama 17 tahun dengan posisi terakhirnya sebagai Chief Innovation and Strategy Officer (CSO). Ia juga pelopor program Indigo Incubator yang meluncur pada 2016. Sementara di BRI, Indra menjabat sebagai Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi.

Melalui Allo Bank, Indra memiliki misi untuk membangun kapabilitas dan talent digital serta teknologi data sehingga dapat menghadirkan customer experience yang lebih personalized dan lekat dengan pengguna.

“Begitu juga dengan visi seperti disampaikan Pak CT, Allo Bank ingin dapat berkembang melalui ekosistem dan berkolaborasi dengan cepat dan aman. Secara bertahap, kami akan menghubungkan Allo Bank dengan ekosistem di bawah CT Corp nantinya, baru berkolaborasi dengan partner lain,” tutur Indra usai konferensi pers.

Sebagai informasi, CT mencaplok Allo Bank (sebelumnya bernama Bank Harda Internasional) dengan mengambil alih sahamnya sebesar 73,71% pada akhir 2020. Kemudian, Allo Bank melakukan right issue yang melibatkan perusahaan digital seperti Bukalapak, Carro, dan Traveloka.

Target Allo Bank

Lebih lanjut, CT mengatakan aplikasi Allo Bank akan resmi mengudara pada Jumat (20/5). Ia menargetkan dapat mengantongi satu juta pengguna dalam satu minggu dan sepuluh juta dalam tahun pertamanya.

Untuk mencapai target tersebut, CT bilang akan memanfaatkan kekuatan ekosistem yang dimilikinya. Saat ini, CT Corp punya tiga unit bisnis besar yang terdiri dari Mega Corp (keuangan), Trans Media (media), dan Trans Corp (fashion, ritel, F&B, hospitality, dll).

Ini pun belum termasuk dengan ekosistem dari mitra strategisnya, seperti Bukalapak, Carro, dan Traveloka. Namun, integrasi dan kolaborasi dengan mitra strategis akan dilakukan secara bertahap.

“Kami percaya [dengan strategi] O plus O atau Offline plus Online–bukan O2O ya–sebagai sebuah keniscayaan. Semakin ke sini pasar tak cuma ingin jumlah customer saja, tetapi juga [startupnya] bisa profitable. Maka itu, kami terbuka terhadap kolaborasi untuk memperkuat ekosistem. Kami ingin menjadi layanan yang inklusif,” ujarnya.

Adapun, CT menyebut layanan pinjaman sebagai salah satu strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan Allo Bank. Pengguna nantinya dapat mengajukan pinjaman di aplikasi Allo Bank, yakni Paylater dan Instant Cash dengan limit hingga Rp100 juta.

“Saat ini kami belum fokus di fee based karena masih menggratiskan [biaya], tidak ada iuran bulanan. Tentu kami pikirkan strategi untuk dapat fee based dari sumber lain. Misal, Paylater tidak ada bunga, tapi ada fee based berupa biaya administrasi. Semua ada hitungannya. Jadi kami incar pertumbuhan signifikan dari produk pinjaman,” tuturnya.

Bank digital

Fenomena bank digital di Indonesia masih terus bergulir. Setelah Bank Jago, BNC, Seabank, dan BCA Digital, pasar akan menantikan beberapa pemain dengan identitas/wajah baru yang diyakini akan masuk ke bank digital maupun neobank.

Dalam catatan kami, BNI tengah merampungkan akuisisinya terhadap Bank Mayora. BNI menggandeng Sea Group, induk Shopee, sebagai mitra untuk menyusun model bisnis dan merancang infrastruktur IT.

Tak hanya bank besar, akuisisi bank kecil ini juga dilakukan oleh startup fintech. baru-baru ini, Investree juga mengumumkan akuisisi saham minoritas di Amar Bank sebesar 18,84% beberapa waktu lalu. Aksi korporasi juga dilakukan Grup Modalku bersama Carro untuk berinvestasi saham (co-investment) di Bank Index.

Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa aksi akuisisi bank kecil memungkinkan upaya rebranding dengan lebih mudah karena bank kecil tidak memiliki infrastruktur, kantor cabang, dan nasabah yang besar.

Dari sudut pandang pelaku fintech, akuisisi bank mini memungkinkan mereka untuk menawarkan plafon pinjaman yang lebih tinggi kepada nasabah dari batasan pinjaman fintech lending dengan maksimum sebesar Rp2 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Kinerja Bukalapak Sepanjang 2021 Disokong Pertumbuhan Bisnis Mitra

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) membukukan total pendapatan sebesar Rp1,9 triliun atau naik 38 persen (YoY) di sepanjang 2021. Pertumbuhan pendapatan perusahaan disokong oleh lini bisnis Mitra yang meroket sebesar 284 persen menjadi Rp764,5 miliar dari Rp198 miliar di 2020.

Berdasarkan laporan keuangan 2021, Bukalapak mencatatkan penurunan pendapatan pada dua lini bisnis lainnya. Marketplace yang merupakan kontributor pendapatan terbesar mengalami penurunan 4 persen menjadi Rp990 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu, yakni Rp1 triliun. Pendapatan Buka Pengadaan juga merosot sebesar 5 persen menjadi Rp120 miliar di sepanjang 2021.

Rugi perusahaan juga membengkak 24 persen dari Rp1,3 triliun di periode sama 2020 menjadi Rp1,6 triliun di 2021. Kendati demikian, perusahaan menyebut telah menekan kerugian operasional sebesar 7 persen menjadi Rp 1,7 triliun di sepanjang 2021 dari sebelumnya Rp1,83 triliun.

Selain itu, Bukalapak menyebut telah berhasil menekan kerugian EBITDA sebesar 6 persen lebih baik dibandingkan 2020. Rasio kerugian EBITDA terhadap Total Processing Value (TPV) membaik menjadi 1,3 persen di sepanjang 2021 dari sebelumnya 1,9 persen.

TPV dan ATV

Bukalapak membukukan TPV sebesar Rp122,6 triliun atau naik 44 persen di 2021. Dari angka tersebut, sebesar 73 persen berasal dari transaksi di luar daerah tier 1 yang turut dipicu oleh meningkatnya digitalisasi warung dan toko ritel tradisional serta all e-commerce.

Selain itu, pertumbuhan TPV ini juga didukung oleh peningkatan jumlah transaksi sebesar 26 persen dan kenaikan sebesar 14 persen pada Average Transaction Value (TV) di sepanjang 2020 hingga 2021. Adapun, TPV Mitra Bukalapak naik 146 persen secara tahunan dengan pencapaian Rp56,2 triliun.

“Kami berkomitmen untuk fokus pada strategi agar dapat mencapai pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan, diiringi dengan pengelolaan yang baik terhadap biaya operasional,” demikian pernyataan manajemen Bukalapak.
Didorong oleh peningkatan jumlah transaksi sebesar 26 persen dan kenaikan 14 persen pada Average Transaction Revenue (ATV) dibandingkan 2020 (YoY).

Per akhir Desember 2021, posisi kas perusahaan tercatat sebesar Rp24,7 triliun.

Diversifikasi

Berdasarkan laporan iPrice di kuartal II 2021, Tokopedia berada di posisi teratas dengan pengunjung web bulanan terbesar di Indonesia, yakni 147,7 juta. Diikuti oleh Shopee di urutan kedua dengan 126,9 juta pengunjung web bulanan. Adapun, Bukalapak berada di posisi ketiga dengan gap yang cukup jauh dari peringkat pertama dan kedua, yakni 29,4 juta pengunjung web bulanan.

Data ini dapat mengindikasikan bahwa Bukalapak tidak memiliki posisi kuat dibandingkan dua pemain petahana yang mendominasi pasar marketplace di Indonesia. Kinerja keuangan Bukalapak juga memperlihatkan penurunan pendapatan dua lini bisnis lain dibandingkan Mitra Bukalapak yang mengantongi pertumbuhan signifikan.

Fokus Bukalapak untuk mendigitalisasi segmen warung dan UMKM di Indonesia mulai menunjukkan pencapaian positif. Survei Nielsen terhadap 1.800 warung dan 1.200 kios pulsa menyebut Mitra Bukalapak sebagai pemimpin pasar O2O dengan penetrasi sebesar 42% dibandingkan pemain O2O yang memiliki pengguna 2,5 kali lipat lebih banyak di survei ini.

Mitra Bukalapak disebut menguasai kategori grocery/bahan makanan sebesar 55% dan penetrasi produk virtual 52%. Saat ini, Mitra Bukalapak berbagai macam kategori produk, mulai dari produk fisik, virtual, keuangan, hingga produk kebutuhan sehari-hari.

Bukalapak tampaknya mulai melakukan diversifikasi layanan untuk mendorong revenue stream baru. Terlihat dari upaya akuisisi startup edtech dan pembentukan usaha patungan di kuartal pertama 2022. Menariknya, meski sudah memiliki lini marketplace, Bukalapak justru menjajal quick commerce untuk produk segar melalui usaha patungannya dengan CT Corp, yakni AlloFresh.

Selain itu, Bukalapak juga masuk ke ranah edtech dengan mengakuisisi startup Bolu pada akhir Maret 2022. Bolu membidik pembelajaran online bagi segmen komunitas, terutama yang ingin mengembangkan bisnis rumahan. Hal ini sejalan dengan upaya Bukalapak mendigitalisasi warung dan UMKM lewat Mitra.

Application Information Will Show Up Here

Platform “Online Grocery” AlloFresh Meluncur, Dimulai dari 7 Gerai Transmart

Perusahaan patungan antara CT Corp, Bukalapak, dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) meresmikan platform online grocery AlloFresh setelah proses uji coba  singkat sejak 24 Februari 2022. Saat ini 7 dari 138 gerai di jaringan CT Corp sudah masuk ke dalam aplikasi AlloFresh.

Tujuh gerai tersebut berlokasi di Jakarta, tepatnya Transmart Lebak Bulus, Cempaka Putih, Taman Mini, Pluit, Ambassador, Central Park, dan Cibubur. Secara bertahap kehadiran gerai Transmart di lokasi lainnya terus ditambah di AlloFresh agar semakin banyak konsumen yang dapat memanfaatkan solusi online grocery ini.

Dalam peresmian yang diselenggarakan virtual pada hari ini (2/3), President Director & CEO PT Trans Retail Indonesia Bouzeneth Benaouda mengatakan, menyediakan fasilitas belanja online dan offline untuk konsumen adalah kunci di masa depan.

Meski kesenjangan antara belanja online terhadap total belanja ritel nasional masih luas, pihaknya tidak mau menampik pilihan belanja online atau offline. Mereka memilih mengambil kedua segmen tersebut.

“Kita tidak mau underestimate customer yang masih mau experience belanjanya datang langsung ke gerai. Di luar Jakarta, kebiasaan belanja seperti itu masih ada dan porsinya besar. Makanya di masa depan, keduanya harus jalan bersama. Hal tersebut berkaitan erat dengan apa yang kami lakukan bersama Bukalapak,” ucapnya.

Presiden Bukalapak Teddy Oetomo melanjutkan, AlloFresh hadir karena semangat kolaborasi yang bila dilakukan oleh satu pihak saja akan memakan ongkos yang jauh lebih besar. “Mungkin bisa lebih dari Rp1 triliun untuk sampai ke titik ini,” ucapnya.

Rp1 triliun yang dimaksud Teddy ini adalah investasi awal yang digelontorkan untuk pengembangan AlloFresh. Pemegang saham mayoritas di AlloFresh adalah Trans Retail (55%), Bukalapak (35%), dan Growtheum (10%).

Teddy melanjutkan, selama ini banyak pemain online grocery yang membangun infrastrukturnya dari titik nol. Mereka punya teknologi, tapi membutuhkan biaya dan waktu untuk mereplikasi infrastruktur yang ada. Kondisi tersebut berbeda dengan AlloFresh, sebab Trans Retail sudah hadir lebih dari dua dekade untuk membangun jaringan gerai supermarket di seluruh Indonesia.

Kelebihan tersebut diklaim menjadi kekuatan utama AlloFresh yang selama ini belum ditawarkan kebanyakan startup. “Jadi kami melakukan leapfrog 20 tahun lebih untuk mempercepat penetrasi e-grocery yang mungkin butuh 20 tahun kalau dilakukan sendirian.”

Secara solusi, apa yang ditawarkan AlloFresh tidak jauh berbeda dengan kebanyakan pemain online grocery lainnya. Mereka menyajikan pilihan lebih dari 150 ribu SKU yang berasal dari 10 ribu pemasok, terdiri dari berbagai kategori, mulai dari produk daging, sayur dan buah segar, hingga peralatan memasak. Platform ini menawarkan pengiriman cepat dalam waktu tiga jam dengan jarak pengantaran maksimal 10 km dari toko.

“Hampir semua produk Transmart tersedia di AlloFresh,” tambah VP Product Marketplace & O2O Bukalapak Fanny Limasa.

Ke depannya, AlloFresh tidak hanya melayani seluruh konsumen akhir dari seluruh penjuru Indonesia, namun juga digunakan Mitra Bukalapak dalam memenuhi stok barang jualannya di warung. Teddy menuturkan, sebelumnya SKU yang dapat dibeli Mitra Bukalapak lewat kemitraan bersama prinsipal di Bukalapak sekitar ratusan hingga ribuan SKU saja.

Kini, Mitra Bukalapak di daerah-daerah dapat memiliki lebih banyak pilihan produk dari berbagai prinsipal untuk menawarkan lebih banyak produk dagangan di warungnya. “Ini akan jadi kekuatan yang luar biasa untuk bantu fulfillment FMCG yang dibutuhkan warung,” ungkapnya.

Kompetisi pasar

Hadirnya AlloFresh menambah sengit persaingan layanan online grocery di Indonesia. Sebelumnya sejumlah startup mulai unjuk gigi awal tahun ini, menawarkan konsep quick commerce, di antaranya Astro, Bananas, JaPang, hingga Radius. Sementara pemain lain, seperti HappyFresh, juga mengencangkan strategi ekspansi produk dan pasar mereka

Di segmen e-commerce, para platform juga memiliki strategi khusus di bidang grocery. Misalnya, Blibli dengan Blibli Mart – tahun lalu mereka mengakuisisi saham mayoritas induk Ranch Market untuk menguatkan supply chain produk segar yang dimiliki.

Shopee juga sudah operasikan Shopee Supermarket di Indonesia, memfasilitasi pembelian berbagai kebutuhan harian secara cepat. Berbeda dengan pemain lain yang mengambil barang dari mitra grocery, mereka membangun gudang-gudang persediaan di berbagai tempat untuk mengakomodasi kebutuhan pengiriman cepat.

Application Information Will Show Up Here

AlloFresh Resmi Didirikan CT Corp, Bukalapak, dan Growtheum [UPDATED]

PT Trans Retail Indonesia (bagian dari CT Corp), PT Bukalapak.com Tbk, dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) segera resmikan platform grocery “AlloFresh”. Rencana ini sudah diumumkan oleh Chairul Tanjung pada Januari 2022 lalu — kala itu CT hanya menyebutkan akan membuat sebuah joint venture di bidang online grocery, belum membeberkan brand yang akan digunakan.

Nilai investasi yang digelontorkan perusahaan untuk pengembangan platform ini senilai Rp1 triliun (setara $70 juta). Menurut sumber Bloomberg, Trans Retail memiliki kepemilikan 55%, Bukalapak 35%, dan Growtheum 10%.

Saat ini situs AlloFresh (PT Allo Fresh Indonesia) sudah bisa mulai diakses, menyajikan sekitar 50 ribu SKU produk di 144 kategori. Kebanyakan adalah produk segar dan keperluan sehari-hari. Dijelaskan juga bahwa proses pengiriman di layanan tersebut akan memakan waktu 3 jam atau lebih cepat, seperti layaknya quick commerce. Di fase awalnya, AlloFresh telah melayani pengguna di kawasan Jabodetabek.

Di LinkedIn kami juga memantau adanya sharing resources untuk tim pengembang, baik dari sisi Trans Retail maupun Bukalapak untuk difokuskan ke AlloFresh.

Ekosistem brand Allo

Kerja sama CT Corp dan Bukalapak tidak terhenti di sini. Pasalnya Bukalapak dan sejumlah startup digital lain telah melakukan aksi korporasi membeli sebagian saham AlloBank (IDX: “BBHI”). Bukalapak sendiri mengakuisisi jumlah persentase saham terbanyak dalam aksi tersebut, yakni setara 11,49%.

Tepatnya sejak Juni 2021, ini Bank Harda Internasional melakukan perubahan nama menjadi Allo Bank Indonesia. Semangatnya adalah memberikan solusi aplikasi terpadu lewat Allo Apps, untuk memenuhi kebutuhan pengguna mulai dari segi finansial, pemenuhan kebutuhan, hingga hiburan.

Misi tersebut tampaknya kini mulai terealisasi, dengan membentuk ekosistem aplikasi di bawah brand Allo, dimulai dari platform grocery.

Kompetisi pasar

Hadirnya AlloFresh menambah sengit persaingan layanan online grocery di Indonesia. Sebelumnya sejumlah startup mulai unjuk gigi awal tahun ini, menawarkan konsep quick commerce, di antaranya Astro, Bananas, JaPang, hingga Radius. Sementara pemain lain seperti HappyFresh juga kencangkan strategi ekspansi produk dan pasar mereka – sebagian lagi menambah pundi-pundi pendanaan, salah satunya KedaiSayur.

Di segmen e-commerce, para platform juga memiliki strategi khusus di bidang grocery. Misalnya Blibli dengan Blibli Mart – tahun lalu mereka juga mengakuisisi saham mayoritas induk Ranch Market dengan tujuan untuk menguatkan supply chain produk segar yang dimiliki.

Shopee juga sudah operasikan Shopee Supermarket di Indonesia, fasilitasi pembelian berbagai kebutuhan harian secara cepat. Berbeda dengan pemain lain yang mengambil barang dari mitra grocery, mereka membangun gudang-gudang persediaan di berbagai tempat untuk mengakomodasi kebutuhan pengiriman cepat.

Application Information Will Show Up Here

CT Corp and Bukalapak to Form Joint Venture in Online Grocery Sector

The conglomerate company owner, Chairul Tanjung, through PT Trans Retail Indonesia, announced an online grocery joint venture with PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA).

“The e-commerce will be focused on providing fresh products and food (grocery). The ownership of Trans Retail [will be] at 55% and Bukalapak at 45%,” Chairul Tanjung said after a press conference at the Indonesia Stock Exchange.

CT, he often called, is reluctant to elaborate further on the joint venture. However, this corporate action shows a signal from CT Corp to seriously work on selling fresh products and food ingredients on an offline-to-online (O2O) basis.

On a general note, Trans Retail Indonesia is a subsidiary of CT Corp, which oversees modern retail network companies Transmart, Carrefour, and Groserindo. Currently, Trans Retail Indonesia has operated nearly 100 multi-format concept outlets in 28 cities in Indonesia, offering 40,000 products to its 70 million customers.

e-grocery market competition

Prior to this, several top-tier tech companies have taken similar corporate actions. Unlike this one, they take an inorganic strategy by acquiring modern retail chain companies.

Blibli and GoTo have announced corporate actions to take over retail companies in 2021. Blibli with 51% shares owned by PT Supra Boga Lestari Tbk (IDX: RANC) managed by Ranch Market.

Meanwhile, GoTo acquired a 6.74% stake in PT Matahari Putra Prima Tbk (IDX: MPPA) through PT Multipolar Tbk (IDX: MPLPL). Meanwhile, Matahari Putra Prima is a Lippo Group’s subsidiary, which has a giant modern retail network in Indonesia. Some of its outlets are Hypermart, Foodmart Supermarket, and Primo Supermarket.

GoTo Hypermart; 200 outlets in 72 cities in Indonesia, 103 gerai integrated with Hypermart Online  Acquisition
Blibli Ranch Market; 16 Ranch Markets, 29 Farmers Markets, 1 The Gourmet by Ranch Market, and Day 2 Day by Farmers Markets Acquisition
Trans Retail-Bukalapak N/A Joint Venture (JV

Source: Reorganized by DailySocial

Previously, the Minister of Trade Muhammad Lutfi projected the sales value of fresh food products through the marketplace to reach more than Rp180 trillion in the next five years. Meanwhile, the sales value in 2021 is estimated at IDR 21 trillion.

Lutfi said the contribution of selling fresh food products through the marketplace was still small, but the growth was significant. Moreover, he saw the trend of many synergies between modern retailers and technology companies.

The retail network has started to drive sales with an online-to-offline (O2O) concept by partnering with technology companies with strengths in innovation, product ecosystem, and logistics.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CT Bidik 10 Juta Pengguna Allo Bank di Tahun Pertama

PT Allo Bank Indonesia Tbk (IDX: BBHI) akan meluncurkan aplikasi mobile banking secara komersial pada Maret 2022. Untuk tahap awal, perusahaan membidik satu juta pengguna di minggu pertama peluncurannya.

Disampaikan pemilik CT Corp Chairul Tanjung, aplikasi Allo Bank baru tersedia untuk uji coba bagi kalangan karyawan di seluruh anak usahanya. Saat ini, Allo Bank telah dipakai sebanyak 43.000 pengguna.

“Di tahun pertama, kami membidik sebesar sepuluh juta pengguna, tetapi target ultimate kami sebesar 50 juta pengguna,” ungkap pria yang karib disapa CT ini dalam Jumpa Pers Allo Bank, Selasa (1/11).

CT juga menjelaskan bahwa pihaknya masih berupaya membentuk manajemen Allo Bank secara bertahap. Diketahui saat ini jajaran direksi Allo Bank baru terdiri dari Harry Abbas dan Yohanes.

“Kami masih dalam tahap pembentukan manajemen yang solid, kuat, dan menggabungkan talenta Indonesia dan global. Kami harap sudah dapat memiliki manajemen yang utuh pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS Allo Bank berikutnya. Mitra strategis kami dapat memberikan usulan terkait kemungkinan [menempatkan] orangnya di manajemen Allo Bank,” tambahnya.

Lebih lanjut, CT mengungkap bahwa Allo Bank ditopang oleh kekuatan teknologi dan ekosistem yang menjadi elemen kunci dalam mendirikan bank digital. Dari aspek teknologi, CT menyebut telah bekerja sama strategis selama dua tahun terakhir dengan bank digital terbesar di dunia untuk mengembangkan sistem teknologi, baik software dan hardware di Allo Bank.

Ia enggan menyebut nama bank ini, tetapi diketahui mitra strategis tersebut adalah WeBank, bank digital milik raksasa teknologi Tencent asal Tiongkok. WeBank memanfaatkan teknologi AI, blockchain, cloud, hingga big data untuk menawarkan berbagai produk keuangan ke segmen UMKM. Saat ini, WeBank telah memiliki lebih dari 200 juta pengguna.

“Demikian juga ekosistem. Meski merasa ekosistem kami sudah kuat, kolaborasi tetap diperlukan di era digitalisasi. Ekosistem digital punya kelemahan, begitu juga ekosistem fisik. Dengan menggabungkan keduanya, kami bisa ciptakan ekosistem solid. Maka itu, kami mengajak ekosistem lain berkolaborasi. Kami yakin platform kami dapat menjawab tantangan dan dapat besar, baik secara transaksi, nasabah, maupun profitability,” ungkapnya.

Ekosistem raksasa Allo Bank

Menurut CT, Allo Bank akan diperkuat dengan ekosistem raksasa yang dimilikinya. Tak hanya dari ekosistem dari anak usahanya saja, Allo Bank akan didukung oleh ekosistem dari sejumlah mitra strategis, seperti Bukalapak, Carro, dan Traveloka.

Sebagai informasi, CT Corp memiliki tiga unit bisnis besar yang terdiri dari Mega Corp (keuangan), Trans Media (media), dan Trans Corp (fashion, ritel, F&B, hospitality, dll).

Pihaknya tengah mempersiapkan sejumlah produk/layanan Allo Bank yang terintegrasi dengan seluruh ekosistem di CT Corp. Sebagai contoh, pengguna Allo Bank dapat bertransaksi secara O2O di Transmart atau membuka rekening melalui media digital.

Ekosistem produk yang dimiliki oleh CT Corp / Sumber: CT Corp

“Kami mengusung konsep one-for-all yang memungkinkan pengguna Allo Bank terhubung dan terintegrasi ke seluruh ekosistem kami. Harapan kami [semua ekosistem] dapat terhubung karena [integrasinya] bertahap dan pasti ada yang diprioritaskan,” paparnya.

Lebih lanjut, CT juga menambahkan bahwa seluruh mitra strategisnya, termasuk Mega Corp dan CT Corp, telah terikat locked up agreement selama tiga tahun terhitung dari tanggal pencatatan. Artinya, selama tiga tahun ini mereka tidak boleh menjual sahamnya demi melindungi kepentingan dari investor retail.

Di sisi lain, CT juga menegaskan bahwa tidak ada upaya untuk menggabungkan Allo Bank dengan anak usaha di bidang perbankan Bank Mega. Menurutnya, Allo Bank dapat berperan sebagai perpanjangan tangan digital dan inovasi bagi anak usaha Mega Corp, seperti Bank Mega, Bank Mega Syariah, serta kepemilikan saham minoritas CT di Bank Pembangunan Daerah.

Baru-baru ini Allo Bank juga mengumumkan aksi penawaran umum terbatas (right issue) senilai Rp4,8 triliun dengan melepas 10,04 miliar saham atau setara 86% dari total modal BBHI seharga Rp478 per saham. Terdapat enam perusahaan yang terlibat sebagai investor, termasuk Bukalapak, Traveloka melalui Abadi Investments, dan Carro melalui Trusty Cars.

Dalam pernyataan sebelumnya, Komisioner Allo Bank Ali Gunawan mengungkap antusiasmenya untuk meluncurkan layanan pinjaman ke masyarakat Indonesia yang kurang dan tidak terlayani oleh produk keuangan, seperti pinjaman, investasi, dan asuransi.

CT Corp dan Bukalapak akan Bentuk Perusahaan Patungan di Bidang “Online Grocery”

Pemilik perusahaan konglomerasi Chairul Tanjung melalui PT Trans Retail Indonesia, mengumumkan akan membentuk perusahaan online grocery patungan (joint venture) bersama PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA).

E-commerce ini akan dikhususkan untuk produk segar dan bahan pangan (grocery). Komposisi kepemilikan Trans Retail [akan] sebesar 55% dan Bukalapak sebesar 45%,” ungkap Chairul Tanjung ditemui usai jumpa pers di Bursa Efek Indonesia.

Pria yang karib disapa CT ini enggan menguraikan lebih lanjut mengenai pembentukan usaha patungan tersebut. Namun, aksi korporasi ini menjadi sinyal besar dari CT Corp untuk serius menggarap penjualan produk segar dan bahan makanan berbasis offline-to-online (O2O).

Sebagai informasi, Trans Retail Indonesia merupakan anak usaha CT Corp yang menaungi perusahaan jaringan ritel modern Transmart, Carrefour, dan Groserindo. Saat ini, Trans Retail Indonesia sudah mengoperasikan hampir 100 gerai berkonsep multiformat di 28 kota di Indonesia yang menawarkan 40.000 produk ke 70 juta pelanggannya.

Persaingan pasar e-grocery

Sebelum ini, aksi korporasi serupa sudah mulai diseriusi oleh sejumlah perusahaan teknologi besar. Bedanya, mereka mengambil strategi anorganik dengan mengakuisisi perusahaan jaringan peritel modern.

Blibli dan GoTo sama-sama mengumumkan aksi korporasinya untuk mengambil alih perusahaan ritel di 2021. Blibli memilih untuk mencaplok 51% saham milik PT Supra Boga Lestari Tbk (IDX: RANC) yang mengelola Ranch Market.

Sementara, GoTo mengakuisisi 6,74% saham PT Matahari Putra Prima Tbk (IDX: MPPA) melalui PT Multipolar Tbk (IDX: MPLPL). Adapun, Matahari Putra Prima merupakan anak usaha Lippo Group yang memiliki jaringan peritel modern raksasa di Indonesia. Beberapa gerai yang dimilikinya adalah Hypermart, Foodmart Supermarket, dan Primo Supermarket.

GoTo Hypermart; 200 gerai di 72 kota di Indonesia, dengan 103 gerai terhubung dengan Hypermart Online  Akuisisi
Blibli Ranch Market; 16 Ranch Markets, 29 Farmers Markets, 1 The Gourmet by Ranch Market, dan Day 2 Day by Farmers Markets Akuisisi
Trans Retail-Bukalapak N/A Joint Venture (JV

Sumber: Diolah kembali oleh DailySocial

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memproyeksi nilai penjualan produk pangan segar melalui marketplace tembus ke lebih dari Rp180 triliun dalam lima tahun ke depan. Adapun, nilai penjualan di 2021 diperkirakan sebesar Rp21 triliun.

Lutfi menilai kontribusi penjualan produk pangan segar melalui marketplace masih kecil, tetapi pertumbuhannya signifikan. Apalagi, ia melihat tren banyaknya sinergi antara pelaku ritel modern dan perusahaan teknologi.

Jaringan peritel mulai mendorong penjualan dengan konsep online-to-offline (O2O) dengan menggandeng perusahaan teknologi yang memiliki kekuatan pada inovasi, ekosistem produk, hingga logistik.

Perkuat Inisiatif Digitalisasi Dunia Pendidikan, Pintro Kolaborasi dengan Perbankan

Digitalisasi dalam dunia pendidikan menjadi sebuah persoalan serius yang perkembangannya selalu mendapat perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Terlebih dalam kondisi pandemi yang sudah memasuki tahun kedua ini, dunia pendidikan dipaksa untuk bertransformasi secara digital untuk bisa beradaptasi dengan situasi yang ada saat ini.

Tentunya membangun digitalisasi layanan pendidikan bukanlah perkara mudah, dibutuhkan kesadaran, keinginan serta komitmen yang kuat mulai dari sisi lembaga pendidikan sendiri maupun dari sisi sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Selain itu, upaya ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan sangat kompleks dalam prosesnya mulai dari proses desain, pengembangan, sosialisasi, dan implementasi sistem.

Beberapa lembaga pendidikan sudah mengambil langkah untuk menggunakan platform aplikasi dalam membantu pengelolaan pelayanan pendidikan, namun bukan berarti hal ini tanpa tantangan. Dengan menggunakan platform pihak ketiga, lembaga pendidikan harus mengikuti aturan dan sistem yang berlaku dan sering kali tidak menyediakan opsi integrasi dan personalisasi.

Pintro sebagai salah satu pemain di sektor ini menyadari kedua kendala di atas dapat menjadi kunci untuk menyukseskan transformasi digital di dunia pendidikan. Platform yang menyediakan solusi sistem tata kelola administrasi dan manajemen lembaga pendidikan berbasis SaaS ini mencoba memperkuat inisiatif dari berbagai sisi, salah satunya finansial.

Kolaborasi dengan perbankan

Pada awal bulan September 2021 lalu, Pintro resmi menggandeng Bank Mega Syariah untuk mewujudkan komitmen memberikan solusi digitalisasi pendidikan melalui program “EduBerkah”. Bukan hanya sekedar memberikan kredit pengembangan infrastruktur fisik pendidikan, bank yang pada awalnya hanya berurusan dengan sistem pembayaran diharapkan bisa memberikan subsidi biaya atas kebutuhan pengembangan transformasi digital.

Di sisi lain, segmen pasar lembaga pendidikan khususnya yang berbasis agama sangat luas di Indonesia. Pintro melihat kolaborasi dengan Bank Mega Syariah dengan fokus yang sejalan akan mempermudah proses digitalisasi serta memaksimalkan potensi yang ada.

Beragam keunggulan layanan EduBerkah ini nantinya akan diluncurkan mulai dari transaksi pendaftaran, proses pembayaran online dengan sistem multichannel yang terhubung secara otomatis ke sistem akademik, pembelajaran jarak jauh, online test, sistem penilaian, transkrip khs, hingga sistem layanan lainnya.

Program “EduBerkah” juga memberikan gratis pelatihan fitur layanan pendidikan yang akan digunakan. Dengan dukungan sistem tata kelola manajemen yang saling terintegrasi tersebut, diharapkan lembaga pendidikan dapat mengikuti laju pertumbuhan teknologi dan merasakan beragam kemudahan dalam kegiatan pendidikan sehari-hari. Layanan Eduberkah sendiri dapat diakses 24/7 dengan implementasi super mudah serta sudah terintegrasi & terautomasi.

Disebutkan juga dalam rilis bahwa nantinya kerja sama yang dibangun bukan hanya mengintegrasikan sistem pendidikan dengan sistem perbankan saja, akan tetapi diharapkan dapat mengintegrasikan juga dengan 30 unit bisnis di bawah naungan CT Corp yang bergerak di bidang retail, e-commerce dan hospitality lainnya secara nasional.

Pengembangan fitur

Di Pintro sendiri, sudah ada 2 kategori produk, yaitu Pintro Co-brand yang memungkinkan lembaga pendidikan untuk melakukan whitelabel atau kustomisasi, serta Pintro Lite dengan fitur yang lebih terbatas. Selama dua tahun beroperasi, sudah ada puluhan ribu pengguna aktif setiap hari dari 500+ Lembaga Pendidikan nasional dari setiap tingkatan pendidikan yang tersebar di berbagai kota termasuk Jabodetabek, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Pekanbaru, dan lainnya.

Dalam wawancara terpisah, CEO Pintro, Syarif Hidayat mengungkapkan adanya sedikit perubahan dalam prioritas pengembangan fitur/produk baru menyesuaikan kondisi pendidikan saat ini. Salah satu produk yang dikembangkan sejak tahun lalu adalah LMS (Learning Management System), diikuti dengan aplikasi tes online berbasis CBT “PintroTest” yang terintegrasi dengan modul pendaftaran murid baru, kegiatan akademik, serta pembayaran.

Produk lain yang juga sudah dikembangkan adalah “PintroConference” yang bukan hanya menawarkan video conference, namun juga terintegrasi dalam proses kegiatan pembelajaran harian dan fitur PintroTest. Selain untuk meminimalisir tindak kecurangan, fitur ini juga diklaim praktis serta terintegrasi ke sistem penilaian sehingga memungkinkan mobilisasi yang cepat dan tepat.

Selain itu, Pintro juga semakin memperkuat layanan pembayaran online dengan menambah opsi pembayaran di fitur “PintroPay” dengan LinkAja dan Jenius. Dalam fitur ini juga tersedia opsi paylater berkolaborasi dengan Kredivo.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang menelurkan solusi sejenis, seperti Codemi yang pada akhir tahun lalu berhasil meraih pendanaan dari init-6, perusahaan investasi yang didirikan oleh Co-Founder Bukalapak, Achmad Zaki. Selain itu juga ada HarukaEDU dan RuangKerja oleh RuangGuru.

Target ke depannya

Dalam Edeech Report 2020 yang dikeluarkan DailySocial.id, disebutkan bahwa pasar e-learning global akan mencapai $325 miliar pada tahun 2025 dari $107 Miliar pada 2015. Menurut Holon IQ, pengeluaran masyarakat terkait kecanggihan teknologi dalam pendidikan akan mencapai $12,6 miliar pada 2025, yang naik dari $1,8 miliar pada 2018.

Sebagai bagian dari visi Pintro untuk terus bisa melakukan inovasi yang berkelanjutan khususnya di sektor pendidikan, ke depannya, timnya menyatakan keinginan untuk eksplorasi di luar sistem tata kelola manajemen pendidikan. CT Corp sebagai induk Bank Mega Syariah dengan ragam layanan yang ditawarkan, diharapkan dapat mempermudah Pintro untuk mengintegrasikan layanan pendidikan di sektor e-commerce, hiburan, pariwisata/perhotelan dan lainnya.

Salah satu target yang juga disampaikan terkait fitur Edumart yang saat ini masuk dalam pembahasan untuk skema komersial dan bisnis. “Harapannya bisa segera rilis di akhir tahun ini,” ujar Syarif.

Dari sisi pendanaan, hingga saat ini Pintro masih bertahan dengan sistem bootstrap. Syarif menyampaikan bahwa ada beberapa VC dari dalam dan luar negeri yang sudah mencoba membangun relasi, namun ketika itu Pintro belum fokus ke masalah pendanaan.

“Mudah-mudahan paling cepat tahun depan setelah urusan internal produk, organisasi dan bisnisnya makin matang, kami secara paralel bisa mempersiapkan proposal investasi yang lebih baik. Fundraising sendiri dibutuhkan untuk perluasan market Pintro secara nasional,” tutup Syarif.

Application Information Will Show Up Here