Membandingkan IPO dan Merger & Akuisisi Sebagai Strategi “Exit” Terbaik

Bagi kebanyakan perusahaan, melakukan initial public offering (IPO) merupakan momen yang diidam-idamkan. Namun dalam industri yang ditenagai oleh teknologi dan inovasi yang serba cepat, IPO bukanlah satu-satunya jalan menuju exit yang indah bagi sebuah startup.

Dalam strategi exit untuk startup, setidaknya ada dua cara populer yakni merger dan akuisisi (M&A) dan IPO. Masing-masing tentu punya kelebihan dan kekurangan.

Dari keduanya, embel-embel IPO cenderung lebih melekat dengan kesan sukses dan lebih dikenal orang awam. Bahkan di Amerika Serikat ada semacam slogan optimis nan pragmatis yang berbunyi: We’ll raise a few rounds and in a few years we’ll IPO on Nasdaq (kita kejar segelintir babak pendanaan dan beberapa tahun lagi kita IPO di Nasdaq).

IPO

Melantai di bursa saham kerap identik dengan kesuksesan. Ini tak sepenuhnya benar dan tak sepenuhnya salah. Sebagai metode mengumpulkan dana, menjadi go public bisa disebut cara terbaik.

Meski tidak sepenuhnya berjalan mulus, IPO yang ditempuh Facebook pada Mei 2012 silam berhasil memperoleh dana bernilai US$16 miliar atau Rp226,6 triliun. Itu merupakan IPO ketiga terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah AS. IPO dari Facebook itu dapat dimaknai bahwa sesulit apa pun jalan menuju IPO, uang yang terkumpul tetap sangat besar.

Dengan dana hasil IPO, sebuah startup dapat ekspansi ke level lebih tinggi. Namun di samping potensi mengantongi uang yang sangat besar, IPO juga punya tantangan lain meski perjalanan menuju lantai bursa tidaklah mudah.

Pertama, penjualan saham perdana mensyaratkan laporan finansial yang rapi, konsisten, dan sudah teraudit. Dokumen seperti akta pendirian PT, anggaran dasar, persetujuan kementerian, surat izin usaha perdagangan, dan lainnya, wajib dipersiapkan. Apa yang terjadi pada WeWork bisa menjadi pelajaran penting bagaimana pentingnya laporan keuangan perusahaan sebelum IPO.

Tantangan kedua adalah tekanan pasar. Ketika sebuah perusahaan memilih go public, maka performa mereka akan dilihat lekat-lekat per tiga bulan. Pasar saham cenderung berorientasi pada profit dan jangka pendek. Tak peduli prospek perusahaan dalam jangka panjang, kalau performa tiap kuartal tak memuaskan hampir bisa dipastikan harga sahamnya akan turun dan begitu juga sebaliknya.

Ketiga dan salah satu tantangan terbesar dari IPO adalah potensi terdepaknya pendiri perusahaan. Ini masih beririsan dengan tekanan pasar. Para investor tentu ingin perusahaan bergerak sesuai kepentingannya. Dan saat terbuka, perusahaan akan mendapat tekanan hebat agar membuat keputusan yang menguntungkan bagi para investor sekalipun tak sesuai keinginan atau visi para pendiri perusahaan.

Tantangan terakhir untuk melakukan IPO adalah biaya persiapannya yang tidak murah. Sebelum IPO, perusahaan wajib menyiapkan berbagai hal dengan menggandeng sejumlah pihak mulai dari kantor legal, auditor, serta penjamin emisi. Ongkos untuk membayar jasa mereka tentu tidak murah. Namun positifnya, pemerintah Indonesia punya insentif pajak bagi badan hukum yang memilih IPO. Perusahaan akan memperoleh insentif pengurangan pajak sebesar 5 persen menjadi 20 persen jika melantai ke bursa. Diskon itu bisa bertambah 3 persen bagi perusahaan yang melakukan IPO jika RUU baru tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan diloloskan DPR.

IPO

Merger dan akuisisi

Merger dan akuisisi (M&A) adalah proses penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan. Kerap kali proses M&A jauh lebih sederhana ketimbang proses melakukan IPO.

Riset CB Insights menemukan pada 2016 ada 3.358 startup teknologi yang melakukan exit dan 97 persen di antaranya memilih M&A. Mereka yang memilih IPO sebagai jalan keluar tercatat hanya 98 saja. Ini mewakili pernyataan bahwa M&A lebih praktis ketimbang IPO.

Tren di Indonesia pun serupa. Startup yang mengambil aksi M&A masih lebih besar ketimbang mereka yang memilih melantai di bursa saham. Startup Report 2018 dari DailySocial menunjukkan sepanjang tahun lalu startup yang melakukan M&A sebanyak 12 perusahaan, sedangkan mereka yang mengambil IPO 4 perusahaan saja.

Strategi exit melalui M&A

Pada dasarnya M&A adalah cara memaksimalkan efisiensi dan meredam potensi disrupsi terhadap bisnis. Ini dapat terlihat dari akuisisi Grab terhadap bisnis Uber di Asia Tenggara pada tahun lalu. Dengan mencaplok Uber, Grab otomatis kehilangan kompetitor di pasar Asia Tenggara dan hilangnya kompetisi berarti Grab tak lagi harus bakar uang untuk perang tarif, yang ujungnya pendapatan perusahaan bisa meningkat.

Contoh dari dalam negeri ada dari konsolidasi yang dilakukan startup SaaS Mekari. Terciptanya Mekari ini diawali ketika Sleekr melakukan aksi M&A terhadap Talenta, Jurnal, dan Klikpajak tahun lalu. Konsolidasi ini lantas berpengaruh pada bisnis Mekari yang diperkirakan tumbuh empat kali lipat.

Salah satu manfaat dari M&A, yang kadang juga jadi motivasi, adalah mendapatkan sumber daya manusia yang diinginkan. Mendapatkan SDM baru yang berprestasi di bidangnya merupakan modal untuk meningkatkan performa perusahaan. Ini persis seperti yang dilakukan oleh Bukalapak terhadap Prelo.

Meski Bukalapak mengaku tidak mengakuisisi Prelo, namun mereka mengonfirmasi bahwa mereka melakukan akuisisi talenta Prelo. Salah satu di antaranya adalah Founder Prelo Fransiska Hadiwidjana yang ditarik sebagai Head of Business.

Kendati demikian, masih ada tantangan yang perlu dicermati oleh para penggiat startup tentang opsi M&A. Berikut beberapa di antaranya:

Pertama adalah utang yang dapat berlipat ganda. Utang adalah hal wajar dalam keuangan startup. Namun ini dapat menjadi masalah cukup serius ketika startup yang terlibat M&A punya utang yang tak sedikit. Nominal utang hasil kombinasi ini dapat mengganggu arus kas perusahaan.

Kedua adalah budaya startup yang berbeda. Menggabungkan dua perusahaan sama saja seperti perkawinan dua keluarga. Masing-masing memiliki kultur perusahaan yang berbeda yang berpotensi jadi kerikil dalam operasional perusahaan jika tak diselesaikan segera.

Berikutnya adalah proses untuk M&A yang kadang tidak sebentar. Butuh waktu  untuk menyatukan persepsi sejumlah pihak yang ingin melakukan M&A sampai mencapai kata sepakat. Khusus untuk merger, persyaratan dan formalitas hukum yang harus dijalani lebih banyak karena proses ini membentuk perusahaan baru.

Tiga Startup Bidang Pariwisata Umumkan Merger dan Bentuk Holding Baru

Industri pariwisata Indonesia dipercaya masih memiliki potensi yang begitu luas, banyak irisan di dalamnya yang belum tergarap maksimal meski sudah banyak pemain OTA hadir. Dari semangat tersebut, memutuskan para petinggi Travelingyuk, Lapaktrip, dan DeRegent untuk memilih langkah merger dan membentuk holding baru agar layanan semakin terintegrasi dengan fokus yang jelas dan terarah.

Ketiga perusahaan di atas beroperasi di bawah holding bernama PT Turisme Global Diginet (TGD Holding) secara resmi per Juli 2019. Natali Ardianto dan Khrisna Mokoginta menjadi komisaris untuk TGD holding. Mereka adalah beberapa nama dibalik dirintisnya Tiket.com.

Sebagai informasi, baik Travelingyuk, Lapaktrip, dan DeRegent ini lahir dari kalangan orang-orang Tiket.com. Natali dan Khrisna juga terlibat sebagai investor untuk pendirian Travelingyuk dan DeRegent.

Travelingyuk adalah portal berita khusus pariwisata yang dipimpin oleh Sa’atul Ihsan. Sementara Lapaktrip adalah marketplace khusus penjualan paket tour and activities. CEO-nya adalah Hendry Prianto, sebelumnya bekerja di Tiket sebagai Head of Product – Hotel Division.

Terakhir, DeRegent adalah pengelola tourist information center (TIC), memasarkan iklan offline di bandara internasional dalam bentuk videotron. DeRegent dipimpin oleh Jonggi Manalu, sebelumnya dia memimpin Tiket sejak 2014-2017 sampai akhirnya diakuisisi penuh oleh Blibli.

Bila dilihat, ketiga perusahaan ini bidangnya saling beririsan satu sama lain dan dipercaya bisa memberikan sinergi untuk kemajuan industri pariwisata.

“Sinergi antara Travelingyuk, DeRegent, dan Lapaktrip saling berkaitan. Lapaktrip butuh promosi secara online lewat Travelingyuk, lalu DeRegent untuk offline-nya. Karena kita semua bermain di industri pariwisata, akhirnya memutuskan untuk bentuk perusahaan holding, ketiganya akan beroperasi di bawah holding,” terang Komisaris TGD Holding Khrisna Mokoginta kepada DailySocial.

Natali turut menambahkan, kondisi industri tour and activities ini tak jauh bedanya seperti industri OTA dimulai yang ditandai dengan kelahiran Tiket. Penyedia jasa tour and activities masih belum tersentuh dengan dunia digital, makanya proses booking masih sangat manual. Namun semua masalah tersebut seperti tidak terlihat.

“Kita percaya tour and activities ini akan sangat besar karena sekarang orang beli kamar hotel dan perjalanan dengan sangat murah. Yang kita offer adalah value added, bisa dapat makan malam gratis atau pick up dari airport. Makanya dari pengalaman kita ini, transaksi average ke depannya akan jauh lebih besar dari OTA karena value-nya lebih besar.”

Dari keputusan bisnis ini, Lapaktrip akan menjadi platform utama sebelum mengarahkan kebutuhan konsumen yang ingin beriklan lewat DeRegent atau mencari informasi pariwisata melalui artikel yang dipublikasi oleh Travelingyuk. Database paket wisata dari agen tour and activities pun akan diperbanyak di Lapaktrip agar konsumen punya banyak pilihan.

Oleh karena itu, Khrisna menjelaskan secara bertahap akan perkuat sistem internal agar pelayanan ke konsumen makin baik dan sistem pembayaran agar opsi konsumen bisa lebih banyak untuk bertransaksi di Lapaktrip.

Rencana bisnis berikutnya

CEO Lapaktrip Hendry Prianto menjelaskan ke depannya Lapaktrip akan menyediakan paket tour and activities untuk kegiatan di luar negeri, tidak hanya di dalam negeri saja. Perusahaan melihat peluang yang belum disentuh meski Traveloka lewat Traveloka Xperience dan Klook, bahkan Tiket sendiri sudah merambahnya.

Perusahaan besar tersebut belum merambah hingga paket wisata yang menyeluruh dan tiket atraksi wisata yang disediakan oleh UKM. Kebanyakan pemain OTA baru menyentuh penyedia yang banyak dikenal wisatawan.

“Misi kita cukup beda, kami ingin bantu agen tur konvensional untuk go digital dengan Lapaktrip agar mereka bisa berkompetisi dengan yang lainnya. Lapaktrip bisa menjadi channel penjualan mereka yang baru,” kata Hendry.

Dari segi transaksi, Hendry menyebut perusahaannya telah menghasilkan transaksi, namun dianggap belum begitu besar. Lantaran belum melakukan kegiatan promosi apapun sejak awal berdiri.

Dia menyebut Lapaktrip telah bermitra dengan 80 operator tur dan 1200 paket wisata yang ditawarkan. Pasca bergabungnya perusahaan ke dalam holding, Hendry akan perbanyak kemitraan dengan 1000 operator tur sampai akhir tahun ini.

Agen tur yang ingin bergabung harus memenuhi beberapa persyaratan umum, mereka harus sudah berbadan hukum dan punya alamat kantor yang jelas demi meminimalisir potensi penipuan.

Seluruh produk yang dipajang di Lapaktrip kemungkinan besar juga akan tersedia di videotron DeRegent yang delapan bandara internasional. Seperti di Bandara Soetta (Cengkareng), Sultan Mahmud Badaruddin (Palembang), Silangit (Medan), dan Minangkau (Padang).

Tak hanya itu, videotron ini bisa jadi ajang promosi untuk para UKM agar semakin dikenal para wisatawan. Juga memasarkan informasi yang dipublikasi lewat Travelingyuk. Secara pencapaian, situs media online ini diklaim telah dikunjungi oleh 195 juta kali sejak Januari 2018-April 2019. Dari angka itu, pembaca loyalnya mencapai 33 juta orang.

Agar ketiga startup ini makin tumbuh pesat, Natali menyebut pihaknya sedang melakukan penggalangan dana untuk Seri A. Prosesnya masih berlangsung dan diharapkan akan segera selesai pada akhir Agustus 2019.

Aplikasi Studio Mobile Musical.ly dan Tik Tok Segera Melebur Jadi Aplikasi Baru

Musical.ly, aplikasi studio mobile asal Amerika Serikat, akan melebur dengan aplikasi sejenis asal Tiongkok, Tik Tok, pasca diakusisi penuh oleh ByteDance, induk usaha Tik Tok, pada akhir tahun lalu. Peleburan diharapkan akan mendongkrak lebih banyak pengguna utama dari kalangan generasi Z menjadi kreator, terutama dari Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara.

Generasi Z adalah golongan usia dimulai dari tahun kelahiran 1996-2010. Diperkirakan jumlahnya di Indonesia mencapai 68 juta atau sekitar 29 persen dari total populasi. Sedangkan di global mencapai 2,5 miliar atau 34 persen dari total populasi seluruh dunia.

“Nanti akan jadi aplikasi baru, sekarang sedang proses. Rencananya tahun ini akan diumumkan,” terang Country Manager Tik Tok dan Musical.ly Teguh Wicaksono, pekan lalu (10/2).

Lewat peleburan ini, ke depannya perusahaan akan lebih fokus mengembangkan fitur-fitur berteknologi kecerdasan buatan (AI) dengan mencampurkan unsur lokalisasi sesuai masing-masing negara.

ByteDance disebut memiliki spesialisasi di bidang tersebut sehingga diharapkan bisa menjadi unsur diferensiasi yang kuat dengan aplikasi sejenis. Penerapan teknologi AI juga bisa dilihat di aplikasi flagship ByteDance yang cukup populer di Tiongkok, yakni Toutiao.

Platform yang baru ini diharapkan lebih mudah digunakan dan efisien untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna dalam menciptakan konten. Terlebih, sambung Teguh, fokus perusahaan pada saat ini adalah meningkatkan pengguna, belum terpaku dalam monetisasi.

Untuk menarik pengguna baru, pihaknya merangkul berbagai kerja sama bisnis dengan perusahaan lokal dan global, seperti Ismaya Live, RCTI, Warner Music Indonesia, Universal Indonesia, Sony Music Indonesia, Indosat Ooredoo, Apple Music, Disney, Billboard, dan lainnya.

Perkembangan Musical.ly dan Tik Tok

Musical.ly sendiri hadir pada 2015, sementara Tik Tok hadir tahun lalu. Teguh mengklaim, kedua aplikasi ini tumbuh pesat secara organik setiap tahunnya. Terlihat dari pengguna aktif dan komunitas yang terbentuk dengan sendirinya, sehingga menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesar di Asean bagi kedua aplikasi ini.

Musical.ly diungkapkan berhasil menciptakan talenta baru di bidang musik, komedi, dan fesyen. Sedangkan Tik Tok melengkapi kebutuhan kreator dengan teknologi interaktif dan efek khusus yang lebih maju, seperti fitur Gaga Dance, efek hair drying, stiker 3D, dan fitur digital lainnya.

“Kami melihat ke depannya akan ada banyak hal yang bisa dikerjakan bersama dengan ByteDance, makanya setuju [diakusisi]. Lagipula ini win win solution. Musical.ly sudah punya basis pengguna yang besar di pasar global, sementara Tik Tok punya pengguna besar di Tiongkok.”

Secara global, baik Musical.ly dan Tik Tok telah diunduh lebih dari 500 juta kali. Penonton video harian mencapai 10 miliar, serta 150 juta pengguna MAU di seluruh dunia dengan negara kontributor terbesar adalah Amerika Serikat dan Inggris. Tidak dijelaskan secara spesifik berapa kontribusi dari Indonesia secara global.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

GoWork dan Rework Merger, Lahirkan Go-Rework

Hari ini (07/2) dua coworking space GoWork dan Rework mengumumkan penyatuan bisnis (merger). Penyatuan tersebut menghadirkan brand coworking space baru “Go-Rework“. Ditargetkan Go-Rework mampu bertumbuh hingga 7 kali lipat dari kapasitas yang saat ini ada. Tahun ini direncanakan akan melakukan penambahan ruang kerja di 50 lokasi dan memperluas total area hingga 20.000 m2 di seluruh Indonesia.

Setelah merger ini, seluruh anggota GoWork dan Rework dapat menikmati akses fleksibilitas kerja di seluruh lokasi Go-Rework, antara lain di Thamrin, Setiabudi, Cityloft dan FX Sudirman.

Menurut pernyataan yang kami terima, ke depannya perusahaan tetap akan mempertahankan brand GoWork dan Rework. GoWork akan berfokus pada menara perkantoran premium untuk perusahaan kecil dan menengah atau bagi perusahaan multinasional dalam lingkup regional, sedangkan ReWork akan menciptakan konsep mall dan retail yang menggabungkan work and play untuk memenuhi kebutuhan pengusaha dan profesional millennial.

Dari sisi operasional bisnis, Vanessa Hendriadi ditunjuk sebagai CEO, sebelumnya ia adalah Founder & CEO untuk Rework. Sedangkan Richard Lim ditunjuk sebagai CFO & Chief of Real Estate, dan Donny Tandianus ditunjuk sebagai CTO. Richard dan Donny adalah Co-Founder dari GoWork. Untuk mengakselerasi pertumbuhan Go-Rework juga akan didukung oleh pengusaha kondang dengan latar belakang industri yang cukup kuat, termasuk Mao Da Qing, pendiri Ucommune, coworking space kedua terbesar di dunia, dan Christian Rijanto, Co-Founder Ismaya Group.

“Misi kami adalah membangun suatu platform untuk menggugah komunitas bisnis dengan menciptakan dampak positif bagi pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Go-Rework merealisasikan ini dengan merevolusi cara kerja melalui workspace dengan desain yang modern dan fungsional, mobile technology, layanan dan akses serta koneksi bisnis yang bisa memberikan kontribusi bermakna bagi pengusaha dan profesional bisnis,” sambut CEO Go-Rework Vanessa Hendriadi.

Optimasi layanan melalui aplikasi mobile

Melalui aplikasi mobile yang tengah dirampungkan, Go-Rework juga ingin memberikan kepada member pengalaman yang lebih dari sekedar coworking space. Aplikasi tersebut didesain sebagai wadah digital bagi komunitas bisnis untuk saling terhubung, berbagi dan berkolaborasi serta juga sebagai marketplace untuk berbagai layanan bisnis. Aplikasi tersebut juga akan menyediakan fitur untuk pemesanan ruang kerja, pemesanan tiket acara tertentu, serta pembayaran cukup dengan menekan tombol pada aplikasi.

“Aplikasi ini didesain untuk memudahkan kebutuhan sehari-hari seperti menemukan ruangan rapat, tetapi di sisi lain juga mampu mendukung member kami dengan pengetahuan dan networking melalui halaman utamanya d imana terdapat informasi tentang member lain, kegiatan yang akan diadakan dan pelayanan yang tersedia,” ujar CTO Go-Rework Donny Tandianus.

Ruang kerja di Go-Rework didesain menggunakan konsep terbuka dan modern untuk menghadirkan ruangan kolaboratif secara alami yang mampu mendorong proses bekerja serta berkolaborasi di antara para anggotanya tanpa mengurangi privasi bisnis. Sebagai benefit untuk pengguna, di seluruh lokasi Go-Rework secara reguler akan diadakan berbagai macam acara dalam tajuk workshop dan aktivitas networking yang diselenggarakan secara rutin dengan pembicara yang kompeten dan berpengalaman di bidangnya.

Valuklik Kini di Bawah Naungan Dentsu Aegis Network, Merger dengan iProspect

Agensi digital Valuklik hari ini mengumumkan telah menandatangani kesepakatan definitif untuk menyatukan operasional mereka dengan Dentsu Aegis Network, perusahaan pemasaran digital dan media global, serta melakukan merger dengan iProspect. Pasca penggabungan, Valuklik akan berganti nama menjadi iProspect Valuklik, konsolidasi kekuatan ini dinilai akan menambah skala signifikan terhadap kapabilitas jaringan kerja, kekuatan teknologi, dan mengukuhkan posisi sebagai market leader dalam pertumbuhan pasar yang tinggi di digital performance marketing.

Brand Valuklik, Pinnacle, sebuah unit khusus untuk analisis dan salah satu mitra penjualan terbesar Google Analytics & solutions partner di Indonesia juga akan bergabung dengan iProspect dan berganti nama menjadi iProspect Pinnacle.

“Bergabung dengan Valuklik akan memungkinkan iProspect untuk memberikan hasil bisnis  transformatif yang sesungguhnya kepada setiap klien di pasar Asia Tenggara yang sangat disruptif. Penggabungan kekuatan ini sangat penting untuk memperkuat posisi kami di Indonesia dan kami telah menemukan mitra terbaik pada diri Cleo, Rahul dan tim mereka,” ujar Joanna Catalano, CEO iProspect Asia Pacific.

Didirikan pada tahun 2012 oleh Cleosent Randing, Valuklik fokus memberikan solusi pemasaran berbasis data driven, large scale enterprise SEO, transformasi digital dan data & analisis. Agensi ini memberikan layanan pemasaran digital di semua digital media channels – search, social media, programmatic media, dan performance content.

“Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat di dunia dan nomor satu penggerak pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara, sehingga membuat Indonesia menjadi prioritas kami untuk melangkah maju ke depan. Dengan prospek pertumbuhan jangka menengah dan jangka panjang yang sangat baik – terutama dalam digital advertising, kami melaju ke skala yang cukup besar dengan perbedaan yang substansial di pasar ini,” sambut CEO Dentsu Aegis Network Asia Tenggara Dick van Motman.

Motman melanjutkan, “Valuklik membawa serta kemampuan yang kuat dalam kinerja marketing and search, serta skala yang dibutuhkan di mana hal ini sangat penting untuk mempercepat bisnis kami. Konsolidasi kekuatan kami dengan Valuklik memenuhi semua kriteria yang kami harapkan dan sejalan dengan perkembangan yang kami inginkan setelah kami melakukan akuisisi terhadap Dwi Sapta, hal ini membuat kami semakin mantap untuk menawarkan layanan dan manajemen digital performance melalui talenta tim kami di sana.”

EV Hive and Clapham Collective Merges, Will Use “EV Hive @ Clapham” for Medan and Sumatra

EV Hive has announced the merger with coworking space provider in Medan, Clapham Collective, for operational expansion. EV Hive plans in pouring investment to build coworking space in Medan and Sumatra. In associated with its own brand, EV Hive reported to be using the name “EV Hive @ Clapham”.

Chris Angkasa, Clapham’s founder, will join EV Hive advisory board. In terms of services, the EV Hive team is currently consolidating, as EV Hive @ Clapham will be using EV Hive’s SOP and platform technologies.

“As the third largest city in Indonesia, Medan becomes the main entrance for business in Sumatra. Along with the vision of EV Hive’s founder, coworking space will be popularize as cultural exchange platform as well as meeting places to strengthen business relationships of entrepreneurs in Jakarta and Medan,” Angkasa said.

Carlson Lau, EV Hive’s Co-Founder and CEO, added, “We are excited about the huge demand for coworking space and strong community scope from local communities and startups in the region. Moreover, Chris as a leader figure and investors with integrity. We are enthusiast to make him as our advisor. While extending network to 100 coworking space in Indonesia, we will continue to build strategies for partnering with local communities, as well as connecting people in our ecosystem.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

EV Hive dan Clapham Collective Merger, Lahirkan Brand “EV Hive @ Clapham”

EV Hive hari ini mengumumkan peresmian merger dengan penyedia layanan coworking space di Medan, Clapham Collective, untuk perluasan wilayah operasional. Bersama dengan penyatuan ini, EV Hive berencana untuk menggelontorkan investasi guna membangun ruang coworking yang lebih banyak di area Medan dan Sumatera. Terkait dengan brand-nya sendiri, disampaikan pihak EV Hive akan menggunakan nama “EV Hive @ Clapham”.

[Baca juga: Strategi EV Hive di Tengah Eksplorasi Industri Coworking Space]

Bersama dengan peresmian merger ini, Chris Angkasa selaku pendiri Clapham akan bergabung dalam jajaran Dewan Penasihat EV Hive. Dari sisi penyuguhan layanan, saat ini tim EV Hive sedang mengkonsolidasikan, karena EV Hive @ Clapham akan menggunakan SOP dan platfrom teknologi yang sudah menjadi standar di EV Hive.

“Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan menjadi gerbang utama dalam berbisnis di Sumatera. Sejalan dengan visi para pendiri EV Hive, coworking space pun akan kami populerkan sebagai platform pertukaran budaya sekaligus tempat pertemuan yang memperkuat hubungan bisnis para pengusaha di Jakarta dan Medan,” ujar Chris Angkasa.

[Lihat juga: DStour #33 Berbagai Ruangan Kreatif di EV Hive IFC Tower]

Carlson Lau, Co-Founder dan CEO EV Hive menambahkan, “Kami sangat antusias mengetahui banyaknya permintaan layanan coworking space dan wadah komunitas yang kuat dari para UKM dan startup di kawasan ini. Apalagi Chris sebagai sosok pemimpin dan investor yang berintegritas. Kami antusias bisa menjadikannya sebagai penasihat kami. Sambil memperluas jejaring kami ke 100 lokasi coworking space di Indonesia, kami akan terus merancang strategi untuk bermitra dengan para komunitas lokal, sekaligus menghubungkan setiap orang dalam ekosistem kami.”

Emtek Dikabarkan Ambil Porsi Kepemilikan di KapanLagi Network

Raksasa media Emtek, menurut informasi yang kami terima, dikabarkan telah mengambil porsi kepemilikan di KapanLagi Network (KLN). Belum ada informasi berapa besar kepemilikan Emtek di grup media tersebut, tapi kabarnya memiliki potensi mayoritas. Grup media Singapura MediaCorp Singapura sebelumnya telah mengakuisisi 52% saham KLN di tahun 2015.

KLN disebutkan sebagai grup media hiburan dan gaya hidup terbesar di Indonesia. Selain KapanLagi dan Merdeka, sejumlah properti media lain menyasar segmen niche, seperti Bola.net, Fimela, Vemale, dan lain-lain.

KLN awalnya didirikan oleh Steve Christian dan Eka Wiharto di tahun 2003, kemudian merger dengan Fimela Group di tahun 2014 membawa Ben Subiakto dan Dian Mulyadi ke jajaran manajemen.

Menurut informasi yang kami terima, media unggulan seperti KapanLagi dan Merdeka akan tetap menjadi properti independen. Sementara properti yang memiliki irisan dengan milik grup Emtek, misalnya Bola.net (KLN) dan Bola.com (Emtek) akan digabungkan (merger).

Kami telah menghubungi pihak KLN untuk meminta komentarnya tentang hal ini.

Emtek sendiri saat ini bertransformasi menjadi konglomerasi media dan teknologi. Selain media televisi dan online, mereka berinvestasi di sejumlah perusahaan teknologi, termasuk Bukalapak dan BBM. Properti media online-nya sendiri berada di bawah naungan Liputan6.com yang dipimpin Karaniya Dharmasaputra.

Lima Tahap Panduan Saat Akuisisi Startup

Meski perusahaan startup Anda sudah berkembang dengan baik, pasti selalu ada pertimbangan untuk selalu aktif memperluas fitur demi meningkatkan jumlah penggunaan. Opsi yang paling rasional adalah membangunnya secara in-house memberdayakan talenta yang sudah dimiliki atau mengambil langkah lebih cepat dengan mengakuisisi startup lain yang telah memiliki teknologi signifikan.

Akuisisi masuk ke dalam pertimbangan karena banyak memberikan dampak positif bagi perusahaan Anda pada masa depannya. Bagi konsumen existing Anda, akuisisi akan membuat mereka jadi lebih menikmati layanan yang diberikan. Bagi konsumen baru, hal ini menjadi solusi yang komprehensif untuk dipilih.

Apabila Anda ingin mengakuisisi startup untuk pertama kalinya, artikel ini akan membahas tahapan yang perlu Anda perhatikan agar proses akuisisi bisa berjalan sukses. Berikut rangkumannya:

1. Rajin memilah calon kandidat

Sebaiknya Anda perlu sediakan banyak waktu saat mencari calon kandidat startup. Lakukan proses uji tuntas atau due dilligence demi memastikan startup yang Anda bidik memiliki fitur, teknologi, dan ruang lingkup yang sesuai dengan tujuan strategis Anda.

Penting juga untuk melihat apakah mereka berada di posisi yang berkeinginan di akuisisi oleh perusahaan Anda. Bentuk komunikasi yang cukup untuk membangun hubungan Anda dengan calon startup, demi menemukan kesepakatan strategis yang menguntungkan kedua belah pihak.

Jauhi perusahaan yang terlihat bersusah payah ingin diakusisi karena ingin melemparkan masalah yang mereka alami ke Anda.

2. Kembangkan resep strategis akuisisi

Setelah Anda memiliki resep strategis akuisisi yang tepat, jadikan ini sebagai acuan untuk rencana akusisi di masa depannya. Pastikan resep tersebut mencakup detil mengenai proses pendekatan, jangka waktu, isi kesepakatan, bagaimana bentuk komunikasinya, dan lain-lain.

Meski Anda sudah memiliki resep, Anda harus selalu pastikan pelajaran apa saja yang bisa dipetik agar tidak mengulang kesalahan yang sama. Kemudian tinjaulah secara berkala agar tetap sesuai dengan kondisi yang berlaku.

3. Luangkan waktu untuk saling mengenal

Ini mirip seperti mencari pasangan hidup. Anda harus meluangkan waktu untuk berkumpul demi saling mengenal, bertukar cerita dan informasi, berdiskusi tentang keyakinan dan aspirasi masing-masing di masa depan. Pada saat inilah, Anda akan benar-benar mengerti jika Anda itu adalah pasangan yang cocok untuk jangka panjang.

Dalam bisnis, mungkin bentuk nyatanya bisa berupa mewawancarai semua anggota dari masing-masing tim, berbagi laporan keuangan, mendokumentasikan strategi, serta menghitung hasilnya. Ketika semua pekerjaan ini selesai, akan terlihat apakah startup tersebut adalah jodoh Anda atau bukan.

Apabila saat proses pendekatan ini, Anda dan calon startup merasa tidak menemukan kecocokan. Jangan paksakan. Anda bisa mundur, mengikuti insting, dan tetap mengacu pada analisis data dalam setiap memutuskan suatu keputusan.

4. Jangan terburu-buru lakukan integrasi

Anda tidak harus langsung memboyong seluruh tim saat proses akuisisi selesai. Luangkan waktu untuk melakukannya dengan benar agar setiap orang dalam tim merasa nyaman, sembari menentukan bentuk sinergi yang tepat. Proses ini cukup penting karena Anda dapat mengurangi potensi terjadinya strategi yang tumpang tindih.

Lakukan rencana komunikasi secara internal dan eksternal, guna memastikan alasan dan manfaat nyata yang dirasakan semua pihak yang terlibat, termasuk konsumen. Libatkan karyawan agar mereka tahu bagaimana bekerja nantinya setelah integrasi berhasil diselesaikan.

5. Visualisasikan hasil

Meski proses akuisisi memakan banyak waktu, tenaga, biaya, hingga rintangan yang terus bermunculan, Anda harus tetap dapat memvisualiasikan hasil akhirnya. Hal ini akan membuat Anda untuk tetap fokus dan mampu melewati rintangan. Anda meyakini bahwa dari akuisisi dengan startup X akan membawa keuntungan yang baik bagi konsumen. Dengan demikian, Anda jadi selalu termotivasi dan berkomitmen untuk melihat hasil akhir dari akusisi yang sedang dijalankan.

Sleekr Akuisisi Kiper Cloud Accounting, Perluas Cakupan Portofolio SaaS untuk Bisnis UKM

Sleekr mengumumkan akuisisinya terhadap Kiper Cloud Accounting untuk meningkatkan portofolio produk yang dimiliki. Sleekr sendiri awalnya merupakan pengembang layanan SaaS (Software as a Service) untuk manajemen human resources (HR) sedangkan Kiper pengembang layanan SaaS untuk manajemen akuntansi bisnis. Bersatunya Kiper ke Sleekr turut membawa rebranding produk akuntansi Kiper menjadi Sleekr Accounting.

Founder Sleekr Suwandi Soh mengatakan bahwa penggabungan ini akan memberikan dampak sinergi positif, menjadi sebuah platform SaaS yang memberikan solusi menyeluruh untuk bisnis, khususnya untuk skala UMKM dan startup. Selain pertimbangan tersebut, Suwandi mengaku bahwa ketertarikannya dengan Kiper karena user experience yang ditawarkan pada aplikasinya mudah diadopsi oleh beragam kalangan, termasuk pebisnis pemula.

Setelah kurang lebih 5 tahun beroperasi dengan bendera Kiper, penyedia layanan akuntansi tersebut mengaku telah menggaet setidaknya 5.000 pengguna. Sedangkan Sleekr justru masih berumur kurang dari 2 tahun, namun akselerasi dengan produk manajemen HR-nya begitu mengesankan. Pencapaian hingga tahun 2016 ini pihaknya mengaku telah menjaring 10.000 pengguna. Dengan bergabungnya Kiper diharapkan mampu mendongkrak traksi penggunanya.

Diungkapkan Founder Kiper Cloud Accounting Agung Harry Purnama, dari perjalanan produknya hal yang belum digencarkan ialah kegiatan pemasaran yang lebih intensif. Selama ini Kiper cenderung masih mengandalkan pola pemasaran mulut ke mulut. Dengan bersatunya Kiper dan Sleekr, diharapkan proses tersebut dapat direvolusi dengan baik dan mampu menciptakan harmoni dengan portofolio yang sebelumnya dimiliki Sleekr.

Integrasi layanan dan peningkatan kapabilitas tim

Akuisisi Kiper membawa tim ke dalam tubuh bisnis Sleekr. Founder Kiper kini menjabat sebagai Co-Founder dan Direktur Teknologi Sleekr. Pengalamannya sebagai software engineer selama 10 tahun lebih dinilai akan mampu mengakselerasi pertumbuhan inovasi Sleekr. Akuisisi ini turut membawa dua produk untuk bergabung dan saling berintegrasi.

Diterangkan Suwandi Soh timnya secara bertahap akan melakukan integrasi kedua layanan. Beberapa yang sudah masuk dalam agenda pengembangan ialah penyatuan sistem penggajian karyawan yang sebelumnya sudah dikembangkan Sleekr. Di tahap lebih lanjut, akan ada juga manajemen hak akses yang akan disematkan dalam kedua layanan tersebut.

Mengomentari seputar perjalanan bisnis, Suwandi menyampaikan:

“Kami sangat senang dengan pertumbuhan kami. Sleekr tumbuh sesuai dengan mempertimbangkan kemampuan kami melayani users. Kami sangat percaya dengan pelayanan kepada pengguna. Kami bangga melayani perusahaan modern seperti Midtrans, IDN Media, UangTeman, dan DealPOS.”

Suwandi juga menambahkan, bahwa saat ini di Indonesia banyak UKM yang potensial, memiliki produk yang bagus tetapi pengelolaan sumber daya paling penting mereka, yaitu people and money, tidak dilakukan dengan baik, terlebih modern. Sleekr ingin membantu perusahaan dan pemilik bisnis ini untuk melakukan modernisasi.

“Sleekr bisa dikatakan sebagai operating system atau OS dari sebuah bisnis. Dari inovasi pricing, kami juga mengubah lanskap mahalnya software HR dan accounting dengan menawarkan SaaS dengan biaya yang sangat terjangkau,” ujar Suwandi.

Dalam beberapa bulan ke depan, Sleekr akan segera merilis fitur yang dapat memanfaatkan data yang dimasukkan pengguna menjadi informasi yang mempermudah pemilik bisnis mengambil keputusan, misalnya adanya sebuah peringatan jika dalam dua bulan ke depan perusahaan tidak membenahi piutangnya maka perusahaan mungkin akan sulit membayar gaji karyawan, atau pengingat bahwa dalam dua bulan akan ada kenaikan biaya dibandingkan biasanya karena adanya kenaikan jumlah staf yang akan bergabung bulan depan. Sistem yang mengarah pada analisis big data.