MNC Group Kini Pakai Brand “Motion” untuk Seluruh Layanan Keuangan Digital

Langkah MNC Kapital (BCAP), anak usaha khusus layanan keuangan di bawah MNC Group, untuk menyatukan seluruh talenta fintech di bawah naungan Motion Technology (MotionTech) menjadi pembuktian dari stakeholder untuk bersaing dengan serius di ranah keuangan digital. Keputusan tersebut berdampak pada perubahan seluruh brand di bawah BACP menjadi Motion.

Peneliti INDEF Nailul Huda berpendapat strategi ini dimaksudkan untuk mengajak konsumen baru mengenal lebih dekat dengan brand Motion yang terkesan segar, menghilangkan kesan MNC Group yang selama melekat lewat brand lama. “Kalau MNC punya branding kuat di perusahaan TV-nya. Saya rasa ini tepat untuk bersaing,” kata Huda kepada DailySocial.id.

Kesempatan itu juga didorong oleh masih luasnya kesempatan BCAP untuk menggarap penetrasi produk keuangan yang masih terfragmentasi di Indonesia. Di antaranya, sub pangsa pasar yang belum digarap, tingginya jumlah masyarakat unbanked dan underbanked. “Jadi persaingan tampaknya akan sangat seru.”

Pernyataan Huda ini sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Produk keuangan digital yang beredar saat ini masih terpusat di kota besar dan masih butuh waktu untuk memperkenalkan ke pelosok daerah. Masing-masing dari vertikal fintech ini belum ada yang menjadi pemain dominan di pasar.

Ambil contoh terdekat adalah kehadiran bank digital yang ramai-ramai digarap oleh banyak pihak untuk menyasar segmen baru. Dengan kemudahan proses pengajuan, tanpa harus datang ke kantor cabang, jadi kemudahan awal yang diberikan agar dapat lebih mudah on boarding nasabah baru.

Akan tetapi, menurut pantauan DailySocial.id, semua fitur yang hadir saat ini di banyak aplikasi bank digital ini tingkat urgensi untuk menggunakannya masih ada di tahap “nice to have”, alias belum mendesak untuk menggantikan dari layanan yang dipakai sebelumnya.

Meski begitu, kesempatan bank digital lebih memiliki untuk hadir di tengah masyarakat sangat memungkinkan berkat keberadaan teknologi embeded finance/Banking-as-a-Service yang disematkan di berbagai aplikasi konsumer populer. Langkah tersebut sudah diujicobakan, salah satunya oleh Cermati yang bekerja sama dengan blu by BCA Digital yang sudah hadir di aplikasi Blibli.

Mimpi besar yang disampaikan lewat teknologi tersebut adalah di masa depan masyarakat tidak lagi melihat di mana uangnya disimpan, di mana kantor cabang, jumlah ATM, dan lainnya, sama halnya saat menggunakan aplikasi e-money GoPay atau OVO. “Dengan fenomena adopsi internet dan smartphone selama satu dekade ini, bisnis bank akan tetap sama, tetapi delivery-nya saja yang kini mulai berbeda,” ucap Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah.

MotionTech

Lebih lanjut, dalam keterangan resmi disampaikan bahwa MotionTech akan mengawasi semua inisiatif BCAP sebagai penyedia layanan keuangan digital terdepan, terlengkap, dan terintegrasi. BCAP memiliki berbagai lini produk keuangan, mulai dari perbankan digital, pembiayaan, perdagangan saham, asuransi, manajemen aset, e-money, dan lainnya.

Pertama, MotionBanking merupakan aplikasi perbankan digital yang akan menjadi lokomotif penggerak keseluruhan brand Motion. Di dalam MotionBanking terdapat kartu debit dan kredit virtual MotionVisa dan MotionMasterCard. Kedua, MotionPay, platform e-money, e-wallet, dan transfer digital. Ketiga, MotionTrade untuk aplikasi online trading saham yang sebelumnya bernama MNC Trade New sudah dirilis sejak 2016. Terakhir, MotionInsure, aplikasi insurtech.

Dalam rencana pengembangan, segera hadir MotionCredit sebagai aplikasi lending termasuk menghadirkan BNPL; MotionFunds sebagai platform reksa dana online; dan MotionSeeds sebagai aplikasi securities crowdfunding.

Ekosistem fintech MNC Group lewat Motion Technology / MNC Kapital

Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menjelaskan langkah ini memperlihatkan komitmen BCAP untuk menempatkan inovasi digital sebagai poros binsis perbankan dan jasa keuangan memasuki babak baru dengan pembentukan talent pool ahli fintech yang berdedikasi untuk membangun Motion Technology, ekosistem fintech end-to-end milik MNC Financial Services.

“Setiap aplikasi fintech dalam ekosistem MotionTech memiliki peran strategis untuk saling menunjang satu sama lain. Di samping itu, dengan ekosistem Open API, BCAP juga akan terus berkolaborasi dengan pihak ketiga untuk saling melengkapi dan menguatkan ekosistem MotionTech secara seamless,” ungkap Hary dalam keterangan resmi.

MNC Vision Pours 570 Billion Rupiah Funding to Migo, Planning for Collaboration

MNC Vision Networks (IDX: IPTV), a subsidiary of MNC Group which oversees several OTT business units, announced its investment in Migo Indonesia worth of $40 million or equivalent to 570 billion Rupiah. The funds will be used to increase service coverage with a target of 100 million users by 2022.

This funding continues Migo’s acquisition in 2020 in the series B round. The amount is not stated, a series of venture capitalists and angel investors are involved, including Temasek, Provident Capital, Ray Zage (Commissioner of Gojek and Lippo Karawaci), Steve Chen (Co-founder & ex -CTO Youtube), and Pandu Sjahrir.

Compared to other streaming video services, Migo’s technology is quite unique in the form of online to offline (O2O) videos-to-go which allows users to watch movies offline without buffering. Content distribution is done through Wargo (Warung Migo) or Migo Download Stations (MDS). Users only need to go to the partner grocery store location to download the content to be played offline on the application.

Content distribution mechanism on Migo app / Migo

In particular, Migo’s target market is the mass market segment with data issues and without sufficient connectivity at home. Migo started its jouney in Indonesia since March 2020, before finally launching in the global market in June 2020 with a paid model. Currently, the service (the presence of partners) only covers area around Jakarta and Bekasi.

Furthermore, with the funds, Migo also targeting to provide MDS points in 10 thousand new locations in Java.

“Migo uniquely and exclusively innovates for 3 billion consumers in emerging markets. As the largest country in Southeast Asia, Indonesia is home to more than 200 million under-innovated people. These individuals and families basically want to fully participate in the digital age, and Migo can make that happen,” Migo’s Founder & CEO, Barrett Comiskey said.

Partnership with MNC

The IPTV corporate action will be followed by a series of strategic collaborations, continuing the integration of Vision+ in the Migo application which has been carried out since June 2021. The goal is to bring an OTT Vision+ viewing experience to offline customers. With the additional capital, Migo is quite optimistic about setting a target of 20 million monthly paid subscribers for the Vision+ service on Migo by 2025. Migo’s subscription fee iranging from Rp15 thousand per month.

“Working with MNC Group, which provides enormous domestic resources and experience, to accelerate Migo’s scale and increase the impact of Migo on society. MNC Vision Networks is an excellent partner while simultaneously expanding our network nationally in order to realize our mission We aim to change the digital life of Indonesians every day,” Barrett added.

In addition, the agreement also includes the appointment of the President Director of MNC Vision Networks Ade Tjendra and the Marketing Head of the President Director of MNC Vision Networks Clarissa Tanoesoedibjo as the Board of Commissioners of Migo Indonesia.

“Supported by MVN’s superior content and Migo’s rapidly growing reach, we aim to reach tens of millions of people without access to OTT services, or are limited by data connection. In addition, we believe that this service is to change people’s lives because they will have better access to entertainment and educational content,” MNC Vision Networks’ President Director, Ade Tjendra said.

MNC Group OTT Business

This year, MNC Vision Networks has announced several important plans. One that is quite significant is the plan to go public on the United States stock exchange for its subsidiary Asia Vision Networks (AVN) or known for its application product Vision+. The corporate action began with the signing of a merger agreement with a SPAC (Special Purpose Acquisition Company), Malacca Straits Acquisition Company (NASDAQ: MLAC), .

In addition to OTT (over the top) via video streaming applications, AVN also oversees MNC Play as a pay TV and broadband service operator.

MNC’s strenght is evident in the content diversification provided. Moreover, they have television broadcast assets that dominate the national rating. The VOD application presented also bridges access to these shows, while providing post-show replay options. Migo’s presence is certainly a good bridge to reach new people – especially to convert television viewers to VOD.

According to data presented in the disclosure early this year, Vision+ currently has 5.6 million subscribers, and 1.6 million of them are paid subscribers. Meanwhile, its competitors, according to Media Partners Asia data, until early this year Disney+ Hotstar already had 2.5 million paid subscribers in Indonesia, Viu had 1.5 million subscribers, and Vidio had 1.1 million subscribers. While Netflix has 800 thousand.

Meanwhile, according to their popularity (accessed today [14/9] via the analytics service AppBrain), the following is a list of the most popular VOD applications on the Android platform:

Google Play Rank (Entertainment) Application
1 WeTV
2 Vidio
7 iQIYI
8 Mola TV
12 Viu
14 RCTI+
15 Netflix
16 Iflix
20 Disney+ Hotstar
27 Vision+
37 MAXstream
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

MNC Vision Beri Pendanaan 570 Miliar Rupiah ke Migo, Agendakan Sejumlah Kolaborasi

MNC Vision Networks (IDX: IPTV), anak usaha MNC Group yang membawahi beberapa unit bisnis OTT, mengumumkan investasinya ke Migo Indonesia senilai $40 juta atau setara 570 miliar Rupiah. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk meningkatkan jangkauan layanan dengan target 100 juta pengguna di tahun 2022.

Pendanaan ini melanjutkan perolehan Migo pada tahun 2020 lalu dalam putaran seri B. Nilainya tidak disebutkan, sejumlah pemodal ventura dan angel investor terlibat, termasuk Temasek, Provident Capital, Ray Zage (Komisioner Gojek dan Lippo Karawaci), Steve Chen (Co-founder & ex-CTO Youtube), dan Pandu Sjahrir.

Dibandingkan layanan video streaming lain, teknologi Migo cukup unik berupa online to offline (O2O) videos-to-go yang memungkinkan pengguna menonton film secara offline tanpa buffering. Distribusi konten dilakukan melalui Wargo (Warung Migo) atau Migo Download Stations (MDS). Pengguna hanya perlu menuju lokasi warung kelontong mitra untuk mengunduh konten lalu bisa dinikmati secara offline di aplikasi.

Mekanisme distribusi konten di aplikasi Migo / Migo

Secara khusus target pasar Migo adalah segmen pasar masal yang memiliki isu dengan data dan tidak memiliki konektivitas memadai di rumah. Migo mulai menapaki perjalanan di Indonesia sejak Maret 2020, sebelum kemudian meluncur penuh di pasar global Juni 2020 dengan model berbayar. Saat ini cakupan layanannya (keberadaan mitra) baru seputar Jakarta dan Bekasi.

Selanjutnya, dengan dana yang didapat, Migo juga punya target untuk menambah titik MDS di 10 ribu lokasi baru di Jawa.

“Migo secara unik dan eksklusif berinovasi bagi 3 miliar konsumen di pasar negara berkembang. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 200 juta masyarakat yang under-innovated. Para individu dan keluarga tersebut pada dasarnya ingin berpartisipasi penuh dalam abad digital kita, dan Migo dapat mewujudkan hal tersebut,” ujar Founder & CEO Migo Barrett Comiskey.

Kemitraan dengan MNC

Aksi korporasi IPTV akan dilanjutkan dengan sejumlah kerja sama strategis, melanjutkan integrasi Vision+ di aplikasi Migo yang sudah dilakukan sejak Juni 2021 lalu. Tujuannya untuk menghadirkan pengalaman menonton OTT Vision+ kepada pelanggan offline. Dengan modal tambahan yang diberikan, Migo cukup optimis mematok target 20 juta pelanggan bulanan berbayar bagi layanan Vision+ di Migo pada tahun 2025. Biaya berlangganan Migo sendiri di kisaran Rp15 ribu per bulan.

“Bekerja sama dengan MNC Group, yang memberikan sumber daya dan pengalaman dalam negeri yang sangat besar, untuk mempercepat skala Migo dan memperbesar dampak dari Migo bagi masyarakat. MNC Vision Networks adalah mitra yang luar biasa dengan sekaligus mengembangkan jaringan kami secara nasional dalam rangka mewujudkan misi kami untuk mengubah kehidupan digital masyarakat Indonesia setiap harinya,” imbuh Barrett.

Selain itu, kesepakatan tersebut juga mencakup penunjukan Presiden Direktur MNC Vision Networks Ade Tjendra dan Marketing Head Presiden Direktur MNC Vision Networks Clarissa Tanoesoedibjo sebagai Dewan Komisaris Migo Indonesia.

” Didukung dengan berbagai konten unggulan milik MVN dan jangkauan Migo yang terus berkembang pesat, kami berharap dapat menjangkau puluhan juta orang yang tidak memiliki akses ke layanan OTT, atau memiliki keterbatasan atas beban kuota data berkelanjutan. Selain itu, kami meyakini bahwa dengan adanya layanan ini akan mengubah kehidupan masyarakat karena mereka akan memiliki akses yang lebih baik ke konten hiburan dan pendidikan,” sambut Presiden Direktur MNC Vision Networks Ade Tjendra.

Bisnis OTT MNC Group

Tahun ini, MNC Vision Networks telah mengumumkan sejumlah rencana penting. Satu yang cukup signifikan, rencana go-public di bursa Amerika Serikat untuk anak usahanya Asia Vision Networks (AVN) atau dikenal dengan produk aplikasinya Vision+. Aksi korporasi tersebut dimulai dengan penandatanganan perjanjian penggabungan usaha dengan Malacca Straits Acquisition Company (NASDAQ: MLAC), sebuah SPAC (Special Purpose Acquisition Company).

Selain mengoperasikan OTT (over the top) lewat aplikasi streaming video, AVN juga membawahi MNC Play sebagai operator TV berbayar dan layanan broadband.

Kekuatan MNC jelas pada diversifikasi konten yang diberikan. Terlebih, mereka memiliki aset siaran televisi yang menguasai rating nasional. Aplikasi VOD yang disajikan turut menjembatani akses ke tayangan tersebut, sembari menyajikan opsi pemutaran ulang pascatayang. Hadirnya Migo tentu menjadi jembatan yang apik juga untuk menjangkau kalangan baru – khususnya untuk mengonversi penonton televisi ke VOD.

Menurut data yang disampaikan dalam keterbukaan, hingga awal tahun ini Vision+ saat ini memiliki 5,6 juta pelanggan, dan 1,6 juta di antaranya adalah pelanggan berbayar. Sementara kompetitornya, menurut data Media Partners Asia, hingga awal tahun ini Disney+ Hotstar sudah memiliki 2,5 juta pelanggan berbayar di Indonesia, Viu memiliki 1,5 juta pelanggan, dan Vidio 1,1 juta pelanggan. Sementara Netflix memiliki 800 ribu.

Sementara itu, menurut popularitasnya (diakses hari in [14/9] melalui layanan analitik AppBrain), berikut daftar aplikasi VOD terpopuler di platform Android:

Peringkat di Google Play (Entertainment) Aplikasi
1 WeTV
2 Vidio
7 iQIYI
8 Mola TV
12 Viu
14 RCTI+
15 Netflix
16 Iflix
20 Disney+ Hotstar
27 Vision+
37 MAXstream
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

MNC: Bisnis Esports dan Gaming Akan Menjadi Katalis Bagi Pertumbuhan MNC

Pandemi mengakselerasi pertumbuhan industri esports dan gaming. Baik secara global maupun lokal, industri esports dan gaming memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengalami penurunan. Buat raksasa media sekelas MNC, ini merupakan alasan utama untuk semakin menggenjot bisnis mereka di bidang esports dan gaming.

Direktur Utama MNC, Noersing, belum lama ini memaparkan langkah-langkah yang bakal MNC ambil untuk memperkuat bisnis esports dan gaming-nya ke depannya.

“Pendapatan gaming di Indonesia juga diperkirakan akan melebihi $2 miliar tahun ini, dan akan tumbuh di range 25% – 35% untuk dua sampai tiga tahun ke depan. Dan Indonesia akan menjadi potensi gaming terbesar di Asia Tenggara,” tuturnya dalam acara Public Expose Live 2021 yang dihelat pada tanggal 7 September kemarin.

Menurutnya, bisnis esports dan gaming akan menjadi salah satu katalis bagi pertumbuhan MNC ke depannya. Sebagai informasi, MNC Group memang sudah punya unit bisnis bernama Esports Star Indonesia (ESI) sejak tahun 2019 lalu. Sebagian dari kita mungkin mengenal ESI sebagai ajang pencarian bakat esports, namun ESI sebenarnya sudah punya banyak agenda lain di luar bidang talent search.

Agenda yang paling dekat adalah merilis game pertamanya yang berjudul Rapid Fire. Game mirip PUBGM dan Free Fire ini merupakan hasil garapan studio asal Korea Selatan bernama LightningVR.co. Ltd. (LVR), dan ESI sudah mengamankan hak publikasinya untuk pasar Indonesia sejak bulan Juni lalu. Menurut Noersing, Rapid Fire siap meluncur secara resmi pada akhir September atau awal Oktober 2021.

Oktober nanti, MNC juga akan menayangkan Esports Star Indonesia Season 2, dan ESI pun siap menangani manajemen tim-tim esports baru yang terbentuk dari acara tersebut. Perihal penyelenggaraan kompetisi esports, kita tahu bahwa Free Fire Master League Season 4 sudah dimulai, dan itu pun merupakan hasil kolaborasi ESI bersama Garena sejak tahun lalu.

Terakhir, ESI juga berperan sebagai games aggregator untuk platform RCTI+. Dalam presentasinya, Noersing sempat menyampaikan bahwa jumlah pengguna aktif bulanan RCTI+ sudah menembus angka 50 juta pada akhir Agustus lalu, dan salah satu faktor penggerak utamanya adalah konten gaming sekaligus esports.

Via: Investor Daily.

Strategi MNC Group Perkuat Lini Bisnis Fintech

MNC Group melalui unit MNC Kapital makin agresif mengembangkan layanan fintech. Setelah meluncurkan platform pembayaran SPIN (Smart Payment Indonesia) pada akhir 2019 lalu, mereka mengenalkan Flash Mobile untuk menjadi sistem payment gateway. Layanan tersebut juga sudah mendapatkan lisensi penuh dari Bank Indonesia, meliputi payment gateway, fraud detection, dan invoicing service.

Di luar itu, sebenarnya MNC juga sudah memiliki beberapa aplikasi finansial. Contohnya adalah Hario sebagai platform insurtech yang mengintegrasikan dengan unit perusahaan asuransi MNC Life. Ada juga BangKredit Mobile, aplikasi pengajuan kredit mobil atau rumah yang terintegrasi dengan PT MNC Finance.

Untuk membahas lebih lanjut mengenai visi perusahaan mengembangkan ekosistem fintech-nya, DailySocial berkesempatan melakukan wawancara dengan Jessica Tanoesoedibjo. Ia saat ini menjabat Direktur MNC Kapital, Managing Director SPIN, dan Managing Director Flash Mobile.

“Di struktur MNC Kapital, kami memiliki ekosistem layanan finansial menyeluruh mulai dari bank, sekuritas, aset manajemen, asuransi, multifinasial, dan lain-lain. Tapi seperti yang kita ketahui, sekarang semua sudah merambah ke digital, jadi jika ingin kompetitif dan memberi layanan terbaik maka harus masuk ke sana. Dan kalau kita lihat di ekosistem MNC, maka salah satu yang bisa melengkapi di awal adalah pembayaran, maka dari itu fintech pertama kita adalah e-money dan e-wallet,” jelas Jessica.

Direktur MNC Kapital Jessica Tanoesoedibjo / MNC Group
Direktur MNC Kapital Jessica Tanoesoedibjo / MNC Group

Flash Mobile sendiri bukan unit baru di perusahaan. Sebelumnya platform tersebut sudah bernaung di Infokom (anak usaha MNC di bidang infrastruktur) sebagai biller aggregator, ditujukan untuk menjadi jembatan dengan platform pembayaran di luar MNC. Contohnya memudahkan pengguna membayar langganan TV berbayar lewat aplikasi digital wallet atau platform e-commerce.

“Kami melihat potensi payment gateway cukup besar di pasar, jadi kami migrasikan dari di bawah unit media ke layanan finansial,” imbuhnya.

Peran payment gateway memang cukup krusial untuk ekonomi internet saat ini. Layanan tersebut memungkinkan berbagai aplikasi digital atau situs web untuk terhubung dengan berbagai sistem pembayaran. Menggunakan sambungan API, pemilik bisnis bisa menyuguhkan berbagai opsi pembayaran, mulai dari dompet digital, transfer bank, hingga kartu kredit. Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang menyajikan layanan serupa, termasuk Midtrans (Gojek Group), Doku, Xendit, Faspay, dan Cashlez.

Terintegrasi dengan ekosistem bisnis

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam Fintech Report 2020, ada lima aplikasi pembayaran digital yang paling banyak digunakan menurut responden. Secara berurutan meliputi Gopay (87%), OVO (80,4%), Dana (75,6%), ShopeePay (53,2%), dan LinkAja (47,5%). Kondisi pasar memang sangat kompetitif, untuk itu penting bagi pengusung layanan untuk mampu menunjukkan unique selling point yang relevan sehingga dapat memikat pangsa pasar.

Samuel Mulyono, Komisaris SPIN dan COO Flash Mobile, memberikan pandangannya. Ia menjelaskan ada beberapa aspek yang diyakini dapat memperkuat posisi layanan fintech MNC. Salah satu yang dominan adalah kekuatan media.

“Kami hadir bukan sebagai single player, tapi sebagai satu buah ekosistem yang memberikan solusi terintegrasi dengan seluruh layanan kami. SPIN dan Flash Mobile akan berdiri di tengah sebagai center dari seluruh ekosistem keuangan kami. Selain itu kami juga akan menggabungkan dengan kekuatan media yang dimiliki perusahaan, untuk benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” ujar Samuel.

Lebih lanjut Jessica menambahkan, integrasi dengan platform digital lain juga menjadi salah satu prioritas dalam menumbuhkan bisnis. “Sebenarnya di MNC ada [platform] e-commerce (salah satunya The F Thing), kita ada Mister Aladin yang beranjak menjadi AladinMall, selain itu ada juga MNC Shop. Di internal kita sudah ada ekosistem digital. Tentunya SPIN dan Flash Mobile akan diintegrasikan. Cuma tidak menutup kemungkinan untuk memperluas cakupan ke luar, karena yang kita tawarkan bukan sekadar pembayaran, melainkan ekosistem yang menyeluruh.”

Lebih lanjut Jessica mencontohkan, kepada rekanannya mereka juga akan memberikan keuntungan seperti exposure media untuk membantu memaksimalkan pemasaran.

Dalam waktu dekat, MNC akan melahirkan inovasi e-TVmall, mengintegrasikan integrasi layanan media, pembayaran, dan e-commerce. Platform ini memungkinkan penonton menjadi lebih interaktif. Saat konsumen melihat iklan di televisi, mereka bisa langsung memindai QRIS yang ditampilkan untuk selanjutnya berbelanja dan melakukan pembayaran. Pendekatan ini juga dinilai akan menguntungkan pengiklan. Jika tadinya promosi hanya untuk meningkatkan awareness, sekarang bisa sekaligus menghasilkan transaksi.

Fokus bisnis tahun 2021

[Ki-Ka] Yudi Hamka (Director SPIN & Director Flash Mobile), Almais Tandung (COO SPIN), Jessica Tanoesoedibjo (Direktur MNC Kapital, Managing Director SPIN & Flash Mobile), Maya Sari Dewi (CFO SPIN & Flash Mobile), Samuel Mulyono (COO Flash Mobile), Darma Widjaja (CFO Benih Baik) / MNC Group
[Ki-Ka] Yudi Hamka (Director SPIN & Director Flash Mobile), Almais Tandung (COO SPIN), Jessica Tanoesoedibjo (Direktur MNC Kapital, Managing Director SPIN & Flash Mobile), Maya Sari Dewi (CFO SPIN & Flash Mobile), Santi Paramita (Direktur Legal MNC Group), Samuel Mulyono (COO Flash Mobile), Darma Widjaja (CFO Benih Bersama) / MNC Group
Di tahun 2020, SPIN dihadapkan pada tantangan pandemi. Namun Jessica justru melihatnya sebagai momentum. Dibantu kekuatan media, mereka mencoba menyampaikan pesan bahwa di era new normal ini model transaksi contactless bisa menjadi pilihan untuk meminimalkan persebaran virus. “One of the good things, karena kita memiliki media masa, pesannya juga bisa kita sampaikan secara luas, tidak perlu door to door satu per satu,” imbuh Jessica.

Kolaborasi juga diyakini menjadi variabel penting dalam ekonomi digital saat ini. Berbicara tentang roadmap MNC di lini digital, sudah ada beberapa hal yang akan disiapkan di waktu mendatang. Mereka akan masuk ke lini venture capital dan crowdfunding. Selain itu akan ada semacam konsep “sandboxing”, sehingga bisa berbaur dengan pemain lain. Semua itu akan dilakukan secara bertahap.

Beberapa korporasi di Indonesia sekarang mengandalkan pendekatan corporate venture capital (CVC) untuk melakukan konsolidasi dengan startup. Tujuannya untuk mengakselerasi transformasi digital di lini bisnis – alih-alih mengembangkan layanan digital secara mandiri, mereka merangkul startup di bidang terkait untuk berjalan bersama, sehingga meminimalkan effort untuk membuat segala sesuatunya dari nol, termasuk edukasi pasar dan mempersempit persaingan.

Dengan bisnis model yang ada, MNC Kapital juga melihat potensi besar di kota tier 2 dan 3, sekaligus di luar Jawa. SPIN maupun Flash Mobile cukup percaya diri mampu masuk ke area tersebut, karena fokusnya memberikan manfaat sekaligus komplementer bagi kebiasaan sehari-hari mereka. Lagi-lagi kekuatan market share 48% di kancah nasional, MNC yakin bisa gesit memberikan edukasi pasar secara tepat.

“Kekuatan media coba kita kolaborasikan. Dengan market share tersebut media kita telah mencakup ke daerah-daerah tadi, yang literasi digitalnya masih perlu ditingkatkan, sehingga kita masih cukup percaya diri bisa membuka pasar baru sekaligus bersaing dengan bisnis lain,” imbuh COO SPIN Almais Tandung.

Beberapa aplikasi yang sudah ada, seperti insurtech, lending, dan securities crowdfunding, ke depannya ingin diintegrasikan menjadi sebuah satu kesatuan sistem. Jessica mengatakan, “Kita punya Hario dan beberapa aplikasi lainnya. Harapannya itu bukan jadi standalone app. Sekarang masih di fase awal, tapi ke depannya semua mengerucut ke satu combined ecosystem.”

“Fitur produk akan terus dikembangkan, baik SPIN, Flash Mobile, dan platform lainnya. Tahun ini juga ada target user acquisition lebih luas lagi,” tutup Jessica.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Indonesia’s Battle of Video Streaming Platforms

There are many video streaming service platforms running the business in Indonesia, whether it’s local, regional, or global-sized. Although it’s considered niche, particularly targeting the young generation, their position is getting steady in the market.

The pioneer in this service, Netflix, might be the most premium player among the others, starts acquiring local content creators to lead the Indonesian market. What happened with Netflix, can be the blueprint for similar services.

Streaming platform in Indonesia

The regional players with a long history in Indonesia are Hooq and Iflix. Both have local affiliations to help coverage to this growing market share.

Since the beginning, Hooq that is focused on providing content from Hollywood, Asia, and Indonesia, has done some transformations, including the additional linear channel [cable TV], local listing, and Indonesian original content. A similar strategy is applied by Iflix. Although with a similar business model, both platforms are claimed to have a significant distinction.

“Since its debut to this day, Iflix has been through some transformations. Starts from the exclusive content to the Indonesian old movies. We’re now focused on providing Indonesian original content as well from other countries in Asia. It’s no longer focused on Hollywood products, this concept is expected to acquire a broader segment from the middle to lower class,” Iflix’ Executive Director, Cam Walker.

Related to the free linear channel and local listing in the platform, Cam thought the strategy is effective to create an alternative entertainment for users. The free streaming option is said to be a certain charm for the target market.

“By providing free streaming, they can directly increase the number of new users who are eventually willing to pay. This concept is quite effective.”

video streamign platform

Hooq on the other side, that is used to have the most Indonesian movies and series, starts adding up categories from their linear channels. They also provided some channels of cable TV to be available in Indonesia. Those channels are deliberately provided on Hooq based on demand and partnerships.

Hooq Indonesia’s Country Head, Guntur Siboro said that Hooq is still aiming to provide Indonesia’s original content and stay open for partnerships with related parties to expand and acquire users.

Similar to Hooq and Iflix, Vidio, a streaming platform under Emtek Group, starts showing Indonesia’s original content. The main distinction is in the premium sports content as users demand.

However, the fact that it’s occasional, Vidio wouldn’t be focused on sports alone.

“We also have more benefits under the Emtek Group ecosystem, which also includes two of Indonesia’s biggest TV stations [SCTV and Indosiar]. Thus, we can show what’s dear to the Indonesian population into the platform. Not only TV series but also variety shows and the music programs,” Vidio’s Chief of Content, Tina Arwin said.

Trend and the future

Indonesian market that has yet to mature makes it difficult to determine the leading platform in Indonesia. Not only Hooq and Iflix but also Vidio has to compete with many platforms that offer competitive prices or affordable subscriptions.

In the future, Tina Arwin sought there will be more Indonesia’s original content to be shown on various platforms. While the Hollywood content is still a monopoly game for US-based platforms, such as Netflix and Amazon Prime Video.

A similar answer said by Cam Walker. As he observed from Iflix point of view that is focused on providing Indonesia’s original content, this is such an effective way to gain more users who are mostly in the middle to the low economy. While for the premium segment, still go with Netflix subscriptions or Cable TV.

Another highlight that is predicted to happen in the next few years is the M&A of some platforms. Recently, Iflix has secured investment from MNC Group, while in August MNC Group also launched its own streaming platform. When the competition gets ugly, the M&A potential will be very wide open.

Eventually, all depend on the marketing strategy, partnerships, and high-quality original content to acquire more users. Even though this segment is still open for fresh ideas, the complex industry constellation makes it hard for the new local player to compete.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Persaingan Platform “Video Streaming” di Indonesia

Ada banyak platform video streaming service yang beroperasi di Indonesia, baik yang beroperasi secara lokal, regional, maupun global. Meskipun kehadiran mereka masih tergolong niche, khususnya menyasar kalangan muda, positioning mereka cukup kuat di target pasar tersebut.

Pelopor layanan ini, Netflix, meski terbilang paling premium di antara semua layanan, mulai merangkul kreator konten lokal demi menjangkau pasar Indonesia. Apa yang dilakukan Netflix bisa dibilang menjadi blue print bagi layanan serupa untuk merangkul pasar ini.

Platform streaming di Indonesia

Platform regional yang sudah lama beredar di Indonesia adalah Hooq dan Iflix. Keduanya memiliki afiliasi lokal untuk membantu merebut pangsa pasar yang mulai tumbuh ini.

Sejak awal berdiri, Hooq yang fokus menghadirkan konten asal Hollywood, Asia hingga Indonesia, telah melakukan berbagai transformasi, termasuk di dalamnya tambahan linear channel [televisi kabel], local listing, hingga konten original Indonesia. Cara serupa juga diterapkan Iflix. Meskipun memiliki kesamaan dari sisi model bisnis, kedua platform tersebut mengklaim memiliki perbedaan yang signifikan.

“Sejak awal berdiri hingga saat ini, Iflix telah mengalami beberapa transformasi. Mulai dari tayangan eksklusif hingga konten film bioskop lawas Indonesia. Kini fokus kami adalah menghadirkan konten original Indonesia dan negara lainnya di Asia. Tidak lagi fokus kepada produk Hollywood, dengan konsep ini diharapkan bisa merangkul lebih banyak segmentasi menengah ke bawah untuk menggunakan Iflix,” kata Executive Director Iflix Cam Walker.

Terkait linear channel dan local listing yang gratis dalam platform, menurut Cam strategi tersebut cukup efektif untuk menghadirkan alternatif hiburan untuk pengguna. Pilihan menonton secara gratis disebutkan masih menjadi daya tarik tersendiri bagi target pengguna.

“Dengan menghadirkan tayangan secara gratis, secara langsung bisa menambah jumlah pengguna baru yang pada akhirnya bersedia membayar. Konsep seperti ini cukup efektif kami terapkan.

Sementara itu Hooq, yang sebelumnya memiliki konten film dan serial televisi Indonesia paling banyak, mulai menambah pilihan baru dari linear channel mereka. Salah satunya adalah memindahkan beberapa channel yang tersedia di layanan TV kabel yang sudah tersedia di Indonesia. Channel pilihan tersebut sengaja dihadirkan Hooq berdasarkan demand dan jalinan kemitraan.

Menurut Country Head Hooq Indonesia Guntur Siboro, saat ini Hooq masih terus berupaya untuk menghadirkan konten original Indonesia dan membuka berbagai kemitraan dengan pihak terkait untuk memperluas dan menambah jumlah pengguna Hooq.

Serupa dengan Hooq dan Iflix, Vidio, platform streaming yang dikembangkan Emtek Group, mulai banyak menampilkan konten original Indonesia. Perbedaan signifikan Vidio berada pada konten olahraga premium yang diminati pengguna.

Namun karena sifatnya yang musiman, Vidio tidak mau terpaku ke konten olahraga saja.

“Kami juga memiliki keuntungan lebih karena masuk dalam ekosistem Emtek Group yang di dalamnya terdapat dua stasiun televisi besar di Indonesia [SCTV dan Indosiar]. Dengan demikian kami bisa menampilkan program televisi yang menjadi favorit masyarakat Indonesia ke dalam platform. Bukan hanya serial televisi dan sinetron, melainkan juga variety show hingga program musik lainnya,” kata Chief Content Vidio Tina Arwin.

Tren dan masa depan

Masih belum mature-nya pasar Indonesia menyulitkan untuk bisa mengetahui siapa platform unggulan di Indonesia. Baik Hooq, Iflix, maupun Vidio harus bersaing dengan berbagai platform yang menawarkan harga berlangganan cukup miring dan terbilang terjangkau.

Ke depannya Tina Arwin melihat akan lebih banyak lagi konten original Indonesia yang bakal dihadirkan oleh berbagai platform. Sementara konten Hollywood masih menjadi monopoli platform asal Amerika Serikat, seperti Netflix dan Amazon Prime Video.

Pernyataan serupa disebutkan Cam Walker. Dilihat dari kacamata Iflix yang cukup fokus menghadirkan konten original Indonesia, cara-cara seperti ini diklaim cukup ampuh menarik lebih banyak pengguna baru yang kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sementara segmen premium cenderung masih memilih untuk berlangganan Netflix atau televisi berlangganan.

Hal menarik lainnya yang diprediksi bakal terjadi beberapa tahun ke depan adalah terjadinya aksi M&A beberapa platform. Baru-baru ini Iflix mendapatkan suntikan dana dari MNC Group, sedangkan bulan Agustus lalu MNC Group juga meluncurkan platform streaming sendiri. Jika persaingan makin sengit, potensi M&A makin terbuka.

Pada akhirnya semua akan kembali ke strategi pemasaran, dukungan kemitraan, dan konten original berkualitas untuk menarik lebih banyak pengguna. Meski tidak menutup peluang hadirnya ide-ide segar di segmen ini, konstelasi industri yang kompleks cukup menyulitkan pemain lokal baru untuk bersaing.

Komputasi Awan Bantu Perusahaan Percepat Proses dan Memangkas Pengeluaran

Dalam gelaran Alibaba Cloud APAC Summit di Singapura beberapa waktu lalu, turut hadir mitra dari Indonesia di antaranya Tokopedia, MNC dan Adira Finance. Ketiga mitra tersebut selama ini telah memanfaatkan layanan dan teknologi komputasi awan milik Alibaba Cloud. Dalam sesi tanya jawab yang dipandu oleh perwakilan dari Alibaba, mereka menyampaikan pengalaman hingga harapan terkait kebutuhan layanan komputasi awan.

Mempercepat proses dan memangkas pengeluaran

Vice President of Engineering Tokopedia Herman Widjaja menyebutkan, selama ini teknologi komputasi awan mampu mempercepat proses layanan. Tokopedia sendiri saat ini semakin gencar melancarkan Same Day Delivery, yang diklaim sebanyak 30-40% mampu dilakukan dengan proses yang cepat. Tokopedia menargetkan jumlah tersebut bisa bertambah hingga 80% success rate.

“Dengan kolaborasi yang dilakukan bersama Alibaba Cloud, kami berharap bisa mempercepat proses dan tentunya melakukan scale up. Ke depannya kami berharap bisa menangani 200 transaksi per detik,” kata Herman.

Saat ini Tokopedia telah memiliki sekitar 90 juta pengguna aktif dan lebih dari 5,5 juta merchant. Sebagai marketplace yang memiliki sejumlah kategori dan bukan sekedar jual-beli biasa, Tokopedia berencana untuk mendirikan smart fulfilment center, yang didukung dengan teknologi terkini.

Pemanfaatan layanan komputasi awan diklaim mampu memangkas biaya pemeliharaan server dan teknologi internal. Hal tersebut diungkapkan oleh Deputy Director IT Adira Finance Dodi Soewandi. Ia menceritakan, setelah menggunakan teknologi komputasi awan, perusahaannya mampu memangkas pengeluaran hingga 10-15%.

Belum berniat membangun data center baru

Dodi Soewandi (Adira Finance) dan Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial
Dodi Soewandi (Adira Finance) dan Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial

Dalam kesempatan tersebut turut hadir General Manager Alibaba Cloud Indonesia Leon Chen. Disinggung apakah ada rencana bagi Alibaba Cloud untuk membangun data center ketiga di Indonesia, Leon menegaskan saat ini belum memiliki rencana tersebut. Masih fokus menambah jumlah klien hingga menghadirkan inovasi teknologi terkini, Alibaba Cloud ingin memperkuat kehadirannya di Indonesia.

“Kita sangat antusias dengan semangat dan apresiasi yang diberikan oleh perusahaan di Indonesia untuk mengadopsi teknologi kami. Jika nantinya akan lebih banyak permintaan yang masuk untuk kami membangun data center ketiga di Indonesia, tentunya rencana tersebut akan kami bicarakan lebih lanjut secara internal,” kata Leon.

Saat ini Indonesia merupakan key market bagi Alibaba Cloud. Bukan hanya sambutan yang baik dari startup hingga korporasi untuk memanfaatkan teknologi Alibaba Cloud, namun Leon menyebutkan, dengan berbagai teknologi yang dimiliki, banyak klien dan mitra Alicloud yang mulai terbiasa mengadopsi teknologi, bahkan menunggu inovasi dari Alicloud selanjutnya.

“Salah satunya yang akan kami sediakan untuk klien dan mitra kami di Indonesia adalah, 10 fitur terbaru Alibaba Cloud yang bisa dipastikan bisa mempercepat pertumbuhan bisnis mereka memanfaatkan teknologi kami,” kata Leon.

Sale Stock Raih Pendanaan Seri B+ Senilai 360 Miliar Rupiah

Salah satu sektor startup digital di tanah air yang tengah berkembang cukup jauh adalah bisnis e-commerce. Kabar terbaru adalah pendanaan yang didapat Sale Stock pasca masuk dalam jajaran startup di Meranti ASEAN Growth Fund oleh Gobi Partners.

Dalam rilis yang kami terima, Sale Stock menjadi startup e-commerce pertama yang masuk di jajaran portofolio Meranti ASEAN Growth Fund. Pendanaan kali ini merupakan pendanaan Series B+ bagi Sale Stock. Selain Gobi ada venture capital lain seperti Alpha JWC Ventures, Convergence Ventures, KIP, MNC, dan SMDV.

Di putaran kali ini Sale Stock disebut mendapatkan pendanaan sebesar $27 juta atau setara dengan 360 miliar rupiah. Angka yang cukup besar untuk berbuat banyak memenangi persaingan bisnis e-commerce di Indonesia.

Menanggapi pendanaan kali ini salah satu co-founder Sale Stock Lingga Madu mengungkapkan keseriusan Sale Stock dalam menghadapi pasar e-commerce di Indonesia.

“Penyuntikan modal baru ini akan digunakan untuk memperkuat posisi kita sebagai pemimpin pasar di Indonesia dan mencoba mendapatkan keuntungan di dalam waktu dekat.”

Rencana untuk bisa menghasilkan profit ini juga diamini oleh President Sale Stock Jeffrey Yuwono. Dikutip dari e27 Jeffrey menuturkan salah satu tujuan utama mereka adalah menjadi startup yang profitable di Indonesia.

“Tujuan pertama kami adalah menjadi profitable di Indonesia, yang kami rencanakan untuk tahun depan. Dan setelah itu kami akan berpikir tentang ekspansi regional,” ujarnya.

Di sisi lain Lingga secara tersirat juga menyebutkan bahwa pihaknya mengundang orang-orang yang memiliki kemampuan teknologi dan big data untuk bergabung dengan Sale Stock. Pernyataan tersebut menggambarkan rencana besar Sale Stock yang berusaha memperkuat jajaran teknologinya untuk bersaing di pasar Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

MNC Group Hadirkan Platform “Video On-Demand” Moviebay

Konglomerat media MNC Group makin banyak mengeluarkan produk OTT berbasis video. Setelah menyediakan aplikasi khusus untuk pelanggan Indovision bertajuk Indovision Anywhere dan platform video MeTube, kini mereka menghadirkan Moviebay. Moviebay adalah platform video on-demand, seperti Netflix, untuk menonton film dan tayangan televisi.

“Berawal dari adanya aplikasi Indovision Anywhere yang merupakan aplikasi untuk menonton tayangan channel premium dari Indovision dimana saja melalui gadget. Sejalan dengan perkembangannya industri Over-the-top content (OTT) di tanah air, MNC Group ingin membuat aplikasi Indovision Anywhere bisa lebih dinikmati oleh target konsumen yang lebih luas,” kata Head Marketing Communication MNC Media Mushofi kepada DailySocial.

“Moviebay hadir dalam dua pijakan posisi sebagai pemain di industri Over-the-top content (OTT) Video Streaming, yaitu sebagai Value Added Services (VAS) dari produk Direct-To-Home (DTH) seperti Indovision, Top TV, Okevision dan Fiber to the home (FTTH) yaitu MNC Play dari MNC Group serta murni sebagai layanan berlangganan untuk berbagai konten film dan serial TV,” lanjutnya.

Secara keseluruhan saat ini Moviebay telah memiliki ribuan konten yang terdiri dari film Internasional, film Indonesia, film Asia, FTV dan serial televisi.

Pilihan pembayaran dan target Moviebay

Saat ini Moviebay sudah bisa dinikmati secara gratis melalui aplikasi mobile platform android dan iOS. Usai mendaftarkan diri, pengguna sudah bisa menikmati beragam pilihan acara televisi lokal hingga asing yang telah dikurasi. Untuk pilihan pembayaran Moviebay menawarkan kemudahan kepada pengguna baru, yaitu melalui potong pulsa atau billing carrier dan pilihan lainnya.

“Saat ini kami masih memberikan gratis untuk menikmati semua layanan di Moviebay. Ke depan kami pasti akan melakukan kerjasama potong pulsa dengan semua operator telko. Tidak hanya dengan telko, kerjasama untuk mempermudah pembayaran akan kami lakukan juga secara E- Payment, jadi pelanggan kami bisa membayar melalui Credit Card, ATM atau Mandiri Clickpay,” kata Mushofi.

Kehadiran Moviebay secara langsung nanti akan bersaing dengan layanan seperti Iflix, Hooq, Netflix, dan Amazon Prime.

Untuk awal peluncuran Moviebay menargetkan pengguna yang telah menjadi pelanggan televisi berbayar MNC Group terlebih dahulu. Meskipun demikian, saat ini kesempatan untuk mendaftarkan sebagai pengguna bari di Moviebay sudah bisa dilakukan.

“Pastinya kami ingin semua pelanggan Pay TV MNC Group menggunakan Moviebay sebagai Value Added Services (VAS) mereka. Baru pada kuartal dua tahun 2017 kami akan melakukan [pengumuman] official untuk mendapatkan konsumen lebih luas,” tutup Mushofi.

Application Information Will Show Up Here