Kalahkan Tesla Model 3, Chevrolet Bolt Sanggup Menempuh 383 Kilometer dalam Satu Kali Charge

Diumumkan di awal tahun 2015, mobil elektrik Chevrolet Bolt sudah semakin dekat dengan tahap produksi dan pemasaran. Akan tetapi Chevrolet juga harus siap untuk menghadapi tantangan yang cukup berat dari Tesla Model 3 yang bermain di segmen yang sama.

Baik Chevrolet Bolt dan Tesla Model 3 pada dasarnya punya tujuan untuk menjadikan mobil elektrik sebagai komoditas mainstream lewat banderol harga yang terjangkau. Di saat yang sama, efisiensi daya juga menjadi salah satu prioritas mengingat aspek ini merupakan kelebihan lain mobil elektrik setelah absennya emisi karbon.

Saat diumumkan pertama kali, Bolt diklaim sanggup menempuh jarak hingga 320 kilometer dalam satu kali charge. Angka ini sebenarnya sudah cukup memikat, tapi ternyata Chevrolet masih bisa mendongkraknya lebih lagi. Berdasarkan pernyataan resmi US Environmental Protection Agency (EPA), Bolt rupanya bisa menempuh 383 km sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Chevrolet Bolt akan hadir di pasaran setahun lebih cepat dari Tesla Model 3 / Chevrolet
Chevrolet Bolt akan hadir di pasaran setahun lebih cepat dari Tesla Model 3 / Chevrolet

Sebagai perbandingan, jarak tempuh Tesla Model 3 hanya berkisar 346 km. Varian Model S yang termurah pun – 60 kWh, $67.200 – hanya sanggup melaju sejauh 338 km dalam satu kali charge. Tentu saja ini merupakan pencapaian yang luar biasa bagi Chevrolet, apalagi mengingat banderol harga Bolt tidak sampai separuh varian terbawah Model S tersebut.

Menurut Josh Tavel selaku pimpinan engineer Bolt, teknologi regenerative braking memegang peranan yang tak kalah penting dari sekadar baterai berkapasitas besar – 60 kWh tepatnya. Regenerative braking dalam mode Drive standar saja bisa menyumbangkan sekitar 64 km ekstra, yang berarti jarak tempuhnya bisa semakin jauh lagi saat mode Low diaktifkan.

Seandainya pernyataan Chevrolet pada saat pengumuman tidak meleset, banderol harga Bolt nantinya akan dimulai di angka $30.000. Mereka berencana untuk mulai memasarkannya pada akhir tahun ini juga, setahun lebih cepat ketimbang Tesla Model 3.

Sumber: Car & Driver. Sumber gambar: Chevrolet.

Tesla Maksimalkan Kinerja Radar pada Autopilot Lewat Software Update

Fitur Autopilot yang dimiliki Tesla memang belum bisa dikatakan sempurna. Akan tetapi Elon Musk dkk berkomitmen untuk terus memperbaikinya lewat software update, dan yang terbaru, Autopilot dirancang agar bisa lebih memaksimalkan kapabilitas radar pada mobil.

Sebelum ini, radar hanya berperan sebagai sensor pelengkap dari kamera dan teknologi pengolahan gambar. Hal ini disebabkan oleh sejumlah kelemahan radar yang bisa berakibat pada salah dugaan; salah satunya adalah ketika berhadapan dengan objek yang mempunyai permukaan reflektif seperti kaleng minuman bersoda, dimana radar akan mendeteksi ukuran objek tersebut jauh lebih besar daripada aslinya.

Sederhananya, konsumen tentu saja tidak mau mobilnya mengerem mendadak saat hanya ada sebuah kaleng minuman di depannya. Manuver ini jauh dari kata penting. Itulah mengapa Tesla telah memperbaiki cara kerja radar pada Software Update 8.0.

Utamanya, radar milik mobil Tesla kini bisa mendeteksi lebih banyak objek beserta informasinya yang lebih mendetail dengan memakai hardware yang sama. Software akan membuat gambaran 3D dari berbagai hasil tangkapan radar sehingga objek bisa teridentifikasi secara lebih akurat.

Tesla tidak lupa memaksimalkan teknologi fleet learning untuk mengurangi kasus salah mengerem. Di sini mobil-mobil Tesla akan mengunggah data ke cloud selagi berada di jalan sehingga mobil lainnya tidak perlu mengalami nasib yang sama saat melaju di jalan tersebut.

Secara keseluruhan, radar kini punya peran yang lebih besar dalam sistem Autopilot Tesla. Hal ini krusial mengingat radar bisa mengidentifikasi objek yang tidak terlihat oleh kamera, seperti misalnya ketika ada pohon tumbang di jalanan yang diselimuti oleh kabut tebal.

Sumber: Tesla Motors.

Berbekal Drone dan Ruang Kargo Otomatis, Mercedes-Benz Vision Van Adalah Mobil Pengiriman Masa Depan

Mobil konsep, apalagi di era mobil elektrik dan mobil tanpa sopir ini, seringkali berwujud sedan mewah dengan kabin super-lega layaknya sebuah lounge berjalan. Namun Mercedes-Benz baru-baru ini mencoba melakukan hal yang berbeda. Mereka ingin menunjukkan bagaimana kemajuan teknologi otomotif bisa diterapkan pada mobil untuk kebutuhan komersial.

Di bidang ini, tipe mobil yang paling populer adalah van, terutama di industri logistik. Dijuluki Vision Van, konsep besutan Mercy ini tidak cuma mengandalkan motor elektrik sebagai nilai jual utamanya, tetapi juga konektivitas dan otomatisasi di berbagai aspek.

Penerapan teknologi elektrik menjadikan ruang kargo dalam Vision Van lebih lega ketimbang van seukurannya, mengingat bagian dasarnya benar-benar rata dan bagian depannya bisa dipendekkan karena tak perlu lagi dihuni oleh mesin. Ruang kargo yang lebih lega saja sebenarnya sudah merupakan nilai plus untuk perusahaan logistik, tapi Mercedes-Benz tidak mau berhenti sampai di situ saja.

Loading barang pada Mercedes-Benz Vision Van dikendalikan dari jauh dengan sistem berbasis cloud / Daimler
Loading barang pada Mercedes-Benz Vision Van dikendalikan dari jauh dengan sistem berbasis cloud / Daimler

Pada ruang kargonya, Mercy telah menyematkan sistem akomodasi barang yang bisa diotomatisasi. Loading barang bisa dilakukan secara lebih mudah dan lebih cepat berkat kemampuan sistem untuk menata barang-barang di atas rak secara otomatis, lalu mengeluarkannya kembali tanpa bantuan seseorang.

Semua ini bisa dikontrol dari kejauhan dengan mengandalkan konektivitas cloud, dan lagi perusahaan logistik juga bisa mengintegrasikannya ke sistem mereka sendiri.

Setelah mengerjakan tugasnya, drone akan kembali ke 'rumahnya' di atap Mercedes-Benz Vision Van / Daimler
Setelah mengerjakan tugasnya, drone akan kembali ke ‘rumahnya’ di atap Mercedes-Benz Vision Van / Daimler

Lebih lanjut, Mercedes turut membekali Vision Van dengan sepasang drone yang masing-masing sanggup menggotong objek berbobot 2 kilogram dan mengantarkannya hingga sejauh 10 kilometer. Drone ini dimaksudkan untuk menjangkau area dimana mobil tidak diperbolehkan masuk, atau sekadar mempermudah pekerjaan petugas pengiriman saat tiba di tujuan.

Mercedes-Benz Vision Van ini merupakan bagian dari strategi baru bernama adVANce, dimana pabrikan asal Jerman tersebut ke depannya tidak mau sekadar menjadi produsen mobil saja, tetapi juga penyedia sistem inovatif seperti ini untuk industri.

Sumber: Digital Trends.

VW Kembangkan Mobil Elektrik dengan Jarak Tempuh dan Waktu Charging yang Fenomenal

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Pendapat ini dipegang teguh oleh sejumlah pabrikan mobil yang tengah gencar mengembangkan mobil elektriknya sendiri di tengah-tengah dominasi Tesla. Volkswagen adalah salah satunya, dan ambisi mereka cukup besar di ranah ini.

Dua di antara beberapa faktor penting saat membicarakan tentang mobil elektrik adalah jarak tempuh dan waktu charging. Keduanya harus seimbang; kalau jarak tempuhnya jauh tapi waktu charging yang dibutuhkan seharian, ya sama saja bohong. Demikian juga sebaliknya, proses charging cepat tapi sedikit-sedikit mobil perlu di-charge malah akan sangat merepotkan.

VW paham akan pandangan seperti ini, dan mereka pun merasa tertantang untuk menciptakan mobil elektrik yang bisa memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan. Kalau klaimnya benar, mobil elektrik milik VW ini akan menawarkan jarak tempuh hingga 500 km dalam satu kali charge, dengan waktu charging tidak lebih dari 15 menit.

Sederhananya, apa yang ingin VW lakukan adalah menetapkan tolak ukur baru di kancah mobil elektrik. VW juga tidak lupa mengembangkan sistem infotainment dan konektivitas canggih yang sudah menjadi atribut wajib di era serba digital ini.

Meski sejauh ini baru sebatas omongan dari petinggi VW, mobil elektrik yang rencananya akan mengaspal mulai tahun 2019 ini bakal memiliki ukuran setara VW Golf, tapi dengan kelegaan kabin ala sedan mewah VW Passat. Prototipenya sendiri rencananya bakal dipamerkan pada ajang Paris Motor Show bulan Oktober mendatang.

Sumber: Autocar.

Tesla Perkenalkan Varian Baru Model S dengan Jarak Tempuh dan Akselerasi Fenomenal

Pionir mobil elektrik komersial Tesla Motors baru-baru ini memperkenalkan varian baru dari salah satu sedan elektrik terpopuler di industri otomotif, Model S. Mengusung label P100D, varian ini punya jarak tempuh dan akselerasi yang fenomenal.

Sedikit penjelasan soal huruf dan angka tersebut: “P” menandakan “Performance”, sedangkan “D” berarti motor elektrik yang digunakan ada dua yaitu di depan dan di belakang. Angka “100” sendiri mengindikasikan kapasitas baterainya, yakni 100 kWh.

Kapasitas baterai yang lebih besar otomatis berdampak pada jarak tempuh mobil. Pada kenyataannya, Tesla Model S P100D adalah mobil elektrik komersial pertama yang bisa menempuh jarak lebih dari 600 km dalam satu kali charge.

Efisiensi daya sehebat itu ternyata juga dibarengi dengan dongkrakan performa. Akselerasi dari 0 – 100 km/jam dapat dicapai P100D dalam waktu 2,5 detik dalam mode Ludicrous. Menurut klaim Tesla, angka ini menjadikan P100D sebagai mobil komersial tercepat ketiga setelah LaFerrari dan Porsche 918 Spyder yang dua-duanya berharga selangit dan diproduksi secara terbatas.

Tidak cuma Model S, SUV Model X juga kebagian varian P100D. Kasusnya sama, jarak tempuhnya meningkat menjadi 542 km dalam satu kali charge, sedangkan akselerasinya naik menjadi 2,9 detik untuk 0 – 100 km/jam.

Menariknya, Tesla menawarkan opsi upgrade kepada para pemilik varian P90D seharga $20.000. Seandainya mereka telah memesan P90D tapi mobil belum dikirim, upgrade ke varian P100D bisa ditebus seharga $10.000.

Sumber: Tesla Motors.

Audi Kembangkan Sistem Suspensi Adaptif yang Bisa Meregenerasi Energi Listrik

Regenerasi energi punya peran besar di ranah otomotif, apalagi mengingat perkembangan industri kini sedang mengarah ke mobil elektrik. Audi baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk mengimplementasikan sistem suspensi baru yang dapat mewujudkan konsep regenerasi energi listrik pada mobil.

Prototipe sistem suspensi bertajuk eROT ini memanfaatkan peredam berbasis putaran elektromekanik ketimbang hidrolis seperti yang ada pada sistem suspensi tradisional. Menurut salah satu pimpinan teknisi Audi; setiap lubang jalan, gundukan dan tikungan yang dilalui mobil akan menghasilkan energi kinetis. Energi ini akan diserap oleh sistem berbasis hidrolis, sedangkan inovasi terbaru Audi akan meneruskan energi tersebut ke DC converter.

Output daya listrik yang dihasilkan cukup signifikan. Berdasarkan pengujian Audi, sistem ini bisa menciptakan listrik sebesar 3 watt saat melaju di jalanan yang baru saja diaspal. Namun saat beralih ke jalanan yang sedikit bergelombang, regenerasi listriknya mencapai angka 613 watt.

Selain mampu menyumbang suplai daya listrik, sistem suspensi eROT juga bisa meningkatkan kenyamanan pengendara berkat karakteristik komponen peredam yang bisa diubah-suai via software. Sederhananya, sistem suspensi ini akan aktif beradaptasi dengan kondisi jalan dan gaya mengemudi.

Namun sebelum eROT bisa terealisasi, Audi harus lebih dulu mematangkan sistem elektrik 48-volt mereka. Sistem ini rencananya akan diimplementasikan mulai tahun depan, dan dari situ eROT juga bisa semakin ditingkatkan efisiensinya.

Sumber: Audi.

Karma Revero, Penantang Baru Tesla dengan Desain Sporty dan Atap Panel Surya

Perjalanan Fisker Automotive tidak semulus yang bisa kita bayangkan jika melihat latar belakang pendirinya, Henrik Fisker. Beliau adalah desainer mobil-mobil ikonik macam BMW Z8 dan Aston Martin DB9, dan di tahun 2007, Fisker memutuskan untuk mendirikan perusahaan otomotif di bawah namanya sendiri.

Hanya 6 tahun sejak didirikan, Fisker Automotive akhirnya bangkrut di tahun 2013. Aset-asetnya kemudian dibeli oleh perusahaan asal Tiongkok, Wanxiang, dimana mereka memutuskan untuk mengecap brand baru dan membentuk divisi kepemimpinan baru demi meneruskan kiprah Fisker.

Fisker kini telah resmi berganti nama menjadi Karma, diambil dari nama mobil pertama yang diciptakan oleh Fisker. Belum lama ini, mereka mengumumkan mobil perdananya, Karma Revero. Jika melihat gambarnya, mobil ini bisa dikatakan sebagai Fisker Karma yang bangkit dari kubur.

Atap Karma Revero merupakan panel surya / Karma Automotive
Atap Karma Revero merupakan panel surya / Karma Automotive

Desainnya tidak berubah banyak dari Fisker Karma, masih seksi dan sporty dengan lekukan-lekukan yang amat khas. Perombakan besarnya justru terjadi di dalam, tepatnya pada teknologi yang mempersenjatai Karma Revero ini.

Satu yang paling menarik perhatian adalah bagian atap mobil yang telah ditanami panel surya. Karma mengklaim komponen ini cukup untuk memasok tenaga pada mobil – secara utuh atau sekadar melengkapi daya listrik dari charger konvensionalnya masih belum ada yang tahu.

Sistem infotainment Karma Revero mengandalkan UI yang simpel, intuitif sekaligus elegan / Karma Automotive
Sistem infotainment Karma Revero mengandalkan UI yang simpel, intuitif sekaligus elegan / Karma Automotive

Di samping itu, Revero juga akan dibekali dengan sistem infotainment yang diklaim simpel sekaligus intuitif. Kalau melihat gambarnya, Karma lebih memilih layar sentuh berukuran standar ketimbang yang berukuran masif seperti milik Tesla.

Semua ini akan diungkap secara lebih mendetail saat Karma Revero diluncurkan secara resmi pada tanggal 8 September mendatang. Masuk kategori sport, kemungkinan banderol harganya bisa mencapai angka $100.000.

Jangan lupa tonton uji coba yang dilakukan oleh Wired di bawah ini.

Sumber: TechCrunch.

Nissan Gandeng Tim F1 Untuk Garap Mobil Elektrik Futuristis BladeGlider

Kepopularitasan Tesla serta munculnya berbagai konsep mobil sport bermesin elektrik dari para produsen ternama perlahan-lahan menyingkirkan anggapan bahwa kendaraan EV tidak bisa tampil keren dan kurang dapat diandalkan. Nissan sendiri sudah lama diketahui mencoba menggarap mobil elektrik futuristis, diungkap perdana di Tokyo Motor Show tiga tahun silam.

Dan di minggu ini, Nissan kembali menyingkap versi ‘advanced  prototype‘ dari kendaraan bernama BladeGlider tersebut. Nissan telah memperbarui berbagai aspek di sana demi satu tujuan: menyuguhkan sebuah mobil elektrik yang menyenangkan dikendarai. Meski terdengar simpel, perusahaan otomotif Jepang itu membutuhkan waktu dua tahun lebih untuk menggodok sisi desain sampai teknologi mesinnya. Alhasil, BladeGlider selangkah mendekati tahap produksi.

Nissan BladeGlider 1

BladeGlider ‘v2’ merupakan working prototype, memiliki penampilan menyerupai mobil balap DeltaWing, bertubuh aerodinamis memanjang. Dengan mengurangi lebar di sisi depan kendaraan, BladeGlider mampu membelah angin lebih efektif tanpa memengaruhi setir. Kendaraan mempunyai sepasang pintu yang terbuka ke belakang, dan menempatkan pengemudi di sisi tengah layaknya McLaren F1. Berdasarkan rasio panjang, lebar dan wheelbase-nya, BladeGlider mempunyai dimensi hampir setara Ford Focus atau Nissan Leaf.

Nissan BladeGlider 3

Inkarnasi terbaru BladeGlider ini dikerjakan bersama-sama oleh Nissan dan Williams Advanced Engineering, tim yang telah lama berkiprah di ranah Formula 1. Artinya jangan mengherankan jika BladeGlider mengusung sejumlah aspek mobil balap, walaupun pada dasarnya ia bukan untuk balapan: susunan roda ala DeltaWing, dan kendaraan juga menggunakan dua buah layar di sisi display utama buat menggantikan cermin spion samping.

Performanya juga sama sekali tidak buruk. BladeGlider dibekali dua motor 130kW di masing-masing roda belakang, menghasilkan kekuatan 260-break horse power dan torsi 706,4-Newton-meter. Di atas aspal, kendaraan elektrik ini mampu melesat dari 0- ke 100-kilometer per jam dalam kurang dari lima detik, sanggup mencapai kecepatan maksimal di 185-kilometer per jam dengan membawa dua orang penumpang.

Nissan BladeGlider 2

Nissan BladeGlider menyajikan tiga mode mengemudi, yaitu Agile, Drift dan tanpa bantuan. Kehadiran mode Drift mengindikasikan kemampuan mobil di jalan berbelok-belok, dan mungkin dengannya, janji Nissan terhadap mobil yang menyenangkan untuk dikendarai dapat terpenuhi.

Untuk sekarang, hanya ada dua unit working  prototype BladeGlider; dan Nissan juga belum menjelaskan rincian soal kapasitas dan waktu charge baterai. Akan tersedia dua opsi warna, yaitu ‘stealth orange‘ dan ‘cyber green‘, mengindikasikan niatan produsen untuk merilisnya meski belum memberi tahu waktunya.

Via CNET & Top Gear.

Maserati Ingin Geser Dominasi Tesla Motors di Segmen Mobil Elektrik?

Tesla boleh bangga dengan Model S mereka. Sejak diperkenalkan di 2012, kendaraan luxury liftback itu memenangkan beragam penghargaan, dan memimpin penjualan mobil elektrik di berbagai negara. Perusahaan pimpinan Elon Musk ini memang tampak mendominasi pasar, namun satu produsen otomotif berpengalaman dari Itali berencana untuk menggesernya.

Pada Bloomberg, CEO Fiat Chrysler Automobiles Sergio Marchionne mengungkapkan bahwa timnya sedang mempertimbangkan untuk menciptakan versi elektrik dari line-up mobil mereka, di antaranya Maserati Alfieri dan satu model city car kecil. Tapi jika akhirnya FCA memutuskan buat menggarapnya, mobil tersebut kemungkinan baru akan masuk proses produksi paling tidak dua tahun lagi.

Maserati Alfieri mengusung nama salah satu dari lima saudara yang mendirikan perusahaan tersebut, pertama kali disingkap di ajang Geneva Motor Show 2014, demi menandai ulang tahun Maserati ke-100. Awalnya, mobil grand tourer 2+2 ini dijadwalkan untuk diluncurkan pada tahun 2016, namun Fiat Cryshler menundanya ke 2018, menukarnya dengan Levante SUV.

“Saya selalu berpikir bahwa model ekonomi yang mendukung Tesla Motors dapat diikuti oleh Fiat Chrysler karena kami mempunyai brand dan produk untuk melakukannya,” kata Marchionne pada Bloomberg. “Menurut saya, menggunakan salah satu model kendaraan kami buat bereksperimen di area ini akan jadi sangat menarik.”

Fiat Chrysler memang melakukan perombakan cukup besar terkait agenda penggarapan Alfieri, tetapi ia tetap akan masuk ke tahap produksi. Meski demikian, versi elektriknya masih harus menunggu perilisan model standar, kira-kira baru mengaspal setelah 2019. Buat mengisi segmen yang lebih terjangkau, Marchionne dan FCA sedang mendiskusikan mobil kelas perkotaan elektrik, ditujukan ke pasar Eropa. Ke depannya, Fiat Chrysler berniat untuk memperkenalkan lebih banyak mobil hybrid.

Menariknya, sang CEO turut menyuarakan ketidakyakinannya, “Tak seperti banyak orang, saya masih belum yakin mengenai apakah peralihan ke sistem listrik akan menjadi solusi segala masalah [polusi] yang disebabkan manusia. Yang perlu kita lakukan saat ini adalah melakukan eksperimen terhadap mobil-mobil terkoneksi dan aspek mobilitasnya.”

Terlepas dari ketidaktertarikan Marchionne pada mobil elektrik, mengurangi jumlah emisi merupakan perhatian utama FCA dan para produsen otomotif lain dalam menghadapi standar global yang semakin ketat. Sejauh ini, produsen asal Itali itu telah membuat dan menjual lebih dari 10.000 unit Fiat 500e demi memenuhi mandat ‘nol emisi’ di Kalifornia.

Via Venture Beat. Gambar: Motor Authority.

Capai 100Km/Jam Dalam 1,5 Detik, Grimsel Cetak Rekor Sebagai Mobil Elektrik Dengan Akselerasi Tercepat

Sebelum mobil sedan dan SUV elektriknya sepopuler sekarang, Tesla Motors mengejutkan dunia dengan kapabilitas Roadster. Dalam uji coba, mobil sport bermotor listrik itu sanggup mengejar Lotus Elise – sebuah pencapaian luar biasa buat kendaraan elektrik. Namun kreasi Tesla Motors boleh dibilang masih di belakang ciptaan ambisius para peserta Formula Student ini.

Para pelajar dari Academic Motorsports Association Zürich belum lama memecahkan rekor akselerasi kendaraan elektrik tercepat saat ini. Tim memperlihatkan detik-detik bersejarah itu melalui video, memamerkan bagaimana mobil bernama Grimsel ciptaan mereka melesat dari nol ke 100-kilometer per jam hanya dalam 1,513 detik. Untuk perbandingan, Bugatti Chiron saja memerlukan waktu 2,5 detik buat mencapai 100km/jam.

Wujud Grimsel memang tidak seperti kendaraan yang biasa Anda lihat, dan melihat kondisinya, kemungkinan besar Grimsel tidak akan pernah jadi mobil ‘street legal‘. Ia menyerupai versi mini Formula 1: pengemudinya terekspos, menggunakan empat roda berukuran mungil. Grimsel sendiri adalah mobil elektrik kelima dari AMZ sebagai upaya menciptakan standar baru dalam bidang konstruksi berbobot ringan dan teknologi drive elektrik.

Rahasia terbesar Grimsel ada pada bobotnya. Berkat pemakaian material serat karbon, mobil elektrik itu mempunyai berat hanya 168-kilogram. Lalu AMZ memanfaatkan empat motor hub 37kW, memberikannya tenaga sebesar 200-horsepower dan torsi 1.630Nm, dilengkapi fitur traction control dan sistem torque vectoring. Grimsel cuma memerlukan lintasan sepanjang 30 meter saja untuk menyentuh 100km/j. Rekamannya bisa Anda simak di bawah:

Digarap oleh tim beranggotakan 30 orang selama kurang dari setahun, Grimsel mengusung sistem traction control yang mengatur performa masing-masing roda secara individu, memungkinkan Academic Motorsports Association Zürich mendongkrak lebih jauh level akselerasi mobil. Proses pemecahan rekor itu dilakukan di landasan militer Dübendorf, diawasi oleh para ahli demi memastikan tim memenuhi seluruh ketentuan Guinness World Record.

Berkat keberhasilan tersebut, AMZ mengamankan posisi pertama di ranking kompetisi Formula Student, menyingkirkan skor tim University of Stuttgart dengan 1,779 detik di tahun lalu. Meski demikian, hasil luar biasa itu bukanlah kemenangan pertama Grimsel. Kendaraan ini sudah mulai mencetak kesuksesan sejak tahun 2013, mempertahankan keunggulan mereka di urutan pertama.

Ingin tahu lebih banyak soal Grimsel? Anda dapat menonton technical tour yang disiapkan oleh AMZ.

Via Engadget.