Aplikasi Jakarta Sehat Segera Hadir, Hubungkan Warga dengan Instansi Kesehatan

Aplikasi Jakarta Sehat yang dikembangkan oleh Swadaya Sahabat Anies Sandi (non APBD) akan segera diluncurkan dalam waktu dekat, dan bisa diunduh secara umum di platform Google Play.

Dalam implementasinya, aplikasi ini akan didukung oleh teknologi big data yang disediakan Jakarta Smart City untuk mengintegrasikan seluruh layanan kesehatan, baik dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, PMI, BPJS, pihak swasta, maupun TNI dan Polri yang ada di wilayah Jakarta.

Tak hanya itu, aplikasi tersebut juga mengintegrasikan layanan kesehatan VIP, contohnya dokter kunjungan OKE, ambulans VIP, dan dokter spesialis berbayar untuk kalangan yang mampu membayar.

“Aplikasi ini lahir karena kerinduan masyarakat Jakarta akan kemudahan akses kesehatan yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Ini akan jadi penghubung antara pihak pelayan kesehatan dengan masyarakat DKI yang membutuhkan,” terang Chief IT Bidang Kesehatan Anies Sandi Budi Setyanto kepada DailySocial.

Menurutnya, karena Jakarta Sehat memiliki ambisi ingin mengintegrasikan semua pihak, untuk itu aplikasi ini dapat diakses oleh masyarakat umum dari smartphone masing-masing. Terlebih, dari total populasi warga Jakarta diperkirakan sudah 80% di antaranya menggunakan smartphone.

“Karena warganya sudah 80% terhubung dengan internet, maka kemungkinan optimalisasi layanan akan lebih tepat bila berbasis smartphone.”

Kepala Jakarta Smart City Setiadji menambahkan, proses integrasi data antara JSC dengan aplikasi Jakarta Sehat sudah mencapai 85%. Pihaknya memastikan secara teknis aplikasi dapat berjalan dengan baik.

“Dengan kebersamaan antara tim aplikasi dan Dinkes Jakarta bisa segera terwujud. Mudah-mudahan bisa segera diluncurkan,” kata Setiadji.

Setiadji menyebut pada tahap awal, aplikasi ini akan mengoptimalkan Program Ketuk Pintu Layani dengan Hati (KPLDH). Saat ini ada 5 ribu dokter dari program tersebut sudah dioptimalkan, namun masih bekerja dengan sistem manual.

“Kini dengan aplikasi Jakarta Sehat bisa lebih memaksimalkan pelayanannya karena sudah digital,” pungkas dia.

Netzme Hadir sebagai Aplikasi Fintech yang Mengadopsi Layanan Pesan dan Media Sosial

Netzme adalah sebuah startup fintech baru di Indonesia. Layanan yang disuguhkan cukup unik, karena mencoba untuk mengelaborasikan kegemaran masyarakat dengan layanan chatting dan media sosial dengan fintech. Netzme menyebut dirinya sebagai “social payment app“, yakni aplikasi pembayaran yang memungkinkan setiap pengguna melakukan berbagai aktivitas transaksi finansial layaknya sedang chatting. Tujuannya ialah membuat pengalaman transaksi perbankan menjadi lebih mudah dan menyenangkan.

“Cara kerjanya benar-benar sebagaimana halnya aplikasi chatting. Misalnya untuk pengiriman uang antara pengguna bisa semudah dilakukan melalui chatting, sharing foto/video/story dan bahkan transfer melalui Scan QR, antara pengguna yang saling tidak memiliki nomor kontak. Transfer uang antara pengguna ini juga bisa dilakukan secara peer-to-peer, one-to-many atau many-to-one melalui fitur Business Group yang juga sudah terdapat dalam Netzme,” ujar Vicky G. Saputra, CEO Netzme Kreasi Indonesia.

Pengalaman pengguna yang disuguhkan di aplikasi juga sepenuhnya mengadopsi layanan chatting. Pengguna bisa ngobrol layaknya di aplikasi pesan masa kini, atau bisa mengunggah aktivitas berupa tulis atau foto di Story. Dalam kolom pesan dan komentar, setiap pengguna dapat melakukan transaksi.

Beberapa contoh aktivitas di aplikasi Netzme / DailySocial
Beberapa contoh aktivitas di aplikasi Netzme / DailySocial

Netzme memosisikan dirinya sebagai mitra strategis dari perbankan. Penempatan dana melalui aplikasi Netzme langsung masuk ke bank mitra. Saat ini Bank QNB Indonesia menjadi mitra kerja penampungan dana Netzme dan sedang dalam tahapan penjajakan kerja sama serupa dengan beberapa bank lainnya di Indonesia. Ke depannya Netzme berharap menjadi agregator beragam layanan perbankan.

Model bisnis yang diterapkan

Aplikasi ini dapat digunakan secara gratis oleh pengguna dan di fase awal ini Netzme menerapkan beberapa model bisnis. Pertama ialah monetisasi aktivitas sosial pengguna melalui TruLike, yakni memungkinkan para Content Creator langsung menerima apresiasi (dalam bentuk nilai saldo Rupiah) dari penggemarnya. Kedua ialah jasa penggunaan platform untuk mendukung aktivitas komunitas, seperti grup berbayar melalui Business Group.

Fitur Business Group ini sendiri sejenis grup obrolan pada umumnya, hanya saja secara terintegrasi dengan layanan perbankan, sehingga bisa dengan mudah digunakan untuk berbagai aktivitas, seperti donasi, crowdfunding, bantuan sosial non-tunai, arisan, koperasi, bahkan mendukung model jasa, misalnya kursus berbayar. Fitur ini adalah salah satu unggulan Netzme dalam proses bisnis.

Selain itu Netzme juga mendukung jasa PPOB (Payment Point Online Bank), seperti untuk pembelian pulsa, pembayaran PLN dan lainnya. Model bisnis advertising turut disematkan bagi brand/creator yang ingin memperoleh engagement lebih.

“Atas semua jasa layanan yang dikenakan tersebut semua selalu ada porsi bagi hasil dengan para referral penggunanya secara otomatis dan diberikan seketika. Tapi pastinya bukan sampai seperti MLM, karena tidak tersedia sistem referral bertingkat,” jelas Vicky.

Tercatat sejak diluncurkan lima bulan yang lalu aplikasi ini sudah digunakan lebih dari 1 juta pengguna.

Ingin menjadi bagian dari keseharian masyarakat

Disampaikan oleh Vicky, prioritas utama dari aplikasi Netzme adalah mengintegrasikan layanan perbankan dengan aktivitas keseharian masyarakat. Di lain sisi, aplikasi ini juga ingin memfasilitasi masyarakat untuk membuka peluang baru. Saat ini setiap pengguna dari Netzme juga bisa berperan sebagai Merchant dengan menggunakan fitur QR Personal, memungkinkan dirinya melakukan digital marketing kepada pelanggannya.

“Target untuk tahun ini selain penyempurnaan beragam fitur yang sudah ada adalah agar bisa menjadi agregator yang lebih banyak lagi untuk beragam layanan bank dan juga komunitas melalui beragam kolaborasi strategis, sehingga bisa menjadi bagian ekosistem yang terintegrasi secara penuh,” ujar Vicky.

Di akhir perbincangan, Vicky turut menyoroti perkembangan dan potensi layanan fintech. Menurutnya relatif rendahnya tingkat literasi keuangan adalah masalah yang cukup pelik dan klasik bagi Indonesia. Ia berkeyakinan hal tersebut hanya bisa dipecahkan dengan penerapan teknologi keuangan yang bisa terintegrasi lebih baik dalam kehidupan keseharian masyarakat.

So, dengan perkembangan dan antusiasmenya di Indonesia saya berkeyakinan masa depan fintech di Indonesia sangat cerah, dan Netzme ingin menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem keuangan di Indonesia yang lebih baik untuk kehidupan,” tutup Vicky.

Application Information Will Show Up Here

Luncurkan Aplikasi Baru, Tamasia Rencanakan Fundraising Tahun Ini

Platform jual beli emas berbasis syariah Tamasia kembali meluncurkan aplikasi khusus untuk pengguna yang ingin memiliki emas dengan harga yang murah dan cara bayar yang mudah bernama “Beli Emas Suka-Suka”.

Kepada DailySocial  CEO & Co-Founder Tamasia Muhammad Assad menjelaskan, perbedaan dari kedua aplikasi tersebut yang sengaja dihadirkan.

“Aplikasi dengan fitur beli emas suka-suka mulai dari Rp10 ribu bisa digunakan oleh siapa saja tanpa ada biaya pendaftaran, sehingga pelanggan bisa memiliki emas dengan cara seperti menabung melalui aplikasi.”

Sebelumnya, Tamasia telah memiliki aplikasi dengan fitur beli emas berkala (cicil). Pengguna harus membayar registrasi terlebih dulu sebesar Rp99 ribu untuk sekali bayar. Keuntungan yang didapat antara lain, mendapat bagi hasil setiap mengajak reseller baru, mendapat cashback jika digunakan sendiri, dan mendapat keuntungan bagi hasil jika menjual emas ke pelanggan sekitar.

“Tujuannya agar pelanggan yang ingin memiliki emas tapi tidak mempunyai rekening bank bisa beli secara berkala melalui reseller Tamasia.”

Layanan lebih untuk pelanggan

Tamasia juga menyediakan penyimpanan emas yang sudah dibeli oleh pelanggan. Bila pelanggan ingin mencairkan emasnya, Tamasia akan membeli kembali dengan harga yang kompetitif di atas harga pasar.

Pelanggan juga bisa menerima emas dalam bentuk fisik dengan langsung mencetak emas melalui aplikasi. Emas pelanggan dapat dicetak sesuai dengan pilihan ukuran cetakan yang tersedia, mulai dari 1 gram. Emas tersebut kemudian dikirimkan langsung kepada pelanggan.

“Ke depannya kami ingin fokus ke arah inklusi finansial agar masyarakat yang sulit mendapatkan akses perbankan dapat memiliki emas dengan mengedepankan aspek keamanan dan kenyamanan melalui kedua aplikasi tersebut. Guna memfasilitasi kebutuhan pasar yang berbeda itulah maka kami meluncurkan aplikasi baru khusus pengguna,” lanjut Assad.

Rencana fundraising di tahun 2018

Sejak hadir bulan November tahun 2017 lalu, jumlah reseller Tamasia saat ini sudah mencapai 1354, dengan rata-rata transaksi terbanyak adalah emas seberat 5 gram.

Sebagai platform jual beli emas berbasis syariah, Tamasia telah menjalin kerja sama strategis dengan Antam sebagai penyuplai emas. Pelanggan juga akan mendapatkan sertifikat resmi dari Antam dan e-certificate dari Tamasia, sehingga tidak perlu khawatir dengan keaslian dan kualitas dari emas yang dibeli.

Tamasia memiliki rencana dan target yang ingin dicapai pada tahun 2018, salah satunya adalah menjangkau lebih banyak masyarakat Indonesia untuk memiliki emas dengan cara yang sangat mudah. Rencana lainnya adalah melakukan fundraising.

“Dan saat ini Tamasia juga sedang mencari pendanaan untuk seri seed funding sebesar $1 juta,” pungkas Assad.

Application Information Will Show Up Here

Amproker Bawa Konsep Lelang ke Sistem Mobile Marketplace

Model layanan e-commerce terus diminati oleh pasar Indonesia. Bagi beberapa inovator, ini menjadi kesempatan emas untuk berkreasi menciptakan model layanan baru. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Amproker. Startup ini mengembangkan sebuah aplikasi mobile yang memfasilitasi konsumen untuk menemukan barang yang ingin dia beli. Konsepnya konsumen mengunggah informasi barang yang sedang dicari, lalu merchant dapat memberikan penawarannya masing-masing.

Dengan aplikasi mobile yang dapat diunduh gratis, pengguna Amproker bisa memesan produk dengan kriteria yang spesifik atau dengan mengunggah foto produk yang telah ditemukannya di tempat lain untuk mendapatkan penawaran yang lebih baik. Unik, karena startup ini coba melihat habit masyarakat Indonesia pada umumnya, ketika berbelanja ingin dilayani sebagai “raja”.

Membawa konsep lelang ke ranah ritel

Konsep Amproker layaknya proses tender atau lelang proyek, umumnya dilakukan di sektor pemerintahan. Para vendor atau penjual memberikan penawaran untuk kebutuhan belanja. Amproker mempertajam dan menerapkan konsep ini ke kalangan konsumen ritel. Proses tender dinilai akan membawa efek disruptive yang signifikan ketika diterapkan di segmentasi ritel, yang mempunyai lebih banyak partisipan dan volume transaksi.

“Idenya timbul dari pengalaman tidak efisien dan mengecewakan yang pernah kami alami sebagai konsumen. Amproker sejalan dengan psikologi generasi millenial yang mengharapkan semuanya tersedia on-demand.  Shopping dengan Amproker jauh lebih efisien dan lebih bergaya.  Cukup posting apa yang ingin kita beli dan tidak perlu lagi repot mencari penjual, membandingkan harga, atau rumit bernegosiasi,” ujar Eron Young selaku Co-Founder Amporker.

Versi Andoroid untuk Amproker sudah tersedia sejak Desember 2017 lalu, sedangkan untuk versi iOS sudah dirilis sejak awal Januari ini. Dari data statistik yang disampaikan, saat ini aplikasi (versi beta) Amproker sudah diunduh lebih dari 5000 pengguna. Sementara saat ini sudah ada lebih dari 1000 merchant yang terdaftar dengan berbagai jenis produk. Rata-rata berdomisili di Jabodetabek.

“Awalnya Amproker dimulai secara bootstrap.  Beberapa bulan kemudian, Amproker mendapatkan angel investment dari direksi sebuah management consultant firm (belum bisa disebutkan detailnya). Di bulan Desember 2017, Amproker terpilih sebagai peserta Top 15 program Visio Incubator,” lanjut Eron.

Percaya diri dengan konsep unik yang dimiliki

Persaingan bisnis e-commerce di Indonesia sudah sangat alot saat ini, pihak Amproker pun sadar betul akan hal ini. Namun menurut Eron dengan mekanisme yang unik, Amproker memosisikan diri sebagai “pembela” para pembeli. Di saat marketplace lain berlomba-lomba untuk memperbanyak penjual, Amproker fokus untuk mempersatukan pembeli. Sementara marketplace lain bersaing dengan memberikan subsidi  dan diskon, Amproker cukup mengandalkan persaingan sehat antara para penjual dan kekuatan pasar untuk memberikan harga yang terbaik bagi pembeli.

Penjual pun dinilai bisa mendapatkan keuntungan karena mendapatkan sales leads atau pelanggan baru dengan cepat tanpa perlu mengeluarkan budget iklan yang besar untuk menarik calon pembeli.  Peningkatan volume penjualan dan penghematan biaya marketing ini akan menjadi penambahan laba penjual.

“Konsep awal Amproker ialah sebagai penghubung antara konsumen dan merchant.  Namun umpan balik dari pengguna-pengguna pertama mengindikasikan proses pembayaran yang dikelola oleh Amproker akan meningkatkan secara dramatis volume dan nilai transaksi. Oleh karena itu, Amproker akan segera menambahkan fitur-fitur pengelolaan proses pembayaran dan logistik,” ujar Eron.

Co-Founder Amproker
Co-Founder Amproker

Amproker didirikian oleh dua orang co-founder, yakni Eron Young dan Johny Jugianto.  Setelah lulus kuliah dari Indiana University Bloomington di tahun 2000, Eron bekerja di Harman International, sebuah perusahaan Fortune 500 yang memproduksi speaker merek Harman/Kardon, Infinity dan JBL.

Sedangkan Johny adalah seorang profesional di bidang IT lulusan Universitas Bina Nusantara.  Kemampuannya untuk menciptakan solusi IT yang efektif telah terbukti sepanjang kariernya.  Sebelum membentuk Amproker, Johny mempunyai jabatan sebagai seorang IT Enterprise & Framework Solutions Manager di salah satu bank di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Capaian dan Rencana Carousell Indonesia Pasca Tiga Tahun Beroperasi

Merayakan HUT-nya yang ketiga, layanan mobile classified app asal Singapura, Carousell, menjabarkan pencapaian dan rencana di tahun 2018. Dari data yang disampaikan terungkap, sebanyak 2,1 juta barang telah terjual di Carousell hingga kuartal ketiga tahun 2017. Kategori terpopuler adalah gadget dan barang elektronik, pakaian pria dan wanita, barang kesehatan dan kecantikan, serta produk perlengkapan bayi.

Di Indonesia sendiri Carousell yang dikenal sebagai platform jual beli barang bekas telah memiliki sekitar 8,8 juta listing, dengan rata-rata sekitar 100 barang preloved yang didaftarkan ke platform dalam waktu satu menit. Dari jumlah keseluruhan pengguna yang ada di Carousell kebanyakan adalah kalangan individu dan hanya sedikit pemilik toko yang menjual barang bekas pakai memanfaatkan Carousell.

“Di usia ke tiga kehadiran Carousell di Indonesia, kami ingin memberikan inspirasi lebih banyak kepada masyrakat Indonesia untuk melakukan jual beli barang bekas memanfaatkan platform Carousell,” kata Co-Founder Carousell Marcus Tan .

Meluncurkan fitur baru memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence

Untuk memberikan layanan lebih maksimal dan proses penjualan lebih cepat, pada tahun 2018 mendatang Carousell berencana untuk meluncurkan fitur-fitur terbaru memanfaatkan teknologi AI. Mulai dari Smart Listing yang bisa memberikan rekomendasi lebih relevan untuk masing-masing pengguna, tampilan Home Screen baru yang didesain lebih personal mengikuti minat dan kesukaan dari pengguna, hingga memperbarui In-App Chat yang saat ini sudah disematkan dalam aplikasi Carousell.

“Semua fitur baru tersebut kami harapkan bisa mempercepat proses pendaftaran barang, penjualan dari sekitar 30 detik hingga menjadi 3 detik sekaligus memperlancar komunikasi antara penjual dan pembeli,” kata Marcus.

Belum melakukan monetisasi

Masih fokus kepada akuisisi pengguna (penjual dan pembeli), Carousell Indonesia hingga kini belum melakukan monetisasi. Hal ini dilakukan menyesuaikan rencana dari Carousell Indonesia yaitu mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan pengguna aktif. Saat ini Carousell telah tersedia di Jabodetabek, Medan, Surabaya, dan Bandung.

“Berbeda dengan Singapura yang pasarnya lebih luas, kami selama 5 tahun terakhir sudah mulai melakukan monetisasi dengan fitur iklan dan tambahan lainnya, sementara di Indonesia kami belum melancarkan kegiatan monetisasi tersebut,” kata Marcus.

Setelah mendapatkan pendanaan Seri B tahun 2016 lalu yang dipimpin oleh Rakuten Ventures bersama dengan Sequia India, Golden Gate Ventures, dan 500 Stratups, sebesar $35 juta (sekitar Rp 458 miliar), saat ini Carousell mengklaim belum memiliki rencana untuk melakukan kegiatan penggalangan dana. Selanjutnya Carousell masih mengembangkan teknologi dan meningkatkan aplikasi mobile agar bisa berfungsi lebih advance.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Pang Tawarkan Bisnis Iklan di Pengunci Layar Ponsel

Mulai banyaknya pengguna perangkat smartphone dan tablet menjadi salah satu indikasi bahwa perangkat mobile bisa menjadi media efektif untuk beriklan. Selain bisa menjangkau banyak lapisan masyarakat, iklan yang ditampilkan juga langsung diterima oleh pengguna. Hal ini yang coba disiasati dengan baik oleh Pang, sebuah aplikasi pengunci layar (lock screen) yang sekaligus bisa menjadi sarana iklan bisnis dan menawarkan banyak hadiah penarik bagi setiap pengguna yang memasang Pang sebagai aplikasi pengunci layar di perangkat mereka.

Pang sebenarnya serupa dengan berbagai layanan sejenis yang sudah ada di Google Play, hanya saja pihak Pang mengklaim mereka memiliki beberapa perbedaan, seperti cover lock screen yang otomatis dapat berubah setiap kali unlock, reward video, fitur komentar pada menu event, dan beberapa lainnya. Khusus untuk komentar ini sengaja disediakan untuk menjaga interaksi Pang dengan pengguna mereka. Dengan hal tersebut diharapkan bisa memberikan pelayanan yang baik bagi pengguna.

Selain itu Kevin Phang selaku Founder Pang menjelaskan kepada DailySocial bahwa meski secara signifikan hadiah atau reward yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan aplikasi yang sudah ada, data umpan balik menunjukkan pengguna aplikasi Pang cukup puas dengan hadiah-hadiah yang ada.

“Sejauh ini masyarakat cukup welcome dengan aplikasi kami, tetapi kami pun menyadari masih banyak kekurangan dan akan terus menambah reward yang ada, serta mengembangkan featurefeature di aplikasi kami,” ujar Kevin.

Menanggapi persaingan dengan aplikasi sejenis yang sudah ada Kevin menilai bahwa kehadiran mereka bukanlah sebagai pesaing atau kompetitor. Kevin menganggap layanan yang sudah ada sebagai sparring partner. Tujuannya untuk membangun industri mobile advertisment di Indonesia.

“Tujuan kami adalah memajukan dunia mobile advertisement di Indonesia, kami pun belajar dari pengalaman 6 bulan yang sudah berjalan ini, dan juga dari pelaku business yang sejenis baik lokal maupun internasional. Pasar mobile advertisement di Indonesia masih sangat besar, mengingat jumlah Android user mencapai 60 juta di akhir tahun 2017, oleh sebab itu kami juga terus berinovasi untuk mencoba hal baru dan berkembang untuk dapat memuaskan user dan pengiklan agar menjadi lebih baik,” terang Kevin.

Sejauh ini Pang sudah berjalan 6 bulan, perjalanan masih panjang, kesempatan untuk tumbuh masih terbuka lebar, pun juga risiko untuk jatuh dan gulung tikar. Untuk itu Kevin sudah menyiapkan strategi dengan terus mengembangkan layanan, menjaga hubungan dengan pengguna dan para pengiklan.

“Secara bisnis kami ingin memberikan effect engagement yang lebih untuk para pengiklan dengan market-nya yang kami provide secara flat price, karena kami menyadari brand awareness bukan satu satunya faktor utama dalam bisnis periklanan, tetapi juga connection antara product dengan user. Pengiklan akan dapat mengetahui user behavior terhadap brand atau  products-nya dan market analysis untuk produk pengiklan dalam waktu 5-7 hari. Di sini kami juga concern dengan sisi bisnis pengiklan kami,” tutup Kevin.

Application Information Will Show Up Here

Ivosights Luncurkan Aplikasi “Tania”, Agregasi Kanal Digital Layanan Pelanggan

Pengembang platform customer engagement Ivosights baru-baru ini meluncurkan produk terbarunya yang diberi nama Tania. Produk ini merupakan sebuah aplikasi agregator yang dapat menghubungkan pemilik brand dengan pelanggan, atau disebut dengan customer touchpoint. Aplikasi ini dibuat di platform Android, diharapkan dapat merangkul lebih banyak konsumen.

“Tania dikembangkan untuk memudahkan konsumen dalam berinteraksi dengan brand, tanpa kebingungan mencari dan menentukan akun resmi brand tertentu,” ujar CEO Ivosights Elga Yulwardian.

Saat ini Tania menghubungkan konsumen langsung ke email dan akun-akun resmi brand di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Google+. Menariknya Tania telah melakukan kurasi dan verifikasi terhadap brand tersebut, sehingga dipastikan konsumen terhubung dengan kanal yang benar. Tania sendiri didesain untuk dapat mengakomodasi saran, pertanyaan/permintaan, dan komplain terkait layanan atau produk yang digunakan konsumen,

“Saat ini ada 850 brand dari 35 sektor industri yang dapat diakses melalui Tania, dan jumlah ini akan terus meningkat,” lanjut Elga.

Sebelumnya Ivosights meluncur menawarkan tiga platform unggulan untuk pengelolaan pelayanan konsumen di media sosial, yakni Digital Monitoring Platform, Social Customer Care Platform, dan Automation Social CRM Platform. Dengan solusi end-to-end yang dihadirkan, Ivosights berharap bahwa layanannya dapat menjadi alternatif produk dalam negeri untuk pemasaran digital. Selama ini bisnis kebanyakan menggunakan layanan seperti Zendesk untuk memonitor seluruh aktivitas pemasaran media sosial mereka.

Menangani konsumen di media sosial tidak mudah

Media sosial memang efektif untuk mendekatkan brand dengan konsumennya, karena rata-rata konsumen digital saat ini sangat erat dengan penggunaan media sosial. Namun apakah semudah itu dalam implementasinya? Jika melihat praktik yang banyak dilakukan oleh brand besar yang ada saat ini dalam menangani keluhan pelanggan via media sosial, cukup rumit. Pasalnya setiap pelanggan itu unik, dan memiliki sifat yang sangat berbeda. Poin ini yang sulit untuk diakomodasi oleh teknologi, di luar kecepatan respons yang mungkin dilakukan.

Namun beberapa waktu lalu Ivosights juga sudah menjalin kerja sama khusus dengan LIPI. Salah satu target capaiannya ialah untuk menghadirkan sebuah sistem yang mampu mengenali sentimen (positif atau negatif) perilaku pengguna media sosial dalam kaitannya dengan layanan pelanggan. Pada dasarnya otomatisasi seperti ini sangat mungkin dilakukan, mengingat sekarang konsep seperti Artificial Intelligence, Machine Learning, ataupun Data Science sudah sangat riil.

Application Information Will Show Up Here

Pentingnya Mengoptimalkan Aplikasi di Google Play

Aplikasi mobile yang didesain secara native untuk berjalan di sistem operasi ponsel pintar memang menjadi representasi yang paling menarik untuk menyuguhkan layanan digital, kendati bukan satu-satunya opsi, karena model berbasis situs juga masih sangat relevan sampai saat ini, terlebih dengan perkembangan yang ada, termasuk Progresive Web Apps. Para pemilik layanan banyak yang memutuskan untuk mengembangkan aplikasi berdasarkan beberapa alasan mendasar, salah satunya memungkinkan traksi yang lebih tinggi untuk pengguna dan kontrol lebih luas yang dapat diberikan terhadap layanan yang disajikan.

Survei menyebutkan, dengan studi kasus yang melibatkan sebanyak 516 pengguna ponsel pintar di Indonesia, banyak yang memilih aplikasi mobile untuk mengakses berbagai tipikal layanan digital ketimbang menggunakan website, kendati untuk beberapa layanan seperti berita masih banyak yang memilih mengakses situsnya secara langsung.

Survei JakPat tentang perbandingan penggunaan mobile apps dan mobile web / JakPat
Survei JakPat tentang perbandingan penggunaan mobile apps dan mobile web / JakPat

Lalu temuan selanjutnya juga menarik untuk ditelisik lebih dalam, tentang mengapa mereka lebih menyukai mengakses layanan digital menggunakan aplikasi. Ada beberapa faktor, kemudahan, kenyamanan, kecepatan, akses offline, keamanan, dan desain menjadi beberapa pertimbangan utama pengguna.

Faktor-faktor yang membuat pengguna memilih menggunakan mobile apps / JakPat
Faktor-faktor yang membuat pengguna memilih menggunakan mobile apps / JakPat

Beberapa faktor di atas tentu penting untuk menjadi perhatian pengembang aplikasi, sehingga mampu disesuaikan saat proses pengembangan produk. Memang ada strategi khusus untuk meningkatkan eksposur aplikasi di marketstore, dan ini sangat perlu dilakukan. Layaknya website yang perlu SEO (Search Engine Optimization) karena sudah banyaknya jumlah situs yang ada, aplikasi di marketstore pun sama jumlahnya sudah sangat banyak, sehingga harus ada sesuatu yang membuat aplikasi tersebut memiliki daya tarik.

Di artikel ini akan dibahas beberapa hal teknis mendasar yang perlu diperhatikan oleh pengembang sehingga membuat aplikasinya lebih maksimal ketika bertanggar di marketstore, khususnya Google Play. Poin-poin yang dijabarkan merupakan hasil diskusi dalam pagelaran Google Playtime SEA 2017 yang digelar pada Kamis (02/11) lalu di Singapura.

Unsur visual

Ini menjadi salah satu bagian yang paling penting diperhatikan, karena akan sangat mempengaruhi impresi pengguna dan pengalaman pengguna. Beberapa hal yang harus disesuaikan termasuk:

  1. Desain aplikasi dan navigasi yang intuitif, memungkinkan pengguna secara alami memahami cara kerja dengan alur yang didesain.
  2. Memberikan dukungan untuk perangkat dengan berbagai standar ukuran layar.
  3. Tidak menggunakan aset yang melanggar hak cipta.
  4. Tidak menggunakan konten yang mengandung unsur sensitif.

Aksesibilitas

Poin ini berkaitan dengan bagaimana pengguna dapat menyatu dengan aplikasi, memastikan pengguna memiliki profil yang dipersonalisasi sehingga memungkinkan mereka untuk merasa memiliki. Ada beberapa hal yang dapat dioptimalkan di sini, di antaranya:

  1. Pemanfaatan layanan SSO (Single Sign-on) seperti Facebook Login, Google+ atau Azure Active Directory dapat menyederhanakan pengalaman pengguna, agar tidak dipusingkan dengan jumlah akun yang banyak. Selain itu standardisasi di dalamnya membantu aplikasi melengkapi unsur keamanan yang harus dicapai.
  2. Jika harus menghimpun data pengguna, pastikan terlebih dulu meminta izin.

Kehandalan

Performa aplikasi secara langsung berpengaruh kepada kenyamanan pengguna. Pendekatannya ada dua hal yang paling krusial, yakni:

  1. Buatlah aplikasi dengan ukuran seminimal mungkin, pun jika pangsa pasarnya adalah pengguna dengan ponsel berspesifikasi tinggi.
  2. Pilih layanan server dengan skalabilitas mumpuni.

Pengujian

Traksi pengguna lebih sering tidak bisa diprediksikan, oleh karenanya penting bagi pengembang untuk melakukan pengujian. Salah satu pendekatan populer ialah dengan A/B Testing, yakni meluncurkan versi Alpha atau Beta sebelum peluncuran versi penuh dari aplikasi.

Dalam teknik pengembangan produk, cara ini disebut dengan Minimum Viable Product, meluncurkan aplikasi dengan fitur utama seminimal mungkin untuk mengetahui respon pengguna.

Publikasi

Ketika mempublikasikan aplikasi di Play Store juga ada beberapa hal yang dapat dilakukan pengembang untuk memaksimalkan potensi unduhan oleh pengguna, di antaranya:

  1. Melakukan pengujian desain ikon. Jika unduhan aplikasi kecil, bisa jadi ikon aplikasi yang tampil di Google Play kurang menarik, atau kurang representatif dengan layanan yang ingin disuguhkan.
  2. Hindari penggunaan kata kunci yang tidak relevan pada deskripsi dan metadata.
  3. Hindari penggunaan istilah atau kata yang mengandung unsur merek lain, karena justru akan semakin menenggelamkan hasil pencarian untuk aplikasi yang dipublikasikan.
Tatanan ikon dan deskripsi aplikasi di Google Play / Pixabay
Tatanan ikon dan deskripsi aplikasi di Google Play / Pixabay

Umpan Balik

Menurut banyak survei, rating dan umpan balik pada aplikasi memang menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan pengguna dalam memilih dan mengunduh aplikasi. Dari latar belakang itu sering kali pengembang nakal mengakalinya dengan membuat testimoni dan penilaian dengan akun palsu. Cara tersebut bisa jadi efektif untuk “menjebak” pengguna, akan tetapi jika kualitas aplikasi tidak berbanding justru akan menjadi senjata makan tuan, pengguna tidak akan mempercayai lagi dengan produk dari pengembang terkait.

Strategi Google Bangun Ekosistem Pengembang Lokal yang Sehat

Google Playtime SEA (Southeast Asia) kembali diselenggarakan untuk kali ketiga membawa visi membantu pengembang aplikasi dan games di platform Android mengembangkan bisnis mereka. Bertempat di Singapura, rangkaian acara ini menyajikan berbagai informasi dan pengetahuan menarik. Setidaknya ada 250 rekanan pengembang yang diundang secara eksklusif di acara ini, banyak di antaranya dari Indonesia, seperti perwakilan Touchten, Picmix, dan Educa Studio.

Membuka sesi awal, Regional Director Google Play APAC James Sanders mengungkapkan beberapa fakta menarik. Sejauh ini telah ada lebih dari 2 miliar pengguna Android aktif yang menghasilkan lebih dari 82 miliar instalasi apps atau games di perangkat. James menilai bahwa ini merupakan momentum yang sangat baik untuk diteruskan penetrasinya, dengan didukung inovasi produk di Google Play oleh pengembang.

Agenda yang akan dilakukan untuk membangun ekosistem

Untuk meningkatkan pencapaian baik tersebut, ada dua pendekatan yang akan dimaksimalkan yakni membangun ekosistem pengembang lokal dan membawa ekosistem pengembang yang telah mapan untuk tidak hanya membawa dampak ekonomi di lokal saja, melainkan juga di kawasan regional dan global. Di SEA sendiri, revenue yang diperoleh pengembang produk aplikasi di Google Apps terpantau mengalami peningkatan yang cukup fantastis setiap tahunnya, pertumbuhannya mencapai 150 persen YoY.

Regional Director Google Play APAC James Sanders
Regional Director Google Play APAC James Sanders

Apa yang ingin dilakukan Google terhadap pengembang lokal ialah membantu mengembangkan ekosistem dari sisi bisnis. Keseimbangan antara inovasi produk dan kecakapan bisnis dinilai akan membangun ekosistem lokal yang lebih sehat. Salah satu yang sudah direalisasikan beberapa waktu lalu di Indonesia ialah kompetisi Google Play Indonesia Games Contest dan program pendampingan bisnis Google Developer Launchpad Indonesia.

Di sesi diskusi, DailySocial sempat menanyakan seputar strategi mengelaborasikan materi yang sudah dimiliki Google dengan kurikulum pendidikan formal. Kendati tidak menampik kemungkinan tersebut sangat mungkin terjadi, namun saat ini belum ada agenda khusus. Namun disadari betul bahwa jalur akademik bisa menjadi cara yang efektif untuk membangun ekosistem pengembang di suatu negara, karena secara kompetensi pun mobile developer masih sangat relevan dengan kebutuhan saat ini.

Mudahkan akses masyarakat untuk konsumsi konten premium

Upaya lain yang dilakukan Google ialah memperbanyak opsi pembayaran konten premium di Google Play. Disampaikan James, saat ini Google Play sudah mendukung 135 varian kartu kredit, 140 pembayaran via carrier billing di 55 negara, dan persebaran 700 ribu giftcard di 30 negara. Angka tersebut akan terus ditingkatkan untuk memicu penguatan model bisnis yang dijalankan pada aplikasi. Di Indonesia, Google sudah bekerja sama dengan hampir semua operator seluler unggulan untuk mengakomodasi sistem pembayaran melalui potong pulsa.

Jika melihat data yang ada, dibandingkan layanan digital lain, aplikasi Google Play memang yang paling banyak dibeli. DailySocial beberapa waktu lalu mengadakan survei ke lebih dari 1000 pengguna ponsel pintar di Indonesia, hasilnya menempatkan pembelian apps dan games di urutan teratas. Tahun ini disampaikan bahwa growth atau pertumbuhan pembelian di Google Play meningkat 20% (untuk konten premium), sedangkan untuk konten berlangganan angkanya meningkat 2x lipat.

Hasil survei DailySocial
Hasil survei DailySocial

Beberapa hal yang dapat dioptimalkan pengembang lokal

Masih di sesi yang sama, Head of Business Development Google Play SEA Kunal Soni menambahkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketertarikan pengguna terhadap karya aplikasi lokal. Menurut hasil survei, ketika aplikasi mendapatkan rating buruk, 50% pengguna mengatakan alasannya seputar bugs atau performa aplikasi yang kurang stabil.

Terkait kepuasan pengguna, masih berdasarkan survei komentar pengguna, sebanyak 60% mengatakan bahwa kecepatan performa aplikasi, desain dan kegunaan menjadi poin yang banyak di-mention sehingga mereka memberikan rating yang cukup bagus. Secara teknis ada beberapa hal yang dapat dioptimalkan. Google sendiri memiliki standar teknis yang dapat menjadi pertimbangan para pengembang.

Nantikan artikel reportase selanjutnya dari perjalanan Google Playtime SEA 2017. Stay tune!

Pertimbangan Memilih Progressive Web Apps Ketimbang Merilis Aplikasi

Mendirikan perusahaan teknologi yang mengandalkan internet sebagai lahan bisnis utamanya, sering dihadapkan pada pemikiran perlu atau tidaknya merilis aplikasi. Akan tetapi melihat kondisi sekarang ini, tiap perusahaan umumnya sudah meluncurkan aplikasi masing-masing.

Kondisi tersebut, membuat tingkat churn yang sangat tinggi. Tingkat keberlangsungan suatu aplikasi dalam smartphone pengguna semakin kecil untuk diunduh, bila manfaatnya tidak begitu terasa bagi mereka. Apalagi kalau tampilannya UI/UX-nya kurang menarik. Kekurangan lainnya, biaya pemeliharaan aplikasi tidaklah murah.

Berbagai kekurangan ini menjadi dilema bagi perusahaan apakah perlu ikut terjun ke arus tersebut atau tetap idealis mengandalkan mobile web saja. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk pengembang adalah memanfaatkan teknologi Progressive Web Apps (PWA) yang diluncurkan Google sejak tahun lalu.

Strategic Partner Manager Google APAC Rica Handayani menerangkan aplikasi memang dirancang untuk meningkatkan engagement, tapi bila melihat daya jangkaunya kurang baik karena butuh jaringan 3G ke atas. Kondisi sebaliknya ditunjukkan oleh mobile web. Dari segi jangkauan sangat luas, namun tingkat engagement-nya kurang baik.

Dari data yang dihimpun Google, mengakses mobile web paling tidak membutuhkan waktu loading selama 19 detik dalam jaringan 3G. Bila situs delay lebih dari tiga detik, akan berpotensi kehilangan konsumen sebanyak 53%.

PWA memiliki kelebihan dapat dikunjungi secara offline, dapat menerima notifikasi, dan dapat diakses oleh feature phone sekalipun. Sehingga, pertimbangan untuk mengalihkan dari mobile web ke PWA menjadi lebih tepat apalagi ketika perusahaan beroperasi di Indonesia. Mengingat, pengguna smartphone belum sampai ke tingkat pedalaman dan jaringan yang belum merata.

“PWA itu mobile site yang di-upgrade seperti mobile app. Sementara ini pengguna PWA di Indonesia maupun seluruh dunia, secara rerata berasal dari [layanan] e-commerce, travel online, dan news publisher. Industri lainnya, semisal game belum ada yang mengimplementasinya, bahkan di seluruh dunia. Belum ada contoh case study-nya untuk itu,” terang Rica saat menjadi pembicara di gelaran konferensi Seamless Indonesia 2017, Rabu (11/10).

Salah satu perusahaan yang menerapkan PWA adalah Twitter. Di Indonesia, beberapa waktu lalu Twitter telah mengumumkannya ke publik. Rica menerangkan, setelah Twitter mengimplementasinya, berhasil meningkatkan tingkat kunjungan hingga 65%. Jumlah cuitan (tweet) naik 75% dan menarik 1 juta pengguna yang menaruh icon Twitter dalam home screen mereka.

Twitter juga mencatat tingkat konsumsi data dari PWA hanya 0,6 MB. Lebih kecil dibandingkan saat mengakses lewat aplikasi Android sekitar 23 MB atau iOS sebesar 100 MB.

Perusahaan lainnya, OLA, aplikasi ride hailing di India, juga menjadi pengguna PWA. OLA mencatat dapat membukukan lebih dari 1 juta perjalanan setiap harinya dan mengakuisisi lebih banyak pengemudi hingga 600 ribu. Perusahaan juga telah menjangkau lebih banyak kota di India hingga 110 kota.

Setelah mengimplementasi PWA, OLA berhasil masuk ke kota tier 2 dan 3. Dari total booking yang diterima perusahaan setiap harinya, sekitar 20% berasal dari pengguna yang mengakses PWA. Orang-orang tersebut sebelumnya adalah pengguna yang meng-uninstall aplikasi OLA.

“OLA melihat tingkat konversi dari pengguna di kota tier 2 sama besarnya dengan pengguna dari native app. Malah tingkat konversi di kota tier 3 lebih tinggi 30% dari native app.”

PWA kini sudah bisa diakses melalui Opera, Internet Explorer, Samsung Internet Browser, dan Mozilla.

Contoh lainnya adalah perusahaan kosmetik Lancome. Perusahaan tersebut berhasil meningkatkan durasi kunjungan hingga 53% untuk pengunjung dari platform iOS.

Di Indonesia sendiri, beberapa perusahaan yang telah menggunakan PWA di antaranya Tokopedia, Kaskus, Liputan 6, Bukalapak, DailySocial, Viva.co.id, JD.id, Traveloka, Kapan Lagi Networks, Babe, Kompas, Brilio, dan lain sebagainya.

Discolsure: DailySocial adalah media partner Seamless Indonesia 2017