Mencermati Tantangan dan Regulasi Layanan Fintech

Berangkat dari pengalamannya bekerja di Lazada, MNC Group, dan Detik, Andry Huzain menjadi salah satu Co-Founder TunaiKita. Layanan peer-to-peer (P2P) lending yang merupakan bagian Wecash Global ini memberikan pinjaman modal kepada calon peminjam, dengan dana berasal dari orang umum yang memiliki uang lebih untuk dipinjamkan.

Skema P2P lending, yang saat ini makin populer di ranah financial technology, merupakan industri yang paling populer sepanjang tahun 2017.

Market cap [Market capitalization] untuk layanan fintech sudah jelas angkanya dan dijamin akan menguntungkan. Berbeda dengan layanan e-commerce yang masih tidak pasti. Alasan tersebut yang kemudian menjadikan fintech [sebagai] industri paling favorit dengan potensi yang cerah di Indonesia,” kata Andry.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, Andry Huzain berbagi cerita dan pengalaman saat mulai membangun TunaiKita, layanan fintech yang memiliki prosedur dan peraturan yang cukup ketat. Dimonitor dan diatur OJK dan BI, layanan fintech cukup rumit dan sebaiknya dicermati calon pelaku startup yang ingin meluncurkan layanan fintech di Indonesia.

Terdapat empat tantangan yang kerap dihadapi oleh pelaku startup fintech di tanah air, dan berikut adalah rangkuman tersebut seperti yang disampaikan Andry.

Tidak ada pengguna yang loyal

Menurut survei yang telah dilakukan TunaiKita, kebanyakan pengguna layanan fintech adalah kalangan millennial. Dari hasil survei tersebut bisa disimpulkan, kebanyakan dari user tersebut tidak memiliki loyalitas terhadap brand dan cenderung untuk berpindah ke brand layanan fintech yang satu dan lainnya. Hal ini wajib dicermati calon pelaku startup.

“Hal lain yang juga wajib dicermati adalah kebanyakan pengguna kemudian mencoba untuk menggunakan layanan fintech yang dipilih, berasal dari rekomendasi teman, keluarga hingga kerabat terdekat. Menjadikan bisnis ini sarat dengan faktor kepercayaan dan tentunya ‘trust’,” kata Andry.

Tantangan verifikasi data

Faktor lain yang wajib dicermati calon pelaku startup jika ingin menghadirkan layana fintech adalah tidak adanya central database yang lengkap di Indonesia. Hal tersebut menyulitkan startup untuk melakukan verifikasi hingga konfirmasi data calon pengguna secara cepat. Hal tersebut juga berlaku kepada ketentuan virtual signature. Masih sulitnya startup melakukan verifikasi dengan memanfaatkan tanda tangan virtual diakui TunaiKita menjadi kendala tersendiri.

“Pastikan semua data center ada di Indonesia. Perhatikan juga soal sertifikasi ISO hingga SNI yang wajib diketahui dengan jelas oleh pelaku startup fintech,” kata Andry.

Payment gateway

Di Indonesia semua dana yang disalurkan, baik itu dari layanan e-commerce hingga P2P lending, harus diendapkan di akun escrow atau Virtual Account terlebih dahulu. Peraturan yang ditetapkan oleh regulator tersebut terkadang cukup menyulitkan penyaluran dana secara cepat kepada lender hingga borrower. Untuk itu pastikan dengan jelas batas waktu hingga ketentuan (limit date) untuk setiap transaksi yang diterapkan. Jangan sampai proses yang cukup memakan waktu tersebut merusak jalannya prosedur menjadi kacau hingga terhambat.

Pemilihan talenta yang tepat

Hal penting lainnya yang wajib dicermati oleh calon pelaku startup adalah pemilihan talenta yang cukup krusial. Andry menyebutkan terdapat empat skill yang wajib dimiliki pegawai startup. Mereka termasuk legal compliance, technical, business analyst, dan akuntansi perbankan.

“Idealnya lagi adalah rekrut pegawai yang memiliki dua kemampuan sekaligus. Dengan demikian Anda bisa mendapatkan talenta yang lengkap dan membantu startup menjalankan bisnis,” kata Andry.

Targetkan Kalangan Millennial, Layanan P2P Lending Pembiayaan Properti Gradana Diluncurkan

Bertujuan untuk menjembatani kepemilikan properti kalangan millennial di Indonesia, Gradana hadir dengan konsep peer-to-peer (p2p) lending yang mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman. Kepada DailySocial, Komisaris Gradana Freenyan Liwang, yang sebelumnya menjabat sebagai Presiden Direktur Bank Sinarmas Tbk., mengungkapkan, platform ini merupakan online property fund yang mempertemukan antara pihak yang ingin membeli rumah dengan investor yang menyediakan dana segarnya, dengan skema pembiayaan cicilan uang muka hingga 36 bulan.

“Riset Karir.com menunjukkan bahwa sebanyak 83% generasi millennial yang berpenghasilan rata-rata Rp7,5 juta per bulan tidak akan mampu memiliki rumah di Jakarta. Sisanya 17% yang mampu pun hanya menyanggupi pembelian rumah bekas senilai Rp 300 juta. Hal ini dikarenakan harga properti makin melambung,” kata Freenyan.

Dilanjutkan Freenyan, diperkirakan peningkatan harga rumah dalam lima tahun ke depan mencapai 150%. Padahal, kenaikan pendapatan hanya 60% dalam periode yang sama. Khusus wilayah Jakarta saja, sebanyak 95% harga properti yang tersedia berada di atas Rp 480 juta, sedangkan lebih dari 90% generasi millenial berpenghasilan di bawah Rp 12 juta.

“Salah satu solusi agar generasi millenial ini bisa memiliki rumah, yaitu dengan mencicil alias mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, perlu diingat, calon pembeli perlu menyiapkan uang muka atau down payment (DP) paling tidak 15%. Momok DP KPR inilah yang menjadi peluang bagi Gradana, perusahaan financial technology (fintech), yang fokus pada bisnis pembiayaan uang muka properti,” kata Freenyan.

Pertemukan pemberi dana dan peminjam secara online

Prinsip kerja Gradana serupa dengan lembaga keuangan pada umumnya, namun dengan konsep peer-to-peer (p2p) lending yang mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman. Gradana mengklaim keunggulan lainnya adalah memungkinkan pemberi pinjaman memilih sendiri kepada siapa dananya akan disalurkan.

“Tidak perlu khawatir mengenai keamanan dana yang telah dipinjamkan. Kami memberikan sistem pemantauan yang sistematis serta jaminan agunan properti. Bagi investor sendiri, menanam dana di platform ini lebih menguntungkan dibandingkan bunga deposito. Apalagi tingkat risikonya pun rendah,” kata Freenyan.

Gradana menawarkan skema yang hanya berlaku untuk pengembang (developer) yang sudah menjadi rekanan Gradana dengan pilihan cicilan DP mulai dari 24-36 bulan. Pemberi dana dapat berupa institusi maupun kalangan individu. Nantinya rumah yang dibeli akan dijadikan jaminan bagi pemberi dana, disertai guarantee letter (untuk refund bila terjadi default) dari pengembang rekanan.

“Untuk calon pembeli yang ingin mengajukan pinjaman bisa langsung ke Gradana atau melalui tim pengembang. Untuk memastikan kredibilitas calon pembeli, Gradana melakukan verifikasi dan credit scoring terhadap pembeli (borrower), termasuk BI checking,” kata Freenyan.

Ketika pinjaman telah disetujui, calon pembeli (borrower) akan dipublikasikan ke pool of lenders atau daftar pilihan borrower yang nantinya bisa dipilih oleh pemberi dana untuk memberikan pinjaman. Calon pembeli yang disetujui akan langsung mendapatkan dana untuk pembayaran uang muka kepada pihak pengembang properti.

Rencana ekspansi dan target Gradana

Sebagai bentuk keseriusan dalam memberikan jaminan keamanan berinvestasi, Gradana telah terdaftar secara resmi di Kementerian Komunikasi dan Informasi serta diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini Gradana telah bermitra dengan bank lokal, bank asing dan beberapa pengembang properti. Sementara untuk Project value yang siap untuk di berikan berjumlah sekitar Rp 300 miliar, dengan jumlah lending pool sebesar Rp 90 miliar (komitmen pendana). Untuk memperluas layanannya, Gradana juga memiliki rencana untuk melakukan ekspansi di 5 kota lainnya di Indonesia pada tahun 2018.

“Selanjutnya kami masih memiliki target yang ingin dicapai, di antaranya adalah membuat inovasi produk-produk pembiayaan properti agar bisa memudahkan orang banyak berinvestasi di properti secara aman. Gradana juga akan terus mendukung pemerintah untuk pemerataan akses pembiayaan properti yang tiap tahun kian bertambah,” tutup Freenyan.

Perum Jamkrindo dan Investree Bermitra, Mitigasi Risiko Gagal Bayar

Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia, atau juga dikenal dengan nama Perum Jamkrindo, menandatangani kerja sama dengan Investree, salah satu perusahaan teknologi finansial Indonesia di sektor peer-to-peer (p2p) lending. Kerja sama keduanya bertujuan memitigasi risiko gagal bayar dan merealisasikan manfaat hadirnya teknologi pada industri keuangan dalam rangka memberdayakan UMKM di Indonesia.

Perum Jamkrindo sendiri saat ini merupakan BUMN penjamin kredit yang memiliki fokus yang sama dengan Investree, membantu peminjaman untuk UMKM di Indonesia. Bentuk kerja sama kedua institusi ini adalah dengan memberikan penjaminan atas transaksi pembiayaan piutang untuk proyek atau pengadaan barang dan/atau jasa yang berada di wilayah Indonesia dengan jumlah maksimal Rp2 Miliar dan dengan jangka waktu paling lama 12 bulan.

Plt. Direktur Utama Perum Jamkrindo I. Rusdonobanu dalam rilisnya menyatakan:

“Penandatanganan perjanjian kerjasama Jamkrindo dengan Investree merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap perkembangan teknologi finansial, khususnya peer to peer lending di Indonesia. Kami menyadari bahwa teknologi finansial merupakan inovasi digital yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan sektor UMKM serta mampu memberikan dorongan finansial bagi masyarakat unbankable agar menjadi bankable di era serba modern ini, sehingga kami sangat antusias dapat berpartisipasi dalam hal ini.”

Sementara itu, CEO Investree Adrian Gunadi menyambut baik kerja sama yang terjalin antara kedua institusi ini. Harapannya kolaborasi keduanya mampu meningkatkan rasa percaya dan loyalitas masyarakat terhadap layanan teknologi finansial dan p2p lending.

Adrian mengungkapkan pihaknya optimis kerja sama dengan Jamkrindo tidak akan terbatas pada saat ini saja, tetapi akan berkembang seiring dengan pertumbuhan tren dan model bisnis. Salah satunya penyediaan sistem host-to-host agar proses menjadi lebih singkat dan mudah namun tetap aman.

“Membangun kepercayaan publik membutuhkan komitmen strategis. Selain melalui implementasi transparansi dan pemeliharaan produk dan layanan yang konsisten, dalam mencapai hal tersebut, kita juga perlu mengadakan sistem penjaminan. Tujuannya agar masyarakat merasa aman dan nyaman dalam melakukan investasi dan transaksi di Investree,” terang Adrian.

Kerja Sama dengan Kadin, Investree Perkuat Kehadirannya di Jawa Tengah

Setelah ekspansi ke Vietnam dengan meluncurkan pembiayaan syariah pasca mendapat surat dari OJK, perusahaan peer-to-peer lending Investree mulai memantapkan kehadirannya di Jawa Tengah dengan menjalin kerja sama khusus dengan Kadin setempat.

Bentuk kolaborasi ini bertujuan untuk prospek pelayanan pengguna pinjam meminjam uang berbasis teknologi atau peer-to-peer lending yang disediakan Investree, khususnya untuk kalangan UMKM. Melalui kerja sama ini pula nantinya para anggota, mitra atau afiliasi Kadin Jateng dapat menjadi bagian dari Investree sebagai business borrower atau personal borrower.

Isu yang ada kaitannya dengan pinjaman UMKM di Jawa Tengah, tiap kali membutuhkan modal tambahan para pengusaha harus memberikan jaminan terlebih dulu untuk mendapatkan akses keuangan dengan mudah di institusi keuangan konvensional.

Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan adanya kerja sama strategis ini Investree semakin terdorong untuk menggencarkan jangkauan layanan di Jawa Tengah, agar dapat memperbaiki arus kas serta meraih tujuan finansial yang diinginkan bersama.

‘’Dari sisi kami, sangat berterima kasih karena keberadaan kami sebagai peer-to-peer lending bisa diterima secara positif, Investree merasa terhormat setelah dipercayai Kadin Jateng untuk mendapat tujuan bersama, sekaligus pemberdayaan UMKM di Jawa Tengah demi terciptanya inklusi keuangan,’’ imbuhnya.

Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat menjadi 60,34 persen dalam lima tahun terakhir. Maka dari itu ketua umum Kadin Jateng, Suryo Wicaksono mengutarakan rasa optimis dengan inovasi terbaru milik Investree dalam menghadirkan permodalan untuk UMKM yang dinilai lebih fleksibel.

Hingga akhir bulan Agustus 2017, Investree telah menyalurkan pinjaman sebanyak Rp222 miliar untuk UMKM dengan 17 persen rata-rata tingkat pengembalian dan 0 persen untuk kredit macet diklaim tidak ada.

Dengan demikian target kerja sama ini dapat terbilang sesuai rencana atau memiliki visi misi yang sama. Investree dapat mencapai target lebih dari tahun lalu untuk mencapai lebih dari 626 UKM. Begitu pula dengan UKM yang mendapat pelayanan mudah, aman dan cepat tanpa prosedur yang rumit.

Marketplace P2P Lending Investree Ekspansi ke Jawa Tengah

Investree, startup penyedia marketplace peer-to-peer (P2P) lending hari ini meresmikan ekspansi bisnisnya ke wilayah Jawa Tengah. Untuk memantapkan langkah ini, Investree juga baru saja meresmikan kantor perwakilan di Kota Semarang.

Disampaikan Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi, ekspansi ke Jawa Tengah bukan tanpa alasan. Berdasarkan data dari BPS Jateng, terdapat peningkatan jumlah UMKM sebanyak lebih dari 40 ribu dan hal tersebut merupakan potensi yang besar untuk dieksplorasi. Seperti diketahui bahwa salah satu fokus Investree ialah memberikan pinjaman bagi UMKM di Indonesia.

“Hadirnya kantor perwakilan Investree yang berlokasi di Semarang akan memudahkan kami dalam menjangkau calon borrower yang mayoritas adalah pegiat UMKM di Jawa Tengah dan sekitarnya, sehingga transaksi dapat berjalan lebih efektif dan efisien,” ujar Adrian.

[Baca: Investree Segera Ekspansi ke Vietnam dan Luncurkan Pembiayaan Syariah]

Langkah serius untuk mengakomodasi pasar UMKM di Indonesia dilakukan pasca Investree resmi terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak bulan Mei 2017 lalu. Investree dinyatakan terdaftar sebagai Penyelenggara Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan diatur dalam administrasi Direktorat Kelembagaan dan Produk Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).

“Seluruh aktivitas atau transaksi pinjam meminjam di Investree dilakukan secara online, khususnya bagi lender. Setiap tahapan mulai dari registrasi, melihat daftar pinjaman di marketplace, hingga mentransfer pendanaan dijalankan melalui situs Investree. Untuk pengelolaan dana, kami juga telah bekerja sama dengan bank rekanan Danamon dalam hal sistem manajemen kas berupa fasilitas automatic payment dan automatic posting atau yang biasa disebut dengan host-to-host service, sehingga mempercepat proses pemberian pinjaman kepada borrower,” imbuh Adrian.

Saat ini Investree memiliki dua produk unggulan, yakni Pinjaman Bisnis (Business Loan) dan Pembiayaan Karyawan (Employee Loan). Pinjaman Bisnis adalah modal kerja untuk memperlancar arus kas (cashflow) dengan menjaminkan tagihan atau invoice. Sedangkan Pembiayaan Karyawan adalah pinjaman serbaguna yang diberikan kepada karyawan yang bekerja di perusahaan yang bekerja sama dengan Investree.

[Baca juga: Investree: Tingkat Kepercayaan Konsumen terhadap Bisnis “P2P Lending” Mulai Meningkat]

Sampai dengan saat ini, Investree berhasil membukukan catatan total fasilitas pinjaman sebesar Rp 237 Miliar, nilai pinjaman tersalurkan sebesar Rp 187 Miliar, dan nilai pinjaman lunas sebesar Rp 144 Miliar dengan tingkat pinjaman gagal bayar atau default 0%. Kebanyakan peminjam di Investree masih merupakan pemain bisnis kecil dan menengah dari kategori kreatif.

Modalku Kini Sediakan Aplikasi Mobile untuk Investor

Layanan peer-to-peer lending Modalku mengumumkan ketersediaan aplikasi mobile yang bisa memudahkan investor mengalokasikan dananya. Aplikasi mobile ini sudah tersedia untuk platform iOS dan Android dan merupakan aplikasi kedua Modalku yang tersedia untuk publik. Sebelumnya Modalku memiliki aplikasi Modalku Dana Usaha yang ditujukan untuk kebutuhan peminjam.

Modalku mengklaim telah menyalurkan dana 215 miliar Rupiah ke 400 pinjaman UKM di Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Dalam bentuk Funding Societies, layanan p2p lending ini juga tersedia di Malaysia dan Singapura dan secara total telah menyalurkan dana sebesar lebih dari 500 miliar Rupiah.

Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya menyebutkan saat ini risiko default melalui platform-nya di Indonesia hanya sekitar 0,1%, jauh lebih rendah ketimbang di Singapura yang mencapai 2%. Modalku sendiri resmi terdaftar di OJK per bulan Juni lalu.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyebutkan saat ini ada 165 layanan p2p lending yang sudah mendaftarkan diri ke OJK dan di Indonesia sendiri diharapkan ada 800 layanan agar bisa memenuhi tujuan inklusi finansial di seluruh pelosok Indonesia.

“Ketersediaan aplikasi mobile Modalku bagi pemberi pinjaman akan memperluas akses masyarakat untuk memberikan pinjaman atau peer-to-peer lending ke Pelaku Usaha Berkebutuhan Khusus (PUBERKU), antara lain seperti pelaku UKM di Indonesia,” ujar Hendrikus.

Tidak ada target khusus yang dicanangkan Modalku terkait ketersediaan aplikasi ini, meskipin demikian OJK disebutkan berharap dalam jangka waktu setahun sebuah layanan p2p lending bisa menyalurkan dana hingga 1 triliun Rupiah.

Untuk aplikasi mobile-nya sendiri, Reynold mengatakan ada beberapa fitur yang menjadi unggulan yang diharapkan bisa meningkatkan pengalaman pengguna. Selain faktor keamanan, seperti penggunaan sistem enkripsi dan akses login menggunakan sidik jari, pihaknya memberikan fitur “Pendanaan Otomatis” yang memungkinkan peminjam mendanai pinjaman UKM berdasarkan preferensi yang sudah ditentukan. Begitu ada pinjaman yang memenuhi kriteria, aplikasi bisa langsung memasukkan dana tanpa harus secara manual mengalokasikan dana tersebut.

“Modalku menawarkan win-win relationship bagi para pelanggan kami, baik UKM di Indonesia maupun pencari alternatif investasi. P2P lending, bila didukung dengan diversifikasi merupakan instrumen alternatif investasi yang menguntungkan. Melalui platform kami, pemberi pinjaman dapat mendanai UKM dengan jumlah Rp 1 juta per pinjaman. Mereka akan mendapatkan return menarik setiap bulan dengan risiko yang relatif terkontrol sebagai pengembalian. Aplikasi terbaru kami memudahkan dan memperbesar akses ke P2P lending bagi pencari alternatif investasi di Indonesia,” tutup Reynold.

Application Information Will Show Up Here

PinjamDoku Hubungkan Merchant dengan Layanan P2P Lending

Selama ini Doku dikenal sebagai layanan e-wallet yang berfungsi memudahkan para pengguna berbelanja online tanpa perlu memiliki kartu kredit atau rekening bank. Para pengguna akan dibuatkan semacam akun virtual untuk mengakomodir proses transaksi. Seiring dengan perkembangan cashless society dan industri teknologi finansial, Doku mulai mengenalkan PinjamDoku. Sebuah layanan teknologi finansial yang memfasilitasi masyarakat untuk terhubung dengan layanan peer-to-peer lending. Untuk saat ini, layanan ini terbatas dinikmati oleh merchant yang bekerja sama dengan Doku.

Di bulan Juni ini, Doku melakukan soft launching untuk layanan PinjamDoku ini. Tercatat saat ini sudah ada beberapa penyedia layanan p2p lending yang bekerja sama dengan Doku, mereka adalah Koinworks, Investree, dan Taralite. Kehadiran PinjamDoku di tahap awal ini disiapkan untuk membantu pemilik merchant mendapatkan suntikan dana atau modal melalui layanan peer to peer lending yang tersedia.

“Selain memperluas penciptaan pasar, yang terbaru DOKU juga memberikan fasilitas peer to peer lending kepada para merchant, konsumen pengguna e-Wallet DOKU dan bahkan staff DOKU, melalui program #PinjamDOKU. Program hasil kerja sama dengan Koinworks (dll) ini bertujuan memudahkan merchant, konsumen dan staff DOKU dalam mendapatkan pinjaman modal untuk pendanaan bisnis maupun untuk kebutuhan pribadi,” ujar Chief Marketing Officer DOKU Himelda Renuat.

Lebih lanjut Himelda menjelaskan layanan PinjamDoku ini sudah disiapkan sebelumnya. Sudah ada beberapa kontrak yang disepakati dengan mitra layanan peer to peer landing. Saat ini menu Pinjam Doku dapat ditemukan di Back Office Doku di masing-masing merchant. Para merchant tinggal memilih menu terbut dan memilih mitra peer to peer lending yang dikehendaki kemudian melakukan request. Mitra peer to peer lending Doku selanjutnya akan melakukan verifikasi, jika valid maka pinjaman akan segera dikeluarkan.

Layanan PinjamDoku ini akan menandai perjalanan selanjutnya Doku dalam industri pembayaran digital di Indonesia. Di saat pasar semakin matang, masyarakat semakin berpengalaman inovasi dan terobosan seperti ini yang diperlukan untuk terus berada dalam jalur persaingan.

“Fitur ini baru saja kami luncurkan awal Juni (soft launch). Ke depannya bukan hanya merchant, tapi pengguna e-wallet dan bahkan staf DOKU dapat menikmati fasilitas ini, tentunya sejalan dengan semakin banyak partner peer to peer lending yang bergabung. Kami berharap fasilitas ini dapat meningkatkan manfaat dan kualitas layanan DOKU bagi setiap merchant,” pungkas Himelda.

Realisasi Visi Startup Fintech Taralite melalui Pengembangan Algoritma Analisis Pengguna

Salah satu kategori bisnis fintech paling bergema di lanskap digital tanah air adalah peer-to-peer lending. Dengan ragam spesifikasi layanan yang disajikan, bisnis ini memberikan solusi terpadu untuk peminjaman dana. Jika dilihat demografinya saat ini, antara satu pemain dengan pemain lainnya yang pekat membedakan adalah segmentasi pasar dituju. Dari beberapa layanan peer-to-peer lending yang kian eksis saat ini ada Taralite.

Taralite didirikan sejak tahun 2015 lalu, fokusnya memberikan pinjaman modal kepada segmen pedagang online yang umumnya tidak dapat difasilitasi oleh perbankan. Para merchant dari online marketplace C2C seperti Tokopedia, Lazada hingga penyedia jasa Travel yang menjadi bagian dari OTA seperti AiryRooms menjadi sasaran Taralite. Strategi ini nyatanya berjalan lancar, terbukti hingga saat ini lebih dari 1000 peminjam telah terjaring platform Taralite.

Keyakinan itu juga yang melandasi konglomerasi fintech asal Jepang SBI Group. Beberapa waktu lalu pihaknya menggelontorkan pendanaan kepada Taralite senilai $6,3 juta (atau senilai Rp 84 miliar rupiah).

Menjadi the next Capital One versi Indonesia

Pendanaan dari SBI Group tersebut akan difokuskan Taralite untuk mengembangkan tim Research & Development dengan tujuan mengembangkan algoritma pintar untuk menjadi one stop shop platform layanan peminjaman biaya modal.

“Yang dimaksud dengan R&D mengembangkan algoritma internal perusahaan yang bertujuan untuk menganalisis kredit. Alogirtma ini penting untuk dikembangkan supaya memberi hasil terbaik. Salah satu keuntungan algoritma yang akurat kita bisa kasih pinjaman dengan bunga yang lebih murah, karena yang gagal membayar jadi lebih sedikit. Algoritma yang akan dikembangkan menjadi penyempurnaan dari otomatisasi analisis kredit yang sudah dimiliki Taralite,” jelas CEO Taralite Abraham Viktor kepada DailySocial.

Alogoritma tersebut menjadi krusial bagi Taralite jika melihat pangsa pasar dan visi bisnis yang ditargetkan. Pihaknya menginginkan menjadi seperti Capital One di Amerika. Capital One beberapa dekade lalu mengeluarkan produk kartu kredit untuk golongan “sub-prime” –yakni kategori kalangan masyarakat yang sulit mendapatkan akses layanan perbankan seperti kartu kredit, biasanya bank menolak karena faktor kepercayaan dll.

Cara yang dilakukan Capital One tersebut menjadi inspirasi Taralite untuk pengembangan layanannya, menargetkan kepada kalangan “sub-prime” (atau Taralite sering menyebutnya under-served) yang membutuhkan pinjaman modal.

“Kami melakukan apa yang Capital One dan Ant Financials lakukan beberapa tahun yang lalu. Mereka berkomitmen untuk melayani segmen yang kurang terlayani dan tumbuh kuat dari sana. Mereka berkembang dari hanya satu penawaran produk ke dalam one stop shop untuk pelanggan yang mereka layani. Kami ingin mengikuti jejak mereka dan fokus untuk melayani segmen yang kurang terlayani di Indonesia,” sambut Viktor.

Terkait dengan regulasi, Viktor menyampaikan bahwa saat ini Taralite sedang dalam proses pendaftaran izin ke pihak terkait, dalam hal ini OJK. Peraturan untuk peer-to-peer lending sendiri juga sudah diterbitkan pemerintah sejak tahun Desember 2016 lalu.

“Terkait dengan regulasi pemerintah saat ini sudah memiliki aturan, artinya secara hukum sudah mengizinkan permain-permain seperti kita (peer-to-peer lending), dan saat ini kami sedang dalam proses untuk apply-nya,” pungkas Viktor.

Modalku Lakukan Ekspansi ke Surabaya

Startup digital penyedia layanan peer-to-peer lending Modalku hari ini mengumumkan ekspansinya ke Surabaya. Sebelumnya salah satu pionir startup fintech ini telah mengukuhkan kegiatan operasinya di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Dari data yang kami dapatkan, Modalku telah menyalurkan sekurangnya Rp154 miliar kepada 275 UKM di Indonesia.

Terkait dengan ekspansinya ke Surabaya, Co-Founder & COO Modalku Iwan Kurniawan mengungkapkan, “Kami melihat potensi besar di Surabaya. Menurut data terakhir Kemenkop saja, jumlah UMKM Indonesia sudah lebih dari 56 juta. Surabaya adalah kota terbesar nomor dua di Indonesia dan pasar UKM setempat sedang berkembang pesat. Namun, masih banyak UKM lokal yang sulit berkembang karena kurang modal usaha.”

Modalku terlihat sangat ambisius untuk mencapai targetnya. Pasalnya ekspansinya ke Bandung dilakukan kurang lebih 4 bulan yang lalu, bersamaan dengan rilis aplikasi Modalku versi Android. Untuk berekspansi, Modalku membuat kantor perwakilan di wilayah setempat, karena perlu adanya tim yang didedikasikan untuk mendukung proses peminjaman modal di wilayah setempat.

Sebelumnya strategi kemitraan juga telah dilakukan oleh Modalku. Dijalin bersama Indosat Ooredoo, platform Modalku memberikan pengguna Indosat akses yang lebih luas terhadap produk keuangan berbasis teknologi digital. Kemitraan lain juga dijalin bersama Sinar Mas

“UKM merupakan tulang punggung ekonomi negara. Mereka menyumbang 60.3% dari pendapatan negara dan memperkerjakan 97% dari tenaga kerja nasional. Namun sayangnya kebutuhan modal usaha UKM sering kurang cocok dengan produk pinjaman yang ditawarkan institusi keuangan konvensional. Dengan ekspansi Modalku ke Surabaya, kami berharap dapat meneruskan visi kami memberdayakan UKM lokal serta ikut memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia,” tambah Iwan.

Modalku menyediakan layanan peer-to-peer lending berbasis teknologi finansial, UKM berpotensi dan pencari investasi alternatif dipertemukan lewat pasar digital. Dengan mendanai pinjaman yang dibutuhkan UKM Indonesia untuk berkembang, pemberi pinjaman Modalku mendapatkan alternatif investasi dengan tingkat pengembalian tertentu. Di sisi lain, UKM peminjam mendapatkan pinjaman modal usaha tanpa agunan dengan tenor jangka pendek dan proses online yang mudah dan cepat.

Rencana ekspansi Modalku tidak berhenti sampai di sini saja. Disampaikan bahwa ke depan Modalku akan terus melebarkan jangkauan kantor perwakilan di kota-kota lain di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

DStour #24: Amartha, Mengubah Gudang Furnitur Menjadi Kantor Startup Fintech

Lokasinya yang cukup strategis di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, menjadikan kantor layanan peer-to-peer lending Amartha mudah untuk dijangkau. Gedung yang sebelumnya berfungsi sebagai gudang furnitur dimanfaatkan tim Amartha menjadi ruangan kantor berbasis open space dengan gaya khas industrial.

Dilengkapi ruangan nursery atau menyusui, mushola hingga mini golf, kantor Amartha bisa menjadi contoh transformasi yang menarik. Mari kita simak seperti apa keseruan kantor layanan fintech tersebut di DStour kali ini.