Bukan Sembarang Headset Gaming, Asus ROG Delta Type-C Andalkan Quad-DAC

Headset gaming biasanya dipakai untuk, well, bermain game. Akan tetapi Asus berpendapat berbeda. Mereka ingin headset gaming juga dapat dipakai untuk menikmati musik bersama smartphone, dan kira-kira seperti itu esensi dari headset terbaru yang mereka umumkan di Computex 2018, Asus ROG Delta Type-C.

Seperti tersirat dari namanya, headset ini mengandalkan USB-C sebagai konektornya, dan seperti yang kita tahu, mayoritas smartphone terkini hanya mengemas port USB-C tanpa jack headphone. Namun lalu muncul pertanyaan lain: headset atau headphone USB-C harus mengonversi sinyal digital ke analog sendiri, jadi bagaimana kualitas suara yang dihasilkannya?

Demi meyakinkan konsumen, Asus telah menyematkan total empat DAC (digital-to-analog converter) buatan ESS Sabre ke dalam Delta, sanggup memutar format lossless hingga 32-bit/384kHz. Mengapa harus sampai empat? Asus bilang bahwa masing-masing bertanggung jawab atas rentang frekuensi yang berbeda: 20 – 150 Hz, 150 – 5.000 Hz, 5.000 – 20.000 Hz, dan 20.000 – 40.000 Hz.

Asus ROG Delta Type-C

Melengkapi DAC-nya adalah driver berdiameter 50 mm di masing-masing earcup. Perlu dicatat, Delta merupakan headset stereo, tapi gamer yang membutuhkan konfigurasi surround masih bisa mewujudkannya dengan bantuan software. Lalu andai kata Anda masih menggunakan laptop atau PC tua yang tak dilengkapi port USB-C, Asus telah menyertakan adaptor USB biasa di setiap paket penjualan Delta.

Secara fisik ROG Delta mengusung desain tipikal produk gaming, terutama berkat LED warna-warni di kedua sisi earcup yang dapat diprogram. Bantalan telinganya terbuat dari bahan fabric bermotif mesh demi menjaga telinga tetap sejuk dalam durasi yang lama, tapi tersedia pula bantalan cadangan dengan material kulit sintetis.

Asus berencana melepas Delta ke pasaran pada musim panas ini. Sayang mereka masih enggan menyingkap harga jualnya.

Sumber: Asus.

Sennheiser Kembali Luncurkan Earphone Wireless untuk Penggemar Olahraga, CX Sport

True wireless earphone berhasil mencuri perhatian dalam dua tahun terakhir. Namun di segmen tertentu, seperti earphone untuk olahraga misalnya, pabrikan tampaknya masih belum bisa lepas dari desain yang lebih konvensional. Lihat saja Sennheiser, yang baru-baru ini memperkenalkan earphone bernama CX Sport.

Adanya kabel yang menyambungkan kedua earpiece mungkin membuat CX Sport tampak lebih bongsor ketimbang true wireless earphone, akan tetapi pada kenyataannya bobotnya hanya berkisar 15 gram. Meski demikian, CX Sport masih cukup tangguh menghadapi cipratan air maupun keringat seperti halnya sport earphone pada umumnya.

Sennheiser CX Sport

Kabelnya bebas ditempatkan menggantung di bawah dagu atau mengitari belakang leher, sebab CX Sport telah dilengkapi semacam penjepit untuk mengatur panjang-pendek kabelnya. Sennheiser pun tak lupa menyertakan klip opsional yang bisa dijepitkan ke baju guna semakin memastikan earphone tetap berada di tempatnya selagi dipakai berolahraga.

Supaya CX Sport bisa lebih ‘mengunci’ di telinga, kedua earpiece-nya juga dapat dipasangi semacam sirip. Siripnya ini hadir dalam tiga ukuran yang berbeda, sedangkan karet earpiece-nya juga tersedia dalam empat variasi ukuran yang bisa disesuaikan dengan bentuk telinga masing-masing, serta membantu mengisolasi suara dari luar.

Sennheiser CX Sport

Soal kualitas suara, seperti biasa Sennheiser memercayakan pada driver tipe dynamic dengan respon frekuensi 15 – 22.000 Hz. Koneksinya mengandalkan Bluetooth 4.2 plus dukungan codec aptX. Yang cukup unik, CX Sport dapat disambungkan dengan dua perangkat sekaligus, semisal smartphone dan smartwatch, sehingga pengguna tidak perlu repot melakukan pairing ulang setiap kali berganti perangkat.

Terkait daya tahan baterai, CX Sport mampu beroperasi selama enam jam nonstop dalam satu kali pengisian. Charging-nya pun termasuk cepat, hanya 1,5 jam dari kosong hingga penuh, atau 10 menit saja untuk mendapatkan daya tahan sekitar satu jam. Rencananya, Sennheiser CX Sport bakal dipasarkan secara global mulai bulan Juni seharga 129 euro (± Rp 2,15 juta).

Sumber: Sennheiser.

On-Ear atau Over-Ear? Master & Dynamic MW50+ Tawarkan Keduanya dalam Satu Kemasan

Anggap semua headphone yang dijual adalah wireless, maka ketika hendak membeli, Anda tinggal menentukan mau yang bertipe over-ear atau on-ear. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri: tipe over-ear yang membungkus telinga secara menyeluruh sering kali lebih nyaman dipakai untuk durasi yang lama, sedangkan tipe on-ear yang hanya menempel di telinga lebih superior soal portabilitas.

Ketimbang membiarkan konsumennya bingung memilih, Master & Dynamic sudah menyiapkan solusi yang sangat menarik, yakni sebuah headphone wireless bertipe siluman. Siluman maksudnya ia bisa berganti model (over-ear atau on-ear) kapan saja penggunanya mau berkat bantalan telinga yang bisa dilepas-pasang dengan mudah.

Keduanya adalah headphone yang sama, hanya diganti bantalan telinganya saja / Master & Dynamic
Keduanya adalah headphone yang sama, hanya diganti bantalan telinganya saja / Master & Dynamic

Headphone bernama Master & Dynamic MW50+ ini sejatinya merupakan penerus langsung dari MW50 yang dirilis di tahun 2016. Desainnya nyaris sama persis, namun seperti yang saya bilang tadi, bantalan telinga yang tersedia ada dua jenis: satu besar yang membungkus telinga, dan satu kecil yang menempel di telinga.

Melepas dan mengganti satu tipe bantalan dengan yang lainnya begitu mudah, tanpa sekrup maupun perekat yang menyusahkan. Masing-masing bantalannya pun diisi dengan material memory foam yang empuk, serta dibalut bahan kulit yang lembut dan premium. Saat sedang tidak digunakan, earcup-nya bisa dilipat mendatar sehingga perangkat dapat disimpan dalam pouch dengan mudah.

Master & Dynamic MW50+

Di balik setiap earcup-nya tertanam driver 40 mm dengan komponen diafragma yang terbuat dari bahan Beryllium. Tingkat impedansi yang rendah (32 ohm) berarti ia bisa dipakai bersama smartphone tanpa bantuan amplifier eksternal, dan respon frekuensinya pun sangat luas di angka 5 – 30.000 Hz.

Koneksinya mengandalkan Bluetooth 4.1, atau bisa juga menggunakan kabel 3,5 mm standar jika perlu. Dalam satu kali pengisian, baterainya diyakini bisa bertahan sampai 16 jam nonstop, dan charging-nya pun sudah menggunakan kabel USB-C. Pengoperasiannya sendiri mengandalkan sejumlah tombol dan tuas yang terdapat di sisi bawah earcup.

Master & Dynamic MW50+

Menariknya, dengan harga $399, banderol MW50+ lebih murah dari pendahulunya saat pertama kali diluncurkan. Paket penjualannya pun sangat lengkap, mencakup case berbahan kulit untuk salah satu tipe bantalan telinga yang sedang tidak dipakai serta case untuk kabel. Pilihan warna yang tersedia ada tiga: full-hitam, silver dengan aksen hitam, dan silver dengan aksen cokelat.

Sumber: Master & Dynamic via Digital Trends.

Smart Speaker SpeakEasy Usung Integrasi Google Assistant Tanpa Korbankan Kualitas Suara

Dari sekian banyak smart speaker yang beredar di pasaran, cukup jarang yang mengedepankan kualitas suara ketimbang fitur pintarnya. Hal ini tampaknya menjadi motivasi tersendiri bagi Como Audio, produsen perangkat audio asal Amerika yang masih berusia muda, meski pendirinya sudah cukup berpengalaman.

Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan smart speaker bernama SpeakEasy. Yang langsung mengundang perhatian dari speaker ini adalah desainnya yang tergolong retro dan jauh dari bayangan kita soal speaker berbekal voice assistant. Namun justru itulah yang menjadi nilai jual tersendiri dari SpeakEasy.

Como Audio SpeakEasy

Jeroannya dihuni oleh sebuah tweeter 3/4 inci, woofer 3 inci dan sebuah bass port di belakang guna semakin meningkatkan responnya di frekuensi rendah. Sumber tenaganya berasal dari amplifier Class D yang mampu menyuplai daya sebesar 25 watt per channel.

Semua itu dikemas dalam kabinet berbahan MDF yang cukup tebal, dengan lapisan kayu asli pada bagian terluarnya. Guna memenuhi selera konsumen yang bervariasi, Como Audio juga menyediakan varian dengan balutan warna hitam atau putih yang mengkilat.

Como Audio SpeakEasy

Terkait kecerdasannya, SpeakEasy telah dibekali integrasi Google Assistant. Konektivitasnya pun cukup melimpah, SpeakEasy bahkan mendukung fitur multi-room dengan perangkat besutan Como Audio yang lain. Bluetooth 4.2 juga tersedia, dan konsumen bisa membeli modul baterai opsional untuk menyulap perangkat menjadi portable.

Di Kickstarter, SpeakEasy dibanderol paling murah seharga $219, sedangkan harga retail-nya diestimasikan berkisar $349. Sayang sekali Como Audio sejauh ini hanya bisa memenuhi pesanan dari beberapa negara saja.

Ascape Audio Hadirkan Kombinasi Jitu Bagi yang Mengincar Battery Case iPhone Beserta True Wireless Earphone

Beberapa bulan lalu, pencipta Pebble, Eric Migicovsky, memperkenalkan produk terbarunya yang cukup unik. Bernama PodCase, perangkat tersebut merupakan sebuah battery case untuk iPhone sekaligus sepasang AirPods. Selain praktis, premis lain yang diusung PodCase adalah mencegah true wireless earphone itu mudah hilang.

Sekarang, ada startup lain bernama Ascape Audio yang mencoba mengambil rute serupa. Bedanya, Ascape merancang true wireless earphone-nya sendiri, meski cara kerjanya sangat mirip seperti PodCase, di mana bagian atas casing menjadi rumah untuk kedua earphone.

Ascapepod

Earphone-nya dijuluki AscapePod, dan dari gambarnya, desainnya tampak cukup menarik. Tidak seperti AirPods, AscapePod mengemas eartip berbahan silikon, yang secara teori lebih sulit terlepas dari telinga. AscapePod juga memiliki semacam sirip di bagian atas guna semakin ‘mengunci’ posisinya di telinga, dan sama seperti eartip-nya, sirip ini pun terbuat dari bahan silikon serta hadir dalam tiga ukuran yang berbeda.

Kualitas suaranya didukung oleh driver 9 mm berbahan graphene, serta chip Qualcomm QCC5120 (Bluetooth 5.0) yang secara khusus dirancang untuk true wireless earphone dan menawarkan koneksi langsung dari ponsel ke kedua earpiece tanpa perantara. Secara keseluruhan, bodi earphone diklaim tahan air dan debu dengan sertifikasi IP56. Ascape pun tak lupa menyematkan tombol multifungsi di sisi earphone.

Ascape Audio AmpPack + AscapePod

Namun AscapePod ini baru sebagian dari cerita utuhnya, sebab masih ada battery case bernama AmpPack yang merupakan rumahnya. AmpPack yang mendukung wireless charging ini mengemas baterai sebesar 2.500 mAh, di mana 10%-nya disisihkan khusus untuk AscapePod. AscapePod sendiri diyakini bisa beroperasi sekitar 3 – 4,5 jam dalam sekali pengisian.

AmpPack tergolong tipis untuk ukuran battery case, namun saya tidak yakin mayoritas konsumen bisa menerima tonjolan di bagian depannya, yang merupakan slot untuk menancapkan AscapePod. Secara pribadi saya lebih suka dengan desain PodCase yang tonjolannya ditempatkan di belakang, tapi semua ini tentu kembali pada selera masing-masing.

Terlepas dari itu, AscapePod saat ini sudah memasarkan produknya lewat situs crowdfunding Kickstarter. Kombo AmpPack + AscapePod dihargai $149 ($100 lebih murah dari estimasi harga retail-nya), sedangkan AscapePod-nya saja dihargai $99 ($70 lebih murah dari harga retail-nya) bagi konsumen non-iPhone.

Sasar Segmen Portable, Tivoli Audio Umumkan Speaker Bluetooth dan True Wireless Earphone

Tivoli Audio identik dengan perangkat audio rumahan, dan ini semakin dimantapkan sejak mereka merilis lini perangkat multi-room sekitar dua tahun lalu. Dari awal Tivoli selalu mengedepankan soal desain di samping teknologi, dan bagi sebagian konsumen ini terasa sia-sia apabila tidak diterapkan ke lini perangkat audio portable.

Kabar baiknya, Tivoli belum lama ini mengumumkan lini baru bernama Tivoli Go, yang dikhususkan untuk segmen portable audio. Dua produk yang pertama adalah speaker Bluetooth bernama Andiamo dan true wireless earphone bernama Fonico. Untuk Andiamo, baterainya diklaim bisa bertahan sampai 20 jam meski dimensinya terbilang ringkas.

Tivoli Audio Andiamo

Secara estetika, banyak sekali kemiripan antara Andiamo dan speaker Beoplay A1 besutan Bang & Olufsen, mulai dari wujud perangkat secara menyeluruh, grille speaker, sampai ke strap berbahan kulit yang menggantung di sisinya. Entah sengaja atau tidak, tampaknya Tivoli memang terinspirasi oleh B&O yang memang cukup sukses di lini ini – semoga saja kualitas suaranya juga sama baiknya.

Untuk Fonico, sayangnya sampai sekarang Tivoli belum membeberkan foto produknya. Namun yang pasti perangkat ini telah mengantongi sertifikasi ketahanan air IPX7, serta datang bersama charging case seperti true wireless earphone pada umumnya. Baterainya sendiri diyakini bisa bertahan sampai 9 jam dalam sekali pengisian.

Music System Home / Tivoli Audio
Music System Home / Tivoli Audio

Dalam kesempatan yang sama, Tivoli juga memperkenalkan perangkat audio rumahan bernama Music System Home yang mengemas input melimpah, mulai dari radio FM dan DAB+, Wi-Fi dan Bluetooth, port Ethernet sampai CD dan dukungan perintah suara via Alexa. Desainnya pun cantik, dengan furniture era tahun 60-an sebagai inspirasinya.

Selain itu, ada juga perangkat unik bernama Model CD Player. Sesuai namanya, ia merupakan pemutar CD, akan tetapi output suaranya akan dapat diteruskan ke speaker wireless via Wi-Fi. Perangkat ini jelas bukan untuk semua orang, melainkan mereka yang masih menyimpan koleksi CD lagunya dengan baik.

Terkait perilisan, Andiamo akan lebih dulu hadir di bulan Juni seharga $199, kemudian Fonico menyusul di bulan September seharga $129. Music System Home dan Model CD juga dijadwalkan menyusul di bulan September, sayang harganya masih belum diketahui.

Sumber: The Verge dan Digital Trends.

Marshall Major III Bluetooth Janjikan Kenyamanan dan Kualitas Suara yang Lebih Baik

Dirilis di bulan Februari 2016, Marshall Major II Bluetooth merupakan headphone wireless perdana dari sang produsen amplifier kenamaan tersebut. Dua tahun lebih berselang, sudah waktunya kita berjumpa dengan suksesornya, Marshall Major III Bluetooth.

Dari segi desain, sejatinya tidak banyak perubahan yang dibawa oleh Major III dibanding pendahulunya. Ia masih mengadopsi desain on-ear, akan tetapi tampak sedikit lebih dewasa berkat balutan warna hitam yang lebih dominan lagi, menyisakan aksen emas hanya di bagian engsel dan tombol multifungsinya.

Marshall Major III Bluetooth

Marshall juga bilang bahwa mereka telah mengoptimalkan desain bantalan telinga, bantalan kepala maupun engselnya agar bisa terasa lebih nyaman. Saat sedang tidak dipakai, kedua earcup-nya bisa dilipat ke dalam sehingga dimensinya jadi jauh lebih ringkas. Lebih lanjut, Marshall juga bilang bahwa unit driver-nya telah dirombak demi menyempurnakan kualitas suaranya.

Di sini Marshall telah menanamkan driver 40 mm anyar, yang diklaim bisa mereproduksi suara yang lebih jernih tanpa mengorbankan sensasi mantap yang dihasilkan dentuman bass-nya. Dalam satu kali charge, Major III dapat beroperasi hingga 30 jam nonstop, sama persis seperti pendahulunya.

Marshall Major III Bluetooth

Secara keseluruhan, pembaruan yang dibawanya memang tidak banyak, sehingga ia lebih pantas menjadi incaran konsumen baru ketimbang mereka yang merupakan pengguna Major II. Karena itulah harganya tidak berubah, masih di angka $150 seperti pendahulunya, dan ada juga varian non-Bluetooth yang dibanderol lebih murah lagi di angka $79.

Sumber: TechRadar dan Marshall.

JBL Link Bar Adalah Soundbar Plus Set-Top Box Android TV dalam Satu Kemasan

JBL memulai tren smart display speaker berintegrasi Google Assistant melalui perangkat bernama Link View di bulan Januari lalu. Anak perusahaan Harman ini tampaknya hobi menggabungkan satu kategori perangkat dengan yang lainnya. Ini bisa dilihat juga lewat perangkat terbaru yang sedang mereka kerjakan, JBL Link Bar.

Dari luar, Link Bar jelas kelihatan seperti sebuah soundbar. Namun yang menarik adalah, ia sebenarnya juga merupakan sebuah set-top box berbasis Android TV. Ini berarti TV apapun yang tersambung dengannya bakal disulap seketika itu juga menjadi sebuah smart TV.

JBL Link Bar

Dikembangkan dengan berkolaborasi langsung bersama Google, Link Bar tidak lupa mengusung integrasi Google Assistant supaya perangkat dapat dioperasikan via perintah suara. Lebih menarik lagi, perintah suara ini masih berlaku bahkan ketika TV sedang mati, yang berarti pengguna bisa memutar musik di Link Bar tanpa harus menyalakan TV lebih dulu.

Lebih lanjut, pengguna juga bisa memanfaatkan perintah suara untuk mengganti mode input dari TV ke perangkat lain yang tersambung, macam game console misalnya. Secara total, Link Bar mengemas empat port HDMI yang bisa dimanfaatkan.

JBL sejauh ini masih belum mengungkapkan kisaran harganya, namun yang pasti perangkat ini bakal dipasarkan mulai musim semi mendatang. Di sisi lain, Google juga bilang bahwa Link Bar barulah awal dari kategori baru soundbar + set-top box ini, yang berarti ke depannya bakal ada brand lain yang menyusul jejak JBL.

Sumber: Harman dan The Verge.

Earphone Bluetooth Beoplay Earset Berdesain Aneh, Tapi Janjikan Kenyamanan di Atas Rata-Rata

Produsen perangkat audio premium asal Denmark, Bang & Olufsen, kembali meluncurkan earphone Bluetooth yang sangat menarik. Dinamai Earset, ia merupakan reinkarnasi modern dari perangkat bernama sama yang mengedepankan kenyamanan terlepas dari bentuknya yang terkesan aneh.

Anda sejatinya tidak boleh terkecoh dengan desainnya yang tidak umum ini. Pasalnya, Earset dapat beradaptasi dengan bermacam bentuk telinga berkat sistem penyesuaiannya yang inovatif. Buat yang bertelinga besar misalnya, bagian pistonnya bisa agak dipanjangkan, lalu earhook-nya pun bisa diatur tingkat kelengkungannya.

Beoplay Earset

Angle earpiece-nya pun juga dapat diatur sesuai selera. Dalam posisi yang ideal, Earset tidak akan memblokir telinga secara sepenuhnya, melainkan hanya duduk manis di bagian dalamnya, memastikan penghantaran suara yang jernih dan optimal selagi memudahkan penggunanya untuk masih bisa mendengar suara di sekitarnya.

Kinerja akustiknya ditunjang oleh unit driver berdiameter 14,2 mm, lengkap dengan magnet neodymium. Melengkapi driver itu adalah sepasang ventilasi akustik dan sebuah bass port agar suara yang dihasilkannya lebih memuaskan lagi. Bahkan ujung masing-masing earpiece-nya dibekali grille yang terinspirasi dari speaker Beoplay A1, sekali lagi guna mengoptimalkan penyebaran suara.

Beoplay Earset

Semua itu dikemas dalam material aluminium yang premium, dan di saat yang sama memunculkan kesan industrial yang tangguh. Perangkat turut dilengkapi remote control tiga tombol beserta mikrofon, sedangkan baterainya bisa bertahan sampai lima jam dalam satu kali pengisian. Charging-nya sendiri mengandalkan konektor USB-C.

B&O saat ini sudah memasarkan Beoplay Earset seharga $299. Pilihan warnanya ada hitam atau putih, akan tetapi varian putihnya baru akan tersedia mulai awal Juni mendatang.

Sumber: B&O.

Koss Porta Pro Wireless Adalah Evolusi dari Legenda Hidup Dunia Audio

Kalau Anda mengikuti perkembangan perangkat audio, khususnya headphone, besar kemungkinan Anda pernah mendengar nama Koss Porta Pro. Ia merupakan salah satu headphone paling legendaris yang pernah ada, masih diproduksi dan cukup laris dibeli meski sudah dipasarkan sejak tahun 1984.

34 tahun sudah lamanya headphone ini berkiprah, saya bahkan kalah tua. Namun demikian, perkembangan dalam dua tahun terakhir ini – spesifiknya tren penghapusan jack headphone oleh pabrikan ponsel – pada akhirnya memaksa Porta Pro untuk berevolusi menjadi headphone wireless.

Koss Porta Pro Wireless

Porta Pro Wireless ini tidak lebih dan tidak kurang dari Porta Pro versi Bluetooth. Desain dan komponen yang digunakan sama persis, mulai dari headband logam di atas sampai ke bantalan busa tipis nan nyamannya. Yang berbeda hanyalah kehadiran Bluetooth 4.1 dengan dukungan aptX, remote control plus mikrofon, dan baterai rechargeable berkapasitas 12 jam.

Kabar baiknya lagi, tambahan tiga fitur tersebut hanya menagih konsumen $20 ekstra dibandingkan versi standarnya. Ya, dengan banderol $80, Koss Porta Pro Wireless bisa dimasukkan ke dalam kategori terjangkau, namun di saat yang sama kemampuannya telah begitu terbukti, mulai dari kenyamanan sampai kualitas suaranya.

Selain di situs Koss sendiri, Porta Pro Wireless juga dapat dibeli melalui Amazon ataupun Massdrop. Saya pribadi cukup yakin produk ini tidak butuh waktu lama untuk menarik perhatian pihak distributor di tanah air.

Sumber: The Verge dan Koss.