Fossil Sport Jadi Smartwatch Wear OS Kedua yang Mengusung Chipset Terbaru Qualcomm

Montblanc Summit 2 yang dirilis pada bulan Oktober lalu mendapat perhatian ekstra karena ia merupakan satu-satunya smartwatch Wear OS yang mengusung chipset anyar Qualcomm Snapdragon Wear 3100 yang sudah dipasarkan. Sejumlah brand lain yang meluncurkan smartwatch setelahnya agak mengecewakan karena masih memakai chipset lawas Snapdragon Wear 2100.

Yang jadi masalah, banderol Summit 2 nyaris menyentuh angka $1.000. Beruntung Fossil bergerak cepat. Mereka baru saja menyingkap Fossil Sport, smartwatch kedua setelah Montblanc Summit 2 yang mengemas chipset buatan Qualcomm paling gres itu. Harganya? $255 saja, cukup masuk akal untuk mayoritas konsumen.

Sesuai namanya, desainnya mengarah ke sporty, dengan pilihan diameter 41 mm atau 43 mm. Casing-nya terbuat dari bahan aluminium dan nilon, sedangkan pilihan warnanya ada enam: abu-abu, silver, biru, merah, emas, dan rose gold. Untuk strap-nya, semuanya terbuat dari silikon, tapi ada 28 macam yang bisa dipilih, dengan variasi lebar 18 mm atau 22 mm.

Fossil Sport

Secara keseluruhan, penampilannya tergolong minimalis, dan aura sporty-nya turut ditunjang oleh ketahanan air yang mumpuni (bisa diajak berenang). Layar sentuhnya sendiri menggunakan panel AMOLED 1,2 inci dengan resolusi 390 x 390 pixel.

Fiturnya tergolong lengkap, tipikal smartwatch generasi terbaru keluaran Fossil Group. Heart-rate monitor menjadi fitur standar, demikian pula NFC dan GPS. Namun tetap saja yang menjadi bintang utamanya adalah chipset Snapdragon Wear 3100 itu tadi.

Fossil Sport

Dipadukan dengan baterai 350 mAh, chipset ini mampu menyuguhkan daya tahan yang lebih lama daripada chipset generasi sebelumnya. Fossil bilang Sport mampu beroperasi sehari penuh dengan fitur heart-rate monitoring dan location tracking aktif. Ambient Mode tetap tersedia supaya perangkat bisa bertahan sampai dua hari, meski dengan fitur yang terbatas.

Seperti yang saya bilang, $255 adalah banderol yang dipatok untuk Fossil Sport. Pemasarannya akan berlangsung mulai 12 November mendatang.

Sumber: Wareable.

Arsitektur Snapdragon 8150 Bakal Mirip Kirin 980?

ARM merupakan salah satu pembuat arsitektur prosesor yang sampai saat ini masih digunakan pada perangkat mobile. Dengan Arsitektur yang berbeda dengan x86 yang dipakai oleh AMD dan Intel, ARM pun merajai dunia perangkat mobile karena arsitekturnya menjadi dasar dan dipakai oleh smartphone seperti iPhone dan sebagian besar perangkat Android.

Salah satu yang menggunakan arsitektur ARM tentu saja Qualcomm. Setiap prosesor Kryo dan Krait yang digunakan oleh Qualcomm menggunakan basis arsitektur ARM Cortex. Selain itu, ARM juga memiliki arsitektur dengan nama big.LITTLE di mana sebuah SoC dapat menggunakan dua prosesor berbeda.

qualcomm-snapdragon-845

ARM pun memperbarui arsitektur big.LITTLE dengan ARM DynamIQ. Arsitektur yang satu ini membuat sebuah SoC mampu menggunakan tiga prosesor berbeda, sehingga sebuah perangkat bisa diatur dengan lebih baik lagi oleh para produsennya.

Baru-baru ini, HiSilicon membuat SoC Kirin 980 dengan menggunakan tiga prosesor berbeda. Kirin 980 yang menggunakan proses pabrikasi 7nm ini menggunakan 2 inti prosesor Cortex A76 2,6 GHz, 2 inti prosesor Cortex A76 1,9 GHz, dan 4 inti prosesor Cortex A53 1,8 GHz.

Ternyata, Snapdragon 8150 juga menggunakan arsitektur yang sama. SoC yang nantinya bernama Snapdragon 855 ini juga bakal menggunakan arsitektur DinamIQ dengan setting 2+2+4. Kabar ini disebutkan oleh Roland Quandt, seorang yang sering memberikan tips dan bocoran mengenai dunia teknologi, khususnya smartphone.

Snapdragon 8150 pun juga telah muncul namanya pada file sistem di Android Pie serta file sertifikasi Bluetooth. Roland juga mengatakan bahwa Snapdragon 8150 juga bakal diperkenalkan pada sebuah konferensi pers di Hawai pada bulan Desember nanti. Mari kita tunggu kehadiran SoC terkencang dari Snapdragon tersebut.

Sumber: GizChina.

Qualcomm Perkenalkan Snapdragon 675, Ditujukan Untuk Gamer Mainstream!

Tahun ini, Qualcomm kembali membuat para pengguna perangkat Android terkejut. Pasalnya, dua system on chip (SoC) dari mereka, yaitu Snapdragon 636 dan 660 sukses terjual dengan harga terjangkau di pasaran. Perangkat Snapdragon 636 sendiri dapat dibeli dengan kisaran harga harga Rp. 2.2 juta.

Snapdragon 675 2018-108

Mulai dari Snapdragon 636, pengguna dapat bermain game berat seperti PUBG Mobile dengan kinerja yang mumpuni. Begitu pula dengan SoC yang di atasnya, Snapdragon 660 yang mampu diajak bermain lebih lincah lagi.

Tidak sampai satu tahun, ternyata Qualcomm mengeluarkan sudah mengeluarkan Snapdragon 670. Dan belum sampai setengah tahun Qualcomm mengeluarkan Snapdragon 670, saat ini mereka mengumumkan bahwa SoC terbarunya adalah Snapdragon 675.

Snapdragon 675 2018-1037

Pengumuman ini dilontarkan pada saat acara 4G/5G Summit di Hong Kong. Sasaran pengguna dari Snapdragon 675 adalah untuk para gamerChipset ini juga didesain untuk perangkat dengan harga $300-$500.

Snapdragon 675 menggunakan proses pabrikasi 11 nm, berbeda dengan Snapdragon 670 yang menggunakan pabrikasi 10 nm. Qualcomm sendiri memilih pabrik Samsung dalam mengerjakan Snapdragon 675. Walaupun proses pabrikasinya lebih besar, Samsung menggunakan teknologi campuran pabrikasi 14nm dan 11nm.

Snapdragon 675 memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Snapdragon 670 Snapdragon 675
Prosesor 2xKryo 360 HP (Cortex A75) 2.0 GHz

6xKryo 360 LP (Cortex A55) 1.7 GHz

2xKryo 460 HP (Cortex A76) 2.0 GHz

6xKryo 460 LP (Cortex A55) 1.8 GHz

Graphics Adreno 615 Adreno 612
DSP Hexagon 685 Hexagon 685
ISP Spectra 250 Spectra 250
Modem Snapdragon X12 LTE Snapdragon X12 LTE
RAM LPDDR4X 1866 MHz LPDDR4X 1866 MHz
Proses Pabrikasi 10 nm 11 nm

Snapdragon 675 2018-106

Secara spesifikasi, Snapdragon 675 memiliki kelebihan pada prosesor high performance yang mengadopsi prosesor ARM Cortex A76 yang memang lebih kencang dibandingkan Cortex A75. Pada sisi cluster low power, Kryo 460 LP yang diadopsi dari Cortex A55 memiliki clock 100 MHz lebih tinggi dari Kryo 360 LP.

Qualcomm juga mengatakan bahwa SoC terbarunya ini dapat mendukung monitor 120 Hz. Hal tersebut nantinya tergantung dari produsen layarnya apakah bisa membawa teknologi mahal ini ke tingkat mainstream atau tidak. Qualcomm juga melaporkan bahwa mereka sedang bekerja sama dengan developer dari Unity dan Unreal agar dapat dijalankan pada chipset seri 600.

Snapdragon 675 2018-107

Fungsi AI sendiri juga sudah ditingkatkan sebesar 50% dari Snapdragon 670. Hal ini disebabkan 675 bisa menggunakan beberapa inti prosesor yang ada, seperti Hexagon DSP, Adreno GPU, dan Kryo CPU.

Semua hal menarik tersebut nantinya bakal bisa dirasakan pada kuartal pertama tahun 2019 yang tinggal beberapa bulan ini. Semoga saja, para produsen smartphone tidak akan melekatkan label kata gaming pada perangkat mereka karena hanya ingin meningkatkan harga jual, tetapi benar-benar menyematkan spesifikasi yang mumpuni dengan label sewajarnya.

Sumber: Qualcomm Press Release dan Anandtech.

 

Montblanc Summit 2 Resmi Dirilis, Smartwatch Pertama dengan Chipset Snapdragon Wear 3100

Saat hendak membeli smartphone flagship baru tahun ini, Anda tentu mengincar yang dibekali chipset Snapdragon 845, bukan 835 keluaran tahun lalu. Prinsip serupa semestinya juga perlu diterapkan saat tengah mengincar smartwatch Wear OS baru; cari yang menggunakan chipset Snapdragon Wear 3100 yang masih sangat baru, bukan Wear 2100 yang sudah uzur.

Sayang pilihannya sejauh ini belum banyak, bahkan LG Watch W7 yang diluncurkan bulan ini saja masih menggunakan chipset berusia dua tahun. Pada kenyataannya, untuk sekarang baru ada satu smartwatch Wear OS yang memakai chipset terbaru Qualcomm, yaitu Montblanc Summit 2.

Tidak seperti pendahulunya, Summit 2 dirancang sebagai jam tangan unisex, meski diameter 42 mm mungkin masih terasa terlalu besar untuk sebagian konsumen wanita. Terlepas dari itu, penampilannya secara keseluruhan memang kelihatan lebih ringkas, terutama di bagian bezel yang mengitari layar.

Montblanc Summit 2

Sebagai sebuah Montblanc, kesan mewah tentu tidak luput darinya. Selain varian stainless steel, Summit 2 juga ditawarkan dalam varian titanium. Crown-nya yang berbentuk seperti matahari juga terbuat dari bahan stainless steel, dan ketika diapit oleh dua tombol tambahan, tampak mirip seperti desain jam tangan klasik Montblanc 1858 Chronograph.

Layar sentuhnya yang berlapis kristal safir menggunakan panel AMOLED 1,2 inci beresolusi 390 x 390 pixel (327 ppi). Tebal perangkat secara menyeluruh tidak lebih dari 14,3 mm, dan strap 22 mm yang terpasang tentu dapat dilepas dan diganti dengan yang lain yang berbahan kulit, nilon, silikon maupun yang bergaya Milanese.

Montblanc Summit 2

Kembali ke angle utama, yang menjadi sorotan utama di sini tentu saja adalah chipset Snapdragon Wear 3100, yang ditemani oleh RAM 1 GB dan penyimpanan internal 8 GB. Chipset baru ini berdampak langsung pada daya tahan baterainya, yang diklaim tahan sampai satu hari penuh, atau sampai satu minggu dalam posisi “Time Only Mode”.

Ambient Mode yang dimiliki Summit 2 juga berbeda, dengan tingkat kecerahan layar yang lebih tinggi, serta mampu menampilkan live complication beserta pergerakan jarum detik yang mulus. Terkait software, Summit 2 telah menggunakan versi terbaru Wear OS yang tampilannya sudah dirombak.

Secara keseluruhan, Montblanc Summit 2 mengemas fitur yang cukup lengkap, termasuk halnya NFC, GPS dan heart-rate monitor. Montblanc saat ini telah memasarkannya dengan harga mulai $995.

Sumber: 9to5Google.

[Review] Xiaomi Pocophone F1: Smartphone Android Snapdragon 845 Terjangkau

Jika kita mendengar smartphone dengan merek Xiaomi, tentu saja pikiran kita akan tertuju dengan harga yang murah dan spesifikasi yang tinggi. Xiaomi memang sempat ‘berjanji’ hanya akan mengambil untung 5% dari apa yang mereka jual. Namun mereka pun kini telah menjadi perusahaan publik dengan menggelar IPO. Beban berat tentu saja kini bertambah di pundak perusahaan karena publik akan lebih memperhatikan gerak-geriknya.

Xiaomi Pocophone F1

Meski demikian, ‘kebiasaan’ merilis perangkat spesifikasi mumpuni dengan harga ‘murah’ sepertinya belum bisa ditinggalkan oleh Xiaomi. Kali ini ada lagi smartphone yang, jika dilihat dari spesifikasinya yang tinggi, membuat harga perangkatnya menjadi lebih murah. Bahkan jauh lebih murah dari Xiaomi sendiri. Walaupun begitu, perangkat tersebut juga datang dari perusahaan asal Tiongkok tersebut.

Pocophone hadir dalam bentuk sub-brand dari Xiaomi. Alvin Tse selaku Head of Pocophone mengatakan bahwa saat ini Pocophone F1 baru hadir di dunia. Dia pun mengatakan bahwa dalam fase pertumbuhannya, mereka tidak perlu mengambil keuntungan untuk perangkat pertamanya.

Alvin juga mengatakan bahwa Pocophone F1 hadir dengan menghilangkan feature-feature yang mereka anggap tidak perlu seperti NFC, augmented reality, dan lain sebagainya. Hasilnya, mereka mampu menghadirkan smartphone mainstream dengan rasa premium.

Xiaomi Pocophone F1 - Belakang

Rasa premium tersebut hadir dengan spesifikasi seperti berikut ini:

SoC Snapdragon SDM845
CPU 4×2.8 GHz Kryo 385 Gold + 4×1.7 GHz Kryo 385 Silver
GPU Adreno 630
RAM / Internal Storage 6 GB / 64 GB atau 128 GB
Layar 6,18” 2246×1440 IPS
Baterai 4000 mAh
Sistem Operasi Android Oreo 8.1 MIUI Poco Edition
Kamera Depan: 20 MP, Belakang: 12 MP + 5 MP

Dari spesifikasi di atas bisa dilihat bahwa Pocophone F1 menggunakan prosesor terkencang untuk perangkat Android saat ini.

Beberapa hari setelah peluncurannya, muncul sebuah protes dari beberapa pemilik Pocophone di seluruh dunia: tidak mampu menghadirkan streaming HD pada beberapa layanan seperti Netflix, Hooq, dan lain sebagainya. Hal ini nanti akan kita bahas pada bagian desain.

Spesifikasi lengkap menurut CPU-Z dan Sensor Box adalah sebagai berikut:

Unboxing

Di dalam paket penjualan dari Pocophone F1 terdapat perlengkapan seperti berikut ini:

Xiaomi Pocophone F1 - Paket Penjualan

Desain

Jika merasakan dan menggenggam Pocophone F1, build-nya seperti ringkih. Hal ini karena Pocophone menggunakan bahan plastik polikarbonat untuk badannya. Akan tetapi, ternyata smartphone yang satu ini cukup kuat saat ditaruh di kantung belakang celana. Hal ini tidak akan membuatnya melengkung.

Kaca bagian depan dari smartphone ini menggunakan Gorilla Glass 3, membuatnya lebih tahan terhadap goresan dan benturan. Walaupun begitu, penggunaan tempered glass mau pun lapisan tahan gores masih kami sarankan.

Xiaomi Pocophone F1 - Kamera Inframerah

Pada notch dari Pocophone F1, ada satu sensor yang menurut kami cukup menarik untuk diketahui. Pocophone F1 menggunakan sensor infra merah untuk melakukan deteksi wajah. Hal ini tentu akan mempersingkat waktu pengenalan wajah dibandingkan dengan kamera biasa. Sinar infra merah pun akan terlihat pada saat melakukan deteksi wajah.

Untuk penempatan tombol, pada bagian kanan ditemukan tombol volume suara serta tombol power untuk menyalakan layarnya. Pada sisi sebelah kiri dapat ditemukan SIM tray hybrid, sehingga Anda harus memilih apakah menggunakan dua SIM atau satu SIM dengan sebuah kartu microSD.

Pada bagian atas ditemukan sebuah microphone kedua serta port audio 3,5 mm. Dan pada bagian bawahnya dapat ditemukan sebuah speaker, microphone utama, serta port USB-C.

Widevine L1: Bye Bye HD

Sayangnya, Pocophone F1 memiliki masalah pada saat menggunakan layanan streaming seperti Hooq atau Netflix. Perangkat ini tidak akan bisa memainkan video streaming dengan resolusi 1080p. Hal tersebut dikarenakan Pocophone F1 tidak memiliki sertifikasi Widevine L1.

Pocophone F1 memiliki sertifikasi Widevine L3 yang membolehkan pemutaran video dengan resolusi 540p secara streaming. Lalu apakah hal ini bisa dibenahi dengan update OTA? Sayangnya tidak.

Xiaomi Pocophone F1 - DRM

Sertifikasi Widevine L1 membutuhkan sebuah kunci digital pada platform TrustZone dari ARM. Oleh karena itu, masalah tersebut merupakan masalah pemilihan hardware dari Pocophone. Sampai saat ini, masalah yang sama terjadi pada smartphone lain seperti OnePlus 5, 5T, dan ZTE Axon M. Ketiganya pun tidak dapat menyelesaikan masalahnya melalui update software.

Hal ini tentu bukan sebuah masalah jika Anda bukan penikmat video streaming dengan resolusi tinggi. Akan tetapi, mereka yang suka nonton video streaming dengan resolusi tinggi, bahkan 4K, tentu saja harus menimbang apakah masalah ini bisa diterima atau tidak.

MIUI untuk Pocophone F1

Smartphone Pocophone F1 menggunakan antar muka buatan Xiaomi, yaitu MIUI versi 9. Akan tetapi, MIUI yang digunakan sudah dimodifikasi kembali oleh Pocophone sehingga terlihat berbeda dengan MIUI aslinya. Yang paling terlihat adalah MIUI yang digunakan oleh Pocophone memiliki app drawer.

Xiaomi Pocophone F1 - About

MIUI untuk Pocophone juga memiliki tingkat respon yang lebih baik dibandingkan aslinya. Pengguna smartphone non Pocophone pun dapat mencoba menggunakan MIUI modifikasi ini. Untuk sistem operasinya, MIUI 9.6 buatan Poco ini menggunakan Android Oreo 8.0.

Jaringan LTE

Jaringan 4G LTE yang ada di Indonesia memang cukup berbeda dengan yang ada di luar negeri. Akan tetapi, dengan mendukung kanal 1(2100 MHz), 3(1800 MHz), 5(850 MHz), 7(2600 MHz), 8(900 MHz), 20(800 MHz), 38(2600 MHz), 40(2300 MHz), dan 41(2500 MHz).

Pocophone F1 juga telah mendukung LTE-Advanced dengan modem tercanggih dari Qualcomm. Dengan CAT 16, Pocophone dapat melakukan transfer data sampai dengan 1 Gbps. Selain itu, modemnya mendukung 4 Carrier Aggregation.

Kamera

Kamera merupakan salah satu feature yang menurut Pocophone dianggap penting. Oleh karena itu, mereka pun melakukan tweaking pada kamera yang ada. Tidak tanggung-tanggung, Pocophone menggunakan sensor Sony IMX 363 pada kamera utama di bagian belakangnya.

Xiaomi Pocophone F1 - Kamera interface

Sensor Sony IMX 363 memang dapat menangkap gambar dengan baik. Hal ini terbukti pada saat mengambil gambar pada cahaya yang cukup, hasilnya pun sangat baik. Akan tetapi, pada saat cahaya rendah, gambar yang dihasilkan akan terdapat cukup banyak noise. Selain itu, hasilnya pun juga tidak terlalu tajam.

Untuk melakukan selfie, Pocophone F1 memiliki kamera dengan resolusi 20MP. Dalam cahaya yang terang dan tangan yang tidak goyang, kameranya dapat mengambil gambar dengan tajam dan minim noise. Hal yang sama bakal terjadi saat kondisi cahaya menjadi kurang, di mana noise dan efek lukisan cat air muncul.

Pengujian

Pocophone F1 menggunakan SoC terkencang dari Qualcomm, yaitu Snapdragon 845. Kinerja dari Snapdragon 845 sendiri masih yang terkencang di antara semua SoC yang ada untuk perangkat Android hingga saat ini.

Snapdragon menggunakan empat inti Kryo 385 Gold yang merupakan modifikasi dari Cortex A75 dengan kecepatan 2,8 GHz dan empat inti Kryo 385 Silver yang merupakan modifikasi Cortex A55 dengan kecepatan 1,8 GHz. GPU yang tertanam juga masih yang terkencang untuk perangkat Android, yaitu Adreno 630.

LiquidCool

Saat bermain game dengan Pocophone F1, kami tidak merasakan panas yang berlebih. Hal tersebut dikarenakan Pocophone F1 menggunakan teknologi heatpipe yang mereka beri nama LiquidCool.

Prinsipnya adalah Pocophone memasang sebuah pipa di dalam badan smartphone F1. Di dalam pipa tembaga tersebut, terdapat cairan yang saat panas akan berubah menjadi gas dan bergerak ke tempat yang lebih dingin. Saat panas tersalurkan ke bagian yang lebih dingin, gas tersebut akan kembali menjadi cairan dan kembali ke tempat asalnya.

Proses ini akan terus menerus berlanjut setiap kali bagian utamanya menjadi panas. Teknologi yang sama pun juga sudah lama digunakan untuk menjadi pendingin komputer seperti desktop atau pun laptop.

Game

Beberapa game kami coba pada saat menguji smartphone yang satu ini. Namun, PUBG Mobile masih menjadi yang utama kami uji. Dengan menggunakan Snapdragon 845, tentu saja kami tidak menemukan lag. Dan dengan menggunakan teknologi LiquidCool, bermain game menjadi lebih nyaman karena tidak menimbulkan panas yang berarti.

Sintetis

Pengujian kami lakukan dengan menggunakan beberapa benchmark sintetis. Untuk membandingkan, kami hadirkan sebuah smartphone yang memiliki SoC Snapdragon 821 dan 835. Hal tersebut hanya untuk membandingkan seberapa besar kenaikan kinerja antar ketiga SoC.

Pada saat ini, kami tidak bisa mendapatkan skor Antutu 7 yang dijanjikan oleh Pocophone F1. Hal tersebut dikarenakan nilai yang didapatkan oleh Xiaomi merupakan ROM mereka yang bakal diluncurkan dengan menggunakan antar muka MIUI 10.

Uji dengan BatteryXPRT

Kali ini DailySocial melakukan pengujian dengan menggunakan aplikasi BatteryXPRT. Mengapa BatteryXPRT? Karena aplikasi yang satu ini dapat menguji baterai smartphone mirip dengan penggunaan sehari-hari. Kami tidak melakukan pengujian saat smartphone berada dalam kondisi menyala tanpa henti atau yang sering disebut dengan Screen On Time.

Xiaomi Pocophone F1 - BatteryXPRT

BatteryXPRT sendiri mengatakan bahwa smartphone dengan baterai 4000 mAh ini dapat bertahan sampai dengan 31.9 jam. Hal ini tentu membuat Pocophone F1 juga cocok untuk mereka yang ingin memiliki smartphone yang dapat bertahan hingga dua hari. Tentunya saat digunakan untuk memainkan game, smartphone ini akan bertahan sekitar sembilan jam.

Verdict

Xiaomi memang sampai saat ini dikenal sebagai penyedia produk smartphone dengan harga yang murah. Akan tetapi walaupun murah, mereka selalu menjaga kualitasnya. Hal itu pula lah yang mereka lakukan dengan Pocophone F1 yang menggunakan SoC tertinggi saat ini.

Kinerja yang ditawarkan oleh Pocophone F1 memang sangat baik untuk kelasnya. Walaupun banyak yang menghadirkan smartphone dengan SoC Snapdragon 845, namun semuanya dapat terbilang memiliki harga tinggi. Perangkat ini pun cocok untuk digunakan untuk berbagai kegiatan seperti gamingediting, dan lain sebagainya.

Kamera juga merupakan satu poin yang ditonjolkan oleh Pocophone. Bagi Anda yang tidak membutuhkan feature AR, perangkat ini cocok untuk dimiliki. Sayang memang hasilnya akan menurun pada saat cahaya yang kurang terang, namun masih bisa digunakan untuk pencetakan foto.

Dengan harga resmi Rp. 4.499.000 untuk RAM 6 dan penyimpan internal 4 GB (seperti yang kami uji) tentu saja harga tersebut sangat menarik. Bahkan lebih menarik dibandingkan perangkat Xiaomi lainnya seperti kelas Redmi mau pun MiA2 sekali pun.

Akan tetapi, mari kita lihat apakah Pocophone mampu menghadirkan smartphone dengan kinerja tinggi lainnya setelah F1. Hal tersebut mengingat kata-kata dari Alvin Tse, sang Kepala Pocophone Global yang mengatakan bahwa mereka “belum” harus mendapatkan untung pada saat fase pertumbuhannya ini.

Sparks:

  • Snapdragon 845
  • Kencang
  • Harga tergolong murah
  • Sangat responsif
  • Baterai besar
  • Face Unlock dengan infra red
  • Hasil kamera bagus saat cahaya terang

Slacks

  • Bezel masih cukup tebal
  • Sertifikasi Widevine L1
  • Tidak ada NFC

Qualcomm Akhirnya Luncurkan Chipset Smartwatch Baru, Snapdragon Wear 3100

Salah satu smartwatch Wear OS terbaru yang dirilis belum lama ini adalah Skagen Falster 2. Desainnya menawan, fiturnya lengkap, tapi masih ada satu hal yang mengganjal: chipset yang digunakan, Qualcomm Snapdragon Wear 2100, sudah berusia dua tahun lebih.

Ini bukan salah Skagen, akan tetapi memang selama dua tahun ini Qualcomm sama sekali belum meluncurkan chipset smartwatch baru, sampai akhirnya mereka buka omongan dan berjanji menghadirkan Snapdragon Wear versi baru di musim gugur tahun ini. Janji tersebut akhirnya mereka tepati lewat Snapdragon Wear 3100 (SDW3100).

Secara teknis, SDW3100 sebenarnya masih menggunakan prosesor quad-core yang sama seperti milik SDW2100, yang berarti performanya tidak berubah. Yang berbeda adalah kehadiran co-processor bernama QCC1110 yang mendampinginya. Fisik co-processor ini begitu mungil, cuma 21 mm², dan tugas utamanya adalah mengatasi keperluan-keperluan komputasi yang tidak butuh daya besar.

Co-processor QCC1110 yang terdapat pada Snapdragon Wear 3100 / Qualcomm
Co-processor QCC1110 yang terdapat pada Snapdragon Wear 3100 / Qualcomm

Qualcomm sendiri menjelaskannya seperti ini: saat pengguna benar-benar memakai smartwatch-nya secara aktif (mengutak-atik layarnya), yang bekerja adalah prosesor utamanya, namun kalau dirata-rata ini hanya terjadi sekitar 5 – 10 persen setiap harinya. Sisa 90 persennya, smartwatch akan beroperasi di background, dan di sini giliran co-processor tadi yang bekerja.

Penggunaan co-processor ini diklaim dapat menurunkan konsumsi daya sampai 20 kali lipat, dan menurut Qualcomm, smartwatch yang ditenagai SDW3100 mampu memberikan daya tahan baterai 4 – 12 jam lebih lama daripada yang menggunakan SDW2100. Angka pastinya tentu bergantung pada banyak faktor seperti ukuran dan resolusi layar, maupun kapasitas baterai.

Supaya kinerjanya lebih maksimal, SDW3100 dilengkapi tiga mode untuk skenario penggunaan yang berbeda. Mode yang pertama ditujukan untuk menemani kegiatan berolahraga, memastikan GPS dan heart-rate monitor tetap aktif selagi menyuguhkan ketahanan baterai hingga 15 jam. Mode yang kedua akan menyulap smartwatch menjadi seperti jam tangan tradisional, membatasi fitur-fiturnya demi mewujudkan baterai yang awet sampai satu minggu.

Terakhir, ada mode yang dirancang khusus untuk smartwatch yang masuk kategori fashion. Mode ini pada dasarnya akan memastikan layar terus menyala dan menampilkan sejumlah komplikasi, hanya saja tampilannya cuma dibatasi dalam 16 warna saja, dan tingkat kecerahan layarnya bakal berubah-ubah sesuai kondisi pencahayaan di sekitar.

Montblanc Summit 2 / Wareable
Montblanc Summit 2 / Wareable

Kabar baiknya, konsumen tidak perlu menunggu kedatangan smartwatch SDW3100 terlalu lama. Qualcomm sudah memasoknya ke sejumlah tiga brand: Fossil Group, Louis Vuitton dan Montblanc. Montblanc adalah yang pertama kebagian jatah. Mereka pun tak mau berlama-lama dan langsung mengumumkan Summit 2, penerus dari smartwatch perdananya yang dirilis tahun lalu.

Dibandingkan pendahulunya, Summit 2 jauh kelihatan lebih unisex. Dimensinya mengecil agar tetap tampak ideal di pergelangan tangan kaum adam maupun hawa, dan desainnya sendiri boleh dibilang terkesan lebih dewasa. Menurut Montblanc sendiri, Summit 2 diciptakan sebagai teman perjalanan, teman fitness sekaligus teman bertualang.

Montblanc masih belum banyak bicara soal fitur dan spesifikasi, namun yang pasti ada chipset Snapdragon Wear 3100 yang menjadi otaknya. Rencananya, Montblanc Summit 2 akan dilepas ke pasaran mulai bulan Oktober. Harganya belum diketahui, tapi semestinya tidak akan lebih murah dari pendahulunya yang berada di kisaran $900.

Sumber: 1, 2, 3.

Qualcomm Luncurkan Codec aptX Adaptive untuk Perangkat Audio Nirkabel

Tren hilangnya headphone jack dari smartphone belakangan ini secara frontal memaksa konsumen untuk beralih ke headphone atau earphone wireless. Masalahnya, sebagian konsumen menilai kualitas suara headphone wireless masih kalah dibanding yang memakai kabel. Di situlah codec aptX datang menawarkan solusi.

aptX sejatinya sudah dikembangkan sejak lama, namun di tahun 2015, Qualcomm memutuskan untuk mengakuisisi perusahaan yang mengerjakannya (CSR alias Cambridge Silicon Radio). Tak lama setelahnya, tepatnya di awal tahun 2016, Qualcomm merilis codec aptX HD yang menjanjikan kualitas suara “lebih baik dari CD” via koneksi Bluetooth.

Selain aptX HD, ada pula aptX Low Latency yang fungsi utamanya memastikan audio tersinkronisasi dengan baik dalam skenario menonton video atau bermain game – audionya tidak terlambat dibandingkan videonya, demikian penjelasan sederhananya. Sekarang, Qualcomm memutuskan untuk mengawinkan kedua varian aptX itu.

Qualcomm aptX Adaptive

Hasilnya adalah aptX Adaptive. Label “Adaptive” merujuk pada kemampuannya memprioritaskan antara kualitas audio yang paling maksimal dan sinkronisasi yang optimal yang minim latency. Semua ini dilakukan secara otomatis tergantung pada jenis konten yang dikonsumsi serta kondisi frekuensi radio (RF) di sekitar perangkat yang digunakan.

Ilustrasinya seperti ini: kalau sedang bersantai menikmati musik di rumah, yang diprioritaskan adalah kualitas audio, sebab sinyal Bluetooth yang terpancar tidak mengalami banyak interferensi (gangguan) dari perangkat-perangkat lain.

Sebaliknya, ketika berada di dalam kabin pesawat di mana umumnya ada banyak penumpang yang membawa bekal headphone atau earphone Bluetooth (banyak gangguan), yang diprioritaskan adalah sinkronisasi dan latency rendah, sehingga seumpama Anda sedang memakai headphone Bluetooth untuk menonton video, audionya tidak akan terdengar terlambat.

Qualcomm aptX Adaptive

Qualcomm memastikan bahwa aptX Adaptive bisa bekerja secara mulus tanpa campur tangan dari konsumen. Harapannya, kehadiran aptX Adaptive dapat membantu headphone dan earphone wireless benar-benar menggantikan saudara tuanya yang masih mengandalkan kabel.

Rencananya, aptX Adaptive akan hadir bersama chip Bluetooth 5.0 bikinan Qualcomm mulai akhir September, termasuk QCC5100 yang dirancang secara spesifik untuk true wireless earphone. Artinya, konsumen baru akan berjumpa dengan headphone atau earphone yang mendukung codec ini setelah bulan September.

Membeli headphone atau earphone wireless yang mendukung aptX Adaptive saja tidak cukup, sebab ponsel atau tablet yang kita gunakan juga harus mendukungnya pula. Kabar baiknya, Qualcomm bilang bahwa smartphone dan tablet dengan OS Android Pie bakal kebagian jatahnya di akhir tahun nanti. Bagaimana dengan pengguna iPhone? Saya cuma bisa bilang maaf Anda kurang beruntung.

Sumber: Qualcomm.

Net1 Indonesia Bermitra Qualcomm, Sediakan Chipset untuk Frekuensi 450MHz

Net1 Indonesia, penyedia layanan mobile data broadband, menjalin kemitraan strategis dengan Qualcomm. Keduanya bekerja sama untuk menyediakan perangkat dengan dukungan chipset dual SIM yang salah satunya mendukung 4G LTE frekuensi 450MHz.

Perangkat-perangkat yang dikembangan antra lain mobile wifi untuk fase pertama, dilanjutkan fixed wifi router smartphone pada fase berikutnya. Harapannya kemitraannya ini bakal membantu Net1 memberikan kualitas terbaik bagi penggunanya.

“Net1 Indonesia kini telah menyediakan perangkat yang exclusive / closed market untuk frekuensi 450 MHz. Kemitraan dengan Qualcomm akan mempertajam solusi dari kami agar para pelanggan dapat terus menikmati layanan Net1 dengan kualitas terbaik,” terang CEO Net1 Indonesia Larry Ridwan.

Pihak Net1 Indonesia menjelaskan bahwa mereka melihat Qualcomm sebagai perusahaan dengan portofolio kuat di bidang chipset. Dengan kerja sama ini Net1 Indonesia berharap dapat mendukung mobilitas pelanggan yang memerlukan smartphone dan perangkat mobile digital / IoT yang mendukung frekuensi 450MHz.

Larry menambahkan pihaknya terbuka untuk bekerja sama dengan pihak ketiga lain untuk mendukung bisnis Net1 Indonesia, terutama dalam memproduksi perangkat 4G LTE yang mendukung frekuensi 450MHz sehingga tidak akan ada overlap dan eksklusivitas bisnis dalam mendorong perkembangan ekosistem mobile data dan IoT di Indonesia.

Sebagai perusahaan yang tengah fokus pada frekuensi 450 MHz Net1 menargetkan peluncuran layanan 4G LTE berbasis 450 MHz secara nasional dan mampu menyediakan internet berkualitas di daerah-daerah terluar Indonesia.

“Kami berkomitmen untuk terus mempercepat industri seluler dan proyek bersama Net1 ini sangat berarti bagi kami, terutama untuk menyediakan layanan telekomunikasi di daerah pinggiran dan perdesaan yang menawarkan konektivitas dan aksesibilitas demi pengalaman seluler yang lebih baik bagi pelanggan,” ujar Country Manager Qualcomm Indonesia Shannedy Ong.

Antutu: Xiaomi BlackShark Tercepat di Bulan Juli

Antutu bisa dibilang sudah menjadi sebuah aplikasi benchmark yang sering digunakan oleh para pemakai smartphone Android. Hal tersebut dikarenakan Antutu memang sangat mudah digunakan serta menghitung berbagai aspek dari sebuah perangkat Android. Karenanya, Antutu juga sering digunakan untuk membandingkan satu perangkat dengan perangkat lainnya.

Antutu Benching

Setiap kali melakukan benchmarking, Antutu selalu menyimpan hasil ujinya pada server mereka. Dan saat ini, Antutu sudah mengeluarkan 10 smartphone teratas yang berhasil mendapatkan nilai tertinggi.

Nilai yang ada diambil dari data yang dikirimkan oleh aplikasi Antutu versi 7. Data yang diambil adalah data yang terkirim antara tanggal 1 Juli hingga 31 Juli 2018 yang lalu. Banyaknya data yang diambil adalah 1000 sampel per model yang ada.

Antutu Juli 2018

Pada data yang ada kali ini, smartphone terkencang yang ada pada bulan April berdasarkan nilai rata-rata di Antutu adalah Xiaomi BlackShark, sebuah perangkat gaming yang mendapatkan nilai 288.187. Pada peringkat kedua terpaut cukup tipis adalah OnePlus 6 dengan nilai 284.830. Pada peringkat ketiga jatuh lagi ke tangan Xiaomi dengan Mi 8 yang mendapatkan nilai 271.372.

Hal yang unik yang didapat dari data Antutu adalah sembilan smartphone teratas semua menggunakan system on chip (SoC) Snapdragon 845 dari Qualcomm. Yang terakhir adalah Samsung Galaxy S9+ yang menggunakan Exynos 9810. Dari data ini bisa terlihat bahwa Samsung Galaxy S9+ yang menggunakan Snapdragon 845 lebih kencang dibandingkan dengan yang menggunakan Exynos 9810.

Oleh karena hasil yang ditampilkan adalah nilai rata-rata dari 1000 sampel, membuat semua smartphone yang pernah menembus angka 300.000 belum tentu menjadi yang paling atas. Walaupun begitu, perangkat seperti Xiaomi Mi 8 dan BlackShark masih menduduki tiga besar.

Lalu bagaimana dengan OPPO Find X dan Vivo NEX? Kedua perangkat ini juga memiliki kinerja yang tinggi. Sayangnya, kedua smartphone tersebut belum tersedia secara luas pada saat data Antutu ini dibuat. Kemungkinan, kedua smartphone tersebut bisa ada dalam daftar bulan Agustus nanti.

Sumber dan gambar: Antutu.

Qualcomm Umumkan Snapdragon 670 untuk Perangkat Mainstream

Dunia baru saja ‘digemparkan’ dengan dua smartphone terbaru yang menggunakan system on chip (SoC) Snapdragon 636, yaitu ASUS Zenfone Max Pro M1 dan Xiaomi Redmi Note 5 karena memiliki harga yang terjangkau namun kinerjanya tinggi. Selain itu, Snapdragon 660 yang digunakan pada Vivo V9 6 GB juga cukup memukau karena kinerjanya yang hampir menyamai Snapdragon 821.

qc_onq_snapdragon670_r3_header

Nampaknya, Qualcomm sang pencipta Snapdragon tidak ingin memperlambat langkahnya dalam medan perang chipset. Secara diam-diam, Qualcomm meluncurkan chipset terbarunya, Snapdragon 670 sebagai penerus dari Snapdragon 660.

Lalu bagaimana Snapdragon 670 dibandingkan dengan Snapdragon 710? Snapdragon 670 sepertinya merupakan versi downclocked dari Snapdragon 710. Hal tersebut dapat dilihat dari cluster performa yang digunakan, yaitu menggunakan dua core Kryo 360 High Performance yang berbasis Cortex A75 dengan clock 2 GHz. Snapdragon 710 menggunakan clock 2.2 GHz. Enam core Kryo 360 Low Power yang berbasiskan Cortex A55 masih memiliki clock yang sama, yaitu 1.7 GHz.

qc_onq_snapdragon670_r3_inline1

Sama seperti Snapdragon 710, Snapdragon 670 diproduksi dengan menggunakan proses pabrikasi 10nm LPP. Dengan perbedaan 200 MHz pada sisi cluster kinerja, Qualcomm justru mengklaim bahwa SD670 lebih kencang 25% dari SD660. Namun, daya yang digunakan SD670 justru lebih efisien dibandingkan SD660.

SD670 menggunakan Graphics Processing Unit (GPU) Adreno 615 yang juga merupakan versi downclocked dari Adreno 616 yang juga digunakan pada SD710. Untuk modemnya, SD670 masih menggunakan Snapdragon X12 LTE yang sama digunakan pada SD660.

Yang unik adalah penggunaan Spectra 250 pada SD670. Snapdragon 710 juga menggunakan Image Signal Processor (ISP) yang sama, namun pada SD670 sepertinya juga diturunkan clock-nya karena hanya mampu mengendalikan sebuah kamera 25 MP atau dua kamera 16 MP. Selain itu, perekaman video HDR juga hilang pada SD670.

qc_onq_snapdragon670_r2_inline2

Untuk meningkatkan AI menjadi lebih baik, SD670 kedapatan Hexagon Digital Signal Processor (DSP) 685 yang juga ditemukan pada Snapdragon 845. Mesin AI yang ada pada SD670 diklaim memiliki kinerja 1,8 kali lebih baik dari SD660. Qualcomm juga mengatakan bahwa AI yang mereka miliki mampu meningkatkan kualitas foto karena seting otomatis yang mereka miliki. Hal tersebut juga berlaku pada teknologi pengenalan suara.

Mesin AI yang dihadirkan pada SD670 mendukung framework machine learning baru seperti TensorFlow dan TensorFlow Lite dari Google, Caffe dan Caffe2 dari Facebook, Open Neural Network Exchange, dan SDK Neural Processing serta Hexagon Neural Network dari Qualcomm.

Sumber dan gambar: Qualcomm.