[Where Are They Now] Apa Kabar Lima Penggiat Startup Ini

Dalam waktu lima tahun terakhir banyak perubahan yang terjadi di dunia startup Indonesia. Merger dan akuisisi, pivot bisnis, pergantian posisi pimpinan, dan tutupnya startup mewarnai dinamika ini.

Beberapa orang yang menjadi pimpinan di suatu tempat kemudian memutuskan untuk mundur dan mendirikan startup baru. Berikut ini rangkuman informasi terkini beberapa penggiat startup yang tetap aktif di ekosistem ini.

Razi Thalib

Berada di bawah bendera PT Cinta Sukses Makmur, Setipe didirikan oleh Razi Thalib akhir tahun 2013. Di tahun 2017 Setipe mengumumkan pihaknya telah bergabung dengan Lunch Actually Group Singapura. Setipe menjadi unit bisnis di bawah kelolaan Lunch Actually Group dan Razi memimpin operasional Lunch Actually Group di Indonesia.

Setelah beberapa waktu mengelola Lunch Actually, Razi kemudian bergabung mendirikan RevoU. RevoU adalah platform pendidikan online yang mendorong individu mendapatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk meluncurkan karier yang sukses di bidang teknologi.

I have always been passionate about education. Dulu pernah terlibat bantu kembangkan Indonesia Mengajar. Setelah exit dari Setipe/Lunch Actually di awal tahun lalu, saat melakukan consulting sekaligus mencari next thing I wanted to focus on, kebetulan diajak ketemuan sama Matteo [rekan eks Zalora] dan ngobrol-ngobrol tentang ide RevoU. The rest is history,” kata Razi kepada DailySocial.

Razi menambahkan, saat bekerja di Zalora dulu dirinya melihat kesulitan untuk menemukan talenta di bidang teknologi. Khususnya di bidang yang dikuasai Razi secara personal, yaitu Product dan Marketing, startup kebanyakan harus merekrut anak muda yang cerdas untuk kemudian diberikan pelatihan.

“Setelah saya cek perkembangan mereka yang dulu gabung di tim saya, senang banget melihat mereka sudah menjadi some of the leading digital marketing professionals in the region. That experience inspires how we teach at RevoU and also our expectations of graduates when they get into the workforce,” kata Razi.

Daniel Tumiwa

Sosok yang satu ini sudah lama malah melintang di industri startup. Selain di startup e-commerce, Daniel Tumiwa juga aktif di Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) sebagai Chairman pertamanya. Tahun 2017 Daniel mengumumkan pengunduran dirinya sebagai CEO OLX Indonesia.

Setelah meninggalkan OLX, Daniel disibukkan dengan startup adtech yang bernama Adsvokat. Daniel mendapatkan inspirasi mengembangkan memberdayakan medium tradisional dengan memanfaatkan teknologi. Setelah berjalan selama 11 bulan, startup ini tak lagi dilanjutkan.

Saat ini Daniel mengurusi platform e-learning Udemy for Government. Marketplace edtech asal Amerika Serikat Udemy meresmikan kehadirannya di Indonesia awal tahun 2019 lalu. Udemy berisi konten edukasi yang mengarah ke pengembangan karier profesional dan pengayaan pribadi.

Alex Rusli

Nama Alex Rusli dikenal saat dirinya menjabat sebagai Direktur Utama dan CEO Indosat Ooredoo. Banyak inovasi teknologi yang dilahirkan saat dirinya memimpin Indosat, namun akhirnya kebanyakan layanan ini ditutup dan Indosat kembali fokus sebagai operator.

Tahun 2017 Alex mundur dari jabatannya. Dirinya kemudian disibukkan dengan kegiatan baru, termasuk Chairman iflix Indonesia dan Co-founder dan Direktur Digiasia Bios, sebuah holding startup yang didirikannya. Alex juga terlibat sebagai komisaris di tiga perusahaan (Hermina, Linknet, Unilever) dan menjadi angel investor di beberapa perusahaan.

Dayu Dara Permata

Dayu Dara Permata kita kenal ketika menggawangi kelahiran GoLife. Layanan ini sempat mewarnai diversifikasi produk Gojek, namun sayangnya harus ditutup tahun ini seiring dengan meredupnya efektivitas bisnis sejak akhir tahun lalu.

Lepas dari Gojek, Dayu mengembangkan startup baru yang menyasar sektor properti (proptech). Bersama Ahmed Aljunied, Pinhome didirikan untuk memfasilitasi transaksi properti agar lebih mudah, cepat, dan transparan dengan bantuan teknologi. Kepada DailySocial Dayu mengklaim Pinhome bukanlah sebuah property house atau marketplace.

“Pinhome sangat berbeda. Kami adalah sebuah platform online yang memfasilitasi interaksi antara pemilik, pembeli, dan agen properti. Sebagai pemilik properti akan sangat dimudahkan karena ke depannya kami akan memiliki akses ke ratusan ribu agen yang siap membantu memasarkan propertinya.”

Brata Rafly

Brata Rafly sudah cukup lama berkecimpung di dunia teknologi Indonesia, termasuk bekerja di Microsoft, Yahoo dan Intel. Tahun 2015 Brata resmi menjabat sebagai CEO Dimo. Dimo bergerak di layanan sistem pembayaran berbasis kode QR dengan jargonnya Pay by QR.

Lepas dari Dimo, Brata kemudian menjabat sebagai CEO Finfleet. Finfleet adalah bentuk pivot dari Etobee, sebuah startup marketplace logistik.

Finfleet menempatkan diri sebagai startup yang bergerak di logistik dengan layanan khusus jasa keuangan, dengan model bisnis B2B2C. Jenis layanannya mulai dari verifikasi konsumen, pengiriman produk keuangan seperti kartu debit dan kredit, pembayaran dan pick up (dokumen, COD, mobile ATM) dan akuisisi konsumen (jual produk keuangan).

Belajar dari Perjalanan Awal Setipe Hingga Diakuisisi Lunch Actually Group

Salah satu kehebohan di lanskap sartup Indonesia pada bulan ini adalah kabar akuisisi layanan perjodohan online Setipe oleh Lunch Actually Group Singapura. Implikasinya Setipe akan menjadi unit bisnis di bawah kelolaan Lunch Actually Group dan CEO Setipe Razi Thalib akan memimpin operasional Lunch Actually Group di Indonesia. Bergabungnya Setipe ke Lunch Actually Group ditargetkan mampu mendukung langkah untuk mendominasi industri perjodohan (online dan offline) di Indonesia.

Akuisisi ini justru menjadi kabar baik, pasalnya memberikan dampak kemitraan dan strategi bisnis yang lebih besar bagi kedua belah pihak. Terlebih founder-nya pun turut diboyong untuk berpartisipasi memimpin bisnis di basis startup didirikan. Sehingga layak untuk dicermati tentang pertimbangan apa yang dipikirkan oleh sang founder sehingga memilih untuk bergabung dengan perusahaan tersebut, dan apa kiatnya sehingga startup yang sudah didirikan dari nol dapat dilirik oleh perusahaan besar dari luar.

Untuk membahas topik tersebut, DailySocial akan menghadirkan langsung CEO Setipe Razi Thalib untuk berbagi tips dan kesan membawa Setipe dari awal didirikan hingga sekarang diakuisisi oleh Lunch Actually. Razi akan berbincang pada sesi #SelasaStartup bertemakan “#Startuplife: From Seed Funding, To Acquisition” yang akan diselenggarakan pada 23 Mei 2016 mulai 18.00 WIB bertempat di DailySocial HQ – Jln Tebet Timur Dalam II No. 14 (http://dly.social/map).

Acara ini dapat diikuti secara gratis oleh para penggiat startup atau siapapun yang tertarik untuk mempelajari bisnis digital dari perjalanan Setipe. Informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi laman http://dly.social/dswithrazi.

Setipe Diakuisisi Lunch Actually Group

Layanan perjodohan online Setipe mengumumkan pihaknya telah bergabung dengan Lunch Actually Group Singapura dengan nilai yang tidak diumumkan. Setipe akan menjadi unit bisnis di bawah kelolaan Lunch Actually Group dan CEO Setipe Razi Thalib akan memimpin operasional Lunch Actually Group di Indonesia. Bergabungnya Setipe ke Lunch Actually Group diharapkan bisa mendukung langkah mendominasi industri perjodohan (online dan offline) di Indonesia.

Secara bisnis, Setipe dan Lunch Actually tidak sepenuhnya beririsan. Lunch Actually, yang hadir tahun 2014 di Indonesia, lebih fokus ke kegiatan secara offline meskipun memiliki representasi online. Setipe, di sisi lain, membangun bisnisnya dari awal secara online.

Setipe diawali tahun 2014 oleh Razi Thalib dan Kevin Aluwi. Kevin sendiri sudah tidak aktif di Setipe setelah ikut mendirikan Go-Jek. Keduanya sempat sama-sama bekerja di Zalora Indonesia. Setipe adalah alumni Google Launchpad Accelerator batch kedua.

Sinergi kedua entitas tersebut tidak hanya terjadi akhir-akhir ini. Di tahun 2016, Setipe dan Lunch Actually sempat berkolaborasi meluncurkan situs edukasi perjodohan, meskipun tampaknya situs tersebut tidak bisa diakses lagi.

Kepada DailySocial, Razi tentang keputusan penggabungan bisnis ini mengatakan:

“Kami menyadari monetisasi layanan perjodohan membutuhkan kehadiran [bisnis] offline yang kuat. Kami pernah bermitra dengan Lunch Actually dan hubungan ini berlanjut dari situ. Lunch Actually telah melakukan hal ini selama 13 tahun. Pengalaman mereka dengan [kehadiran] offline / model hibrida, pengalaman penjualan, ambisi regional, dan yang terutama fokus yang sama soal hubungan [perjodohan] serius [mendorong kami merealisasikan hal ini].”

Secara statistik, Razi menyebutkan pencapaian Setipe adalah memiliki lebih dari 800 ribu pengguna dan lebih dari 200 undangan pernikahan (yang terhubung melalui Setipe). Dengan bergabungnya Setipe, secara total Lunch Actually Group memiliki 110 orang pegawai.

Di Indonesia, bisa dibilang pesaing Lunch Actually Group adalah Tinder dan Paktor. Yang terakhir, juga berasal dari Singapura, memiliki kehadiran yang serius di Indonesia.

Bergabungnya dua layanan ini diharapkan menjadi milestone bagi pertumbuhan grup. Setipe akan menjadi bagian produk Lunch Actually Group. Produk lainnya termasuk esync, LunchClick, Lunch Actually Academy, dan Peerage. Disebutkan Lunch Actually telah memiliki 2 juta pengguna di Indonesia.

Co-Founder dan CEO Lunch Actually Group Violet Lim dalam pernyataannya menyebutkan, “Kami terkesan dengan apa yang telah dilakukan Razi dan timnya dalam memperbesar Setipe, dan kami sangat antusias untuk memiliki mereka dalam ekspansi ini di Indonesia.”

“Dengan pengetahuan kuat akan budaya kencan lokal yang dimiliki Setipe dan telah menjadi merek ternama yang pertama kali muncul di dalam benak para single di Indonesia, ditambah dengan pengalaman 13 tahun dari Lunch Actually Group yang telah terbukti, kami percaya dengan bergabung bersama, kami akan mengembangkan bisnis ke tingkat yang lebih tinggi di Indonesia,” ujarnya.

Pasca penggabungan bisnis, Razi menyebutkan:

“Beberapa perubahan telah direncanakan untuk mengintegrasikan layanan Setipe ke dalam ekosistem Lunch Actually. Kami juga akan memperkenalkan sejumlah produk baru dalam beberapa minggu atau bulan ke depan. Kami akan fokus soal pendapatan dan keuntungan.”

Application Information Will Show Up Here

Dampak Kompetisi Pengembangan Aplikasi untuk Ekosistem Teknologi Digital

Ajang kompetisi Indonesia Next Apps 3.0 yang digelar Samsung bersamaan dengan peluncuran perangkat Samsung Z2 yang berbasis sistem operasi Tizen telah berakhir kemarin. Dalam kompetisi tersebut, para peserta yang berpartisipasi berlomba untuk menunjukkan inovasi terbaik mereka dalam membuat aplikasi. Namun pernahkan Anda bertanya, dampak apa yang bisa diberikan oleh sebuah ajang kompetisi pengembangan aplikasi terhadap ekosistem teknologi digital?

General Manager Infinys System Indonesia Dondy Bappedyanto yang menjadi salah satu juri untuk kategori Tizen Apps dalam kompetisi Indonesia Next Apps 3.0 (INA 3.0) menyampaikan bahwa kompetisi seperti INA sebenarnya bisa menjadi langkah awal para developer untuk memvalidasi apakah ide mereka bisa dilempar ke pasar atau tidak. Di samping itu, ini juga bisa mengisi kekosongan yang ada sekarang karena kompetisi-kompetisi serupa mulai jarang di Indonesia.

Dondy mengatakan, “Kompetisi seperti INA ini bagus karena yang seperti ini sudah mulai jarang di Indonesia. […] Jadi yang Samsung lakukan ini bisa mengisi kekosongan yang ada sekarang dan para developer di Indonesia bisa memanfaatkannya untuk menunjukkan karya mereka dan mendapatkan apresiasi. […] Setidaknya dengan kegiatan seperti ini mereka bisa melakukan validasi awal, apakah produknya cocok untuk dilempar ke pasar atau tidak.”

CEO Omni VR Nico Alyus yang menjadi juri di kategori virtual reality (VR) pun memberikan pendapat yang tidak jauh berbeda. Nico mengatakan bahwa industri VR yang saat ini masih berada di tahap sangat awal pertumbuhannya mebutuhkan hal-hal seperti kompetisi INA. Alasannya sederhana, kompetisi dianggap Nico bisa menjadi trigger bagi orang-orang untuk mulai membuat konten VR karena dari sini peluangnya bisa terlihat.

“Ini [kompetisi] harusnya bisa encourage orang untuk berani mencoba karena melihat opportunity-nya itu ada kalau memang dia [pengembang-pengembang] benar-benar ingin membuat sesuatu. Jadi, tidak hanya berpikir kalau ‘ini kayaknya seru’ karena itu hanya akan berakhir di situ saja. You have to make it, benar-benar membuatnya dan acara seperti ini bisa menajadi trigger bagi orang-orang untuk membuat apa yang mereka inginkan [di VR]. Ini yang harus di jaga agar ekosistemnya bisa berjalan,” kata Nico.

Nada yang sama juga datang dari CEO Setipa Razi Thalib yang menjadi juri di kategori wearable dalam kompetisi INA 3.0. Razi berpandangan, kompetisi seperti INA bisa memberikan indikasi awal bahwa developer yang mengembangkan aplikasi sudah mulai paham siapa target pasar mereka. Apalagi di ranah wearable yang membutuhkan perhatian dari sisi UI/UX karena memiliki limitasinya sendiri.

Pun begitu, ada satu hal yang masih menjadi perhatian yakni di sisi monetisasi layanan. Baik Razi, Dondy, maupun Nico sepakat bahwa salah satu kendala produk yang lahir dari sebuah kompetisi adalah model bisnis yang umumnya masih belum matang.

“Dari sisi kualitas, aplikasi yang ada itu sudah bagus. Tapi yang menjadi kekurangan, yang juga menjadi bagian dari proses nantinya, adalah maturity dari bagaimana men­-generate business model. […] Ini expected sebenarnya, karena saat ini orang kita memang masih lemah kalau membicarakan model bisnis yang kreatif,” ujar Dondy.

Dondy menambahkan, “Contohnya, kalau paid app itu kan kita sudah tahu susah laku di Indonesia. Sedangkan untuk in-app purchase yang dicari adalah bagaimana caranya agar orang mau melakukannya. Kalau tidak menarik, ya itu juga tidak laku. Hal-hal seperti ini yang saya lihat masih kurang, tetapi kalau dari sisi kualitas aplikasi itu sudah sangat bagus.”

Sementara itu Director at Samsung R&D Institute Indonesia Risman Adnan menyampaikan bahwa jika ada 1000 steps untuk menjadi entrepreneur yang sukses, kompetisi INA ini baru step dari 0 ke 1. Meski demikain, ini merupakan langkah paling penting karena artinya dia sudah mau memulai.

Di sisi yang lain, kompetisi INA 3.0 ini juga menjadi salah satu upaya Samsung untuk membantu melengkapi eksositem Tizen yang mulai dibawa masuk ke Indonesia. Melalui kompetisi ini, Samsung secara perlahan mulai memenuhi aplikasi-aplikasi yang bisa dijalankan di sistem operasi Tizen miliknya.

Lewat kompetisi ini juga, menurut Razi, harusnya para pengembang lokal dapat melihat peluang baru yang terbuka. Ada pasar baru yang bisa digarap jika memang eksositemnya nanti bisa berjalan, bertahan, dan tumbuh dengan subur di Indonesia.

Razi mengatakan, “Dari beberapa yang menang atau [nantinya] sukses dari kompetisi ini [INA 3.0] mungkin bisa menjadi contoh atau panutan bagi beberapa pengembang muda yang lain untuk melihat bahwa ini ada potensi untuk mengembangkannya. Merebut pasar lah istilahnya, daripada kita menunggu game dari luar.”

“Kalau ini bisa menjadi contoh atau panutan, harusnya bisa membantu orang-orang mengambil langkah untuk mengembangkan sesuatu [aplikasi]. […] Kalau nanti pasarnya berkembang, bisnis-bisnis, ide-ide, atau games development yang dibikin sekarang itu bisa menjadi membantu mengurangi barrier seseorang untuk mau mencoba hal yang baru [Tizen OS], “ tandasnya.

DScussion #60: Setipe dan Tantangan Layanan Dating Online di Indonesia

Razi Thalib sebagai CEO Setipe berbagi cerita tentang tantangan membangun startup dating online yang masih kesulitan untuk mendapatkan trust dari pengguna dan melakukan monetisasi.

Di Indonesia sendiri Setipe merupakan salah satu startup dating online lokal yang menerapkan proses penyeleksian ketat untuk pengguna yang ingin menikmati layanannya. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan pengguna yang tepat dan serius memanfaatkan layanan yang ada.

Bicara mengenai tren dating online dalam waktu 5 tahun ke depan, Razi Thalib menyebutkan konsumen di Indonesia memiliki kebiasaan unik dan tidak bisa disamakan dengan tren yang ada secara global, mulai dari personalisasi layanan hingga fitur yang dibutuhkan oleh pengguna.

Simak edisi lengkapnya di DScussion berikut ini:

Setipe dan Lunch Actually Luncurkan Situs Edukasi Dating Online

Faktanya saat ini masih banyak kalangan lajang pria dan wanita yang belum mempercayai dan masih enggan untuk mencoba berbagai layanan dating service atau online dating di Indonesia. Berbagai alasan pun kemudian mulai muncul, seperti takut ditipu, ancaman keselamatan hingga perampokan.

Menjawab keresahan tersebut, premium dating service asal Singapura Lunch Actually dan biro jodoh online lokal Setipe meluncurkan situs edukatif onlinedatingaman.org yang sarat dengan informasi, tips hingga fasilitas forum untuk mengedukasi dan mensosialisasikan perilaku kencan online yang sehat dan aman.

Online dating adalah industri yang relatif baru di Indonesia dan persentase orang yang telah mencoba online dating jauh lebih kecil daripada mereka yang belum pernah mencobanya. Karena itu lebih penting bagi pemain-pemain kredibel di industri ini untuk bekerja sama membangun customer base orang yang terbuka menggunakan online dating sebagai ajang menemukan pasangan hidupnya,” kata CEO Setipe Razi Thalib.

Dalam situs tersebut calon pengguna yang ingin memanfaatkan situs dating online bisa mempelajari terlebih dahulu hal-hal yang perlu dilakukan mulai dari mendaftarkan akun di situs dating online, memilih dan menentukan janji dan pertemuan hingga proses pertemuan dilakukan. Selain itu, situs tersebut juga dilengkapi dengan forum yang bisa dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman sesama pengguna yang telah memanfaatkan layanan dating online.

“Ketika masyarakat merasakan keamanan dan kenyamanan untuk mencari teman dan pasangan di online dating, industri akan terus bergerak ke arah positif. Semoga kerja sama ini memacu kami untuk terus meningkatkan pelayanan kami dan dapat memberikan dampak positif pada pertumbuhan industri ini di Indonesia. Dan situs kencan online menjadi pilihan bagi para lajang yang tidak punya waktu menemukan orang-orang baru di dunia nyata untuk mencoba mencari pasangan melalui dunia maya,” kata CEO Lunch Actually Group Violet Lim.

Baik Lunch Actually maupun Setipe saat ini sudah berhasil mempertemukan pasangan yang memanfaatkan layanan dating secara online. Setipe mengklaim saat ini telah berhasil mempertemukan 135 pasangan. Sementara Lunch Actually yang telah berusia 12 tahun, memiliki banyak pengalaman di bidang layanan online dating.

“Tentunya untuk meningkatkan awareness masyarakat yang masih ragu mencoba online dating, supaya mereka bisa memperlengkapi diri sebelum akhirnya bergabung online dating demi kenyamanan mereka dan juga menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sehingga menciptakan pengalaman online dating yang aman, nyaman dan menyenangkan,” tuntas Razi.

Dongkrak Kapabilitas Layanan, Setipe Segera Luncurkan Aplikasi Mobile

Aplikasi mobile Setipe segera hadir pada akhir pekan / Shutterstock

Platform kencan daring Setipe dikabarkan segera merilis layanannya dalam aplikasi mobile di akhir pekan ini. Pihaknya mengklaim berhasil mengakuisisi sekitar 450.000 pengguna sejauh ini. Peluncuran aplikasi ini diharapkan akan memuluskan rencana mereka untuk meraih sejuta pengguna hingga akhir tahun ini.

Continue reading Dongkrak Kapabilitas Layanan, Setipe Segera Luncurkan Aplikasi Mobile

Berikut ini Adalah Empat Strategi Media Sosial untuk Startup Anda

Media sosial dewasa ini adalah platform yang paling sering dimanfaatkan oleh startup untuk mendapatkan pertumbuhan secara organik. Kekuatan sosial media yang mampu menjangkau khalayak secara mudah dan murah, menjadi “senjata” yang menarik bagi startup dalam usahanya menarik lebih banyak pengguna. Beberapa praktisi membagikan tips-nya tentang bagaimana mengelola media sosial sebagai sarana pemasaran startup yang ampuh.

Continue reading Berikut ini Adalah Empat Strategi Media Sosial untuk Startup Anda

Sukses Raih 200 Ribu Pengguna, Setipe Targetkan Sejuta Pengguna di Akhir 2015

Sejak diluncurkan pada Oktober 2013, situs biro jodoh online Setipe  saat ini berhasil menggaet 200 ribu pengguna. Sukses ini tidak membuat para pengelola Setipe merasa puas. Mereka menargetkan penggunaan layanan menembus angka satu juta orang di akhir tahun ini, termasuk dengan berusaha menggaet segmentasi pasar yang lebih spesifik, seperti biro jodoh untuk single parent dan pasangan yang religius dengan mengakomodasi ta’aruf.

Continue reading Sukses Raih 200 Ribu Pengguna, Setipe Targetkan Sejuta Pengguna di Akhir 2015

Algoritma Biro Jodoh Setipe Berhasil Bantu Empat Pernikahan di Tahun Pertamanya

Delly&Gita-SETIPE-Team

Situs biro jodoh Setipe membeberkan kinerjanya sepanjang 2014 dengan setidaknya membantu empat pasangan bertemu dan menikah. Situs yang didirikan oleh  Razi Thalib, Kevin Aluwi, Pingkan Rumondor M.Psi, dan Christian Sugiono ini merupakan situs pencarian jodoh yang mengandalkan algoritma untuk mempertemukan pasangan yang cocok. Setipe kini telah memiliki lebih dari 80 ribu anggota.

Continue reading Algoritma Biro Jodoh Setipe Berhasil Bantu Empat Pernikahan di Tahun Pertamanya