Wallex Technologies Remittance Startup Secures Series A Funding

Wallex Technologies announces Series A Funding with undisclosed value. The Singapore-based financial technology startup received investment from BAce Capital, SMDV, and Skystar Capital. Participated also some investors from the previous round.

The recent funding is to be used by Wallex to expand its business scale in a number of new markets, as well as to maintain the current products.

“We are excited to partner with new investors, and get their support in some of the largest and most attractive economies in the world. We will continue with Wallex’s mission to empower SMEs by providing various tools to grow their businesses,” Wallex’s Co-founder & COO, Hiroyuki Kiga said.

Wallex, offering its service as an online remittance platform provider, announced its presence in Indonesia after obtaining a license from Bank Indonesia in late 2018. As a business, Wallex is quite confident in their business journey and performance. They claim to grow 20% every month.

“Wallex utilizes technology that facilitates, accelerates, and simplifies cross-border payments for SMEs. We pay close attention to the importance of digital payments after Covid-19 pandemi, therefore, SMEs can be part of economic recovery. We believe that Wallex has the potential to become a payment solution and digital wallet for the segment which is yet to use the service,” BAce Capital’s Managing Director, Mulyono said.

In Indonesia, online remittance services are a manifestation of the development of the financial technology industry. Some players have started running online remittance services in Indonesia. Those are Nium, Zendomoney, OY!, Transfez, and RemitPro.

One of Wallex’s plans with the fresh money is new services and upgrades of existing products. Wallex’s Co-founder & CEO, Jody Ong explained that they would soon be offering new services such as virtual receivable accounts and digital wallets with currency options in certain countries.

“This funding will help us develop the latest features for SME customers. By doing so, they can manage cash flow and protect themselves from foreign exchange risk on a single platform. We also continue to recruit workers and establish partnerships to expand the business,” Jody added.

Wallex is currently focusing on the B2B segment. To date, they received payments in more than 40 currencies. Regarding regulations, Wallex is currently regulated under the Monetary Authority of Singapore as the Main Payment Institution, Bank Indonesia, and the Hong Kong Custom and Excise Department.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Remitansi Wallex Technologies Raih Pendanaan Seri A

Wallex Technologies mengumumkan telah berhasil meraih pendanaan Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan. Startup teknologi finansial yang berkantor pusat di Singapura ini mendapat suntikan dana dari BAce Capital, SMDV, dan Skystar Capital. Beberapa investor yang terlibat alam pendanaan putaran sebelumnya juga turut berpartisipasi.

Rencananya pendanaan kali ini akan dimanfaatkan Wallex untuk memperluas skala usaha di sejumlah pasar baru, juga meningatkan produk-produk yang mereka miliki.

“Kami gembira untuk bermitra dengan investor-investor baru, serta memperoleh dukungan mereka di sejumlah perekonomian terbesar dan paling menarik di dunia. Kami akan terus menjalankan misi Wallex untuk memberdayakan kalangan UKM dengan menyediakan berbagai perangkat yang bisa mengembangkan bisnisnya,” ungkap Co-founder & COO Wallex Hiroyuki Kiga.

Wallex dengan layannya sebagai penyedia platform remitansi online mengumumkan kehadirannya di Indonesia setelah memperoleh izin transfer dana dari Bank Indonesia pada akhir 2018 silam. Sebagai sebuah bisnis, Wallex cukup yakin dengan perjalanan dan performa bisnis mereka. Mereka mengklaim berkembang 20% setiap bulan.

“Wallex memanfaatkan teknologi yang mempermudah, mempercepat, dan menyederhanakan pembayaran lintas negara bagi kalangan UKM. Kami mencermati pentingnya pembayaran digital setelah Covid-19 berlalu agar UKM bisa terlibat dalam pemulihan ekonomi. Kam yakin bahwa Wallex sangat berpotensi menjadi solusi pembayaran dan dompet digital untuk segmen yang belum banyak memanfaatkan layanan tersebut,” terang Managing Director BAce Capital Mulyono.

Di Indonesia sendiri layanan remitansi online adalah salah satu perwujudan perkembangan industri teknologi finansial. Beberapa nama sudah mulai menjalankan layanan remitansi online di Indonesia. Mereka adalah Nium, Zendomoney, OY!, Transfez, dan RemitPro.

Salah satu rencana Wallex dengan pendanaan ini adalah layanan baru dan peningkatan produk-produk yang sudah ada. Co-founder & CEO Wallex Jody Ong menjelaskan mereka akan segera menawarkan layanan baru seperti virtual receivable account dan dompet digital dalam berbagai mata uang di negara-negara tertentu.

“Pendanaan ini akan membantu kami untuk membangun fitur-fitur mutakhir bagi pelanggan UKM. Dengan demikian mereka dapat mengelola arus kas dan melindungi diri dari risiko valas pada suatu platform tunggal. Kami juga terus merekrut tenaga kerja dan menjalin kemitraan demi memperluas bisnis,” imbuh Jody.

Wallex saat ini memang tengah berfokus pada segmen B2B. Untuk saat ini mereka menerima pembayaran dalam lebih dari 40 mata uang. Terkait regulasi untuk saat ini Wallex diregulasi Monetary Authority of Singapore sebagai Lembaga Pembayaran Utama, Bank Indonesia, dan Hongkong Custom and Excise Department.

Perjalanan Wallex di Indonesia

Pihak Wallex mengaku bahwa mendapatkan lisensi resmi di Indonesia adalah salah satu capain penting mereka. Dengan lisensi tersebut kini Wallex bisa menawarkan solusi mereka yang berupa layanan pembayaran untuk 40 lebih kurs dari Indonesia.

“Dalam setahun beroperasi, kami masuk top 15 penyedia pengiriman uang untuk nilai transaksi (oleh Bank Indonesia). Pertumbuhan yang cepat ini sangat menggembirakan bagi kami,” klaim Co-founder dan COO Wallex Hiroyuki Kiga.

Ia juga melanjutkan bahwa transaksi pembayaran internasional melalui media digital masih dalam tahap sangat baru di Indonesia yang kebanyakan masih offline atau datang ke bank, sehingga Wallex pun mencoba mengambil peran dalam mengedukasi masyarakat terkait layanan remitansi online.

Sebagai salah satu pemain di industri yang cukup baru membangun kepercayaan pengguna juga menjadi salah satu tantangan. Selanjutnya, di Indonesia Wallex akan fokus pada menjangkau lebih banyak UKM terutama mereka yang ada di luar Jakarta.

 

Aplikasi Remitansi Zendmoney Fokus Jembatani Pekerja Migran

Masih besarnya peluang untuk menghadirkan layanan remitansi kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI), menjadi salah satu alasan Zendmoney diluncurkan. Didirikan oleh Bong Defendy, layanan ini telah mengantongi izin beroperasi dari Bank Indonesia. Selain PMI, mereka juga targetkan sektor UKM dalam usaha ekspor/impor. Pada dasarnya layanan remitansi memungkinkan pengguna memanfaatkan jasa pengiriman uang antarnegara secara  aman, cepat, dan terjangkau.

“Secara khusus negara yang kami sasar adalah negara di mana banyak PMI bekerja. Mulai dari Tiongkok, Malaysia, Singapura, hingga Hong Kong. Untuk negara seperti Malaysia dan Hong Kong kebanyakan yang menggunakan Zendmoney adalah para pekerja migran. Sementara untuk negara seperti Tiongkok dan Singapura banyak pelaku UKM yang melakukan transaksi,” kata CEO Zendmoney Bong Defendy.

Memiliki Zmart Store


Cara kerja yang diterapkan oleh Zendmoney serupa dengan layanan remitansi lainnya. Namun yang membedakan, semua mitra atau agen yang bergabung diberikan perangkat khusus. Sementara untuk pemain lainnya kebanyakan memanfaatkan perangkat pribadi milik agen. Saat ini Zendmoney juga telah menjalin kemitraan dengan POS Indonesia.

“Kami memiliki Toko Semar (Zmart Store) yang dikelola oleh para agen di 4 negara. Kebanyakan transaksi yang dilakukan oleh para pekerja migran di luar negeri adalah langsung melalui agen atau yang biasa kami sebut teller. Saat ini Zendmoney memiliki sekitar 100 ribu pengguna aktif,” kata Defendy.

Disinggung apakah penggunaan aplikasi pengguna sudah maksimal, Defendy menyebutkan aplikasi untuk pengguna sudah meluncur sejak tahun 2019 lalu. Namun karena adanya penambahan fitur dan pengembangan sistem, aplikasi sempat ditunda penggunaan dan hanya digunakan oleh kalangan terbatas. Saat ini menurut informasi di Play Store, aplikasi ZMART milik Zendmoney baru diunduh sekitar 50 ribu pengguna.

“Tahun ini kami akan memaksimalkan penggunaan fitur yang tersedia di aplikasi, mulai dari pembelian pulsa, pembayaran PLN, hingga pembayaran uang sekolah. Harapannya semua pengguna bisa mengontrol uang yang dikirimkan ke keluarga melalui aplikasi setelah proses konversi diterapkan,” kata Defendy.

Disinggung seperti apa behavior pengguna Zendmoney yang melakukan pengiriman uang, disebutkan untuk pengiriman uang dalam skala waktu yang cukup rutin banyak dilakukan oleh pekerja migran dengan nominal yang tidak terlalu besar jumlahnya. Sementara untuk pelaku UKM yang banyak melakukan kegiatan bisnis dengan negara seperti Tiongkok dan Singapura, kebanyakan lebih sedikit jumlah pengiriman uang, namun nominal uang yang dikirimkan cukup besar jumlahnya per pengiriman.

“Secara keseluruhan kami tidak melakukan grading masing-masing penggunaan. Namun sesuai dengan fokus Zendmoney dari awal adalah pekerja migran, yang masih mendominasi penggunaan remitansi di platform Zendmoney,” kata Defendy.

Menambah produk untuk traveller

Saat ini Zendmoney telah tersedia di 50 lokasi di 4 negara. Sementara itu transaksi remitansi yang berhasil dibukukan setiap bulannya berkisar Rp40 miliar.

Masih dalam proses pengembangan, Zendmoney akan meluncurkan kartu Zmart Trip, yang bisa digunakan para traveller saat melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Untuk produk tersebut rencananya akan diluncurkan segera tahun ini.

“Konsep kerjanya serupa dengan kartu kredit. Pengguna bisa mengisi uang sesuai dengan jumlah yang diinginkan, nantinya kartu tersebut bisa digunakan untuk transaksi semua produk menyesuaikan konversi yang berlaku,” kata Defendy.

Persyaratan yang dikenakan kepada pengguna adalah, cukup mengisi e-formulir dan menyertakan data diri paspor. Jika dinyatakan lulus proses kurasi, pengguna bisa memanfaatkan kartu Smart Trip di mancanegara.

Application Information Will Show Up Here

Perkaya Fitur, OY! Indonesia Luncurkan Layanan Remitansi

OY! Indonesia adalah salah satu perusahaan fintech yang terus mencoba memperkaya fitur demi memuaskan pelanggannya. Bermula sejak tahun 2016 degan konsep aplikasi chat, kini mereka menjelma sebagai aplikasi keuangan yang memiliki fokus untuk memudahkan kehidupan finansial secara menyeluruh.

OY! Indonesia mengklaim diri sebagai wallet aggregator, sebuah layanan yang memungkinkan pengguna untuk menghubungkan berbagai macam kartu debit yang dimiliki untuk bisa langsung bertransaksi atau melakukan transfer. Sederhananya mereka berusaha menjadi sebuah aplikasi mobile banking yang menghubungkan banyak akun perbankan di satu kanal.

Kini startup yang digawangi Jesayas Ferdinandus, Jan Kristanto dan Hilfi Alkaff baru saja merilis fitur baru, yakni remitansi. Memungkinkan pengguna mengirim dan menerima uang dari luar negeri.

“Mulai tahun ini, fitur transfer uang dalam aplikasi OY! Indonesia tidak hanya antar-bank di dalam negeri namun juga ke luar negeri, dan pastinya dengan biaya transfer yang paling terjangkau. Beberapa negara yang dapat menjadi penerima adalah Singapura, Malaysia, Thailand, India, Korea Selatan dan China,” jelas Head of Marketing Sarah Azzahra Rilyad.

Remitansi mulai banyak diinisiasi perusahaan fintech dalam negeri

Di Indonesia sendiri layanan remitansi ini sudah diterapkan oleh beberapa perusahaan fintech, di antaranya adalah Transfez, per akhir Januari 2020 layanan remitansi mereka sudah bisa menjangkau 37 negara, baik Asia dan Eropa. Uang yang dikirim pun sudah mencapai Rp220 miliar.

Ada juga TrueMoney, yang pada pertengahan 2019 sudah mulai merencanakan fitur remitansi untuk pengiriman ke Malaysia, Singaura, Filipina, Nigeria, dan Pantai Gading. RemitPro, Top Remit juga tak mau ketinggalan. Layanan terbaru dari Digiasia Bios ini bermitra dengan Western Union.

Selain perusahaan fintech dalam negeri penyedia layanan remitansi dari luar negeri juga sudah mulai memasuki pasar Indonesia. Di 2018 silam, Wallex Asia resmi masuk ke Indonesia pasca mendapatkan investasi yang dipimpin oleh Beenxt dan diikuti oleh Central Capital Ventura dan Indonusa Dwitama.

Kendati bukan menjadi yang pertama OY! Indonesia merasa peluang mereka masih cukup besar untuk tumbuh. Selain karena potensi transfer uang dari dan ke luar negeri masih cukup tinggi OY! Indonesia juga cukup yakin bahwa fitur remitansi mereka lebih sederhana dan mudah digunakan.

Saat ini perusahaan juga sudah mendapatkan izin dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara transfer dana. Seperti diketahui, beberapa layanan finansial berbasis pembayaran dan pinjaman diregulasi ketat oleh otoritas, sehingga konsumen pun harus selalu memastikan layanan yang digunakan sudah berizin.

Kehadiran fitur remitansi di aplikasi finansial merupakan bentuk dari inovasi lanjutan teknologi finansial di Indonesia. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir inovasi di sektor finansial terus diupayakan berbagai pihak. E-money sekarang sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat, dan yang dibutuhkan sekarang adalah fungsionalitas yang lebih tinggi dari sebuah layanan teknologi finansial.

Remitansi dan ambisi OY! Indonesia jadi aplikasi finansial paling lengkap

Di luar remitansi, mereka juga memiliki fitur untuk transfer antar bank dan top up tanpa dikenakan biaya. Selain itu mereka juga memiliki fitur personal finance management, sebuah fitur yang memugkinkan pengguna melakukan pelacakan pengeluaran dan pemasukan yang dapat dikategorikan sesuai dengan peruntukannya.

Per awa tahun 2020 ini mereka mengklaim sudah memiliki 500 ribu basis pengguna. Pertumbuhan ini juga bakal digenjot seiring dengan banyaknya fitur dan juga promosi yang dilakukan.

“[Tahun ini kami berharap] Semakin luas dalam melakukan penetrasi pasar, mengembangkan basis pengguna untuk transfer dari dan ke luar negeri sekaligus menambah negara-negara yang dapat menerima layanan International Remittance. Selain itu, kami juga terus mengembangkan kemitraan dengan produk-produk finansial untuk menambah pelayanan referral produk finansial dalam aplikasi OY!,” pungkas Sarah.

Application Information Will Show Up Here

Transfez Introduced as a Local Online Remittance Startup

The remittance business is still lucrative to this day. Especially startups that touch this niche are still a handful. A brand new startup named Transfez appeared trying to reap a fortune in the remittance business.

Transfez CEO Edo Windratno said that the initiative to establish a startup appeared in 2018. The experience of sending money in conventional remittance services that takes time and high costs is the reason Windratno makes similar services more efficient. In December 2019 Windratno and his team finally released the Transfez application on Android and iOS.

“Our goal is to make cross-region transfer in this country as easy as a domestic transfer,” Windratno said when being interviewed at his office.

Even though it has been only a month, Transfez developed quickly. The remittance services now reach 37 countries across Asia and Europe. This service is claimed to have sent money of up to 220 billion with users mostly come from students and importers. However, Transfez is currently available to send money from Indonesia abroad.

As a reference, TransferWise is the most popular global remittance startup that currently supports sending funds to Indonesia, including various local e-money platforms.

Mechanism

Fast and cheap are the two things that Edo highlighted from Transfez. The average time required for Transfez to transfer funds is around one day. However, for some destinations, such as South Korea and India, they only need 5 minutes. While the cheap factor is due to transaction costs they charge starts from Rp 50,000 to Rp 100,000.

In each destination, Transfez holds at least one financial or banking institution as partners. The Transfez system requires users to send to their account first. Next, their partners will send money with an equivalent value of the nominal transferred.

“We eliminate various parties involvement which applies in conventional remittances, therefore, we can compete in terms of speed and price,” he added.

Transfez gains income from every transaction that occurs. The inclome also comes from margin exchange as well as the remittance business in general.

Target

Transfez has obtained a license from Bank Indonesia (BI), and its ambition is to expand to 80 destination countries this year. They are targeting some areas, such as the United States, South America, and Africa. In terms of features, they are determined to facilitate sending money from abroad to Indonesia.

Eventually, Transfez has passed the bootstrap phase, which indicates they’re moving towards a funding round. Nevertheless, they are yet to reveal more about this. “There is [plan], but can not be revealed,” Windratno said.

Opportunities in the remittance market are currently wide open in Indonesia. The World Bank (2018) noted that the amount of remittances to Indonesia has reached US$ 11 billion or around Rp150 trillion. While the amount of remittances out was around US$ 5 billion or Rp68.5 trillion. With a relatively small number of players, the opportunity to reap profits in this business is wide open for Transfez.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Transfez Hadir Sebagai Startup Remitansi Online Lokal

Bisnis remitansi masih menggiurkan hingga saat ini. Terlebih startup yang menyentuh ceruk ini masih segelintir. Startup anyar bernama Transfez muncul mencoba memetik peruntungan di bisnis remitansi ini.

CEO Transfez Edo Windratno becerita inisiatif mendirikan startup ini muncul pada 2018. Pengalaman mengirim uang di jasa remitansi konvensional yang memakan waktu dan biaya transaksi yang besar jadi alasan Edo membuat layanan serupa yang lebih efisien. Di bulan Desember 2019 akhirnya Edo dan tim merilis aplikasi Transfez di Android dan iOS.

Goal kita membuat transfer dana lintas negara ini semudah transfer domestik,” ucap Edo saat ditemui di kantornya.

Meski baru berumur sebulan lebih, Transfez bergerak cepat. Layanan remitansi mereka sudah bisa menjangkau 37 negara yang tersebar di Asia dan Eropa. Layanan ini diklaim sudah mengirimkan uang hingga Rp220 miliar dengan pengguna paling banyak dipakai dari pelajar dan importir. Meski begitu, Transfez saat ini baru bisa digunakan untuk mengirim uang dari Indonesia ke luar negeri.

Sebagai referensi, TransferWise adalah startup remitansi global paling populer saat ini yang telah mendukung pengiriman dana ke Indonesia, termasuk ke berbagai platform e-money lokal.

Cara kerja

Cepat dan murah merupakan dua hal paling dibanggakan oleh Edo dari Transfez. Rata-rata waktu yang dibutuhkan Transfez untuk tranfer dana sekitar satu hari. Namun untuk beberapa negara tujuan, seperti Korea Selatan dan India, mereka hanya butuh 5 menit. Sementara faktor murahnya karena biaya transaksi yang mereka kenakan berkisar Rp50.000-Rp100.000.

Di setiap negara tujuan, Transfez memegang setidaknya satu institusi keuangan atau perbankan sebagai mitra kerja. Sistem Transfez mengharuskan pengguna mengirim ke rekening mereka dahulu. Setelahnya mitra mereka akan mengirimkan uang dengan nilai setara dari nominal yang ditransfer.

“Kita mengeliminasi keterlibatan berbagai pihak yang mana berlaku di remitansi konvensional makanya kita bisa bersaing dari segi kecepatan dan harga,” imbuh Edo.

Transfez memperoleh pendapatan dari setiap transaksi yang terjadi. Mereka pun juga mendapat pendapatan dari margin exchange sebagaimana bisnis remitansi pada umumnya.

Target

Transfez yang telah mengantongi izin dari Bank Indonesia (BI) berambisi memperluas negara tujuannya menjadi 80 negara di tahun ini. Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Afrika, merupakan kawasan yang jadi bidikan mereka. Dari segi fitur, mereka bertekad dapat memfasilitasi pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia.

Terakhir, Transfez yang sudah melewati fase bootstrap ini mengindikasikan sedang bergerak menuju putaran pendanaan. Kendati begitu mereka masih sungkan bercerita lebih banyak mengenai hal ini. “Ada, tapi belum bisa diceritakan,” pungkas Edo.

Peluang di pasar remitansi memang masih terbuka lebar di Indonesia. World Bank (2018) mencatat uang remitansi yang masuk ke Indonesia mencapai US$11 miliar atau sekitar Rp150 triliun. Sementara remitansi yang terjadi keluar berkisar US$5 miliar atau Rp68,5 triliun. Dengan jumlah pemain yang terbilang masih sedikit, peluang meraup untung di bisnis ini terbuka lebar bagi Transfez.

Application Information Will Show Up Here

Pengguna TransferWise Bisa Kirim Uang dari Luar Negeri ke Akun Dana, Gopay, dan Ovo

TransferWise, startup remitansi berbasis di Eropa disebut sudah mulai memproses pembayaran internasional ke beberapa e-wallet Indonesia, Filipina, dan Bangladesh. Dikutip dari Reuters, langkah tersebut dilakukan untuk melebarkan jangkauan penerimaan pembayaran dan menjadi keseriusan perusahaan dalam memasuki pasar Asia.

Di luar itu, pertimbangan paling besar mungkin karena maraknya penggunaan aplikasi e-wallet di kawasan tersebut, sekaligus masih banyaknya kalangan unbanked di negara berkembang yang disasar.

“Ini pengakuan bahwa mungkin di masa depan kita akan melihat dompet yang sama dengan rekening bank,” terang CEO  TransferWise Kristo Käärmann.

Untuk Indonesia pengguna TransferWise bisa melakukan pengiriman uang ke Gopay, Ovo, dan Dana. Ketiganya saat ini masuk dalam jajaran pemimpin pasar untuk aplikasi pembayaran digital di Indonesia berkat integrasi dan kolaborasi yang dilakukan dengan banyak layanan.

Sementara untuk Filipina pengguna TransferWise dapat melakukan pembayaran ke layanan GCash yang juga didukung oleh Ant Financial dan PayMaya. Dan untuk Bangladesh memungkinkan penggunanya mengirimkan ke BKash.

Prosesnya masih satu arah, aplikasi e-wallet tersebut hanya bisa menerima pengiriman uang dari luar. Sementara untuk pengiriman uang belum bisa dilakukan.

Detail biaya pengiriman dan dana maksimal juga belum diinformasikan. Namun jika melihat batasan yang ada di aturan Bank Indonesia mengenai e-money, maksimal nilai yang disimpan 10 juta Rupiah, dengan transaksi per bulan maksimal 20 juta Rupiah.

Di Indonesia, layanan remitansi sendiri diatur oleh Bank Indonesia. Setiap pemain yang akan menghadirkan layanan terkait wajib untuk mendapatkan lisensi dari otoritas. Sejauh ini sudah ada beberapa pemain yang menawarkan solusi pengiriman uang ke luar negeri, salah satunya Top Remit.

Flip Luncurkan “Big Flip”, Mudahkan Bisnis Transfer Dana secara Massal

Flip, salah satu startup visioner di bidang teknologi finansial berhasil membukukan pertumbuhan 100 kali lipat untuk nilai transaksi. Pertumbuhan ini dihitung sejak tahun 2016 ketika awal mula perusahaan ini mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia.

Mereka sudah miliki 600 ribu lebih pengguna terdaftar. Kemunculan aplikasi Android pada Februari 2017 mendongkrak jumlah pengguna dan traksaksi mereka.

Solusi yang ditawarkan Flip memang terlihat sederhana, tapi kehadirannya dirasa cukup membantu banyak pengguna. Mereka hadir dengan solusi memangkas biaya transfer dana antar bank.

Beberapa bank baru juga terus dijajaki untuk bisa membangun lebih banyak integrasi. Strategi ini cukup berhasil untuk merayu lebih banyak pengguna dan membuat betah pengguna setia.

“Sebagai pionir perusahaan fintech yang sudah mendapat lisensi dari Bank Indonesia, Flip cenderung lebih mudah untuk bekerja sama dengan perusahaan fintech lain yang membutuhkan integrasi pengiriman uang yang terpercaya, mudah, dan hemat. Bentuk kerja sama biasanya melalui pencairan dari dompet digital, pembayaran bagi hasil ke investor, serta pengiriman uang melalui network agen,” terang Head Business Development Flip Siti Nursari Ismarini.

Dalam perjalanan mengembangkan bisnisnya Flip bukan tanpa tantangan, ada beberapa hal yang harus dihadapi oleh tim Flip untuk terus berkembang. Salah satunya ada pada mendapatkan talenta yang berkompeten di bidang pengembangan dan produk.

Big Flip sebagai solusi untuk bisnis

Selain solusi pengiriman untuk pengguna biasa, Flip juga memiliki Big Flip yang ditujukan oleh pengguna bisnis. Layanan ini pertama kali diluncurkan pada Maret 2017.

Yang membedakan dengan Flip reguler, Big Flip mampu melakukan pengiriman secara real time ke 84 bank di seluruh Indonesia. Selain itu juga bisa mengakomodasi upload batch via CSV hingga 20.000 tujuan dalam satu waktu untuk kebutuhan transfer ke banyak rekening sekaligus secara otomatis melalui integrasi API Host-to-Host.

“Jika Flip reguler lebih fokus membantu individu melakukan transaksi kirim uang untuk kebutuhan personal, Big Flip lebih fokus pada membantu bisnis melakukan operasional keuangan seperti penggajian, pembayaran ke partner bisnis maupun ke refund ke customer,” jelas Co-founder Flip Rafi Putra Arriyan.

Flip saat ini sudah resmi mendapatkan lisensi remittance dari Bank Indonesia sehingga bisa membantu penyelenggara remitansi asing atau lokal yang ingin mengirimkan uang ke rekening bank di Indonesia.

Sejauh ini Big Flip sudah memiliki 400 pengguna aktif baik dari startup, UKM, maupun korporasi. Jumlah ini diprediksi pihak Flip terus bertumbuh melihat tren sejauh ini. Beberapa pengguna aktif Big Flip sejauh ini ada Tokopedia, Tiket.com, dan Ruangguru.

Fokus dan target selanjutnya

Untuk mempertahankan dan mendongkrak laju pertumbuhan bisnis, Flip tengah fokus pada pengembangan kerja sama strategis dengan bank-bank besar dan layanan transfer dana. Mereka juga tengah fokus pada pengembangan sistem infrastruktur internal untuk menampung kapasitas transaksi yang lebih besar di tahun depan.

Sementara untuk Big Flip, mereka tengah fokus pada pengembangan fitur produk sesuai kebutuhan dan meningkatkan awareness mengenai produk.

“Target hingga tahun ini adalah penambahan kerja sama dengan bank baru, saat ini kami sedang ada voting bank baru di flip.id/voting. Launch fitur layanan pengiriman uang ke luar negeri dan meningkatkan performa Flip agar dapat sesuai ekspektasi para pengguna Flip dan Big Flip,” tutup Rafi.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Asal Medan “Top Remit” Hadirkan Platform Online untuk Kirim Uang ke Luar Negeri

Top Remit merupakan startup berbasis di Medan yang mengembangkan layanan online untuk pengiriman uang ke luar negeri. Mereka telah mengantongi perizinan dari Bank Indonesia sebagai perusahaan “Penyelenggara Transfer Dana”.

Didirikan oleh Hermanto (CEO) dan Henry Wirawan (CTO), Top Remit sudah berdiri sejak tahun 2009, kala itu masih melayani konsumennya secara offline. Situs online baru diluncurkan pada bulan Agustus 2018 lalu, karena kebutuhan masyarakat yang semakin mengarah ke digital.

Top Remit adalah perusahaan pengiriman uang ke luar negeri berbasis online pertama di Indonesia. Kami memiliki misi untuk membantu masyarakat mengirimkan uang dengan efisien dalam hal menghemat waktu, transportasi dan biaya pengiriman,” ujar Hermanto kepada DailySocial.

Dengan sistem online, Top Remit menyajikan layanan pengiriman online tanpa dibatasi waktu dan dapat dilacak prosesnya secara real-time. Dalam prosedurnya, biaya dibebankan kepada pengirim, sehingga uang akan diterima penuh tanpa ada potongan apapun. Pengiriman dana dapat dimulai dari nominal terkecil 10 ribu Rupiah.

“Dengan Top Remit pengguna dapat menghemat hingga 80% biaya transfer, jika dibandingkan dengan transaksi melalui bank. Fee dan rate dijamin transparan, tanpa ada biaya-biaya tersembunyi. Jika transaksi gagal, sepenuhnya uang dikembalikan kepada pengirim,” jelas Hermanto.

Dalam melayani pengiriman uang, ada empat fitur utama yang juga disuguhkan Top Remit. Ada “Bank Transfer”, memungkinkan pengirim menambahkan pengaturan agar uang ditransfer langsung ke rekening bank penerima. Selain itu terdapat fitur “Cash Pickup”, penerima dapat mengambil uang melalui agen terdekat.

Fitur “Home Delivery” turut dihadirkan, untuk meminta bantuan khusus mengirimkan uang ke lokasi yang ditentukan. Top Remit juga menjembatani pengiriman yang ditujukan ke akun e-wallet milik pengguna di negara tujuan.

Latar belakang pengembangan sistem

Hermanto turut menuturkan, ada tiga hal yang membuatnya yakni bahwa layanan Top Remit memang dibutuhkan pasar. Pertama, sejauh ini biaya pengiriman uang yang dibebankan bank dinilai cukup mahal. Pada umumnya akan ada tiga biaya yang harus ditanggung ketika ingin mengirimkan uang ke luar negeri, yakni admin fee (sekitar Rp100.000), full amount fee (sekitar $25), dan receiver fee (sekitar $5).

“Kalau dihitung bisa mencapai Rp500.000 untuk sekali kirim. Isunya saat masyarakat ingin mengirimkan uang dalam jumlah kecil, biayanya jadi sangat terasa.”

Kedua, pelayanan manual yang kurang efektif. Khususnya pengalaman founder di Medan, ketika ingin mengirimkan uang melalui Kantor Pos cukup banyak berkas formulir yang harus diisi. Belum lagi jatah menunggu antrean yang bisa saja memakan waktu berjam-jam. Permasalahan ini yang membuat Top Remit menerapkan sistem pendaftaran, sehingga pengguna bisa bertransaksi berkali-kali tanpa harus mengisikan berkas terkait identitas secara berulang.

“Ketiga, ini yang paling nyesek. Seorang Ibu datang jauh dari luar kota ke kantor kami hanya untuk kirim uang senilai Rp500.000 untuk anaknya di Malaysia karena kebutuhan mendesak. Bayangkan saja waktu yang dihabiskan beberapa jam dan biaya transportasi yang habis dalam perjalanan sangat disayangkan. Dari kejadian ini, kami dan tim terdorong untuk membangun sebuah platform online yang bisa membantu orang kirim uang ke luar negeri tanpa harus keluar rumah,” kata Hermanto.

Saat ini sudah cukup banyak negara tujuan yang diakomodasi layanan Top Remit. Berikut daftar beserta flat rate-nya: Bangladesh (Rp75.000), China (Rp100.000), Filipina (Rp75.000), India (Rp75.000), Jepang (Rp170.000), Kamboja (Rp100.000), Malaysia (Rp45.000), Nepal (Rp75.000), Pakistan (Rp75.000), Singapura (Rp75.000), Thailand (Rp120.000), Sri Lanka (Rp100.000), dan Vietnam (Rp90.000).

“Target kami meluncurkan aplikasi di Q3 2019 dan ekspansi negara baru Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan Eropa di akhir tahun 2019,” tutup Hermanto.

Memang sejauh ini belum ada platform lokal yang mengakomodasi penuh kegiatan pengiriman uang ke luar negeri –biasanya disebut dengan remitansi. Ada beberapa pemain yang sudah menginisiasi modal bisnis tersebut.

Misalnya LinkAja, mereka secara khusus bekerja sama dengan bank di Singapura untuk dapat saling berkirim dana melalui platformnya. Namun cakupannya baru satu negara. Ada juga RemitPro, namun jika mengamati di situsnya masih belum sepenuhnya optimal digital yang dapat diakses secara perorangan.

Potensi layanan remitansi yang besar turut membawa investor seperti MDI Venture berinvestasi pada startup di bidang tersebut. Akhir tahun 2018 lalu mereka memimpin pendanaan seri C $20 juta untuk Instarem, startup fintech remitansi asal Singapura.

Mendalami Strategi Bisnis Koku di Indonesia, Tawarkan Teknologi SaaS untuk Institusi Keuangan

Setelah sebelumnya mengumumkan rencana ekspansi ke Indonesia, startup teknologi finansial asal Singapura Koku saat ini telah melakukan perbincangan dengan tiga perusahaan asal Indonesia untuk kemudian memanfaatkan teknologi Koku menawarkan solusi teknologi untuk pertukaran mata uang asing (valas).

Founder & CEO Koku Calvin Goh mengungkapkan, belum bisa disebutkan apa saja startup dan institusi keuangan yang bakal menggunakan teknologi SaaS milik Koku. Ia mencatat selama ini klien yang telah memanfaatkan teknologi mereka adalah perusahaan yang ingin melakukan ekspansi ke luar negeri.

Koku memiliki target hingga tahun 2020 mendatang bisa menambah 10 klien di Indonesia. Tahun ini Koku telah mengantongi pendanaan pra-seri A sebesar USD 2 juta yang dipimpin oleh Jason Zeng, Co-Founder Tencent dan Founder Decent Capital.

“Sebagai perusahaan teknologi, kami ingin membantu dan melengkapi startup untuk memperdalam proses dan teknologi mereka. Sementara untuk perusahaan konvensional, bisa mengadopsi teknologi dan memanfaatkan layanan kami seperti Know Your Customer (KYC) hingga pengolahan data. Semua bisa dikustomisasi oleh klien berdasarkan kebutuhan mereka.”

Secara khusus Indonesia merupakan negara yang menjadi fokus bagi Koku di Asia Tenggara selain Filipina. Melihat besarnya peluang, tren penggunaan smartphone yang meluas di Indonesia hingga masih banyaknya masyarakat unbankable di Indonesia. Koku ingin mengadopsi sistem keagenan sebagai pengganti layanan yang biasanya disediakan oleh perbankan.

“Kebanyakan klien kami adalah perusahaan atau startup yang masuk dalam kategori LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank), tidak memiliki niat untuk men-distrupt layanan perbankan, Koku ingin menjadi tech enabler perusahaan yang membutuhkan sistem terpadu untuk merancang, mengembangkan, dan menyediakan teknologi untuk mereka yang belum tersentuh layanan,” kata Calvin.

Memiliki jaringan global

Sebagai solusi teknologi penukaran mata uang asing yang memberdayakan operator transfer uang non-bank, saat ini Koku mengklaim menjadi platform pertama yang hadir di Indonesia. Meskipun memiliki kompetitor di negara Eropa hingga Amerika Serikat, Koku secara khusus hanya menargetkan Asia Tenggara untuk segmentasi pasar. Pihaknya juga telah memiliki jaringan secara global yang bisa bermanfaat untuk klien mereka di Indonesia.

“Kami percaya saat ini Asia Tenggara merupakan kawasan yang paling relevan untuk model bisnis kami. Untuk melancarkan rencana tersebut khususnya di Indonesia, Koku akan bergerak untuk berkolaborasi dengan mitra-mitra ahli di pasar lokal. Para mitra ini termasuk adalah para pemain industri layanan e-wallet, pinjaman mikro dan perusahaan pembayaran, serta bisnis remitansi dan penukaran uang.”

Kemitraan dengan para LKBB ini akan terpusat sekitar integrasi teknologi Koku kepada operasional yang sudah ada, memastikan para mitra memiliki kemampuan untuk masuk ke pasar dengan cepat dan tanpa gangguan terhadap bisnis mereka. Selain itu, Koku berpotensi mengeksplorasi peluang untuk bermitra dengan supermarket dan minimarket lokal, yang akan berperan sebagai titik akses kepada layanan keuangan nantinya akan membantu masyarakat yang belum memiliki layanan bank untuk semakin terpapar kepada inklusi keuangan.

“Untuk tahap pertama kami masih ingin menawarkan layanan kepada institusi keuangan hingga startup terkait, namun untuk fase selanjutnya kami juga memiliki rencana untuk melebarkan usaha menjalin kemitraan dengan gerai toko ritel seperti Indomaret hingga Alfamart,” kata Calvin.

Bekerja bersama OJK dan Bank Indonesia

Salah satu fokus yang menjadi prioritas Koku adalah memastikan posisinya menjadi perusahaan finansial yang legal dan telah dipercaya oleh regulator di Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terutama dalam hal penyediaan layanan dan teknologi KYC yang sepenuhnya masih menjadi perhatian dan pengawasan otoritas.

Koku ingin memastikan bahwa teknologi yang dimiliki bisa diandalkan dan pastinya terjamin keamanannya. Salah satu teknologi yang saat ini tengah dikembangkan dan dimiliki oleh Koku adalah proses KYC memanfaatkan video seperti yang sedang dikembangkan oleh Jenius dari BTPN.

“Kami percaya dalam industri ini belum ada ‘winner takes all’ untuk itu kami pastikan semua peraturan dan persyaratan telah dipenuhi sesuai dengan permintaan dari regulator, namun kami juga menjalin kemitraan dengan mitra lokal yang telah memiliki izin dan tentunya sudah dipercaya posisinya di Indonesia,” kata Calvin.

Calvin melanjutkan untuk bisa menyediakan layanan yang paling relevan bagi perusahaan finansial, Koku tidak ingin men-distrupt semua proses yang ada, namun berupaya untuk meningkatkan bisnis dan pendapatan mereka memanfaatkan teknologi dan layanan yang dimiliki oleh Koku dengan menyediakan FX TechUp Suite Koku yang terdiri dari tiga solusi yakni White Label Remittance, Liquidity Providers Connect Solution, dan API Solution.

“Ekspansi ke Indonesia akan sangat bergantung pada melibatkan mitra yang tepat. Kami ingin memastikan bahwa teknologi kami disesuaikan dengan kebutuhan lokal untuk mendukung kebutuhan budaya dan kebutuhan bisnis,” tutup Calvin.