Gojek Gandeng Perusahaan Taksi Lokal untuk Merajai Pasar Singapura

Gojek berupaya keras untuk menjadi pimpinan pasar layanan pemesanan taksi di Singapura. Strategi terbaru mereka, menjalin kerja sama dengan Trans-Cab Services selaku perusahaan taksi lokal. Kerja sama ini akan memungkinkan 3000 armada Trans-Cab bisa melayani pesanan penumpang melalui aplikasi Gojek per Desember 2019.

Dengan tambahan armada yang dimiliki Trans-Cab jumlah ketersediaan armada akan lebih banyak sehingga bisa memangkas waktu tunggu pengguna. Di sisi lain, armada Trans-Cab bisa meningkatkan jumlah perjalanan mereka dengan akses ke pengguna melalui Gojek.

“Kolaborasi dengan Gojek ini fantastis. Ini akan memungkinkan pengemudi kami untuk mengakses pemesanan on-demand melalui aplikasi Gojek. Sementara mereka masih bisa melanjutkan steet-hail. Driver kami akan sangat diuntungkan dari fleksibilitas ini dan peluang peningkatan penghasilan,” terang CEO Trans-Cab Teo Kiang Ang.

Sementara itu General Manager Gojek Singapura Lien Choong Luen menyampaikan bahwa pihaknya menyambut gembira kerja sama ini. Karena selain pelanggan mendapatkan ketersediaan armada yang lebih banyak para mitra pengemudi juga akan mendapat sejumlah keuntungan lainnya.

Gojek di Singapura

Satu tahun berjalan Gojek di Singapura sudah mencapai 30 juta perjalanan. Jumlah ini meningkat hingga tiga kali lipat dalam enam bulan terakhir. Gojek saat ini tengah berupaya menghadirkan lebih banyak inovasi untuk semakin meningkatkan pertumbuhan mereka di Singapura, dan kesepakatan dengan Trans-Cab adalah satu bentuk strateginya.

Co-CEO Gojek Andre Soelistyo mengungkapkan bahwa satu tahun capaian Gojek di Singapura sangat mengagumkan. Ia juga menyanjung tim Gojek Singapura, mitra pengemudi, hingga pelanggan yang ada.

“Saya percaya bahwa tahun depan akan lebih besar bagi kami karena kami fokus pada peningkatan penawaran kami di tahun kedua kami di Singapura,” terang Andre.

Gojek memulai kiprahnya di Singapura pada pertengahan tahun 2018 silam. Berbeda dengan negara lainnya di Singapura Gojek tetap memakai brand Gojek, dan khusus melayani armada taksi. Saat ini Gojek bersaing ketat dengan Grab di Asia Tenggara. Selain Singapura keduanya juga hadir di Vietnam, Thailand, dan negara akan menjadi medan persaingan baru, Malaysia.

Application Information Will Show Up Here

Grab Ikut Uji Coba Layanan Ojek Online di Malaysia

Grab dikabarkan ikut uji coba layanan ojek online “GrabBike” di Malaysia, sebulan setelah kompetitornya, Gojek, mendapat lampu hijau untuk memulai operasi terbatas.

Mengutip dari Reuters, pihak Grab mengatakan layanan pilot ini akan dimulai di Lembah Klang -wilayah paling maju di Malaysia, di mana ibu kota Kuala Lumpur berada. Tidak hanya ojek online, Grab akan rambah pengiriman makanan “GrabFood.”

Perusahaan segera membuka perekrutan mitra baru pada Senin (2/12) mendatang melalui situs resminya. Persyaratannya, mitra memiliki sepeda motor yang berusia tidak lebih dari lima tahun sejak tanggal pendaftaran, lisensi sepeda motor yang valid, dan ketentuan lainnya sebagaimana diberlakukan oleh Kementerian Transportasi Malaysia.

Mitra yang diterima dalam program uji coba akan diberikan jaket Grab dan dua helm secara gratis. Grab akan memberitahu pelamar yang berhasil lolos pada 9 Desember 2019 untuk mengikuti proses orientasi dan pelatihan.

Pemerintah Malaysia memperbolehkan pemain ride hailing roda dua seperti Gojek untuk uji coba terbatas selama enam bulan, mulai dari Januari 2020 sebagai skema percontohan untuk mengukur tingkat permintaan layanan tersebut.

Dalam kurun waktu tersebut, memungkinkan pemerintah dan perusahaan yang berpartisipasi untuk mengumpulkan data dan mengevaluasi tingkat permintaan. Sementara, para pejabat menyusun rancangan undang-undang perihal ojek online.

Diboyongnya GrabBike ke Malaysia, membuat dinamika persaingan Grab dan Gojek akan semakin seru di Malaysia. Selama ini Grab cukup nyaman dengan monopolinya bermain di taksi online.

Layanan GrabBike saat ini tersedia di Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Application Information Will Show Up Here

Kembali Mencoba Masuk ke Filipina, Gojek Gandeng Pengusaha Setempat

Gojek kembali mencoba peruntungan untuk bisa beroperasi di Filipina. Ini merupakan percobaan ketiga, dua upaya sebelumnya belum berhasil karena terganjal moratorium. Di upaya teranyarnya, perusahaan menggandeng pendiri e-commerce lokal Paulo Campos sebagai mitra strategis.

Dikutip dari Asia Nikkei, Paulo Campos adalah pemilik 35% saham Pace Crimson Ventures. Price Crimson sendiri adalah perusahaan yang mengakuisisi 60% saham afiliasi bisnis Gojek di Filipina, Velox Technology Philippines.

Agar dapat beroperasi Filipina, regulasi mensyaratkan kepada perusahaan terkait sahamnya harus dimiliki pihak lokal minimal 60%.

“Velox Filipina dengan demikian 60,01 persen sahamnya dimiliki oleh warga negara Filipina dan kini telah memenuhi batas kepemilikan asing,” kata Penasihat Umum SEC Camilo Correa seperti dikutip Nikkei Asian Review.

Sebelumnya di Filipina, Gojek mengakuisisi Coin.ph, perusahaan fintech blockchain. Kehadiran Gojek akan menjadi penantang Grab yang sudah mulai mendominasi pasar layanan on-demand di sana.

Kurang dari lima tahun terakhir Gojek telah menjelma menjadi perusahaan Indonesia yang dikenal baik di banyak negara Asia Tenggara, meski dengan membawa nama lokal di beberapa negara. Keputusan Gojek melebarkan sayapnya di beberapa negara Asia Tenggara meruncingkan kompetisinya dengan Grab.

Kekompakan Gojek dan Grab tak hanya soal negara tempat mereka beroperasi tetapi juga di berbagai inovasi yang dihadirkan. Seolah tak mau kalah, kedua-duanya mulai mentasbihkan diri menjadi “super app”, aplikasi yang siap menjadi pemenuh beragam kebutuhan pengguna. Ketika dua istilah ini dimunculkan ke publik, Gojek dan Grab secara bertahap melengkapi ekosistem layanannya.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Obtains Due Diligence in Malaysia by January 2020

Malaysian Government will authorize the two-wheeler ride-hailing service, one of which is Gojek, to have due diligence by January 2020. This has become the solution to accelerate Gojek’s international expansion to add two to three new countries next year.

The green light applies not only to Gojek, but also to the local player, Dego Ride. Both are to operate based on a proof-of-concept (POC) in measuring service on demand for six months.

“Bike-hailing will be an essential component to provide a comprehensive public transportation system as the first- and last-mile connectivity,” Malaysia’s Transportation Minister, Anthony Lee, said as quoted from Reuters.

Either Gojek or Dego will be available only in Lembah Klang area. This is the most developed area in Malaysia and the heart of Kuala Lumpur. However, it doesn’t mean to restrict the area forever.

During the POC or due diligence season, the government is to collect all data for further evaluation to gain insights related to the regulation.

“Bike-hailing will run under the current regulation for the e-hailing or four-wheeler.”

Last week, Gojek’s Co-CEO, Andre Soelistyo is quite confident for the company to run immediately in Malaysia next year, followed by the Philippines.

“Next year, there will be two more countries, Malaysia and the Philippine. We’re now preparing for all the requirements. We’re actually run in the Philippines as a payment system, and the transportation service will follow,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek Dapat Izin Uji Tuntas di Malaysia Mulai Januari 2020

Pemerintah Malaysia akan mengizinkan pemain ride hailing roda dua, salah satunya Gojek untuk melakukan uji tuntas mulai Januari 2020. Kabar ini jadi titik terang untuk memuluskan rencana ekspansi internasional Gojek yang ingin menambah dua sampai tiga negara baru pada tahun depan.

Lampu hijau ini tidak hanya berlaku buat Gojek saja, tapi juga pemain lokal Malaysia yakni Dego Ride. Keduanya akan beroperasi berdasarkan proof-of-concept (POC) untuk mengukur permintaan layanan selama enam bulan.

Bike-hailing akan menjadi komponen penting dalam menyediakan sistem transportasi umum yang komprehensif, sebagai konektivitas first– dan last-mile,” terang Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke, seperti dikutip dari Reuters.

Baik Gojek maupun Dego hanya dapat melayani penumpang di kawasan Lembah Klang. Ini adalah wilayah paling maju di Malaysia dan menjadi ibukota Kuala Lumpur. Tidak menutup kemungkinan membuka lokasi lainnya jika ada permintaan.

Selama masa POC atau uji tuntas berlangsung, pemerintah akan mengumpulkan seluruh data yang masuk untuk dievaluasi lebih dalam agar mendapatkan gambaran terkait hal-hal apa saja yang perlu diatur saat membuat regulasinya.

Bike-hailing akan tunduk pada peraturan yang sama seperti yang ditetapkan untuk e-hailing atau roda empat.”

Akhir pekan lalu, Co-CEO Gojek Andre Soelistyo cukup yakin perusahaan akan segera beroperasi di Malaysia pada tahun depan, juga Filipina.

“Tahun depan ada dua negara tambahan, Malaysia dan Filipina. Kami sedang persiapkan semua agar bisa hadir di dua negara tersebut. Di Filipina sebenarnya kami sudah hadir tapi sebagai sistem pembayaran, untuk layanan transportasinya sedang kami upayakan,” ucapnya.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Jadi Alternatif Pembayaran di Aplikasi Grab

Tidak hanya hadir di Gojek, LinkAja mulai menunjukkan diri sebagai alternatif pembayaran di aplikasi Grab. Hadirnya LinkAja mematahkan keeksklusifan Gopay dan Ovo yang sebelumnya hadir dalam dua raksasa ride hailing tersebut.

Kepada DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan pihaknya masih melakukan pengujian di Grab, sehingga belum semua pengguna bisa menikmatinya. “Ini masih testing dan belum commercial,” terangnya, Selasa (5/11).

Dia juga belum memastikan kapan LinkAja akan diresmikan sebagai opsi pembayaran di Grab untuk seluruh pengguna. Akan tetapi, untuk Gojek dia berharap akan dirilis pada akhir bulan ini.

Untuk mengaktifkan LinkAja di Grab, pengguna cukup memilih opsi “Add Payment Method” dan memilih logo LinkAja. Berikutnya memasukkan PIN dari nomor telepon yang terhubung dengan LinkAja. Langkah terakhir, sistem akan mengirimkan kode verifikasi sebelum pengguna mengaktifkan LinkAja.

Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab
Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab

Kehadirannya di Gojek dan Grab semakin melengkapi segmen transportasi yang dirambah LinkAja. Perusahaan sebelumnya mulai uji coba untuk pembayaran tiket KRL Jabodetabek dan sedang mempersiapkan diri untuk MRT Jakarta.

Tidak hanya dengan pemain besar, LinkAja juga resmi menjadi mitra pembayaran perdana untuk pemain ride hailing lokal, yakni Bonceng.

Akan tetapi untuk pembayaran tol, Danu menegaskan perusahaan sepenuhnya menyerahkan ke Jasa Marga yang bertindak sebagai merchant-nya. “Secara teknis sudah [siap dipakai], tapi masih dalam tahap pilot untuk uji coba scalability and reliability-nya.”

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, perseroan memilih untuk bermain ke ranah yang berbeda dan membatasi use case LinkAja sebagai pembeda dari pemain sejenis. Pergeseran strategi ini membuat perseroan dapat lebih berhemat karena tidak perlu jor-joran perang diskon untuk menarik pengguna.

Dia bahkan mengklaim biaya yang harus dikeluarkan LinkAja untuk promosi dalam satu tahun hitungannya sama dengan biaya satu bulan dari salah satu kompetitor. Meski konsekuensi dari keputusan tersebut membuat visibilitas LinkAja sebagai suatu brand tidak setenar yang lain.

“Karakter pengguna [milenial] itu adalah soal loyalitas, mereka akan pakai kalau ada diskon. Sementara kita berbeda, lebih ke arah daily use case, yang mana pasti akan dipakai setiap hari tanpa harus diberi diskon. Salah satu yang sudah dimasuki adalah tiket KRL Jabodetabek,” kata Ririek saat menjadi pembicara di Kompas100 Discussion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Optimisme Bonceng Masuk ke Ranah “Ride Hailing”

Duopoli Gojek dan Grab tidak menggetarkan pemain lokal untuk turut serta terjun ke ranah ride hailing. Kali ini giliran Bonceng yang mulai unjuk diri. Sejatinya, startup ini sudah hadir sejak Oktober 2018, namun sempat vakum tidak menerima mitra baru lantaran ingin fokus pada penguatan sistem dan layanan agar lebih serius.

“Tadinya mau buat aplikasi saja buat cari penumpang, ternyata [untuk jalankan ride hailing ini] secara keseluruhan butuh dukungan infrastruktur yang kuat. Makanya mulai bangun infrastruktur pendukung, operasional, sampai sistem pembayarannya. Sampai November [2018] itu belum ada, masih aplikasi saja,” terang CEO Bonceng Faiz Noufal kepada DailySocial.

Sembari membangun infrastruktur, perusahaan juga membangun vertikal bisnis di luar ride hailing yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang ditawarkan Gojek maupun Grab dalam bentuk Bingkis, Bungkus, dan Pasar. Beberapa di antaranya sudah dirilis, meski Bonceng sendiri belum meresmikan kehadirannya.

Untuk layanan Pasar misalnya, perusahaan telah menggaet 10 pasar tradisional di Jakarta untuk menyediakan produk sayur mayur di dalam aplikasi. Konsep ini diklaim berbeda. Bonceng merekrut pengelola pasar tradisional untuk koordinasi produk sayur mayur yang akan dijual dari para pedagang pasar.

Faiz melihat pasar tradisional tersisih oleh kehadiran gerai ritel modern. Kendati dari segi konten yang disajikan justru lebih segar karena pasar tradisional tidak punya gudang penyimpanan.

“Bahkan di pasar itu QC-nya lebih teliti, kalau ada yang busuk pasti dibuang. Tapi masalahnya sekarang di pasar sepi, kita ingin bantu mereka mendapatkan konsumen yang berbelanja lewat platform digital.”

Ke depannya, diharapkan layanan ini dapat diperluas cakupannya ke 100 pasar tradisional di Jakarta. Adapun jumlah mitra pengemudi yang bergabung diklaim ada sekitar 3 ribu orang, tersebar di Jabodetabek.

Terkait sistem pembayaran, LinkAja menjadi mitra penyedianya. Rencana awalnya adalah ingin menggaet e-cash Bank Mandiri, namun proses integrasi teknis tertunda sampai LinkAja resmi beroperasi.

“Di aplikasi kita sudah ada logo LinkAja, namun belum bisa dipakai karena masih menunggu dari LinkAja. Nanti dari mereka yang akan beri promo-promo.”

Gaet pemda dan BUMD saat ekspansi lokasi

Faiz menekankan di dalam vertikal bisnis yang dibangun ada aspek kolaborasi dengan pelaku lokal yang dirangkum dalam program Nusa Kita. Tujuan dari program ini ingin mewujudkan pengelolaan kerakyatan bersama dengan masyarakat di daerah setempat.

Saat Bonceng berekspansi ke lokasi baru, perusahaan akan menggaet pemerintah daerah dan BUMD sebagai mitra untuk mengelola Bonceng secara langsung agar dapat memberikan kontribusi yang nyata di daerah masing-masing.

Mitra tersebut jadi jembatan untuk mengakuisisi mitra pengemudi, promosi layanan, integrasi layanan pemda dengan Bonceng, dan masih banyak lagi. Konsep ini sudah diterapkan di Labuan Bajo, Tual, Ambon, dan Sibolga. Faiz cukup percaya diri bahwa program unggulan ini bisa membawa Bonceng bisa bersaing dengan pemain besar.

“Di kota besar, layanan seperti kita akan sulit ambil perhatian pasar. Namun di daerah sangat dibutuhkan karena ongkos transportasi di sana sangat mahal. Ada ketimpangan ekonomi di sini.”

Perusahaan juga tengah mempersiapkan perilisan aplikasi Bonceng Bisnis yang akan menjadi tools utama buat merchant Pasar, Bungkus, dan Bingkis Korporat.

Selama ini seluruh proses masih dilakukan secara manual. Di pasar, misalnya, masih dibutuhkan tim Bonceng untuk memperbarui harga dan produk sayur mayur secara berkala.

Konsep ini sekaligus menjadi cara Bonceng dalam melakukan monetisasi. Faiz mengklaim tidap ada komisi yang diambil untuk setiap transaksi transportasi yang diambil mitra pengemudi. Meskipun demikian, ada komisi yang dikutip bila memakai vertikal bisnis di luar transportasi.

Faiz menegaskan, sejauh ini perusahaan belum memiliki investor eksternal.  Seiring berjalannya waktu, setelah melihat perkembangan Bonceng, dia mengaku ada sejumlah investor yang tertarik masuk untuk berikan pendanaan, walau belum ada keputusan lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Following Gojek’s Succession, Andre Soelistyo and Kevin Aluwi to be the “Co-CEO” Replacing Nadiem Makarim

Today (10/21) at the Istana Merdeka, Gojek’s Founder & CEO, Nadiem Makarim announced to the media, that he’s been prepared and accepted Jokowi’s request to have him join Indonesia’s new cabinet.

Although the detail is yet to be confirmed, he said to have no more power over the decacorn company he founded.

“…I do, I accept […] I gave up my position in Gojek and no longer have power…,” he said.

Gojek has also announced that Nadiem has been “requested” by President to join the new cabinet. The company shared its gratitude towards the appointment. They also stated, the absence of Nadiem will not affect the company’s stability.

In addition, Gojek’s Group President, Andre Soelistyo and Co-Founder, Kevin Aluwi will take over Nadiem’s position. They will be Co-CEO and run the next business innovation.

“Today, President Joko Widodo just called Nadiem to the place to join the new cabinet. We’re very proud due to Gojek’s fruition that has brought Indonesia’s name into the global market,” Gojek’s Chief Corporate Affairs, Nila Marita said.

She added, “Next, Gojek will appoint the new leader. Gojek Group President, Andre Soelistyo and Co-Founder, Kevin Aluwi will share the responsibility to run the company as co-CEO, focusing on taking the next big step for the company. We’ve prepared some future plans and to announce further on this within the next few days.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Suksesi Gojek, Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi Jadi “Co-CEO” Gantikan Peran Nadiem Makarim

Hari ini (21/10) di Istana Merdeka, Founder & CEO Gojek Nadiem Makarim memberikan pernyataan kepada awak media, bahwa dirinya siap dan menerima penunjukan Presiden Jokowi atas dirinya untuk masuk ke dalam jajaran kabinet.

Meskipun belum disebutkan detail mengenai posisinya di pemerintahan, ia mengatakan sudah melepaskan jabatannya di perusahaan decacorn yang ia dirikan.

“…saya bersedia, saya menerima […] saya sudah mundur dari posisi di Gojek dan sudah tidak memiliki kewenangan sama sekali…,” terang Nadiem.

Pihak Gojek pun telah memberikan pernyataan, mengatakan bahwa Nadiem memang sudah “diminta” Presiden untuk menjadi anggota kabinet. Perusahaan mengaku bangga dengan penunjukan tersebut. Perusahaan juga menyampaikan, mundurnya Nadiem tidak akan mengganggu laju bisnis yang sudah berjalan.

Selain itu, Group President Gojek Andre Soelistyo dan Co-Founder Kevin Aluwi akan menggantikan posisi Nadiem. Mereka akan menjadi Co-CEO perusahaan dan melanjutkan inovasi bisnis selanjutnya.

“Hari ini Nadiem dipanggil Presiden Joko Widodo untuk hadir di Istana Negara untuk menjadi bagian dari kabinet baru. Kami sangat bangga karena founder Gojek akan turut membawa Indonesia maju ke panggung dunia. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, di mana visi seorang pendiri startup lokal mendapat pengakuan dan dijadikan contoh untuk pembangunan bangsa,” terang Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita.

Nila melanjutkan, “Ke depan, Gojek akan menghadirkan pemimpin baru. Andre Soelistyo, Presiden Gojek Grup dan Kevin Aluwi, Co-founder Gojek akan berbagi tanggung jawab untuk menjalankan perusahaan sebagai co-CEO, dengan fokus membawa perusahaan ke tahap selanjutnya. Kami telah memiliki rencana yang matang ke depan dan akan mengumumkan lebih jauh mengenai arti pengumuman ini bagi perusahaan dalam beberapa hari ke depan.”

Application Information Will Show Up Here

The Digital Service has Transformed Nation’s Behavior in SEA

Google-Temasek report titled “e-Conomy SEA 2019” placed e-commerce and online travel as the biggest participant in the regional digital economy. In 2019, each gives $38 billion and $34 billion, to increase at $153 billion and $78 billion by 2025.

Previously in 2018, the same report placed the online travel sector on top, e-commerce presents a new experience that creates rapid growth. The players’ effort to promote also have a significant impact – online shopping festival such as 9.9, Singles Day, 12.12  always welcomed to all businesses.

Google Trends data showed e-commerce promotion has constantly increased per year. With various strategy, starts from influencer and gamification feature to acquire users to connect with the platform. A machine learning technology has also affected the increase of product offerings to all consumers.

layanan digital1

The logistics expand also has an impact on the rising e-commerce. In order to pamper its users, some even provide fast delivery – less than 24hr after the finished order. All the attempts, from the promotion to logistics, has changed the basic behavior for online shopping. Prior to this, e-commerce mostly served those who want to make a “big” purchase, such as a smartphone or TV, but daily goods are now available.

Over 5 million orders are processed by e-commerce per day worth $15-$20 on average.

Food delivery becomes the hype

In 2015, the ride-hailing sector is worth $3 billion, by this year at $13 billion, projected to reach $40 billion by 2025. Four years ago, the industry is only about alternative transportation. To date, it has further expanded to provide more services. A significant example is food delivery, such as Go-Food or GrabFood – later might be financial services.

layanan digital2

The food delivery service has been highlighted since 2018 as it affected much on consumer’s behavior. People from all classes are fond of the service, using effectivity as justification amid traffic congestion and weather condition. In the metropolitan area, the service is in high demand.

There are lots of reasons, besides promotion and marketing effort from the decacorns, accessibility to the food industry is expanding. The delivery service offered various menus from restaurants to small stalls. In terms of business, the platform brings a lot of benefits. Some have been using it to build a better connection to the users through rewards and loyalty programs.

Entertainment channel is still on

Since 2015, there are at least 100 million new internet users in Southeast Asia. Applications from video, music, and game are channels with the highest demand – through smartphones. The value has reached $14.2 billion this year and to multiple a few times by 2025. Most users prefer free content, even if it means to watch some ads.

A new trend captured, that short-time video, such as Bigo Live and Tik Tok has fascinated the market. A supported app like lip-sync has produced viral content adored by groups of people. In addition, online gaming is boosting up. One of the popular games is Free Fire under Garena that acquires 450 million users with 50 million active users.

Budget hotel supporting the travel industry

This sector has been matured enough in Southeast Asia’s digital economy. Tourism becomes the main factor. As a market, the urge of the middle class to travel – have a significant effect on the online travel industry. Alternative services arose, budget hotel platforms for example, such as OYO and RedDoorz.

An aggregator platform like Tiket.com, Traveloka, and Booking.com is planning for a better maneuver. Partnership with other digital players is getting increased, with ride-hailing for example. Not only as a travel ticket provider, but the online travel agency is also getting ready with “experience” channel for users who want to take a full trip. Various features are now accessible in one platform, ticket to the amusement park and various shows.

Service integration

Another note to mind is service integration from the platform to improve user experience. Take the Hooq partnership with Grab to provide streaming video last year as an example. Another one is Gojek’s latest maneuver to present kumparan news on its platform. The integration has extended various services on each platform.

layanan digital4

Take a note on ride-hailing and e-commerce as the most ambitious ones. Various digital services are being integrated into apps. Acquisitions and investment become the solution for some startups to improve the entire capability on its platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian