Teknologi Kartu Indonesia Sajikan Layanan Digitalisasi Sekolah

Berdiri sejak tahun 2019, Teknologi Kartu Indonesia (TKI) menjadi startup yang fokus memberikan solusi digitalisasi di sektor pendidikan. Startup yang berbasis di Salatiga ini merupakan hasil pivot dari bisnis sebelumnya yang didirikan pada 2018 bernama SekolahPintar.

Kini TKI fokus pada layanan digitalisasi sekolah melalui Platform Sekolah Pintar. Fitur yang dihadirkan mencakup Kartu Pelajar Pintar (untuk transaksi pembayaran), Tagihan Digital, Absensi Wajah, dan PPDB Online (pendaftaran siswa baru). Tidak hanya untuk sekolah formal, TKI juga menargetkan layanannya bisa digunakan di kalangan pesantren.

TKI sekarang sudah digunakan lebih dari 1000 instansi dengan lebih dari 300 ribu pengguna. Rata-rata per hari ada sekitar 500 ribu lebih transaksi. Dengan model bisnis yang solid, perusahaan juga mengaku telah mencapai titik profitabilitas. TKI juga didukung oleh CTO Yudi Kurniawan, COO Wuntat Wiranto dan CMO Agung Putro.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO TKI Arif Arinto menyampaikan rencana perusahaan untuk memperluas area layanan di 22 kota lainnya, setelah sebelumnya berhasil melakukan penetrasi produk di 34 provinsi.

Rencana penggalangan dana

Sejak awal, TKI menjalankan bisnis dalam mode bootstrapping dan belum pernah melakukan penggalangan dana. Perusahaan mengklaim telah tumbuh secara organik dengan dukungan sekitar 100 karyawan. Namun demikian untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, tahun ini TKI berencana untuk melakukan penggalangan dana.

Fundraising menjadi plan B kami, kebutuhan dana tersebut untuk membuka support office di 22 kota di Indonesia, sehingga penjualan dan support kami menjadi lebih maksimal di berbagai provinsi. Tanpa fundraising, kami juga berfokus memperbanyak support office secara bertahap,” kata Arif.

Chart pertumbuhan transaksi TKI / TKI

Alasan utama TKI dibangun berawal dari rasa kekhawatiran pendirinya terkait kebiasaan atau perilaku anak-anak saat melakukan pembelian jajanan di sekolah. Uang tunai yang kemudian diberikan oleh orang tua, kebanyakan dibelikan makanan yang tidak sehat, akhirnya anak sering sakit karena hal tersebut.

Muncul ide, bagaimana jika jajan anak menggunakan kartu yang terhubung dan bisa diatur melalui aplikasi orang tua, sehingga anak hanya bisa membelanjakan uang sakunya ke kantin yang sudah bekerja sama dengan sekolah dan memiliki standard kantin sehat yang baik.

“Kami memiliki dua solusi utama, yaitu kartu pelajar multifungsi dan sistem pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Target institusi pendidikan yang kami sasar di antaranya adalah pondok pesantren, sekolah swasta, dan sekolah negeri,” kata Arif.

Secara khusus TKI menghadirkan sistem transaksi atau pembayaran yang bersifat closed loop. Dana dari orang tua tersimpan dan dikelola di rekening sekolah. Sekolah kemudian dapat membuka rekening di bank, dan mendaftarkan layanan Virtual Account (VA) untuk top up atau isi saldo yang akan digunakan untuk transaksi anak dan berbagai pembayaran lainnya.

Perluas kemitraan dengan perbankan

Saat ini, produk yang dihadirkan oleh TKI telah digunakan hampir di semua provinsi di Indonesia. TKI juga telah menjalin kemitraan strategis dengan 10 bank mitra untuk menjual produk dan solusi. Di antaranya adalah BSI, BNI, BRI, Danamon, BTN Syariah, Muamalat, Bank DKI, Bank Jabar Syariah, Bank Jatim Syariah, dan NTB Syariah.

“Kami fokus ke sistem pembayaran digital hingga e-money untuk anak di bawah 17 tahun yang belum bisa melakukan Know Your Customer (KYC). Mimpi kami bisa menghadirkan solusi e-money for kids seperti platform Greenlight di US dan GoHenry di UK,” kata Arif.

Strategi monetisasi yang dilancarkan adalah dengan menerapkan biaya, yakni biaya pendaftaran sebesar Rp10.000 per siswa baru dan biaya pembelian kartu Rp20.000 per kartu RFID/NFC yang sudah dicetak sebagai kartu pelajar juga. TKI juga mendapatkan fee dari biaya top up VA

“Selama ini uang titipan tersebut dicatat secara manual dan sangat merepotkan, terlebih untuk pesantren dengan santri yang banyak. Solusi kami termasuk closed loop yang bisa berjalan tanpa izin dari BI, sesuai dengan aturan PBI, e-money closed loop dengan floating fund di bawah Rp 1 miliar bisa berjalan tanpa izin terlebih dulu,” kata Arif.

Fokus Chope Indonesia dalam Mendigitalkan Bisnis Restoran

Pandemi telah membawa tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi industri restoran, mengubah cara orang makan di luar dan berinteraksi dengan tempat makan. Di Indonesia, negara yang terkenal dengan budaya kuliner, dampak pandemi terhadap reservasi restoran sangatlah besar. Dengan penurunan jumlah orang yang melakukan dining out atau makan di luar.

Salah satu platform yang ingin membawa kembali kenikmatan makan di luar sekaligus membantu industri F&B untuk mengadopsi teknologi adalah Chope. Berbasis di Singapura, Chope Indonesia mengklaim saat ini telah mengalami pertumbuhan positif dari sisi jumlah mitra restoran hingga pengguna aktif. Kepada DailySocial.id, General Manager Chope Indonesia Karthik Shetty mengungkapkan rencana bisnisnya ke depan.

Dukungan teknologi untuk industri F&B

Chope telah mengembangkan bisnis mereka di Indonesia sejak tahun 2018 lalu. Namun karena masih perlunya memahami pasar yang cukup unik, akselerasi bisnisnya relatif pelan. Perusahaan masih fokus kepada dua pasar utama mereka, yaitu Jakarta dan Bali.

Kini Chope Indonesia memiliki 1800 lebih mitra restoran untuk reservasi online dan deals serta sekitar 120 ribu pengguna aktif. Chope Indonesia juga memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta.

Core value proposition yang kami hadirkan adalah memungkinkan pelanggan untuk menemukan restoran, dapat melakukan reservasi secara online, dan memungkin mereka untuk melakukan pembelian deals di restoran yang berbeda,” kata Karthik.

Sebelumnya ada sejumlah platform serupa yang telah beroperasi di Indonesia. Zomato dari India adalah salah satunya, namun memutuskan untuk menutup bisnis mereka di Indonesia. Pemain lokal pun ada yang turut andil di sini, termasuk PergiKuliner.

Sementara Qraved yang awalnya fokus kepada reservasi restoran online, kini hanya bermain di ranah listing saja dan memosisikan platform mereka sebagai aplikasi gaya hidup.

Model bisnis

Terdapat beberapa model bisnis yang diaplikasikan Chope kepada mitra restoran mereka. Untuk sistem reservasi Chope memiliki dua opsi, yang pertama adalah online reservation dan yang kedua adalah table management system. Untuk kedua produk tersebut perusahaan kenakan biaya berlangganan per bulan kepada restoran.

Kemudian untuk setiap online reservation yang dilakukan dari semua platform Chope, mereka mengenakan commission fee dari setiap pelanggan yang datang ke restoran. Namun jika pelanggan melakukan reservasi langsung ke website atau media sosial restoran, Chope tidak mengenakan biaya kepada mereka.

Model bisnis perusahaan lainnya adalah melalui penjualan deals. Yaitu setiap ada pelanggan yang membeli deals di platform Chope, akan dikenakan biaya, serupa dengan yang dilancarkan oleh layanan e-commerce kepada mitra merchant mereka.

Revenue terakhir yang didapatkan oleh Chope kepada restoran adalah melalui Paid Marketing Services. Meskipun Chope menawarkan layanan tersebut secara gratis, namun bagi restoran yang ingin melakukan kegiatan pemasaran atau promosi lebih, Chope akan mengenakan biaya untuk layanan tersebut.

“Awalnya restoran yang kami targetkan adalah kelas premium. Namun seiring berjalannya waktu, kami mulai menargetkan restoran kelas menengah. Bagi restoran yang saat ini masuk dalam kategori belum terlalu ideal untuk reservasi online, kami tawarkan layanan untuk kegiatan pemasaran, penjualan deals di platform kami seperti voucher dan lainnya. Restoran skala kecil bisa menjual penawaran tersebut di Chope,” kata Karthik.

Tawarkan layanan data

Chope menawarkan data analytics kepada mitra restoran mereka. Perusahaan juga mencatat sebanyak 70% reservasi restoran paling banyak dilakukan di aplikasi Chope dan sisanya di mobile browser hingga desktop.

“Kami melakukan kegiatan kampanye dan pemasaran untuk semua mitra restoran. Dari kegiatan pemasaran tersebut, kami menunjukkan konversi kepada restoran berdasarkan pemesanan online. Setelah itu kami juga menyediakan analisis data yang bisa membantu restoran untuk menyasar pelanggan yang tepat dan melancarkan kegiatan pemasaran.” kata Karthik.

Hal tersebut yang kemudian diklaim oleh Chope yang membedakan platform mereka dengan platform lainnya. Konsep end-to-end ini menjadi solusi yang Chope coba hadirkan, agar bisa membantu restoran untuk mendapatkan keuntungan lebih.

Saat ini Chope Indonesia sudah memiliki sekitar 52 orang tim. Terdiri dari tim lokal dan tim pendukung dari Singapura. Meskipun masih enggan untuk memberikan informasi lebih lanjut kapan ekspansi kota lainnya akan dilakukan, namun Chope Indonesia berharap bisa mengakuisisi lebih banyak mitra hingga lebih dari 2000 restoran.

“Untuk Indonesia target kami akhir tahun ingin meningkatkan revenue dengan harapannya tahun depan bisa melakukan ekspansi ke kota baru yang merupakan bagian dari rencana bisnis perusahaan. Dari sisi teknologi juga kami terus kembangkan mulai dari peluncuran fitur dan produk lainnya yang bisa berguna untuk restoran,” kata Karthik.

Application Information Will Show Up Here

Yosia Sugialam Ceritakan Perjalanan Paper.id hingga Jadi Bisnis Profitabel

Pandemi telah mengakselerasi digitalisasi di Indonesia secara signifikan. Hal ini turut dirasakan oleh startup yang fokus pada platform pembayaran B2B, Paper.id. Setelah lebih dari 3 tahun fokus mengedukasi pasar, memasuki tahun ke-7 perusahaan mulai menuai hasilnya.

Didirikan oleh Yosia Sugialam dan Jeremy Limman pada akhir 2016, ide Paper.id berawal dari kegelisahan terhadap kelangsungan bisnis usaha keluarga. Selain memiliki ketertarikan yang sama di bidang teknologi, keduanya juga memiliki latar belakang dari usaha B2B. Ketika itu, teknologi tengah berkembang pesat. Namun, mereka merasa implementasi teknologi masih belum maksimal di ranah B2B.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Yosia mengungkapkan bagaimana ide awal terbentuknya Paper.id, yakni berawal dari niat baik Yosia menawarkan klien baru untuk bisnis keluarganya, namun ditolak dengan alasan kekhawatiran akan mengganggu cashflow perusahaan. Hal ini cukup mengagetkan, karena biasanya usaha akan sangat senang jika mendapat klien baru.

Yosua juga bercerita tentang kompleksnya transaksi di B2B. Selain transaksi atau pergerakan uang yang masih manual, ada dua isu yang cukup signifikan dalam rangkaian transaksi B2B, yaitu dokumen dan tempo. Dalam usaha mendigitalkan pembayaran B2B, beberapa pihak merasa bahwa invoice yang dikeluarkan secara digital tanpa materai itu tidak berlaku.

Di samping itu, ada praktik umum dalam industri ini terkait adanya tempo yang bisa diberikan untuk pembayaran yang dilakukan. Hal ini serupa tenor dalam pembayaran kredit. Praktik ini yang bisa berdampak pada cashflow jika tidak bisa dikelola dengan baik.

“Tiga hal ini yang jadi problem utama di B2B payment yang coba kita solve di Paper.id, termasuk membantu supplier dibayar lebih cepat, serta membantu pembeli bisa kontrol pembayarannya. Selain itu, kita juga mau mendorong industri ini supaya bisa bertransformasi dengan baik dan sempurna,” ungkap Yosia.

Perluas layanan lewat kolaborasi bisnis

Paper.id meresmikan kehadirannya ke publik pada 2018 lalu, menawarkan perangkat invoicing, accounting, dan inventory. Seiring pertumbuhan bisnis, Paper.id semakin memperluas layanan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya dengan BNI untuk memudahkan klien dari mitra perusahaan dalam melakukan pembayaran invoice melalui scan kode QR.

Selain BNI, Paper.id juga sudah bekerja sama dengan beberapa institusi keuangan guna menawarkan program pendanaan pelaku UMKM yang tepat guna dan memberikan mereka kontrol untuk mengatur tempo terhadap supplier maupun buyer.

Bagi buyer, mereka bisa mendapatkan tempo pembayaran lebih panjang melalui produk Buy Now Pay Later (BNPL) untuk B2B. Bagi yang memiliki masalah tempo yang panjang, supplier dapat mendapatkan pencairan invoice lebih cepat dari jatuh tempo dengan produk bernama Get Paid Faster.

Belum lama ini, VISA Indonesia dan Paper.id menjalin kemitraan strategis melalui penunjukkan Paper.id sebagai salah satu mitra penyedia pembayaran bisnis (Business Payment Solution Provider/BPSP). Tidak hanya itu, Paper.id juga menggandeng BRI untuk menghadirkan kartu kredit inovatif “PAPERCARD”.

Terkait segmentasi, Yosia juga mengungkapkan bahwa saat ini Paper.id menargetkan pelaku UKM B2B dari kota-kota tier 1 & 2. Untuk penetrasi kartu kredit di daerah ini juga sudah lebih banyak, tapi belum maksimal. Hal ini yang menginisiasi kehadiran kartu kredit bisnis “PAPERCARD”.

Terkait isu dokumen tanpa materai yang menjadi kekhawatiran bisnis B2B, Paper.id juga telah bekerja sama dengan Perum Peruri untuk menyediakan e-materai atau materai elektronik bagi masyarakat umum, utamanya untuk penagihan faktur atau invoice.

“Meskipun kita fokus ke pembayaran B2B, tapi kalau dipikir-pikir, hampir semua bisnis melakukan transaksi B2B. Contohnya, restoran atau ritel, mereka juga ambil barang ke supplier. Lebih detail soal segmentasinya, yang jadi sweet spot kita adalah UMKM dengan karyawan di bawah 50 orang. Tetapi sekitar 1,5 tahun terakhir, kita juga masuk ke korporasi,” jelasnya.

Tech winter di Paper.id

Pada tahun 2016-2018, pengguna Paper.id sudah terbilang cukup banyak, imbas dari implementasi sistem hyperlocal di platformnya. Paper.id memulai dengan menawarkan fitur freemium dengan tujuan mengajak pengguna yang sebelumnya masih menggunakan cara manual untuk bergeser ke arah digital, dan bisa dinikmati secara gratis.

Meskipun begitu, tidak semua fitur diberikan secara cuma-cuma. Untuk bisa mengakses fitur yang lebih lengkap, pengguna diwajibkan untuk berlangganan Paper Plus. Paper.id akan mengambil fee dari setiap pembayaran yang berhasil diproses.

Selama hampir 7 tahun berdiri, Yosua mengaku bahwa, “yang sulit bukanlah digitalisasi invoice-nya, melainkan mendigitalisasi pembayarannya. Pembeli ‘dipaksa’ bayar secara digital karena invoice-nya digital.”

Pandemi yang datang di pertengahan Maret 2020 ternyata tidak hanya membawa petaka tetapi juga pencerahan bagi kemajuan digitalisasi di Indonesia. Bukan hanya di bisnis pengguna, tetapi juga di bisnis mitra, seperti VISA dan PERURI, transformasi digital sungguh direalisasikan.

Selain itu, dukungan dari pemerintah terhadap kemajuan digitalisasi juga semakin nyata, salah satunya adalah dengan mengeluarkan dan mendukung elektronik materai. Sebelumnya, banyak usaha yang masih menolak invoice digital karena tidak ada materai. Setelah e-materai diresmikan, kita juga jadi salah satu partner untuk ematerai di invoicing.

Terkait isu Tech Winter yang masih terjadi sekarang, Yosia mengungkapkan bahwa ia sangat berempati pada teman-teman startup yang masih mengalami masa sulit. Meskipun begitu, ia mengaku bahwa kondisi ini juga tidak sepenuhnya buruk.

“Dengan adanya market correction, pasar sekarang jadi lebih make sense. Perusahaan yang punya fundamental bagus dan mengerti para penggunanya akan semakin bertumbuh. Secara market, kalibrasinya bagus, karena ke depannya jadi lebih baik dan persaingan lebih sehat,” ujar Yosia.

Yosia juga mengungkapkan bahwa, “tech winter di Paper.id itu bukan terjadi sekarang, melainkan di 2018-2020. Kita masuk ahead of its time, melakukan edukasi pasar, bahkan ke investor juga masih sulit memberi pemahaman bisnis.”

Namun, lanjut Yosia, hal itu justru yang bikin mereka terlatih untuk membuat Paper berbeda, lebih frugal, membangun relasi yang lebih kuat ke partner, bisa cross collaboration, juga control hiring. Lalu di masa ini, ia dan timnya bisa mulai menikmati hasil jerih payah mereka selama ini.

Technically, kita tidak merasakan winter. Faktanya, sampai sekarang kita masih hiring dan  sekarang bisa dibilang the cheapest time untuk kita going aggressive,” ungkap Yosia.

Dari sisi target, Yosia mengaku tidak mau muluk, hanya ingin dampak layanan mereka bisa terasa di seluruh penjuru Indonesia. Kembali lagi ke masalah awal, supaya pebisnis tidak lagi khawatir cashflow berantakan dan menolak pelanggan. Ketika sudah ada teknologi dan layanan yang mendukung, kontrol dan kuasa jadi lebih seimbang antara supplier, buyer, dan bisnis UKM utamanya.

Hingga 2022, Paper.id mengklaim jumlah pengguna telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2x lipat dari periode yang sama saat pandemi dimulai. Perusahaan juga mengklaim telah memiliki unit ekonomi yang sudah positif.

Seiring perkembangan bisnis, perusahaan juga telah mendapatkan pendanaan melalui beberapa tahapan. Golden Gate Ventures terlibat dalam dua pendanaan awal Paper.id. Pada akhir tahun 2022, perusahaan juga mengumumkan pendanaan seri B dipimpin oleh Argor Capital (sebelumnya Go-Ventures), diikuti oleh BM Capital, Skystar Capital, PT Kaya Alam International, Living Lab Ventures, dan Redbadge Pacific.

Application Information Will Show Up Here

Jack Resmikan Kehadiran, Usung Kemudahan Manajemen Keuangan Perusahaan

Startup fintech remitansi Transfez memperkenalkan produk baru yang berbeda dari sebelumnya. Bernama “Jack”, layanan ini memfokuskan diri sebagai platform manajemen keuangan komprehensif untuk bantu tim keuangan di perusahaan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Jack dan Transfez Edo Windratno menjelaskan inisiatif awal Jack dimulai setelah Transfez beroperasi. Ditemukan data bahwa para penggunanya ada yang datang dari kalangan UMKM. Mereka memanfaatkan solusi remitansi untuk bayar tagihan ke vendornya di luar negeri.

“Yang mana saat itu, legacy player masih mewajibkan konsumennya untuk datang [ke kantor cabang] untuk kirim uang. Dari sana kita tahu ada insight untuk B2B yang akhirnya launch Transfez for Business untuk bantu korporasi transfer uang,” ujar Edo.

Berjalannya waktu, ditemukan lagi kondisi bahwa ternyata transfer uang adalah satu dari sebagian kecil masalah finansial yang dihadapi oleh korporat. Terlebih lagi, di Indonesia itu untuk bisnis remitansi di kalangan ritel tergolong receiving countries bukan sending countries, mengingat banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan mengirim uang untuk keluarganya di tanah air.

Dengan kata lain, untuk mendorong remitansi dapat bertumbuh lebih eksponensial harus masuk ke segmen B2B.

Transfez sebagai perusahaan pada umumnya juga mengalami isu tersebut. Kemudian divalidasi langsung ke lapangan sampai akhirnya mantap untuk membuat brand baru secara terpisah. Transfez for Business itu sendiri merupakan produk yang usianya baru sembilan bulan lalu dihadirkan oleh perusahaan.

“Jack dan Transfez for Business ini sangat jauh berbeda [dari segi fitur]. Sementara itu, Transfez sudah dikenal sebagai brand remitansi, akhirnya kami gunakan Jack agar lebih fresh.”

Edo pun memastikan bahwa secara brand, Jack dan Transfez merupakan entitas terpisah yang masih dalam satu entitas perusahaan. Hanya saja, fokus kedua brand tersebut berbeda. Transfez fokus pada layanan transfer lintas negara untuk kalangan ritel, sementara Jack bantu konsumer korporasi yang sudah berbadan usaha dengan solusi yang lebih kompleks.

Terkait pencapaian Transfez sejauh ini, disebutkan lini ini sudah cetak untung karena telah memiliki unit economic yang sehat dan mampu mengakuisisi pengguna secara organik. Diklaim pertumbuhan jumlah transaksi naik 6,2 kali lipat per tahunnya. Profil penggunanya berasal dari ekspatriat, pelajar, orang tua, dan pengusaha importir.

Produk Jack

Diterangkan lebih jauh, Jack dikembangkan sebagai respons terhadap berbagai tantangan keuangan yang dihadapi oleh bisnis di Indonesia, seperti akses terbatas pada kartu kredit korporat dan prosedur keuangan yang tidak efisien. Dengan memanfaatkan kekuatan teknologi AI terdepan, Jack merevolusi proses keuangan dan meningkatkan produktivitas hingga sepuluh kali lipat dengan memperhatikan tingkat privasi dan keamanan data.

CEO Jack dan Transfez Edo Windratno / Jack

Jack menyediakan rangkaian solusi keuangan komprehensif, di antaranya Corporate Cards, Reimbursement, Bill Payment, Local Transfer, dan International Transfer. Platform ini membantu bisnis menyelesaikan permasalahan desentralisasi yang didapat dari penggunaan beberapa platform dan vendor berbeda, dengan menawarkan solusi holistik untuk meningkatkan kualitas kontrol finansial berdasarkan dengan data real-time dan tersentralisaasi pada sistem.

Dengan Jack, pemilik bisnis dan tim finansial bisa memiliki kontrol penuh atas pengeluaran perusahaan, meningkatkan akuntabilitas karyawan melalui tracking system secara real-time, mengotomasi pembayaran, memangkas biaya transaksi, dan mengurangi beban kerja tim finance. Dilengkapi dengan alur approval yang mudah melalui aplikasi mobile atau portal, Jack membantu setiap kliennya untuk dapat mengelola keuangan secara fleksibel.

“Yang membedakan kami adalah adanya integrasi antara submission, approval hingga payment-nya. Problem-nya selama ini disintegrasi financial software, ada yang pakai tools a, tools b, kami bisa integrasikan itu semua. Flow-nya dapat diatur dan ketika ada approval, dana bisa langsung di-disburse.”

Edo mencontohkan, untuk kebutuhan reimburse, tim finance dapat onboard para karyawan untuk memfoto tagihan lalu submit ke platform. Setelahnya akan masuk ke proses approval di tim finance. Tak hanya tim finance saja, tapi sistem di Jack dapat dikostumisasi orang terakhir yang dapat approve untuk setiap pengajuan.

“Ketika orang terakhir yang ditunjuk sudah approve untuk reimburse, engine kita bisa tembak untuk mulai transfer. Itu baru untuk reimburse, masih ada banyak pengeluaran lainnya yang akan kita kembangkan dengan fitur-fitur demi memangkas waktu kerja tim finance.”

Diklaim, dalam beberapa bulan setelah peluncuran Jack versi beta melalui platform Transfez for Business, kemampuan Jack telah diakui oleh para klien di berbagai skala bisnis, mulai dari UKM, startup, hingga korporasi, seperti Visinema, Adhimix Precast Indonesia, Impactto, dan Love Bonito.

Jack telah membantu para klien memangkas total waktu kerja tim finance hingga 7,800 jam, serta menghemat biaya transaksi dan operasional hingga 60% atau senilai lebih dari Rp 30 miliar per tahunnya.

Karena solusi Jack ini sektor agnostik, artinya perusahaan dapat menjangkau semua vertikal bisnis yang memiliki 10-250 karyawan. Diharapkan ke depannya semakin banyak klien korporasi yang dapat bergabung. Solusi sejenis juga ditawarkan oleh pemain asal Singapura, Aspire.

Application Information Will Show Up Here

Bunker Amankan Pendanaan Rp75 Miliar dari Alpha JWC, Northstar, dan Sejumlah Investor

Bunker, platform analitik keuangan asal Singapura, berhasil mengamankan pendanaan awal $5 juta atau setara Rp75 miliar.  Investor yang terlibat dalam pendanaan ini termasuk Alpha JWC Ventures, January Capital, Northstar Group, GFC, Money Forward, serta beberapa angel investor seperti Chris Lin, Rosemary Hua, dan Tiger Fang.

Visi Bunker ingin mendukung startup/UMKM di Asia tenggara dan Hong Kong menuju profitabilitas dan pertumbuhan yang ideal. Startup ini didirikan oleh Shivom Sinha pada Agustus 2021. Sebelumnya ia memulai karier di KKR, kemudian turut membantu divisi keuangan strategis untuk Gojek, Uber, dan Kargo di seluruh Indonesia dan wilayah regional.

Bunker dimulai setelah akuisisi “Proyek Beta”, sebuah konsultan layanan pembukuan dan pajak, yang kini menjadi anak perusahaan bernama Bunker Books. Mantan CEO Proyek Beta Jibrilia Alamsjah kini bergabung sebagai Co-Founder dan penasihat strategis untuk merancang produk Bunker dapat melayani C-level dengan memanfaatkan pengalaman eksekutifnya.

Co-Founder & CEO Bunker Shivom Sinha mengungkapkan bahwa dalam situasi ekonomi saat ini, para CEO dan CFO menjalankan standar tinggi dalam strategi keuangan perusahaan. Akan tetapi, siklus Financial Analysis and Planning (FP&A) terbukti dangkal, lambat, dan menghabiskan terlalu banyak jam kerja setiap bulannya.

Data keuangan paling lengkap dalam perusahaan adalah dokumen pembukuan, namun pembongkaran dan pengolahan datanya cukup kompleks. Sementara kelalaian dapat menyebabkan cash flow dan penganggaran yang buruk.

Layanan Bunker

Bunker memosisikan diri sebagai platform financial analytics modern yang memberikan visibilitas keuangan mendalam, dengan mengubah ribuan data yang terlewat di dalam berkas pembukuan menjadi informasi bisnis yang menguntungkan untuk para eksekutif, hanya dalam hitungan hari. 

Software rancangan Bunker dengan mudah menelusuri data melalui pemindaian ribuan baris transaksi serta data lainnya yang sering kali terlewatkan dalam data akuntansi perusahaan atau software Enterprise Resource Planning (ERP). Klien-klien Bunker diklaim telah membuktikan penghematan biaya minimal sebesar 10% dari OpEX selama penggunaan pertama.

Perusahaan menggunakan platform Bunker untuk mengidentifikasi peluang negosiasi biaya dan ketentuan pembayaran khusus dengan vendor, mendorong penganggaran ad-hoc dan mengelola hubungan investor atau penggalangan dana dengan lebih baik. Layanan ini telah menjangkau pasar Indonesia, Singapura, Filipina, dan Hong Kong.

Layanan ini juga telah terintegrasi dengan software seperti Xero, NetSuite, QuickBooks, Jurnal, Accurate, SAP, dan lainnya. Berbeda dari perangkat lunak intelijen bisnis yang ada di pasaran, Bunker menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam hal implementasi. Hanya dalam hitungan hari dan tanpa pemasangan atau pelatihan yang rumit bagi pengguna.

Selain itu, platform ini telah disesuaikan dengan sistem manajemen negara di Asia Tenggara dan Hong Kong dalam mengoperasionalkan data FP&A. Layanan Bunker mencakup laporan PDF bulanan yang terdiri dari poin-poin, grafik, dan tabel dalam bahasa yang mudah dipahami, serta menghadirkan kolaborasi strategis lintas fungsi.

Beberapa perusahaan yang sudah menggunakan layanan Bunker, termasuk platform penyewaan baju yang didukung oleh Softbank dan Style Theory. Selain itu, perusahaan pengelolaan sampah dan daur ulang Waste4Change juga disebut berhasil meningkatkan margin kotor sebesar 20% melalui pengelolaan keuangan yang optimal dengan Bunker

Pasar analitik keuangan

Pasar analitik keuangan disebut telah terkena dampak positif oleh pandemi COVID-19, karena meningkatnya volatilitas, meningkatnya ketidakpastian dalam bisnis telah menyebabkan adopsi perangkat lunak analitik keuangan yang membantu bisnis mengikuti keputusan keuangan di berbagai vertikal pengguna akhir.

Peningkatan adopsi perangkat komputasi yang meluas, peningkatan kemampuan penyimpanan canggih, dan pertumbuhan inovasi alat analitik baru menghadirkan kemungkinan baru bagi pelaku pasar, yang, pada gilirannya, mendorong pertumbuhan pasar analitik keuangan global.

Selain itu, peningkatan kesadaran di kalangan pengguna akhir tentang manfaat solusi analitik keuangan, terutama untuk analisis data real-time dan pengambilan keputusan berdampak positif pada pertumbuhan pasar.

Dalam laporan Pasar Analitik Keuangan yang dipublikasi oleh Allied Market Research, pasar analitik keuangan global diperkirakan bernilai US$7,6 miliar pada tahun 2020, dan diproyeksikan mencapai US$19,8 miliar pada tahun 2030, tumbuh pada CAGR 10,3% dari tahun 2021 hingga 2030.

Paper.id, BRI, dan Visa Berkolaborasi Luncurkan Kartu Kredit Bisnis

Setelah sebelumnya meresmikan kerja sama strategis dengan Visa Indonesia sebagai mitra penyedia pembayaran bisnis, Paper.id kini menggandeng BRI untuk menghadirkan kartu kredit inovatif “PAPERCARD”. Produk ini dirancang untuk memudahkan nasabah, terutama pebisnis di Indonesia dalam melakukan digitalisasi pembayaran.

Dalam pernyataan resmi, Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani mengungkapkan, penerbitan kartu kredit co-branding ini merupakan dukungan berkelanjutan BRI dan Paper.id terhadap visi pemerintah meningkatkan inklusi keuangan. “Salah satunya melalui transaksi nontunai, mendukung pelaku UMKM melakukan transformasi digital,” ungkapnya.

Melalui PAPERCARD, pebisnis diharapkan bisa bertransaksi dan mengelola finansial dengan lebih mudah di platform Paper.id. Produk ini menawarkan dua jenis keuntungan. Pertama SPACECARD, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar pebisnis secara real-time. Selain itu ada UNIVERSECARD yang mencakup semua fitur SPACECARD, dilengkapi dengan akses premium, seperti airport lounge dan konversi ke airline mileage.

PAPERCARD memungkinkan pemilik kartu untuk mengelola bisnis dan personal dalam satu kartu. Selain itu, akses kontrol terhadap informasi transaksi juga real-time dan akurat. Adapun pengajuan hingga akses informasi dan mutasi transaksi dapat dilakukan melalui platform web Paper.id.

Co-Founder & CEO Paper.id Yosia Sugialam mengungkapkan, kehadiran kartu kredit bisnis ini diyakini mampu memberikan dampak positif bagi pengguna Paper.id agar bisa merasakan inovasi pembayaran digital sekaligus juga bisa menikmati promo dan nilai personal untuk pemiliknya.

“Paper.id telah menjadi pionir sejak 2017 di bidang invoice & pembayaran bisnis. Hingga kini, lebih dari 450 ribu pebisnis sudah merasakan kemudahan dalam penagihan dan pembayaran bisnis lewat Paper.id,” ungkapnya.

Kehadiran PAPERCARD tidak lepas dari dukungan jaringan Visa yang memungkinkan kartu tersebut digunakan secara global, serta ragam promosi khusus yang ditawarkan. Kartu ini juga dapat digunakan untuk pembayaran operasional bisnis lainnya, seperti iklan jasa digital (Meta, Google & Tiktok), kebutuhan belanja aset dan inventaris kantor, perjalanan bisnis, dan lainnya.

Kerja sama strategis ini menjadi langkah ekspansif Paper.id setelah membukukan pendanaan seri B hingga $12 juta pada akhir 2022 lalu. Pendanaan tersebut dipimpin ARGOR (dulu Go-Ventures) dengan dukungan BM Capital, Skystar Capital, PT Kaya Alam Internasional, Living Lab Ventures, dan Redbadge Pacific.

Hingga 2022, Paper.id mengklaim jumlah pengguna telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2x lipat dari periode yang sama saat pandemi dimulai. Capaian ini menjadikan Paper.id munai profitabilitas dalam bisnis. ​

Co-branding kartu kredit BRI dan perusahaan teknologi

Berdasarkan data yang dipaparkan, pertumbuhan bisnis kartu kredit BRI dalam beberapa tahun terakhir terus menunjukkan tren yang positif. Secara year-on-year, volume transaksi tumbuh di atas 40%. BRI optimis untuk bisa tumbuh lebih besar. Salah satu strateginya adalah dengan menerbitkan kartu kredit premium untuk memenuhi kebutuhan pemilik bisnis.

Salah satu proyek pertama co-branding BRI dengan perusahaan teknologi tanah air adalah produk PayLater Card bersama Traveloka pada 2019 lalu. Kehadiran PayLater Card menawarkan skema baru pembayaran dan pengalaman unik kepada para pengguna semakin melengkapi layanan perbankan BRI. Selain dapat meningkatkan customer base dan penetrasi pasar di segmen milenial, PayLater Card juga menandai era baru bisnis kartu kredit di Indonesia.

Setelah itu, BRI juga turut menggandeng aplikasi dompet digital OVO untuk menghadirkan kartu kredit co-branding OVO U Card. Kartu kredit ini menyasar generasi muda dan digital natives untuk memperoleh kemudahan akses bertransaksi secara digital.

OVO U Card dirancang sebagai produk yang mudah diakses dan dikelola, untuk mengatur jadwal cicilan, menelusuri program yang tersedia dari BRI maupun ekosistem OVO dan Grab, dan melihat sejarah transaksi. Pemilik kartu juga dapat menikmati tambahan rewards dan benefit dari dua ekosistem tersebut. Bersama Tokopedia, BRI juga melakukan inisiatif serupa.

Berdasarkan statistik sistem pembayaran dan infrastruktur pasar keuangan (SPIP) Bank Indonesia (BI) nilai transaksi kartu kredit pada April 2023 naik 20,27 persen secara YoY dibandingkan nilai transaksi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp25,6 triliun. Begitu pula jumlah transaksi tumbuh 14,16 persen YoY pada April 2023 menjadi sebesar 30,46 juta transaksi. Per April 2023, jumlah kartu kredit yang beredar naik 5,19 persen YoY menjadi 17,42 juta unit.

Application Information Will Show Up Here

Feedloop Perkenalkan Inovasi Berbasis AI untuk Efisiensi Proses Bisnis

Penyedia SaaS untuk digitalisasi bisnis Feedloop.io mengumumkan perubahan nama menjadi Feedloop.AI, menyusul kehadiran AI Co-Pilot untuk mendorong efisiensi proses bisnis.

Kepada DailySocial.id, CMO Feedloop.Ai Muhammad Ajie Santika mengungkap upayanya untuk memperkuat posisinya sebagai pemain utama di bidang AI termasuk proses penggalangan dana seri A tahun ini.

Rebranding dan penggalangan dana

Feedloop didirikan oleh Ahmad Rizqi Meydiarso, Muhammad Ajie Santika, dan Ronaldi Kurniawan Saphala pada 2019, yang fokus menghadirkan solusi Low-Code Platform bagi bisnis dan perusahaan melalui produk QORE untuk digitalisasi dan pembuatan aplikasi.

Feedloop.io memutuskan untuk rebranding menjadi platform Feedloop.AI, yang memungkinkan perusahaan untuk membuat AI Co-Pilot sendiri dalam mengefisienkan proses bisnis. Feedloop.AI yang didukung dengan OpenAI dari Microsoft Azure, menghadirkan fitur-fitur untuk kebutuhan internal perusahaan, di antaranya sebagai sumber pengetahuan, asisten personal virtual, hingga peningkatan produktivitas secara otomatis.

Sumber: Feedloop.AI

Feedloop.AI dapat diintegrasikan dengan database milik perusahaan, baik dalam format PDF, website, atau dokumen lain. Dengan begitu, hal ini dapat dimanfaatkan untuk membagikane product knowledge perusahaan ke karyawan internal maupun pelanggan.

Tak hanya itu, Feedloop.AI juga dapat dimanfaatkan sebagai asisten personal yang kemampuannya dapat dilatih serta disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Feedloop.AI mengklaim dapat digunakan dengan optimal dan aman sesuai data dan instruksi yang diberikan.

“Feedloop tidak hanya memberikan produk yang siap pakai, tetapi juga memberikan solusi yang dapat diadaptasi sesuai perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis klien. Tim ini akan bekerja sama dengan klien untuk memahami secara mendalam kebutuhan bisnis mereka dan tantangan yang dihadapi dan mengembangkan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut,” ujar Ajie.

Dari sisi fleksibilitas, Feedloop.AI menawarkan kemampuan kustomisasi yang didukung oleh tim Solution & Delivery untuk mengakomodasi pemilik bisnis punya kebutuhan unik dan terus berkembang.

Lebih lanjut, Feedloop.AI berencana menggalang pendanaan baru tahun ini. “Saat ini, Feedloop sedang dalam proses penggalangan dana untuk tahap seri A untuk memperkuat posisi kami sebagai pemain utama dalam industri AI,” kata Ajie.

Sebelumnya, Feedloop telah memperoleh pendanaan awal dari angel investor sebagai modal awal untuk memulai operasional. Di 2021, Feedloop mendapat pendanaan pra-seri A dari TMI, Aksara Ventures, dan East Ventures. Pendanaan ini memungkinkan Feedloop untuk mengembangkan produk dan layanan lebih lanjut, serta memperluas jangkauan bisnis.

Pengembangan tanpa coding rendah

Meskipun sudah populer di Amerika Serikat dan Eropa, pengembangan solusi dengan sedikit coding (low-code) dan tanpa coding (no-code) dinilai masih tahap pengenalan di Indonesia. Menurut Ajie, pemahaman dan kesadaran atas manfaat dan potensi ini perlu ditingkatkan.

“Banyak perusahaan dan software developer masih mengandalkan pendekatan tradisional dalam pengembangan aplikasi, yang memerlukan keahlian pemrograman yang mendalam dan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan produk yang kompleks,” tuturnya.

Feedloop.AI mengklaim sebagai pionir yang mengembangkan solusi dengan pendekatan low-code dan no-code di Indonesia. Dengan mengadopsi kemampuan ini, pihaknya dapat mengembangkan aplikasi dan solusi perangkat lunak lebih cepat dan efisien sehingga dapat mengurangi biaya dan waktu pengembangan, meningkatkan fleksibilitas, dan mempercepat go-to-market produknya.

Secara khusus, Feedloop.AI berfokus membantu transformasi digital enterprise di Indonesia melalui low-code platform, customer experience platform, dan AI platform. Saat ini, Feedloop.AI telah menangani 41 klien mulai dari sektor perbankan dan keuangan, FMCG, hingga BUMN. Ke depannya, Feedloop.AI akan memperluas penggunaan produknya ke berbagai kategori bisnis, tak hanya segmen enterprise.

“Pengguna dapat berlangganan dan menggunakan platform Feedloop.AI dengan membayar biaya langganan sesuai dengan paket yang mereka pilih. Selain itu, Feedloop.AI juga menyediakan layanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan kustom dari klien. Layanan ini dapat mencakup fitur-fitur tambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis individu.”

Ambisi Gaweku Setelah Rebranding, Ingin Ciptakan Solusi HR-Tech Terpadu

Baru-baru ini, startup HR-tech Reeracoen Indonesia mengumumkan rebrand menjadi Gaweku, sekaligus mengubah badan hukumnya PT Gaweku Human Technology. Langkah ini mengawali ambisi perusahaan yang ingin membentuk ekosistem HR menyeluruh di Indonesia dengan bantuan teknologi terkini.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, COO Gaweku Kenichi Fujiki menyampaikan, rebrand ini adalah upaya perusahaan agar semakin dekat dengan Indonesia — agar mudah diingat dan dilafalkan daripada merek sebelumnya.

“Sebelumnya kita sudah ada keinginan agar lebih mudah diingat klien. Karena kebetulan masuk ke tahun ke-10, sekalian saja kita rebrand […] kami ingin fokuskan ke satu nama yang sangat merepresentasikan Indonesia,” ujarnya.

Gaweku berasal dari kata “gawe” dan “aku”. Gawe berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti “pekerjaan”. Menurut Fujiki, nama tersebut mencerminkan kebanggaan perusahaan atas kualitas pekerjaan tim Gaweku selama ini, serta kontribusi yang diberikan kepada masyarakat Indonesia melalui pertumbuhan pelanggan dan kesuksesan perusahaan.

Baginya, transformasi ini tidak hanya sekadar perubahan brand saja, perusahaan memahami bahwa banyak profesional di bidang SDM menghabiskan waktu berharga mereka untuk tugas-tugas administratif yang panjang dan berulang.

Berdasarkan pemahaman ini, Gaweku bertekad untuk mengembangkan bisnisnya dan mengintegrasikan teknologi ke dalam bidang SDM. Melalui langkah ini, Gaweku bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan memberikan solusi inovatif dalam industri teknologi SDM.

“Sudah 10 tahun kami bekerja di seputar HR, kami tahu dalam praktiknya ada kesulitan yang mereka alami setiap hari. Dengan brand baru, kami ingin jadi penyedia jasa untuk berikan solusi kepada praktisi HR dan bentuk ekosistem HR yang saling terhubung satu sama lain.”

Produk utama Gaweku yang sudah hadir sejak awal berdiri di 2013 adalah Gaweku Recruit, adalah recruitment agency (headhunter) untuk mencari talenta terbaik yang dibutuhkan klien perusahaan. Kemudian, pada 2018, meluncurkan solusi earned wage access (EWA) dinamai Kasibon (dulu bernama Ultratech), memberikan solusi gaji prabayar kepada karyawan yang mengajukan.

Diklaim Kasibon adalah pelopor produk EWA di Indonesia. Perusahaan menyediakan solusi tersebut dengan menggunakan kapital sendiri, tidak bekerja sama dengan perusahaan dari jasa keuangan. “Jadi klien Gaweku Recruit bisa jadi klien Gaweku Kasibon juga.”

Produk ketiga adalah media online khusus HR bernama HRPods, membahas seluruh topik mengenai dunia HR yang selama ini akses informasinya terbatas. Fujiki memastikan HRPods ini bersifat netral dan tidak hanya memberitakan semua informasi terbaru dari Gaweku.

Produk terbaru yang sedang dikembangkan perusahaan adalah Gaweku HR System, untuk mengatasi kesulitan HR dalam mengelola administrasi, basis data karyawan, pembayaran gaji, hingga absensi. Menurut Fujiki, solusi ini sedang dalam tahap pengembangan yang ditargetkan dapat dirilis segera. “Produk ini akan jadi yang pertama menyelesaikan isu HR dalam satu platform.”

Sudah cetak untung

Terkait status keuangan perusahaan, Fujiki mengaku sejak tahun pertama perusahaan berdiri sudah cetak laba, mengingat bisnis headhunting tergolong lebih sehat karena B2B, sehingga tidak perlu bakar duit. Meski tidak bisa dirinci dengan angka, ia bilang pertumbuhannya cukup fluktuatif mengingat banyak faktor pemicunya. Lantaran bisnis headhunting seperti ini berurusan dengan manusia, bukan dari tools, teknologi, atau solusinya.

“Tapi tentang orangnya, konsultan-konsultan kami itu kan manusia, jadi ada masa istirahatnya, resign atau sebagainya, ketika itu terjadi bisa memengaruhi produktivitas perusahaan.”

Terlebih perusahaan sedang mengembangkan produk baru dan ambisi besar lainnya di HR-tech, bila diperhitungkan dengan rinci, perusahaan butuh investor strategis untuk membantunya. Tak hanya cari dana segar, ia pun menargetkan Gaweku dapat IPO setidaknya pada 2027 mendatang.

“Ketika kita bisa go public di 2027, maka akan semakin banyak orang yang tertarik dengan kita, sehingga ekosistem HR yang mau kita bangun semakin melebar.”

Sebagai catatan, Gaweku merupakan anak usaha dari perusahaan recruitment agency asal Jepang, Neo Career Group. Tak hanya di Indonesia, Reeracoen beroperasi di 8 negara di Asia, seperti Thailand, India, Malaysia, Vietnam, Filipina, Taiwan, dan Hong Kong. Di Indonesia, Neo Career membentuk perusahaan patungan dengan perusahaan lokal.

Tren industri HR

Menurut Fujiki, pasca pandemi, perusahaan yang kembali membuka lowongan pekerjaan tumbuh tinggi karena mereka mulai ekspansi jor-joran setelah tertahan selama beberapa tahun saat pandemi. Walau tidak digambarkan dengan angka, diibaratkan jumlah lowongan yang dicari klien lewat Gaweku lebih tinggi daripada di 2019, alias sebelum pandemi.

“Tapi meski lapangan kerja yang dicari naik, bukan berarti orang yang bisa mengisi posisi tersebut memenuhi kriteria. Tugas kami adalah menjembatani para pencari kerja yang sesuai kapasitasnya dengan yang dicari perusahaan.”

Gaweku sendiri melayani seluruh segmen industri yang membutuhkan jasa headhunting, walau kebutuhan talenta teknologi untuk perusahaan teknologi belakangan banyak dicari di Indonesia. Solusinya paling banyak digunakan oleh perusahaan yang bergerak di industri manufaktur, logistik, trading, service, dan teknologi.

Berkaitan pula dengan strategi ekspansi yang banyak dilakukan perusahaan, maka tren lowongan pekerjaan yang paling banyak dicari saat ini adalah orang-orang yang berpengalaman di dunia sales, juga engineer.

“Permintaan tech talent di Indonesia secara umum tinggi, begitupula di kami. Tapi karena ada dampak mass layoff di A.S, itu berdampak juga di Indonesia. Kebutuhannya tetap tinggi, tapi pertumbuhannya stagnan,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

SEVIMA Hadirkan Platform SaaS untuk Digitalisasi Perguruan Tinggi

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan di tanah air telah mengalami transformasi luar biasa berkat teknologi. Saat kegiatan belajar offline beralih ke digital, muncul platform Software-as-a-Service (SaaS) sebagai solusi untuk sektor pendidikan.

Salah satu platform SaaS yang menghadirkan solusi terpadu adalah SEVIMA. Berdiri di 2003 dan berbasis di Surabaya, SEVIMA menyebut telah mengalami pertumbuhan positif dari proyek klien yang dikerjakan, terutama saat pandemi.

Kepada DailySocial.id, CMO SEVIMA Andry Huzain, mengungkap fitur dan layanan yang ditawarkan, klaim profitabilitas yang dicapai di 2019, dan rencana bisnis selanjutnya.

Platform SaaS untuk perguruan tinggi

Mengklaim sukses menggarap proyek sejumlah klien, SEVIMA melihat peluang dalam menyediakan solusi SaaS untuk perguruan tinggi yang kini berkembang menjadi Sistem Akademik berbasis SaaS atau “SEVIMA Platform”. Solusi ini disebut dapat merevolusi digitalisasi kampus dengan biaya terjangkau dan mengatasi berbagai masalah administrasi kampus.

Masalah tersebut di antaranya adalah proses penerimaan mahasiswa, pembayaran kuliah, pembelajaran online, akreditasi, penerbitan ijazah, hingga pelaporan data kampus kepada pemerintah, yang dulunya harus diinput satu per satu di sistem hingga dicetak.

Dengan SEVIMA Platform, semua aktivitas tersebut dapat diproses secara otomatis dan saling terintegrasi. Saat ini, SEVIMA menyebut sebagian besar kliennya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dari segmen menengah hingga ke atas. Selain itu, akselerasi teknologi akibat pandemi dinilai memengaruhi pertumbuhan bisnis SEVIMA. Memanfaatkan fitur seperti EdLink, mahasiswa dapat mengakses platform SEVIMA pada saat pandemi.

“Pandemi menjadi agen transformasi untuk semua orang dan mengakselerasi semua. Kami memiliki LMS yang bernama EdLink yang kami perkenalkan lebih jauh saat masa pandemi kepada mahasiswa,” kata Andry.

Capai profitabilitas

Berbeda dengan platform edcteh pada umumnya yang masih memperoleh pendanaan, SEVIMA telah mencapai profitabilitas dan menerapkan kegiatan kampanye pemasaran secara grassroots, word of mouth, dan community base.

“SEVIMA adalah tech company dan tidak pernah bakar uang, marketing cost bisa dibilang zero,” kata Andry.

Meski saat ini sudah ada beberapa platform lokal yang menawarkan layanan serupa, Andry menilai kondisi tersebut justru memvalidasi bisnis SEVIMA. Tercatat hingga saat ini ada sekitar 800 kampus dan 3 juta mahasiswa seluruh Indonesia yang telah menggunakan platform SEVIMA.

SEVIMA mengklaim lebih unggul dari platform sejenis karena menghadirkan rangkaian produk lengkap dan mendalam dari hulu hingga ke hilir, mulai dari calon mahasiswa memanfaatkan portal (MauKuliah) untuk mencari kampus ideal yang tepat hingga menjadi mahasiswa sampai yudisium hingga menjadi alumni.

Menurut Andry, kehadiran SEVIMA mampu mendemokratisasi digitalisasi dan integrasi business process pengelolaan kampus. Tidak harus lewat laptop, aksesnya dapat dilakukan dengan ponsel. Sebelumnya, digitalisasi dan kemudahan akses administrasi dianggap hanya menjadi privilege yang dinikmati kampus-kampus besar karena telah mapan secara finansial dan mampu membuat aplikasinya sendiri.

“Jadi kita fokus ke satu yaitu untuk menjadi operating system dari perguruan tinggi dengan menghadirkan banyak layanan yang relevan,” kata Andry.

Berlangganan dan agregator pembayaran

Sumber: SEVIMA

SEVIMA menawarkan model berlangganan, memungkinkan lembaga pendidikan untuk mengakses berbagai fitur dan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Selain delapan opsi berlangganan, SEVIMA juga menyediakan paket gratis SEVIMA GoFeeder Community yang dapat digunakan perguruan tinggi yang akses internetnya terbatas dan tidak memiliki mahasiswa dalam jumlah yang besar.

SEVIMA juga memiliki layanan SevimaPay yang berfungsi untuk memfasilitasi kampus dan bank untuk menerima pembayaran biaya kuliah mahasiswa secara online lewat berbagai metode, termasuk ATM dan mobile banking. SevimaPay berupaya menyederhanakan dan menyelaraskan proses pembayaran sehingga lebih mudah, cepat, dan transparan. Adapun, SevimaPay berkontribusi besar terhadap total GMV perusahaan.

“Bagian dari ekosistem kami, SevimaPay adalah payment aggregator di 800 kampus untuk bisa membayar uang kuliah melalui minimarket. Tampaknya sederhana, tapi sangat berarti bagi mahasiswa yang sebelumnya harus bayar manual di kampus dan belum memiliki akses ke perbankan,” ungkap Andry.

Ekspansi

Tahun ini, perusahaan berencana menghadirkan inovasi yang relevan dengan pengembangan fitur, melakukan ekspansi pasar dan perekrutan, serta mengeksplorasi pengembangan AI. SEVIMA mengklaim tumbuh secara berkelanjutan sebesar 50% (YoY), dengan target addressable market domestik yang masih terbuka luas.

Disinggung tentang penggalangan dana, Andry menegaskan, jika ada investor yang menawarkan peluang untuk mendukung ekspansi regional SEVIMA, ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi perusahaan dan kerja sama yang strategis.

“Di Indonesia ada 4.500 kampus dan baru sekitar 800 kampus yang menggunakan SEVIMA. Komitmen kami sangat kuat untuk memperluas demokratisasi kampus, termasuk peluang untuk ekspansi ke luar negeri dalam tiga tahun ke depan.” Tutup Andry.

SaaS: Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya untuk Bisnis

Apakah kamu pernah mendengar istilah SaaS? SaaS merupakan singkatan dari Software as a Service, ini menjadi istilah yang digunakan perusahaan yang menjual produk perangkat lunak kepada pelanggan.

Tertarik untuk mempelajari SaaS lebih lanjut? Simak artikel ini hingga akhir, ya!

Definisi SaaS

SaaS adalah singkatan dari “Software as A Service”. Dalam konteks startup, SaaS adalah model yang populer karena memungkinkan mereka menawarkan produk yang memiliki scalability dengan biaya awal yang rendah.

Daripada harus mengembangkan dan mendistribusikan perangkat lunak pada media fisik, perusahaan SaaS dapat membuat produk mereka tersedia secara online, dapat diakses oleh siapa saja yang memiliki koneksi internet.

Startup SaaS juga bisa mendapatkan keuntungan dari aliran pendapatan berulang yang berasal dari membebankan biaya berlangganan kepada pengguna untuk mengakses perangkat lunak mereka.

Ini bisa menjadi model bisnis yang lebih berkelanjutan daripada menjual perangkat lunak secara langsung, yang mungkin hanya menghasilkan pendapatan satu kali per pelanggan.

Secara keseluruhan, SaaS telah menjadi model yang populer bagi perusahaan startup karena menyediakan cara untuk memberikan produk perangkat lunak yang hemat biaya dan dapat diskalakan.

Karenanya, perusahaan dapat fokus membangun dan meningkatkan produk mereka daripada mengkhawatirkan distribusi dan pemeliharaan.

Jenis Aplikasi SaaS

Ada berbagai jenis aplikasi SaaS yang tersedia di pasar, masing-masing melayani industri dan kebutuhan pengguna yang berbeda. Berikut adalah beberapa jenis SaaS yang umum.

Alat Komunikasi dan Kolaborasi

Ini termasuk klien email, perangkat lunak konferensi video, aplikasi perpesanan, alat manajemen proyek, dan aplikasi lain yang memfasilitasi komunikasi jarak jauh dan kolaborasi tim.

Customer Relation Management (CRM)

Perangkat lunak CRM membantu bisnis mengelola interaksi pelanggan dan proses penjualan. Alat-alat ini dapat mencakup fitur-fitur seperti manajemen kontak, pelacakan prospek, dan peramalan penjualan.

Human Resource Management (HRM)

Perangkat lunak HRM membantu bisnis mengelola data karyawan mereka, seperti penggajian, tunjangan, dan evaluasi kinerja.

Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (ERP)

Perangkat lunak ERP mengintegrasikan berbagai proses bisnis, seperti keuangan, manajemen inventaris, dan manajemen rantai pasokan, ke dalam satu sistem.

Akuntansi dan Keuangan

Perangkat lunak akuntansi dan keuangan mencakup alat untuk mengelola faktur, pengeluaran, dan laporan keuangan.

E-commerce

Perangkat lunak e-commerce menyediakan platform bagi bisnis untuk menjual produk atau layanan mereka secara online.

Otomatisasi Marketing

Perangkat lunak otomasi pemasaran membantu bisnis mengotomatiskan kampanye pemasaran mereka, seperti pemasaran email dan iklan media sosial.

Business Intelligence (BI)

Perangkat lunak BI menyediakan alat bagi bisnis untuk menganalisis dan memvisualisasikan data, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang lebih tepat.

Manfaat SaaS

Ada beberapa keuntungan dari SaaS untuk startup, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.

Biaya awal Rendah

SaaS menghilangkan kebutuhan startup untuk berinvestasi dalam infrastruktur perangkat keras dan perangkat lunak yang mahal. Sebaliknya, mereka dapat membayar perangkat lunak secara berlangganan, sehingga mereka dapat mengakses perangkat lunak tersebut melalui internet.

Skalabilitas

Aplikasi SaaS dibuat agar dapat diskalakan, artinya dapat dengan mudah mengakomodasi peningkatan pengguna atau permintaan.

Hal ini membuat SaaS menjadi solusi hemat biaya bagi perusahaan rintisan yang ingin mengembangkan basis pelanggan mereka.

Akses ke Fitur Baru

Vendor SaaS terus memperbarui perangkat lunak mereka untuk menambahkan fitur dan fungsionalitas baru. Ini berarti startup dapat mengakses fitur perangkat lunak terbaru tanpa harus berinvestasi dalam peningkatan yang mahal.

Kemudahan Penerapan

Aplikasi SaaS biasanya mudah digunakan, dengan sebagian besar vendor menawarkan panduan dan tutorial penyiapan berbasis web.

Ini berarti bahwa startup dapat bangun dan berjalan dengan cepat, tanpa harus menghabiskan banyak waktu untuk konfigurasi dan instalasi.

Fleksibilitas

Aplikasi SaaS dapat diakses dari mana saja dengan koneksi internet, sehingga memudahkan startup untuk bekerja dari jarak jauh atau berkolaborasi dengan anggota tim yang berada di berbagai belahan dunia.

Biaya yang Dapat Diprediksi

Aplikasi SaaS biasanya dibanderol dengan harga berlangganan, dengan biaya bulanan atau tahunan yang dapat diprediksi. Hal ini memudahkan perusahaan rintisan untuk menganggarkan dan merencanakan masa depan.

Nah, itu tadi penjelasan mengenai SaaS. Saas memberikan banyak keuntungan, terutama bagi perusahaan startup, karena tidak perlu berinvestasi mahal di perangkat keras/lunak dari awal.