Momofin Luncurkan Platform Manajemen Dokumen dan Kontrak, Debut dengan Pendanaan “Angel Round”

Momofin adalah penyedia sistem manajemen lifecycle dokumen dan kontrak. Startup ini diinisiasi sejak awal tahun 2022 oleh Pranowo Putro, Saga Iqranegara, dan Yoga Pratama; dengan misi mempermudah masyarakat dalam berbagai proses administratif yang melibatkan tata kelola dokumen dan kontrak.

Untuk menunjang bisnis, dalam debutnya Momofin telah membukukan pendanaan angel round yang diikuti sejumlah investor individu — di antaranya dua co-founder startup social commerce Woobiz  Firlie Ganinduto dan Rorian Pratyaksa. Dana segar akan difokuskan untuk pengembangan dan penguatan lini produk.

Lewat dua produk yang telah dirilis sejak pertengahan tahun ini, yakni MomofinGO dan eMET by Momofin, layanan mereka telah digunakan lebih dari 10 ribu pengguna dan 100 klien perusahaan.

MomofinGo merupakan sebuah platform manajemen dokumen dan kontrak berbasis web yang ditujukan untuk bisnis. Sementara eMEY by Momofin berbentuk aplikasi e-materai yang ditujukan untuk konsumen akhir.

Mitra strategis Peruri

Salah satu kapabilitas yang dihadirkan lewat eMET adalah fitur e-Materai dan e-Signature. Seseorang bisa mengesahkan sebuah dokumen digital dengan materai elektronik dan tanda tangan elektronik; adapun materai tersebut secara resmi diterbitkan dari Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI).

Beleid tentang dokumen elektronik sendiri mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 (UU ITE) Pasal 5 ayat (1). Di sana disebutkan, bahwa dokumen elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan dokumen kertas setelah disahkan, salah satunya lewat pembubuhan e-materai.

Selain untuk memberikan tanda tangan dan e-materai, eMET juga difungsikan untuk memudahkan masyarakat dalam mengelola dokumen yang telah ditandatangani. Fungsinya mirip sebagai sebuah pustaka digital yang menyimpan berbagai arsip dokumen-dokumen penting yang dimiliki.

Tampilan layanan MomofinGO

Sementara itu, dengan MomofinGO sebuah perusahaan bisa mulai melakukan transformasi digital dengan mengubah proses administrasi dokumen (pembuatan, peresmian, hingga pemberkasan) yang sebelumnya berbasis kertas ke digital. Di sini pebisnis bisa mengunggah sebuah dokumen dan menambahkan pihak untuk melakukan pembubuhan legalitas. Layanan tersebut juga turut mengautomasi alur proses (lifecycle) tata kelola dokumen secara menyeluruh.

Momofin turut menyediakan layanan API yang bisa diintegrasikan dengan sistem ERP (Enterprise Resource Planning) yang sudah dimiliki perusahaan.

Potensi bisnis

Menurut data Ditjen Pajak, di Indonesia pembuatan dokumen mencapai 9,65 miliar per tahun, sekitar 20% di antaranya membutuhkan peresmian dengan materai. Dari sana diproyeksikan nilai ekonomi yang berputar mencapai 19 triliun Rupiah setiap tahun. E-meterai juga telah disahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Bea Meterai resmi yang berlandaskan hukum pada Oktober 2021.

Dengan potensi ini, sejumlah startup juga mulai memberikan layanan e-materai, di antaranya Paper.id (fokus ke layanan invoicing) dan TekenAja (fokus ke layanan tanda tangan digital).

Saat ini dokumen digital memang menjadi komoditas yang makin banyak digunakan. Penggunaannya seperti untuk pengesahan dokumen pembukaan rekening di bank digital; proses tanda tangan kontrak kerja di perusahaan yang sepenuhnya beroperasi secara remote working; dan lain-lain.

“Dengan adanya pendanaan baru, kami ingin berinovasi untuk mengembangkan teknologi produk kami agar lebih canggih dengan mengaplikasikan artificial intelligence. Harapannya dengan data yang ada, kami dapat mengembangkan fitur automasi yang sangat mempermudah pengguna kami ke depannya,” ujar Putro selaku Co-Founder Momofin.

Application Information Will Show Up Here

Mekari Dorong Resiliensi Pelaku UMKM di Tengah Gejolak Ekonomi

Ajang tahunan Mekari Conference 2022 kembali digelar oleh startup pengembang SaaS untuk bisnis Mekari. Misinya kali ini adalah mengajak para pelaku UMKM di Indonesia untuk tetap resilient di tengah berbagai gejolak ekonomi yang baru.

Mekari Conference berupaya memfasilitasi para pemilik usaha yang ingin mentransformasi bisnisnya dengan menghubungkan mereka ke pelaku teknologi, investor, pakar keuangan dan HRD, hingga sektor pemerintahan.

“Untuk tetap resilient di situasi saat ini, penting bagi UMKM melakukan digital upskilling sehingga mereka tahu cara beradaptasi secara digital. Hal ini juga termasuk bagi UMKM di segmen unbanked untuk mempertimbangkan [adopsi] solusi fintech,” tutur COO Mekari Anthony Kosasih ditemui pada jumpa pers Mekari Conference, Kamis (11/8).

Saat ini, Mekari menawarkan solusi all-in-one di bawah brand Qontak (sales & support), Talenta (HR), Flex (HR), Jurnal (finance), dan Klikpajak (tax). Pihaknya mengklaim telah melayani lebih dari 600 ribu pengguna dan 35.000 bisnis di lebih dari 20 kota di Indonesia.

SMB Pulse Index

Pada ajang ini, Mekari sekaligus memaparkan risetnya bertajuk “SMB Pulse Index” yang menyoroti tiga tren terkait peran teknologi memperkuat resiliensi UMKM dalam menjaga pertumbuhan bisnis di masa pandemi.

Pertama, sebanyak 73% responden dari UMKM yang sudah go digital mengaku bisnisnya bertumbuh saat puncak pandemi di sepanjang 2021. Pergeseran perilaku belanja ke omnichannel atau online juga disebut telah membantu UMKM B2X yang sudah go digital kembali ke titik pertumbuhan positif.

Tren kedua, survei menunjukkan bahwa UMKM yang memakai solusi digital terintegrasi mencatat pertumbuhan 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan UMKM yang hanya menggunakan satu solusi saja.

SMB Pulse Index / Sumber: Mekari

Selain itu, UMKM yang menggunakan berbagai solusi digital (multi-tech adopter) di segmen B2B merekam pertumbuhan 1,54 kali dibandingkan UMKM B2B yang hanya memakai satu solusi saja (single-tech adopter). Di segmen B2C, UMKM multi-tech adopter mencatat pertumbuhan 1,51 kali dibandingkan UMKM single-tech adopter di segmen serupa.

Adapun, tren ketiga menunjukkan bahwa UMKM kini mengadopsi solusi cloud yang dinilai agile dan scalable pada platform di mana solusi-solusi ini dapat berjalan alias menjadi ekosistem digital terpadu.

Ekspansi fintech

Ditanya lebih lanjut mengenai ekspansi Mekari ke layanan fintech, Anthony mengungkap bahwa pihaknya kini tengah menyiapkan produk pinjaman usaha (merchant financing). Pihaknya masih berdiskusi dengan mitra penyalur pinjaman, baik dari bank dan non-bank) untuk memberikan merchant financing.

Sebagai informasi, sebelumnya Mekari sudah masuk ke layanan fintech lewat Mekari Flex yang merupakan platform Earned Wage Access (EWA).

“[Produk fintech yang disiapkan] bukan lending yang terkait dengan consumer. Kalau untuk merchant, saat ini masih in the works. Contoh [use case] adalah working capital atau supply chain financing. Di Jurnal, akan ada semacam add-ons, atau bisa jadi produk baru,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan DailySocial.id, layanan pinjaman usaha yang dimaksud, telah diperkenalkan melalui brand Mekari Capital. Namun, tampaknya Mekari Capital belum diluncurkan secara resmi. Dari sumber yang kami himpun, Mekari Capital menawarkan pinjaman bisnis dengan persetujuan dalam 1 hari setelah data tervalidasi. Limit yang ditawarkan berkisar Rp100 juta-Rp1 miliar dengan tenor 1-12 bulan.

“Realisasi akan bertahap karena kami harus berdiskusi dengan bank atau lembaga non-bank. Bagaimana caranya make it available secara mudah. Pengguna Mekari sudah submit data ke platform, tinggal bagaimana kami olah data dan mereka bisa apply secara seamless.” Tutupnya.

Disclosure: DailySocial.id merupakan media partner Mekari Conference 2022

Startup SaaS Akuntansi Delegasi Dikabarkan Peroleh Pendanaan Awal

Startup Saas pembukuan digital Delegasi dikabarkan memperoleh pendanaan awal (seed) dengan BEENEXT menjadi salah satu investor di putaran ini. Delegasi merupakan salah satu peserta Y Combinator batch S22.

Delegasi merupakan startup SaaS di bidang akuntansi. Berasal dari Bandung, platform ini didirikan tiga lulusan ITB, yakni Adrian Maulana, Anshorimuslim (Ans) Syuhada, dan Yudha Okky Pratama.

Mengutip dari berbagai sumber, para founder berupaya mengatasi masalah klasik yang kerap dialami para pemilik bisnis, seperti keterbatasan SDM dan minim pengetahuan terhadap akuntansi. Dari survei yang mereka lakukan, banyak pemilik bisnis telah membayar biaya langganan solusi semacam ini selama setahun, tetapi berhenti pada 1-2 bulan pertama. Menurut responden, perangkat lunak akuntansi yang ada dinilai terlalu kompleks bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan pada hal ini.

Startup ini mengembangkan virtual financial assistant berbasis AI yang dapat membantu pemilik usaha F&B untuk melakukan pencatatan keuangan. Pemilik bisnis cukup mengunggah struk, seperti nota belanja, mutasi rekening, dan stock opname via Telegram.

Sistem akan melakukan input, pencatatan, dan analisis yang menghasilkan tiga jenis laporan keuangan, yakni laba rugi, arus kas, dan neraca. Solusi ini diklaim dapat menghemat biaya tiga kali lebih terjangkau sehingga pemilik bisnis dapat fokus terhadap operasional dan tidak perlu merekrut karyawan.

Pasar SaaS

Saat ini pelaku UMKM memiliki banyak opsi yang dapat membantu mereka memudahkan kegiatan operasional. Sudah banyak startup di Indonesia yang mengembangkan produk, seperti pencatatan keuangan digital, cloud, hingga POS.

Mekari termasuk startup SaaS yang terbesar di Indonesia, menawarkan berbagai produk untuk meningkatkan produktivitas pegawai dan bisnis. Terakhir, Mekari mengakuisisi platform pengembang layanan CRM Qontak.

Selain itu, ada pula Credibook dan BukuWarung yang juga mengembangkan solusi pencatatan keuangan digital bagi pelaku UMKM. Kemudian, Qasir yang membidik pasar merchant untuk aplikasi POS.

Mengacu data Kementerian Koperasi dan UKM, baru ada 19 juta UMKM yang masuk ke ekosistem digital per Mei 2022. Angka tersebut masih jauh dari target 30 juta UMKM go digital di 2024. Adapun, total omzet UMKM yang sudah go digital telah mencapai Rp500 triliun-Rp600 triliun.

Startup “Micro Finance Enabler” Djoin Memperoleh Pendanaan Pra Awal

Startup micro finance enabler Djoin memperoleh pendanaan pra-awal (pre-seed) sebesar $1 juta atau sekitar 14,5 miliar Rupiah dari angel investor yang dirahasiakan namanya (undisclosed). Pendanaan ini akan digunakan untuk memperkuat ekosistem keuangan mikro dan memperluas pasar di Indonesia.

Djoin merupakan startup asal Bali yang menyediakan platform SaaS terdesentralisasi untuk segmen koperasi. Berdiri sejak 2020, Djoin memiliki misi untuk menghadirkan solusi keuangan mikro secara holistik mulai aplikasi, pelatihan SDM, penguatan manajemen risiko, serta peningkatan brand bagi lembaga keuangan mikro, khususnya koperasi simpan pinjam.

Founder Djoin I Wayan Indra Adhi Suputra mengatakan akan memperluas cakupan layanannya ke seluruh Indonesia. Ia membidik target kerja sama dengan 1.000 lembaga keuangan mikro, terutama koperasi simpan pinjam, hingga 2025.

Saat ini, Djoin mengklaim telah bermitra dengan puluhan koperasi dengan total aset mencapai Rp1 triliun di Bali, NTB, dan NTT. Pihaknya juga bersinergi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengedukasi lembaga keuangan mikro, khususnya koperasi.

“Kami memiliki visi untuk memberikan dampak sosial dengan mengembangkan lembaga keuangan mikro, khususnya koperasi modern, yang akan menjadi motor penggerak pertumbuhan UMKM di Indonesia.”

Djoin menawarkan dua layanan digital, yakni (1) Djoin Koperasi Digital untuk layanan simpan pinjam dan penjualan barang/jasa, dan (2) Djoin Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Digital. Perlu dicatat, aplikasi mobile bersifat white label sehingga memakai nama koperasi alih-alih brand Djoin. Adapun, aplikasinya sudah meluncur sejak 2020.

Sebelumnya ada Kodi, layanan serupa yang juga hendak membantu koperasi di daerah digitalkan layanan dan memberikan value-added kepada anggotanya lewat fitur berbasis teknologi.

Transformasi koperasi

Mengutip Katadata, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah koperasi di Indonesia pada 2020 mencapai 127.124 unit dengan mayoritas berada di Jawa Timur (17,6%), Jawa Barat (11,5%), dan Jawa tengah (9,5%).

Kontribusinya terhadap PDB baru mencapai 5% di periode tersebut. Adapun, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) membidik kontribusi sektor koperasi menyentuh 5,5% terhadap PDB nasional pada 2024.

Dalam pernyataannya tahun lalu, Sekretaris KemenkopUKM Arif Rahman Hakim mengatakan, perkoperasional nasional dihadapkan pada tantangan untuk mengubah cara berbisnis dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi produk.

Untuk menghadapi perkembangan teknologi yang cepat, ia menilai koperasi dan UKM perlu melakukan digitalisasi agar dapat mencapai efisiensi dan efektivitas layanan koperasi tanpa perlu mengubah nilai dasar.

“Modernisasi koperasi adalah upaya perubahan atau transformasi digital koperasi agar lebih maju dalam hal organisasi, tata kelola dengan teknologi, dan dapat mengikuti perkembangan zaman,” tuturnya.

VC Hendra Kwik Berpartisipasi ke Pendanaan Startup SaaS No-Code “Fieldproxy”

Startup SaaS pengembang platform no-code Fieldproxy mengumumkan penerimaan dana pra-seri A senilai $750 ribu (sekitar 11,2 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Y Combinator (W22 Batch), diikuti jajaran investor lainnya, yakni Number Capital, Mars Shot Ventures, Kevin Moore, dan Abheek Basu. Investor sebelumnya, seperti LetsVenture, 2am VC, magic.fund, serta angel investor dari sejumlah perusahaan di India turut serta dalam penyertaan modal.

Number Capital dan MAGIC merupakan unit ventura yang turut dinakhodai oleh Hendra Kwik, atau dikenal sebagai founder Payfazz. Di Number Capital ia berperan sebagai Founding Partner, sementara di MAGIC sebagai LP dan Partner.

Sejauh ini perusahaan berhasil mengumpulkan dana sebesar $1,05 juta. Adapun dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan upaya go-to-market (GTM).

Didirikan pada 2020 oleh Swaroop Vijayakumar, alumnus IIM Kozhikode, dan Balakrishna B, alumnus BITS Pilani di India, Fieldproxy menyediakan platform tanpa kode berbasis web yang memungkinkan bisnis merampingkan dan menyederhanakan interaksi internal mereka dengan tim lapangan di industri seperti bidang jasa, barang konsumsi, farmasi, energi, atau telekomunikasi.

Co-Founder Razorpay & Partner Mars Shot Ventures Shashank Kumar menuturkan, pihaknya senang dapat mendukung FieldProxy untuk mewujudkan visi mereka yang memungkinkan manajemen kekuatan lapangan yang mudah. “Manajemen kekuatan lapangan yang efisien adalah peluang besar di seluruh industri dan kami percaya bahwa FieldProxy berada di posisi yang kuat untuk mendisrupsi industri melalui platform tanpa kode mereka dan menggunakan template berbasis kasus,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu (13/7).

Penjelasan Hendra Kwik tentang investasi ini

Founding Partner Number Capital Hendra Kwik menyampaikan, Fieldproxy adalah investasi perdana Number Capital di India. Pihaknya merasa terhormat dapat bermitra dengan Swaroop, Balakrishna, dan tim untuk membangun “Salesforce for Field Teams” di India. Timnya percaya pada tesis bahwa India akan menciptakan banyak startup SaaS besar dengan potensi kuat untuk ekspansi pasar global, mengingat negara tersebut kini dikenal sebagai produsen SAAS.

“Berikutnya, pangsa pasar yang besar karena terjadi inefisiensi, dan potensi ekspansi pasar global setelah dominasi India, adalah tiga alasan utama mengapa kami memutuskan untuk berinvestasi di Fieldproxy,” kata Hendra.

Menurut Hendra, Fieldproxy yang berbasis di Chennai, satu lokasi dengan basis operasional Freshworks yang terdaftar di NASDAQ, membawa optimisme yang tinggi bahwa Fieldproxy akan mengikuti kesuksesan Freshworks di tahun-tahun mendatang. “Manajemen tim lapangan adalah pasar yang sangat besar namun masih sangat tidak efisien, tidak terorganisir, manual, dan sangat bergantung pada pulpen dan kertas. Pendekatan perangkat lunak tanpa kode dari Fieldproxy akan meningkatkan efisiensi tim lapangan dan membantu perusahaan menghemat miliaran dolar,” tambah dia.

Mengomentari soal penggalangan dana, Co-founder & CEO Fieldproxy Swaroop Vijayakumar mengatakan, pihaknya senang karena bergabungnya sejumlah investor kelas dunia dan mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk mempercepat mimpi Fieldproxy untuk untuk mengubah industri lapangan pertama dengan menyediakan kualitas terbaik, solusi kekuatan tanpa kode untuk jutaan bisnis.

“Setelah kami meningkatkan upaya GTM kami, Fieldproxy tidak hanya bertujuan untuk melayani lebih banyak pelanggan perusahaan, tetapi juga bekerja untuk meningkatkan pustaka template siap pakai untuk membantu bisnis bergabung dan membangun solusi mutakhir dalam hitungan menit,” kata Vijayakumar.

Solusi no-code dari Fieldproxy

Menurut data yang dikutip Fieldproxy, permintaan global akan solusi berbasis teknologi meningkat di antara 5 juta pemilik bisnis di lapangan yang kehilangan sekitar 20% pendapatan mereka. Alasannya karena proses yang tidak efisien dan kurangnya visibilitas ke pelanggan, kontrak, pembayaran, atau teknisi lapangan mereka. Platform tanpa kode Fieldproxy membantu organisasi ini melindungi pendapatan mereka dan mengembangkan bisnis mereka.

Co-founder & CTO Fieldproxy Balakrishna B menyatakan, “Pendekatan tanpa kode untuk mengelola tim lapangan adalah yang pertama di industri dan membantu bisnis tradisional di industri seperti FMCG, farmasi, dan layanan lapangan, menyebarkan aplikasi dengan cepat untuk merampingkan tenaga kerja mereka di lapangan tanpa biaya tambahan untuk menjalankan dan mengelola tim pengembangan yang terpisah. Ini membantu mereka fokus pada bisnis inti mereka.”

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial.id, Vijayakumar menyampaikan, meski kantor pusatnya di India, pihaknya sudah menjalin kerja sama bisnis dengan beberapa UKM di Indonesia. Ke depannya, pada 12-18 bulan mendatang, fokus perusahaan akan ekspansi ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

“Hal ini kami pilih mengingat pasar ini sangat mirip dengan India. Hal ini berlaku terutama di industri tempat kami beroperasi – barang konsumsi, farmasi, dan ruang servis rumah di mana sebagian besar operasi masih dijalankan melalui WhatsApp atau pulpen atau kertas dan tidak dalam bentuk digital,” pungkas dia.

Potensi no-code

Di Indonesia, startup pengembang platform no-code, sudah ada beberapa yang hadir. Mereka adalah Typedream dan Feedloop. Kemudahan yang ditawarkan membuat platform no-code, atau sering juga disebut low-code, berkembang pesat. Di kancah global, saat ini banyak sekali platform berbasis SaaS yang menawarkan kapabilitas serupa untuk berbagai kebutuhan spesifik.

Menurut temuan hasil survei Appinventiv, layanan no-code banyak diminati oleh pebisnis lantaran memudahkan langkah mereka melakukan inovasi dan transformasi. Seperti diketahui, bisnis dituntut untuk secara tangkas melakukan transformasi digital dengan go-online. Proses pengembangan manual dapat memakan waktu panjang untuk perusahaan yang baru memulai langkah tersebut, karena harus melakukan banyak tahapan, mulai perencanaan hingga perekrutan staf ahli di bidang pemrograman.

Potensi ini membawa nilai pasar layanan tersebut mencapai $45,5 miliar pada tahun 2025 mendatang. Varian platform yang ada tidak hanya memfasilitasi kebutuhan spesifik perusahaan besar, melainkan juga kepada UMKM yang ingin meningkatkan kehadirannya secara online atau meminimalkan friksi dalam kegiatan operasionalnya.

Asumsi Luncurkan “InLive”, Layanan Infrastruktur Pengembangan Aplikasi Live Streaming

Mengawali langkah sebagai perusahaan media dengan produk utama konten digital bertema politik dan dinamika kehidupan masyarakat urban,  Asumsi kian gencar mengembangkan inovasi untuk mendukung bisnis inti mereka. Perusahaan baru saja meluncurkan “InLive”, infrastruktur layanan live streaming yang ditujukan untuk perusahaan di Indonesia.

InLive merupakan produk SaaS yang berbasis API. Solusi ini menawarkan infrastruktur live streaming yang bisa dikendalikan secara personal tanpa pengaturan server dan tanpa perlu instalasi. Layanan ini menawarkan struktur berlangganan mulai dari 400 ribu hingga 2 juta Rupiah per bulan untuk menikmati setiap kemudahan dan perangkat yang tersedia.

Setelah membukukan pendanaan pre-seed pada September 2020 lalu, perusahaan yang didirikan oleh Pangeran Siahaan ini juga berhasil meraih pendanaan lanjutan dari East Ventures di akhir tahun 2021. Inisiatif baru ini merupakan tindak lanjut dari pemanfaatan modal yang telah disuntikkan sejak awal berdirinya perusahaan.

Live Streaming sendiri telah menjadi media integral untuk menjangkau penonton, terlebih selama pandemi. Inovasi ini memungkinkan seseorang atau brand untuk membangun dan memelihara komunikasi secara real-time dengan semua jenis audiens. Berada di ruang virtual, live streaming tidak memiliki batasan geografis, memungkinkan interaksi dari seluruh belahan dunia. Namun, pengembangannya tidak luput dari kompleksitas.

Dalam rangka menyederhanakan proses tersebut, InLive menawarkan contoh, dokumentasi, dan tutorial bagi pengembang untuk membuat aplikasi live streaming mereka sendiri. Produk ini berfokus pada pengalaman pengembang dengan teknologi streaming latensi rendah terbaru, dengan harga terjangkau, dan tanpa persiapan server yang rumit. InLive akan mengambil alih semua persyaratan teknis yang kompleks sementara pengembang dapat fokus membangun aplikasi mereka.

CTO InLive Yohan Totting menjelaskan bahwa, “Untuk mendorong inovasi di industri live streaming, kami perlu membuatnya dapat diakses oleh semua orang dengan membuatnya lebih terjangkau. Dengan cara ini, ‘hacker’ indie dan perusahaan rintisan kecil akan muncul dengan ide-ide baru dan membuka lebih banyak kasus penggunaan dalam streaming langsung.”

Ekosistem InLive

CEO Asumsi Pangeran Siahaan juga mengungkapkan, “InLive akan memberikan Asumsi peluang dan lini bisnis baru yang berbeda dari yang kami lakukan sebelumnya. Sementara operasi konten dan media kami akan terus membuat dan menerbitkan konten berkualitas seperti biasa, dengan InLive kami ingin memanfaatkan sisi teknologi industri. Ini adalah produk yang berbeda dan model bisnis yang berbeda. Kami sangat bersemangat mengenai hal ini.”

Rencana ke depan

Ketika disinggung mengenai pengaruh dari Covid-19, Pangeran berujar bahwa industri live streaming populer seperti game atau belanja online — telah memiliki basis kuat bahkan sebelum pandemi dan diprediksiakan semakin meningkat di tahun-tahun mendatang.

“Misi kami di InLive adalah untuk membuka lebih banyak potensi di sektor live streaming dengan membuatnya dapat diakses oleh semua orang untuk membangun kasus penggunaan yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya,” tambahnya.

Selain itu, kolaborasi menjadi sangat penting untuk model bisnis seperti ini. Di tahun ini, perusahaan menargetkan untuk mengembangkan use case di 5 sektor berbeda. Hingga saat ini, perusahaan sudah menjalin dua kemitraan yang berkelanjutan di industri e-commerce dan esports. Ke depannya, InLive ingin menjangkau perusahaan-perusahaan  yang ingin memanfaatkan layanan live streaming yaitu di sektor-sektor seperti edutech, olahraga, keuangan, dll.

“Visi saya adalah menumbuhkan Asumsi dari perusahaan konten/media menjadi perusahaan teknologi media. InLive adalah langkah pertama kami ke dalamnya. Sebelumnya kami hanya membuat konten. Sekarang kami membuat solusi teknologi yang dapat digunakan orang lain. Dengan InLive, kami ingin mendemokratisasi pengembangan streaming langsung dan membuatnya dapat diakses oleh semua orang,” ungkap Pangeran.

Sumber: Reuters Institute

Meningkatnya konsumsi media digital selama pandemi menunjukkan bahwa konten-konten yang disajikan terbukti menarik bagi para penonton, pembaca, maupun pemasang iklan. Berdasarkan data dari Reuters Institute, media online dan sosial tetap menjadi sumber berita paling populer di Indonesia dengan sampel yang lebih urban. Meskipun begitu, TV dan radio tetap penting bagi jutaan orang yang belum terjangkau akses internet.

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan Seri A Startup SaaS Logistik McEasy

Startup SaaS untuk operator logistik dan pelacakan kendaraan McEasy mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $6,5 juta (setara 97 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures, investor sebelumnya yang memimpin putaran tahap awal pada September 2021.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar untuk meningkatkan teknologi inovasi, mengembangkan produk yang memberikan nilai tambah bagi konsumen (product-market fit) dan meningkatkan eksistensi di kota lapis dua dan tiga.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (5/7), Co-founder McEasy Raymond Sutjiono menuturkan, lebih dari 85% bisnis di sektor transportasi dan rantai pasok mengandalkan kertas dan pena dalam menjalankan operasi mereka. Rendahnya kesadaran di tengah kalangan pemilik usaha kecil dan menengah akan teknologi untuk meningkatkan efisiensi logistik, menandakan masih banyak pemilik usaha bertahan dengan proses manual yang pastinya memakan waktu.

Dia melanjutkan, dalam mengatasi tantangan sehari-hari, di antaranya mengelola sopir dan pengeluarannya, mengatur konsumsi bahan bakar, dan mengoptimasi rute, dapat memakan waktu hingga dua kali lebih lama.

“Karenanya, pendanaan ini kami alokasikan untuk mengembangkan teknologi membantu para business owner meningkatkan efisiensi. Penggunaan teknologi dapat meningkatkan efisiensi pengiriman dan menghemat biaya operasional hingga 30%,” ungkap Raymond.

Co-founder McEasy Hendrik Ekowaluyo turut menambahkan, East Ventures adalah investor yang menyadari potensi McEasy dalam memberikan dampak positif bagi ekosistem rantai pasok Indonesia.

“Selain melayani perusahaan besar, kami juga fokus memberikan dukungan teknologi kepada mitra UKM. Mereka adalah tulang punggung perekonomian kita, dan potensi sektor ini sungguh tidak terbatas – sekitar 900.000 unit dan lebih dari lima juta unit mobil angkutan komersial,” kata dia.

Pencapaian McEasy

Startup yang dirintis sejak 2017 ini mengklaim telah tumbuh lebih dari 12x lipat selama 18 bulan terakhir. Perusahaan kini menjadi solusi transportasi dan rantai pasok yang andal bagi lebih dari 200 perusahaan, termasuk Cleo Pure Water, KMDI Logistics, MGM Bosco Logistics, Rosalia Indah, dan Tanto Intim Line.

Solusi yang dikembangkan perusahaan berguna bagi penyedia jasa logistik, termasuk bus penumpang, jasa pengiriman barang, hingga kendaraan berpendingin untuk pengiriman komoditi dengan temperatur tertentu seperti farmasi, daging, makanan laut, produk susu, dan makan beku.

McEasy memiliki tiga pilar utama untuk memecahkan tantangan di sektor ini: 1) Mobility Softwareas-a-Service guna mendigitalkan kendaraan dan memungkinkan pelacakan real-time; 2) Solusi vertikal untuk meningkatkan efisiensi dan proses bisnis mitranya; dan 3) Ekosistem Open-API guna mengintegrasi pelaku sektor transportasi dan rantai pasok.

Produk unggulan McEasy adalah Vehicle Smart Management System (solusi digital pelacak pintar untuk membantu operasi logistik dan pelacakan lokasi kendaraan secara real-time), Transportation Management System (perangkat lunak terintegrasi untuk merencanakan, mengimplementasikan, memantau, dan mengoptimalkan proses logistik, memungkinkan seluruh proses logistik menjadi lebih efisien) dan Smart Driver Apps.

“McEasy mencatatkan pertumbuhan positif di era pasca pandemi ini. Mereka menyinergikan dua hal terbaik dari dua bidang – logistik dan teknologi – untuk mengembangkan penawarannya, memperkuat keberadaan mereka secara nasional, serta pada saat yang sama mempertahankan tingkat profitabilitas. McEasy melakukan investasi pada teknologi secara masif untuk memastikan implementasi solusi digital terbaik bagi para pelaku sektor transportasi & rantai pasok. Kami senang dapat menjadi bagian dari setiap kesuksesan McEasy. Kami yakin mereka akan terus membawa berbagai dampak nyata bagi masyarakat,” jelas Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Perusahaan menargetkan dapat mengintegrasikan setidaknya satu juta kendaraan roda empat ke dalam ekosistem digital McEasy pada 2025 mendatang.

Startup HRtech Vara Dikabarkan Dijual Rugi Ke Pemain Sejenis asal India, PagarBook

Vara Technologies, startup SaaS pengembang produk Bukugaji, dikabarkan dijual ke pemain sejenis asal India, PagarBook. Menurut pemberitaan Entrackr, startup ini diestimasi dijual dengan valuasi senilai $5,6 juta, lebih rendah dari pasca mendapat pendanaan tahap awal sebesar $15,5 juta.

Rencana korporasi yang dilakukan PagarBook ini telah disampaikan ke regulator setempat, Registrar of Companies (ROC).

Produk awal Vara, Bukugaji, menawarkan sistem manajemen karyawan untuk mengatur jadwal, mencatat absensi, mengelola data absensi, mencetak slip gaji otomatis, hingga merekap reimbursement para pegawai. Diklaim solusi Bukugaji telah digunakan lebih dari 100 ribu UMKM tanpa dikenakan biaya.

Solusi tersebut dilatarbelakangi proses pengelolaan personalia di kalangan UMKM yang sebagian besar dilakukan secara manual. Sementara, perangkat lunak SDM yang adai di pasaran relatif mahal dan lebih kompleks.

Startup ini didirikan Vidush Mahansaria dan Abhinav Karale sejak November 2020. Mereka juga sempat mengikuti program akselerasi Surge cohort kelima. Baik Vara dan PagarBook adalah sama-sama alumni dari Surge. Pada Juli 2021, Vara telah mengantongi sejumlah dana tahap awal sebesar $4,8 juta dari sejumlah pemodal ventura, di antaranya, Go-Ventures, RTP Global, Alpha JWC Ventures, Surge, FEBE Ventures, dan Taurus Ventures.

Akun media sosial Bukugaji dan aplikasi di Google Play tidak ada pembaruan pada tahun ini. Instagram Bukugaji terakhir kali diperbarui pada 1 Desember 2021, sedangkan aplikasinya pada 16 November 2021. Situs Bukugaji hingga kini tidak bisa diakses.

Sulit bersaing

Meskipun sulit memprediksi persaingan ke depannya akan seperti apa, perlu dicatat bahwa sistem manajemen karyawan adalah pasar yang kejam dengan ratusan pemain, besar dan kecil. Karena sifat bisnisnya, sulit bagi pemain baru untuk merebut kue pasar. Bagi perusahaan klien, terlalu sering gonta ganti layanan adalah pilihan yang sangat riskan.

Di India saja, layanan sejenis Vara dan PagarBook, yang bernama OkCredit dan Khatabook, harus rela mundur merealisasikan ambisinya di sektor ini. Salah satu solusi OkCredit, OkStaff menghentikan operasinya, sementara Khatabook telah menutup Pagar Khata karena memilih untuk persempit fokus pada pembukuan dan inisiatif fintech.

Menurut CB Insights, ada 12 alasan umum mengapa startup tutup. Alasan tertingginya adalah karena gagal melakukan penggalangan dana baru (38%), produknya tidak dibutuhkan pasar (35%), kalah bersaing (20%), model bisnis yang cacat (19%), dan sebagainya. Vara kemungkinan dijual rugi karena beberapa alasan di atas.

Sumber: CB Insights

Di Indonesia kondisinya tidak jauh berbeda. Pemain startup dengan inovasi baru harus melawan kebiasaan para UMKM yang terbiasa melakukan seluruh prosesnya secara manual, mencatat di buku, menggunakan program spreadsheet, dan sebagainya. Apa yang ditawarkan Vara bisa jadi tidak sesuatu yang dibutuhkan dengan tingkat urgensi yang tinggi di pasar.

Untuk berbagai skala bisnis, sejauh ini ada berbagai startup yang menggarap layanan SaaS untuk pengelolaan SDM. Di antaranya Pegaw.ai, Catapa, Synergo, KaryaOne, Mekari, dan lain sebagainya.

Apa yang diutarakan Co-founder dan CEO Dagangan Ryan Manafe mungkin bisa memberikan sedikit gambaran tentang bisnis yang menjaring pasar UMKM.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Ryan menjelaskan startup perlu menyesuaikan solusi dengan apa yang benar-benar dibutuhkan pasar yang mereka targetkan. Di Dagangan, karena targetnya adalah warung kelontong di desa, maka yang paling dibutuhkan adalah suplai barang dengan harga murah dan bervariasi. Sementara di kota, karena suplai barangnya besar kemungkinan sudah terpenuhi, makanya masuk ke tahap berikutnya, yakni pembukuan.

“Jadi mungkin ada kebutuhan di situ [pembukuan]. Tapi di desa, bukan soal harga dan logistik, tapi variasi barang karena pilihan mereka [warung] itu itu-itu saja. Nomor dua isunya pendanaan, nomor tiga kita lihat sama-sama [ke depannya seperti apa], kita mau selesaikan masalah yang ada di depan mata,” kata Ryan.

[Video] Strategi YouTap Indonesia Dorong Adopsi Solusi Bisnis secara Digital

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO Youtap Indonesia Herman Suharto membahas bagaimana platform besutannya memberikan alternatif solusi untuk bisnis UMKM dan korporasi di Indonesia.

Menyasar pelaku usaha yang masih mengelola bisnis secara konvensional, Youtap Indonesia berupaya mendorong mitra beralih ke pengelolaan digital agar meningkatkan penjualan secara signifikan.

Sejumlah fitur menarik menjadi solusi all-in-one bagi mitra Youtap Indonesia, mulai dari pengadaan stok barang, laporan penjualan, hingga pembayaran digital.

Simak pembahasan Herman tentang Youtap Indonesia yang terangkum di video wawancara di bawah ini.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi sejumlah startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Runchise Tawarkan Platform SaaS untuk Pengelolaan Bisnis Waralaba dan Kuliner

Nama Daniel Witono sudah tidak asing di komunitas penggiat startup Indonesia. Setelah sukses membangun Jurnal tahun 2015 lalu, sampai akhirnya diakuisisi oleh Mekari, kini ia tengah disibukkan dengan kegiatan barunya yaitu mengembangkan platform outlet management solution bernama Runchise.

Kepada DailySocial.id, Daniel mengungkapkan, alasan didirikannya Runchise berawal dari pengalamannya dulu saat mengembangkan Jurnal. Banyak klien mereka yang bertanya jika ada solusi atau teknologi yang bisa digunakan untuk melancarkan bisnis franchise (waralaba) mereka.

Persoalan tentang pengelolaan hingga pembinaan franchise ternyata masih menjadi tantangan yang kerap dirasakan oleh pemilik restoran hingga pemilik brand. Mulai dari kurangnya transparansi dari penerima waralaba, hingga penggunaan bahan baku yang tidak sesuai. Hal ini lalu memberikan inspirasi bagi Daniel untuk menghadirkan platform end-to-end kepada pemilik franchise.

“Saat bersama Mekari konsep ini tidak bisa saya kembangkan karena fokus perusahaan adalah hanya kepada akunting dan personalia saja. Karena itu setelah saya keluar, saya mulai mengembangkan Runchise untuk membantu sektor F&B di Indonesia yang sangat luas potensinya,” kata Daniel.

Masih dalam tahap pengembangan, saat ini Runchise menjalankan bisnis secara bootstrap. Rencananya dalam waktu 1 hingga 2 bulan mendatang, platform SaaS akan segera diluncurkan kepada target pasar.

Sebelumnya untuk SaaS khusus bisnis kuliner sudah ada Esensi Solusi Buana yang telah didukung sejumlah investor termasuk Alpha JWC Ventures. Solusi yang ditawarkan termasuk ERP, POS, dan manajemen layanan food delivery. Selain itu juga ada beberapa lainnyas seperti DigiResto yang dikembangkan MCAS.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Secara umum saat ini ada dua model bisnis franchise, di antaranya adalah brand royalty dan penyediaan bahan baku. Untuk bisa menjaga kualitas dari produk yang dimiliki oleh pemilik franchise kepada penerima waralaba, dibutuhkan solusi terpadu yang bisa mengatur proses, integrasi sistem, hingga pengelolaan bahan baku dan pengiriman kepada pelanggan. Hingga saat ini Daniel melihat belum ada platform yang menawarkan solusi tersebut.

“Dengan ketatnya persaingan di kalangan franchise, mengharuskan mereka untuk bisa mengembangkan bisnis secara stabil dan profitable. Selain kurangnya integrasi sistem, persoalan seperti kecurangan seputar pemilihan bahan baku yang tidak sesuai hingga kurang transparannya laporan penjualan dari penerima waralaba, menjadikan bisnis franchise tidak bisa bertahan. Dengan teknologi yang ditawarkan oleh Runchise, diharapkan bisa mengatasi kendala tersebut,” kata Daniel.

Franchise hingga restoran yang disasar oleh Runchise adalah dari bisnis skala kecil hingga besar. Banyak di antara pemilik restoran dan franchise tersebut berpusat di pulau Jawa, namun karena besarnya skala layanan mereka, banyak juga di antara restoran tersebut yang saat ini sudah mulai melayani kota tier 2 dan tier 3. Melalui Runchise nantinya pemilik restoran bisa menjaga kualitas dan konsistensi dari brand di berbagai lokasi.

Selain pengelolaan supply chain, Runchise juga menawarkan solusi multi outlet management dan franchise solution. Untuk produk dan layanan yang mereka hadirkan di antaranya adalah, outlet management, point of sales, dan online ordering.

“Fokus kita saat ini adalah kepada sistem dan proses integrasi. Untuk online delivery kami juga menawarkan kepada pemilik restoran dan franchise untuk bisa memiliki channel tambahan di luar marketplace saat ini,” kata Daniel

Runchise juga menjalin kemitraan dengan logistik pihak ketiga untuk menghadirkan layanan pengantaran internal kepada restoran. Sementara itu untuk strategi monetisasi, selain mengenakan subscription plan, mereka juga mengenakan MDR (Merchant Discount Rate) untuk online order.

Selain memberikan layanan kepada franchise dan restoran, ke depannya Runchise juga ingin menghadirkan layanan terpadu ke restoran secara internal. Mulai dari mengembangkan bisnis mereka hingga mengembangkan kegiatan marketing mereka seperti loyalty program dan lainnya.

“Saya melihat hingga saat ini belum ada platform yang menghadirkan layanan seperti Runchise. Harapannya Runchise bisa menjadi end-to-end solution bagi sektor F&B di Indonesia,” kata Daniel.