Aplikasi Pencatat Utang CrediBook Terima Pendanaan, Lakukan Sinergi dengan Payfazz

Diluncurkan pada bulan Febuari 2020 lalu, aplikasi pencatat utang digital CrediBook saat ini telah telah digunakan oleh lebih dari 200 ribu pengguna. Kepada DailySocial Co-Founder & CEO CrediBook Gabriel Frans menyebutkan, saat ini layanannya sudah tersebar di seluruh Indonesia, bahkan lebih dari 50% pengguna berada di kota tier 2 dan 3.

Mengklaim berbeda dengan platform serupa lainnya, CrediBook tidak hanya melakukan pencatatan, namun juga terkoneksi antarpengguna secara dua arah. Dalam hal ini CrediBook menempatkan platform mereka seperti aplikasi pesan, dengan konsep komunikasi debit-kredit. CrediBook juga mampu melakukan pembayaran tagihan langsung di dalam aplikasi, sehingga mampu mengurangi proses pencatatan dan konfirmasi manual.

“Kami membuat ekosistem di mana pembeli, penjual (termasuk UKM), bahkan distributor dan wholesaler dapat terkoneksi dalam satu platform pencatatan. Strategi monetisasi sekarang adalah melalui pembayaran yang ada di dalam CrediBook. Selain itu, kami juga memberikan akses kepada pengguna untuk bisa mengajukan pinjaman modal untuk memperbesar bisnis mereka,” kata Gabriel.

Meskipun mengalami pertumbuhan yang positif bahkan selama pandemi, namun hingga saat ini CrediBook masih menemui beberapa kendala saat menjalankan bisnis. Di antaranya adalah literasi teknologi hingga transisi yang seamless dari pencatatan tradisional ke penggunaan aplikasi.

“Pengalaman saya dan COO saya Chris di Kudo dan Payfazz, membuat kami benar-benar mengerti perilaku pengguna kami. CrediBook menjawab tantangan ini dengan terus mendengarkan pengguna kami dan melakukan peningkatan di produk kami secara terus menerus,” kata Gabriel.

Kerja sama strategis dengan PayFazz

Setelah mengantongi pendanaan tahap awal dari Insignia Ventures Partners dan Payfazz, CrediBook memiliki beberapa target yang ingin dicapai. Di antaranya adalah mengembangkan produk dengan menambahkan fitur-fitur baru yang relevan dan membantu menyelesaikan masalah, seperti infrastruktur produk-produk keuangan dari Payfazz seperti transfer, pinjaman, pulsa, dan rekening yang dapat memberikan value untuk merchant CrediBook.

“Melalui kerja sama strategis ini ada dua sasaran yang ingin dicapai oleh Payfazz. Yaitu mendistribusikan produk-produk keuangan seperti pulsa, transfer, pinjaman, rekening ke merchant CrediBook yang di luar warung. Selain itu kami ingin melakukan integrasi fitur debt recording CrediBook sebagai use case tambahan untuk 250 ribu agen/warung di platform Payfazz,” kata CEO Payfazz Hendra Kwik.

Selama pandemi tidak ada perubahan yang berarti dalam bisnis CrediBook. Perusahaan mencatat saat ini perusahaan mengalami pertumbuhan bisnis yang sangat pesat. Dengan menargetkan 60 juta bisnis untuk menggunakan platform CrediBook untuk pencatatan keuangan digital mereka.

Application Information Will Show Up Here

Storie App Aims to Become “Social Commerce”, Providing Honest Review of Beauty Products

The use of social media for sales has been very common in this industry. There is a term used to refer to this concept, it’s social commerce. In the past year, platforms with this concept are emerging, such as Woobiz and Chilibeli.

This is an issue that inspired several Alibaba Group UCWeb alumni consisting of Liu Feida, Rizky Maulana, and HE Yaoming to contribute to the challenges of the Indonesian beauty industry through the social commerce platform, Storie.

Regarding the potential of social commerce Rizky said, “We see that social media is driving the trend including the beauty industry. Therefore, Storie was founded by combining social media with e-commerce.”

He said that Storie’s basic idea was to invite Indonesian women to be more confident in embracing their true selves. Furthermore, a beauty app launched, offering honest reviews of makeup, skincare, and contemporary lifestyle.

In this application, users are offered honest reviews from beauty vloggers and/or the general public about makeup and skincare trends without having to fear getting “bullied” or being ridiculed by the audience. Storie wants to provide a safe place for users to express themselves and their passion in the beauty industry.

Beautytech in Indonesia

With a population of more than 130 million women, the Indonesian beauty industry is a market with many opportunities while at the same time requiring specific ways of entrance and to survive in this business. Previously, one of Indonesia’s beautytech platforms had secured new funding. This practically shows hope of technology penetration in the beauty industry.

“Indonesia is a blue ocean market for the beauty industry, we see more accessible information through digital media and channels. It’s easier for local and international products to enter the Indonesian market and form a very dynamic market where quality becomes crucial but not the only success factor for a product,” Rizky explained.

In terms of strategy, Storie intend to capture the demand and pain points in today’s society. One of them is inaccurate information and the lack of a community with a positive vibe. The company, entering one year old in May, has also launched an application for Android users with total downloads exceeding 500 thousand and around 100 thousand active users per day.

In terms of content curation, the company has dedicated two special teams, the QC (Quality Control) team and the content standardization team to set benchmarks and filter the contents on the platform. During the pandemic, there are many changes occurred in the business plan and monetization strategy, but the company tried to see this as a momentum to be able to innovate better.

Business strategy

In terms of monetization, Rizky revealed that the revenue is mostly comes from brand deals launching campaigns and products. “In the future, we will work with all brands to make their products available at Storie,” Rizky added.

In the near future, Storie will also launch a new initiative on its platform to facilitate transactions in the application and perfect its social commerce concept.

In late 2019, the company was selected as one of three Indonesian startups to participate in the second batch of Sequoia Capital’s accelerator program, Surge. Alpha JWC Ventures also participated in a seed round through this Surge program.

Entering the new normal, the company sees hope “As a dynamic company, as well as a society that is increasingly moving towards digital, the team believes there is always an opportunity to develop more.

“Covid-19 is quite inevitable and has changed how the world works also business and technology, and everything will lead to a digital platform, digitizing all lines of life. We build a company that is ready to transform to answer that challenge,” Rizky concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aplikasi Storie Suguhkan Ulasan Jujur tentang Produk Kecantikan, Berambisi Jadi “Social Commerce”

Pemanfaatan media sosial untuk kepentingan penjualan sebenarnya sudah menjadi hal yang lazim. Ada istilah yang lebih sering digunakan untuk menyebut konsep ini, yakni social commerce. Dalam setahun terakhir, platform yang mengusung konsep tersebut mulai banyak bermunculan, sebut saja Woobiz dan Chilibeli.

Hal tersebut dilihat oleh beberapa alumni UCWeb Alibaba Group yang terdiri dari Liu Feida, Rizky Maulana, dan HE Yaoming sebagai sebuah kesempatan, untuk bisa berkontribusi dalam menjawab tantangan dunia kecantikan Indonesia melalui platform social commerce Storie.

Mengenai potensi social commerce Rizky menyampaikan, “Kami melihat media sosial telah menjadi alat penggerak tren termasuk dunia kecantikan. Oleh karena itu Storie kami dirikan, dengan mengombinasikan antara media sosial dengan e-commerce.”

Pihaknya mengungkapkan bahwa ide dasar Storie adalah untuk mengajak perempuan Indonesia lebih percaya diri dalam menilai diri mereka masing-masing. Dari situ, lalu diluncurkan sebuah aplikasi kecantikan yang menjunjung tinggi kejujuran membahas makeup, skincare, dan lifestyle kekinian.

Dalam aplikasi ini, pengguna ditawarkan review jujur dari para beauty vlogger dan atau masyarakat pada umumnya tentang tren makeup dan skincare tanpa harus takut mendapatkan “bully” atau cemooh oleh audiens. Storie ingin menyediakan tempat yang aman untuk pengguna mengekspresikan diri dan passionnya di dunia kecantikan.

Beautytech di Indonesia

Dengan jumlah populasi perempuan lebih dari 130 juta, industri kecantikan di Indonesia adalah sebuah market yang menjanjikan banyak kesempatan sekaligus membutuhkan cara yang tepat sasaran untuk bisa masuk serta bertahan dalam bisnis ini. Sebelumnya, salah satu platform beautytech Indonesia juga baru saja mendapatkan pendanaan. Hal ini menunjukkan adanya harapan pada penetrasi teknologi di dunia kecantikan.

“Indonesia is a blue ocean market for beauty industry, kami melihat dengan semakin mudahnya akses informasi melalui media dan kanal digital. Semakin mudahnya produk lokal dan juga internasional memasuki pasar Indonesia membentuk suatu pasar yang sangat dinamis dimana kualitas dan mutu dari sebuah produk akan sangat menentukan tapi tidak menjadi satu satunya faktor keberhasilan sebuah produk,” jelas Rizky.

Dari sisi strategi, Storie mencoba menangkap keinginan dan pain point yang di hadapi masyarakat saat ini. Salah satunya adalah informasi yang kurang akurat serta kurangnya komunitas yang membawa vibe positif. Perusahaan yang genap berusia satu tahun pada bulan Mei kemarin ini juga telah meluncurkan aplikasi untuk pengguna Android dengan total unduhan melebihi 500 ribu serta pengguna aktif sekitar 100 ribu per hari.

Dari sisi kurasi konten, pihaknya menyebutkan telah mendedikasikan dua tim khusus, yaitu tim QC (Quality Control) serta tim standardisasi konten untuk menetapkan benchmark dan menyaring konten-konten yang ada dalam platform. Selama pandemi ini, diakui ada banyak perubahan yang terjadi dalam rencana bisnis dan strategi monetisasi, namun perusahaan mencoba melihat hal ini sebagai sebuah momentum untuk bisa berinovasi lebih baik.

Rencana bisnis

Dalam monetisasi bisnis, Rizky menyimpulkan bahwa selama ini revenue datang dari brand deals yang ingin meluncurkan campaign maupun launching produk. “Ke depannya kami akan berkerja sama dengan semua brand agar produknya dapat di jual di Storie,” Rizky menambahkan.

Dalam waktu dekat, Storie juga akan meluncurkan inisiatif terbaru dalam platformnya untuk mempermudah transaksi dalam aplikasi serta menyempurnakan konsep social commerce miliknya.

Di akhir tahun 2019 lalu, perusahaan ini terpilih menjadi salah satu dari tiga startup Indonesia untuk mengikuti program akselerator Sequoia Capital, Surge batch kedua. Alpha JWC Ventures juga turut berpartisipasi dalam seed round bersama melalui program Surge ini.

Memasuki tatanan new normal perusahaan melihat adanya harapan” Sebagai perusahaan yang dinamis, serta masyarakat yang semakin bergerak ke arah digital, pihaknya meyakini adanya kesempatan untuk bisa semakin berkembang.

“Tidak dapat dimungkiri Covid-19 telah mengubah tatanan dunia dan bisnis serta teknologi, dan semua akan mengarah ke platform digital, digitalisasi semua lini kehidupan. Dan kami adalah perusahaan yang siap bertransformasi menjawab tantangan itu,” tutup Rizky.

Application Information Will Show Up Here

Kiddo Bags Seed Funding from OCBC NISP Ventura

In order to strengthen its position as an edutech platform for children (5-12 years), Kiddo technology startups officially announce seed funding from OCBC NISP Ventura. The value is undisclosed. Previously, Kiddo was selected by the Ministry of Research and Technology / BRIN as one of the technology startups to receive grant funding and business training in Armenia and London.

“Indonesia will be one hundred years old by 2045 and one-third of Indonesia’s population is currently aged 0-12 years, twenty-five years from now will be at the peak of productive working age. They are the next generation leaders, and this is the best moment to help them optimize their potential to compete in the global industry,” Kiddo.id’s Co-Founder and CEO, Analia Tan said.

Launched in early 2020, OCBC NISP Ventura is an OCBC NISP’s corporate venture capital (CVC). Head of Strategy & Innovation at OCBC NISP, Ka Jit told DailySocial that this CVC aims to create a digital ecosystem to drive the transformation of the banking sector. The 400 billion Rupiah funds are prepared as authorized capital, with 99.9% ownership by Bank OCBC NISP.

“We established OCBC NISP Ventura to create transformative value by utilizing Indonesia’s entrepreneurial potential and startup spirit with an extensive banking network to answer the evolving needs of the community,” Ka Jit said.

Positive growth during the pandemic

Last May, Kiddo had formed a strategic partnership with GogoKids from Malaysia. Through this collaboration, users can take online classes from both countries. Providers of child activity services from Indonesia can also market their classes broadly to Malaysian customers.

During the post-pandemic situation, Kiddo presented a selection of quality activities for Indonesian children. The current classes can still be practiced virtually and booked through the platform. Kiddo has partnered with more than hundreds of child service providers in several major cities in Indonesia. To date, hundreds of activity providers have joined the platform.

“We want to provide more children activities options for Indonesian parents that suit their children’s needs to develop their potential while at home #dirumahaja. On the other hand, we also want to help providers of children’s activities in Indonesia through this partnership to expand their business to the Malaysian market,” Analia said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kiddo Kantongi Pendanaan Awal dari OCBC NISP Ventura

Bertujuan memperkuat posisi sebagai platform edutech untuk anak (5-12 tahun), startup teknologi Kiddo resmi mendapatkan pendanaan awal dari OCBC NISP Ventura. Tidak disebutkan nominal dana yang didapatkan. Sebelumnya Kiddo terpilih sebagai salah satu startup teknologi pilihan Kemenristek/BRIN yang menerima dana hibah serta pelatihan bisnis di Armenia dan London.

“Indonesia akan berusia seratus tahun pada 2045 dan sepertiga populasi Indonesia yang saat ini masih berusia 0 – 12 tahun. Dua puluh lima tahun dari sekarang akan berada di puncak usia kerja produktif. Mereka adalah calon pemimpin penerus bangsa, dan saat inilah momen terbaik untuk membantu mereka dalam memaksimalkan potensi dirinya sehingga mampu bersaing di kancah global,” kata Co-Founder dan CEO Kiddo.id Analia Tan.

Diluncurkan pada awal tahun 2020 lalu, OCBC NISP Ventura merupakan corporate venture capital (CVC) Bank OCBC NISP. Kepada DailySocial, Head of Strategy & Innovation OCBC NISP Ka Jit menjelaskan, tujuan pembentukan CVC ini adalah menciptakan ekosistem digital yang mampu menggerakkan transformasi sektor perbankan. Dana senilai 400 miliar Rupiah disiapkan sebagai modal dasar, dengan kepemilikan 99,9% oleh Bank OCBC NISP.

“Kami mendirikan OCBC NISP Ventura untuk menciptakan nilai transformatif dengan memanfaatkan potensi semangat kewirausahaan dan startup di Indonesia dengan jaringan perbankan yang luas untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” ujar Ka Jit.

Pertumbuhan positif saat pandemi

Sebelumnya pada bulan Mei 2020 lalu, Kiddo telah menjalin kerja sama strategis dengan GogoKids dari Malaysia. Melalui kerja sama ini, pengguna dapat mengikuti kelas online yang berasal dari kedua negara. Penyedia layanan aktivitas anak asal Indonesia juga dapat memasarkan kelasnya lebih luas ke pelanggan Malaysia.

Di masa PSBB ini Kiddo menghadirkan pilihan aktivitas berkualitas bagi anak Indonesia. Kelas yang biasa diikuti oleh anak tetap bisa dilaksanakan secara virtual dan dipesan melalui platform. Kiddo telah bermitra dengan lebih dari ratusan penyelenggara layanan aktivitas anak beberapa kota besar di Indonesia. Saat ini, ratusan penyedia aktivitas sudah tergabung di platform.

“Kami ingin memberikan lebih banyak pilihan untuk orang tua di Indonesia dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan anaknya, sehingga si kecil dapat terus mengembangkan potensi dirinya meskipun harus #dirumahaja. Di sisi lain, kami juga ingin membantu para penyedia aktivitas anak di Indonesia untuk melebarkan sayap bisnisnya ke pasar Malaysia lewat kerja sama ini,” kata Analia.

SYCA Official Secures Seed Funding from Salt Ventures, Working on the Direct to Consumer Strategy

Utilizing social media and beauty products that are currently increasingly popular with young women in Indonesia, SYCA Official is here to offer lip tint beauty products. SYCA Official’s Co-founder, Pamela Wirjadinata said, judging from the current trends and developments in the industry, it was the right time for her with the other co-founder, Monica Tan to present a special platform for beauty products online.

“Starting with Japan in 2019, I saw many local brands with their own independent shops, especially in the beauty section. Next, Monica and I saw many opportunities to take the business in Indonesia. We feel everyone started to gain trust in beauty brands in Indonesia,” Pamela said.

Using social media accounts and marketplace services, SYCA Official wants to give options to its target users to enjoy local beauty products with quality at affordable prices. SYCA also tries to present natural products that refer to beauty trends from South Korea.

Direct to consumer business model

With the direct-to-consumer (DTC) concept, SYCA Official claims to have around 10 thousand customers who transact using marketplace services such as Shopee, Tokopedia, Sociolla, Female Daily, and Love and Flair.

Currently, the company is preparing a website that can later be accessed by customers. In terms of approach, Pamela said the strategic step became more ideal and in accordance with their concept of selling directly to the target market (DTC). The company is also trying to focus on retail and how to get the best profit margins while at the same time gaining wider brand awareness.

“This year, we target to launch a website. In accordance with the plan, within the next 1-2 months, we will release it. In terms of application, we’ll see in the future,” Pamela said.

Although they did not experience any significant changes or impacts during the Covid-19 deployment, because what they did from the beginning was online; but in terms of production of goods, Pamela mentioned having experienced problems in the matter of production because the factory could not operate normally. The delivery of goods also briefly interrupted.

“To date, we’ve sold around 17 thousand products with an average of 2000 units per month since the launch of SYCA Official. For partners, we’ve collaborated with two partners which products we bought,” Pamela said.

Backed by Salt Ventures

As a startup that offers a “new economy” approach, SYCA Official is one of the portfolios owned by Salt Ventures, which so far has invested quite a lot in new startups that offer similar business models. After securing the seed funding, with undisclosed value, SYCA Official has several business plans.

“We raised our pre-seed funding in February 2020. Next, we want to expand our line product, which is certainly in line with this marketing and brand awareness strategy with this first funding. We really hope it will help us to grow bigger and better with Salt Ventures as our partner,” Pamela said.

There are several reasons why Salt Ventures is interested in investing in startups that target beauty products and fully utilize online channels. Salt Ventures Indonesia’s Managing Partner, Danny Sutradewa mentioned three basic things that are the focus of their investment.

“Among these are the founder’s character and ability to turn ideas into reality and to navigate businesses in a variety of circumstances. We also see the SYCA business model that uses online infrastructure to make its business scalable and focus on the right target market. SYCA currently has an online presence that “In addition, the cosmetics industry is a fast-growing industry in Indonesia,” Danny said.

In addition to SYCA Official, another portfolio owned by Salt Ventures that has run a business with a similar concept but with a different product is Sneakershoot.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kantongi Pendanaan Awal dari Salt Ventures, SYCA Official Makin Mantap Perdalam Strategi “Direct-to-Consumer”

Memanfaatkan media sosial dan produk kecantikan yang saat ini makin populer di kalangan perempuan muda di Indonesia, SYCA Official hadir menawarkan produk kecantikan yaitu lip tint. Kepada DailySocial Co-founder SYCA Official Pamela Wirjadinata mengungkapkan, dilihat dari tren dan perkembangan industri keantikan saat ini, menjadi waktu yang tepat baginya bersama dengan co-founder lainnya yaitu Monica Tan untuk menghadirkan platform khusus untuk produk kecantikan secara online.

“Berawal dari inspirasi ke Jepang tahun 2019, saya melihat di sana banyak local brand yang punya independent shop sendiri, terutama di beauty section. Selanjutnya saya bersama Monica melihat banyak kesempatan yang bisa diambil untuk mengembangkan bisnis tersebut di Indonesia. We feel everyone mulai gain trust kepada beauty brand di Indonesia,” kata Pamela.

Memanfaatkan akun media sosial dan layanan marketplace, SYCA Official ingin memberikan pilihan lebih kepada target penggunanya untuk menikmati produk kecantikan lokal dengan kualitas dan harga yang terjangkau. SYCA juga mencoba untuk menghadirkan produk yang natural mengacu kepada tren kecantikan dari Korea Selatan.

Model bisnis direct-to-consumer

Mengusung konsep direct-to-consumer (DTC) saat ini SYCA Official mengklaim telah memiliki sekitar 10 ribu pelanggan yang melakukan transaksi memanfaatkan layanan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Sociolla, Female Daily, dan Love and Flair.

Untuk saat ini perusahaan tengah mempersiapkan website yang nantinya bisa diakses oleh pelanggan. Disinggung mengapa pendekatan tersebut yang diambil oleh mereka, menurut Pamela langkah strategis tersebut menjadi lebih ideal dan sesuai dengan konsep mereka yaitu menjual langsung ke target pasar (DTC). Perusahaan juga mencoba untuk fokus kepada ritel dan bagaimana nantinya bisa mendapatkan profit margin yang terbaik sekaligus mendapatkan brand awareness yang lebih luas lagi.

“Tahun ini kita memiliki target untuk bisa meluncurkan website. Jika sesuai dengan rencana dalam waktu 1-2 bulan ke depan akan kita rilis. Untuk aplikasi masih melihat kondisi ke depannya,” kata Pamela.

Meskipun tidak mengalami perubahan atau dampak yang signifikan selama penyebaran Covid-19, karena yang mereka lakukan sejak awal adalah secara online; namun dari sisi produksi barang, Pamela menyebutkan sempat mengalami kendala dalam soal produksi karena pabrik tidak bisa beroperasi secara normal. Pengiriman barang juga sempat terganggu.

“Sejauh ini kita telah menjual sekitar 17 ribu produk dengan rata-rata 2000 unit per bulannya sejak diluncurkannya SYCA Official. Untuk mitra kami menjalin dengan dua mitra yang semua produknya kami beli putus dari mereka,” kata Pamela.

Didukung oleh Salt Ventures

Sebagai startup yang menawarkan pendekatan “new economy”, SYCA Official merupakan salah satu portofolio milik Salt Ventures, yang selama ini cukup banyak berinvestasi kepada startup baru yang menawarkan model bisnis serupa. Setelah mengantongi pendanaan awal nominal yang tidak disebutkan, SYCA Official memiliki beberapa rencana bisnis.

We raised our pre-seed funding bulan Februari 2020 lalu. Selanjutnya kami ingin melakukan ekspansi produk line, yang tentunya in line with marketing and brand awareness strategy dengan pendanaan pertama ini. We really hope it will help us to grow bigger and better with Salt Ventures as our partner,” kata Pamela.

Ada beberapa alasan mengapa Salt Ventures tertarik untuk berinvestasi kepada startup yang menyasar kepada produk kecantikan dan sepenuhnya memanfaatkan channel online. Menurut Managing Partner Salt Ventures Indonesia Danny Sutradewa, terdapat 3 hal mendasar yang menjadi fokus investasi mereka.

“Di antaranya adalah karakter dan kemampuan pendiri untuk menjalankan ide menjadi kenyataan dan untuk menavigasi bisnis dalam berbagai keadaan. Kami juga melihat model bisnis SYCA yang menggunakan infrastruktur online untuk membuat bisnisnya scalable dan fokus pada target pasar yang tepat. SYCA saat ini memiliki kehadiran online yang kuat. Selain itu industri kosmetik adalah industri yang berkembang pesat di Indonesia,” kata Danny.

Selain SYCA Official, portofolio milik Salt Ventures lainnya yang telah menjalankan bisnis dengan konsep serupa namun dengan produk yang berbeda adalah Sneakershoot.

The Used Car Sales Platform TiinTiin.id Secures Seed Funding Worth of 36 Billion Rupiah

TiinTiin.id.id, began its journey by introducing an online platform for used cars and motorcycles on sale. It uses the auction system, allowing registered agents to bid on desired vehicles at the best price.

In its debut, the company secured US$ 2.5 million funding or equivalent to 36 billion Rupiah. The first round was led by their own CEO Rolf Monteiro, supported by Amand Ventures and PT Luminary Media Nusantara.

Currently, TiinTiin.id applied Consumer to Business (C2B) as a business model, however, they will start adding B2B2C models after this funding, particularly for motorcycle. The plan is to be realized in Q4 this year.

They are quite optimistic about business growth, as the research showed, the used vehicle sales market in Southeast Asia will reach US$ 32 billion. On that reason, TiinTiin.id is quite ambitious for regional expansion in 2021.

TiinTiin.id was founded by Rolf X. Monteiro, a Dutch-Indonesian businessman. Previously, he was known as the founder and CEO of BeliMobilGue, a portal that offers a similar business concept. He “exit” 26 months after the business started, after the majority of shares were acquired by the OLX group. Recently, BeliMobilGue also announced a rebranding to OLX Autos as a result of the corporate action. Aside from TiinTiin.id, he also serves as CEO of SEAuto Group.

Rolf Monteiro
TiinTiin.id’s CEO, Rolf Monteiro / TiinTiin

To date, TiinTiin.id has a retail network in the Greater Jakarta area. Since it was launched at the Q2 2020, they claim to have collected nearly US$ 7 million GMV.

“Covid-19 forced buyers to reconsider buying a new car, while the used car market surged. Some people decided not to use public transportation, others might need to switch their vehicles. This led to a surge in used car sales this year. This is in line with the world trend, used car sales rose 106% in the period May to April, and 13.3% year-on-year,” Monteiro said.

In 2018, the DSResearch team presented interesting survey results related to digital platforms for vehicle purchases titled  Car Marketplace Survey 2018 report. As many as 96.02% of respondents said using a digital platform to search, buy or sell their cars. While BeliMobilGue (44.24%), CarSome (24.52%), and Carro (20.71) became the most popular platforms for selling cars.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Penjualan Kendaraan Bekas TiinTiin.id Bukukan Pendanaan Awal 36 Miliar Rupiah

TiinTiin.id.id, mulai debut dengan memperkenalkan platform online untuk penjualan mobil dan motor bekas. Mereka menerapkan sistem lelang, memungkinkan para agen yang tergabung di dalamnya untuk menawar kendaraan yang hendak dijual pengguna dengan harga terbaiknya.

Di fase awalnya, mereka baru membukukan pendanaan awal senilai US$2,5 juta atau setara 36 miliar Rupiah. Putaran pertama pendanaan ini dipimpin oleh CEO mereka sendiri Rolf Monteiro, didukung oleh Amand Venturs dan PT Luminary Media Nusantara.

Saat ini model bisnis yang diterapkan TiinTiin.id adalah Consumer to Business (C2B), namun setelah pendanaan ini mereka akan mulai menambah model B2B2C khususnya untuk penjualan sepeda motor. Ditargetkan rencana tersebut akan terealisasi pada Q4 tahun ini.

Mereka cukup optimis dengan pertumbuhan bisnis, karena menurut hasil riset yang disampaikan, pasar penjualan kendaraan bekas di Asia Tenggara akan mencapai US$32 miliar. Untuk itu, TiinTiin.id pun cukup ambisius canangkan misi untuk lakukan ekspansi regional di tahun 2021 mendatang.

TiinTiin.id didirikan oleh Rolf X. Monteiro, seorang pengusaha berkebangsaan Belanda-Indonesia. Sebelumnya ia dikenal sebagai pendiri dan CEO BeliMobilGue, sebuah portal yang tawarkan konsep bisnis serupa. Ia “exit” 26 bulan setelah bisnis berjalan, pasca mayoritas saham diakuisisi grup OLX. Kemarin, BeliMobilGue juga baru umumkan rebranding menjadi OLX Autos sebagai buah dari aksi korporasi tersebut. Selain di TiinTiin.id, ia juga menjabat sebagai CEO SEAuto Group.

Rolf Monteiro
CEO TiinTiin Rolf Monteiro / TiinTiin

Saat ini TiinTiin.id telah memiliki jaringan ritel di kawasan Jabodetabek. Sejak diperkenalkan awal Q2 2020, mereka mengklaim sudah mengumpulkan GMV hingga US$7 juta.

“Covid-19 membuat pembeli mobil baru mempertimbangkan kembali, sementara pasar mobil bekas melonjak. Beberapa kalangan masyarakat memutuskan untuk tidak menggunakan transportasi umum, yang lain mungkin perlu menukar kendaraan mereka. Ini menyebabkan lonjakan penjualan mobil bekas tahun ini. Ini selaras dengan tren di seluruh dunia, penjualan mobil bekas naik 106% di periode Mei hingga April, dan 13,3% tahun-ke-tahun” ujar Monteiro.

Sebelumnya dalam laporan Car Marketplace Survey 2018, tim DSResearch memaparkan hasil survei menarik terkait platform digital untuk pembelian kendaraan. Sebanyak 96,02% responden mengatakan menggunakan platform digital utnuk mencari, membeli, atau menjual mobilnya. Sementara BeliMobilGue (44,24%), CarSome (24,52%), dan Carro (20,71) jadi platform paling populer untuk menjual mobil.

Pendanaan Startup Indonesia di Q2 2020 Catat 32 Transaksi, Didominasi Tahap Awal

Secara kasat mata, pandemi Covid-19 telah memberikan dampak serius terhadap perekonomian di dunia, baik skala mikro ataupun makro. Berbagai sektor usaha ikut terkena imbasnya, tak terkecuali yang bernaung di ekosistem startup digital.

Kondisi tersebut memunculkan beragam hipotesis. Beberapa pengamat mengatakan, tahun ini diproyeksikan akan cukup berat bagi founder startup, khususnya yang tengah melakukan penggalangan dana alias fundraising. Ternyata statistik masih berpihak bagi para founder, setidaknya menurut data di kuartal pertama dan kedua tahun ini.

Sepanjang kuartal pertama tahun 2020 (Q1 2020) kami mencatat, setidaknya ada 20 pendanaan startup yang diumumkan dan/atau dikonfirmasi ke publik. Kami berkesimpulan, angka ini sebenarnya relatif normal jika membandingkan periode serupa di tahun 2019. Menurut catatan Startup Report 2019, terdapat 27 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik di Q1 2019. Tren pendanaannya masih sama, didominasi tahap awal dan Seri A.

Hipotesis awal menyebutkan kesepakatan ini adalah hasil yang telah dibina dari tahun sebelumnya, sehingga belum bisa menjadi patokan gambaran iklim investasi tahun 2020 secara utuh.

Iklim investasi masih kuat

Sepanjang kuartal kedua 2020 (Q2 2020 di bulan April-Juni) tahun ini, kami mencatat ada 32 transaksi pendanaan startup yang diumumkan atau dikonfirmasi ke publik. Perolehan ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu, yakni 24 transaksi.

Beberapa pendanaan merupakan kelanjutan/penutupan dari putaran yang sudah dimulai dari periode waktu sebelumnya (ditandai *). Ada juga yang merupakan pembukaan round baru yang akan masih bertambah partisipasinya di waktu mendatang (ditandai **).

Berikut selengkapnya daftar pendanaan tersebut diurutkan berdasarkan waktu pengumumannya:

Startup Lanskap Tahapan Investor
InfraDigital Edtech Series A AppWorks
Cinepoint Others Seed Funding Ideosource Entertainment
Jendela360 Proptech Seed Funding Beenext, Prasetia Dwidharma, Everhaus
Shipper Logistic Series A Prosus Ventures, Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, AC Ventures
Fabelio** E-commerce Series C AppWorks, Endeavor Catalyst, MDI Ventures, Aavishkaar Capital
Ula New Retail Seed Funding Sequoia India, Lightspeed India, SMDV, Quona Capital, Saison Capital, Alter Global, angel investor
Wallex Technologies Fintech Series A BAce Capital, SMDV, Skystar Capital
GoPlay Online Media Seed Funding ZWC Partners, Golden Gate Ventures, Openspace Ventures, Ideosource Entertainment, Redbage Pacific
Gojek Ride-Hailing Series F Facebook, PayPal
Job2GO Job Marketplace Seed Funding BANSEA
Bonza Big Data Seed Funding East Ventures
Delman Big Data Seed Funding Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, Qlue
Bobobox OTA Series A Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, Kakao Investments, Sequoia Surge, Mallorca Investment
KoinWorks Fintech Debt Funding Lendable
Pintek* Fintech Pre-Series A Accion Venture Lab,  Global Founders Capital
Dekoruma E-commerce Pre-Series C InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, Skystar Ventures
Tokocrypto Others Seed Funding Binance
Kopi Kenangan New Retail Series B Sequoia India, B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, Sofina, Alpha JWC Ventures
KlikDaily New Retail Series A Global Founders Capital
GudangAda Logistic Series A Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Wavemaker Partners
BukuKas SaaS Seed Funding Sequoia Surge, 500 Startups, Credit Saison, angel investor
Bahasa.ai* SaaS Pre-Series A East Ventures, DIVA, SMDV, Plug and Play Indonesia
Modalku Fintech Series C BRI Ventures dan sejumlah undisclosed investors
Eduka Edtech Seed Funding Init-6
Qoala Fintech Series A Centauri Fund,  Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, Mirae Asset Sekuritas
KoinWorks Fintech Debt Funding Quona Capital, EV Growth, Saison Capital
Kargo Technologies Logistic Series A Tenaya Capital, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, Mirae Asset Venture Investment
Investree** Fintech Series C Mitsubishi UFJ Financial Group, BRI Ventures, SBI Holdings, 9F Fintech Holdings Group
Webtrace SaaS Seed Funding Prasetia Dwidharma, Astra Ventures
BukuWarung SaaS Seed Funding East Ventures
ProSpark Edtech Pre-Seed Agaeti Ventures, Prasetia Dwidharma, angel investor
TaniHub* Agritech Series A Openspace Ventures, Intudo Ventures, UOB Venture Management, Vertex Ventures, BRI Ventures, Tenaya Capital, Golden Gate Ventures

Berdasarkan tabel di atas, jika ditinjau dari tahapan investasinya, sebagian besar pendanaan yang dibukukan berada di tahap awal (12) dan tahap Seri A (9). Sementara ditinjau dari segi lanskap bisnis, cakupannya cukup beragam, terbanyak masih untuk startup fintech.

Pendanaan Startup Indonesia Q2-2020 / DSResearch
Pendanaan Startup Indonesia Q2-2020 / DSResearch

Perkembangan ekosistem startup

Menurut laporan Global Startup Ecosystem Report (GSER) yang dipublikasi Startup Genome, Jakarta menempati urutan kedua dari 100 kota di seluruh dunia di daftar emerging startup ecosystem. Data yang digunakan untuk penilaian berdasarkan empat faktor utama, yakni kinerja, pendanaan, jangkauan pasar, dan talenta tiap kota.

Mumbai, yang berada di peringkat pertama urutan ini, mencetak skor 10 di masing-masing faktor tersebut. Nilai yang hampir sama dicetak Jakarta, hanya metrik talenta mendapatkan skor 9.

Startup Genome juga membagi peringkat tiap kota berdasarkan nilai total ekosistem dan pendanaan tahap awal. Jakarta menempati posisi teratas dengan nilai ekosistem $26,3 miliar, disusul Guangzhou ($19,2 miliar), dan Kuala Lumpur ($15,3 miliar).

Sayangnya perkembangan startup memang masih terpusat di kota metropolitan seperti Jakarta. Ketika penilaian dilakukan dalam cakupan nasional dan mengambil rata-rata kinerja seluruh kota, peringkatnya menurun drastis. Misalnya yang divalidasi StartupBlink dalam laporan bertajuk The StartupBlink 2020 Global Ecosystem Report.

Tahun 2020, Indonesia menempati peringkat ke-54, turun 13 peringkat dibanding tahun sebelumnya. Di Asia Tenggara, posisi ini hanya unggul dari Vietnam. Singapura berada di posisi teratas, yaitu peringkat ke-16.

Laporan ini menyoroti kontribusi sejumlah kota terhadap perkembangan ekosistem. Secara berurutan Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, dan Semarang menjadi yang kota-kota yang paling signifikan mendorong pertumbuhan ekosistem startup.