Regulator Indonesia dan Singapura Kolaborasi Kembangkan Industri Fintech

Pemerintah Indonesia dan Singapura menapaki langkah selanjutnya dalam kemitraan pengaturan layanan teknologi finansial (fintech). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Monetary Authority of Singapore (MAS) telah menandatangani kerja sama untuk pengembangan industri fintech di kedua negara.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, kerja sama ini merupakan tindak lanjut pertemuan sebelumnya antara dua otoritas yang membahas usaha peningkatan inovasi dan layanan keuangan di negara masing-masing. OJK dan MAS membentuk satuan kerja khusus menangani inovasi dan layanan jasa keuangan.

“Nota kesepahaman ini merupakan formalisasi dari kesepakatan kesepahaman dalam menjalankan koordinasi dan kerja sama kedua institusi,” terang Wimboh.

Beberapa poin yang menjadi fokus kerja sama OJK dan MAS antara lain, mekanisme rujukan institusi fintech antara kedua negara, potensi proyeksi inovasi bersama, kolaborasi industri fintech dan pertukaran informasi terkait tren dan perkembangan pasar fintech, dan yang terakhir mengenai peraturan dan perkembangan regulatory sandbox.

“Singapura dan Indonesia memiliki sektor fintech yang semarak, dan MAS dan OJK memiliki minat yang sama dalam mempromosikan inovasi dalam layanan keuangan untuk meningkatkan inklusi keuangan di kawasan ini. MoU ini menyajikan peluang bagus untuk memperkuat upaya lalu lintas batas untuk mempromosikan ekosistem fintech di ASEAN,” ujar Managing Director MAS Ravi Menon.

Kerja sama otoritas ini diharapkan mampu membuat kerangka kerja yang dapat membantu perusahaan-perusahaan fintech dari kedua negara untuk dapat memahami aturan dan peluang di setiap yuridiksi dan dapat menurunkan “barriers of entry” bagi perusahaan fintech yang ingin masuk ke salah satu pasar.

Di tengah perkembangan industri fintech di Indonesia OJK juga aktif dalam merumuskan regulasi dan kerja sama dengan pihak-pihak yang dapat mendukung perkembangan fintech di Indonesia. Salah satu contohnya adalah hadirnya “OJK Infinity” yang disiapkan untuk berperan sebagai pusat keuangan digital yang berperan sebagai regulatory sandbox untuk menyeimbangkan inovasi dan perlindungan konsumen dan innovation hub untuk pengembangan industri keuangan digital.

GO-JEK Expands Further to Singapore

GO-JEK reportedly prepares a regional expansion, Singapore to be the next target. It’s currently on progress, to be finalized before October 2018. Although the market share is not as big as other countries, such as Vietnam, there are some strategic aspects for the “karya anak bangsa” on-demand startup to gain.

Aside from being known as a hub for digital companies in Southeast Asia, Singapore is also the base of its main competitor, Grab. On the other hand, the expansion is quite challenging for GO-JEK because two-wheeler isn’t allowed as Singapore’s public transportation mode. GO-JEK, as quoted in TechCrunch, is discussing with ComfortDelGo as the biggest taxi provider in town.

However, GO-JEK’s app ecosystem is complete enough to escort car transportation. Supported by GO-PAY, it’s possible for any other services, such as ticket booking or car advertising can be brought into the market. Besides, ride-sharing consumers in Singapore are demanding for options post-Uber acquisition by Grab.

On the expansion, GO-JEK is being serious. Previously, the company was reportedly to raise funding for expansion ammo to the amount of IDR 30 trillion. After Vietnam, GO-JEK’s next targets are Thailand, the Philippines, and Singapore. However, it’s not really the problem, take the regulation issue in the Philippines as an example.

Having IDR 75 trillion value and supported by global investors, such as Tencent and Google, no wonder they have an ambitious target for the current mission in the region.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Singapore-based “People Analytics” Startup Developer EngageRocket Prepares for Expansion to Indonesia

In the mid-September of 2018, a Singapore-based platform developer startup for people analytics, EngageRocket received a funding worth of $1 million. This round was led by SeedPlus, supported by Found Ventures and angel investor Huang Shao-Ning. Aside from product maturity, EngageRocket will use the funding to develop markets, including Indonesia.

Leong CheeTung, EngageRocket’s Co-Founder & CEO, explained the business debut in Indonesia has started off with some clients, including Tokopedia, Bank Danamon, Shopback, and Mediacorp. The product applied is Engagement & Performance Management for HR system in a company.

“We’re adjusting contents with the local touch in-app to support Indonesia’s unique culture in work/organization. We also plan to develop the mobile app for Indonesian users,” CheeTung told DailySocial.

EngageRocket is aware of each region’s different culture in handling people. Indonesia, for example, CheeTung explained the need to overcome the conventional cult culture of some leaders by providing real-time, confidential, and sustainable feedback. The unique ways are necessary for business leaders to learn about their employees’ performance.

People analytics is a study using quantitative and qualitative data from employees to improve business performance. EngageRocket products aim to support leaders using data to make a better decision, including to boost team confidence or improve skills for innovations.

Using Employee Engagement Pulse module, users can now monitor employee experience, analyze trends and response on regulation and management transition. Later, with 360 Performance Feedback module, users can analyze the leadership performance and relate them to loyalty. Both modules are a package in the Software as a Services series.

CheeTung expressed the optimism towards the Indonesian market. With the amount of 250 million population and 127 million workers, the analytical technology app like this will be a great help for the rise of young leaders and managers in Indonesia. In addition, the public’s digital shifting is considered to be the right moment for the need of people analytics.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Pengembang “People Analytics” Singapura EngageRocket Matangkan Ekspansi di Indonesia

Pertengahan September 2018 lalu, EngageRocket, startup pengembang platform people analytics asal Singapura, mendapatkan pendanaan senilai $1 juta. Putaran pendanaan baru dipimpin oleh SeedPlus, didukung oleh Found Ventures dan angel investor Huang Shao-Ning. Selain untuk pematangan produk, pendanaan ini akan digunakan EngageRocket untuk mengembangkan pasar, tak terkecuali di Indonesia.

Menurut pemaparan Co-Founder & CEO EngageRocket Leong CheeTung, debut bisnis di Indonesia telah dimulai dengan beberapa klien, termasuk Tokopedia, Bank Danamon, Shopback, hingga Mediacorp. Produk yang diaplikasikan ialah Engagement & Performance Management untuk sistem SDM perusahaan. Untuk ekspansinya ke Indonesia, terdapat beberapa hal yang sudah disiapkan, termasuk melakukan translasi aplikasi ke Bahasa Indonesia.

“Kami juga tengah menyesuaikan konten dengan sentuhan lokal di aplikasi, untuk dapat lebih mendukung budaya unik dalam organisasi/kerja di Indonesia. Kami juga berencana untuk mengembangkan aplikasi seluler untuk pengguna di Indonesia,” ujar CheeTung kepada DailySocial.

Tim EngageRocket menyadari betul, setiap wilayah memiliki kultur berbeda dalam penanganan orang. Misalnya di Indonesia, CheeTung memaparkan ada kebutuhan mengatasi budaya “kultus” oleh beberapa pemimpin dengan memberikan umpan balik real-time, rahasia, dan berkelanjutan. Cara-cara yang unik juga dibutuhkan pemimpin bisnis untuk memahami staf pekerja mereka.

People analytics adalah sebuah ilmu yang menggunakan data kuantitatif dan kualitatif dari karyawan untuk meningkatkan kinerja bisnis. Produk EngageRocket bertujuan membantu setiap pemimpin menggunakan data untuk membuat keputusan yang lebih baik, seperti meningkatkan kepercayaan dalam tim atau meningkatkan keterampilan dalam inovasi.

Dengan modul Employee Engagement Pulse, pengguna bisa memantau pengalaman karyawan (employee experience), menganalisis tren dan tanggapan terhadap peraturan dan perubahan manajemen. Lalu, dengan modul 360 Performance Feedback, pengguna bisa menganalisis kinerja keahlian kepemimpinan dan menghubungkannya dengan loyalitas. Kedua modul tersebut dikemas dalam rangkaian Software as a Services.

CheeTung mengungkapkan optimismenya terhadap pasar Indonesia. Dengan 250 juta populasi dan 127 juta angkatan kerja, penerapan teknologi analisis seperti ini akan sangat membantu para pemimpin dan manajer muda yang saat ini banyak bermunculan di Indonesia. Di samping itu, pergeseran masyarakat ke digital juga dinilai menjadi momentum pas untuk kebutuhan people analytics.

Fintech Lending Startup Helicap Expands to Indonesia, Raising $5 Million Funding

Helicopter Capital (Helicap), a Singapore-based lending platform developer startup, today (9/13) announced it has raised $5 million (around IDR 74 billion) of Pre-Series A Funding. It was led by East Ventures and Soilbuild Group Holdings. It’s to focus on the expansion to the Indonesian market.

In its Indonesian debut, there will be data and technology teams to improve the company’s data collection capacity. In the distribution to SMEs, Helicap is using its own data analysis platform. The analysis was intended to generate return and credit score to convince investors (institutions) in providing loans.

Helicap introduced itself as the Capital as a Services platform within B2B2C scope. They didn’t provide direct loans, but distributing loans from partners with data analysis as the collateral. Particularly in Indonesia, Helicap admits providing loans only from the registered lenders in OJK to ensure obedience with the local regulation.

The name “Helicopter” is said to have a certain meaning. Helicap covers all access to credit data collected by some financial organizations. The data was managed to produce insights for investment allocation. It’s considered to be the helicopter view or comprehensive knowledge of the to-be-invested business.

“Southeast Asia becomes the most developing economic region, driven by SMEs. However, it also produced a fragmented loan ecosystem, incapable to serve capital loans for business as a whole,” David Wang, Helicap’s CEO and Co-Founder added.

He continued, East Ventures entree in business will give essential contribution in Indonesia. Support from Soilbuild is to validate Helicap’s portfolio, because of their expertise in the property business segment in particular. Since its operational debut in the second quarter of 2018, Helicap claims to distribute loans to more than 100,000 customers.

Indonesian expansion has set an optimistic target for this startup. The business in Indonesia is targeted to run in this year’s fourth quarter. Soon, they’ll appoint the Country Manager to lead the business maneuver in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dapatkan Pendanaan 74 Miliar Rupiah, Startup Fintech Lending Helicap Ekspansi ke Indonesia

Helicopter Capital (Helicap), startup pengembang platform pinjaman yang berbasis di Singapura, hari ini (13/9) mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A senilai $5 juta (atau setara 74 miliar Rupiah). Pendanaan tersebut dipimpin East Ventures dan Soilbuild Group Holdings. Rencananya pendanaan tersebut akan difokuskan untuk berekspansi ke pasar Indonesia.

Debutnya di Indonesia akan dimulai dengan membangun tim teknologi dan data untuk meningkatkan kapasitas pengumpulan data perusahaan. Dalam menyalurkan pinjaman ke UKM, Helicap memanfaatkan platform analisis data yang dimiliki. Analisis dimaksudkan untuk menghasilkan skor kredit dan pengembalian untuk meyakinkan investor (institusi) dalam memberikan pinjaman.

Helicap menyebut dirinya sebagai platform Capital as a Services dengan cakupan B2B2C. Mereka tidak memberikan pinjaman secara langsung, tetapi menyalurkan pinjaman dari organisasi yang telah menjadi mitra dengan memberikan jaminan dari analisis data yang dilakukan. Khusus di Indonesia, Helicap mengaku hanya memberikan pinjaman dari badan peminjaman yang sudah terdaftar di OJK demi memastikan kepatuhan terhadap regulasi di sini.

Pemilihan nama “Helicopter” disebut memiliki makna tersendiri. Helicap menampung akses data kredit yang dikumpulkan berbagai organisasi keuangan. Data tersebut diolah sedemikian rupa sehingga memberikan wawasan untuk memberikan alokasi investasi. Wawasan tersebut dinilai menjadi “helicopter view” atau pemahaman menyeluruh terkait bisnis yang akan diinvestasi.

“Asia Tenggara menjadi kawasan ekonomi yang paling bertumbuh, didorong oleh UKM. Namun pertumbuhan tersebut juga menghasilkan ekosistem pinjaman yang terfragmentasi, belum dapat melayani pinjaman modal untuk bisnis secara keseluruhan,” ujar Co-Founder & CEO Helicap David Wang.

Wang melanjutkan, masuknya East Ventures dalam bisnis akan memberikan dukungan penting untuk kehadirannya di Indonesia. Didukung kontribusi Soilbuild yang akan memvalidasi portofolio Helicap, terutama karena keahlian mereka di segmentasi bisnis bidang properti. Sejak memulai operasionalnya pada kuartal kedua 2018, Helicap mengklaim telah menyalurkan pinjaman ke lebih dari 100.000 nasabah.

Kehadiran di Indonesia membuat startup ini mematok target optimis. Operasional di Indonesia ditargetkan berjalan pada kuartal keempat tahun ini. Dalam waktu dekat mereka juga akan menunjuk Country Manager untuk memimpin manuver bisnis di Indonesia.

Slush Singapore Akan Sajikan Festival Startup dengan Konsep Berbeda

Slush Singapore akan diadakan pada 14 September 2018 mendatang di Zepp@BIGBOX, Jurong East. Pagelaran ini akan menyajikan serangkaian acara bertajuk festival, konferensi, hingga kompetisi yang diikuti oleh startup dari berbagai wilayah di Asia Tenggara. Sejak awal diadakan, Slush memfokuskan dukungan pada startup dari berbagai level dan lanskap industri.

Tahun ini penyelenggaraan Slush Singapore bekerja sama dengan Monk’s Hill Ventures. Dari pemateri yang dihadirkan dalam sesi konferensi akan dibahas berbagai hal seputar ekosistem startup regional, kondisi pendanaan, sektor yang tengah menjadi sorotan, dan diskusi seputar proyeksi pertumbuhan di masa mendatang.

Beberapa pembicara yang akan hadir di antaranya Bibop Gabriele (Chairman Hyperloop Technologies), Paul Bragiel (Founding Parner Golden Gate Ventures), Marc Setiz (CTO Hackerbay), Shanru Lai (Co-Founder Shopback), Magnus Grimeland (Founder Antler), Joel Neoh (Founder Fave Group), Fajrin Rasyid (Co-Founder Bukalapak), Kevin Lin (COO Twitch), dan masih banyak lagi.

Kompetisi pitch startup juga akan diadakan. Namun di Slush Singapore akan sedikit beda pelaksanaannya. Enam startup “terberani” akan ditantang melakukan presentasi di atas ketinggian 50 meter dalam GMAX Extreme Swing di Clarke Quay. Selain itu bekerja sama dengan Philips, Slush Singapore juga mengadakan kompetisi startup bertajuk pemecahan tantangan di industri kesehatan.

Saat ini pendaftaran untuk mengikuti acara masih terbuka, baik untuk startup maupun investor. Info lebih lanjut dapat dilihat di laman resminya http://singapore.slush.org.

Disclosure: DailySocial adalah media partner Slush Singapore

SaaS Platform for Business Trip “Travelstop” Ready to Expand to Indonesia Post-Funding

SaaS platform developer for business trip Travelstop (8/27) receives seed funding worth of IDR 17 billion. A Singapore-based startup allows business to manage the whole accommodation using AI-based tools. The seed funding investment was led by SeedPlus, supported by several angel investors.

One focus of this funding is to finalize business expansion, including Indonesia. Observed from the research by Travelstop, Asia Pacific will be the largest B2B travel market. It’s projected to grow up to 10.4% CAGR during 2015-2023. The business trip solution is currently for large companies and traditional business travelers, while the trip with no management in Asia, dominated by millennials, requires more flexible and simple solutions.

“These travelers want to experience more than a trip, and the company is building a modern business trip platform for the next generation. Our goal is not only to provide a fun and flexible travel booking experience but also to make the post-trip cost management more efficient,” Prashant Kirtane, Travelstop’s CEO said.

Travelstop aims to solve this problem through a platform that makes a business trip easier to order and automates expense report for employees. They’re using machine learning and personalization supported by artificial intelligence to create flight and hotel recommendations, shorten the process for business travelers for researching and arranging a trip. Employees also have access to an intuitive expense reporting tool which simplifies the reimburse process.

“We aim to use machine learning and artificial intelligence to escalate experience for the current business travelers, we’ll be ready and flexible by investing in modern infrastructure to advance our business platform,” Vijay Aggarwal, Travelstop’s CTO, said.

This platform provides features to facilitate business with accommodation trip arrangements. Through the app, businesses can automate the reporting process. A data-based approach is applied to all decisions made was scaleable. Another thing is the simplification of the efficient travel accommodation research process, operational teams sometimes have to choose and sort out the accommodation based on certain criteria.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pasca Perolehan Pendanaan, Platform SaaS Travel untuk Bisnis “Travelstop” Siap Ekspansi ke Indonesia

Pengembang platform SaaS travel untuk bisnis Travelstop kemarin (27/8) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai 17 miliar Rupiah. Startup berbasis di Singapura tersebut memungkinkan bisnis mengelola akomodasi perjalanan secara menyeluruh dengan alat berbasis kecerdasan buatan. Investasi pendanaan awal dipimpin SeedPlus, didukung beberapa angel investor.

Salah satu fokus pendanaan ialah untuk mematangkan ekspansi bisnis, termasuk di Indonesia. Menurut riset yang ditampung Travelstop, kawasan Asia Pasifik akan menjadi pasar perjalanan B2B terbesar. Diproyeksikan akan tumbuh hingga 10,4% CAGR antara 2015-2023. Solusi perjalanan bisnis saat ini dirancang untuk perusahaan besar dan pelancong bisnis tradisional, sementara perjalanan yang tidak dikelola di Asia, yang semakin didominasi oleh generasi milenial, membutuhkan solusi yang lebih sederhana dan lebih fleksibel.

“Para pelancong ini menginginkan pengalaman perjalanan yang lebih berarti, dan kami sedang membangun platform perjalanan bisnis modern untuk para pelancong di generasi berikutnya. Tujuan kami adalah tidak hanya memberikan pengalaman pemesanan perjalanan yang menyenangkan dan fleksibel, tetapi juga membuat proses manajemen biaya pasca-perjalanan menjadi lebih efisien,” terang CEO Travelstop Prashant Kirtane.

Travelstop mencoba memecahkan permasalahan ini melalui platform yang memudahkan pemesanan perjalanan bisnis dan mengotomasi laporan pengeluaran bagi pegawai. Travelstop menggunakan pembelajaran mesin dan personalisasi yang didukung oleh kecerdasan buatan untuk membuat rekomendasi penerbangan dan hotel, menjadikan berkurangnya jam yang dibutuhkan oleh pelancong bisnis untuk melakukan riset dan memesan perjalanan mereka. Karyawan juga memiliki akses ke alat pelaporan pengeluaran intuitif yang menyederhanakan proses penggantian biaya.

“Tujuan kami adalah untuk memanfaatkan pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan untuk menambahkan pengalaman bagi pelancong bisnis saat ini, sementara kami juga akan sigap dan fleksibel dengan berinvestasi di infrastruktur modern untuk memperkuat platform kami,” ujar CTO Travelstop Vijay Aggarwal.

Platform Travelstop menyediakan fitur yang memudahkan bisnis untuk mengelola pemesanan akomodasi perjalanan. Melalui aplikasi tersebut, bisnis dapat mengotomasi proses pelaporan. Pendekatan berbasis data juga diterapkan agar setiap keputusan yang diambil menjadi lebih terukur. Hal lain yang ingin disajikan ialah penyederhanaan proses riset pencarian akomodasi travel yang efisien, biasanya tim operasional harus memilih dan memilah akomodasi perjalanan didasarkan pada kriteria tertentu.

Automo Kantongi Pendanaan Tahap Awal, Kuatkan Bisnis Sewa Kendaraan Mewah di Indonesia

Setelah meluncurkan layanan di Jakarta, platform penyewaan kendaraan mewah Automo baru saja mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed funding) senilai 1 miliar Rupiah dari Startup SG. Startup berbasis di Singapura yang didirikan Charles Lin tersebut juga berhasil mendapatkan grant dari Enterprise Singapore senilai 300 juta Rupiah.

Selain pendanaan, Automo juga mengumumkan ekspansi di tiga kota baru meliputi Yogyakarta, Bandung, dan Bali.

“Saat ini selain Jakarta, Automo telah hadir di tiga kota wisata populer di Indonesia. Berawal dari Jakarta, kami masih fokus mengembangkan tim, dan berencana untuk menambah kota-kota baru lainnya,” kata Charles.

Automo juga berencana menambah varian layanan transportasi wisata untuk kelas menengah ke atas, di antaranya adalah jet pribadi, helikopter, dan yacht.

“Kami juga telah menjalin kemitraan dengan Transwisata dan CeoJetset untuk menambah pilihan penyewaan transportasi premium wisatawan. Sementara itu untuk mobil kami juga menambah pilihan merek internasional seperti Mercedes S Class, Rolls Royce, hingga Limousine,” kata Charles.

Khusus untuk kota wisata paling favorit di Indonesia yaitu Bali, Automo juga menyediakan penyewaan transportasi sepeda motor. Menyesuaikan kebiasaan dan kebutuhan dari wisatawan asing hingga lokal yang berkunjung ke pulau Bali.

Rencana dan target Automo

Untuk pembayaran Automo masih menyediakan pilihan kartu kredit saja. Namun demikian untuk menambah pilihan pembayaran kepada pengguna, Automo saat ini tengah membangun perusahaan lokal (PT), agar nantinya bisa terintegrasi dengan penyedia pembayaran lokal di Indonesia. Rencananya akan final akhir tahun 2018.

“Selain bank transfer kami juga berencana untuk menyediakan pilihan pembayaran cicilan kepada pelanggan,” kata Charles.

Selain menambah lokasi baru di kota-kota wisata populer, Automo juga masih terus mengembangkan teknologi di Singapura. Automo juga masih terus melakukan negosiasi dan perbincangan dengan hotel dan agen travel untuk bisa menghubungkan layanan Automo kepada wisatawan asing dan lokal.

“Kita masih terus menambah kemitraan dengan vendor di Singapura dan Indonesia. Salah satu contoh adalah pelanggan CeoJetset yang menyewa pesawat dari Jakarta ke Bali, mereka juga bisa menyewa mobil Mercedes S Class di Bali melalui Automo dengan CeoJetset sebagai vendor mitra. Nantinya mitra akan menerima referral fee,” kata Charles.

Dengan demikian secara langsung Automo ingin mengajak lebih banyak mitra untuk menyediakan pilihan penyewaan dan bisa dimonetisasi langsung oleh mitra terkait. Hal tersebut juga berlaku untuk semua agen travel di Bali.

“Saat ini secara keseluruhan kami telah memiliki sekitar 50 mitra vendor di Indonesia demikian juga di Singapura,” tutup Charles.