Platform “Aido Health” Tawarkan Telekonsultasi Medis Melalui Panggilan Video

Di tengah berbagai keterbatasan akses kesehatan yang disebabkan pandemi, layanan telemedis di Indonesia kini semakin berkembang karena dapat memberikan alternatif layanan kesehatan. Salah satu yang sedang mengembangkan solusi di bidang ini adalah “Aido Health”. Platform ini menyediakan telekonsultasi medis melalui panggilan video langsung dan perawatan kesehatan di dalam rumah, serta asistensi untuk membantu pasien mengelola kesehatan.

Aido didirikan pada tahun 2019, melihat kendala pada akses pelayanan kesehatan – jarak, ketersediaan spesialis, serta waktu tunggu yang sangat lama. Hal ini kerap menjadi alasan atas pelayanan yang tidak efektif sehingga mengurangi rasio kunjungan lanjutan, terutama untuk lebih dari 60 juta orang dengan penyakit kronis dan 21 juta lansia yang memiliki kebutuhan perawatan kesehatan yang lebih kompleks.

Co-Founder & VP Operations and Partnerships Aido Jyoti Nagrani mengungkapkan, “Menurut saya, ekosistem teknologi kesehatan secara keseluruhan di Indonesia masih sangat baru. Fokus kami adalah pada perawatan khusus jangka panjang dan  kesinambungan perawatan daripada penyakit/masalah episodik atau primer.”

Platform ini berfungsi sebagai ekstensi digital yang dapat menyesuaikan penawaran layanan perawatan kesehatan di luar tembok faskes dan di rumah pasien untuk memastikan kesinambungan perawatan yang berpusat pada pasien. Selain itu, sudah ada beberapa pemain yang juga mengembangkan solusi ini, seperti Alodokter dan Halodoc.

Hingga saat ini, aplikasi Aido telah mencapai angka 60 ribu unduhan dengan sekitar 5 ribu pengguna aktif per bulan (MAU). Perusahaan juga telah membangun jaringan dengan 60 penyedia layanan kesehatan di 30+ kota di antaranya bersama Bunda Group, Siloam Hospitals Group, dan Bethsaida Hospitals. Terdapat lebih dari  1100 spesialis di 30 bidang dan kemitraan dengan perusahaan asuransi swasta untuk memfasilitasi telekonsultasi tanpa uang tunai.

Program akselerasi Google

Beberapa waktu lalu, Aido menjadi salah satu dari sepuluh startup asal Indonesia yang terpilih untuk mengikuti program akselerator yang diselenggarakan oleh Google. Melalui program ini, selama empat minggu, para pendiri startup akan mendapatkan bimbingan dan dukungan proyek teknis, serta pembahasan mendalam dan workshop yang berfokus pada desain produk, akuisisi pelanggan, dan pengembangan kepemimpinan.

Mulai dari startup teknologi di bidang kesehatan, pendidikan, hingga berbagai platform online yang membantu mendorong kebiasaan daur ulang, atau mendorong pertumbuhan komunitas nelayan kecil serta UKM di bidang pertanian, kedelapan peserta terpilih menunjukkan keragaman komunitas startup di Indonesia serta cara kreatif mereka menggunakan teknologi untuk membantu menumbuhkan dan mengembangkan ekonomi lokal.

Terkait akselerator program, Jyoti mengatakan bahwa ini menjadi kesempatan luar biasa untuk belajar, berkembang dan membangun jaringan – sekaligus menjajal startup/bisnis. Meskipun bukan sebuah jaminan kesuksesan, jaringan para founder akan sangat berharga dan meningkatkan kredibilitas.

Google terkenal dengan kualitas programnya dan dukungan yang diberikannya kepada perusahaan dan tim pendiri. Timnya berharap dapat mengumpulkan pengetahuan dan keterampilan serta belajar dari pengalaman Google yang luas untuk memanfaatkan praktik terbaik dan mengembangkan perusahaan dengan cara yang lebih diperhitungkan dan strategis.

“Kami juga sangat tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang alat Google, termasuk Google Cloud dan perangkat pemasaran untuk membantu meningkatkan kesadaran dan memberikan pendidikan kepada komunitas tentang ketersediaan dan manfaat layanan kesehatan digital kami. Selain itu, panduan dalam menjelajahi pembelajaran mesin dan AI dalam solusi kami,” tambah Jyoti.

Target di tahun ini

Berbagai layanan yang disediakan aplikasi Aido

Di laman LinkedIn-nya, perusahaan disebut telah mengantongi pre-seed senilai $300 ribu yang berasal dari sebuah grup Rumah Sakit besar di Indonesia. Dukungan ini disebut sangat membantu dalam hal pengembangan produk – dalam membangun, menguji kasus penggunaan – serta validasi hipotesis, memanfaatkan basis pelanggan mereka. Pihaknya juga menyampaikan rencana penggalangan dana di Q3/Q4 tahun ini yang akan digunakan untuk memperluas ekosistem penyedia serta meningkatkan product awareness.

Pandemi telah mempercepat adopsi layanan perawatan kesehatan digital. Pemerintah juga menunjukkan komitmen untuk mendukung solusi ini dengan cepat merilis Surat Edaran untuk memfasilitasi telekonsultasi antara dokter dan pasien dan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan perawatan kesehatan digital.

Jyoti menambahkan, “Hal ini turut menyoroti sistem perawatan kesehatan Indonesia yang tidak efisien. Pada dasarnya, menantang anggapan bahwa pasien selalu perlu dilihat secara fisik untuk perawatan. Saya rasa, layanan online/digital akan tetap ada dan perawatan kesehatan terus berkembang tidak hanya sekedar rumah sakit. Namun, dalam arti tidak hanya online – layanan offline dan online terintegrasi untuk memberikan perawatan yang lebih berpusat pada pasien.”

Meningkatnya jumlah pengguna internet dan harapan mereka untuk pengalaman yang lebih baik dalam perawatan kesehatan (dibandingkan dengan industri lain) akan semakin mendukung percepatan. Masyarakat akan lebih berdaya terhadap kesehatannya sendiri.

“Dalam jangka panjang, pandemi akan membantu pergeseran pola pikir dari kuratif ke preventif promotif. Orang-orang sekarang lebih diberdayakan tentang kesehatan mereka sendiri dan mereka akan mengharapkan cara yang lebih mudah dan nyaman dalam mengakses perawatan dari lokasi mana pun,” tutup Jyoti

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Edukasi “Ternak Uang” Meluncur, Targetkan Calon Investor Milenial

Bertujuan untuk memberikan informasi lebih luas mengenai pendidikan di bidang keuangan khususnya terkait investasi, aplikasi “Ternak Uang” diluncurkan. Startup yang mengembangkan platform tersebut didirikan oleh tiga orang founder, meliputi: oleh Timothy Ronald (CMO), Raymond Chin (CEO), dan Felicia Tjiasaka (CPO).

Berbeda dengan platform serupa lainnya, Ternak Uang fokus kepada para generasi muda terutama kalangan milenial, dengan misi untuk mencetak 10 juta investor di Indonesia. Dengan alasan itulah, platform kemudian melakukan pendekatan melalui fitur-fitur yang didesain dan dikembangkan secara relevan dan modern untuk generasi muda dalam menghadapi isu finansial.

Materi pembelajaran yang disuguhkan cukup beragam, mulai dari perencanaan keuangan, investasi, hingga instrumen-insturumen spesifik seperti kripto. Selain itu mereka juga menyuguhkan layanan komunitas dan analisis saham, guna memudahkan pengguna dalam memutuskan investasinya.

“Ternak Uang sendiri diprakarsai oleh anak-anak muda di bawah 30 tahun. Hal ini menjadi sebuah keunggulan untuk jeli menangkap isu keuangan yang relevan dan menarik bagi anak muda lainnya. Kami juga menyadari adanya kebutuhan untuk menyajikan materi secara ringkas dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami agar dapat menjangkau generasi muda secara luas,” kata Raymond.

Terdapat beberapa fitur yang bisa digunakan oleh pengguna di antaranya adalah Ternak Uang Academy, Kelas Interaktif, Watchlist Saham Pilihan, Ternak Uang Hotline, dan Insight. Sebagai platform edukasi, Ternak Uang ingin menjembatani antara calon investor ke manajemen investor. Misi mereka adalah mengedukasi para calon investor untuk memilih investasi yang benar sesuai dengan pemasukan yang mereka miliki saat ini.

Telah tersedia di Play Store dan App Store, layanan Ternak Uang dapat diakses secara premium dengan biaya berlangganan mulai dari Rp125.000/bulan. Seluruh materi yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia, agar mudah dipahami dan menjangkau generasi muda secara luas. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan awareness lebih luas kepada target pengguna, Ternak Uang juga membuka kolaborasi lebih luas dengan startup hingga institusi finansial terkait.

“Tentunya, kami mendukung startup atau institusi finansial lainnya untuk pertumbuhan bisnis di Indonesia dengan memberi masukan kepada para calon investor terhadap platform terbaik tentunya disesuaikan dengan performance institusi tersebut.” kata Raymond.

Sebelumnya sudah ada beberapa aplikasi digital lain yang juga fokus pada edukasi investasi, salah satunya Emtrade. Hanya saja mereka lebih fokus pada edukasi seputar instrumen saham, termasuk membantu penggunanya melakukan analisis dari pasar saham yang ada di Indonesia.

Pandemi dan perkembangan bisnis

Disinggung seperti apa pengaruh pandemi terhadap bisnis Ternak Uang, Raymond menegaskan, pandemi ini merupakan salah satu momentum penting bagi perusahaan. Banyak calon investor yang mulai paham dan melek literasi keuangan karena pandemi Covid-19 ini. Mereka juga sudah paham pentingnya memiliki manajemen keuangan khusus mulai dari dana darurat hingga investasi.

“Ternak Uang hadir sebagai platform aplikasi yang paling dekat dengan mereka karena dasar kami adalah digital. Pelatihan yang kami lakukan secara online dan tanpa melalui tatap muka. Terbukti, sejak kami luncurkan aplikasi Ternak Uang di PlayStore dan App Store pada bulan Februari 2021 ini kami menduduki peringkat tiga sebagai platform edukasi teknologi terbaik,” kata Raymond.

Untuk mengembangkan bisnis, perusahaan juga tengah mempertimbangkan untuk melancarkan kegiatan penggalangan dana tahun ini, setelah sebelumnya telah melakukan kegiatan penggalangan dana dalam skala yang kecil. Meskipun saat ini fokus Ternak Uang adalah sebagai platform edutech yang fokus kepada informasi finansial, tidak dapat menutup kemungkinan ke depannya bisa bertransformasi menjadi platform fintech.

“Namun untuk saat ini, fokus perusahaan adalah menjadi startup edutech yang ingin mendemokratisasi akses terhadap literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,” tutup Raymond.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Rentique Jembatani Pengguna dengan Desainer dan Brand Fesyen

Besarnya minat perempuan Indonesia untuk bisa menyewa bahkan membeli produk fesyen desainer dan berbagai brand, menjadi salah satu alasan utama mengapa Rentique didirikan. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Rentique Dea Amira mengungkapkan, layanannya juga ingin membantu desainer lokal untuk mengenal lebih jauh siapa pelanggan mereka melalui aplikasi.

“Platform penyewaan produk fesyen ini bukan hanya menawarkan produk berkualitas milik Rentique dan mitra desainer lokal, namun juga menyediakan layanan pengiriman, pengembalian, hingga laundry kepada pelanggan dan mitra. Saat ini Rentique sudah tersebar hampir di seluruh Indonesia dengan lebih dari 55 ribu pengguna aktif.”

Secara umum Rentique memiliki dua pilihan, yaitu one time rental dan dream closet. Pelanggan bisa mendapatkan produk fesyen berkualitas dengan harga terjangkau. Dari sisi demografi kebanyakan pelanggan Rentique adalah perempuan Indonesia yang berusia 20-40 tahun dan profesional atau mereka yang bekerja.

“Memanfaatkan sepenuhnya aplikasi, kami ingin mempermudah proses penyewaan produk fesyen bahkan pembelian kepada perempuan Indonesia,” kata Dea.

Untuk mempercepat pengiriman dan pengembalian barang, Rentique juga menjalin kemitraan dengan Gojek dan Shipper. Untuk pilihan pembayaran Rentique menawarkan pilihan seperti bank transfer, kartu kredit, dan Ovo. Saat ini Rentique telah mendapatkan pendanaan dari venture capital dan beberapa angel investor, namun enggan untuk menyebutkan detailnya.

Pemanfaatan data

dea22

Berbeda dengan platform serupa lainnya yang menawarkan layanan penyewaan hingga pembelian produk fesyen hingga produk preloved, Rentique yang sepenuhnya memanfaatkan proses secara digital, mengelola data pelanggan mereka yang diperoleh melalui aplikasi untuk membantu mitra desainer lokal hingga brand.

“Kebanyakan platform lainnya hanya beli-putus kepada desainer hingga brand. Sementara kami ingin membantu mereka mitra kami meningkatkan bisnis mereka dengan bergabung bersama Rentique. Desainer dapat menambah pendapatan baru, setiap bulannya menghasilkan keuntungan lebih dari 20%,” kata Dea.

Rentique juga membagikan informasi terkait quality control kepada desainer, hal-hal sederhana seperti tren pasar, atau cara agar jahitan kancing dapat diperkuat, mereka meyakini hal tersebut dapat membantu desainer untuk meningkatkan daya tahan barang, dan sebagai bahan pengambilan keputusan yang lebih baik untuk koleksi di masa mendatang.

Dengan demikian diharapkan ke depannya, para mitra bisa mengetahui lebih jelas, siapa pelanggan mereka, produk yang menjadi pilihan dan desain yang diinginkan. Untuk strategi monetisasi yang diterapkan Rentique berupa komisi dari mitra.

Untuk pelanggan dengan mengedepankan proses melalui aplikasi, diharapkan bisa memudahkan mereka mencari dan pada akhirnya melakukan transaksi melalui aplikasi Rentique. Sejak didirikan akhir tahun 2019 lalu, saat ini Rentique telah memiliki lebih dari 5000 produk fesyen dari desainer internasional maupun lokal, dan telah bekerja sama dengan lebih dari 60 brand lokal selama pandemi. Yang mana kebanyakan brand tersebut dipimpin oleh wanita.

Meskipun sempat mengalami penurunan bisnis saat awal masa pandemi tahun lalu, namun saat ini bisnis Rentique kembali pulih dan mulai menerima permintaan dari pelanggan untuk penyewaan produk fesyen secara online.

“Selain produk fesyen ke depannya kita juga ingin menghadirkan produk lifestyle kepada pelanggan. Kami ingin menjadi one stop platform untuk produk fesyen dan lifestyle di Indonesia,” kata Dea.

Startup SaaS ERP “Rantai” Hubungkan Distributor, Dropshipper, dan Reseller dalam Sistem Terintegrasi

Kondisi pandemi memaksa banyak usaha beralih ke platform e-commerce untuk kegiatan pemasarannya. Hal tersebut berdampak pada dibutuhkannya cara mengelola bisnis berbasis teknologi, mengingat cara lama tidak lagi dapat diandalkan karena kurang efisien. Dalam memanfaatkan kesempatan tersebut, “Rantai” hadir sebagai startup SaaS yang fokus pada layanan smart enterprise resource planning (ERP).

Inisiasi Rantai pertama kali dimulai pada awal 2019 di bawah naungan PT Cyberindo Sinergi Sistem. Proyek ini dipimpin oleh dua co-founder Steven Dharmawan dan Thomas Wilson. Steven yang berlatar belakang di bidang IT dan Thomas sebagai auditor dan pernah menjadi CFO di suatu perusahaan properti ini merintis Rantai karena terinspirasi dari perkembangan dunia e-commerce yang melahirkan konsep dropship dan reseller sebagai suatu tren bisnis baru.

Kepada DailySocial, Thomas menuturkan bisnis model ini menjadi suatu terobosan yang dapat menguntungkan, baik dari sisi distributor sebagai pemilik barang maupun dropship dan reseller sebagai penjual ke konsumen secara langsung. Akan tetapi, model bisnis ini muncul masalah mengenai keterbatasan kecepatan maupun ketepatan informasi.

“Masalah ini menjadikan suatu tantangan bagi kami untuk menginisiasi adanya suatu sistem digital yang dapat memecahkan permasalahan tersebut,” terangnya.

Berbeda dengan kebanyakan startup SaaS ERP lainnya yang kebanyakan bersifat eksklusif, sehingga tidak memungkinkan perusahaan yang berbeda dapat saling bertukar informasi. Rantai melakukan pendekatan sistem B2B yang mempertemukan dua pihak di dalam rantai perdagangan (distributor dengan dropship/reseller) dalam satu sistem sehingga tercipta suatu efisiensi informasi dan produktivitas.

Rantai menciptakan ekosistem antara penyuplai dengan distributor, distributor dengan toko, dan toko dengan konsumen. Kemudian, memfasilitasi manajemen dengan meningkatkan efisiensi perusahaan distribusi, mulai dari pembelian, penjualan, inventaris manajemen, piutang, dan point of sales (POS) untuk manajemen perusahaan.

Dengan demikian, pebisnis kini tidak perlu buang-buang waktu untuk berkomunikasi dengan penyuplai mengenai update stok barang karena penyuplai hanya perlu meng-update stok barang dan secara otomatis semua stok akan diperbarui secara real-time.

Karena berbeda dengan sistem ERP lainnya, Rantai secara otomatis menangkap dan mengekstrak data pesanan penjualan, seperti pembelian masa lalu pelanggan dan perusahaan, serta data tidak terstruktur seperti komunikasi tertulis dan menyimpannya ke dalam arsip elektronik.

Sistem tersebut dapat menjadi solusi bagi pebisnis UKM untuk memangkas biaya operasional, serta mengatur proses penjualan dengan baik. “Rantai membantu mengatur dan mengelola bisnis dengan mudah melalui satu platform terintegrasi bernama Rantai Link. Platform ini membuat Anda selalu terhubung dengan konsumen dan rekan bisnis.”

Rencana berikutnya

Thomas menerangkan, Rantai baru meluncurkan kehadirannya pada awal tahun 2021 dan berhasil menarik 10 perusahaan distribusi barang sebagai penggunanya. Perusahaan tersebut bergerak di bisnis distributor barang kebutuhan rumah tangga, alat kebutuhan industri garmen, sanitasi, fesyen, dan lain-lain.

Pihaknya akan terus menyempurnakan dan mengembangkan fitur-fitur yang lebih inovatif agar dapat menjangkau seluruh rantai distribusi, mulai dari prinsipal, distributor, hingga ritel. “Rencana kami pada kuartal II tahun 2022 akan menjangkau negara tetangga, seperti Filipina, Thailand, dan Vietnam,” pungkasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa Rantai dibangun secara bootstrap dan belum menerima pendanaan dari pihak ketiga. Namun Thomas cukup optimis, dengan penyempurnaan produk yang terus dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasar, lambat laun akan menarik minat para investor untuk berinvestasi ke Rantai.

Application Information Will Show Up Here

Qara’a Permudah Belajar Mengaji dengan Bantuan Kecerdasan Buatan

Menurut hasil riset Institute Ilmu Quran pada tahun 2018, sebanyak 65% penduduk Muslim Indonesia tidak bisa mengaji dengan baik dan benar. Meski demikian, sebanyak 80% responden menyatakan ingin belajar tapi merasa malu karena alasan usia. Ceruk pasar ini dimanfaatkan Qara’a, startup dari Kalimantan Barat, menawarkan metode belajar Quran dibantu teknologi AI yang dapat mengoreksi bacaan ayat dari tajwid dan harakat.

Dalam riset internal yang dilakukan Qara’a sebanyak 81% dari total 7 ribu responden dengan rentang usia 19-35, mengungkapkan keinginannya untuk belajar baca Quran sesuai dengan aturan, tapi mereka malu untuk bertemu dengan guru dan belajar bersama orang lain yang umurnya jauh di bawah mereka.

“Sehingga dengan hadirnya Qara’a bisa membantu mereka memaknai huruf, sifat huruf, makhraj, gharib, dan lain-lain. Jadi ketika dia belajar dengan ustaz di luar, enggak lagi malu dengan kemampuannya,” ucap CEO Qara’a Hajon Mahdy Mahmudin saat dihubungi DailySocial.

Tampilan aplikasi Qara'a / Qara'a
Tampilan aplikasi Qara’a / Qara’a

Metode belajar di Qara’a terbagi menjadi tiga level, yakni tahapan tilawah (pengenalan huruf), tahsin (belajar tajwid) sampai ke tahfidz (hafalan). Secara runut, peserta harus melalui seluruh level sampai akhirnya harus melakukan praktik melafalkannya, yang telah disematkan teknologi AI di dalamnya.

Peserta hanya perlu melafalkan potongan ayat yang tertera di layar smartphone, sembari menekan ikon mikrofon. Dalam hitungan detik, hasil koreksi dan penilaian akan muncul. Setelah semua level selesai, peserta akan mendapat sertifikat kelulusan sebagai bukti saat mereka ingin melanjutkan belajar ke tahap hafalan di rumah Quran, bahwa mereka sudah memahami aturan-aturan membaca Quran dan hurufnya.

Dijelaskan lebih jauh, proses pengembangan ML Qara’a dilakukan secara in-house dengan jumlah sampling suara saat ini berjumalah 475.573 suara yang dihimpun dari para qari’ (pembaca Quran), hafidz Quran di beberapa rumah Quran, ustaz dan pengguna Qara’a.

“Sampling ini akan terus bertambah, sehingga tingkat akurasi pelafalan Qara’a saat ini di angka 92% akan terus meningkat ke depannya, sembari memperkuat machine learning masih terus kami dilakukan.”

Monetisasi dan rencana berikutnya

Dengan pendekatan yang berbeda dibandingkan aplikasi mengaji online lainnya, Qara’a menetapkan strategi bisnis freemium. Jadi ada lebih dari 10 fitur yang dapat diakses gratis, seperti Quran, kiblat, hadist, Iqra, catat amal, renungan, bacaan shalat, adzan, doa harian, sirah nabawi, dan asmaul husna.

Sedangkan fitur AI hanya bisa diakses secara berlangganan. Paket berlangganan yang ditawarkan mulai dari Rp5 ribu untuk paket berlangganan selama seminggu dan Rp10 ribu untuk sebulan. “Quran sudah di-tashih oleh Lajnah Kemenag dan mushaf Quran digitalnya berkolaborasi dengan Syamill Quran yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung dalam memproduksi Quran sehingga Quran digital yang ada di Qara’a lebih valid daripada aplikasi sejenis.”

Kelebihan lainnya, untuk jadwal shalat menggunakan perhitungan tinggi muka air yang dihitung secara in-house. Tidak menggunakan API yang tersebar secara gratis yang biasa digunakan aplikasi sejenis, sehingga waktu shalat lebih valid.

Diklaim saat ini Qara’a memiliki 250 ribu pengguna aktif di Google Play. Hajon menargetkan hingga akhir tahun dapat tembus ke angka 1 juta pengguna. Adapun demografi target pengguna Qara’a adalah mereka yang berusia 19-35 tahun dan digital savvy.

Strategi yang dilakukan untuk mencapai target tersebut, salah satunya dengan ekspansi ke Malaysia dan melakukan strategi pemasaran digital lainnya. “Untuk pengembangan fitur, kami sedang mengembangkan model machine learning dua arah yang Insya Allah targetnya tahun ini bisa launching,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Viding Hadirkan Platform Terpadu untuk Adakan Acara Pernikahan Virtual

Bisnis yang berkaitan dengan penyelenggaraan acara pernikahan terganggu signifikan akibat pandemi. Aturan PSBB hingga social distancing, menjadikan acara pernikahan dan resepsi perkawinan menurun jumlahnya sepanjang tahun 2020. Melihat permasalahan tersebut, Viding, platform one-stop virtual wedding kemudian resmi meluncur pada bulan Juli 2020 lalu.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Viding Alkiadi Joyo Diharjo mengungkapkan, platformnya didirikan dengan menciptakan solusi atas permasalahan dalam pengelolaan akad dan resepsi pernikahan selama pandemi. Hingga kini perusahaan mengklaim omzet untuk tahun 2021 sudah tumbuh 3x lipat dan telah mencetak laba.

Layanan yang disajikan meliputi undangan digital, buku tamu digital, saluran untuk pemberian angpao secara digital, sampai fasilitas untuk sesi live streaming. Semua terintegrasi dalam satu platform terpadu. Pengguna juga akan mendapatkan dasbor untuk memantau laporan dari penyelenggaraan acara.

“Kami melihat pernikahan dengan konsep yang sederhana, intim, dan diselenggarakan secara hybrid menjadi tren di kalangan muda di Indonesia. Model bisnis kami adalah B2C, monetisasi dilakukan melalui biaya layanan pada tiap fitur, biaya layanan per paket, dan biaya administrasi transaksi dari e-angpao,” kata Alkiadi.

Saat ini layanan Viding telah tersedia di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Jogja, Solo, Semarang, dan Bali. Dalam waktu dekat perusahaan juga berencana untuk memperluas area layanan di Medan.

Fitur unggulan

Disinggung apa yang membedakan Viding dengan platform serupa lainnya, disebutkan platform lain kebanyakan hanya menyediakan layanan web invitation atau live streaming saja. Sedangkan Viding menyediakan fitur yang terintegrasi secara menyeluruh, yang memberikan pengalaman maksimal bagi mempelai dan tamu dalam mengikuti kondangan/pernikahan virtual.

“Mempelai dapat membuat halaman website-nya sendiri secara mudah (drag & drop), di dalamnya terdapat fitur E-Guestbook, E-Angpao, Live Streaming dan Dashboard Reporting,” kata Alkiadi.

Sejak meluncur, platform Viding diterima dengan baik oleh target pengguna. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan omzet lebih dari 20% per bulannya; dan banyaknya rekan-rekan vendor pernikahan yang berkolaborasi, karena posisi Viding sebagai komplementer.

Viding juga menawarkan pilihan yang relatif terjangkau, menyesuaikan paket yang diberikan dengan harga antara Rp3 juta hingga Rp10 juta.

Ada beberapa rencana yang akan dilancarkan Viding tahun ini, di antaranya adalah ekspansi di beberapa kota besar di Indonesia. Masih menjalankan bisnis secara bootstrapping, mereka tengah mempersiapkan kegiatan penggalangan dana dan bekerja sama dengan mitra strategis potensial untuk pendanaan.

“Target kami hingga akhir tahun ini dapat menyelenggarakan 1000 pernikahan, membuka layanan di beberapa kota (target 20 kota) dan terus menyempurnakan platform. Kami juga membuka pintu kolaborasi dengan instansi-instansi terkait untuk membuat konsumen semakin nyaman,” kata Alkiadi.

Gambar Header: Depositphotos.com

Jagofon Hadirkan Platform E-commerce Ponsel Bekas, Fasilitasi Pengujian Kualitas

Besarnya permintaan produk smartphone bekas di Indonesia, memberikan inspirasi kepada Stéphane Becquart untuk meluncurkan platform e-commerce Jagofon. Nilai unik dari layanan ini, setiap barang tangan kedua yang mereka suguhkan telah melalui uji kualitas dan orisinalitasnya — verifikasi tersebut diharapkan dapat memberikan keyakinan lebih kepada calon pembeli.

Prosesnya meliputi dua aspek utama, yakni pemeriksaan IMEI untuk memastikan barang tersebut legal. Dan yang kedua pemeriksaan fungsionalitas dari perangkat, termasuk kamera, mikrofon, baterai, sensor, layar dll. Harga jual akan disesuaikan dengan hasil penilaian akhir.

Mereka memiliki 4 jenis penilaian terhadap produk yang dijual, dari yang paling rendah ke paling tinggi, meliputi Fair, Good, Very Good, dan Mint. Status tersebut akan melekat ke produk dan berpengaruh pada persentase depresiasi atau penurunan dari harga awal.

“Indonesia adalah pasar yang ideal untuk smartphone bekas, yang hingga saat ini masih menjadi pasar yang besar, terfragmentasi, dan disfungsional. Setidaknya 20% ponsel diimpor, dicuri, atau dipalsukan secara ilegal, menurut sebuah studi oleh Kementerian Perindustrian & Qualcomm. Oleh karena itu, ada peluang besar untuk memberikan nilai yang lebih baik kepada konsumen Indonesia,” ujar Stéphane.

Melalui layanan iklan digital ala OLX atau Kaskus, sebenarnya proses jual-beli ponsel bekas sudah cukup ramai dipraktikkan di Indonesia. Namun sejauh ini faktor “kepercayaan” masih menjadi variabel utama dalam transaksi, alih-alih penilaian sistematis terhadap kondisi barang.

“Secara umum kebanyakan pasar tidak melakukan kontrol kualitas. Kami mencatat 40% smartphone di pasar pada umumnya tidak lulus pengujian dari kami, karena itu kurang baik kondisinya,” imbuh Stéphane.

Lebih lanjut ia mengatakan, “Secara khusus kami menerapkan strategi monetisasi berdasarkan komisi dari setiap transaksi. Kami juga menambahkan jaminan untuk perangkat di platform kami.”

Rencana penggalangan dana

Saat ini Jagofon memiliki sekitar 35 ribu pengguna aktif dan telah menjual 3 merek smartphone premium terpopuler di Indonesia, yakni Apple, Samsung dan Oppo. Ke depannya mereka secara bertahap akan menambah tipe dan merek barang yang dapat dijual dalam platform.

Meskipun hanya menjual dalam situs milik mereka sendiri, Jagofon juga saat ini tengah melakukan uji coba untuk mengintegrasikan dengan layanan onliine marketplace ternama di Indonesia, sebagai opsi kepada pelanggan untuk mengakses semua produk yang mereka jual.

“Sejak diluncurkan bulan Oktober 2020 lalu hingga saat ini kami masih fokus kepada wilayah Jabodetabek. Rencana ke depannya kami juga ingin memperluas area layanan,” kata Stéphane.

Jagofon telah mengantongi pendanaan pre-seed senilai $254.000 dari angel investor. Selanjutnya perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tambahan hingga $500.000 dalam waktu dekat. Rencananya dana segar tersebut akan digunakan Jagofon untuk memperluas area layanan. Startup ini juga sebelumnya merupakan peserta program akselerasi GK-Plug and Play di batch ke-8.

“Kami ingin bekerja sama dengan Plug & Play Corporate Partners di bidang pembiayaan (untuk menawarkan solusi angsuran yang lebih baik kepada pelanggan kami), pemasaran (promosi lintas-pemasaran misalnya), dan sourcing (bagi mereka yang memiliki akses ke inventaris barang bekas ),” kata Stéphane.

Segari Receives Seed Funding, Focus on Providing Fresh Groceries

The online grocery platform Segari today (22/3) announced seed funding. This round was led by Beenext with the participation of AC Ventures and Saison Capital. Some angel investors involved are undisclosed.

Segari (PT Sayur Untuk Sudah) was founded by three, including Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), and Farandy Ramadhana (CTO). Segari’s vision is to bring high-quality fresh products to households in Indonesia.

“Getting high quality and consistent [fresh produce] is difficult. Not everyone is capable, that is why we focus on it. While other players may focus on expanding SKUs, lowest prices, or expanding areas; we build infrastructure to focus on quality. This is what our customers love,” Setiawan said.

One of the approaches, Segari utilizes a micro warehouse network and thousands of agents in Jakarta for product distribution. Currently, ordering is available via the mobile website or released application.

Segari ensured that each product arrived at the customer’s house no more than 15 hours after harvesting. It is not by keeping stock of goods, but by making a strict prediction of customer demand by balancing the harvest schedules of the farmers.

“We are building an internally tailored end-to-end technology infrastructure to deal with this complex supply chain issue. This includes product receiving from farmers, to long-distance delivery to customers,” Ramadhana added.

Segari exists amid the growing online grocery industry. Even though this category only plays a small part in the whole e-commerce GMV, there is great potential for the Indonesian market. Case studies from abroad, as those conducted by Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); shows the potential of online grocery services to hypergrowth and lead to unicorn-equivalent valuations.

Survey by Segari team shows that despite the social restrictions caused by the pandemic, people in Jakarta still went to supermarkets or markets to buy groceries. They do not fully believe in online transactions for fresh products, because they are worried about the quality and freshness of the product.

For AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li, “Segari’s value proposition in producing high-quality products through a data-driven and micro warehouse approach to set them apart from other platforms.” He also believes that fresh products have the potential to become the next opportunity for the e-commerce business, especially because they are driven by changing trends that occur due to Covid-19.

It is undeniable, the online grocery competition is getting tougher. Apart from the new arrivals, legacy players are continue to expand the scope of their products and businesses. For example, Happyfresh, which now covers the Java and Bali areas – besides, it has partnered with Grab and Bualapak.

In addition, there is Sayurbox which continues to expand its market coverage. Recently, they reportedly received an investment from Tokopedia – the consolidation allows them to connect with the ecosystem of the largest local marketplace customer in Indonesia. Also, there is a Kedai Sayur with a unique approach, collaborating with thousands of mobile vegetable seller partners.

On the other hand, the Decacorn Gojek also continues to explore the online grocery market through GoMart. Other big players like Blibli are also doing the same thing through their O2O strategy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Segari Dapatkan Pendanaan Awal, Fokus Hadirkan Produk Bahan Makanan Segar

Platform online grocery Segari hari ini (22/3) mengumumkan perolehan pendanaan awal. Putaran ini dipimpin oleh Beenext dengan keterlibatan AC Ventures dan Saison Capital. Beberapa angel investor yang tidak disebutkan namanya juga turut andil.

Segari (PT Sayur Untuk Semua) didirikan oleh tiga orang founder, meliputi Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), dan Farandy Ramadhana (CTO). Visi Segari adalah menghadirkan produk segar kualitas tinggi untuk kalangan rumah tangga di Indonesia.

“Mendapatkan [produk segar] dengan kualitas tinggi dan konsistensi itu sulit. Tidak semua bisa melakukannya, tapi itulah mengapa kami menjadikannya sebagai fokus. Sementara pemain lain mungkin fokus pada memperbanyak SKU, harga termurah, atau perluasan area; kami membangun infrastruktur untuk fokus pada kualitas. Dan ini yang disukai oleh pelanggan kami,” kata Yosua.

Salah satu pendekatannya, Segari memanfaatkan jaringan gudang mikro dan ribuan agen di Jakarta untuk proses distribusi produk. Untuk saat ini proses pemesanan dapat dilakukan lewat situs mobile web atau aplikasi yang sudah dirilis.

Segari juga memastikan, setiap produk sampai ke rumah pelanggan tidak lebih dari 15 jam sejak dipanen. Yang dilakukan tidak dengan melakukan penyimpanan stok barang, melainkan membuat prediksi permintaan pelanggan secara ketat dengan menyeimbangkan jadwal panen petani mitra mereka.

“Kami membangun infrastruktur teknologi end-to-end secara internal disesuaikan untuk menangani masalah rantai pasokan yang kompleks ini. Termasuk mencakup penerimaan produk dari petani, hingga pengiriman jarak jauh ke pelanggan,” imbuh Farandy.

Platform Segari hadir di tengah pertumbuhan industri online grocery. Kendati kategori ini masih menyumbang sebagian kecil dari GMV produk e-commerce secara keseluruhan, namun ada potensi besar yang dapat dieksplorasi untuk pasar Indonesia. Studi kasus dari luar negeri, seperti yang dilakukan Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); menunjukkan potensi layanan online grocery untuk melakukan hypergrowth dan menuju valuasi setara unicorn.

Dari survei yang disampaikan tim Segari, kendati ada pembatasan sosial akibat pandemi, masyarakat di Jakarta masih banyak pergi ke supermarket atau pasar untuk membeli bahan makanan. Mereka belum sepenuhnya percaya dengan transaksi online untuk produk segar, karena khawatir dengan kualitas dan kesegaran produk.

Menurut Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, “Proposisi nilai Segari dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi melalui pendekatan berbasis data dan gudang mikro membedakan mereka dari platform lain.” Ia pun meyakini, bahwa produk segar berpotensi menjadi peluang berikutnya dari bisnis e-commerce, khususnya karena didorong oleh perubahan tren yang terjadi akibat Covid-19.

Tidak dimungkiri, persaingan di lanskap online grocery memang semakin ketat. Di luar pemain baru yang berdatangan, ada pemain legasi yang terus memperluas cakupan produk dan bisnisnya. Sebut saja Happyfresh yang kini sudah mencakup area Jawa dan Bali — selain itu telah bermitra dengan Grab dan Bualapak.

Kemudian ada juga Sayurbox yang terus memperluas cakupan pasarnya. Terakhir mereka dikabarkan mendapatkan investasi dari Tokopedia — konsolidasi tersebut memungkinkan mereka untuk terhubung dengan ekosistem pelanggan marketplace lokal terbesar di Indonesia tersebut. Selain itu ada Kedai Sayur dengan pendekatan yang unik, menggandeng ribuan mitra penjual sayur keliling.

Di sisi lain, decacorn Gojek juga terus mengeksplorasi pasar online grocery melalui GrabMart. Pemain besar lainnya seperti Blibli juga lakukan hal yang sama lewat strategi O2O miliknya.

Application Information Will Show Up Here

Dropezy dan Misinya Permudah Belanja Harian dengan Kuantitas Kecil dan Berulang

Di tengah menjamurnya layanan online grocery yang hadir selama pandemi, masih memiliki celah yang luput dari perhatian. Salah satunya adalah ketidaknyamanan saat konsumen harus memesan produk dengan ketentuan minimum yang telah ditentukan.

Dropezy memainkan kesempatan tersebut dengan fokus pengantaran dalam jumlah mikro, sehingga memungkinkan konsumen untuk memesan mulai dari satu produk saja dengan ongkos kirim terjangkau. Mengutip dari berbagai temuan, misalnya yang dilakukan BPS, menemukan transaksi belanja untuk bahan-bahan makanan meningkat tajam hingga 51%.

Namun, karena masyarakat diimbau untuk menghindari tempat-tempat umum yang ramai – seperti pasar dan supermarket – mereka beralih ke platform digital. Karena itulah, sekitar 46% responden BPS mengaku membeli kebutuhan pokok melalui aplikasi belanja online.

Konsep mikro sengaja dipilih untuk menyesuaikan dengan preferensi belanja konsumen di Indonesia yang gemar dengan sistem langganan. Berdasarkan hasil riset Nielsen selama pandemi, sebanyak 71% masyarakat Indonesia berbelanja makanan segar secara harian.

Nitesh Chellaram dan Chandni Chainani memutuskan untuk menyeriusi Dropezy berbekal pengalaman dari berbagai pekerjaan sebelumnya. Nitesh sebelumnya  pernah memimpin startup online rekrutmen Talent Search Recruitment yang membantu perusahaan seperti Oyo Rooms, Gojek, dan Tokopedia dalam merekrut talenta terbaiknya. Ia juga turut membantu bisnis keluarga di bidang FMCG yang sudah berjalan puluhan tahun.

Sementara itu, Chandni kuat di bidang sales setelah bekerja untuk berbagai startup, seperti Zomato, Matahari Mall, dan Zilingo Indonesia. Menggabukan kekuatan dari keduanya, akhirnya Dropezy dirintis pada akhir 2019.

Kepada DailySocial, Nitesh menuturkan meski ada banyak platform online tetapi faktor ketidaknyamanan masih belum optimal karena konsumen tetap harus membeli kebutuhan sehari-hari dalam jumlah yang lebih sedikit. Aplikasi yang ada saat ini menetapkan batas minimum pemesanan yang tinggi, belum lagi ongkos kirimnya yang mahal.

“Selain itu, belum ada satu platform pun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga. Padahal saat memesan secara online, namun ada barang tidak terpenuhi, akhirnya konsumen harus pergi ke supermarket untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kami memulai Dropezy untuk memperbaiki masalah ini,” terangnya.

Model bisnis Dropezy

Perusahaan menempatkan dirinya sebagai platform kebutuhan sehari-hari (daily needs platform), bukan grocery platform. Dengan konsep itu, konsumen dapat membeli dalam kuantitas lebih kecil secara beberapa kali dalam sebulan. “Kami percaya pada konsep ‘Buy small, eat fresh’ dan ‘Top up, don’t stock up’. Kami yakin bahwa orang Indonesia tidak suka melakukan pembelian massal di awal bulan, tetapi memilih membeli dalam jumlah kecil setiap hari atau pada hari yang berbeda.”

Ia melanjutkan, “Juga orang Indonesia lebih suka membeli segar dan tidak menyimpan di rumah mereka. Orang Indonesia juga suka pergi ke pasar dan membeli dari Langganan mereka setiap saat. Inilah yang coba kami tiru. Dengan menjadikan Dropezy sebagai langganan, di mana mereka bisa datang dan berbelanja setiap beberapa hari dalam jumlah yang lebih sedikit, fresh dan hanya membayar sedikit ongkos kirim tanpa minimum order.”

Perusahaan membeli produk sehari-hari dari brand prinsipal, distributor, agen, grosir, dan partner B2B untuk dijual kembali ke konsumen Dropezy. Alhasil seluruh produk yang dibeli dari Dropezy datang langsung dari gudang perusahaan dengan logistik sendiri. “Karena sumbernya langsung dari prinsipal, kami bisa membuat margin yang layak.”

Seluruh pemesanan akan dikirim pada hari berikutnya, tidak diberlakukan minimum order, ongkos kirim mulai dari Rp5 ribu (gratis jika belanja di atas Rp150 ribu), dan terdapat fitur baru, yakni pemesanan berulang (recurring) untuk mengakomodasi konsumen dapat memilih item sebelumnya dan merencanakan untuk terus memesannya secara rutin.

Sementara ini Dropezy baru melayani pengiriman khusus area Jakarta. Para penggunanya adalah para ibu-ibu dari generasi milenial dan belakangan ini semenjak pandemi, mulai bermunculan laki-laki yang malas atau takut berbelanja di luar rumah.

“Covid-19 telah menjadi berkah tersembunyi bagi kami. Sebelumnya sulit untuk meyakinkan seseorang untuk berbelanja bahan makanan secara online, tetapi Covid-19 telah melakukan pekerjaan itu untuk kami. Dan kami percaya bahkan ketika Covid-19 berakhir, orang-orang yang terbiasa berbelanja online akan tetap melanjutkan. Perilaku telah diubah.”

Dengan prospek yang cerah tersebut, perusahaan berhasil mengantongi pendanaan pra-awal dengan nilai dirahasiakan dari Taurus Ventures dan Kopi Kenangan Fund. Dana segar ini akan digunakan untuk meningkatkan platform, merekrut talenta baru, menambah fitur baru, menyiapkan hub distribusi mikro untuk memastikan pengiriman yang cepat dan efisien.

Lalu, mengembangkan private-label untuk lebih banyak unit penyimpanan stok (SKU) dan memperkenalkan metode pembayaran “paylater”. “Kami akan luncurkan aplikasi Dropezy bulan depan (baca: April 2021), memperluas gudang & fokus pada pemasaran untuk menjangkau pelanggan baru,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here