Wifkain Peroleh Pendanaan Awal Dipimpin Insignia Ventures [UPDATED]

Platform supply chain tekstil Wifkain mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed) yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners dengan nominal yang dirahasiakan. Sejumlah angel investor terkemuka ikut berpartisipasi pada putaran ini, termasuk CEO Atome Financial Indonesia Wawan Salum.

Memposisikan diri sebagai pionir, Wifkain berkeinginan untuk menjadi platform berbasis teknologi pertama untuk memenuhi kebutuhan rantai pasokan (supply chain) tekstil bagi fashion brand di Indonesia. Lewat pendanaan ini, Wifkain ingin memperluas jangkauan bisnisnya ke UKM dan pemilik fashion brand, meningkatkan jumlah merchant, dan membangun tim.

Sebagai informasi, Wifkain didirikan oleh mantan bankir dan pengusaha fashion Sara Sofyan (CEO), pengusaha brand D2C Chindera Soewandy, dan eks Bukalapak Rudy Setyo Hartono (CTO) di 2020.

Co-founder & CEO Sara Sofyan mengatakan banyak brand kesulitan mencari mitra manufaktur karena sejumlah faktor. Untuk itu, Wifkain menghadirkan layanan Manufacturing-as-a-Service (MaaS) dengan menggandeng berbagai macam pabrikan di berbagai spesialisasi, kapasitas, dan lokasi di Indonesia.

“Platform yang kami bangun menghubungkan penjual dan pembeli langsung, memotong supply chain yang panjang dengan memangkas perantara, proses transaksi lebih murah, cepat, dan rendah risiko,” ujar Sara dalam keterangan resminya.

Sementara itu, Founding Managing Partner Insignia Ventures Partners Yinglan Tan mengatakan e-commerce dan media sosial membuat fashion dapat tersedia dengan cepat dan mudah diakses secara online. Namun, supply chain hulu di Indonesia akan tetap terputus dan terfragmentasi.

“Maka itu, Sara dan tim di Wifkain memiliki posisi kuat untuk mendigitalkan seluruh rantai pasokan di industri tekstil. Mereka telah membuat kemajuan tahap awal yang signifikan sejak meluncurkan platformnya. Kami senang dapat menjadi partner mereka dalam perjalanan ini,” ujarnya.

Tantangan dan target

Sara melihat ekosistem industri tekstil Indonesia dari hulu ke hilir belum sepenuhnya terdigitalisasi. Rantai prosesnya sangat panjang, kompleks, dan tidak transparan karena melibatkan banyak perantara.

Perusahaan manufaktur juga tidak punya sistem terintegrasi kepada pembeli sehingga membatasi peluang mereka meningkatkan penjualan. Proses pemesanan memakan waktu hingga beberapa hari. Tercatat tingkat ketidakterpenuhan (unfulfillment rate) penjualan bisa mencapai 30-50 persen. Situasi ini memaksa pelaku bisnis fashion dan pemilik brand melalui rantai proses yang berlapis.

Selain itu, pedagang tekstil tradisional yang berjualan secara offline memiliki keterbatasan pada pilihan produk yang harganya relatif mahal, sistem pemesanannya tidak terintegrasi, dan tidak ada jaminan produk.

Padahal Indonesia merupakan salah satu pasar tekstil dan pusat manufaktur terbesar di dunia. Nilai pasarnya berkisar 40% dari total pasar industri fashion global $55 miliar mengacu laporan Euromonitor di 2018. Nilai tersebut diproyeksi tumbuh 5% CAGR di 2022.

Wifkain berupaya mendigitalkan rantai pasokan, terutama bagi long-tail merchant di segmen UMKM alias merchant dengan volume pencarian dan tingkat persaingan yang relatif rendah. Melalui solusi yang dibangun, Wifkain ingin meningkatkan keterhubungan, transparansi, dan efisiensi bagi rantai pasokan industri tekstil

Untuk memenuhi kebutuhan rantai pasok di Indonesia, Wifkain akan mengembangkan order management dan inventory management yang memungkinkan konfirmasi pesanan dalam waktu beberapa jam, menurunkan tingkat ketidakterpenuhan pesanan kurang dari 5%, meningkatkan transparansi proses produksi, dan menyediakan data analisis seperti prediksi permintaan ke pemasok.

Sejak layanannya komersial di 2020, Wifkain mencatat pertumbuhan GMV sebesar 11 kali lipat (YoY) dan mengantongi 150 merchant (pedagang tekstil dan pabrik) di pulau Jawa. Wifkain mengklaim dapat menyelesaikan memproses sourcing dalam satu hari, lebih cepat dibanding standar yang umumnya memakan waktu sampai tiga minggu. Pihaknya menjamin ada efisiensi biaya pembelian hingga 50%.

Dihubungi DailySocial secara terpisah, Sara mengungkap tidak mudah untuk mendigitalisasi merchant atau supplier tekstil yang selama ini beroperasi secara konvensional. Salah satu kendalanya terlihat dari pengembangan teknologi di platform untuk mengakomodasi kebutuhan merchant.

“[Pengembangan] teknologi [untuk pasar tekstil] tidak banyak benchmark-nya di pasar sehingga kami harus [melakukan] testing dengan benar sesuai dengan kebutuhan merchant,” tutur Sara.

Meski marketplace tekstil terbilang baru untuk pasar Indonesia, Sara mengaku metrik pengukuran bisnis Wifkain tetap sama dengan model e-commerce pada umumnya, seperti Monthly Active User (MAU), Lifetime Value (LTV), dan retention rate.

Adapun, saat ini merchant Wifkain baru ada di area Jawa dan Bali, tetapi cakupannya pembelinya sudah menjangkau berbagai lokasi di seluruh Indonesia.

**
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Fintech Balai Lelang “Fundo” Tawarkan Alternatif Investasi Baru Jangka Pendek

FSB Indonesia meluncurkan Fundo, platform fintech lelang surat berharga. Platform ini menghubungkan pembeli dan penjual melalui mekanisme penawaran (bidding) yang transparan dan kompetitif. Startup ini didirikan sejak 2019 oleh Aida Sutanto, Co-founder dari Investree yang memiliki segudang pengalaman lainnya di dunia perbankan.

Dalam konferensi pers virtual, Aida menerangkan Fundo menggabungkan prinsip balai lelang dengan fintech, yang menawarkan proses unik dan lebih baik dalam menjual dan membeli surat berharga. “Platform lelang kami secara intrinsik telah dirancang dan diatur untuk dapat menawarkan produk investasi yang didasarkan pada keuntungan, bukan bunga,” ujarnya, Kamis (31/3).

Dia turut menegaskan diferensiasi Fundo dengan p2p lending ataupun perbankan. Beberapa perbedaannya, yakni payung pengawasan yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu; dasar perjanjiannya adalah jual-beli; sementara di p2p lending atau perbankan adalah pinjam-meminjam.

Kemudian, dari istilah imbal hasil yang dipakai di Fundo adalah profit yang didapat sepenuhnya melalui diskonto (potongan) dari surat berharga, bukan bunga; istilah pendanaannya di sebut lot dan cepat dipenuhi dalam sehari, sedangkan di p2p lending butuh waktu seminggu hingga dua minggu sampai kebutuhan dana terpenuhi.

Proses jual-beli surat lelang

Dalam proses kerjanya, Fundo menghubungkan penjual dan pembeli melalui mekanisme penetapan harga yang adil dan proses lelang online surat berharga yang kompetitif. Bagi penjual (UMKM) yang membutuhkan dukungan modal kerja dapat menjadi alternatif di luar opsi yang tersedia saat ini. Sementara untuk para investor individu dan institusi, Fundo menyediakan alternatif investasi dengan pengembalian dana jangka pendek dengan risiko sedang.

Surat berharga yang dilelang UMKM untuk mendapat modal kerja adalah piutang usaha mereka (account receivable/AR). AR itu sendiri transaksi penjualan barang atau jasa kepada klien yang pembayarannya dilakukan secara kredit. AR berbentuk faktur yang berkekuatan hukum karena nantinya akan dikirim ke pelanggan dan harus dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Perusahaan melakukan uji tuntas yang solid dan melaksanakan transaksi hanya dengan bisnis dengan rekam jejak keuangan yang kuat dan memiliki piutang dari perusahaan terkemuka. Aida mencontohkan, rangkaian mitigasi yang dilakukan adalah menilai risiko dari performa keuangan, penjualan tagihan, profil payor, operasional, dan lainnya agar tidak terjadi default.

“Fundo menjual surat berharga dari perusahaan yang sudah bonafide, kami sangat selektif dalam memilih perusahaan penjual. Biasanya kami pilih mereka yang punya akses ke supply ke perusahaan besar karena biasanya di situ mereka sudah tahu prosedurnya.”

Perusahaan juga melakukan serangkaian mitigasi risiko untuk para pembeli surat lelang, seperti asuransi dengan persentase yang berbeda-beda. Semakin besar jaminan asuransi yang diambil, maka persentase keuntungan yang bisa diambil tidak sebesar bila tidak ambil asuransi sama sekali.

Adapun rata-rata keuntungan yang ditawarkan 10%-18% per tahun. Sejauh ini, platform Fundo telah mengakomodasi penjualan surat berharga mencapai Rp2,2 triliun dari 250 UMKM. Aida menargetkan sepanjang tahun ini dapat meningkatkan penjualan surat berharga dengan menjangkau 5 ribu UMKM.

“Untuk memperkenalkan instrumen baru ini memang akan takes time, sama seperti p2p lending awal muncul. Tapi kami akan terus mengedukasi masyarakat dengan menggelar berbagai seminar yang mengundang ahli hukum, dan sebagainya,” pungkas dia.

Mezink Mudahkan Pembuatan “Landing Page” untuk Berbagai Kebutuhan

Indonesia memiliki potensi digital yang sangat besar. Menjadi hal yang wajar jika memiliki mimpi jadi raksasa digital pada masa mendatang. Hal ini diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi digital yang juga pesat. Berdasarkan laporan We Are Social berjudul “Digital 2021”, jumlah pengguna internet di Indonesia hanya 72,7 juta orang pada 2015. Dalam waktu enam tahun, jumlah tersebut meroket hingga 178,68% menjadi 202,6 juta orang.

Masih dari sumber yang sama, pengguna aktif media sosial di dalam negeri tercatat sebanyak 72 juta akun pada 2015. Angkanya kemudian naik 136,11% menjadi 170 juta akun pada 2021. Tak hanya media sosial, masyarakat pun semakin adaptif dengan pembayaran berbasis elektronik. Nilai transaksi uang elektronik juga mengalami pertumbuhan 94,65% (yoy) dari Rp16,08 triliun menjadi Rp31,3 triliun pada November 2021.

Dalam mendukung misi untuk menjadi raksasa digital, telah hadir berbagai macam platform untuk mempermudah pergerakan bisnis dalam dunia digital. Salah satunya adalah Mezink, sebuah inovasi karya anak bangsa yang didukung oleh ekosistem startup internasional dan melibatkan stakeholder dari berbagai negara.

Didirikan pada tahun 2021, Mezink beroperasi di bawah payung  PT Tujuan Teknologi dengan visi untuk bisa selalu berinovasi di bidang teknologi informasi dan menciptakan tools atau aplikasi yang dapat mendukung kemajuan industri IT dan meningkatkan perekonomian masyarakat terutama praktisi kreatif di Indonesia.

Co-Founder Mezink, Mohit Garg dan Tarun Valecha mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar dalam penggunaan aplikasi mobile secara umum. Untuk itu, selain untuk meraih market share di Indonesia, Mezink harus bisa memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi nasional dengan menyediakan tools yang dapat membantu pengguna untuk bertransaksi dan meningkatkan kehadiran daring, baik itu sebagai perorangan maupun bisnis.

Sederhananya, Mezink adalah layanan dalam bentuk aplikasi untuk membuat landing page yang menampilkan kumpulan link URL yang tertuju pada website, social media, marketplace, dan juga tautan untuk terima pembayaran atau transaksi/donasi yang dimiliki pengguna. Platform ini memungkinkan pengguna untuk membuat website pribadi dan mengelola bisnis secara keseluruhan dan menargetkan semua kalangan baik konten kreator, pemilik bisnis, hingga freelancer.

Platform ini menyediakan fitur untuk mengintegrasikan marketplace dari Tokopedia, Shopee, hingga situs e-commerce yang dikembangkan sendiri. Terlebih lagi, dalam Mezink page, pengguna bisa menampilkan galeri NFT yang dijual melalui marketplace seperti OpenSea, Foundation App dan lainnya.

Dengan menawarkan layanan page builder atau pembuatan website, Mezink memberikan akses secara gratis bagi pengguna untuk mendapatkan semua fitur yang terdapat dalam aplikasi, termasuk kustomisasi background, pemilihan warna tombol, teks, dan lainya. Selain itu, setiap transaksi atau monetisasi yang terjadi dalam platform, tidak dikenakan biaya transaksi apa pun. Metode pembayaran yang yang tersedia juga beragam, termasuk OVO dan GoPay.

Proposisi nilai yang ditawarkan Mezink adalah platform ini menerima pembayaran untuk transaksi apa pun. Selain itu, untuk layanan yang ditawarkan tidak akan dipungut biaya alias gratis. Pengguna juga dimungkinkan untuk melakukan kustomisasi landing page dan akan secara otomatis terintegrasi dengan jejaring sosial media lain. Hal ini disebut bisa mememaksimalkan lead generation.

Fokus dan Rencana bisnis

Di fase awal ini, Mezink disebut akan fokus pada pertumbuhan organik untuk mendapatkan 10 juta pengguna aktif dalam waktu singkat sesuai dengan target perusahaan. Saat ini perusahaan masih menawarkan fitur tanpa memungut biaya apa pun, ke depannya, timnya menyebutkan akan segera meluncurkan fitur baru yang lebih lengkap dan menetapkan skema berbayar.

Tim development tersebar di pelosok Indonesia, India dan beberapa negara lain untuk mendapatkan kualitas produk terbaik. Tim manajemen diisi oleh eksekutif dan spesialis yang memiliki reputasi di dunia bisnis teknologi dan bisnis pada umumnya. Perusahaan juga memiliki entitas legal di Singapura, bernama Super Creator Tech Pte.Ltd., untuk urusan pengembangan bisnis dan keuangan global.

Terkait pendanaan, Mohit juga mengungkapkan bahwa perusahaan saat ini telah memiliki sumber dana eksternal yang belum bisa disebutkan. Ke depannya, perusahaan juga masih membuka peluang untuk penggalangan dana untuk bisa mengembangkan layanannya.

Selain Mezink, platform atau tools yang menawarkan opsi hampir serupa di antaranya adalah Lynk.id  Desty, dan  Oneblink yang dikembangkan MTARGET. Di kancah global juga ada Linktree yang lebih populer.

Application Information Will Show Up Here

Platform Social Commerce Berbasis Syariah “Berkahi” Resmi Meluncur [UPDATED]

Pelaku startup memanfaatkan momentum kebangkitan pasar social commerce di tengah pandemi Covid-19. Kali ini, platform Berkahi resmi hadir di Indonesia untuk membantu pelaku UMKM meningkatkan skala bisnisnya berbasis syariah.

Berkahi memampukan pelaku usaha di tanah air untuk meningkatkan penghasilan dengan memasarkan produk lokal dan halal lewat jaringan reseller. Target pasar Berkahi adalah UMKM, terutama yang berada di area pedesaan.

Berkahi didirkan oleh Rowdy Fatha, Turina Farouk, dan Andre Raditya Makmur. Ide pengembangan Berkahi telah diinkubasi sejak November 2021.

Dalam acara peluncurannya, Co-founder & CEO Rowdy Fatha mengatakan pandemi berimbas signifikan terhadap penurunan bisnis UMKM. Di situasi tersebut, banyak pelaku usaha yang sulit bertahan karena tak sedikit di antaranya yang minim kemampuan dan pengalaman dalam membangun bisnis.

Di sisi lain, ia menilai nilai-nilai syariah cocok diterapkan dalam berbisnis. Pihaknya juga ingin berperan dalam mendorong pemerataan inklusi keuangan dan digital di Indonesia. Adapun, Berkahi juga membentuk dewan penasihat syariah untuk memastikan kegiatan bisnis Berkahi sesuai dengan nilai-nilai syariah.

“Kami ingin all out dalam membantu masyarakat UMKM, tak cuma dari sisi bisnis saja, tetapi juga promosi, operasional, fulfillment, hingga logistik. Kami bahkan ikut terlibat dalam mengedukasi UMKM. Insya Allah, tahun ini kami bisa hadirkan [fasilitas] pendanaan syariah tahun ini,” tutur Rowdy.

Bentuk dukungan all out yang dimaksud adalah, Berkahi mendukung kegiatan usaha lewat sejumlah fasilitas, di antaranya aktivitas promosi melalui Key Opinion Leader (KOL), operasional melalui akses fulfillment (stokis) di 15 kota, dan mitra logistik.

Saat ini, Berkahi telah memiliki 400 UMKM yang terhubung dengan 20.000 reseller (disebut sebagai Mitra Berkahi). Sejumlah mitra strategis Berkahi di antaranya adalah SiCepat, SiBeku, Komunitas TanahAbang, Pijar, dan Koperasi XL, IWAPI, Haistar, Belanjarutin.com, Shipdeo, dan Komunitas Pijar.

“Kami tengah memperkuat jaringan agar dapat mencapai target kami untuk menjangkau 20 negara. Secara bertahap, kami akan membawa pelaku usaha yang selama ini aktif di media sosial atau berjualan secara offline untuk beralih ke platform ini,” tambah Rowdy.

Sementara, Co-founder Turina Farouk menargetkan dapat menjangkau 20 negara, memiliki 1.000 UMKM dan 30.000 mitra di akhir 2022. Untuk itu, pihaknya akan memanfaatkan momentum seasonal terdekat, yakni Ramadan dan Idul Fitri, untuk mendongkrak target yang ingin dicapai tahun ini.

Social commerce merupakan sesuatu yang baru di Indonesia. Dengan pengalaman saya bekerja di industri telekomunikasi, ilmu-ilmu yang saya dapatkan dapat menjadi bekal untuk belajar dan membangun Berkahi ke depan,” tutur Turina.

Mitra Berkahi memiliki akses ke ribuan produk halal dari UMKM lokal maupun luar negeri, di mana pengemasan dan pengiriman dilakukan dari gudang ke konsumen langsung. Bagi pelaku UMKM, fasilitas gudang dan operasional tidak dikenakan biaya.

Pendanaan dari VC

Dihubungi DailySocial secara terpisah, Rowdy mengatakan Berkahi masih mengandalkan pendanaan dari angle investor untuk menjalankan bisnisnya. Kendati begitu, pihaknya juga akan mencari pendanaan tahap awal ke Venture Capital (VC).

Pendanaan ini akan digunakan untuk memperluas skala bisnis Berkahi dengan target jangkauan hingga ke 20 negara. Salah satunya adalah fasilitas pinjaman usaha lewat skema chanelling yang ditargetkan meluncur pada semester II 2022.

“Pendanaan awal Berkahi akan dialokasikan pada seed funding dari VC,” ujar Rowdy dalam pesan singkatnya, Rabu (30/3).

Menurut laporan DealStreetAsia, Berkahi mengincar pendanaan tahap awal sebesar $1 juta untuk memperkuat teknologi, menambah SDM, dan ekspansi bisnisnya.

Pasar social commerce

Mengacu data Bain & Co, total GMV e-commerce di Indonesia mencapai $47 miliar di 2020, di mana transaksi dari social commerce berkontribusi sebesar $12 miliar. Angka tersebut menunjukkan besarnya potensi pertumbuhan social commerce di masa depan.

Menurut laporan McKinsey, Pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap perubahan perilaku belanja masyarakat dari offline ke online. Di samping itu, social commerce menawarkan kesempatan kerja dengan memberdayakan jaringan distribusi atau reseller. McKinsey memproyeksi bisnis social commerce mencapai $25 miliar di 2022. 

Faktor lainnya, masyarakat di pedesaan masih mengalami keterbatasan akses dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang diperoleh secara online, dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan.

Tren social commerce berkembang juga sejalan dengan semakin banyak pelaku startup yang masuk ke vertikal ini untuk produk fashion, F&B, atau kebutuhan sehari-hari. Beberapa di antaranya adalah Evermos, Dagangan, dan RateS. Adapula Raena yang mengusung konsep reseller, tetapi khusus untuk produk kecantikan.

Kemudian, KitaBeli mengambil posisi berbeda dengan platform social commerce kebanyakan, yakni tidak membangun jaringan reseller. KitaBeli memampukan pengguna akhir memesan barang langsung lewat aplikasi dan memungkinkan mereka berpartisipasi dalam pembelian berkelompok untuk mendapatkan harga yang lebih efektif.

Udana Permudah UMKM Raih Pendanaan dari Jalur Crowdfunding

Alternatif pendanaan untuk UMKM kini terus bertambah dengan kehadiran Udana. Startup securities crowdfunding (SCF) ini berambisi menjadi platform urun dana yang paling dipercaya di Indonesia karena mengusung transparansi penuh dari proses mitigasi hingga listing, sehingga dapat memberikan rasa kepercayaan bagi para investor.

Udana didirikan oleh Eric Wicaksono dan saat ini telah mengantongi izin usaha dari OJK dengan badan hukum PT Dana Rintis Indonesia. Perusahaan disebutkan telah memperoleh pendanaan ekuitas dengan nominal dan investor yang dirahasiakan.

Kepada DailySocial.id, Eric menuturkan ambisinya merintis Udana tak lain karena terbatasnya akses pendanaan bagi UMKM yang terus menjadi isu. Kondisi tersebut berdampak pada sulitnya para pemilik usaha saat ingin mengembangkan bisnisnya ke tahap lanjutan. Karenanya, hanya sedikit UMKM yang bisa naik kelas. Di sisi lain, minat investasi masyarakat sedang meningkat sepanjang pandemi. Masyarakat pun giat mencari alternatif instrumen untuk memperoleh pendapatan pasif melalui jalur investasi.

“Udana hadir untuk memberikan alternatif atau cara baru berinvestasi yang memberi lebih banyak pilihan dan kebebasan bagi pemodal. Kami juga turut hadir sebagai solusi meningkatkan pertumbuhan bisnis UMKM dengan mempertemukan para pebisnis dengan gagasan yang inovatif dengan calon pemodal potensial,” katanya.

Tidak dirinci secara spesifik jenis UMKM yang disasar oleh Udana. Ia hanya menuturkan, diferensiasi yang ditawarkan Udana dibandingkan pemain sejenisnya adalah pihaknya melakukan proses validasi dan kurasi yang ketat sebelum sebuah UMKM listing melalui platformnya. Ditambah, platformnya terbuka terhadap data kinerja bisnis yang dapat dipantau oleh pemodal setiap saat, termasuk saat pembagian dividen dari hasil yang akan mereka dapatkan.

Eric melanjutkan, Udana juga memberikan benefit khusus yang diberikan untuk pebisnis UMKM dan pemodal. Untuk pebisnis, mereka akan mendapat pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan bisnisnya dan akan terus dipantau secara berkala agar dapat meningkatkan kinerja usahanya. Sementara, bagi pemodal akan mendapatkan benefit, seperti membership dan lainnya yang dapat dinikmati dari masing-masing bisnis yang mereka danai.

“Udana ingin memberikan rasa sense of belonging yang membuat pemodal dapat merasakan secara langsung pertumbuhan dari bisnis yang diinvestasikan dan pastinya masih banyak kejutan-kejutan lainnya apabila menjadi salah satu pemodal di Udana.”

Proses kurasi

Dalam proses kurasi dan valuasi bisnis, perusahaan melakukan semua tahapannya dengan ketat, selayaknya yang diterapkan oleh perusahaan modal ventura, tapi dengan sedikit penyesuaian karena objek yang dikurasi adalah UMKM. Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim analis bisnis Udana yang akan melakukan uji tuntas secara ketat (in-depth due diligence) dari aspek bisnis, legal, dan finansial dalam proses pemilihan bisnis.

Setelah bisnis berhasil listing, tim akan memantau perkembangan bisnisnya dan siap membantu pebisnis apabila terjadi penurunan performa atau membutuhkan bantuan lainnya. “Hal ini bertujuan untuk memberikan instrumen investasi yang berkualitas dan berpotensi untuk dapat dikembangkan.”

Diklaim saat ini ada enam penerbit sedang dalam tahap akhir kurasi di Udana yang mayoritas bergerak di industri kuliner. Harapannya pada akhir kuartal kedua seluruh UMKM tersebut ini dapat segera menggelar penggalangan dana. Adapun, untuk target sepanjang tahun ini bidik pendanaan untuk 20 UMKM senilai Rp40 miliar.

Industri urun dana, sambungnya, masih dalam tahap awal di Indonesia, sehingga kondisi tersebut harus dimanfaatkan dengan baik oleh ekosistem. Oleh karenanya, perusahaan bekerja sama dengan ekosistem untuk menggalakkan edukasi kepada masyarakat terkait risiko investasi yang dapat muncul ketika menaruh dananya di instrumen urun dana, kelebihan, dan kekurangannya. Terlebih, langkah tersebut selaras dengan ambisi Udana yang ingin memosisikan dirinya sebagai platform yang paling dipercaya.

“Harapannya pemodal memiliki pengetahuan dan mengetahui risiko sebelum memutuskan untuk berinvestasi di crowdfunding. Udana memiliki tujuan yang positif, yaitu ingin bersama-sama membangun ekosistem crowdfunding di Indonesia agar dapat menjadi salah satu motor penggerak perekonomian di Indonesia,” pungkasnya.

Secara industri, OJK mencatat sepanjang 2021, terdapat tujuh platform yang memperoleh izin usaha. Jumlah ini meningkat 75% dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya tercatat sebanyak empat Penyelenggara. Pada periode yang sama, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang berhasil menghimpun dana melalui SCF juga meningkat 48,84% dari sebelumnya 129 perusahaan menjadi 192 perusahaan di 2021.

Dari sisi Pemodal SCF juga mengalami peningkatan yang signifikan, yakni sebesar 319,56% dari sebelumnya 22.341 pemodal menjadi 93.733 pemodal di 2021. Total dana yang dihimpun juga meningkat sebesar 115,48% dari Rp191,2 miliar menjadi Rp412 miliar.

Lilla by Sociolla Hadirkan Aplikasi, Bantu Penuhi Kebutuhan Ibu Muda di Era Digital

Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi kecantikan terintegrasi, Social Bella menguatkan kehadirannya dengan meluncurkan aplikasi Lilla by Sociolla. Setelah resmi diperkenalkan pertengahan tahun 2020, platform ini bertransformasi untuk menghadirkan ekosistem, serangkaian solusi, yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.

Selama pandemi, pergeseran pola perilaku konsumen dari offline ke online yang cukup signifikan terlihat dari adanya peningkatan tren berbelanja kebutuhan secara online. Dewasa ini, para ibu juga semakin digital savvy dan banyak yang memanfaatkan platform digital dalam mencari berbagai informasi penting serta pemenuhan kebutuhan mulai dari masa kehamilan, menuju proses persalinan, dan terus berlanjut hingga tahapan tumbuh kembang anak.

Dalam salah satu forum diskusi yang Lilla selenggarakan bersama para ibu, ternyata kemudahan informasi di era digital juga terkadang membuat ibu mengalami kesulitan dalam mencari platform digital yang lengkap dan menyediakan informasi terpercaya serta kredibel mengenai ibu dan anak.

General Manager Lilla, Nurul Sulisto mengungkapkan, “Dampak dari keadaan tersebut tidak jarang membuat ibu menjadi overwhelmed ketika harus memilah informasi serta produk yang tepat dan juga terpercaya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya solusi cerdas yang mampu memenuhi kebutuhan serta membantu memudahkan perjalanan ibu, terlebih di tengah banyaknya arus informasi serta produk-produk yang belum tentu sesuai dengan fase yang sedang dijalani oleh ibu”.

Secara strategis Lilla menghadirkan ekosistem dengan pendekatan yang inovatif serta berfokus pada progressive mom karena Lilla melihat ibulah yang membuat keputusan dalam pemenuhan kebutuhan dirinya dan buah hati. Dengan demikian, ekosistem baru Lilla hadir dengan tiga unsur utama, yaitu teknologi, brand, dan ritel.

“Kami paham betapa pentingnya untuk memiliki support system yang saling terintegrasi untuk kemudahan ibu dalam memenuhi segala kebutuhannya, sehingga Lilla turut mengembangkan ekosistem lengkap ini dengan memposisikan ibu sebagai fokus utama untuk segala langkah inovasi kami“, ujar Nurul.

Hal ini juga diakui oleh salah satu praktisi kesehatan yang juga berperan dalam proses validasi informasi di aplikasi Lilla, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG. Ia merasa para ibu semakin kritis dan menginginkan informasi cepat atas pertanyaan seputar kehamilan, terutama di era digital ini. “Karakteristik ini mendorong mereka untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk kemudian disaring dengan validasi dari dokter,” tambahnya.

Fitur utama aplikasi

Terdapat empat fitur utama dalam aplikasi Lilla yang telah tersedia dalam platform, di antaranya; Easy Shopping  yang menghadirkan rekomendasi produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak. Produk yang tersedia sudah terkurasi yang tentunya berkualitas, bersertifikasi BPOM, Kemenkes dan SNI, sehingga terjamin aman bagi ibu dan buah hati.

Selain itu, juga terdapat fitur Motherhood Tracker, para ibu bisa memantau perjalanan kehamilan, hingga mengamati setiap fase tumbuh kembang anak. Lalu Personalized Experience untuk menerapkan konsep personalisasi dalam seluruh fitur di aplikasi. Terakhir, Learn from the Expert  yang berisi informasi terpercaya mengenai berbagai topik ibu dan anak, seperti perkembangan anak, kandungan, hingga menyusui yang sudah divalidasi oleh para ahli dalam bidangnya.

Kembangkan ritel O2O dan private label

Ke depannya, Lilla optimis dapat mencapai 1 juta pengguna hingga akhir tahun 2022 melalui terciptanya pengalaman berbelanja yang lebih lengkap. Lilla berencana mengembangkan gerai ritel berkonsep omnichannel yang menggabungkan integrasi online dan offline. Di sisi lain Lilla akan meluncurkan private label guna memenuhi kebutuhan ibu dan buah hatinya yang akan segera diluncurkan pada April mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip berkelanjutan yang diterapkan perusahaan untuk membantu mengurangi limbah.

Melalui pendekatan terbaru serta ekosistem digital terlengkap bagi ibu dan buah hati, Lilla diharapkan dapat menemani ibu di segala situasi. “Lilla memiliki tujuan untuk membuat perjalanan ibu menjadi lebih mudah sehingga ibu bisa menikmati berbagai momen istimewa bersama anak tercinta. Ke depannya, Lilla ingin tumbuh bersama ibu, menjadi support system terpercaya serta sahabat terbaik yang selalu ada di setiap tahap kehidupannya dan membantu mereka menikmati perannya sebagai seorang ibu dengan cara terbaik,” ujar Nurul.

Layanan sejenis yang juga telah beroperasi di Indonesia termasuk platform digital komunitas parenting, Parentalk, yang belum lama ini mengumumkan ekspansi bisnisnya dengan mengakuisisi Good Enough Parents, platform edukasi berbasis web bagi orang tua masa kini.

Ekosistem commerce Social Bella

Awalnya, memang Lilla merupakan bagian dari Sociolla dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan kecantikan dan perawatan diri ibu serta buah hatinya. Namun seiring perjalanan Lilla, melalui pengamatan serta studi yang dilakukan kepada ibu kami pun memahami begitu luasnya kebutuhan ibu di luar perawatan diri dan kecantikan.

Saat ini Lilla sudah terpisah dari Sociolla. Lilla berdiri sebagai bisnis unit tersendiri dalam ekosistem Social Bella (induk usaha Sociolla dan Lilla), perusahaan teknologi terdepan di Indonesia yang berorientasi pada SHEconomy, yang termasuk di dalamnya kebutuhan market ibu dan anak.

Diluncurkan pada 2015, bisnis Social Bella berevolusi dari e-commerce kecantikan dan perawatan diri terdepan di Indonesia menjadi ekosistem kecantikan dan perawatan diri online dan offline yang berskala besar dan berkelanjutan.

Selain Lilla, Social Bella memiliki beberapa pilar bisnis yang terus berkembang dan diperkirakan telah melayani kebutuhan sekitar 42 juta pengguna selama tahun 2020. Ada SOCO, super app kecantikan yang dapat membantu pengguna menikmati pengalaman kecantikan secara holistik. Lalu Beauty Journal, media online kecantikan dan gaya hidup dengan layanan pemasaran O2O dari hulu ke hilir.

Selanjutnya, ada Sociolla, e-commerce terdepan di Indonesia di bidang kecantikan dan perawatan diri yang sekarang juga memiliki offline store
berkonsep omnichannel. Terakhir, Brand Development sebagai unit bisnis yang menawarkan layanan distributor ujung ke ujung untuk merek kecantikan dan perawatan diri, yang dipercaya oleh berbagai pemilik merek internasional terkemuka.

Social Bella juga telah didukung oleh para modal ventura terkemuka lokal dan global, termasuk perolehan pendanaan terakhir senilai 818 miliar Rupiah atau sekitar $57 juta dipimpin L Catterton, sebuah perusahaan investasi berbasis di Amerika Serikat. Indies Capital bersama dua investor sebelumnya, yakni East Ventures dan Jungle Ventures, turut terlibat dalam pendanaan ini.

Sebelumnya pada pertengahan tahun 2020, Social Bella juga baru mendapatkan pendanaan senilai $58 juta dari Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Akhir-akhir ini perusahaan sedang agresif memperluas kanal omnichannel dengan membuka toko-toko offline di berbagai kota. Saat ini bisnis B2C mereka “Sociolla” sudah memiliki 21 toko di 9 kota di Indonesia dan 1 toko di Ho Chi Minh, Vietnam.

Application Information Will Show Up Here

Vinmo Ramaikan Industri EWA, Usung Layanan Pencairan Gaji Lebih Cepat

Vinmo menambah jajaran pemain earned wage access (EWA) yang beroperasi di Indonesia, dalam upaya mengurangi ketergantungan karyawan terhadap pinjaman online berbunga. Startup ini diusung oleh tiga orang founder, meliputi Kristoforus Giovanni, Adhi Pranata, dan Sastra Hamidjaja, dengan latar belakang pengalaman yang saling mendukung dalam merintis hadirnya Vinmo.

Kirstoforus misalnya, dulunya adalah HR Manager yang kesehariannya menyaksikan langsung fenomena karyawan yang memerlukan dana darurat dan mengajukan kasbon. Perusahaan pun tidak bisa membantu mereka karena terbentur aturan dan birokrasi yang memakan waktu lama, itupun jika disetujui. Adapun Sastra, pernah bekerja di beberapa perusahaan asing yang menerapkan EWA dan ia pun terinspirasi untuk menghadirkannya di Indonesia, tanpa mengganggu cash flow perusahaan.

Hadir dengan branding “kasbon”

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Kristoforus menyampaikan Vinmo hadir di tengah maraknya pinjaman online ilegal dan masyarakat butuh uang untuk membayar kebutuhan mendesak. Banyak orang tanpa berpikir panjang mengambil pinjaman ke aplikasi online tanpa memerhatikan bunga yang tinggi. “Kami harus bekerja keras untuk edukasi ke khalayak, terutama HRD dan bagian finance di perusahaan agar mengerti sistem EWA,” katanya.

Berkaitan dengan itu, pihaknya memperkenalkan diri ke publik dengan branding kasbon digital, bukan EWA. EWA memang dianggap sebagai istilah terkini yang menjelaskan bisnis utama Vinmo, tapi kata tersebut kurang familiar bagi orang Indonesia. Oleh karenanya, penggunaan kata kasbon digital diharapkan bisa lebih diterima. “Namun karena sekarang sudah zaman digital, maka Vinmo hadir sebagai kasbon digital.”

Seperti kebanyakan pemain EWA lainnya, Vinmo fokus pada penyediaan akses gaji lebih awal untuk karyawan agar mereka lebih sejahtera. Perusahaan tidak memosisikan diri sebagai perusahaan pemberi pinjaman karena tidak ada kerangka waktu pembayaran, biaya bunga, jaminan, pemeriksaan kredit, atau biaya keterlambatan. Karyawan yang memanfaatkan Vinmo hanya dibebani biaya administrasi sebesar 3% apabila melakukan pencairan.

Kristoforus menuturkan, diferensiasi Vinmo dengan pemain lain adalah transparansi dan dalam hal pengembalian dana, Vinmo menawarkan jangka waktu pembayaran lebih lama kemudian biaya transaksi yang lebih fleksibel. “Agar cash flow perusahaan tidak terganggu, sumber dana kasbon diambil dari Vinmo. Saat gajian tiba, tim Vinmo akan memberikan data ke HRD terkait penggunaan fasilitas Vinmo dan nominal yang harus dibayarkan oleh karyawan untuk dipotong gajinya.”

Cara kerja Vinmo

Untuk proses pencairan gaji, perusahaan diperlukan menjadi mitra di Vinmo dan mendaftarkan karyawannya. Selanjutnya, karyawan cukup mengunduh aplikasi Vinmo, mengisi data, dan menunggu verifikasi. Setelah itu, dana akan ditransfer ke rekening sesuai data yang diisi berdasarkan aplikasi yang diajukan dalam durasi 1×24 jam.

Terhitung, sejak Vinmo beroperasi pada September 2021, diklaim ada 30 perusahaan yang bergabung dan karyawan yang telah mengunduh aplikasi Vinmo tembus lebih dari 1.000 orang. “Target kami tahun ini bisa mencapai 100 perusahaan untuk diajak kerja sama.”

Target tersebut akan ditempuh dengan berbagai strategi pemasaran dan pengembangan inovasi baru untuk aplikasi. Di antaranya, penambahan fitur baru, seperti e-wallet, digital payment, dan digital agregator. Dengan demikian, aplikasi Vinmo dapat memenuhi semua kebutuhan pembayaran karyawan, tidak sekadar akses gaji lebih cepat saja.

“Banyak sekali perusahaan di Indonesia dan belum semua digarap oleh EWA. Kekuatan kami sebagai perusahaan lokal menjadi nilai lebih karena sangat mengerti attitude, habit, dan history orang Indonesia.”

Potensi bisnis EWA

Seperti diketahui, peluang EWA bertumbuh di Indonesia masih begitu besar karena memiliki segudang masalah, terutama dari sistem penggajian yang menjadi isu buat sebagian besar pekerja. Menurut data BPS, sekitar 129 juta pekerja menghadapi tekanan dan kesulitan finansial yang disebabkan oleh arus kas yang tidak teratur, jadwal pembayaran bulanan, pengeluaran tak terduga, dan akses finansial yang terbatas. Isu-isu di atas membuat mereka akhirnya “lari” meminjam uang dari lembaga tidak resmi, yang sering menetapkan bunga tinggi dan penagihan yang mencekam.

EWA hadir untuk untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman online yang dianggap merugikan karena bunganya yang tinggi. Mengutip dari studi Health Living Index oleh AIA, uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

EWA dapat menjadi solusi untuk mendapatkan gaji lebih awal, bukan dalam bentuk pinjaman karena tidak memiliki bunga atau biaya keterlambatan. Pun, tidak memerlukan lisensi khusus, tidak seperti mengajukan perusahaan lending pada umumnya karena jaminannya langsung ke payroll karyawan, sehingga dari kacamata bisnis sangat masuk akal.

Application Information Will Show Up Here

Startup Logistik B2B “Envio” Kantongi Pendanaan Awal

Startup logistik B2B Envio mengantongi pendanaan tahap awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan dari Antler, Iterative, dan sejumlah angel investor lainnya. Pendanaan ini akan digunakan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis Envio di 2022.

Envio didirikan oleh Richard Cahyanto dan Alif Amri Suri pada 2021 yang masing-masing kini mengambil posisi sebagai CEO dan CTO. Menggabungkan pengalamannya di logistik selama 20 tahun, Richard dan Alif membangun Envio sebagai solusi logistik digital bagi segmen UMKM hingga menengah ke atas. 

“Dengan pendanaan ini, kami akan menjangkau lebih banyak mitra operator logistik di berbagai vertikal. Kami juga akan mengembangkan teknologi lewat solusi logistik digital terbaik bagi para mitra bisnis kami,” ungkap Founder dan CEO Envio Richard Cahyanto dalam keterangan resminya.

Envio memiliki ekosistem logistik terintegrasi dengan berbagai pilihan moda transportasi dalam satu tempat, sehingga dapat meningkatkan efisiensi kebutuhan logistik pengguna. Saat ini mereka mengoperasikan 35 moda transportasi udara dan laut, 5000 moda transportasi darat, dan 50 pengelolaan gudang dan penyediaan barang di seluruh Indonesia. 

Integrasi ini memungkinkan Envio untuk meningkatkan jangkauan logistik ke seluruh Indonesia dan menurunkan waktu pengiriman hingga lebih dari delapan jam. Dengan begitu, pengantaran barang lebih cepat sampai ke tangan penerima. Pengguna juga dapat memantau proses pengiriman secara real-time dan mendapatkan laporan analisis pengiriman.

Partner di Antler Subir Lohani menambahkan bahwa pihaknya terkesan dengan cara Envio mendigitalisasi sistem logistik untuk menghadirkan layanan end-to-end yang lebih cepat dan efisien bagi mitra bisnisnya. “Kami meyakini inovasi tersebut dapat mendorong pertumbuhan Envio secara signifikan dan menjadi standar baru dalam layanan logistik digital B2B,” tutur Subir. 

Tren e-commerce dan instant culture

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2021, pertumbuhan e-commerce di Indonesia terus meningkat sebesar 49% dibandingkan 2020. Kemudian, sebesar 65% masyarakat berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui platform digital (e-grocery).

Dari paparan tersebut, Richard menilai potensi industri logistik masih sangat besar. Hal ini turut dipicu oleh maraknya tren instant culture di kalangan konsumen retail maupun bisnis yang digerakkan oleh industri e-commerce dan turunannya, seperti e-grocery dan quick commerce. Layanan ini sangat bergantung dengan jaringan logistik yang kuat.

Salah satu alasan Envio masuk ke B2B adalah karena industri logistik dan supply chain bagi pelaku B2B identik dengan kompleksitas tinggi dengan banyaknya keterlibatan komponen penggerak, seperti operator, subkontraktor, hingga pergudangan.

Pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id
Pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id

Penyedia layanan logistik dituntut beradaptasi demi menjawab kebutuhan atas kecepatan layanan yang semakin tinggi. Untuk itu, Envio berupaya menghadirkan pengalaman bertransaksi secara cepat dan real-time sebagaimana pengalaman berbelanja di e-commerce pada umumnya.

Saat ini Envio telah melayani lebih dari 30 mitra bisnis untuk logistik nasional, melalui delapan kantor cabang yang tersebar di Indonesia.

“Kami yakin langkah awal lewat pendanaan ini dapat mendorong Envio untuk membangun infrastruktur inovatif sebagai salah satu kekuatan pendorong utama ekonomi. Kami akan membangun ekosistem logistik generasi berikutnya dengan memanfaatkan teknologi dan kemitraan strategi dengan menghubungkan bisnis ke kapasitas logistik, analitik, dan konsumen,” tambah Richard.

Berdasarkan laporan Ken Research, pasar logistik Indonesia diestimasi mencapai nilai $200,3 miliar dengan CAGR 7,9% pada 2024. Nilai ini sudah termasuk untuk bisnis angkutan barang, pengiriman barang, warehouse, express and parcel (CEP), hingga cold chain logistic.

CantikID Kembangkan Solusi “Telebeauty”, Bangun Ekosistem Layanan Kecantikan di Aplikasi

Tren beautytech di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak dapat dimungkiri, keterlibatan teknologi digital menjadi salah satu bagian dari perubahan tren itu sendiri. Namun, tingginya kebutuhan masyarakat terhadap produk kecantikan saat ini rupanya tak sejalan dengan akses informasi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

Salah satu platform yang fokus mengembangkan solusi untuk industri kecantikan adalah CantikID. Platform ini disebut sebagai yang pertama mereplikasi konsep telemedis dalam industri kecantikan atau disebut juga ‘telebeuty’. Telebeauty yang disebut dalam platform ini merupakan layanan yang menghubungkan klinik kecantikan dan perawatan dengan pelanggan melalui konsultasi online.

DailySocial.id berdiskusi dengan Founder & CEO CantikID Yunus Sapang. Ia mengungkapkan bahwa setelah melakukan penelitian di beberapa kota di seluruh Indonesia, ternyata banyak wanita yang membeli produk berdasarkan rekomendasi tanpa bertanya kepada ahlinya, sehingga menimbulkan masalah pada kulit. Banyak konsumen merasa biaya konsultasi dan perawatan kulit sangat tinggi, maka dari itu, mereka hanya mengandalkan ulasan-ulasan dari internet yang masih dipertanyakan validasinya.

Selain itu, pandemi COVID-19 juga turut berimbas pada usaha kecantikan di tanah air. Salah satunya adalah dengan adanya pembatasan sosial sehingga banyak klinik yang tutup, sedangkan biaya operasional mereka terus berjalan. Untuk alasan itu juga, CantikID pun hadir memberikan solusi bagi pengusaha-pengusaha di bidang kecantikan, terutama owner klinik sehingga mereka tetap bisa berjalan.

“Kami juga melihat bahwa banyak sekali salon, barbershop, di mana mereka juga mengalami masalah yang sama dengan klinik-klinik kecantikan. Sehingga kami membuat integrasi mulai dari konsultasi, produk, dan booking. Nantinya pada saat customer masuk ke platform kami, mereka bisa melihat, memilih, layanan apa yang akan dipakai,” paparnya.

CantikID mencoba mengembangkan solusi untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada di industry kecantikan. Platform ini menawarkan fitur yang memudahkan konsumen untuk membuat reservasi ke berbagai pilihan tempat perawatan kecantikan, seperti spa, hair stylist, make-up artist, dan lainnya serta akan terhubung langsung dengan dokter dan ahli kecantikan untuk menuntaskan segala masalah kulit yang dialaminya.

Usai melakukan konsultasi dengan ahli, pelanggan juga dapat langsung memesan produk kecantikan dan perawatan hasil konsultasi (resep & nonresep) juga untuk pembelian langsung (tanpa konsultasi) lewat CantikID.

Dalam platform ini, pengguna bisa menjadwalkan konsultasi dengan 161 pilihan dokter dan beauty advisor dari 96 klinik kecantikan yang sudah terdaftar. Selain itu, CantikID juga telah bekerja sama dengan 61 salon serta memiliki setidaknya 304 SKU produk yang bisa dibeli melalui aplikasi.

Hingga saat ini, layanan CantikID disebut sudah menjangkau 60 kota, 70%-nya di pulau Jawa. Selanjutnya, Yunus mengungkapkan, berdasarkan survey pada kustomer, timnya memutuskan akan membawa layanan ini untuk segera hadir menjadi solusi bagi kota tier 2 dan 3.

Beautytech di Indonesia

Dibanding banyak segmen, kecantikan bisa dibilang pasar yang cukup menjanjikan di masa depan. Berdasarkan data yang dihimpun, rata-rata wanita Indonesia memang memiliki pola beli yang tinggi dalam usahanya menunjang penampilan. Laporan Euromonitor menunjukkan nilai pasar kecantikan di Indonesia sempat ditaksir bakal mencapai $8,46 miliar di 2022, naik dari estimasi nilai di 2019 yang sebesar $6,03 miliar.

Perusahaan investasi besar dan pemodal ventura (VC) kini menjajaki peluang di sektor teknologi kecantikan Indonesia, sesuatu yang sebelumnya dianggap sebagai ceruk, ruang perempuan. Startup teknologi kecantikan menawarkan produk mereka secara online kepada audiens Indonesia, pasar yang berkembang dengan semakin banyak populasi yang sadar akan kecantikan, meningkatkan potensi penjualan.

Beberapa contoh e-commerce yang mengkhususkan dirinya di bidang kecantikan seperti Sociolla, Kay Collection, BerryBenka, Zalora, dan masih banyak lainnya. Selain itu, akses terhadap platform teknologi dan digital di Indonesia turut berkontribusi terhadap kelahiran brand kecantikan baru dalam negeri. Beberapa di antaranya, seperti Rose All Day dan Base, menggunakan pendekatan Direct-To-Consumer (DTC) untuk menjangkau konsumen.

Pasar kecantikan dan perawatan pribadi di Indonesia sedang menikmati lonjakan pertumbuhan yang luar biasa, dengan pendapatan saat ini diperkirakan mencapai 101 triliun Rupiah. Pasar mengharapkan pertumbuhan berkelanjutan sekitar 6,6% CAGR per tahun hingga 2023, dengan hampir 7% dari total pendapatan berasal dari penjualan online pada tahun 2021.

Application Information Will Show Up Here

Radius Ambil Pendekatan “Quick Commerce” untuk Pasar di Luar Jakarta

Quick commerce merupakan era berikutnya dari industri e-commerce yang tengah ramai di Indonesia. Sudah ada beberapa startup yang menyeriusi segmen ini, tapi kebanyakan menyasar kota Jakarta sebagai titik uji cobanya. Radius mencoba ambil perspektif lain dengan menyasar kota besar non-Jakarta agar terjadi pemerataan solusi digital di seluruh wilayah.

Startup ini didirikan oleh tiga kawan lama, ialah Ivan Darmawan, Stephanie Wongsoredjo, dan Chryssia Natalia. Ketiganya memiliki latar belakang yang berkaitan dengan industri e-commerce. Ivan misalnya, punya pendalaman yang kuat di industri FMCG menangani distribusi pergudangan dan hal berkaitannya lainnya, serta pernah menjadi staf senior di Traveloka dan Grab.

Adapun Stephanie, memiliki pengalaman yang mendalam di bidang operasional dan ekspansi bisnis saat menjalani bisnis keluarganya di industri hiburan ritel. Sementara, Chryssia menjabat sebagai CTO berkat pengalamannya pernah bekerja di perusahaan IT global sebagai programmer. Kini ia spesifik mengatur seluruh aspek teknologi di Radius untuk digitalisasi gudang.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Ivan menjelaskan kebutuhan belanja sehari-hari tetap dibutuhkan kendati terjadi pandemi yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun ini. Namun kebutuhan tersebut baru dapat dipenuhi dengan keluar dari rumah, yang mana penuh risiko tertular Covid-19.

“Setelah kami cari tahu kenapa tetap memilih keluar rumah, ternyata mereka menjawab bahwa belanja groceries di Indonesia itu belum convenient. Kalau pakai aplikasi, ongkos kirimnya bisa Rp30 ribu untuk sekali pemesanan dan belum lagi barangnya sampai dalam beberapa jam. Kami lihat ada celah quick commerce bisa masuk,” terangnya.

Dalam konsep quick commerce, sambungnya, Radius sepenuhnya mengandalkan pemesanan secara online via aplikasi. Tidak memiliki kehadiran offline seperti kebanyakan toko belanja pada umumnya, melainkan memanfaatkan kehadiran dark store atau lebih dikenal dengan gudang berukuran kecil yang dapat menampung seluruh produk yang dijual.

Dark store ini terletak di lokasi yang strategis dan penataan yang tepat sehingga seluruh ruang dapat dimaksimalkan dengan baik. Seluruh efisiensi yang dihasilkan ini, menurut Ivan, memberikan kesempatan bagi perusahaan dalam memaksimalkan layanan untuk konsumen.

Dengan perhitungan dan estimasi yang matang berdasarkan densitas dan aspek lainnya, tiap dark store mampu melayani pengiriman berjarak antara 7-10 km dengan durasi 15 menit. Pengiriman dilakukan oleh kurir internal Radius.

Menariknya, Radius memperkenalkan diri sebagai quick commerce yang menjual produk kering (dry goods) dari merek sehari-hari yang biasa digunakan orang Indonesia. Stephanie menambahkan, berdasarkan hasil riset perusahaan, ditemukan bahwa dry foods itu punya persentase basi (spoiled food) sebesar 0,1% daripada produk segar dengan persentase 30%.

Pasalnya, produk segar membutuhkan gudang pendingin yang tentunya lebih menantang dalam penyimpanannya agar tetap segar. Menurut Ivan, strategi tersebut sekaligus meruncingkan target pengguna Radius, yakni mass market yang mencari kebutuhan belanja mingguan hingga bulanan, tidak darurat saja seperti yang menjadi persepsi awal masyarakat terhadap solusi quick commerce.

Saat ini Radius menjual produk kebutuhan sehari-hari, mulai dari kebutuhan pokok, makanan instan, makanan ringan, rumah tangga, kosmetik dan perawatan diri, susu dan olahan, minuman, dan kebutuhan anak.

Fokus ekspansi ke luar kota Jakarta

Diferensiasi lainnya yang membuat Radius lebih menonjol dibanding pemain sejenisnya adalah bermain ke kota besar lapis dua di luar Jakarta. Ivan menjelaskan, di kota besar semisal Semarang, Solo, atau Medan, sebenarnya sudah siap menerima solusi quick commerce hanya saja belum ada pemain yang hadir menyediakan.

Alhasil, mereka harus tetap belanja ke toko offline untuk memenuhi kebutuhan mingguan dan bulanannya. Pun untuk edukasi pasar di non Jakarta, Ivan mengaku tidak ada tantangan khusus mengingat mayoritas penduduk kota besar ini sudah mengenal aplikasi e-commerce untuk belanja online.

“Di sana demand-nya luar biasa besar, tapi supply-nya susah. Jadi sangat relevan bagi kami untuk hadir di luar Jakarta. Sebab kami mau ada pemerataan solusi digital di Indonesia, sebab Indonesia itu enggak hanya Jakarta saja.”

Terhitung saat ini perusahaan memiliki tiga dark store yang terletak di Tangerang, Semarang, dan Solo. Perusahaan akan gencar masuk ke kota-kota besar lapis dua di seluruh Indonesia pada tahun ini dengan target pembukaan satu hingga tiga dark store tiap minggunya. Bila dikalkulasi, setidaknya Radius bakal memiliki ratusan dark store sampai akhir 2022.

Ekspansi Radius yang agresif ini, turut didukung dengan strategi perusahaan yang menyederhanakan proses ekspansi. Diklaim satu dark store dapat beroperasi dalam waktu dua hari. Hal tersebut dapat dicapai karena didukung oleh tim yang sudah dilatih, teknologi digital, dan metode pengambilan produk langsung dari para rekanan prinsipal.

Tak hanya itu, perusahaan juga berencana untuk terus menambah kategori produk agar para pengguna memiliki banyak pilihan saat berbelanja. Seluruh rencana tersebut nantinya akan didukung dengan pendanaan yang disebutkan sedang digalang oleh perusahaan. Radius mendapat pendanaan sebesar $500 ribu dari Y Combinator, pasca terpilih dalam batch Winter 2022 yang sudah berlangsung hingga Maret mendatang.

Industri quick commerce

India menjadi contoh terdekat untuk implementasi quick commerce. Menurut laporan “Quick Commerce: A $5 billion market by 2025” yang diluncurkan RedSeer mengungkapkan, penetrasi pasar quick commerce diperkirakan mencapai $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10x-15x hingga lima tahun mendatang menjadi $5 miliar.

Dalam laporan tersebut, quick commerce didefinisikan sebagai pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Faktor penggeraknya tak lain karena meningkatnya adopsi antara pelanggan yang mencari kenyamanan dengan perilaku pemesan yang tidak terencana; meningkatnya afinitas pelanggan online dengan Gen-Z; dan perubahan perilaku konsumen yang dipicu Covid-19.

Mengutip dari sumber lain, quick commerce menjadi generasi ketiga dari industri e-commerce yang terus berevolusi. Kehadirannya berdampak penuh pada industri logistik karena menawarkan pengiriman yang cepat, pengiriman terlokalisasi, mengoptimalkan pengiriman last-mile, gudang yang lebih kecil, pengemasan cepat, dan stok real time.

E-commerce Quick commerce
Waktu pengiriman Hari Menit/jam
Ketersediaan stok Berbagai macam produk Pilihan produk yang sedikit
Transportasi Kendaraan roda empat Kendaraan roda dua
Tipe gudang Gudang terpusat Toko fisik atau gudang lokal kecil

Di Indonesia, pemain quick commerce mulai ramai bermunculan, di antaranya, Astro, Bananas, dan Dropezy. Di luar itu, solusi sejenis menjadi pertimbangan berbagai perusahaan e-commerce, termasuk online grocery yang menawarkan pengiriman dapat sampai dalam hitungan 1-2 jam dari tadinya harus pre-order satu hari sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here