Advotics Kenalkan “Distri”, Solusi Digital untuk Sistem Distribusi

Startup SaaS Advotics merilis sistem manajemen distribusi bernama “Distri” untuk memberikan solusi satu pintu digitalisasi rantai pasok dan jaringan distribusi untuk UKM dan produsen. Platform ini menghubungkan karyawan di lapangan (salesman, canvasser, dan pengemudi) melalui aplikasi, dengan manajemen dan tim back office melalui portal web.

Solusi ini hadir karena selama ini sistem distribusi dan rantai pasok dari perusahaan di Indonesia berjalan kurang efisien, terutama karena proses yang masih konvensional, manual, dan banyak makan waktu. Ambil contoh, mayoritas distributor (61%) masih harus menggunakan dua atau lebih sistem yang berbeda untuk menjalankan operasionalnya, mulai dari sistem akuntansi, manajemen staf sales, dan manajemen stok. Survei ini diambil dari internal Advotics yang diselenggarakan pada tahun lalu.

Akibat terlalu banyak sistem, mengakibatkan potensi kesalahan data yang tidak akurat antarsistem, sinkronisasi yang tidak real-time terhadap perubahan yang terjadi di lapangan, serta integrasi data yang rumit karena format yang berbeda-beda. Ditambah, pelaku bisnis harus menanggung biaya operasional yang lebih tinggi untuk berlangganan, instalasi, dan integrasi sistem.

“Sistem Manajemen Distribusi dari Advotics telah terbukti meningkatkan jumlah kunjungan ke pelanggan hingga 40% dan transaksi penjualan hingga 53%. Karena itu, kami ingin membantu lebih banyak distributor untuk membuat rantai pasok dan sistem mereka lebih efisien dan serba otomatis melalui Distri,” ucap Co-founder & CEO Advotics Boris Sanjaya, Rabu (23/3).

Melalui Distri, sinkronisasi data antara lapangan dan back office tersimpan dan diolah di komputasi awan, sehingga hasil aktivitas di lapangan seperti pesanan, pengantaran, penagihan invoice, dan lainnya, dapat diketahui secara instan. Di samping itu, Distri juga membantu distributor menjalankan bisnisnya di era digital, seperti sinkronisasi stok dengan berbagai channel penjualan, pencatatan transaksi keuangan dan pembuatan laporan keuangan otomatis, live-tracking untuk tim yang bekerja remote/mobile, serta fasilitas pembayaran digital untuk para pelanggan mereka.

Miliki kemampuan integrasi dengan e-commerce

Saat ini, Distri menyediakan integrasi dengan platform e-commerce Tokopedia untuk pengguna Distri yang memiliki kanal penjualan digital. Di samping itu, juga terhubung dengan payment gateway Stripe untuk menyediakan pembayaran invoice secara online, langsung dari pengguna Distri dengan konfirmasi pembayaran otomatis.

Pada masa peluncurannya, pemilik usaha yang tertarik dapat kesempatan uji coba tanpa biaya selama 14 hari. Mereka dapat memasukkan beberapa data utama, seperti data produk atau staf, langsung di hari pertama penggunaan. Tim Advotics akan membantu melalui kelas training, tutorial langsung di situs, serta panduan berupa langkah-langkah penggunaan dan video.

“Karena sistem yang telah dirancang ringkas dan mudah digunakan, Distri dapat digunakan oleh perusahaan skala rintisan atau kecil sekalipun. Kami memiliki dua pilihan layanan, di mana Distri Pro diperuntukkan untuk industri distribusi/manufaktur yang membutuhkan fitur lengkap untuk keseluruhan aktivitas distribusi, sementara Distri Lite diperuntukkan untuk perusahaan jasa yang ingin memonitor aktivitas teknisi yang ditugaskan langsung ke lokasi-lokasi pelanggan mereka,” tambah Boris.

Distri menambah rangkaian produk SaaS yang dikembangkan oleh Advotics. Sebelumnya, Advotics memiliki sembilan produk SaaS yang menyediakan beragam solusi yang bisa diterapkan di tahapan produksi, pergudangan, dan distribusi. Dengan menggunakan kode QR yang dicetak dalam kemasan produk, mereka membantu brand dalam melacak pergerakan barang di tiap titik distribusi, termasuk informasi mengenai aktivitas tim sales dan kekosongan stok. Perusahaan juga telah mengembangkan sistemnya dengan menyertakan solusi untuk inventory, routing, dan collection.

Pada Maret 2021, perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $2,75 juta yang dipimpin East Ventures, investor sebelumnya yang memimpin putaran tahap awal pada Mei 2019.

Food Market Hub Ingin Menjadi Platform “Digital Procurement” Bisnis Restoran

Salah satu persoalan yang masih harus dihadapi oleh pemilik restoran saat ini adalah koordinasi seputar pemesanan dan pembelian bahan baku dari pemasok. Juga mengontrol pengeluaran, apalagi jika pemilik memiliki lebih dari satu restoran.

Kebanyakan pengelolaan aktivitas tersebut masih dilakukan secara manual, mulai dari memanfaatkan aplikasi chat seperti WhatsApp hingga melakukan komunikasi langsung. Hasilnya banyak pemilik restoran yang tidak bisa mengontrol dan mengelola pengeluaran mereka terkait dengan keperluan dapur secara komprehensif.

Melihat permasalahan tersebut, Food Market Hub (FMH) hadir menyediakan platform manajemen yang membantu bisnis mengautomasi sistem pengadaan dan inventaris barang dengan memanfaatkan teknologi big data dan artificial intelligence. FMH merupakan perusahaan asal Malaysia, didirikan oleh Anthony See yang merupakan pemilik restoran dan Shayna Teh tahun 2017 lalu.

Selain Malaysia dan Indonesia, FMH juga telah hadir di Thailand, Hong Kong, Taiwan dan Singapura.

“FMH mencoba untuk mempermudah pemilik restoran mengelola pengeluaran mereka dengan memanfaatkan teknologi yang terintegrasi dengan sistem POS mereka dan bisa terhubung dengan chat app yang tersedia,” kata Anthony kepada DailySocial.id.

Menjembatani pemilik restoran dan pemasok

Secara khusus pengguna platform FMH bisa terhubung dengan pemasok atau supplier bahan baku sesuai keinginan serta mengintegrasikan sistem yang sudah mereka pakai (POS, inventori, sistem akunting, dll) di restoran ke dalam platform berbasis cloud FMH. Dengan demikian, proses pemesanan bahan baku dinilai akan menjadi lebih mudah dan efisien karena pengambilan keputusan terkait pengadaan barang bisa dilakukan melalui satu platform.

“Selain membantu pemilik restoran, masalah terbesar yang juga kerap dialami oleh supplier adalah bagaimana mereka bisa menawarkan produk mereka seperti sayuran yang memiliki batas waktu penggunaan. Harapannya melalui FMH bisa ditawarkan produk tersebut langsung ke berbagai pemilik restoran yang ada dengan tujuan untuk menghabiskan stok mereka,” kata Anthony.

Setelah resmi hadir di Indonesia sejak Agustus 2021, terdapat 27 brand restoran Indonesia yang mencakup 1335 outlet, sedang mendigitalkan sistem pengadaan, manajemen inventaris dan seluruh backend operations melalui Food Market Hub.

Tercatat ada sekitar 26 bisnis restoran lainnya yang saat ini sedang beralih ke sistem dan ekosistem procurement digital FMH, antara lain Tahooe dan Wanfan.

Bisnis F&B yang terus berkembang memang menjadi peluang tersendiri bagi inovator teknologi. Untuk solusi manajemen bisnis restoran sendiri, di ekosistem startup lokal sudah ada sejumlah pemain. Salah satunya Esensi Solusi Buana, layanan SaaS mereka saat ini sudah diadopsi lebih dari 500 brand F&B. Kemudian di luar itu ada Moka yang juga sudah mencakup produk Moka Fresh untuk pengadaan bahan segar.

Segera galang pendanaan seri B

Sebelum melakukan ekspansi ke Indonesia, FMH telah mengantongi pendanaan seri A+ senilai US$ 8,5 juta atau setara Rp 121 miliar. Pendanaan tersebut dipimpin oleh AC Ventures (didukung juga oleh Malaysia Penjana Kapital fund). Investor sebelumnya turut terlibat dalam pendanaan tersebut, di antaranya adalah Go-Ventures, SIG, dan 500 Global, termasuk di dalamnya East Ventures, Velocity Ventures, Capital Code, dan beberapa angel investor.

Putaran pendanaan ini membawa total pendanaan seri A FMH menjadi $12,5 juta termasuk putaran seri A sebelumnya senilai $4 juta pada November 2020. Dana segar tersebut digunakan oleh FMH untuk memperluas bisnis mereka ke Indonesia, menembus pasar lokal lebih jauh, dan memperkuat kehadirannya di Singapura dan Thailand. Tahun ini FMH juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana seri B.

Disinggung apakah ada kerja sama strategis antara FMH dengan ekosistem di Gojek, Anthony menegaskan tidak ada rencana ke arah sana. Fokus mereka adalah memberikan layanan dan teknologi kepada pelaku UMKM, sekitar 80-90% FMH menyasar kepada mereka. Namun demikian FMH juga menargetkan enterprise seperti KFC sebagai klien mereka.

“Untuk strategi monetisasi kami memiliki pilihan gratis dan berbayar semua disesuaikan dengan kebutuhan klien. Beberapa klien memilih dengan cara berbayar agar bisa terintegrasi dengan POS dan sistem akunting mereka,” kata Anthony.

Terkait dengan area layanan FMH masih fokus kepada kota besar seperti Jakarta. Rencananya mereka juga akan melakukan ekspansi ke Bandung, Surabaya hingga Bali. Target untuk pasar Indonesia diharapkan bisa merangkul sekitar 10 ribu restoran.

“Kami memiliki rencana untuk melakukan implementasi teknologi AI dan machine learning untuk bisa memprediksi berapa pengeluaran restoran dalam waktu 7 hari ke depan. Meskipun belum diluncurkan di Indonesia, namun kami harap bisa membantu pemilik restoran mengontrol pengeluaran mereka lebih baik lagi,” kata Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Andalin Announces Follow on Funding of 57 Billion Rupiah

Andalin announced an additional funding of $4 million or equivalent to 57.2 billion Rupiah led by Intudo Ventures. A number of investors were involved, including Cardig Group, Beenext, and other strategic investors.

The funding follows the previous series A round in March 2021, at which time BRI Ventures was involved. While Beenext previously led Andalin’s initial funding in 2020.

The fresh money will be focused on increasing the presence of Andalin products in the local market, including strengthening its position in eastern Indonesia. The company is to add more team, targeting 200 people. In addition, a number of new product innovations will soon be rolled out, such as financing, trading platforms for producers and distributors, etc.

Focus on export-import management solution

Was founded in October 2016, Andalin’s focus is to provide digital services that make it easier to manage cross-border shipments. It includes having a B2B model to help shipping companies in Indonesia find affordable cargo transportation — by plane (Air Cargo & Air Courier) or by ship (Full Container Load & Low Container Load).

Through the Andalin platform, customers can communicate, track, and schedule shipments to global destinations. In addition, it also performs real time monitoring with the Andalin Go application launched last year. With the supply chain efficiency, it is expected to help customers reduce shipping costs, simplify administration, and make deliveries on time.

“We started Andalin with the vision of simplifying Indonesia’s international trade by integrating its highly fragmented services ranging from logistics, finance and other trade services into one platform. Indonesia’s export-import value grew from around $300 billion in 2020 to $430 billion in 2021, a remarkable growth especially during the pandemic,” Andalin’s Co-Fonder & CEO, Rifki Pratomo said.

Andalin’s technology aims to solve this issue with a presence in 200 global ports and 200 service partners worldwide. From February 2021 to December 2021, Andalin’s monthly revenue grew by 690%, coupled with a 10.6x increase in the total number of containers shipped.

Apart from Rifki, Andalin was also founded by Ivhan Famly Gunawan (CTO) and Saut Tambunan (COO).

“Indonesia is at the crossroads of global trade routes and now occupies an increasingly prominent position in the supply chain with many global brands leveraging its developing country consumer base and rich natural resources. Built from a suite of cutting-edge digital freight forwarding services, Andalin brings Indonesia to the world and the world to Indonesia, simplifying the export-import process from start to finish,” Intudo Ventures’ Founding Partner, Patrick Yip said.

Logistics startup development

In terms of export-import logistics solutions, there are not many existing startups in the market. Apart from Andalin, platforms that offer similar solutions include Tera Logistic, Allsome, and Janio.

Meanwhile, the issue of logistics within the country itself (for domestic shipments) also still leaves many challenges – especially in the midst of rapidly increasing demand due to e-commerce. So most players are still focused on solving these issues, starting from the supply chain, vehicle management, to logistics management.

Logistics innovation also received good support from investors. Until 2021, DailySocial.id noted a number of startups that have received good support from investors, including:

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Seed Funding, Series A 2020, 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A Series B 2020 2021
J&T Express Venture Round 2021
Kargo Technologies Seed Funding Series A 2019 2020
Logisly Series A 2020
McEasy Seed Funding 2021
Pakde Seed Funding 2018
RaRa Delivery Seed Funding 2021
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding Series A Series B 2019 2020 2021
SiCepat Series B 2021
TransTrack Seed Funding 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding Pre-Series A Series A Series A+ Series B 2018 2018 2019 2020 2020
Webtrace Seed Funding 2020

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Application Information Will Show Up Here

Andalin Umumkan Pendanaan Lanjutan Senilai 57 Miliar Rupiah

Andalin mengumumkan perolehan pendanaan tambahan senilai $4 juta atau setara 57,2 miliar Rupiah dipimpin Intudo Ventures. Sejumlah investor turut terlibat termasuk Cardig Group, Beenext, dan investor strategis lainnya.

Pendanaan ini melanjutkan perolehan seri A yang didapat perusahaan pada Maret 2021 lalu, kala itu BRI Ventures turut terlibat. Sementara Beenext sebelumnya memimpin pendanaan awal Andalin pada tahun 2020 lalu.

Dana segar akan difokuskan untuk meningkatkan kehadiran produk Andalin di pasar lokasl, termasuk memperkuat posisinya di Indonesia timur. Tim juga akan diperkuat, dari berjumlah 100 ditargetkan menjadi 200. Selain itu sejumlah inovasi produk baru akan segera digulirkan, seperti pembiayaan, platform perdagangan untuk produsen dan distributor, dll.

Fokus di solusi manajemen ekspor-impor

Didirikan sejak Oktober 2016, fokus Andalin adalah menyediakan layanan digital yang mempermudah manajemen pengiriman barang lintas negara (cross border). Termasuk memiliki model B2B untuk membantu perusahaan pengiriman di Indonesia menemukan angkutan kargo yang terjangkau — menggunakan pesawat (Air Cargo & Air Courier) atau kapal laut (Full Container Load & Low Container Load).

Memalui platform Andalin, pelanggan bisa melakukan komunikasi, pelacakan, penjadwalan pengiriman atas barang ke berbagai tujuan global. Juga melakukan pemantauan real time dengan aplikasi Andalin Go yang diluncurkan tahun lalu. Dengan efisiensi proses rantai pasok, diharapkan membantu pelanggan mengurangi biaya pengiriman, menyederhanakan administrasi, dan melakukan pengiriman tepat waktu.

“Kami memulai Andalin dengan visi menyederhanakan perdagangan internasional Indonesia dengan mengintegrasikan berbagai layanannya yang sangat terfragmentasi mulai dari logistik, keuangan, dan layanan perdagangan lainnya ke dalam satu platform. Nilai ekspor-impor Indonesia tumbuh dari sekitar $300 miliar pada 2020 menjadi $430 miliar pada 2021, pertumbuhan yang luar biasa terutama di masa pandemi,” kata Co-Fonder & CEO Andalin Rifki Pratomo.

Teknologi Andalin mencoba memecahkan isu tersebut dengan kehadiran di 200 port global dan 200 mitra layanan di seluruh dunia. Dari Februari 2021 hingga Desember 2021, pendapatan bulanan Andalin mengalami pertumbuhan 690%, ditambah dengan peningkatan 10,6x dalam jumlah total kontainer yang dikirim.

Selain Rifki, Andalin turut didirikan oleh Ivhan Famly Gunawan (CTO) dan Saut Tambunan (COO).

“Indonesia berada di persimpangan rute perdagangan global dan sekarang menempati posisi yang semakin menonjol dalam rantai pasokan dengan banyaknya merek global yang memanfaatkan basis konsumen negara berkembang dan sumber daya alam yang kaya. Dibangun dari rangkaian layanan pengiriman barang digital mutakhir, Andalin membawa Indonesia ke dunia dan dunia ke Indonesia, menyederhanakan proses ekspor-impor dari awal hingga akhir,” sambut  Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Perkembangan startup logistik

Untuk solusi logistik ekspor-impor, startup yang hadir di pasar memang masih bisa dihitung dengan jari. Selain Andalin, platform yang menyuguhkan solusi serupa di antaranya Tera Logistic, Allsome, dan Janio.

Sementara itu, isu logistik di dalam negeri sendiri (untuk pengiriman domestik) juga masih menyisakan banyak tantangan – apalagi di tengah kebutuhan yang meningkat pesat akibat e-commerce. Sehingga kebanyakan pemain masih fokus untuk menyelesaikan isu-isu tersebut, mulai dari supply chain, manajemen kendaraan, hingga tata kelola logistiknya.

Inovasi logistik turut mendapatkan dukungan baik dari para investor. Hingga tahun 2021, DailySocial.id mencatat sejumlah startup yang telah mendapatkan dukungan baik dari pemodal, di antaranya:

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Seed Funding, Series A 2020, 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A Series B 2020 2021
J&T Express Venture Round 2021
Kargo Technologies Seed Funding Series A 2019 2020
Logisly Series A 2020
McEasy Seed Funding 2021
Pakde Seed Funding 2018
RaRa Delivery Seed Funding 2021
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding Series A Series B 2019 2020 2021
SiCepat Series B 2021
TransTrack Seed Funding 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding Pre-Series A Series A Series A+ Series B 2018 2018 2019 2020 2020
Webtrace Seed Funding 2020
Application Information Will Show Up Here

Bangun Platform “White Label”, Strategi Klikdaily Percepat Digitalisasi Rantai Pasok

Di tengah potensi digitalisasi warung yang masih besar, Klikdaily mengambil diferensiasi yang mencolok agar tetap menjadi pilihan di industri. Dibandingkan pemain lain yang fokus sebagai distributor, Klikdaily sebagai startup supply chain tech enabler fokus pada platform teknologi terintegrasi dan pengembangan brand privat.

Dijelaskan oleh Head of Public Relations & Branding Klikdaily Rizky Novita Lestari, melalui kerja sama dengan produsen, pengusaha, maupun korporasi, produk-produk ini didistribusikan melalui sistem distribusi yang telah terintegrasi secara vertikal dan didukung oleh end-to-end integrated supply chain management (ISCM). “Dengan demikian, Klikdaily sebagai supplier dapat bekerja-sama dengan pemain supply chain yang lain untuk dijadikan salah satu channel distribusi,” katanya kepada DailySocial.id.

Luncurkan TokoNiaga

Salah satu bentuk implementasi dari ISCM adalah peluncuran TokoNiaga yang merupakan hasil kerja sama strategis dengan PT Niaga Nusa Abadi (NNA). Rizky menerangkan, TokoNiaga merupakan bentuk white-label application untuk NNA yang didukung oleh teknologi Klikdaily. Dari sisi operasional, NNA yang memiliki pengalaman dan jaringan distribusi yang luas dapat menggunakan aplikasi ini untuk menjual produk-produk NNA, dan barang konsumsi yang disediakan oleh Klikdaily.

Melalui end-to-end supply chain management, Klikdaily dapat mengoptimalkan utilisasi gudang hingga pengolahan data penjualan secara riil dan akurat yang dapat digunakan brand principal untuk menentukan strategi penjualan yang tepat. Lebih dari itu, data transaksi juga dapat digunakan untuk menjual produk white-label yang memiliki permintaan pasar yang tinggi di masing-masing kota.

Melalui TokoNiaga, bisnis distribusi NNA akan memperluas diversifikasi produknya, salah satunya produk bahan pokok. Hal tersebut membuktikan posisi strategis Klikdaily yang telah menyediakan sistem distribusi digital untuk banyak perusahaan FMCG dan ritel di Indonesia. Terdapat 300 brand yang telah bekerja sama dengan Klikdaily. Pada langkah awal, Klikdaily bersama NNA melakukan kick off perdana di Denpasar, Bali.

Rizky meyakini, dengan mengombinasikan masing-masing keahlian ini, perusahaan meyakini bahwa TokoNiaga dapat membantu UMKM untuk memperoleh barang konsumsi dengan mudah dan harga yang terjangkau. “Teknologi ini mudah untuk diintegrasikan oleh distributor mana pun, dan teknologi dapat dibantu rebrand atau white-label sesuai dengan keinginan distributor atau mitra distribusi Klikdaily.”

Secara terpisah, melalui keterangan resmi, CEO dan Founder Klikdaily Amos Gunawan mengatakan, “Klikdaily berhasil menyediakan sistem teknologi terintegrasi yang mudah digunakan oleh semua partner bisnis, mulai dari brand principal, distributor hingga ritel. Kolaborasi ini, selain membantu pada proses bisnis NNA dan mitra UMKM, juga akan semakin menguatkan posisi Klikdaily dan NNA di industri ritel.”

Distribution Director NNA Daniel Dani menambahkan, “NNA berkolaborasi dengan Klikdaily untuk mendigitalkan proses distribusi bisnis kami. Tidak terbatas hanya sistem distribusi barang saja, ke depannya akan ada beberapa rencana bisnis strategis yang akan kami jalankan bersama. Harapannya, dengan integrasi bisnis berbasis sistem digital yang didukung oleh Klikdaily, menjadi salah satu kekuatan kami dalam ekspansi bisnis.”

Terkait alasan memilih Bali sebagai kick off perdana TokoNiaga, Rizky menuturkan bahwa pihaknya melihat potensi pasar yang besar dan bertumbuh di Bali. Didukung oleh perekonomian Bali yang perlahan membaik dibanding awal-awal periode pandemi di 2020-2021. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali menunjukkan, ekonomi Bali kuartal II 2021 tercatat tumbuh sebesar 5,73% jika dibandingkan pada kuartal I 2021.

“Walaupun begitu, banyak UMKM di Bali yang memiliki kesulitan untuk memperoleh barang konsumsi karena masih terpaku pada kebiasaan tradisional dan offline yang kurang efisien. Padahal di era digital ini, kami berharap UMKM sudah dapat menggunakan sistem yang lebih modern dan dapat membantu keseharian mereka. Maka itu, kami melihat peluang untuk membantu UMKM dan ekonomi di Bali.”

Rizky melanjutkan, perusahaan menargetkan dapat meningkatkan penetrasi penggunaan aplikasi TokoNiaga di kalangan UMKM di seluruh Indonesia dalam rangka membantu pengadaan barang. “Ke depannya, kami dapat membantu sistem operasional agar UMKM dapat bekerja lebih modern.”

Strategi di atas adalah salah satu dari rangkaian solusi yang dimiliki Klikdaily yang juga membangun platform fisik minimart dengan skema kemitraan didukung oleh layanan new retail (1Mart), memberikan solusi end-to-end dari pendanaan, promosi pintar, hingga pemasaran untuk UMKM.

Rantai pasok memiliki nilai bisnis yang besar di Indonesia. Berdasarkan data dari penasihat independen Supply Chain Indonesia (SCI), sektor supply chain rata-rata tumbuh lebih dari 12% per tahun dan di tahun 2020 menyumbang hampir Rp 1,000 triliun terhadap ekonomi Indonesia.

Untuk mendukung ekspansi bisnis, disebutkan bahwa perusahaan sudah mempersiapkan putaran pendanaan terbaru. Klikdaily terakhir kali mengumumkan pendanaan Seri A yang dipimpin oleh Global Founders Capital (GFC) pada Mei 2020. Tepat pada setahun sebelumnya, mendapat suntikan dana pra-seri A dari GFC, Pegasus Capital, Fundedhere, dan Teja Ventures.

Application Information Will Show Up Here

GoToko Manfaatkan Ekosistem GoTo untuk Garap Bisnis Warung Kelontong

GoToko, unit bisnis patungan Gojek dengan Unilever Group, melanjutkan ekspansi ke Jabodetabek setelah satu tahun resmi beroperasi. Dengan memanfaatkan kekuatan jaringan satu sama lain, GoToko percaya diri dapat bersaing dengan perusahaan teknologi lain yang sama-sama mengincar pasar warung.

GoToko pertama kali meluncur pada Agustus 2020. Awalnya, perusahaan tersebut merambah ribuan warung di Tangerang dan Tangerang Selatan untuk didigitalisasi.

“Perusahaan dan para pemegang saham memutuskan untuk memperluas jangkauan operasional berdasarkan imbal balik positif dan minat tinggi yang diterima dari para pengguna,” ucap CEO & Direktur Utama GoToko Gurnoor Dhillon dalam keterangan resmi, kemarin (3/2).

Platform GoToko memungkinkan para pemilik warung dapat mengakses dan memesan ratusan produk sehari-hari dari berbagai macam kategori barang jualan dengan status kesediaan real time dan pengiriman tepat waktu. Selama ini warung kelontong menghadapi berbagai tantangan, seperti kesulitan mendapatkan produk dengan harga kompetitif, terbatasnya produk yang ditawarkan, dan kurangnya layanan pengiriman barang yang andal dan hemat biaya.

GoToko ingin hadir sebagai solusi yang menghubungkan produsen barang kemasan ternama dengan para pelaku usaha warung kelontong untuk memenuhi kebutuhan pasokan barang jualannya dengan menciptakan proses distribusi yang semakin efisien. Saat ini, GoToko menawarkan berbagai macam layanan pasokan produk, mulai dari kategori makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, perlengkapan mandi, kecantikan dan kesehatan, serta kebutuhan bayi.

Sebagai platform, GoToko juga melengkapi jangkauan produsen barang kemasan ternama dengan menargetkan warung kelontong yang selama ini kurang terjangkau dalam distribusi penjualan. Produsen barang kemasan ternama seperti Unilever Indonesia, Danone, Coca Cola Europacific Partners Indonesia, Nestle, Mayora, Wings adalah sejumlah mitra brand di GoToko.

“Kami ingin memastikan bahwa seluruh layanan GoToko berjalan dengan baik dari hulu sampai hilir, sehingga tercipta rantai pasok yang lancar dan tanpa hambatan sehingga memudahkan para pengusaha warung kelontong mendapatkan kepastian harga, kepastian pengiriman, dan kepastian barang. Karena GoToko dibangun dengan fondasi kepercayaan dan keandalan, kami akan memastikan bahwa memiliki infrastruktur yang diperlukan dan dapat melayani kebutuhan pengguna,” kata Gurnoor.

Sengaja targetkan warung kelontong

Saat dihubungi secara terpisah oleh DailySocial.id, Gurnoor menegaskan bahwa target pengguna GoToko adalah menyasar warung kelontong yang selama ini kurang terjangkau dalam distribusi penjualan (underserved), dalam artian belum dikunjungi oleh sales representatif dari brand principal.

“Produsen barang kemasan ternama (brand principal) ingin menjangkau 2,5 juta pasar dan GoToko akan membantu mereka untuk melebarkan jangkauan di dalam segmen pasar warung kelontong underserved, dengan memastikan keberadaan produk-produk brand principal yang relevan untuk warung sehingga memperlebar daerah jangkauan.”

Bagi para warung kelontong ini, sambungnya, tidak hanya kemudahan mengelola stok, mereka juga dapat meningkatkan efisiensi proses operasional usaha warung kelontong dikarenakan pemilik warung kelontong dapat memesan stok barang jualan dari rumah tanpa harus meninggalkan tokonya. Hanya saja, ia tidak merinci lebih jauh seberapa jauh efisiensi yang dapat diperoleh oleh pemilik warung dalam tolak ukur tertentu.

“Kami meyakini GoToko menjadi platform pilihan bagi para pemilik warung kelontong. Fokus utama kami adalah membangun e-B2B platform hulu ke hilir untuk underserved warung agar dapat mendukung pertumbuhan usaha dan kesejahteraan para pemilik warung,” tutupnya.

Potensi digitalisasi warung

Warung kelontong merupakan bagian dari pelaku UMKM yang menjadi salah satu penggerak ekonomi nasional. KemenkopUKM mencatat saat ini ada sekitar 3,6 juta warung kelontong yang menyumbang hingga 80% terhadap penjualan ritel di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Koordinator Perekonomian, UMKM juga berkontribusi hingga 61,07% atau setara Rp8.573 triliun lebih terhadap PDB.

Meski memiliki kontribusi besar terhadap ekonomi nasional, masih ada sekitar 2,5 juta warung kelontong yang saat ini belum terlayani dengan baik (underserved retailers) akibat kompleksitas distribusi barang di Indonesia, dan sulit dijangkau produsen barang kemasan ternama (brand principals).

Kompetitor Gojek, Grab sudah lebih dulu masuk ke sektor ini setelah mengakuisisi Kudo dengan merintis GrabKios. Diklaim Grab memiliki lebih dari dua juta mitra GrabKios dan tersedia di 500 kota di Indonesia. Sementara, Bukalapak menjadikan Mitra Bukalapak sebagai bisnis utamanya setelah mencatatkan saham perdananya ke publik pada Agustus tahun lalu.

Lini bisnis tersebut diklaim telah berkontribusi sebanyak 34% terhadap pendapatan Bukalapak secara keseluruhan pada semester I 2021. Mitra Bukalapak juga mencatatkan lonjakan pendapatan sebesar 350% secara tahunan pada periode yang sama.

Selain itu, sejumlah startup juga menyasar pemenuhan kebutuhan warung. Salah satu yang terbesar [dari sisi valuasi] ada Ula, mereka memulai debut dengan mengakomodasi kebutuhan pemilik warung di area Jawa Timur.

Berdasarkan survei Nielsen terhadap 3 ribu warung di 14 kota pada Juni 2021, disebutkan Bukalapak menguasai pangsa pasar dengan persentase 42%. Para perusahaan teknologi dan startup lainnya mengincar digitalisasi warung karena potensinya besar. Hasil riset Euromonitor International 2018 menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina lebih suka berbelanja di warung kelontong.

Perusahaan sekuritas CLSA mencatat, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition cost (CACs) melalui mitra warung sekitar 10%-20%, yakni $2 per pelanggan atau kurang dari Rp30 ribu. Biaya ini lebih murah dibandingkan cara umum.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Leads Pre Series A Funding for SaaS Supply Chain Startup “Praktis”

Praktis (formerly known PTS.sc), a startup providing data-driven supply chain solutions for the D2C (Direct to Consumer) brand, announced the pre-series A funding with an undisclosed value. This round was led by East Ventures with the participation of the Triputra Group.

Praktis will use the funds to improve its technology, build a team, and improve product offerings to provide better service to clients.

This startup was founded in 2017 by Adrian Gilrandy with two colleagues, Dipta Imanto and Mohamad Fahrul. Dipta has a background in strategic management and operations while working at the Triputra Group, where he met Dipta Imanto, who has experience in improving operations in various industries, from manufacturing, logistics, to agriculture. Later, the two of them founded Practical with Fahrul, a creative industry entrepreneur and also supports several local shoe brands.

The three of them aware that many local MSME brands are still having difficulties in managing a sustainable business in developing their business. Therefore, Praktis’ solutions focus on providing assistance to brand owners in managing day-to-day operations with the help of technology.

Company’s innovations

Praktis platform has full visibility of all supply chain processes, therefore, production planning and inventory control processes can be optimized and cost effective. The solutions consist of procurement and production activities, enabling brands to take advantage of praktis’ wide network of suppliers to create and develop their products.

Furthermore, logistics and fulfillment services that offer operational efficiencies through automated systems and reliable partners; an order management system for brands to enter the right sales channels based on accurate data and demand predictions; and, access to working capital financing that assists brand development.

“Sorting out business operations and managing procurement, logistics, and store apart from designing and marketing good products can be a big problem for the D2C MSME brand. This is what we’re trying to provide, a seamless operational management services,” Praktis’ Co-founder, Dipta Imanto in an official statement, Tuesday (12/14).

In 2025 projection, Indonesia’s D2C market in fashion, food and personal care as well as furniture and household appliances will grow to a total of $36,120 billion per year. This bright prospect is reflected in Praktis’ performance. It is claimed, Practis’ current monthly income is experiencing more than 12-fold growth on a YOY basis in 2021 with an estimated CAGR of up to 24x and 31% CMGR based on an eight-month period from January to September 2021.

“As a single point of contact, we enable D2C brands to focus more on their core competencies, which in turn helps brands to achieve much higher revenue with efficient utilization of working capital. In the near future, we anticipate revenue growth of up to 6x,” added Practical Co-founder Adrian Gilrandy.

Willson Cuaca, East Ventures’ Co-Founder and Managing Partner said, “We invested in Practical with the belief that their product offerings will be able to help the D2C MSME brand to grow and thrive. Based on their performance so far, we can see that Practical products do indeed solve the main problems of their customers. We are excited about Practical’s development as they continue to grow.”

Currently, Praktis has been trusted by more than 100 brand customers, and has more than 1,000 supplier and manufacturing partners. Some of its clients include Brodo, NAH Project, Visval, Elhaus, Roughneck 1991, JakCloth.co.id, Kintakun, Pyopp, Rose All Day Cosmetics, and many more. Every month, Praktis can handle more than 300,000 shipments and more than 20,000 product items produced through supplier and manufacturing partners.

SaaS Solution

D2C is a business model that performs the sales process without intermediaries. Simply put, a businessman who produces goods, packages, and sends them directly to consumers without the intervention of other parties or third parties. These intermediaries vary, they can be resellers, dropshippers, to retail stores such as minimarkets.

Without the help of these intermediaries, business people can market their products through direct networks, such as websites, social media, to physical stores. However, this business model has drawbacks as businesses have to manage their own supply lines, facing long preparations, and dealing with consumers directly.

This is where Praktis comes in handy, and it is not the only players in this segment, there is also Sirclo which provides end-to-end e-commerce enabler solutions for brands with larger business scales.

Based on the MSME Empowerment Report 2021 by DSInnovate, there are several basic problems experienced by MSME players in Indonesia, including: lack of working capital, shortage of raw materials, procurement processes, accounting miscalculations, difficulties in marketing products, and process transaction.

In order to overcome this problem, 83% of MSME actors admit to using services from digital startups. From this hypothesis, the founders are passionate about presenting a variety of products with different value propositions. Currently there are dozens of startups that present various types of SaaS in this segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Pra-Seri A Startup SaaS Supply Chain “Praktis”

Praktis (sebelumnya bernama PTS.sc), startup penyedia solusi rantai pasokan berbasis data untuk brand D2C (Direct to Consumer), mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Grup Triputra.

Praktis akan memanfaatkan dana yang diraih ini untuk meningkatkan teknologinya, membangun tim, dan meningkatkan penawaran produk guna memberikan layanan yang lebih baik untuk klien.

Startup ini didirikan pada 2017 oleh Adrian Gilrandy bersama dua rekannya, Dipta Imanto dan Mohamad Fahrul. Dipta memiliki latar belakang di manajemen strategis dan operasi saat bekerja di Grup Triputra, tempat ia bertemu dengan Dipta Imanto, yang memiliki pengalaman dalam peningkatan operasi di berbagai industri, mulai dari manufaktur, logistik, hingga pertanian. Kemudian, mereka berdua mendirikan Praktis bersama Fahrul, seorang pelaku usaha industri kreatif dan turut mendukung beberapa merek sepatu lokal.

Ketiganya menyadari bahwa banyak merek UMKM lokal yang masih kesulitan dalam mengelola bisnis yang berkelanjutan dalam mengembangkan bisnisnya. Oleh karenanya, solusi yang dibangun Praktis fokus pada pemberian bantuan kepada pemilik merek dalam mengelola kegiatan operasional sehari-hari dengan bantuan teknologi.

Solusi yang dihadirkan

Platform Praktis memiliki visibilitas penuh terhadap semua proses rantai pasokan, sehingga perencanaan produksi dan proses pengontrolan inventaris bisa lebih optimal dan hemat biaya. Solusi yang dihadirkan terdiri dari aktivitas pengadaan dan produksi, memungkinkan merek memanfaatkan jaringan luas pemasok milik Praktis untuk membuat dan mengembangkan produknya.

Selanjutnya, layanan logistik dan fulfillment yang menawarkan efisiensi operasional melalui sistem otomatis dan mitra yang andal; sistem manajemen pesanan bagi merek untuk memasuki kanal penjualan yang tepat berdasarkan data yang akurat dan prediksi permintaan; dan, akses ke pembiayaan modal kerja yang membantu pengembangan merek.

“Mengatur operasional bisnis dan mengelola pengadaan, logistik, hingga manajemen toko selain merancang dan memasarkan produk bagus dapat menjadi masalah besar bagi brand UMKM D2C. Di sinilah kami hadir dengan menyediakan layanan manajemen operasional yang mulus,” ucap Co-founder Praktis Dipta Imanto dalam keterangan resmi, Selasa (14/12).

Diprediksi pada 2025, pasar D2C Indonesia di bidang fesyen, makanan dan perawatan pribadi serta mebel dan peralatan rumah tangga  akan tumbuh dengan total $36.120 miliar per tahun. Prospek cerah ini tercermin dari kinerja Praktis. Diklaim, saat ini pendapatan bulanan Praktis yang mengalami pertumbuhan lebih dari 12 kali lipat secara YOY pada tahun 2021 dengan perkiraan CAGR hingga 24x dan 31% CMGR berdasarkan periode delapan bulan dari Januari hingga September 2021.

“Sebagai titik kontak tunggal, kami memungkinkan brand D2C untuk lebih fokus pada kompetensi inti mereka, yang pada akhirnya membantu brand untuk meraih pendapatan yang jauh lebih tinggi dengan pemanfaatan modal kerja yang efisien. Dalam waktu dekat, kami mengantisipasi pertumbuhan pendapatan hingga 6x lipat,” tambah Co-founder Praktis Adrian Gilrandy.

Willson Cuaca, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures mengatakan, “Kami berinvestasi di Praktis dengan keyakinan bahwa penawaran produk mereka akan dapat membantu brand UMKM D2C untuk tumbuh dan berkembang pesat. Berdasarkan kinerja mereka sejauh ini, kita dapat melihat bahwa produk-produk Praktis memang memecahkan masalah utama pelanggan mereka. Kami sangat antusias dengan perkembangan Praktis karena mereka terus bertumbuh.”

Hingga kini, Praktis telah dipercaya oleh lebih dari 100 brand customer, dan memiliki lebih dari 1.000 mitra supplier dan manufaktur. Beberapa kliennya seperti Brodo, NAH Project, Visval, Elhaus, Roughneck 1991, JakCloth.co.id, Kintakun, Pyopp, Rose All Day Cosmetics, dan masih banyak lagi. Tiap bulannya, Praktis mampu menangani lebih dari 300.000 pengiriman barang dan lebih dari 20.000 item produk yang diproduksi melalui mitra supplier dan manufaktur.

Solusi SaaS

D2C merupakan salah satu model bisnis yang melakukan proses penjualan tanpa adanya bantuan perantara. Sederhananya, pebisnis yang memproduksi barang, mengemas, dan mengirimnya langsung ke konsumen tanpa adanya campur tangan pihak lain atau pihak ketiga. Perantara ini bermacam-macam, bisa reseller, dropshipper, sampai toko retail seperti minimarket.

Dengan tanpa bantuan perantara tersebut, pebinis bisa langsung memasarkan produknya ke jaringan yang sudah dimiliki, seperti situs, media sosial, sampai toko fisik. Namun, model bisnis ini punya kelemahan karena pebisnis harus mengatur alur pasokannya sendiri, perlu persiapan panjang, dan harus menghadapi konsumen langsung.

Di sinilah peranan seperti Praktis hadir, sebetulnya tidak hanya Praktis yang bermain di segmen ini, juga ada Sirclo yang menyediakan solusi end-to-end e-commerce enabler untuk merek dengan skala bisnis yang lebih besar.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya: kekurangan modal kerja, kekurangan bahan baku, proses pengadaan, salah perhitungan akuntansi, kesulitan memasarkan produk, dan proses transaksi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

GudangAda’s Demand to Offer More than B2B E-Commerce

In two and a half years, B2B e-commerce startup GudangAda has closed its $100 million Series B funding round. The announcement comes one year after securing $25.4 million in Series A funding. The total funding raised has crossed the $135 million mark.

This achievement is claimed to be supported by business growth. The net transaction value (NVM) is said to reach $6 billion. NVM is an alternative metric to GMV in e-commerce companies. The way to calculate NVM is GMV minus all costs.

The question that arises is what does GudangAda offer compared to other B2B e-commerce players? You could say GudangAda is not the first player in this vertical.

In an interview with DailySocial, GudangAda CEO Stevensang explained, the first reason the company can grow fast is because it is filled with solid talent with deep experience in the industry that the company is currently focusing on. “When we enter the industry with an understanding of more than 25 years, we already have a very clear roadmap and strategy,” he said.

Stevensang himself has more than 25 years of experience in the retail and FMCG industry in Indonesia and Southeast Asia. Previously, he led a subsidiary of the FMCG conglomerate Orang Tua Group. GudangAda’s core team consists of technology and FMCG professionals with extensive experience.

The ranks of investors also support GudangAda’s business. They are claimed to have validated GudangAda’s business by conducting due diligence and in-depth audits before disbursing funds to potential investees. “There are our investors who have followed our journey since last year, witnessed the number of retailer brands that have partnered with us until now.”

GudangAda’s CEO, Stevensang / GudangAda

Solving middle mile issues

The next factor is the solution that GudangAda offers. Although GudangAda’s main view is as a B2B e-commerce, the backend is designed quite complex because the company wants to solve the middle mile issue that has not been worked out by logistics companies.

According to Stevensang, smart logistics has not yet fully occurred in Indonesia. The process has not occurred end-to-end.

“In Indonesia, there are more last mile and first mile players. So if we look at the last mile, the progress is extraordinary, but there are still challenges when integrating hub-to-hub because it doesn’t exist yet.”

According to Route4me’s explanation, the middle mile involves sending goods from a warehouse or distribution center to a fulfillment center (including retail stores) until the product is finally purchased by consumers. Middle miles connect shippers with drivers by using programmatic algorithms to match deliveries of specific products to the truck driver’s capabilities, schedule, and location.

Middle mile holds an important aspect, as it offers companies cost savings opportunities that last mile delivery does not have. Not only that, companies can be more competitive to maintain prices for healthy margins, even in the brick and mortar retail business.

As a middle mile, GudangAda focuses on being an aggregator to facilitate logistics services from large wholesalers to small wholesalers or to retailers (warung traders). So far, distributors tend to only ship products exclusively for certain principal brands. As a result, the truck capacity has not been fully exploited because there is still capacity that can be utilized.

By applying the asset-light and capital-efficient business concepts, the company cooperates with vehicle and warehouse business owners, including with UMKM members of GudangAda. In addition, the company offers a dynamic transportation and warehouse management service system to make it easier for partners to digitize their business.

GudangAda helps distributors/ wholesalers to utilize their logistics fleet or trucks by transporting products from other brands.

“In principle, the company’s main strength is building a middle mile logistics service infrastructure by collecting and integrating data available at distributors and wholesalers.”

Talking about logistics strategy, GudangAda consolidates transactions into a daily delivery schedule so that shipping costs are much cheaper. The company works closely with wholesaler partners to utilize stock points to reduce end-to-end logistics costs.

Finally, GudangAda empowers local logistics partners to aggregate service providers and facilitates technology that partners can adopt so that the logistics process becomes faster. “If usually one truck only runs once, we can provide them with many shops so that the utility of the truck increases.”

For its e-commerce business process, GudangAda provides a platform for wholesalers and principal brands to sell themselves and sell directly to retailers so that prices are determined directly by them. “So all of these parties can sell and determine the price they want to sell.”

GudangAda monetization scheme is taken from transaction fees charged to sellers and logistics costs.

The GudangAda solution is considered much more “friendly” because it is an enabler that provides added value for distributors to enter the realm of e-commerce, as well as empowering retailers consisting of shop owners to gain access to a variety of product stocks.

“Brand principals take advantage of our platform because the value we offer is transparent, allowing access to more retailers. They can also know the flow. We don’t interrupt, we are more friendly.”

The GudangAda application provides a complete service ecosystem for MSMEs, ranging from product source search features, sales and purchase transaction management, logistics transportation provision, and payment management.

As of now, there are more than 70 principal brands, from local, national, and multinational, who have taken advantage of the GudangAda platform, including Sido Muncul, Sasa, and Reckitt Benckiser. There are additional 100 new brands that are claimed to be waiting in line to join. The brand principal provides more than 30 thousand SKUs.

Currently, GudangAda is not only targeting the FMCG brand, but also expanding to the pharmaceuticals, packaging, household appliances, and stationery segments. This expansion is driven through end-to-end (E2E) partnerships with principals, distributors, wholesalers and retailers in the supply chain.

GudangAda’s app / GudangAda

Building a sustainable business

As an asset-light and capital-efficient company, Stevensang aims for GudangAda to become a healthy and sustainable company. The metrics used by the company include revenue (revenue), number of users, and number of brand principals.

“It’s not just a big turnover, we take care of all these metrics so that GudangAda becomes a sustainable business.”

To support the plan, the company appointed Huan Yang, former chief engineer of Grab, as CTO and JJ Ang as CFO. Ang previously worked at Vietnamese e-commerce company Sendo.

Stevensang has a vision that in the future the company can become a company that empowers more merchants to transform digitally, and develop with a skill set according to market needs. They can understand the inventory system, financial records, and financial support to grow their business even though they are still managing a shop.

“They are not left behind in terms of technology because they can do what they can do through data, they can do digital marketing. So they don’t just invest in physical goods as well as technology.”

Supported by Series B funding, the company will strengthen its ecosystem, such as logistics services, payment systems (POS/SaaS), marketing, data, and financial services. And, plans to strengthen its position by developing artificial intelligence/AI technology in order to offer the best personalization services for MSME traders.

It is said that currently there are more than 500 thousand stall traders in 513 cities throughout Indonesia who have purchased products through GudangAda. It is targeted that this year they can have 750 thousand to 1 million stalls as consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tantangan GudangAda Agar Lebih dari Sekadar Platform E-Commerce B2B

Dalam dua setengah tahun, startup e-commerce B2B GudangAda telah menutup pendanaan Seri B senilai $100 juta. Pengumuman tersebut dilakukan selang setahun setelah memperoleh pendanaan Seri A sejumlah $25,4 juta. Total keseluruhan pendanaan yang diperoleh telah menembus angka $135 juta.

Pencapaian tersebut diklaim disokong dengan pertumbuhan bisnis. Nilai transaksi bersih (net merchandise value/NVM) disebutkan mencapai $6 miliar. NVM adalah alternatif metrik selain GMV di perusahaan e-commerce. Cara menghitung NVM adalah GMV dikurangi semua biaya.

Pertanyaan yang muncul adalah apa yang ditawarkan GudangAda dibandingkan pemain e-commerce B2B lainnya? Bisa dibilang GudangAda bukanlah pemain pertama di vertikal ini.

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO GudangAda Stevensang menjelaskan, alasan pertama perusahaan dapat tumbuh cepat karena diisi  talenta yang solid dengan pengalaman yang mendalam di industri yang menjadi fokus perusahaan saat ini. “Ketika masuk ke industri dengan pemahaman lebih dari 25 tahun, kita sudah punya roadmap dan strategi yang sangat jelas,” ucapnya.

Stevensang sendiri memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun di industri ritel dan FMCG di Indonesia dan Asia Tenggara. Sebelumnya, ia memimpin anak usaha dari konglomerat FMCG Orang Tua Group. Tim inti GudangAda terdiri dari kalangan profesional di bidang teknologi dan FMCG dengan pengalaman ekstensif.

Jajaran investor juga turut mendukung bisnis GudangAda. Mereka diklaim memvalidasi bisnis GudangAda dengan melakukan due diligence dan audit secara mendalam sebelum mengucurkan dananya ke calon investee. “Ada investor kita yang sudah mengikuti perjalananan kita sejak tahun lalu, menyaksikan sendiri jumlah retailer brand yang bermitra dengan kita hingga sekarang.”

CEO GudangAda Stevensang / GudangAda

Tangani isu middle mile

Faktor berikutnya adalah solusi yang ditawarkan GudangAda. Meski tampilan utama GudangAda adalah sebagai e-commerce B2B, namun backend-nya didesain cukup kompleks karena perusahaan ingin menyelesaikan isu middle mile yang masih belum tergarap perusahaan logistik.

Menurut Stevensang, smart logistics belum sepenuhnya terjadi di Indonesia. Prosesnya belum terjadi secara end-to-end.

“Di Indonesia lebih banyak pemain last mile dan first mile. Jadi kalau kita lihat di last mile itu perkembangannya luar biasa, tapi masih ada challenge saat integrasi hub-to-hub karena belum ada.”

Menurut penjelasan Route4me, middle mile melibatkan pengiriman barang dari gudang atau pusat distribusi ke pusat pemenuhan (termasuk toko ritel) hingga akhirnya produk dibeli konsumen. Middle mile menghubungkan pengirim dengan pengemudi dengan menggunakan algoritma terprogram untuk mencocokkan pengiriman produk tertentu dengan kemampuan, jadwal, dan lokasi pengemudi truk.

Middle mile memegang aspek penting, sebab menawarkan peluang penghematan biaya kepada perusahaan yang tidak dimiliki pengiriman last mile. Tak hanya itu, perusahaan dapat lebih kompetitif untuk mempertahankan harga demi margin yang sehat, bahkan di bisnis ritel brick and mortar.

Sebagai middle mile, GudangAda fokus sebagai agregator untuk memfasilitasi layanan logistik dari grosir besar ke grosir kecil atau ke retailer (pedagang warung). Selama ini, distributor cenderung hanya mengirimkan produk secara eksklusif untuk brand principal tertentu. Akibatnya, kapasitas truk belum tergarap maksimal karena masih ada kapasitas yang bisa dimanfaatkan.

Dengan menerapkan konsep bisnis asset-light dan capital-efficient, perusahaan bekerja sama dengan para pemilik bisnis kendaraan dan gudang, termasuk dengan UMKM anggota GudangAda. Di luar itu, perusahaan menawarkan sistem layanan manajemen transportasi dan gudang yang dinamis untuk memudahkan mitra mendigitalisasi bisnisnya.

GudangAda membantu distributor/grosir besar untuk mengutilisasi armada logistik atau truk dengan mengangkut produk dari brand lain.

“Pada prinsipnya, kekuatan utama perusahaan membangun infrastruktur layanan logistik middle mile dengan cara collect dan integrate data yang tersedia di distributor dan grosir.”

Bicara soal strategi logistik, GudangAda melakukan konsolidasi transaksi ke dalam jadwal pengiriman harian sehingga ongkos kirim jauh lebih murah. Perusahaan bekerja sama dengan para mitra pedagang grosir untuk memanfaatkan stock point untuk menekan biaya end-to-end logistics.

Terakhir, GudangAda memberdayakan mitra logistik lokal untuk mengagregasi penyedia jasa serta memfasilitasi teknologi yang bisa diadopsi mitra sehingga proses logistik menjadi lebih cepat. “Bila biasanya satu truk hanya jalan satu kali, kita bisa sediakan mereka bisa ke banyak toko jadi utilitas truknya meningkat.”

Untuk proses bisnis e-commerce-nya, GudangAda menyediakan platform untuk para pedagang grosir dan brand prinsipal untuk berjualan sendiri dan menjual langsung kepada pengecer sehingga harga ditentukan langsung oleh mereka. “Jadi semua pihak tersebut bisa berjualan dan menentukan harga yang mau dijual.”

Skema monetisasi GudangAda diambil dari biaya transaksi yang dibebankan ke penjual dan biaya logistik.

Solusi GudangAda dianggap jauh lebih “bersahabat” karena bersifat enabler yang memberikan nilai lebih bagi para distributor untuk masuk ke ranah e-commerce, sekaligus memberdayakan retailer yang terdiri dari pemilik warung dalam mendapatkan akses stok produk yang beragam.

Brand principal memanfaatkan platform kami karena value yang kami tawarkan itu transparan, bisa akses ke lebih banyak retailer. Mereka pun bisa tahu flow-nya. Kami tidak men-disrupt, justru lebih friendly.”

Aplikasi GudangAda menyediakan ekosistem layanan yang lengkap untuk UMKM, mulai dari fitur pencarian sumber produk, pengelolaan transaksi penjualan dan pembelian, penyediaan transportasi logistik, serta pengelolaan pembayaran.

Terhitung saat ini ada lebih dari 70 brand principal, dari lokal, nasional, dan multinasional, yang telah memanfaatkan platform GudangAda, termasuk Sido Muncul, Sasa, dan Reckitt Benckiser. Ada tambahan 100 brand baru yang diklaim sedang mengantre untuk bergabung. Brand principal tersebut menyediakan lebih dari 30 ribu SKU.

Saat ini GudangAda tidak hanya menyasar brand FMCG, tetapi juga memperluas ke segmen obat-obatan atau farmasi, kemasan, peralatan rumah tangga, dan alat tulis. Ekspansi ini didorong melalui kemitraan end-to-end (E2E) dengan prinsipal, distributor, pedagang besar, dan eceran di dalam rantai pasokan.

Aplikasi GudangAda / GudangAda

Menjadi bisnis berkelanjutan

Sebagai perusahaan yang asset-light dan capital-efficient, Stevensang membidik GudangAda agar menjadi perusahaan yang sehat dan berkelanjutan. Metrik-metrik yang digunakan perusahaan, di antaranya pendapatan (revenue), jumlah pengguna, dan jumlah brand principal.

“Bukan sekadar cetak omzet yang besar, kami menjaga seluruh metrik tersebut agar GudangAda menjadi bisnis yang berkelanjutan.”

Untuk mendukung rencana tersebut, perusahaan  mengangkat Huan Yang, mantan kepala engineer Grab, sebagai CTO dan JJ Ang sebagai CFO. Ang sebelumnya bekerja di perusahaan e-commerce Vietnam, Sendo.

Stevensang memiliki visi perusahaan ke depannya dapat menjadi perusahaan yang memberdayakan lebih banyak pedagang untuk bertransformasi digital, serta berkembang dengan skill set sesuai kebutuhan pasar. Mereka dapat mengerti sistem inventaris, pencatatan keuangan, dan dukungan finansial untuk mengembangkan bisnisnya meski masih mengelola warung.

“Mereka tidak ketinggalan dari sisi teknologi karena mereka bisa apa yang dapat mereka lakukan lewat data, bisa melakukan pemasaran secara digital. Jadi mereka tidak hanya investasi ke barang fisik juga teknologi.”

Didukung pendanaan Seri B, perusahaan akan memperkuat ekosistem, seperti layanan logistik, sistem pembayaran (POS/SaaS), pemasaran, data, dan layanan keuangan. Serta, berencana memperkuat posisinya dengan mengembangkan teknologi artificial intelligence/AI agar dapat menawarkan layanan personalisasi terbaik bagi para pedagang UMKM.

Disebutkan saat ini ada lebih dari 500 ribu pedagang warung di 513 kota di seluruh Indonesia yang telah membeli produk lewat GudangAda. Ditargetkan tahun ini mereka dapat memiliki 750 ribu hingga 1 juta warung sebagai konsumen.

Application Information Will Show Up Here